51
BAB I PENDAHULUAN Sistem endokrin meliputi sistem dan alat yang mengeluarkan hormone. Yang termasuk kelenjar endokrin adalah hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior dan posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, pulau langerhans pancreas, korteks dan medula anak ginjal, ovarium, testis, dan sel endokrin dijalan cerna yang disebut sel amine precursor uptake and dearboxylation (sel APUD). 1 Bedah endokrin membahas pemeriksaan dan pengendalian keadaan bedah pada kelenjar endokrin. Penyakit kelenjar endokrin mempunyai bentuk yang terbatas. Kelenjar endokrin dapat menghasilkan hormone secara berlebihan misalnya penyakit graves, yaitu hiperfungsi kelenjar tiroid, atau menghasilkan terlalu sedikit hormone, misalnya pada miksudem akibat hipofungsi kelenjar tersebut. Kelenjar endokrin dapat juga menjadi besar atau menjadi kecil. Keadaan tersebut dapat juga terjadi bersama-sama. 1 Berbagai kelainan patologi, khususnya keganasan, dapat terjadi pada satu atau beberapa keadaan diatas. Badah endokrin mempunyai cirri khusus, yaitu sebagai kelainannya merupakan gangguan fungsi kelenjar tanpa kelainan anatomi, sehingga gejala yang menonjol hanya dapat dinyatakan secara umum. 2 1

Referat Struma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bedah

Citation preview

Page 1: Referat Struma

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem endokrin meliputi sistem dan alat yang mengeluarkan hormone.

Yang termasuk kelenjar endokrin adalah hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior

dan posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, pulau langerhans pancreas,

korteks dan medula anak ginjal, ovarium, testis, dan sel endokrin dijalan cerna

yang disebut sel amine precursor uptake and dearboxylation (sel APUD). 1

Bedah endokrin membahas pemeriksaan dan pengendalian keadaan bedah

pada kelenjar endokrin.

Penyakit kelenjar endokrin mempunyai bentuk yang terbatas. Kelenjar

endokrin dapat menghasilkan hormone secara berlebihan misalnya penyakit

graves, yaitu hiperfungsi kelenjar tiroid, atau menghasilkan terlalu sedikit

hormone, misalnya pada miksudem akibat hipofungsi kelenjar tersebut. Kelenjar

endokrin dapat juga menjadi besar atau menjadi kecil. Keadaan tersebut dapat

juga terjadi bersama-sama. 1

Berbagai kelainan patologi, khususnya keganasan, dapat terjadi pada satu

atau beberapa keadaan diatas. Badah endokrin mempunyai cirri khusus, yaitu

sebagai kelainannya merupakan gangguan fungsi kelenjar tanpa kelainan anatomi,

sehingga gejala yang menonjol hanya dapat dinyatakan secara umum. 2

Kelainan grandula thyroidea dapat berupa gangguan fungsi seperti

tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit

tiroid nodular. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut

struma.2

1

Page 2: Referat Struma

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Tirama

Umur : 49 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : PNS

Alamat : Palmerah Lama, Kecamatan Jambi Selatan

ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 19 Agustus 2013 di Poli Bedah RSUD

Raden Mattaher Provinsi Jambi

Keluhan utama

Benjolan pada leher sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit

Benjolan muncul pada leher bagian depan sejak 2 tahun yang lalu, awalnya kecil

sehingga tidak begitu dihiraukan semakin lama semakin besar. Benjolan tidak

sakit. Menurut pasien awalnya benjolan yang semakin besar ini disertai dengan

demam tapi tidak terlalu tinggi. Pasien pernah berobat ke dokter sebelumnya

beberapa kali dan diminta untuk dilakukan periksa darah dan diberi obat, namun

menurut pasien obat yang diberikan membuat pasien berdebar debar. Selanjutnya

pasien mencoba berobat ke sinse dengan akupuntur hingga 20 kali. Namun tidak

ada perubahan pada benjolan di lehernya. Hingga saat ini benjolan tidak sakit.

Pasien suka mengeluh cepat capek, malam hari agak susah tidur karena merasa

sedikit ada yang mengganjal di leher. pasien mengatakan tidak ada perubahan

nafsu makan, frekuensi makan malah bertambah hingga pasien mengaku takut

gemuk. Suara serak dan sulit menelan tidak ada. Pasien menyangkal tangan suka

berkeringat dan bergetar serta menyangkal adanya perasaan cemas yang

2

Page 3: Referat Struma

berlebihan. Pasien juga menyangkal adanya penurunan berat badan. Makanan

yang dimakan pasien mengaku tidak pernah terlalu asin atau terlalu manis, pasien

juga mengatakan semenjak terdapat benjolan ini pasien menggunakan garam

beryodium saat masak.

