36
REFLEKSI KASUS BAYI ATERM + LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT + IRITASI PREPUTIUM PENIS Nama : Aulia Salmah Tandayu No. Stambuk : N 111 14 024 Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT.

Citation preview

Page 1: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

REFLEKSI KASUS

BAYI ATERM + LABIOGNATOPALATOSCHIZIS

UNILATERAL KOMPLIT + IRITASI PREPUTIUM

PENIS

Nama : Aulia Salmah Tandayu

No. Stambuk : N 111 14 024

Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

FEBRUARI 2015

Page 2: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

PENDAHULUAN

Labiognatopalatoschisis atau Cleft Lip and Palate (CLP) adalah kelainan

bawaan yang timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua

sisi bibir hingga langit-langit dan bahkan cuping hidung. Dalam bahasa Indonesia,

kelainan ini sering disebut dengan bibir sumbing. Kelainan ini dapat berupa celah

pada bibir (cleft lip)/Labioschizis, celah pada palatum atau langit-langit mulut

(cleft palate)/Palatoschizis, atau gabungan dari keduanya (cleft lip and

palate)/Labiognatopalatoschizis.

Gambar 1. Labioschizis Gambar 2. Palatoschizis

Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada

tahap pembentukan embrio pada semester pertama, sehingga terdapat kelainan

yang muncul setelah kelahiran. Labiopalatoschizis berasal dari tiga kata yaitu

labio (bibir), palato (langit - langit) dan schizis (celah). Labiognatopalatoschizis

atau sumbing langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi,

rahang, dan langit-langit. CLP adalah kelainan multifaktoral, jadi kemunculannya

dipengaruhi oleh faktor gen dan lingkungan.

1

Page 3: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Labiopalatoschizis merupakan suatu kelainan kongenital abnomali yang

berupa adanya kelainan bentuk pada wajah. Palatoschizis adalah adanya celah

pada garis tengah palato yang disebabkan oleh oleh kegagalan penyatuan susunan

palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Bibir sumbing adalah malformasi yang

disebabkan oleh gagalnya prosessus nasal median dan maksilaris untuk menyatu

selama perkembangan embriotik.

Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa

Tenggara Timur yaitu 6-9 orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila

dibanding dengan kasus di internasional yang hanya 1-2 orang per 1.000

penduduk.

Operasi bibir sumbing idealnya dilaksanakan pada saat anak berusia 3

bulan dimana berat badan minimal 5 kg dan kadar Hb >10 gr/dL. Sedang bagi

penderita sumbing langit-langit dilaksanakan pada saat anak berusia 1,5 – 2 tahun

untuk mendapatkan hasil bicara maksimal.

Tingginya angka kejadian dan komplikasi yan terjadi bila bibir sumbing

terlambat ditindak lanjuti merupakan masalah yang serius. Kejadian

labiognatopalatoschisis menempati urutan ke 9 dari 10 anomali kongenital yang

paling sering yaitu deformitas kaki, hidrokel, hipospadia, mongolismus,

kriptorkismus, pengakit jantung bawaan, polidaktili, hemangioma,

labiognatopalatoschizis, hidrosefalus.

Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai

labiognatopalatoschizis yang dirawat di ruangan bangsal perawatan bayi RSUD

Undata Palu.

2

Page 4: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

KASUS

IDENTITAS

Nama : By. IN

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 31 Januari 2015

Alamat : Parigi

Tanggal pemeriksaan : 12 Februari 2015

ANAMNESIS

Bayi laki-laki usia 12 hari masuk Peristi tanggal 12 Februari 2015 pukul

11.20. Berdasarkan anamnesis dari ibu bayi datang dengan keluhan bayi kencing

berwarna kemerahan, terutama di akhir kencing, urin sedikit, menangis saat buang

air kecil (BAK). Hal ini sudah terjadi ±10 hari (2 hari setelah lahir). Pada bayi

juga terdapat celah pada bibir, gusi, dan langit-langitnya. Demam (-), kejang (-),

flu (-), sesak (-), muntah (-), minum/mengisap baik dan tidak ada kesulitan, buang

air besar (BAB) lancar seperti biasa.

Riwayat persalinan : lahir spontan letak belakang kepala (LBK) di

Puskesmas di tolong oleh bidan tanggal 31 Januari 2015. Bayi cukup bulan, lahir

langsung menangis, warna ketuban tidak diketahui, bayi minum ASI dengan baik.

