Upload
rira-nyanko
View
800
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
REFERAT
Perdarahan Saluran Cerna Atas Pada Sirosis Hepatis
Disusun Oleh:
Sahara Maharani
1102005236
Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
Pembimbing:
Dr.H.Hami Zulkifli Abbas, Sp.PD, MHKes
Dr. Sri Agustini K, Sp.PD
Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun
Cirebon, Februari 2010
1
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT
JUDUL REFERAT
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS PADA SIROSIS HEPATIS
Disusun oleh :
Sahara Maharani
FK Universitas Yarsi
1102005236
Disetujui pada tanggal : ………………………………
Dipresentasikan pada tanggal : ………………………………
Pembimbing:
Dr.H.Hami Zulkifli Abbas, Sp.PD, MHKes
Dr. Sri Agustini K, Sp.PD
Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senatiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul
“PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS PADA SIROSIS HEPATIS” ini, yang
merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan kepanitraan klinik Pendidikan Profesi
Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arjawinangun.
Shalawat dan salam tak lupa kita sampaikan kepada Rasul akhir zaman, Baginda Nabi
Besar Muhammad SAW. Semoga kita termasuk kepada pengikut setianya hingga akhir hayat.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.H.Hami Zulkifli
Abbas, Sp.PD, MHKes, Dr. Sri Agustini K, Sp.PD, Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan kesempatan bagi kami untuk mendapatkan
bimbingan dan pelajaran dari kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr.Sunhadi yang telah banyak
memberikan sumbangan saran demi sempurna dan tepat waktunya penyusunan referat ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Arjawinangun, Februari 2009
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran
makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan
perdarahan varises esophagus dan non varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan
saluran cerna bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya
darah yang hilang dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.
Kemungkinan pasien datang dengan:
1. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama
2. Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa
gangguan hemodinamik, derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien1
Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises
esophagus, gastritis erosive, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-
weiss, dan keganasan. Perbadaan diantara laporan-laporan penyebab perdarahan
SCBA terletak pada urutan penyebab tertentu2
Perdarahan varises gastro-esofagus, merupakan salah satu komplikasi
terbanyak dari hipertensi portal akibat sirosis, terjadi sekitar 10-30% seluruh kasus
perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan varises sendiri terjadi pada 25-35%
pasien sirosis. Perdarahan ini sering disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas
yang jauh lebih tinggi dibanding dengan penyebab perdarahan saluran cerna lain,
demikian pula dengan biaya perawatan rumah sakit yang lebih tinggi. Perdarahan
pertama biasanya memberi angka mortalitas yang tinggi , bisa sampai 30 %,
sementara 70% dari pasien yang selamat akan mengalami perdarahan ulang setelah
perdarahan yang pertama tersebut. Selain itu, ketahanan hidup selama 1 tahun setelah
perdarahan verises biasanya rendah (32-80%).2.3
Selama 3 dekade terakhir ini, pengobatan pasien hipertensi portal telah
mngalami kemajuan yang cukup pesat, dengan tersedianya makin banyak pilihan
4
pengobatan , baik bagi pasien yang belum maupun yang sudah pernah mengalami
perdarahan esophagus, demikian pula untuk pengobatan pada saat perdarahan akut,
maupun untuk pengobatan jangka panjang guna mencegah perdarahan ulang4
Pengobatan pasien dengan perdarahan varises gastro-esofagus meliputi:
prevensi terhadap serangan perdarahan pertama (primary prophylaxis), mengatasi
perdarahan aktif dan prevensi perdarahan ulang setelah perdarahan pertama terjadi
(secondary prophylaxis). Selama beberapa decade terakhir, banyak modalitas
pengobatan baru dan yang menarik telah ditemukan untuk perdarahan varises ini.5
1.2.TUJUAN
1.2.1. TUJUAN UMUM
Mengetahui secara definisi, klasifikasi, pathogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis dan komplikasi sirosis. Pembahasan perdarahan saluran cerna atas, gejala
dan tanda klinis yang terkait, pemeriksaan yang dilakukan, dasar penegakan
diagnosis, tata laksana, serta prognosis pasien
1.2.2. TUJUAN KHUSUS
1. Memenuhi salah satu tugas Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Arjawinangun, Cirebon.
2. Sebagai prasyarat mengikuti ujian Kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Arjawinangun, Cirebon.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi akibat
nekrosis hapatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan
ikat, distorsi jaringan vascular dan regenerasi nodularis parenkim hati1
II. 2 KLASIFIKASI DAN PATOGENESIS
Secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronoduler (besar nodul lebih
dari 3 mm) atau mikronoduler. Secara etiologi dan morfologi menjadi alkoholik,
kriptogenik dan post hepatis, biliaris, kardiak, metabolic, keturunan dan terkait obat2
PATOLOGIS DAN PATOGENESIS
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regenerative. Sehingga kadang kadang disebut sirosis
mikronodular.sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya.