Riwayat Penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Pasien juga mengaku tidak

pernah ada riwayat operasi sebelumnya. Riwayat sakit maag +, hipertensi

disangkal, DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Status General

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : composmentis

Tanda vital :

- Tekanan darah : 130/80 mmHg

- Nadi : 74 x/menit

- Respirasi : 20 x/menit

- Suhu : afebris

Kepala : Normocephal, simetris

Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor

kanan = kiri, eksopthalmus (-)

THT : tidak ada kelainan

Leher : simetris, pembesaran KGB (-), pergeseran trakea (-),

teraba massa sebesar telur puyuh di leher bagian depan dan

mengikuti pergerakan saat menelan

Thoraks :

Paru-paru

- Inspeksi : bentuk dada normal, simetris

3

Page 4: Referat Struma

- Palpasi : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

- Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi-/-, wheezing-/-

Jantung :

- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : iktuskordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra, tidak

kuat angkat

- Perkusi : batas jantung kiri bawah di ICS V linea aksilaris anterior

sinsitra, batas jantung kanan bawah di ICS IV linea parasternalis

dekstra, batas kiri atas di ICS II linea sternalis sinistra, batas kanan atas

di ICS II linea sternalis dekstra, dan pinggang jantung di ICS III linea

parasternalis sinistra

- Auskultasi : BJ I/II regular, Gallop -, bising jantung -

Abdomen :

- Inspeksi : dinding perut datar, sikatrik -, venektasi –

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Palapasi : tidak ada nyeri tekan, hepatomegali -, splenomegali -,

undulasi -, shifting dullness –

- Perkusi : timpani, ascites -

Ekstermitas superior :

Akral hangat, tidak ada edema, kekuatan 5|5,sensibilitas +/+

Ekstermitas inferior :

Akral hangat, tidak ada edema, kekuatan 5|5,sensibilitas +/+

Status Lokalis

Regio Coli Anterior :

- Inspeksi : tampak benjolan bulat sebesar telur puyuh, berjumlah satu,

warna seperti kulit disekitarnya, terlihat ikut bergerak ke atas saat

pasien menelan.

- Palpasi dilakukan dengan posisi di belakang pasien teraba massa

berukuran sebesar telur puyuh, kenyal, batas tegas, permukaan licin,

4

Page 5: Referat Struma

tidak berbenjol benjol, jumlah 1, tidak terfiksir, nyeri tekan (-), massa

ikut bergerak ketika pasien menelan.

- Auskultasi : tidak terdapat bising pada kelenjar tiroid

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Hematologi Nilai Nilai Normal

WBC 8. 103 / mm3 4-10. 103 / mm3

RBC 4,3 . 106/ mm3 3,8-5,8. 106/ mm3

HB 12,7 g/dl 11,0-16,5 g/dl

HCT 39,2 % 35-50%

PLT 186. 103 / mm3 150-390. 103 / mm3

PCT 0,135 % 0,100-0,500 %

Massa pembekuan 4 menit 2-6 menit

Massa perdarahan 2 menit 1-3 menit

LED 22 /jam < 15 /jam

Kimuia Darah

Protein total 7,1 gr/dl 6,4-8,4 gr/dl

Albumin 4,1 gr/dl 3,5-5,0 gr/dl

Globulin 3,0 gr/dl 3,0-3,6 gr/dl

SGOT 23 U/L <40 U/L

SGPT 14 U/L <41 U/L

Ureum 13,0 mg/dl 15-39 mg/dl

Kreatinin 0,7 mg/dl L 0,9-1,3 ; P 0,6-1,1 mg/dl

Hormon Tiroid

T3 0,95 nmol/L 0,95- 2,5 nmol/L

T4 74,16 nmol/L 60-120 nmol/L

TSH 1,5 µIU/ ml Eutyroid = 0,25-5

Hipertyroid = <0,15

Hipotyroid = >7

5

Page 6: Referat Struma

Radiologi

USG tiroid: tiroid dekstra membesar, tampak nodul berukuran 3,8 x 2,7 x 3,9cm,

intensitas echoparenkim homogen rata, tak tampak kista maupun kalsifikasi. tiroid

sinistra normal

Rontgen thoraks : kesan pulmo kanan dan kiri normal, bentuk dan ukuran cor

normal

DIAGNOSA KERJA

Struma Nudosa non toksik

PENATALAKSANAAN

Operatif

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam: dubia ad bonam

6

Page 7: Referat Struma

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. EMBRIOLOGI KELENJAR TIROID

Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan.

Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada

akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara

branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum,

yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan

akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus

tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. 3

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu

masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang

letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid

lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal.

Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel

parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.. Kelenjar tyroid janin

secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. 1

3.2. ANATOMI KELENJAR TIROID

7

Page 8: Referat Struma

Gambar. Anatomi Thyroid

Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan

fascia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus,

pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil

melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar

paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid. 1

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus sehingga

bentukya menyerupai kupu-kupu atau huruf H, dan menutup cincin trakhea 2 dan

3. Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Kapsul fibrosa

menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan

menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini

digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher

berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak. 3

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a.

Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel

lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem

venanya berasal dari pleksus perifolikular. 3

Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis

yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl.

Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika

dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk

menduga penyebaran keganasan.3

8

Page 9: Referat Struma

3.3. HISTOLOGI KELENJAR TIROID

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis

terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500

µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak

menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran

basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk

lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan

pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin

(BM 650.000) .3

3.4. FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4).

Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal

dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh

kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan

baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik

dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin

sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang

terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid

kelenjar tyroid. 4

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam

kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur

ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat

tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin

(Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA). 1

Sekresi hormone tiroid dikendalikan oleh kadar hormone TSH yang dihasilkan

oleh lobus anterior kelenjar hipofisis dan terhadap sekresi hormone pelepasan

tirotropin (TRH) dari hipotalamus. Hormon tiroid mempunyai pengaruh yang

bermacam-macam terhadap jaringan tubuh yuang berhubungan dengan

metabolisme sel. Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin yang menurunkan

kadar kalsium serum.3

9

Page 10: Referat Struma

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis

mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar

tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam

sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-

reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon

meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat

hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis

juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan

hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid3

Efek metabolisme Hormon Tyroid : 4

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

10

Page 11: Referat Struma

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi

dalam dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi

kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga

pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada

hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus

traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare,

gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

3.5. DEFENISI STRUMA

Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai

dengan pembesaran kelenjar tyroid.2 Struma adalah suatu pembengkakan pada

leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandulatiroid dapat

berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

3.6. EPIDEMIOLOGI

Survey epidemiologi untuk gondok endemik sering ditemukan di daerah

pegunungan seperti pengunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan, dan

sebagainya dan juga terlihat di dataran rendah seperti Finlandia, Belanda, dan

sebagainya.2

Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita

dibanding pria. Di Inggris, prevalensi Hypertiroidisme pada praktek umum

adalah 25 – 35 kasus dalam 10.000 wanita, sedang di rumah sakit didapatkan 3

kasus dalam 10.000 pasien. 2

Pada wanita ditemukan 20 – 27 kasus dalam 1.000 wanita, sedangkan pria 1 –

5 per 1.000 pria. Data dari Whickham Survey pada pemeriksaan penyaring

11

Page 12: Referat Struma

kesehatan dengan menggunakan Free Thyroxine Index (FT4) menunjukkan

prevalensi Hipertiroidisme pada masyarakat sebanyak 2%. 2

3.7. PATOFISIOLOGI

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan

dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid

oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic

gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel

tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan

menyebabkan struma nodusa. 3

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan

peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah

dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika

proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon

tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan

goitrogen.5

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang

termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise

yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar

hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.5

3.8. KLASIFIKASI STRUMA

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)

Menurut American society for Study of Goiter membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa

2. Struma Non Toxic Nodusa

3. Stuma Toxic Diffusa

4. Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi

fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan

istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

3.9. DIAGNOSIS

12

Page 13: Referat Struma

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan

keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.1

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran

makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi :

1. Eutiroid

2. Hipotiroid

3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : Hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :

13

Page 14: Referat Struma

1. Status Generalis :

Tekanan darah meningkat

Nadi meningkat

2. Mata :

Exopthalmus

Stelwag Sign : Jarang berkedip

Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu

melihat ke bawah.

Morbus Sign : Sukar konvergensi

Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

3. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

4. Jantung : Takikardi

5. Status Lokalis :

a. Inspeksi

Benjolan

Warna

Permukaan

Bergerak waktu menelan

b. Palpasi

Permukaan, suhu

Batas :

Atas : Kartilago tiroid

Bawah : incisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Latera: M. Sternokleidomastoideus

Pemeriksaan lain dapat berupa pemeriksaan untuk menemukan pasien eutiroid

atau hipertiroid dengan menggunakan indeks diagnostik klinik dari wayne atau

indeks new castle.