Partus lama tidak ada, pendarahan antepartum abnormal tidak ada, kelainan

plasenta dan tali pusat tidak ada. Berat badan lahir 3400 gr, panjang badan lahir

tidak diketahui. Kelainan kongenital (+) labiognatopalatoschizis.

Riwayat maternal : G3P2A0. Saat hamil usia 33 tahun. Penyakit selama

hamil (-), konsumsi obat-obatan (-), merokok (-), alkohol (-). ANC 1x/bulan ke

bidan. Periksa USG 1x usia kehamilan 7 bulan. Selama hamil ibu hanya

3

Page 5: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

mengkonsumsi vitamin-vitamin dari bidan, makan makanan sayur-sayuran, buah,

dan daging. Tidak pernah konsumsi jamu tradisional. Tidak ada kelainan

kongenital pada keluarga, anak ke 1 dan ke 2 semua normal.

PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda vital

Denyut jantung : 130x/m

Suhu : 37 °C

Respirasi : 48 x/m

CRT : < 2 detik

Berat Badan : 3.600 gram

Sistem neurologi :

Aktivitas : aktif

Kesadaran : kompos mentis

Fontanela : datar

Sutura : belum menutup

Refleks cahaya : ada

Kejang : tidak ada

Tonus otot : baik

Sistem pernapasan

Sianosis : tidak ada sianosis

Merintih : tidak ada

Apnea : tidak ada

Retraksi dinding dada : tidak ada

4

Page 6: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Pergerakan dinding dada : simetris bilateral

Cuping hidung : tidak ada

Stridor : tidak ada

Bunyi pernapasan : bronchovesicular

Bunyi tambahan : wheezing -/-, rhonchi -/-.

Skor Downe

Frekuensi Napas : 0

Merintih : 0

Sianosis : 0

Retraksi : 0

Udara Masuk : 0

Total skor : 0 (tidak ada gawat napas)

WHO : Tidak ada ganggua napas

Sistem hematologi :

Pucat : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Sistem kardiovaskuler

Bunyi Jantung : SI dan SII murni reguler

Murmur : tidak ada

Sistem Gastrointestinal

Kelainan dinding abdomen: tidak ada

Muntah : tidak ada

Diare : tidak ada

Residu lambung : tidak ada

5

Page 7: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Organomegali : tidak ada

Peristaltik : positif, kesan normal

Umbilikus

Pus : tidak ada

Kemerahan : tidak ada

Edema : tidak ada

Sistem Genitalia.

Anus imperforata : tidak ada

Hipospadia : tidak ada

Hidrokel : tidak ada

Hernia : tidak ada

Testis : sudah turun

Lain-lain : fimosis (+) dan iritasi ujung preputium penis (+)

Pemeriksaan lain

Ekstremitas : lengkap

Turgor : baik

Kelainan kongenital : Labiognatopalatoschizis (+)

Trauma lahir : tidak ada

Refleks Fisiologi/Primitif

Rooting-Sucking : (+)

Babinski : (+)

Moro : (+)

Palmar Grasp : (+)

Plantar Grasp : (+)

6

Page 8: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Tonic Neck : (+)

Skor Ballard : tidak dilakukan

Usia gestasi : HPHT ibu tanggal 12 Mei 2014.

Menurut kurva diatas, didapatkan bahwa bayi tergolong sesuai masa kehamilan

(SMK).

RESUME :

Bayi laki-laki usia 12 hari masuk Peristi tanggal 12 Februari 2015 pukul

11.20. Berdasarkan anamnesis dari ibu bayi datang dengan keluhan bayi kencing

berwarna kemerahan, terutama di akhir kencing, urin sedikit, menangis saat buang

air kecil (BAK). Hal ini sudah terjadi ±10 hari (2 hari setelah lahir). Pada bayi

juga terapat celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Bayi minum/mengisap

dengan baik dan tidak ada kesulitan.

7

Page 9: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Riwayat persalinan : lahir spontan letak belakang kepala (LBK) di

Puskesmas di tolong oleh bidan tanggal 31 Januari 2015. Bayi cukup bulan, lahir

langsung menangis, warna ketuban tidak diketahui, bayi minum ASI dengan baik.

