20
REFRAT Efusi Pleura Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Joko Susilo, SpP Disusun Oleh : Jhohansyah Romadona 1010221049 FAKULTAS KEDOKTERAN UPN ”VETERAN” JAKARTA Kepaniteraan Klinik Departemen Penyakit Dalam Rumah Sakit TK. III 04.06.01 WIJAYAKUSUMA Purwokerto 1

Refrat Efusi Pleura

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Refrat Efusi Pleura

REFRAT

Efusi Pleura

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Joko Susilo, SpP

Disusun Oleh :

Jhohansyah Romadona

1010221049

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN ”VETERAN” JAKARTA

Kepaniteraan Klinik Departemen Penyakit Dalam

Rumah Sakit TK. III 04.06.01 WIJAYAKUSUMA Purwokerto

PERIODE 26 November – 02 Februari 2013

1

Page 2: Refrat Efusi Pleura

EFUSI PLEURA

A. Definisi1,2

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum

pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan

eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml,

cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai

kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

B. Etiologi 1,2

A. Berdasarkan Jenis Cairan

Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan

dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan

penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat

Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi

paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak

memenuhi satu pun dari tiga criteria ini:

Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal didalam

serum.

2

Page 3: Refrat Efusi Pleura

Efusi pleura berupa :3

A. Eksudat, disebabkan oleh :

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan

efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat

dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala

perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus

dalam cairan efusi.

2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang

berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab

dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie,

Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,

Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika

ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari

rongga pleura.

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi

timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus

subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan

menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya

focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada

3

Page 4: Refrat Efusi Pleura

didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang

yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat

badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,

kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang

tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :

Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran

kapiler.

Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik

sirkulasi.

Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra

pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa

eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika

beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui

pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang

menggunakan jarum (needle biopsy).

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru

atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan

pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada

beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun

drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut

Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan

efusi parapneumonik:

Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH

bakteri.

4

Page 5: Refrat Efusi Pleura

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir

bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma.

8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

B. Transudat, disebabkan oleh :3,5

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya

adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah

akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada

sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan

tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah

subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan

ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.Tekanan hidrostatik yang meningkat pada

seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak

sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan

istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang

torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak. 

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan

dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat

transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian

garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.

3. Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil

yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan

biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis

tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan

tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal

5

Page 6: Refrat Efusi Pleura

venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau

torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.

4. Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan

tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa :

tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat

rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh

tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura

melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.

5. Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral

ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura

terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan

pleura dengan cairan dialisat.

C. Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada

hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru

diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah

terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera

membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.

Patofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura berfungsi untuk

melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena pernapasan.

Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler

pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura viseralis dengan kecepatan

yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya.3

Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses

pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam

rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu;

6

Page 7: Refrat Efusi Pleura

1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi kapiler

2). Penurunan tekanan kavum pleura

3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.

Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura5

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila

proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga empiema/piotoraks. Bila

proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemothoraks. Proses

terjadinya pneumothoraks karena pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk

ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah

tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru3.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru

seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum.

7

Page 8: Refrat Efusi Pleura

Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru

dan pneumothoraks.

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler

pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal

dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang

paling sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa

tuberkulosa. Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai transudatif atau eksudatif.3

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik yang teliti,

diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.

Manifestasi Klinis

a. Gejala Utama.

Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru

terganggu.Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh dalam dada

atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau

nyeri tumpul. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak

keringat, batuk, banyak riak.5

Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan

cairan pleural yang signifikan

b. Pemeriksaan Fisik.

Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih cembung

Palpasi. Penurunan fremitus vocal atau taktil

Perkusi. Pekak pada perkusi,

Auskultasi. Penurunan bunyi napas

Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi atelektasis

kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus.5

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan

akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,

8

Page 9: Refrat Efusi Pleura

fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan

duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati

segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis

Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong

mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan

ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.5

c. Pemeriksaan Penunjang.

Foto thoraks

Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga

pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih

tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul.3 Pada

pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi

gravitasi.3

Torakosentesis.

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik.

Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah

paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16.

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.

Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan 3:

a. Warna cairan.

Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-santrokom).

b. Biokimia.

Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat dilihat pada

tabel dibawah:

9

Page 10: Refrat Efusi Pleura

c. Sitologi.

Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel

patologis atau dominasi sel-sel tertentu.

Sel neutrofil: pada infeksi akut

Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma

maligna).

Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru

Sel mesotel maligna: pada mesotelioma

Sel giant: pada arthritis rheumatoid

Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik

Sel maligna: pada paru/metastase.

d. Bakteriologi.

Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung

mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering

pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.3

Biopsi Pleura.

Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.

Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor

pada dinding dada.3

D. Penatalaksanaan

Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).

Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).

Torakosentesis.

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi

juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai

berikut:6

1. penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan

diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada

penderita dalam posisi tidur terlentang.

10

Page 11: Refrat Efusi Pleura

2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah

sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah

batas suara sonor dan redup.

3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan

jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya

disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai

diahfrahma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum

tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura

parietalis tebal.

Gambar 2. Metode torakosentesis

4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap

aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru

secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara

mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang

berat, dan hipotensi.

Pemasangan WSD.

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan

dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman.

Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:6

1. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea

aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.

11

Page 12: Refrat Efusi Pleura

2. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar

kurang lebih 2 cm sampai subkutis.

3. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.

4. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai

mendapatkan pleura parietalis.

5. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar

ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.

6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan

kasa dan plester.

7. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang

dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan

dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat

masuk ke dalam rongga pleura.

Gambar 3. Pemasangan jarum WSD

8. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada

selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.

Untuk memastikan dilakukan foto toraks.

9. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru

telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

Pleurodesis.

12

Page 13: Refrat Efusi Pleura

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan

penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah

sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan

doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat

sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat

tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis

obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan

kembali cairan dalam rongga tersebut.6

Obat lain adalah tetrasiklin.

Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru dalam keadaan

mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garram faal,

kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah

dengan larutan garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang serta 10

ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik

narkotik diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi

rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-

ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila

dalam waktu 24 jam -48 jam cairan tidak keluar, selang toreaks dapat dicabut.5

E. Diagnosa Banding

o Konsolidasi paru akibat pneumoni

o Keganasan paru dengan disertai kolaps paru

o Pneumotoraks

o Fibrosis paru

F. Prognosa

Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh sendiri

setelah diberi pengobatan adekuat terhadap penyakit dasarnya.

13

Page 14: Refrat Efusi Pleura

DAFTAR PUSTAKA

1. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta : 2008.

2. Jeremy, et al. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi Edisi kedua. EMS.

Jakarta : 2008.

3. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

2007. Balai Penerbit FK UI Jakarta.

4. Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia. 2009

5. Maryani. 2008. Efusi Pleura. Diakses dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf pada tanggal 03 Januari 2013

6. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf pada tanggal 03 Januari

2013

14