14

Page 15: Referat Struma

15

Page 16: Referat Struma

3.10. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dengan bertambahnya usia, volume kelenjar mengecil meskipun ada yang

mendapatkan justru membesar sampai 30-40 gram, tetapi nodularitas, infiltrasi sel

limfosit dan fibrosis bertambah. Mungkin faktor inilah yang menyebabkan berat

kelenjar tiroid bertambah. BMR menurun, tetapi jika dikoreksi dengan massa

ototnya maka sebenarnya BMRnya kira-kira tetap saja. Adapun neck radio active

iodine uptake berkurang. Infiltrasi limfosit ini sering dihubungkan dengan proses

destruksi karena proses autoimun yang memberi uptake menurun. 6

Produksi T4 menurun demikian juga T3 sebagai akibat dari menurunnya

monodeyodinasi T4, sebab sebagian besar T3 dalam sirkulasi berasal dari proses

monodeyodinasi T4 di perifer dan bukan hasil produksi kelenjar tiroid. Makin tua

degradasi T4 makin menurun dan rT3 naik. Pada usia lanjut (>65 th) kebutuhan

hormon tiroid sehari-harinya menurun 20%. Meskipun demikian kemampuan

reserve memproduksi T4, T3 tetap. Kadar TSH umumnya tidak berubah.

Pengamatan populasi di Inggris menunjukkan bahwa TSH meningkat dengan usia,

khususnya pada wanita dan yang disertai dengan kenaikan titer beberapa antibodi

terhadap tiroid. Keadaan ini diduga sebabnya ialah meningkatnya penyakit

autoimun yang memberi hipotiroidisme pada kelompok ini. Disimpulkan bahwa

memang terjadi perubahan anatomi serta fisiologi aksis hipofisis-tiroid, sebagai

konsekuensi logis proses menua, namun bukan suatu hipotiroidisme. Hipotiroid

memang harus didefinisikan sebagai tidak tersedianya hormon secara cukup di

jaringan perifer, dapat primer (tiroidnya) ataupun sentral (hipofisis/hipotalamus).

Kini definisi yang dianut ialah keadaan dimana jaringan tubuh mengalami

kekurangan efek hormon tiroid. Dengan bertambahnya usia, puncak variasi TSH

nokturnal menurun. 6

Disamping itu pemeriksaan terhadap antibodi anti tiroid (Ab-anti

TPO/mikrosom, Ab-anti Tg/tiroglobulin) pada usia lanjut perlu diperiksa untuk

memastikan etiologi autoimun. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy),

diperlukan untuk mendeteksi awal adanya keganasan pada nodul tiroid usia lanjut.

16

Page 17: Referat Struma

1. Tes Standar Tiroid

Tes standar untuk mengetahui fungsi tiroid yaitu serum tiroksin (T4) dan

Triioditironin Resin Uptake (T3RU). Pengukuran serum Tirotropin (TSH)

kadangkala tidak berguna pada beberapa situasi. 5

Tes R3RU adalah pengukuran tidak langsung Thyroxine Binding Globuline

(TBG), pembawa protein mayor untuk T4 dalam plasma. T3RU biasanya

dilaporkan dalam persentase T3 yang diserap atau diambil oleh penyerap

nonspesifik (resin), tapi lebih sering digambarkan sebagai perbandingan sampel

test pasien dengan contoh serum standar rasio T3U. Nama baru untuk tes tersebut

yaitu Thyroid Hormone Binding Ratio telah direkomendasikan. Akhir-akhir ini

beberapa laboratorium telah mulai untuk menggunakan pengukuran langsung

TBG sebagai alternatif yang kurang tepat tetapi dapat digunakan untuk mencari

ratio T3U. Tidak ada keuntungan klinis yang jelas terlihat dari pengukuran

langsung TBG. 6

T4 sekarang diukur dengan menggunakan radioimmunoassay atau

displaceent analysis. Metode ini tidak secara langsung mengganggu dengan

kontaminasi iodium, walaupun beberapa komponen yang mengandung iodine

mempunyai efek dalam metabolisme tiroksin sehingga dapat mempengaruhi nilai

T4. 6

T4 selalu dinilai berhubungan dengan ratio T3U. T4 yang tinggi atau yang

rendah dapat dinilai sebagai refleksi sekresi T4 hanya jika ikatan plasma T4

normal yaitu hanya jika TBG (ratio T3U) normal. Untuk kenyamanan, T4 dan

ratio T3U sering dikombinasi untuk menilai indeks T4 bebas (FT4I) hanya dengan

mengalikan T4 dengan ratio T3U. Prosedur ini akan memberikan kompensasi

untuk T4 yang rendah atau tinggi yang berasal dari konsentrasi TBG abnormal.