Berat badan lahir 3400 gr. Kelainan kongenital (+) labiognatopalatoschizis.

Riwayat maternal : G3P2A0. Saat hamil usia 33 tahun. ANC 1x/bulan ke

bidan. Periksa USG 1x usia kehamilan 7 bulan. Selama hamil ibu hanya

mengkonsumsi vitamin-vitamin dari bidan, makan makanan sayur-sayuran, buah,

dan daging. Tidak ada kelainan kongenital pada keluarga, anak ke 1 dan ke 2

semua normal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Denyut jantung 130 x/menit, suhu 370C,

respirasi 48 x/menit, berat badan 3.600 gram, skor downe 0 (tidak ada gawat

napas), klasifikasi WHO tidak ada gangguan napas. Berdasarkan kurva

Lubchenco bayi digolongkan sesuai masa kehamilan (SMK). Kelainan kongenital

(+) labiognatopalatoschizis. Pemeriksaan genital ditemukan fimosis (+) dan iritasi

ujung preputium penis (+).

DIAGNOSIS : Bayi aterm + Susp. ISK + Labiognatopalatoschizis

TERAPI : IVFD Dekstrosa 5% 8 tts/menit

Inj. Cefotaxim 2 x 200 mg i.v.

Lanjutkan pemberian ASI

ANJURAN PEMERIKSAAN :

- Darah rutin

- Urinalisis rutin

8

Page 10: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

FOLLOW UP

1 3 Februari 2015

S: Urin sedikit (+), warna kuning (+), rewel saat berkemih (+). Minum ASI baik,

tidak ada kesulitan.

O:- Tanda Tanda Vital:

Denyut Jantung : 100x/menit Suhu : 36,7 ºC

Pernapasan : 40x/menit CRT : < 2 detik

Berat badan : 3.600 gr

- Keadaan Umum: Sakit sedang

- Sistem Pernapasan : Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding

dada (-), pergerakan dinding dada simetris (+),

Skor DOWNE : 0 (tidak ada gawat nafas). WHO: tidak ada gangguan

napas

- Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung murni, reguler (+), murmur (-).

- Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)

- Sistem Gastrointestinal : Kelainan dinding abdomen (-), organomegali (-).

- Sistem Saraf : aktifitas aktif, tingkat kesadaran compos mentis, fontanela

datar, sutura belum menutup, kejang (-), tonus otot baik.

- Kelainan congenital : labiognatopalatoschizis (+)

- Sistem genitalia : fimosis (+), iritasi preputium penis (+).

9

Page 11: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Pemeriksaan penunjang :

- Darah rutin : WBC = 14,32 x 103 ↑ (3,8 – 10,6 x 103)

RBC = 5,22 x 106 N (4,4 – 5,9 x 106)

Hb = 17 g/dL N (13,2 – 17,3 g/dL)

Hct = 48,6% N (40 – 52%)

Plt = 435 x 103 N (150 – 440 x 103)

A: Bayi atrem + Susp, ISK + Labiognatopalatoschizis + Iritasi preputim penis

P: - IVFD Dextrose 5% 8tts/menit

- Inj. Cefotaxim 2 x 200 mg i.v.

- Kebutuhan ASI 67cc/3 jam

Anjuran : Urinalisis urin + Konsul bedah

1 4 Februari 2015

S: Urin banyak (+), warna kuning (+), rewel saat berkemih (-).Minum ASI baik,

tidak ada kesulitan.

O: - Tanda Tanda Vital:

Denyut Jantung : 136x/menit Suhu : 36,5 ºC

Pernapasan : 38x/menit CRT : < 2 detik

Berat badan : 3.600 gr

Keadaan Umum: Membaik

- Sistem Pernapasan.

Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (-), pergerakan

dinding dada simetris (+),

10

Page 12: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Skor DOWNE : 0 (tidak ada gawat napas). WHO: Tidak ada gangguan

napas

- Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung murni, reguler (+), murmur (-).

- Sitem Hematologi : Pucat (-), ikterus (-)

- Sistem Gastrointestinal : Kelainan dinding abdomen (-), organomegali (-).

- Sistem Saraf : aktifitas aktif, tingkat kesadaran compos mentis, fontanela

datar, sutura belum menutup, kejang (-), tonus otot baik.

