Upload
putripermata23
View
163
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang
ahli Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi
seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan
memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita
itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan reflek. Pada autopsi
tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara
mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan
degenerasi neurofibrillary.
Penyakit ini bisa terjadi pada usia 40 tahun, tetapi yang paling sering pada
usia di atas 60 tahun, dn merupakan penyebab demensia yang utama. Frekuensi
penyakit pada laki-laki dan wanita sama. Di Amerika Serikat 50-60% pasien
demensia kelompok usia di atas 60 tahun disebabkan penyakit Alzheimer.
Insidensi demensia187 kasus per 100.000 penduduk, 123 kasus per 100.000
penduduk menderita penyakit Alzheimer. Insidensi penyakit meningkat dengan
bertambahnya usia harapan hidup masyarakat. Insidensi di Indonesia tidak
diketahui. Saat ini, penyakit Alzheimer merupakan salah satu penyakit yang
sering terjadi pada populasi lansia dan menduduki peringkat ke-4 sebagai
penyebab kematian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia dimana
demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang
disebabkan oleh penyakit otak,yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat
kesadaran. Demensia (kepikunan) Alzheimer adalah salah satu bentuk pikun
akibat kematian (degenerasi) sel-sel di bagian otak lobus temporal dan parietal.
2.2 Epidemiologi
Insidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia.
Setelah usia 65 tahun,prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap
pertumbuhan usia lima tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada
populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di
Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer,sedangkan di Asia
diperkirakan demensia vaskular.
Organisasi Alzheimer Desease International dengan mendasarkan laporan WHO
regional atas dasar kelompok umur, membuat estimasi prevalensi tentang
demensia untuk Indonesia adalah 1% untuk kelompok 60-64 tahun, 1,7% untuk
kelompok usia 65-69 tahun, 3,4% untuk usia 70-74 tahun, 5,7% untuk usia 75-79
tahun, dan 10,8% untuk usia 80-84 tahun dan 17,6% untuk kelompok usia 85
tahun ke atas. Dilaporkan juga bahwa 60% penyandang demensia berada di
negara berkembang pada tahun 2001, dan akan meningkat menjadi 71% di tahun
2040.
Secara keseluruhan frekuensi demensia adalah sama pada wanita dan pria, meski
beberapa studi menunjukkan bahwa resiko untuk terkena Alzheimer adalah lebih
tinggi pada wanita dibanding pria oleh karena hilangnya efek neurotropik dari
estrogen pada wanita di usia menopause.
Secara dramatis, peningkatan angka harapan hidup juga meningkatkan angka
penyakit demensia. Mereka yang memiliki keluarga dekat yang menderita
demensia, memiliki kecendruangan lebih tinggi untuk terkena demensia
dibandingkan populasi lainnya. Dan mereka yang menderita Down Syndrome
cenderung untuk terkena Demensia Alzheimer suatu saat nanti.
2.3 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus,
polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament,
presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan
dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya
produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-
genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai
pencetus faktor genetika.
Faktor-faktor risiko penyakit Alzheimer antara lain :
1. Usia, kebanyakan penderita berusia 65 tahun ke atas.
2. Faktor genetic : mutasi gen protein precursor amiloid, gen presenilin 1 dan
2, serta apoliprotein E €4.
3. Faktor lingkungan seperti riwayat cedera kepala berat.
4. Penyakit metabolic : obesitas, hiperlipidemi, dan diabetes mellitus.
2.4 Patofisiologi
2.5 Gejala Klinis
Gejala utama berupa gangguan memori (pelupa) yang bertahap bertambah berat,
terutama memori jangka pendek. Sedangkan memori jangka panjang , biasanya
tidak berubah. Setelah gangguan memori menjadi jelas, diikuti gangguan fungsi
serebral lainnya. Bicara menjadi terputus-putus karena gangguan pada recall kata-
kata yang diingini. Juga menulis sering berhenti. Pada awal penyakit
mengucapkan kalimat secara komprehensif masih normal, tetapi pada stadium
lanjut terdapat kegagalan pengucapan kalimat, bahkan sampai tingkat afasia.
Kadang-kadang sering ada pengulangan kata-kata (echolalia).
Kemampuan aritmatik terganggu (akalkulia), disorientasi visuospasial (sulit
memarkir kendaraan, kesalahan memasukkan lengan waktu berbaju, dan lain-
lain).
Hubungan psikososial dengan sekitarnya pada awal penyakit masih normal, tetapi
pada stadium lanjut menjadi berubah. Paisen menjadi gaduh gelisah dan agitasi,
atau sebaliknya hipokinesia dan tenang, dapat juga paranoid, kadang-kadang
disertai halusinasi. Pada stadium akhir, refleks memegang dan mencucu menjadi
positif, inkotinensia urin, dan pasien menunjukkan akinesia dan mutisme.
Gangguan lokomotif, berjalan dengan langkah kecil-kecil dengan kelemahan
motorik dan rigidtas yang ringan,. Pada stadium selanjutnya elemen-elemen
Parkinson muncul, seperti akinesia, rigiditas dan tremor. Akhirnya pasien menjadi
tidak mampu lagi berdiri dan berjalan, posisi pasien dalam paraplegia in flexion.
Pemeriksaan Diagnostik
Biologic marker untuk diagnosis penyakit Alzheimer belum ditemukan. Alat
bantu diagnostic yang dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksan :
1. CT-scan didapatkan gambarab atrofi otak berupa sulkus-sulkus yang
melebar dan girus-girus yang dangkal. Ventrikel lateral dan ketiga yang
melebar.
2. Elektro-ensefalogram, didapatkan gelombang lambat, biasanya pada
stadium lanjut.
3. Pungsi lumbal, biasanya normal, kadang didapatkan peningkatan protein
yang ringan.
Dengan data klinik, pemeriksaan CT-scan dan MRI, umur pasien dan
perjalanan penyakit, sensitivitas diagnostic mencapai 85-90%.
Pengobatan
Pengobatan khusus untuk penyakit Alzheimer tidak ada. Pemberian vasodilator,
stimulansia, vitamin B, C, E dosis tinggi tidak efektif. Pemberian flostigmin,
kholin dan lesitin hasilnyan kebanyakan tidak dapat dipastikan.
Tujuan utama pengobatan adalah perawatan pasien dengan memperhatikan aspek-
aspek psikososial pasien. Pada beberapa kasus dapat dilakukan pelatiha daya ingat
dan stimulasi kegemaran. Bila terdapat perubahan perilaku antisocial atau stadium
terminal, memerlukan perwatan di rumah sakit.
Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Univrsitas Gadjah Mada. 1996.