FT4I sering dilaporkan oleh beberapa laboratorium sebagai T7 atau T12. 6

Tes lain yang berhubungan dengan T4 yaitu T4 bebas (FT4), fraksi kecil T4

yang tidak terikat dengan protein. Pada beberapa kasus FT4I sejajar dengan T4

bebas(FT4). FT4 diperkirakan dengan menentukan T3 dan T4 yang tidak terikat

dengan protein, dengan menggunakan analisa keseimbangan (equilibrium

dialysis), ultrafiltrasi atau teknik-teknik lain : produk T4 dikalikan dengan fraksi

yang didialisa atau fraksi ultrafiltrasi disebut T4 bebas. Walaupun telah lama T4

17

Page 18: Referat Struma

bebas digembor-gemborkan sebagai indikator hipertiroid paling sensitif, tetapi

banyak masalah interpretasi timbul pada pasien yang sakit berat, karena banyak

penyakit non tiroid dari penyakit infeksi akut sampai penyakit hati yang dapat

meningkatkan T4 bebas. Penjelasan paling mungkin untuk fenomena ini yaitu

munculnya penghambat pengikat protein dalam plasma saat menderita penyakit

nontiroid. Pada keadaan ini, T4 normal atau rendah, T4 bebas meningkat karena

fraksi yang terdialisa meningkat. Jadi peningkatan T4 bukanlah suatu penemuan

spesifik untuk mengetahui status tiroid. Pertimbangan seperti ini penting karena

banyak pasien lansia yang diduga menderita penyakit hipertiroid juga sedang

menderita penyakit nontiroid lainnya yang dapat meningkatkan T4 bebas.

Diagnosa hipertiroid harus dibuat dengan hati-hati bila hanya T4 bebas yang

meningkat. 6

Serum T3 dinilai dengan menggunakan radioimmunoassay. Seperti juga T4,

penilaian T3 tidak langsung dipengaruhi oleh komponen iodine tetapi nilainya

dapat terpengaruhi, biasanya pengaruh ke arah bawah oleh berbagai faktor selain

fungsi tiroid.

Pada orang muda serum T3 selalu meningkat pada keadaan hipertiroid dan

dikatakan bahwa T3 merupakan indikator tunggal hipertiroid yang paling sensitif.

Proporsi hipertiroid yang kecil tapi penting untuk diagnosa pada pasien semua

umur dan yang berhubungan dengan etiologi manapun yang menyebabkan hanya

peningkatan T3 (T3 toksikosis). 6

Hanya sedikit pasien yang sangat tua yang normalnya berdasarkan usia

mempunyai T3 yang rendah. Bagaimanapun banyak penyakit nonspesifik, obat-

obatan dan bahkan menurunnya asupan makanan juga dapat menekan T3 pada

lansia dan juga orang muda. Mekanisme tersebut mungkin yang menyebabkan

bahwa pada lansia dengan hipertiroid T3 tidak meningkat. 5

2. Tes TSH dan TRH

Menentukan serum thyrotropin (TSH) sangat berguna untuk diagnosa

hipotiroid tapi sampai sekarang tidak terlalu membantu untuk diagnosa hipotiroid.

Pengujian baru cukup sensitif untik melihat supresi TSH yang terjadi keadaan

dimana hanya terjadi peningkatan sedikit konsentrasi serum T3 dan T4. Jadi

serum TSH pada pasien hipertiroid akan menurun, walaupun pada pengujian yang

18

Page 19: Referat Struma

lama dilaporkan masih dalam batas normal. Sekarang ini literatur yang ada masih

belum mengandung informasi yang cukup mengenai penelitian ultrasensitif

terbaru pada berbagai jenis situasidan pada lansia. Jadi saat ini, diagnosa

hipertiroid pada lansia tidak dapat berdasarkan supresi TSH atau bila tidak ada

supresi TSH, diagnosa hipertiroid belum dapat disingkirkan. 4

Penentuan serum TSH setelah pemberian TRH intravena berguna untuk

diagnosa hipertiroid pada pasien muda (tes TRH). Peningkatan normal TSH

setelah pemberian TRH menjadi tidak ada karena sudah banyak hormon tiroid

yang diproduksi pada hipertiroid tapi nilai hormon dalam darah (T4, T3) masih

dalam batas atas. Singkatnya, tes ini dilakukan dengan menilai serum TSH,

dengan memberikan TRH intravena bolus 500 mikrogram yang kemudian dinilai

setelah 20 atau 30 menit, dimana TSH sudah maksimal meningkat. Pada lansia

sampel harus dinilai pada 60 menit karena mungkin respon tertunda khususnya

pada orang tua yang sakit. 3

Peningkatan produksi serum TSH lebih besar daripada 2-3 μU/ml diatas

nilai batas merupakan respon normal yang dengan efektif dapat menyingkirkan

diagnosa hipertiroid pada pasien semua umur. Bagaimanapun kegagalan pasien

lansia untuk merespon TRH tidak diartikan menderita hipertiroid, karena pada

lansia respon TRH yang menurun sampai tidak ada masih mungkin merupakan

hal normal. Respon TRH pada umur manapun juga bisa tidak ada pada pasien

dengan penyakit nontiroid berat dan pada individu yang diberikan glukokortikoid

dan dopamine. Pasien eutiroid dengan struma noduler juga dapat gagal merespon

TRH test.