- Kelainan congenital : labiognatopalatoschizis (+)

- Sistem genitalia : fimosis (-), iritasi preputium penis (-) mengering.

Hasil konsul bedah 13 Februari 2015 : Iritasi preputium. Bukan indikasi

sirkumsisi. Berikan salep/gel.

A: Bayi aterm + Labiognatopalatoschizis + Iritasi preputim penis

P: - aff infus

- Amoxycillin syr 3 x 50 mg

- Lanjutkan pemberian ASI.

- Boleh pulang/rawat jalan.

11

Page 13: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

DISKUSI

Labiopalatochizis berasal dari tiga kata yaitu labio (bibir), palato (langit -

langit) dan schizis (celah). Labioschizis adalah celah pada bibir sedangkan

palatoschizis adalah celah pada palatum atau langit-langit terjadi karena kelainan

kongenital yang pada masa embriologi semester pertama. Labiopalatoschizis atau

sumbing langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang,

dan langit-langit. Labiopalatoschizis merupakan suatu kelainan kongenital

abnomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah. Palatoschizis adalah

adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan

susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Bibir sumbing adalah

malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosessus nasal median dan maksilaris

untuk menyatu selama perkembangan embriotik. Sedangkan pada kasus ini, pada

pemeriksaan fisik, ditemukan celah pada bibir atas, gusi, rahang, dan langit-langit.

Ini disebut sebagai labiognatopalatoschizis.

Insidensi palatoschizis lebih sering terjadi pada wanita. Laporan tentang

palatoschizis menurut hasil yang terakhir menunjukkan bahwa predileksi pada

wanita lebih besar dengan perbandingan 2:1 pada palatoschizis durum dan mole

komplit. Risiko terjadinya labioschiszs dengan atau tanpa palatoschizis, jika kedua

orang tua normal, adalah 3 – 4%. Sedangkan untuk palatoskisis sekitar 2%. Pada

kasus ini terjadi pada bayi laki-laki, dan orangtua bayi tidak terdapat kelainan

seperti ini.

Penyebab kasus kelainan ini disebabkan dua faktor, yaitu: faktor herediter

(genetik) dan faktor eksternal atau lingkungan.

1. Faktor Herediter (genetik)

Faktor ini biasanya diturunkan secara genetik dari riwayat keluarga yang

mengalami mutasi genetik. Menurut salah satu literatur, Schroder mengatakan

bahwa 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif

dan hanya 25% bersifat dominan. Dengan demikin misalnya dari seorang ibu

12

Page 14: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

menghasilkan 4 orang anak, 1 anak kemungkinan mengalami kasus kelainan

bibir sumbing. Dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan

khromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 khromosom yang

terdiri dari 22 pasang khromosom non sex (khromosom 1 – 22) dan 1 pasang

khromosom sex (khromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada

penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau sindroma patau dimana ada 3

untai khromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total

khromosom pada setiap selnya adalah 47. jika terjadi hal seperti ini selain

menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan ganggguan berat pada

perkembangan otak, jantung dan giinjal. Namun kelainan ini sangat jarang

terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000 – 10000 bayi yang lahir.

2. Faktor Eksternal / Lingkungan :

a. Usia Kehamilan

Untuk faktor ini, bisa dilebih disudutkan lagi lebih ke aspek, faktor-faktor

yang mempengaruhi seorang ibu pada masa kehamilan. Usia kehamilan

yang rentan saat pertumbuhan embriologis adalah trimester pertama (lebih

tepatnya 6 minggu pertama sampai 8 minggu). Karena pada saat ini proses

pembentukan jaringan dan organ-organ dari calon bayi.

b. Obat-obatan.

Faktor obat-obatan yang bisa bersifat teratogen semasa kehamilan

misalnya Asetosal, Aspirin sebagai obat analgetik, Rifampisin, Fenasetin,

Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen,

Penisilamin, Antihistamin, Antineoplastik, Kortikosteroid dapat

menyebabkan celah langit-langit. Oleh karena itu penggunaan obat-obatan

tersebut harus dalam pengawasan yang ketat dari dokter kandungan yang

berhak memberikan resep tertentu.

c. Nutrisi : kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat.

d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella

e. Radiasi

f. Diabetes mellitus

g. Trauma (trimester pertama).