Tiga lesi hati utama akibat induksi alcohol adalah:
Perlemakan hati alkoholik : steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh
vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti
hepatosit kemembran sel
Hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik : fibrosis perivenular berlanjut menjadi
sirosis panlobular akibat masukan alcohol dan destruksi hepatosit yang
berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi ditempat cedera dan
merangsang pembentukan kolagen. Didaerah periportal dan perisentral timbul septa
jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena
sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi masa kecil sel hati yang masih
ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian
kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus
6
berlanjut,ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol ( nodular) menjadi keras, terbentuk
sirosis alkoholik1.2
Sirosis hati pasca nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbetuk tidak teratur dan terdiri
dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
Gambaran mikroskopik yang konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Sel stelata akan membentuk
kolagen pada paparan yang terus menerus ( hepatitis virus, bahan bahan hepatotoksik)
membentuk fibrosis, jaringan sehat diganti jaringan ikat1
II. 3 MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
GEJALA GAJALA SIROSIS
Gejala awal sirosis (kompensata) : perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-
laki timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas2
Gejala lanjut (dekompensata) : timbul komplikasi kegagalan hati dn hipertensi
portal, hilangnya rambut badan gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi, dapat
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus, bak seperti teh pekat, hematemesis dan melena dan perubahan mental2
TEMUAN KLINIS
Spider telangiektasi, eritema Palmaris, perubahan kuku munchrche, jari gada
pada sirosis bilier, kontraktur dupuyren akibat fibrosis facia Palmaris, ginekomastia,
atrofi testis hipogonadisme sebabkan impotensi dan infertil, hepatomegali,
spleenomegali pada penyebab non alkoholik, asites akibat hipertensi potal dan
hipoalbuminemia, caput medusa, fetor hepatikum, ikterus, asterixis bilateral1.2
GAMBARAN LABORATORIS
7
Tes fungsi hati : aminotransferase SGOT SGPT meningkat, alkali fosfatase
meningkat (sangat tinggi pada kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer),
gamma glutamil transpeptidase (tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik) , bilirubin
bisa normal/meningkat pada sirosis dekompensata, albumin menurun, globulin
meningkat dan waktu protrombin memanjang, natrium serum menurun pada asites2
Kelainan hematologi anemia dengan trombositopenia, leucopenia, neutropenia
akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi portal sehingga terjadi
hiperslenime2
Pemeriksaan radiologi : barium meal untuk melihat varises pada hipertensi
porta, USG, Tomografi komputerisasi2
II. 4 KOMPLIKASI
Peritonitis bacterial spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri
tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa
gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen
Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan funsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan ureum dan kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat
pada penurunan filtrasi glomerulus
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40%
pasien dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu
tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan
beberapa cara
Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula mula ada gangguan tidur, selanjutnya dapat timbul gannguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma
Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi
portopulmonal2
II. 4.1 HIPERTENSI PORTAL
8
Manifestasi klinis yang ditemukan pada hipertensi portal adalah Varises
esophagus, asites, hipersplenisme dan ensefalopati3
