Upload
lindasunda
View
13
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
typoid
Citation preview
REFLEKSI KASUS
DEMAM TYPHOID
1. PengalamanPasien datang dengan keluhan demam sejak 10 hari yang lalu, demam terus menerus,
terutama malam hari, lemas (+) pusing (+) mual (+) muntah (+) perut terasa sebah (+) flatus (+) BAB (+) BAK (+). Pemeriksaan fisik T D: 110/80 N: 61x/menit RR: 18x/menit S : 38,3 C GDS: 127 Riwayat sakit yang sama sebelumya (+). Pasien di diagnosis dengan demam typoid, mendapat terapi Infus RL 20 tpm, inj Ranitidine 1A/ 12 jam, inj Cloramex 500 mg/ 6 jam, sistenol 3x1, lesichol 300 mg 2x1
2. Masalah yang dikajiBagaimana penegakan diagnosis pada pasien? Jika dari hasil tes widal pasien didapatkan Salmonella typhi O negative dan Salmonella parathyphi C-O negative?apakah pasien tetap didiagnosis demam thypoid?
3. Analisa kritisDemam thypoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.
Demam paratyphoid disebabkan oleh organism yang termasuk dalam spesies Salmonella enteridis, yaitu S, enteridis bioserotipe paratyphi A, bioserotipe paratyphi B, S, enteridis paratyphi C.EPIDEMIOLOGI :
Banyak ditemukan pada negara dengan hygiene kurang. Di Indonesia ditemukan sepanjang tahun dan insidensi tertinggi di daerah endemik . Usia 12-29 tahun 70-80%. Usia 30-39 tahun 10-20%. Usia > 40 tahun 5-10%.
Gejala klinis
Masa tunas 10-14 hari.
Demam ≥ 7 hari, remitten, suhu tubuh cenderung meningkat sore dan malam hari
1
Gangguan saluran cerna, nafas bau, coated tongue, gangguan kesadaran relaps
Minggu pertama : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, rasa tidak enak di perut, batuk , epistaksis.
Minggu kedua : Bradikardi relative, lidah berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, somnolen, stupor, koma, delirium. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
Patogenesis
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah rutin : Leukopenia/ normal/ leukositosis, anemia ringan, trombositopenia ringan
Morfologi darah tepi : aneosinofilia, limfopenia
SGOT SGPT sering meningkat, tetapi akan normal setelah sembuh
Widal :
Untuk mendeteksi antibody terhadap S, typhi. Menentukan adanya agglutinin dalam serum tersangka thypoid :
a. Aglutinin O (tubuh)b. Aglutinin H (flagela)c. Aglutinin Vi (simpai)
Hanya agglutinin O dan H untuk diagnosis demam thypoid. Semakin tinggi titersemakin besar kemungkinan terinfeksi. Sensitifitas 53,1% dan spesifitas 65%. Widal dinyatakan positif jika : Titer widal I 1/320 atau
2
Titer O widal II naik 4 kali lipat atau lebih disbanding titer O widal I atau titer O widal I (-) tetapi titer O widal II (+) berapapun angkanya
Pembentukan agglutinin mulai akhir minggu pertama demam, meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke 4, tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula- mula timbul aglutinin O, diikuti agglutinin H. Pada orang yang sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutini H menetap lebih lama 9-12 bulan.
Tes diazo positif : urine+reagens diazo+ammonia 30%
Tubex TX :Uji semi kuantitatif kolometrik cepat dan mudah. Mendeteksi antibody anti S, typhi
O9 pada serum pasien dengan cara menghambatikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipipolisakarida. Hasil positif menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup D. Infeksi parathyphi memberikan hasil negative. Uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM, tidak IgG sehingga tidak dapat digunakan untuk modalitas infeksi lampau. Sensitifitas 100%, spesivitas 90%.
Uji thypoidot
Untuk mendeteksi antibosi IgM dan IgG di protein membrane luar. Hasil positif setelah 2-3 hari infeksi. Sensitivitas 79 % dan spesifitas 89%.
Uji IgM dipstickMendeteksi antibody IgM spesifik pada specimen serum atau whole blood. Sensitivitas 65-77%, spesifitas 95-100%. Akurasi hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelh timbul gejala.
Kultur darah :Merupakan gold standar penegakan diagnosis. Hasil negative tidak menyingkirkan demam thypoid mungkin disebabkan karenaa. Telah mendapat terapi antibioticb. Volume darah < 5ccc. RIwayat vaksinasi
Vaksin oral Ty21a (vivotif berna) Vaksin parenteral ViCPS (Typrim Vi/ Pasteur Merieux)
d. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, saat agglutinin meningkat
ELISA (ENzym Linked IMMUnosorbent Assay)
PCR (Polymerase Chain Reaction)
3
Merupakan perbanyakan DNA kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik.
Penatalaksanaan :
a. Istirahat dan perawatanb. Diet dan terapi penunjangc. Pemberian antimikroba
Kloram fenikolDosis 4x500 mg/ hari sampai dengan bebas demam 7 hari.
TiamfenikolDosis 4x500 mg
KotrimoksazolDosis 2x2 tab selama 2 minggu
Ampisillin dan amoxicillinDosis 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu
Sefalosporin Generasi 3Seftriaxon 3-4 mg dalam dextrose 100 cc selama ½ jam perinfus sekali sehari, selama 3-5 hari.
