24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Trakoma adalah suatu penyakit tertua yang terkenal di dunia sejak dahulu. Penyakit ini dikenal sebagai penyebab trikiasis sejak abad ke 27SM dan mengenai semua ras. Dengan 400 juta penduduk dunia yang terkena, penyakit ini menjadi salah satu penyakit kronik yang paling banyak dijumpai. Prevalensi dan berat penyakit yang beragam per regional dapat dijelaskan dengan dasar variasi hygiene perorangan dan sandart kehidupan masyarakat dunia, kondisi iklim tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi mata bacterial yang sudah ada. Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak daerah di afrika, beberapa daerah di asia, diantaranya suku aborigin di Australia, dan di brazil utara. Masyarakat dengan trakoma yang lebih ringan dan tidak dapat membutakan terdapat di daerah- daerah yang sama, dan beberapa daerah amerika latin serta kepulauan pasifik. 1 Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau melalui alat- alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat- alat kecantikan dan lain-lain. Periode inkubasi : 5-14 hari dengan rata2-rata sekitar 7 hari. Penularan 1 | Page

REFERAT TRAKOMA BAYUKARTA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mmkkmkm

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Trakoma adalah suatu penyakit tertua yang terkenal di dunia sejak dahulu. Penyakit ini dikenal sebagai penyebab trikiasis sejak abad ke 27SM dan mengenai semua ras. Dengan 400 juta penduduk dunia yang terkena, penyakit ini menjadi salah satu penyakit kronik yang paling banyak dijumpai. Prevalensi dan berat penyakit yang beragam per regional dapat dijelaskan dengan dasar variasi hygiene perorangan dan sandart kehidupan masyarakat dunia, kondisi iklim tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi mata bacterial yang sudah ada. Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak daerah di afrika, beberapa daerah di asia, diantaranya suku aborigin di Australia, dan di brazil utara. Masyarakat dengan trakoma yang lebih ringan dan tidak dapat membutakan terdapat di daerah-daerah yang sama, dan beberapa daerah amerika latin serta kepulauan pasifik.1Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau melalui alat- alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain. Periode inkubasi : 5-14 hari dengan rata2-rata sekitar 7 hari. Penularan terjadi terutama antara anak-anak dan wanita yang merawatnya. Beberapa sumber mengkarakteristikkan siklus penularan ini digambarkan bahwa trakoma sebagai disease of day nursery.2Episode berulang dari reinfeksi dalam keluarga meneyebabkan kronik folikular atau inflamasi konjungtiva berat (trakoma aktif), yang menimbulakan scarring konjungtiva tarsal. Scarring pada konjungtiva tarsal atas, pada sebagian individu, berlanjut menjadi entropion dan trichiasis ( cicatrical trachoma). Hasil akhirnya menimbulkan antra lain abrasi kornea, ulkus kornea dan opasifikasi, dan akhirnya kebutaan.2Pencegahan trakoma berkaitan dengan kebutaan membutuhkan banyak intervensi. WHO menerapkan strategi surgery, antibiotics, facial cleanliness, dan environmental improvement (SAFE) untuk mengontrol trakoma.2,3

1.2 TUJUAN PENULISANPenulisan Referat ini untuk mengetahui mekanisme terjadinya trakoma serta pengobatannya. Semoga dengan penulisan referat ini memberikan wawasan baru bagi pembaca. Selain itu referat ini dibuat demi memenuhi tugas Ilmu Penyakit Mata.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 DEFENISITrakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Chlamydia trachomatis 2

2.2 ANATOMISecara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbita di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar konjungtiva sekretorik.

Gambar 1. Anatomi konjungtiva4

2.3 ETIOLOGITrakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba dan C. Masing- masing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda beda.Chlamydia adalah gram negatif, yang berbiak intraseluler. Spesies C trachomatis menyebabkan trakoma dan infeksi kelamin ( serotipe D-K) dan limfogranuloma venerum ( serotipe L1-L3). Serotipe D-K biasanya menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang secara klinis sulit dibedakan dengan trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan pannus, dan konjungtiva scar. Namun, serotipe genital ini tidak memiliki siklus transmisi yang stabil dalam komunitas. Karena itu, tidak terlibat dalam penyebab kebutaan karena trakoma. Masa inkubasi 5 sampai dengan 12 hari. Masa penularan berlangsung selama masih ada lesi aktif di konjungtiva dan kelenjar-kelenjar adneksa maka selama itu penularan dapat berlangsung bertahun-tahun 2,3.