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan porta yang
menetap diatas tingkat normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. tanpa memandang penyakit
dasarnya, mekanisme primer yang menimbulkan hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi aliran darah melalui hati. Disamping itu biasanya terjadi peningkatan aliran
arteria splangnikus. Kedua factor yang mengurangi aliran keluar melalui vena
hepatica dan meningkatkan aliran masuk bersama sama mengeluarkan beban
berlebihan pada system portal. Pembebanan kelebihan system portal ini merangsang
timbulnya kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (varises). Tekanan balik pada
system portal menyebabkan splenomegali dan bertanggung jawab sebagian atas
timbulnya asites 1.4
Whipple mengusulkan penggolongan hipertensi portal menjadi dua kelompok
klinis yaitu yang disebabkan oleh sumbatan intrahepatik dan ekstrahepatik. Sumbatan
intrahepatik utama oleh sirosis hepatis. Sumbatan ekstrahepatik adalah sumbatan pada
vena porta sendiri, vena mesenterika, dan vena lienalis karena sepsis, thrombosis, atau
trauma didaerah splanknik 3
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung
sedikit protein. Faktor utama pathogenesis asites adalah peningkatan hidrostatik pada
kapiler usus (hipertensi portal) dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat
albuminemia. Factor lain yang berperanan adalah retensi natrium dan air dan
peningkatan sintesis dan aliran limfe hati 1
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal yaitu
pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava
menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Varises ini terjadi pada
sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan
kematian 1
Kolateral yang menjadi varises disubmukosa lambung bagian atas dan
esophagus bagian bawah yang mengalirkan darah kedalam vena Azygos yang dapat
pecah di salulan cerna bagian atas3
9
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superficial dinding abdomen , dan
timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena vena sekitar umbilicus (kaput
medusa). Dilatasi anastomosis antara cabang-cabang vena mesenterika inferior dan
vena-vena rectum sering mengakibatkan terjadinya hemoroin interna. Perdarahan dari
hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena tekanan tidak setinggi tekanan
pada esophagus oleh karena jarak yang lebih jauh dari vena porta1.4
Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik
akibat bendungan dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis1
II. 4.2 PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya
pada sirosis adalah perdarahan dari varises esophagus yang bertanggung jawab atas
sepertiga dari semua kematian. Penyebab lain dari perdarahan adalah tukak lambung
dan duodenum ( pada sirosis insidens gangguan ini meningkat ), erosi lambung akut
dan kecendrungan untuk berdarah (akibat masa protrombin yang memanjang dan
trombositopenia)1
Beberapa kemungkinan penyebab perdarahan adalah kenaikan tiba tiba
tekanan portal yang terjadi pada waktu muntah atau pada parasat Valsava. Penyebab
pecahnya varises adalah erosi varises oleh asofagitis peptic dan bertambahnya tekanan
hidrostatik dalam system porta3.5
Penderita datang dengan melena atau hematemesis. Kadang kadang tanda
pertama perdarahan adalah ensefalopati hepatic. Tergantung dari jumlah dan
kecepatan kehilangan darah, dapat terjadi hipovolemia dan hipotensi3
Berbagai tindakan telah digunakan untuk segera mengatasi perdarahan.
Tamponade dengan alat seperti slang Sengstaken-Blakemore, bila digunakan dengan
tepat akan dapat menghentikan perdarahan, paling tidak untuk sementara waktu. Vena
vena dapat dilihat dengan memaki peralatan serat optic dan disuntik dengan suatu
larutan yang akan membentuk bekuan dalam vena, sehingga akan menghentikan
perdarahan. Kebanyakan klinisi beranggapan bahwa cara ini hanya memiliki efek
sementara dan tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang. Vasopressin telah
digunakan untuk mengatasi perdahan. Obat ini menurunkan tekanan porta dengan