FlorokuinolonNorfofloksasin 2x400 mg/ hari selama 14 hariCiprofloxacin 2x500 mg/ hari selama 6 hariOflofloksasin 2x400 mg/ hari selama 7 hariPefloksasin 400mg/ hari selama 7 hariFleroksasin 400 mg/ hari selama 7 hari
Azitromisin (2X500 mg)
Dibandingkan dengan florokuinolon, azitromisin mengurangi kegagalan klinis
PENEGAKAN DIAGNOSIS PADA PASIEN INI
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis didapatkan gejala yang mendukung demam typhoid :
Demam > 7 hari, terutama pada malam hari, demam remitten, mual, muntah, pusing, lidah tremor, rasa tidak nyaman di perut. Hasil lab yang mendukung leukositosis, neutrofilia, SGOT SGPT meningkat.
Hasil dari widal tes didapatkan jika Salmonella typhi O (-) dan Salmonella parathyphi C-O (-), hasil yang negatif belum tentu tidak terinfeksi S, typhi karena pemeriksaan widal seharusnya dilakukan 2x dengan jarak waktu 2-3 minggu. Widal dinyatakan positif jika :
Titer widal I 1/320 atau Titer O widal II naik 4 kali lipat atau lebih disbanding titer O widal I atau titer O widal I (-)
tetapi titer O widal II (+) berapapun angkanya
4
Pada pasien ini tes widal baru dilakukan sekali. Untuk cara diagnostik lebih spesifik dan sensitif daripada widal, dapat digunakan IgM dan IgG anti salmonella, tetapi gold standar tetap pada kultur darah, tetapi tidak dilakukan. Terapi yang diberikan sesuai dengan terapi untuk typoid fever.
Ranitidin merupakan histamine antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamine secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi asam lambung. Ranitidine dapat menghambat sekresi asam lambung akibat penekanan obat muskarinik, stimulasi vagus, atau gastrin. Ranitidine juga menggangu volume dan kadar pepsin. Efek samping : nyeri kepala, pusing, malaise, pruritus.
Cloramex mengandung cloramphenicol, bersifat bakteriostatik, bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.Efek samping : adan anemia aplastik. Sistenol berisi paracetamol 500 mg yang bekerja sebagai antipiretik, dan n-acetylcysteine 200 mg merupakan antioksidan. Lesichol mengandung lecithin, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, nicotinamid, vitamin E untuk menunjang fungsi hati.
4. Dokumentasia. IDENTITAS
Nama : Tn. RRUsia : 32 tahunPekerjaan : PetaniStatus pernikahan : MenikahAlamat : MuntilanTanggal masuk RS : 26 Maret 2014
b. PERJALANAN PENYAKITKeluhan utama : demam, mualRiwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang dengan keluhan demam sejak 10 hari yang lalu, demam terus menerus lemas (+) pusing (+) mual (+) muntah (+) perut terasa sebah (+) flatus (+) BAB (+) BAK (+) Riwayat penyakit dahulu :Pernah sakit dengan gejala yang sama 10 tahun yang laluRiwayat rawat inap (-)Riwayat dyspepsia (+)Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Diabetes Mellitus (-) Riwayat penyakit jantung (-)Riwayat penyakit keluarga :Keluarga dengan keluhan yang sama (-)Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Diabetes Mellitus (-) Riwayat penyakit jantung (-)
c. PEMERIKSAAN FISIKKesan Umum : tampak lemasT D : 110/80
5
N : 61x/menitRR : 18x/menitS : 38,3 CGDS: 127Mata : conjunctiva anemis (-/-), sclera icteric (-/-)Lidah : lidah kotor (-) tremor (+)Leher : JVP tidak meningkat, limfonodi leher tak teraba, struma (-)Thorax : simetris (+) ketinggalan gerak (-) retraksi dada (-)Pulmo : vesikuler (+/+) ronkhi (-/-) wheezing (-/-)Cor : bising (-) gallop (-) cardiomegali (-)Abdomen : timpani (+) supel (+) nyeri tekan abdomen (-) bising usus (+)Hepar/ Lien : tidak teraba
Ekstremitas : udema (-) sianosis (-) petechiae (-) tanda perdarahan (-)
Tanggal Keluhan Terapi27/03/2014 Demam (+) pusing (+) lemas (+) mual (+)muntah (-)
perut sebah (+) BAB (+) BAK (+)TD 110/70 N 60 RR 20 S 38,4 C
Infus RL 20 tpmInj Ranitidine 1A/ 12 jamInj Cloramex 500 mg/ 6 jamSistenol 3x1Lesichol 300 mg 2x1
28/03/2014 Demam (-) keringat dingin (+) lemas (+) pusing (+) mual (-) muntah (-)susah tidur (+)TD 101/67 N 104 RR 20 S 36 C
Infus RL 20 tpmInj Ranitidine 1A/ 12 jamInj Cloramex 500 mg/ 6 jamSistenol 3x1Lesichol 300 mg 2x1
PEMERIKSAAN PENUNJANG
AL 12,22 neutrofil 73,9
AE 4,94 limfosit 22,7
HB 14,5 monosit 3,3
HT 41,2 eosinofil 0,0
MCV 83,4 basofil 0,1
MCH 29,4 SGOT 65
MCHC 35,2 SGPT 46
6
AT 186
Widal :
Salmonella typhi O (-)
Salmonella parathyphi A-O 1/80
Salmonella parathyphi B-O 1/160
Salmonella parathyphi C-O (-)
Salmonella thyphi H 1/80
Salmonella parathyphi A-H 1/160
Salmonella parathyphi B-H (-)
Salmonella parathyphi C-H (-)
Terapi yang diberikan :
Infus RL 20 tpm
Inj Ranitidine 1A/ 12 jam
Inj Cloramex 500 mg/ 6 jam
Sistenol 3x1
Lesichol 300 mg 2x1
5. ReferensiSyarif, Amir, dkk.2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUIMansjoer, arif, dkk.2009. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga. Fakultas kedokteran UISudoyo, Aru, dkk.2009 Ilmu Penyakit Dalam.FKUi.
7