2.4 EPIDEMIOLOGIPenyakit ini tersebar diseluruh dunia. Di negara berkembang penyakit ini banyak ditemukan dan endemis, terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Di daerah endemis trachoma muncul pada masa anak-anak lalu bersembunyi di masa remaja dan meninggalkan jaringan parut dengan tingkat disabilitas yang bervariasi dan kemungkinan dapat menjadi buta. 526 kebutaan karena trachoma masih banyak ditemukan di Timur Tengah, dan daerah sub- Sahara dibagian utara di Afrika, India, Asia tenggara dan China. Kantong-kantongtrachomaada di Amerika latin, Australia (orang aborijin) dan di Pulau pasifik. Penyakit ini jarang ditemukan di AS. Penyakit ini timbul di masyarakat yang kurang tingkat kebersihannya, kemiskinan dan ditempat tinggal yang kumuh, terutama di daerah pemukiman yang kering dan berdebu seperti di tempat reservasi penduduk asli di Amerika barat daya. Komplikasi lanjut daritrachomayang muncul belakangan pada orang usia lebih tua yang terinfeksi trachoma di masa kanak-kanak adalahenteropiondan terbentuknya jaringan parut pada kornea.(google book)

2.5 PATOFISIOLOGIInfeksi menyebabkan inflamasi, yang predominan limfositik dan infiltrat monosit dengan plasma sel dan makrofag dalam folikel. Gambaran tipe folikel dengan pusat germinal dengan pulau- pulau proliferasi sel B yang dikelilingi sebukan sel T. Infeksi konjungtiva yang rekuren menyebabkan inflamasi yang lama yang menyebabkan konjungtival scarring. Scarring diasosiasikan dengan atropi epitel konjungtiva, hilangnya sel goblet, dan pergantian jaringan normal, longgar dan stroma vaskular subepitel dengan jaringan ikat kolagen tipe IV dan V.2,3

2.6 PERJALANAN PENYAKIT dan TANDA KLINISSecara klinis, trakoma dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis , tetapi tanda akut dan kronis dapat muncul dalam waktu yang bersamaan dalam satu individu. Derajat keparahan dari infeksi mata oleh Chlamydia trachomatis dapat ringan sampai dengan berat. Banyak infeksinya bersifat asimtomatis. Sesuai dengan masa inkubasinya yaitu 5-10 hari, infeksi konjungtiva menyebabkan iritasi, mata merah, dan discharge mukopurulen. Keterlibatan kornea pada proses inflamasi akut dapat menimbulkan nyeri dan fotofobia. Secara umum, gejala lebih ringan dari tampilan mata.Tanda awal infeksi yang kurang spesifik adalah vasodilatasi dari pembuluh darah konjungtiva. Perubahan spesifik terjadi beberapa minggu setelah infeksi, yaitu dengan munculnya folikel-folikel pada konjungtiva fornics, konjungtiva tarsal dan limbus. Folikel adalah adalah limfoid germinal dan ditemukan dibawah lapisan epitel. Folikel terlihat sebagai massa abu-abu atau creamy dengan diameter 0,2-3,0 mm. Tidaklah normal bila ditemukan satu atau dua folikel pada mata yang sehat, terutama di cantus lateral atau medial. Karena lapisan superfisial dari stroma konjungtiva memiliki sedikit jaringan limfoid sampai kurang lebih 3 bulan setelah lahir, neonatus tidak mampu menahan respon folikular terhadap infeksi mata oleh Chlamydia. Papil juga dapat terlihat pada fase ini :pada kasus ringan terlihat titik-titik merah kecil dengan mata telanjang. Dengan bantuan slit lamp, papil terlihat sebagai pembengkakan kecil konjungtiva, dengan vaskularisasi di tengahnya. Ketika inflamasi bertambah berat, reaksi papilar pada konjungtiva tarsal diasosiasikan dengan penebalan konjungtiva, pertambahan vaskularisasi pembuluh tarsal, dan kadang kadang edema palpebra. Bila kornea terlibat pada proses inflamasi, keratitis punctata superficialis dapat dideteksi dengan tes flouresensi. Infiltrat superficial atau pannus (infiltrasi subepitel dari jaringan fibrovaskular ke perifer kornea) mengindikasikan inflamasi kornea. Folikel, papil dan tanda kornea lain adalah tanda dari fase aktif, namun pannus dapat bertahan setelah fase aktif.Resolusi dari folikel ditandai dengan terjadinya scarring pada subepitel konjungtiva. Deposisi dari skar biasanya di konjungtiva tarsal atas, walaupun konjungtiva fornces, konjungtiva bulbi dan daerah atas kornea dapat terkena. Di daerah endemis trakoma, sikatrik pada daerah tarsal karena episode infeksi berulang menjadi dapat terlihat secara makroskopis dengan mengeversi palpebra atas, nampak seperti plester putih dengan latar konjungtiva yang eritematous. Di limbus, pergantian folikel menjadi scar mengahasilkan formasi depresi translusen pada corneoscleral junction yang disebut Herberts pits.4Bila scar pada konjungtiva tarsal cukup banyak berkumpul, menyebabkan kelopak mata atas menekuk ke dalam dan menyebabkan bulu mata mengenai bola mata, hal ini disebut trikiasis. Ketika semua bagian kelopak mengarah ke dalam disebut entropion. Trikiasis sangat mengiritasi. Penderita kadang mencabut sendiri bulu mata atau memplester kelopak mata agar mengahadap ke luar.Selain nyeri, trikiasis juga mencederai kornea, sebagai efek abrasi kornea dapat terjadi infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri. Karena sikatrik bersifat opak maka penglihatan dapat terganggu bila mengenai daerah sentral kornea.2,3