10
mangurangi aliran darah splangnik, walaupun efeknya hanya bersifat sementara.
Kendatipun telah dilakukan tindakan darurat, sekitar 70% penderita akan meninggal
pada perdarahan saluran cerna yang pertama1
Bila penderita pulih dari perdarahan, baik secara spontan atau setelah
pengobatan darurat, operasi pirau porta-kaval harus dipertimbangkan. Pembedahan ini
mengurangi tekanan portal dengan melakukan anastomosis vena porta (tekanan
tinggi) dengan vena cava inferior (tekanan rendah). Pirau merupakan terapi drastis
dari komplikasi utama sirosis. Operasi ini memperkecil kemungkinan perdarahan
esophagus selanjutnya, tetapi menambah resiko ensefalopati hepatic. Harapan hidup
penderita tidak bertambah karena masih ditentukan oleh perkembangan penyakit hati1
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu factor penting yang
mempercepat ensefalopati hepatic. Ensefalopati terjadi bila ammonia dan zat-zat
toksik lain masuk dalam sirkulasi sistemik. Sumber amonia adalah pemecahan protein
oleh bakteri dalam saluran cerna. Ensefalohepati akan terjadi bila darah tidak
dikeluarkan melalui aaspirasi lambung, pemberian pencahar dan enema dan bila
pemecahan protein darah oleh bakteri tidak dicegah dengan pemberian antibiotik1
II. 4.2.1 DIAGNOSIS
Pasien dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan gejala-gejala yang
khas berupa hematemesis, hematokezia atau melena, penurunan tekanan darah dan
anemia. Namun harus dipahami bahwa adanya tanda-tanda yang khas sirosis hati,
dengan demikian ada dugaan hipertensi portal, tidak otomatis menyingkirkan sumber
perdarahan lain. Hampir 50% pasien dengan hipertensi portal mengalami perdarahan
non-varises. Beberapa diantaranya disebabkan oleh gastropati hipertensi portal, yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan portal, namun sebagian besar tidak
berhubungan dengan peningkatan tekanan portal. Karena itu pasien pasien ini
membutuhkan pemeriksaan endoskopi yang segera, untuk menetapkan diagnosis yang
pasti, sehingga pengobatan yang adakuat dapat segera diberikan. Sebelum endoskopi,
dilakukan pemasangan pipa nasogastrik, dianjurkan dengan ukuran lebih 30F, untuk
aspirasi dan pencucian lambung. Tidak terdapat bukti bahwa pemasangan pipa ini
meningkatkan resiko pada pasien yang mengalami perdarahan varises. Cara lain
selain memberi keuntungan untuk mengetahui apakah perdarahan masih aktif juga
11
dapat digunakan untuk membersihkan lambung, sehingga endoskopi dapat dilakukan
lebih efektif 2
Dalam consensus Baveno 1 (1990), disebutkan bahwa untuk diagnosis
perdarahan vaises mutlak dibutuhkan pemeriksaan endoskopi secepat mungkin. Untuk
itu perlu dicatat waktu pemeriksaan endoskopi (tanggal dan jam pemeriksaan) dalam
setiaplaporan. Sebagai batasan perdarahan aktif disebutkan bila tampak ada
perdarahan pada saat pemeriksaan endoskopi (oozing atau spurting). Sebagai tanda
bekas perdarahan baru ( recent bleeding), dipakai tanda papil putih (white nipple).
Sedang bila terdapat bekuan darah, harus dibersihkan dengan penyemprotan (wash).
Diagnosis perdarahan varises tanpa sumber perdahan lain, dapat digunakan bila
ditemukan darah dalam lambung dan atau endoskopi dilakukan dalam waktu 24 jam.2
Secara endoskopi batasan perdarahan varises adalah : perdarahan dari varises
esophagus atau lambung yang tampak pada saat pemeriksaan endoskopi, atau
ditemukan adanya varises esophagus yang besar dengan darah dilambung tanpa ada
penyebab perdarahan yang lain. Perdarahan disebut bermakna secara klinis bila
kebutuhan transfuse darah 2 unit atau lebih dalam waktu 24 jam sejak pasien masuk
rumah sakit disertai dengan tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg, atau
penurunan tekanan darah lebih dari 20mmHg dengan perubahan posisi, dan atau nadi
lebih dari 100 kali/menit pada saat masuk rumah sakit.2
Untuk menilai beratnya sirosis, dapat digunakan skor Child-Pugh
Menurut system skor diatas, kelas A Child-Pugh, sesuai dengan skor 6 atau
kurang, Kelas B = skor 7, Kelas C = 10 atau lebih. Pasien dari kelas A, biasanya