3. Tes Thyroidal Radioiodide Uptake (RaIU)

Tes RaIU sekarang lebih jarang digunakan atau diperlukan dibandingkan

jaman dulu. Tes ini jauh lebih mahal dan lebih memakan waktu daripada

pemeriksaan hormon dalam darah. Penilaian tes juga dapat ditekan oleh

kontaminasi komponen iodine terutama pada pasien rawat inap. Terlebih pada

penelitian terbaru untuk penggunaan tes RaIU pada orang tua, telihat jelas bahwa

tes RaIU telah banyak tidak berguna lagi. Pada periode 1957-1970, tes RaIU dapat

mendiagnosa 90% kasus. Sejak itu penilaian RaIU untuk diagnosa eutiroid dan

hipertiroid telah banyak gagal, mungkin akibat meningkatnya diet iodium

19

Page 20: Referat Struma

sehingga tes ini tidak berguna lagi. Pada pasien muda tes RaIU ini masih dapat

mendiagnosa 90% tetapi pada lansia hanya 50%. Bahkan pada pasien lansia

hipertiroid dengan struma multi nodular, penilaian diagnosa hanya 30%.Selain itu

penilaian batas normal juga menurun pada beberapa tahun terakhir ini. Jadi RaIU

tidak dapat membantu diagnosa dan lebih baik tidak digunakan untiuk awal

evaluasi karena pengambilan (uptake) normal atau rendah tidak terbukti pada

diagnosa hipertiroid. Penurunan uptake radioiodine tahun-tahun belakangan ini

juga merupakan konsekuensi dimana dosis RaIU untuk pengobatan harus

dipertimbangkan untuk ditingkatkan. 3

Situasi khusus dimana penilaian RaIU tetap berguna yaitu pada hipertiroid

akibat iodium dan Lymphocytic (silent) thyroiditis, dimana pada keadaan tersebut

RaIU memang khas rendah (kurang dari 5%). Kadang-kadang penilaian

RaIUdibuat berdasarkan hasil scanning hipertiroid dengan ratio nuklir.

Penggunaan RaIU dibuat berdasarkan hasil scanning hipertiroid dengan ratio

nuklir. Penggunaan RaIU untuk tes supresi untuk menentukan hipertiroid pada

kasus yang diduga hipertiroid sekarang jarang dilakukan. Tes supresi termasuk

pemberian T3 dan T4 dan harus diberikan dengan hati-hati terutama pada orang

tua. Alternatif lain untuk tes supresi yaitu tes TRH. Tes supresi dan tes TRH dapat

menjadi tidak normal pada struma nodular nontoksik. 3

4. Ultrasonografi

Dalam tiroidologi kegunaan utama ultrasonografi adalah untuk menentukan

volume, besar, dan ukuran kelenjar, serta untuk membedakan apakah suatu nodul

kistik atau padat. Suatu yang secara klinis soliter, mungkin ditemukan multiple

pada ultrasonogram. Melalui ultrasonografi tidak dapat dibedakan apakah suatu

lesi tiroid ganas atau jinak. 3

5. CT-scan dan MRI

Dengan resolusinya yang tinggi yang dapat membuat pencitraan dengan

potongan sampai setipis 2-4 mm, CT-scan mampu memvisualisasikan dengan

baik hubungan kelenjar tiroid dengan organ sekitarnya (trakea, esofagus dan

struktur lain disekitar tiroid) serta ekstensinya ke mediastinum. CT-scan juga

mampu lebih tepat mengukur volume, ukuran kelenjar, serta kepadatan jaringan

kelenjar tiroid.

20

Page 21: Referat Struma

Kadang-kadang diperlukan CT-scan dengan zat kontras (mengandung

iodium)untuk mendiagnosis dan visualisasi pembuluh darah. Manfaat MRI

(Magneting Resonance Imaging) dalam tiroidologi hampir sama dengan CT-scan.

MRI juga tidak dapat membedakan apakah suatu lesi ganas atau jinak. Namun

MRI dapat mendeteksi kekambuhan karsinoma dan membedakannya dari

fibrosis.3

3.11. STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid,

tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan

simetri atau nodular.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka

pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda

hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau

adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium.

Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi

multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia

lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk

involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena

tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi

jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering

berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di

leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena

menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika

pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan

foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan

gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator . 6

Etiologi

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan

faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

21

Page 22: Referat Struma

a. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang

kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah

pegunungan.

b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,

lobak, kacang kedelai).

Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi,

kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana

menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat

bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. 5

Patofisiologi

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,

masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler

oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin

yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul

diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). 4

Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi

Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang

tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan

metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui

rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar

hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid. 5

22

Page 23: Referat Struma

Manifestasi klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal :

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma

nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul

hangat, dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan

kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang

dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan

pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data

juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak

disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. 2

Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya

suara parau.

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher

sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar

getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau

penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase

karsinoma tiroid pada kranium. 2

Diagnosis

Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam

kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah

penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita

(struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher

bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah

ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma

tiroid tipe meduler). 3

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :

1. jumlah nodul

2. konsistensi

23

Page 24: Referat Struma

3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. pembesaran gelenjar getah bening

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian

depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah.

Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi. 2

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk

penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita. Pada palpasi

harus diperhatikan :

lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau

keduanya)

ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

konsistensi

mobilitas

infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian

yang masuk ke retrosternal) 2

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun

pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya

keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah

satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya. 6

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher,

umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.

Pemeriksaan penunjang meliputi :

1. Pemeriksaan sidik tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi,

dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien

diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi

yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3

bentuk :

1. nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.

24

Page 25: Referat Struma

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.

Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti

fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk

kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak.

Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG : 5

kista

adenoma

kemungkinan karsinoma

tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap

cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. 6

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya

penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil

negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar,

pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi

oleh ahli sitologi. 5

4. Termografi

Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat

dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus

pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas

apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9 oC dan dingin apabila <0,9 oC.

Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas.

Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan

lain. 4

5. Petanda Tumor

25

Page 26: Referat Struma

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)

serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-

rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml. 6

Penatalaksanaan

Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh hormon tiroid.

Pengobatan dengan tiroksin yang lama akan mengakibatkan penekanan TSH

hipofisis dan penghambatan fungsi tiroid disertai atropi kelenjar tiroid. Struma

yang besar mungkin perlu dibedah untuk menghilangkan gangguan mekanis dan

kosmetik yang diakibatkannya. 5

Tipe pembedahan masih sering diperdebatkan antara penganut radikal dan

lebih konservatif dengan berbagai argumentasi. Pada golongan konservatif

mengacu pada beebrapa faktor prognostik terutama pada kanker tiroid

berdeferesiansi baik , tindakan radikal dilakukan pada penderita dengan resiko

tinggi. Tindakan operasi atau pembedahan pada kelenjar tiroid dapat berupa

subtotal lobektomi, total lobektomi, istmolobektomi, subtotal tiroidektomi, near

total tiroidektomi, total tiroidektomi.7

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang

terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua

lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar

getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau

deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan

luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening. 2,8

Berdasarkan Devita kelenjar getah bening disusun dalam tingkatan atau

level pada regio coli. Level I meliputi daerah submental dan submandibula. Level

II-IV meliputi kelenjar betah bening di daerah vena jugularis interna, dan level V

mencakup segitiga posterior.8

Dalam deseksi kelenjar leher radikal klasik atau RND (Radical neck

dissections), deep dan superfisial fasia cervical dengan kelenjar getah bening

26

Page 27: Referat Struma

(level I-V) diangkat satu kesatuan dengan m. sternocleidomastoideus, vena

jugularis interna dan nervus aksesorius. Sedangkan selective neck dissection

(SND) lebih terbatas, hanya mereseksi kelenjar getah bening pada level tertentu

yang beresiko tinggi mengandung metastase dan mempertahankan vena jugularis

interna, nervus aksesorius, dan atau m. sternocleidomastoideus.8

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel

2. kontraindikasi operasi

3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga

sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah

karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga

ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada

karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.3 Preparat : Thyrax tablet, dosis

: 3x75 Ug/hari p.o

3.12. STRUMA TOKSIK

1. Struma difus toksik (Grave’s Disease)

Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s

terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang

merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri.1

Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan

ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter

akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid

yang berlebihan. 3

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan

aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan

panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun,

sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan

kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan

27

Page 28: Referat Struma

infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati

ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag

(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan

konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel

mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata),

okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler. 3

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi

pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-

kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang

cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada

wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran

tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut

Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating

Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)

meningkat. 2

Tes Laboratorik

Kadar T3 dan T4 meninggi, ambilan yodium radio aktif biasanya meningkat.