2.7 GRADING TRAKOMATabel 1. Pembagian menurut McCallan5StadiumNamaGejala

Stadium ITrakoma InsipienFolikel imatur, hipertrofi papilar minimal

Stadium IITrakomaFolikel matur pada dataran tarsal atas

Stadim IIADengan hipertrofi papilar yang menonjolKeratitis, folikel limbus

Stadium IIBDengan hipertrofi folikular yang menonjolAktivitas kuat dengan folikel matur tertimbun di bawah hipertrofi papilar yang hebat

Stadium IIITrakoma sikatrikParut pada konjungtiva tarsal atas, permulaan trikiasis dan entropion

Stadium IVTrakoma sembuhTak aktif, tak ada hipertrofi papillar atau folikular, parut dalam bermacam derajat deviasi

Pembagaian menurut WHO Simplified Trachoma Grading Scheme 21. Trakoma Folikular (TF)

Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm di daerah sentral konjungtiva tarsal superior Bentuk ini umumnya ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensi puncak pada 3-5 tahun2. Trakoma Inflamasi berat (TI)

Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhan vaskular tarsal. Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp.3. Sikatrik Trakoma (TS)

Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtiva tarsal. Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak sikatrik semakin besar resiko terjadinya trikiasis.

4. Trikiasis (TT)

Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata. Potensial untuk menyebabkan opasitas kornea5. Opasitas Kornea (CO)

Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil. Kekeruhan kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaan akibat trakoma

2.8 DIAGNOSA 2.8.1 Riwayat Penyakit Trakoma aktif biasanya ditemukan pada anak anak, dan penduduk pada daerah endemis, hanya menimbulkan sedikit keluhan. Penderita dengan trikiasis bisa simtomatis. Beratnya keluhan bergantung pada banyaknya bulu mata yang menyentuh bola mata, ada atau tidaknya abrasi kornea, dan ada tidaknya blefarospasme.

2.8.2 Pemeriksaan KlinisPemeriksaan mata untuk tanda-tanda klinis dari trakoma meliputi pemeriksaan yang teliti terhadap bulu mata, kornea dan limbus, kemudian eversi palpebra atas, dan inspeksi konjungtiva tarsal. Binocular Loupes dan pencahayaan yang cukup dibutuhkan, bila memungkinkan slit lamp dapat digunakan.