12
meninggal akibat efek perdarahannya sendiri, sementara pasien pada kelas C
kebanyakan akibat penyakit dasarnya. Untuk menilai derajat besarnya varises dibagi
menjadi :
Tingkat 1 : varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus dengan udara
Tingkat 2 : varises antara tingkat 1 dan 3
Tingkat 3 : varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus2.5
Dari consensus Boveno 2-1995, telah disepakati bahwa pada semua pasien
sirosis hati sebaiknya secara rutin diperiksa ada tidaknya hipertensi portal, dengan
pemeriksaan endoskopi dan USG (sebaiknya dengan Dropler), terutama pada pasien
yang belum pernah mengalami perdarahan SMBA. Sarana diagnosis yang lain
seperti : pengukuran tekanan varises dengan cara langsung, Angiografi, dan MRI,
hanya dianjurkan untuk keperluan penelitian saja. Dalam consensus Baveno 2 ini ada
beberapa kesepakatan baru yang dibuat, antara lain : perdarahan varises baru berarti
secara klinis bila memenuhi persyaratan membutuhkan minimal 2 unit darah dalam
waktu 24 jam. Sedang perarahan ulang terjadi bila timbul hematemesis dan atau
melena baru, setelah 24 jam keadaan umum pasien stabil ( tensi, nadi, Hb, Pcv) pasca
perdarahan akut.2
konsensus Baveno 3-2000 (41) menyebutkan bahwa diagnosis klinik
hipertensi portal (CSPH = clinical significant of portal hypertension) dapat ditegakkan
berdasarkan :
Meningkatnya gradient tekanan portal diatas batas sekitar 10 mmHg
Adanya varises, perdarahan varises, dan/atau asites, dapat dipakai sebagai
dasar adanya hipertensi portal secara klinik (CSPH)2
Selain itu semua pasien sirosis sebaiknya dilakukan skrining secara rutin untuk
mengetahui adanya varises pada saat diagnosis awal sirosis dibuat. Pemeriksaan
ulang untuk setiap pasien yang dengan atau tanpa tanda-tanda klinik hipertensi portal
(CSPH) dapat dilakukan seperti berikut :
pada pasien dengan sirosis kompensata tanpa varises, pemeriksaan endoskopi
dapat diulangi setiap 2-3 tahun untuk mengetahui kapan varises mulai timbul
pada pasien dengan varises kompensata dengan varises kecil, endoskopi dapat
diulangi setiap 1-2 tahun, untuk mengetahui progresivitas perbesaran varises2
13
untuk diagnosis perdarahan akut akibat gastropati hipertensi portal (GHP).
Dibutuhkan pembuktian secara endoskopi adanya lesi yang berdarah aktif. Bila
ditemukan varises esophagus atau lambung, endoskopi dapat diulangi dalam 12-24
jam. Untuk klasifikasi GHP, konsensus Baveno 2 sepakat unutk menggunakan system
scoring seperti :
Lesi skor
1. MLP (mosaic like pattern)
Ringan
Berat
2. RM (red marking)
Terisolasi
Berkonfluen
3. GAVE ( Gastric Anhral Vascular
Ectasis)
Negatif
Positif
GHP ringan
GHP berat
1
2
1
2
0
2
< 3
>4
Kriteria untuk menetapkan perarahan kronik akibat GHP dalah fecal blood
loss, penurunan Hb > 2 gram% dalam 3 bulan dan saturasi transferin yang rendah ,
disertai GHP pada pemeriksaan endoskopi, tanpa adanya kolopati, duodenopati,
supresi sumsum tulang, penyakit ginjal kronik, maupun pemakaian obat-obat
antiinflamasi2
II. 4.2.2 FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor predisposisi dan memacu yang terjadinya perdarahan varises,
sampai saat ini masih tetap belum jelas. Dugaan bahwa esofagitis dapat menyebabkan
perdarahan varises telah diabaikan. Pada saat ini faktor-faktor paling penting yang
dianggap bertanggung jawab adalah :
14
Tekanan dalam varises
Ukuran varises
Tekanan di dindind varises
Beratnya penyakit hati2
Pada sebagian basar kasus, tekanan portal yang merefleksikan tekanan intra
varises, dan gradient tekanan vana hepatica (HVPG = hepatic venous pressure
gradient) lebih besar dari 12 mmHg, dibutuhkan untuk terjadinya perdarahan varises
esophagus, namun tidak ditemukan hubungan lurus antara beratnya hipertensi portal
dan resiko terjadinya perdarahan varises. Gradient tekan vena hepatica (HPVG)
menunjukkan tendensi lebih tinggi pada pasien yang mengalami perdarahan, demikian
pula pasien yang mempunyai varises yang lebih besar. Beberapa penelitian terakhir
menunjukkan bahwa resiko perdarahan varises meningkat dengan makin besarnya