13

Page 15: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Pada kasus ini, penyebab bayi mengalami labiognatopalatoschizis masih

belum diketahui pasti. Berdasarkan hasil anamnesis ibu pasien, pasien tersebut

tidak memiliki faktor resiko terjadinya labiognatopalatoschizis ini.

Patogenesis dari CLP/Labiognatopalatoschizis :

CLP adalah kelainan bentuk fisik pada wajah akibat pembentukan

abnormal pada wajah fetus selama kehamilan. Pembentukan wajah tersebut

berlangsung dalam 6 hingga 8 minggu pertama kehamilan. CLP dapat timbul

tersendiri atau muncul sebagai salah satu bagian dari syndrome. (Emedicine,

2000). Dari seluruh kasus CLP, 70% diantaranya adalah kasus CLP tersendiri

(isolated cleft lip and palate), dan bukan salah satu bagian dari syndrome tertentu.

(Chakravarti, 2004). Beberapa syndrome yang terkait dengan CLP adalah 22q11.2

deletion syndrome, Patau syndrome (trisomi 13) dan Van der Woude syndrome.

(MedlinePlus, 2008; Wikipedia, 2008).

Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan

faktor lingkungan. (Zucchero, et.al., 2004). Isolated cleft disebabkan oleh

multigen dan atau pengaruh faktor lingkungan. Walaupun gen memiliki peran

penting, dalam embriogenesis wajah, faktor lingkungan berperan sama penting.

Ada tiga kategori faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pembentukan janin,

yaitu teratogen, infeksi, dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang

merokok menjadi faktor penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang

meningkatkan risiko CLP diantaranya adalah obat-obatan, seperti anticonvulsant

phenytoin dan benzodiazepines, atau pestisida, seperti dioxin. (Murray dan

Schutte, 2004).

Perkembangan wajah :

Pada minggu ke-4, dimana panjang embrio 3,5 mm, terbentuk 5 buah

primordia sekeliling mulut primitif atau stomadeum. Pada akhir minggu ke-8

wajah telah terbentuk lengkap. Lima buah prosessus yang terbentuk pada wajah

adalah :

a) Prosessus frontalis, yang tumbuh dari arah kepala ke bawah. Prosessus ini

merupakan batas atas stomadeum. Pada perkembangan selanjutnya dalam

14

Page 16: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Aspek frontal dari wajah.

A) Embrio 5 minggu. B) Embrio 6 minggu. Tonjol nasal sedikit demi sedikit terpisah dari tonjol maksila dengan alur yang dalam. C) Embrio 7 bulan. D) Embrio 10 bulan. Tonjol maksila berangsur-angsur bergabung dengan lipatan nasal dan alur terisi dengan mesenkim

minggu ke-5 dan 6 pada prosessus ini terbentuk dua buah nasal placoda

berbentuk tapal kuda terbuka ke arah stomadeum. Kedua placoda ini

dinamakan prosessus nasomedialis dan lateralis yang kemudian akan

membentuk bagian-bagian hidung, bibir atas, gusi dan bagian anterior palatum,

sebelah depan foramen incisivus.

b) Sepasang prosessus maksilaris, yang merupakan batas superolateral

stomadeum.

c) Sepasang prosessus mandibularis, yang merupakan batas bawah stomadeum.

Keduanya berfusi di garis tengah pada minggu ke-4 dan selanjutnya

berkembang menjadi pipi bagian bawah, bibir bawah, mandibula, gusi dan gigi

geligi.

Gambar 3. Aspek Frontal Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

15

Page 17: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Gambaran frontal kepala embrio usia 6 ½ minggu-10 minggu.

A) Gambaran frontal embrio usia 6 ½ minggu.

Palatine shelves berada di posisi vertical pada tiap sisi lidah.

B) Gambaran ventral embrio usia 6 ½ minggu. C) Gambaran frontal kepala embrio usia 7 ½ minggu. Lidah sudah bergerak turun dan palatine shelves mencapai posisi horizontal. D) Gambaran ventral kepala embrio usia 7 ½ minggu. E) Gambaran frontal kepala embrio usia 10 minggu.