Menurut Bayer MF10 kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid

Stimulating Hormone Sensitif (TSHS) yang tak terukur atau jelas subnormal dan

Free T4 (FT4) meningkat, jelas menunjukkan hipertiroidisme.

Pemeriksaan auto antibodi tiroid membantu untuk membedakan penyakti

autoimun dengan penyebab lain. Bila TSHS sub normal dan FT4 normal perlu

diperiksa FT3 untuk membedakan T3 toksikosis dan hipertiroidisme subklinis.

Pemeriksaan sidik tiroid atau RAIU digunakan untuk melengkapi diagnosa

banding pada hipertiroidisme. 3

Penatalaksanaan

28

Page 29: Referat Struma

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon

tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau

merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Tirotoksikosis dapat dikendalikan dengan efektif oleh obat antitiroid.

Sayangnya, obat ini mungkin berhasil dalam menimbulkan pada remisi yang

permanen hanya pada sebagian kecil penderita dewasa dan kira-kira 20%

anak-anak. Penggunaan obat untuk waktu lama terbatas karena efek samping

toksik, seperti ruam kulit, disfungsi hati, neuritis, artralgia, mialgia,

limfadenopati. 6

Indikasi :

a. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang

menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan

tirotoksikosis.

b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau

sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

c. Persiapan tiroidektomi

d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

e. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan adalah karbimazol, metimazol dan

propiltourasil.

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Terapi radio iodine mungkin dipertimbangkan untuk tirotoksikosis

kecuali pada bayi baru lahir, pada wanita hamil, atau jika dihindari oleh

‘uptake’ iodine yang rendah. Pengobatan sangat efektif, walaupun

hipotiroidisme progresif yang membutuhkan penggantian tiroid sering terjadi.3

Indikasi :

a. pasien umur 35 tahun atau lebih

b. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi

c. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

d. adenoma toksik, goiter multinodular toksik

3. Operasi

29

Page 30: Referat Struma

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.

Penanganan bedah hipertiroidisme ditinjau untuk mengangkat jaringan tiroid

secukupnya guna mempertahankan penderita dalam status eutiroid. Resiko

pembedahan minimal, tetapi meliputi cedera nervus laringeus rekuren,

hipoparatiroidisme, hipatiroidisme permanen. 3

Indikasi :

a. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap

obat antitiroid.

b. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid

dosis besar

c. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium

radioaktif

d. adenoma toksik atau struma multinodular toksik

e. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

2. Struma nodular toksik

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease. Paling

sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular

kronik. 2

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten

terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti

penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter

multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid

difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin

memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan

mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian,

tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada

penyakit Graves. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa

goiter terletak di retrosternal. 3

Diagnosis

30

Page 31: Referat Struma

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung

oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat.

Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan. 5

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala

tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi

tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena

penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter,

nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang

terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal

lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan . 3

31

Page 32: Referat Struma

BAB IV

KESIMPULAN

Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai

dengan pembesaran kelenjar tyroid.

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang

termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise

yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar

hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.

Menurut American society for Study of Goiter membagi struma menjadi :

1. Struma Non Toxic Diffusa

2. Struma Non Toxic Nodusa

3. Stuma Toxic Diffusa

4. Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi

fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan

istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan

keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.1

Pemeriksaan penunjang pada struma antara lain : tes standar tiroid, tes TSH

dan TRH, tes Thyroidal Radioiodide Uptake (RaIU), Ultrasonografi, CT-scan dan

MRI.

Penatalaksanaan struma dapat menggunakan obat anti tiroid, pengobatan

dengan yodium radioaktif, dan operasi.

32

Page 33: Referat Struma

DAFTAR PUSTAKA

1. Widjosono – Garjitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor

Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, 1997 : 925 – 952.

2. Kariadi KS Sri hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik &

Hipertiroidisme: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Penerbit

FKUI, Jakarta, 1996 : 757 – 778.

3. Muhammad Akbar. Struma. Di unduh dari :

http://ababar.blogspot.com/2008/12/struma.html.

4. Sachdova R. K., Tiroid : Catatan Ilmu Bedah, Editor Erlan, Edisi Kelima,

Hipokrates, 1996 : 85 – 86.

5. Lyberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit

Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 : 15 – 19.

6. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta

Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

7. Pasaribu ET. Pembedahan pada kelenjar tiroid. Devisis onkologi ilmu bedah,

FK USU. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol: 39. September 2006.

8. Devita, Vincent T.; Lawrence, Theodore S.; Rosenberg, Steven A (editor).

Cancer of the head and neck dalam: Devita, hellman, Rosenberg Cancer:

Principles and practice of oncology .2008. Edisi 8. Vol 1 part 3, chapter 36.

Lippincott Williams & Wilkins.

33