ukuran varises.2.4
Dengan menggunaka model in-vitro, polio, dan Groszmann menunjukkan
bahwa pecahnya varises berhubungan dengan tegangan (tension) pada dinding
varises. Tegangan ini tergantung pada pada radius varises. Pada model ini,
meningkatnya ukuran varises dan mengurangnya tabal dinding varises, menyebabkan
varises pecah.2
Gambaran endoskopi, seperti bintik kemerahan (red spot) dan tanda wale,
pertama kali dikemukakan oleh Dagradi. Kedua tanda ini digambarkan sebagai tanda
sangat penting dalam meramalkan terjadinya perdarahan varises. Dalam penelitian
retrospektif di jepang menunjukkan bahwa 80% pasien yang mempunyai varises
kebiruan (blue varices) atau bintik kemerahan (cherry spot varices) tenyata
mengalami perdarahan varises. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa keduanya
merupakan predictor penting untuk terjadinya perdarahan varises esofagus pada
sirosis.2
Kedua penelitian ini – The north Italian endoscopic club (NIEC) dan data dari
jepang menunjukkan bahwa resiko perdarahan tergantung pada 3 faktor :
Beratnya penyakit hati (diukur dengan klasifikasi Child)
Ukuran varises
Tanda kemerahan (red wale markings)
15
Dua faktor terpenting yang menetukan resiko perdarahan varises adalah
bertanya penyakit hati dan ukuran varises. Pengukuran gradirn tekanan vena hepatica
(HPVG) berguna sebagai penunjuk untuk seleksi pasien, guna menentukan cara
pengobatan dan responnnya terhadap terapi2
II. 4.2.3 PROGNOSIS
Angka kematian rata-rata pada serangan perdarahan pertama pada sebagian
besar penelitian menunjukkan sekita 50%. Kematian ini berhubungan erat dengan
beratnya penyakit hati. Dalam satu tahun angka kematian rata-rata akibat perdarahan
varises adalah 5 % pada pasien dengan criteria Child kelas A, 25% kelas B, 50%
kelas C. Child dianggap lebih utama dalam menentukan mortalitas dalam 6 minggu
atau 30 hari setelah perdahan pertama.2
HVPG dapat dipakai sebagai predictor ketahanan hidup, bila diukur 2 minggu
setelah perdarahan akut. Perdarahan aktif pada saat endoskopi dapat dipakai sebagai
predictor terjadinya perdarahan ulang yang lebih awal. Resiko kematian menurun
dengan cepat sesudah perawatan di rumah sakit, demikian pula resiko kematian ini
menjadi konstan sekitar 6 minggu setelah perdarahan.2
Indeks hati juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis
pasien hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Pasien yang
mengalami kegagalan hati ringan (indeks 0-2) angka kematian 0-16%, kegagalan hati
sedang sampai berat (indeks 3-8) angka kematian 18-40% 2
II. 4.2.4 PROFILAKSIS DAN PENATALAKSANAAN
PROFILAKSIS PRIMER
Panduan utama penggunaan obat farmakologi sebagai profilaksis primer perdarahan
varises masih tetap propanolol, yang terbukti dapat menurunkan gradient tekanan
portal, menurunkan aliran darah vena azigos dan juga tekanan varises. Efek ini
disebabkan karena vasokontriksi splanknik dan penurunan volume semenit.
Penggunaan vasodilator Isosorbid mononitrat dapat menekan tekanan portal sama
efektifnya dengan propanolol. Terapi kombinasi nadolol dan isosorbid mononitrat
dapat menekan frekuensi perdarahan secara bermakna2
16
Bedah pintasan profilaksis menunjukkan keuntungan yang bermakna dalam menekan
perdarahan varises, tapi juga menunjukkan peningkatan resiko terjadinya ensefalopati
hepatic dan kematian pada pasien yang dilakukan operasi pintasan. Devaskularisasi
juga menunjukkan penurunan yang bermakna.2
Endoskopi salah satu teknik untuk mencegah perdarahan varises. Sklero Terapi
Endoskopi (STE) telah dipakai sejak beberapa tahun untuk pengobatan perdarahan
varises, namun akhir-akhir ini tidak dianjurkan lagi sebagai pengobatan profilaksis
karena kurang efektif. Ligasi Varises Endoskopi (LVE) bermanfaat untuk perdarahan
varises akut2
Sesuai rekomendasi inggris dan Baveno 3-2000, metode profilaksis primer yang
paling baik dan efektif adalah :
1. Terapi farmakologi dengan propanolol, menurunkan gradient tekanan hepatica
mnejadi kurang dari 12 mmHg. Dosis mulai 2 x 40 mg, dinaikkan 2 x 80 mg.