Kedua palatine shelves sudah bersatu satu sama lain juga dengan nasal septum

Gambar 4. Aspek Frontal Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

Teori perkembangan bibir atas adalah sebagai berikut :

Teori fusi prosessus : prosessus maksilaris berkembang ke arah depan dan garis

tengah, dibawah prosessus nasolateralis menuju dan mendekati prosessus

nasomedialis yang tumbuh lebih cepat ke bawah. Prosessus nasomedialis kiri dan

kanan akan bertemu di garis tengah. Pada saat bertemuh, penonjolan yang mirip

jari-jari tengah akan berfusi masing-masing lapisan epitelnya yang kemudian akan

pecah sehingga lapisan mesoderm dibawahnya akan berfusi membentuk bibir atas

yang normal. Fusi ini akan terjadi pada akhir minggu ke-6 sampai awal minggu

ke-7. Berdasarkan teori klasik ini, Arey mengemukakan suatu hipotesa terjadinya

sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus maksilaris dengan prosessus

nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskan secara skematis oleh Pattern :

a) Pertama terjadi pendekatan masing-masing prosessus.

b) Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel.

c) Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.

16

Page 18: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Gambar 5. Perbandingan anatomi normal dan abnormal

Teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah sebagai berikut :

a) Labioschizis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan

maksilaris.

b) Palatoschizis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina.

Klasifikasi

Klasifikasi menurut struktur – struktur yang terkena menjadi :

a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, dan palatum durum di

belahan foramen incivisium.

b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap

foramen.

Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum

primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-

kadang terlihat suatu  belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya

utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Klasifikasi menurut organ yang terlibat :

1. Celah bibir (labioschizis)

2. Celah di gusi (gnatoschizis)

3. Celah di langit-langit (Palatoschizis)

17

Page 19: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan

langit – langit (labiopalatoskizis).

Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :1. Unilateral incomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu

bibir dan tidak memanjang ke hidung

2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu

sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung

3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan

memanjang hingga ke hidung.

Gambar 6. Klasifikasi Labiopalatognatoschizis(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC Medical genetics. 2004, 154.)

Pada kasus ini, didapatkan pada pemeriksaan fisik yaitu celah pada salah

satu sisi bibir, gusi, dan palatum sebelah kiri hingga ke hidung sebelah kiri. Dari

hasil temua tersebut maka bayi dapat diklasifikasikan ke menurut struktur yang

terkena yaitu palatum primer, menurut organ yang terlibat yaitu

labiognatopalatischizis, dan menurut lengkap atau tidaknya celah yaitu unilateral

complite.

18

Page 20: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Manifestasi klinisnya, yaitu :

Pada Labioschizis:

- Distrosi pada hidung

- Tampak sebagian atau keduanya

- Adanya celah pada bibir

Pada Palatoschizis:

- Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan

atau foramen incisive.

- Adanya rongga pada hidung

- Teraba ada celah atau terbukanya langit – langit saat diperiksa

dengan jari

- Kesukaran dalam menghisap atau makan

Bayi yang menderita labioschizis mengalami kesulitan pada waktu

menyusui. Keadaan ini bisa ditolong dengan susu dianjurkan dalam posisi tegak

15° dan ukuran dot yang besar.

Penegakkan diagnosis labiognatopalatoschisis berasal dari :

- Anamnesis :

- Cacat bawaan/kongenital berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-

langit.

- Dapat disertai kelaina kongenital lain.

- Kesulitan menyusui/feeding.

- Bila minum/makan, keluar dari hidung.

- Bicara sengau.

- Pemeriksaan fisik

- Terdapat celah di bibir, gnatum, dan palatum.

- Celah dapat komplit atau inkomplit.

- Celah dapat unilateral atau bilateral.

- Dicari adanya kelainan kongenital lainnya.

- Asimetri lubang hidung atau nostril.

- Untuk operasi pertama (labioplasti) pada bayi berat badan harus 5 kg.

19

Page 21: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Pemeriksaan Diagnostik :

1. Tes pendengaran, bicara dan evaluasi.

2. Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht, leuko, BT, CT.

3. Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan perubahan

struktur dari orkumaxilaris.

4. Konsultasi bedah plastik, ahli anak, ahli THT, ortodentisist, spech therapi.

5. MRI untuk evaluasi abnormal

6. Foto rontgen

7. Pemeriksaan fisik

8. USG sebagai persiapan mental bagi calon orang tua. Sehingga setelah bayi

lahir, orang tua sudah siap dengan keadaan anak dan penanganan khusus yang

diperlukan dalam perawatan bayi.