2.8.3 Pemeriksaan laboratoriumMikroskopis, kultur sel, direct fluorescent antibody, enzyme immunoassay, serology,PCR, direct hybridization probe test,Ligasse chain reaction, Strand displacement assay, quantitative PCR.2,32.8.4 Diagnosis BandingTabel 2. Diagnosis Banding5TrakomaKonjungtivitis folikularisVernal catarrh

Gambaran Lesi(Dini) papula kecil atau bercak merah bertaburandengan bintik-bintik kuning pada konjungtiva tarsal(Lanjut) Granula dan parut dan parut terutama pada konjungtiva tarsal atas Penonjolan merah muda pucat tersusun teratur seperti deretan beadsNodul lebar datar dalam susunan cobblestone pada konjungtiva tarsal atas dan bawah, diselimuti lapisan susu

Ukuran Lesi dan Lokasi LesiPenonjolan besar, lesi konjuntiva tarsal atas dan teristimewa lipatan retrotarsal kornea-pannus, bawah infiltrasi abu-abu dan pembuluh tarsus terlibatPenonjolan kecil, terutama konjungtiva tarsal bawah dan forniks bawah tarsus tidak terlibatPenonjolan besar, tarsus, limbus dan forniks dapat terlibat

Tipe sekresiKotoran air berbusa atau frothy pada stadium lanjutMukoid aatu purulenBergetah, bertali, seperti susu

PulasanKerokan epitel dari konjungtiva dan kornea memperlihatkan eksfoliasi, proliferasi dan inklusi selularKerokan tidak karakteristik (Koch-Weeks, Morax Axenfeld, mikrokokus,pneumokokus)Eosinofil karakteristik dan konstan pada sekresi

Penyulit atau sekuelaKornea; Panus, kekeruhan kornea,xerosis, Kornea-Konjungtiva: Simblefaron, Palpebra; Entropion, trikiasisUlkus kornea, Blefaritis EktropionInfiltrasi korneaPseudoptosis

2.8.5 Penegakkan DiagnosaDiagnosa trakoma ditegakkan berdasarkan:a. Gejala Klinik :Bila terdapat 2 dari 4 gejala klinik yang khas, sebagai berikut :1) Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior2) Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian atas3) Panus aktif di 1/3 atas limbus kornea4) Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva palpebra/ forniks superior, Herberts pit di limbus korne 1/3 bagian atas

b. Kerokan konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan badan inklusi Halbert staedter Prowazeki.Diagnosa trakoma juga dapat ditegakkan bila terdapat satu gejala klinis yang khas ditambah dengan kerokan konjungtiva yang menghasilkan badan inklusi.c. Biakan kerokan konjungtiva dalam yolk sac, menghasilkan badan inklusi dan badan elementer dengan pewarnaan giemsad. Tes serologis dengan:1) Tes fiksasi komplemen, untuk menunjukkan adanya antibodi terhadap trakoma,dengan menggunakan antigen yang murni. Melakukannya mudah, tak memerlukan peralatan canggih, cukup mempergunkan antigen yang stabil, mudah didapat di pasaran. Mempunyai nilai diagnostik yang tinggi.2) Tes mikro-imunofluoresen, menentukan antibodi antichlamydial yang spesifik, beserta sifat-sifatnya (IgM, IgA, IgG). Lebih sukar dan memerlukan peralatan canggih.4