pemakaian long acting propanolol dalam dosis 80-160 mg dapat dipakai untuk
memperbaiki ketaatan pasien
2. Jika kontraindikasi propanolol, LVE menjadi pilihan utama
3. Jika baik propanolol atau LVE tidak dapat digunakan, isosorbid mononitrat 2
x 20 mg dapat menjadi pilihan utama2
PENATALAKSANAAN AWAL (INITIAL MANAGEMENT)
1. Resusitasi dan proteksi jalan napas untuk mencegah terjadinya aspirasi
2. Endoskopi dini mengevaluasi saluran cerna bagian atas secara lebih akurat
untuk membuat diagnosis sumber perdarahan, serta menentukan pengobatan
secara cepat
3. Dianjurkan diawasi dirumah sakit, bila perlu di ruangan perawatan intensif,
segera dilakukan pemeriksaan endoskopi darurat
4. Transfuse PRC secara tepat dan lebih konservatif untuk mempertahankan
hematokrit antara 25-30% dan pemberian cairan pengganti plasma untuk
mempertahankan hemodinamik yang stabil
5. Intervensi awal pada pasien perdarahan akut
Pemasangan akses intravena yang baik
Penggantian volume darah yang hilang (volume replacement) dengan
cairan kristaloid dan transfuse darah
17
Bila perdarahan disertai hipertensi portal diberi Vasopressin 0,1-1,0
unit/menit memberikan vasokontriksi bermakna, kontraindikasi pada
penyakit pembuluh darah koroner. Penambahan Nitroglisrin
0,3mg/menit menurunkan resiko komplikasi pada jantung dan
pembuluh darah. Octreotide lebih aman dari Vasopressin dapat
diberikan 25-200 mcg/jam IV dengan atau tanpa bolus 50-100 mcg
sebelumnya. Somatostatin untuk perdarahan akut bolus 250 ug
ditambah infuse 250 ug/jam observasi selama 24 jam2.5
Pemberian Plasma segar beku (FFP) untuk pasien yang terus berdarah
dengan PPT memanjang. Juga trombosit (Thrombocyte concentrate)
jika trombosit < 50.000/ul dan perdarahan masih berlanjut. Pemberian
faktor VII untuk memperbaiki PT pada pasien sirosis dan child-pugh
kelas B
Pemasangan intubasi endotrakheal pada pasien ensefalopati,
intoksikasi atau gangguan kesadaran sebalum dilakukan endoskopi
Pemberian antibiotic profilaksis Norfloxacin 400mg/12 jam adalah
pilihan pertama, Ceftriaxone intravena pada pasien asites dan
gangguan hati ( amoksisilin-asam klavulanik-ciproflokxacin) 2.5
PENGOBATAN DEFINITIF
Pipa Sengstaken-Blakemore (SB tube) dengan modifikasi Minnesota (dengan
penambahan lubang aspirator diatas balon esophagus) dapat dipakai untuk
mengatasi perdarahan varises esophagus atau varises lambung didaerah
proksimal. SB harus dipasang secara tepat dan dengan pengawasan yang ketat.
Pada umumnya dianjurkan untuk melakukan inflasi balon esophagus maupun
lambung pada awalnya, dan segera dilakukan deflasi dalam waktu 12-24 jam,
untuk menghindari kerusakan mukosa. Sekali balon dikempeskan, dianjurkan
untuk segera dilakukan pengobatan lanjutan untuk mencegah perdarahan
ulang, karena perdarahan ulang setelah pengempesan SB tube terjadi sekitar
80% atau lebih.2
Terapi definitf awal adalah Sklero Terapi Endoskopi (STE) atau Ligasi
Varises Esofagus (LVE). Baik penyuntikan skleroran (1.5% sodium tetradecyl
sulfate atau 5% ethanolamine oleate) dan pemasangan ligator pada varises
esophagus, dapat mencegah perdarahan ulang varises dan dan memperpanjang
18
ketahanan hidup pasien. Pasien harus diterapi berkala dan teratur, dengan
pengobatan awal selajutnya dengan interval 1-2 minggu sampai varises dapat
dieradikasi. STE mempunyai efek samping seperti : demam, nyeri dada,
mediastinitis, efusi pleura, tukak esophagus yang dalam, perforasi esophagus
dan striktur. LVE lebih aman dan lebih cepat dibanding STE2
Embolisasi transhepatik atau transmesenterik (minilaparotomi). Embolisasi
radiologic pada arteri koronaria gastrika dan kolateralnya, yang member
pasokan pada varises yang berdarah, dapat menghentikan perdarahan secara
aktif. Pada pasien yg sangat sirotik pendekatan lewat vena transmesenterik
lebih baik, namun butuh insisi kecil2
Devaskularisasi lambung bagian proksimal dan esophagus dengan atau tanpa
transeksi esophagus, memberikan keuntungan tapi belum pasti aman dan
efektif. Pintasan porto-sistemik efektif hentikan perdarahan namun angka
morbiditas dan mortalitasnya bermakna, khusus pasien Child C. pintasan
mesokaval (H-graft) dan splenorenal distal (warren) untuk menekan kasus
ensefalopati2
Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunts (TIPS) untuk pasien gagal
endoskopi . pintasan ini menurunkan tekanan portal secara efektif sampai <12
mmHg. Perlu dimonitor secara berkala dengan USG atau dengan Venografi.