Terapi atau tindakan :

Operasi untuk memperbaiki bentuk bibir cepat dilakukan pada kasus-kasus

dengan usia yang manapun, tetapi pada bayi-bayi semuanya dilakukan pada usia

yang dini, umumnya sekitar usia 3 bulan dengan memperhatikan Rumus Sepuluh /

Rule of Ten, yaitu :

1. Berat badan sekurang-kurangnya 10 pon (4,5 kg)

2. Umur sekurang-kurangnya 10 minggu

3. Kadar Hb >10 gr/dL

4. Jumlah leukosit <10.000/mm3

Operasi untuk labioplasti bertujuan untuk penampilan bantuk anatomik

serta fungsi bibir yang mendekati normal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

diperhatikan beberapa patokan yaitu :

1. Memperhatikan cuping hidung (ala nasi) agar bentuk dan letaknya simetris.

2. Memberi bentuk dasar hidung yang baik.

3. Memperbaiki bentuk dan posisi columella.

20

Page 22: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

4. Memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas.

5. Membentuk vermillon.

Selain itu tujuan umum operasi adalah untuk mencapai :

1. Penampilan yang normal.

2. Mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal.

3. Pertumbuhan gigi yang baik.

4. Perbicaraan yang normal.

5. Pendengaran yang normal.

Berbagai teknik operasi/teknik penutupan labio atau palatoschizis telah

dikembangkan dalam beberapa puluh tahun terakhir ini. Kebanyakan ahli bedah

plastik memilih teknik Millard atau modifikasinya. Beberapa teknik operasi :

1. Operasi Millard

2. Operasi Onizuka (modifikasi millard)

3. Operasi Le Mesurier

4. Operasi Mirauld Brown

5. Operasi Tennison-Randal.

Pada kasus ini, pasien belum dilakukan operasi, tetapi orang tuas pasien

memang merencanakan anaknya untuk dioperasi/tindakan bedah. Namun disini

ibu tetap memberikan/melanjutkan pemberian ASI sesuai kebutuhan, terlebih lagi

disini bayi tidak mengalami kesulitas untuk mengisap atau meminum ASI.

Jika penderita labiopalatoschisis tidak segera ditangani (operasi), maka

penderita beresiko mengalami komplikasi. Berikut komplikasi jika penderita

tidak segera dioperasi :

a. Masalah dental

21

Page 23: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu

yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari

gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk.

b. Masalah asupan makanan

c. Gangguan berbicara

d. Infeksi telinga

e. Otitis Media

f. Obstruksi jalan napas

Pada kasus ini, tidak ditemukannya adanya komplikasi seperti yang telah

disebutkan di atas.

22

Page 24: REFLEKSI KASUS BAYI ATERM+LABIOGNATOPALATOSCHIZIS UNILATERAL KOMPLIT

DAFTAR PUSTAKA

Adam, George L. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. 2009. Jakarta: Jakarta: EGC.

Artono dan Prihartiningsih. 2010. Labioplasti Metode Barsky Dengan Pemotongan Tulang Vomer Pada Penderita Bibir Sumbing Dua Sisi Komplit Di Bawah Anestesi Umum. Maj Ked Gi : 15(2) : 149-152.

Carolyn, M.h. et. Al. (2010). Critical Care Nursing. Fifth edition. j.b. LIPPINCOTT Campany. Philadelpia. Hal 752-779

Cleft Lip and Palate Association of Malaysia. 2006. Sumbing Bibir Dan Sumbing Lelangit.http://www.infosihat.gov.my/penyakit/kanak-kanak/sumbing. pdf.

Hudak & Gallo. (2009). Keperawatan kritis. Pemdekatan holistik. Volume 1. Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta

Ngastiyah. 2009. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.

Rudolph, Abraham M, Julien I.E. Hoffman, dan Colin D. Rudolph. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2. Jakarta: EGC.

Speer, Kathleen Morgan. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Suriadi, dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.

Suriadi, dan Rita Yulianni. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: Penebar Swadaya.

Wong, Donna L. 2008. Pedoman Klinis Keperawata Pediatrik, edisi 4. Jakarta :

EGC.

23