2.9 PENATALAKSANAANKunci pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah strategi SAFE (Surgical care, Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental improvement).1. Terapi antibiotikWHO merekomendasikan dua antibiotik untuk trakoma yaitu azitromisisn oral dan salep mata tetrasiklin. Azitromisin lebih baik dari tetrasiklin namun lebih mahal. Program pengontolan trakoma di beberapa negara terbantu dengan donasi azitromisin. Konsentrasi azitromisin di plasma rendah, tapi konsentrasi di jaringan tinggi, menguntungkan untuk mengatasi organisme intraselular. Azitromisin adalah drug of choice karena mudah diberikan dengan single dose. Pemberiannya dapat langsung dipantau. Karena itu compliance nya lebih tinggi dibanding tetrasiklin. Azitromisin memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yang rendah. Ketika efek samping muncul, biasanya ringan; gangguan GI dan rash adalah efek samping yang paling sering. Infeksi Chlamydia trachomatis biasanya terdapat juga di nasofaring, maka bisa terjadi reinfeksi bila hanya diberi antibiotik topikal. Keuntungan lain pemberian azitromisin termasuk mengobati infeksi di genital, sistem respirasi, dan kulit. Resistensi C. trachomatis terhadap azitromisin dan tetrasiklin belum dikemukakan. Azitromisin : dewasa 1gr per oral sehari; anak anak 20 mg/kgBB per oral sehari Salep tetrasiklin 1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan binding dengan unit ribosom 30S dan 50S. Gunakan bila azitromisin tidak ada. Efek samping sistemik minimal. Gunakan di kedua mata selama 6 minggu2. Tindakan bedah Pembedahan kelopak mata untuk memperbaiki trikiasis sangat penting pada penderita dengan trikiasis, yang memiliki resiko tinggi terhadap gangguan visus dan penglihatan. Rotasi kelopak mata membatasi perlukaan kornea. Pada beberapa kasus, dapat memperbaiki visus, karena merestorasi permukaan visual dan pengurangan sekresi okular dan blefarospasme3. Kebersihan wajah Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kebersihan wajah pada anak- anak menurunkan resiko dan juga keparahan dari trakoma aktif. Untuk mensukseskannya, pendidikan dan penyuluhan kesehatan harus berbasis komunitas dan berkesinambungan4. Peningkatan sanitasi lingkungan Penyuluhan peningkatan sanitasi rumah dan sumber air, dan pembuangan feses manusia yang baik. Lalat yang bisa mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yang ada di permukaan tanah. Mengontrol populasi lalat dengan insektisida cukup sulit.2.10 KRITERIA KESEMBUHANKriteria kesembuhan berdasarkan pemeriksaan dengan mata telanjang, terutama pada pengobatan masal adalah :1) Folikel (-)2) Infiltrat kornea (-)3) Panus aktif (-)4) Hiperemia (-)5) Konjungtiva, meskipun ada sikatri, tampak licin.Pada kasus individual, kriteria penyembuhan harus ditambah :1) Pada pemeriksaan fluoresein, yang dilihat dengan slit lamp, menunjukkan tidak ada keratitis epitelial di kornea.2) Pada pemeriksaan mikroskopis dan kerokan konjungtiva, tidak menunjukkan adanya badan inklusi.4

2.11 KOMPLIKASI & SEKUELEParut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trakoma dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastic, dan komponen mukosanya mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebrae superior berupa membaliknya bulu mata kedalam(trikiasis) atau seluruh tepian palpebrae(entropion) sehingga bulu mata terus menerus menggesek kornea. Kondisi ini sering mengakibatkan ulcerasi kornea, infeksi bacterial kornea, dan parut kornea.Ptosis, obstruksi ductus nasolacrimalis, dan dakriosistitis adalah komplikasi trakoma lainnya yang sering dijumpai.1

2.12 PROGNOSISTrakoma, secara karakteristik merupakan penyakit kronik yang berlangsung lama. Dengan kondisi hygiene yang baik (khususnya, mencuci muka pada anak-anak), penyakit ini sembuh atau bertambah ringan sehingga sekuele berat terhindarkan. Sekitar 6-9 juta orang di dunia telah kehilangan penglihatannya karena trakoma.1

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULANTrakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Chlamydia trachomatis. Grading trakoma menurut WHO adalah : Trakoma folikalular,trakoma inflamasi berat, trakoma scarring, trikiasis, dan kekeruhan kornea. Diagnosa trakoma ditegakkan bila terdapat 2 dari gejala klinik yang khas, 1 gejala klinik dengan kerokan konjungtiva yang positif atau dengan tes serologis. Azitromisin dan tetrasiklin adalah antibiotik yang direkomendasikan WHO untuk trakoma. Peningkatan individual higiene dan sanitasi lengkungan mengurangi resiko penularan trakoma

DAFTAR PUSTAKA1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2007.h. 102-4.2. Anthony S, Taylor HR. Trachoma: treatment and medication. eMedicine Ophtalmology. 214: 29-38.3. Salomon et al. 2004. Diagnosis and Assesment of Trachoma. Clinical Microbiology Review. 17: 982-1011.4. Anatomi konjungtiva. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16739/4/Chapter%20II.pdf, 21 Mei 2015.5. Berger S. Trachoma: global status. Los Angeles: Gideon Inc; 2015.p. 7-8.6. Subarjo H. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian ilmu kesehatan mata FK UGM; 2012.h. 25. (4)7. Sidarta I. Ilmu penyakit mata. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.h 141-44. (5)

16 | Page