Juga digunakan dalam transplantasi hati. ensefalopati cukup sering terjadi,
terutama pada pasien hati yang jelek. Transplantasi hati (Orthotopic Liver
Transplantation) masih menjadi pilihan paling baik untuk pasien dengan
perdarahan varises tidak terkontrol
1. Resusitasi
2. Saat melakukan endoskopi
secepat mungkin begitu hemodinamiknya stabil
3. mengatasi perdarahan
LVE merupakan pilihan pertama
bila LVE sulit karena perdarahan yang massif dan terus
berlangsung atu teknik tidak memungkinkan, STE dapat
dikerjakan
bila endoskopi tidak memungkinkan, pemberian
vasokonstriktor seperti Octreotide atau Glypressin atau
19
pemasangan Sengstaken dapat dikerjakan sambil menunggu
tindakan yang lebih definitive
4. Kegagalan mengatasi perdarahan aktif
dalam keadaan dimana perdarahan sulit dikontrol, pipa
sengstaken dapat dipasang, sampai pengobatan lanjutan seperti
terapi endoskopi, TIPSS atau tindakan bedah dapat dikerjakan.
pada saat ini konsultasi kepada spesialis harus segera
dikerjakan, dan bila mungkin juga pemindahan pasien ke unit
spesialis yang lebih pengalaman dalam menangani keadaan
seperti ini
modalitas pengobatan seperti antara lain, intervensi bedah
seperti transeksi esophagus atau TIPSS harus ditetapkan dulu
berdasarkan pengalaman serta tersedianya spesialis yang biasa
mengerjakan tindakan tersebut dipusat rujukan yang dituju2
PENGOBATAN JANGKA PANJANG/PROFILAKSIS SEKUNDER
Sesuai dengan rekomendasi Inggris, profilaksis sekunder untuk perdarahan
varises pada sirosis dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :
Ligasi Varises Endoskopi
setelah perdarahan aktif verises dapat diatasi, varises harus dieradikasi dengan
cara endoskopik. pilihan pertama adalah LVE
dianjurkan setiap varises diligasi dengan 1 ligator setiap minggu sampai
varises menghilang
pemakaian Over tube sebaiknya dihindari karena dapat menambah komplikasi
setelah varises berhasil dieradikasi, pasien harus tetap diikuti dengan
endoskopi berkala setiap 3 bulan dan 6 bulan. bila terjadi varises baru, segera
dilakukan eradikasi ulang
Skleroterapi Endoskopik (STE)
bila LVE tidak memungkinkan, STE dapat dikerjakan
bahan sklerosan yang dipakai tergantung persediaan yang ada\
interval antara pengobatan sama seperti LVE diatas
Penghambat Beta Non-Selektif dengan atau tanpa Terapi endoskopik
20
kombinasi STE dengan penghambat Beta non-selektif, maupun Beta bloker
tunggal, dapat digunakan. Bila yang dipilih Yang terakhir, maka sebaiknya
dilakukan pemeriksaan pengukuran HVPG, untuk memastikan bahwa
pengobatan tersebut berhasil menurunkan tekanan HVPG dibawah 12 mmHg
TIPSS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt)
TIPSS lebih efektif dibanding terapi endoskopik dalam menekan perdarahan
ulang varises esophagus, tetapi tidak dapat memperbaiki ketahanan hidup
pasien, dan sering diikuti ensefalopati hepatic. Tindakan ini hanya dikerjakan
pada pusat tertentu yang mempunyai fasilitas untuk tindakan ini.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-prose penyakit, ed 4.
Jakarta: EGC. 1995. h 445
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. h
219
21
3. Jong Wd, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : ECG. 2005. h 517
4. Sepregi, A, Malfertheiner, P. Management of Portal Hypertension. 2005;23:5
(DOI:10.1159/000084719)
5. Rosch J, Albraldes J.G. Variceal bleeding pharmacology Therapy. 2005;23:18-
29 (DOI:10.1159/000084722)
22