Upload
fitrianti-tapparan
View
436
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA HEMIPARESIS DUPLEX ET CAUSA REATTACK STROKE ISKEMIK
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia dan menjadi penyebab
utama kecacatan.1 Berdasarkan data WHO, setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di
seluruh dunia menderita stroke, dimana jumlah kematian ditemukan sebanyak 5 juta
orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen.2
Stroke kini tidak hanya menyerang negara-negara maju seperti Amerika dan
Belanda, namun juga menyerang negara berkembang termasuk Indonesia karena
perubahan tingkah laku dan pola hidup masyarakat.3 Stroke menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia. Diperkirakan
setiap tahun sekitar 500.000 orang penduduk Indonesia terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat
ataupun ringan.2 Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe
Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per
1.000 penduduk).4
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinik yang berkembang cepat oleh karena gangguan fungsi otak baik fokal
maupun global dengan gejala klinis yang bertahan selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.5 Secara garis
besar stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Dari seluruh
kejadian stroke, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan
jenis stroke hemoragik.6
1
Manifestasi klinis dari stroke berupa defisit neurologis bergantung pada
neuroanatomi dan vaskularisasinya. Manifestasi yang terjadi dapat berupa
hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang melibatkan tungkai kaki atau
lengan, gangguan fungsi luhur berupa afasia, hemianopsia homonim, gangguan
ingatan, aleksia, disartria, diplopia, vertigo serta beberapa tanda klinis lainnya dapat
memberikan dampak negatif terhadap hidup pasien itu sendiri ditinjau dari berbagai
aspek.5
Secara ekonomi, dampak dari insiden dan kecacatan akibat stroke dapat
memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan status ekonomi, mulai
dari ekonomi tingkat keluarga sampai pengaruhnya terhadap beban ekonomi
masyarakat dan bangsa. Ditinjau dari segi psikologi, keterbatasan- keterbatasan fisik
yang diderita pasien dapat membuatnya merasa terasing dari lingkungan sekitarnya
dan pada akhirnya mengakibatkan depresi. Terapi dan pendekatan yang sesuai dapat
membantu pasien dalam meningkatkan kualitas hidup dan menjauhkan pasien dari
perasaan depresi dan putus asa yang dapat semakin memperburuk keadaannya.7
Rehabilitasi Medik menurut WHO adalah semua tindakan yang bertujuan
untuk mengurangi dampak disabilitas atau handicap agar penyandang cacat dapat
berintegrasi dengan masyarakat. Prinsip rehabilitasi medik pada penderita stroke ialah
mengusahakan agar sedapat mungkin pasien tidak bergantung pada orang lain.
Pelayanan rehabilitasi yang tepat memungkinkan 80% dari penderita stroke dapat
berjalan tanpa bantuan, 70% dapat menguasai atau melakukan aktifitas mengurus diri
sendiri dan 30% dapat kembali bekerja.8
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.5
2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data WHO, setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh
dunia menderita stroke, dimana jumlah kematian ditemukan sebanyak 5 juta orang
dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen.
Stroke menjadi penyebab utama kecacatan di negara-negara maju. Di
Belanda, stroke menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kecatatan pada usia
produktif. Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics), stroke
menduduki urutan ketiga penyebab kematian di Amerika setelah penyakit jantung dan
kanker.3
Stroke kini tidak hanya menyerang negara-negara maju seperti Amerika dan
Belanda, namun juga menyerang negara berkembang termasuk Indonesia karena
perubahan tingkah laku dan pola hidup masyarakat.3 Stroke menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia. Diperkirakan
setiap tahun sekitar 500.000 orang penduduk Indonesia terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat
3
ataupun ringan.2 Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe
Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per
1.000 penduduk).4
2.3. Anatomi Vaskularisasi Otak
Anatomi vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi dua bagian: sistem karotis
untuk anterior dan sistem vertebrobasiler untuk posterior. Darah arteri yang ke otak
berasal dari arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dan arteri subklavia
berasal langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus brasiosefalika berasal
langsung dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri subklavia dekstra dan arteri
karotis komunis dekstra. Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di sebelah
anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna dan di posterior oleh dua arteri
vertebralis.8
Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri
media setelah masuk ke kranium melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus. Kedua arteri tersebut memperdarahi lobus frontalis, parientalis, dan
sebagian temporal.8
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen
transversus vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui foramen
magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris taut pons dan
medulla oblongata di batang otak. Arteri basilaris bercabang menjadi arteri
serebellum superior kemudian berjalan ke otak tengah dan bercabang menjadi arteri
seberi posterior.8
4
Sirkulasi anterior kemudian bertemu dengan sirkulasi posterior dan membentuk
Sirkulus Willisi. Sirkulus ini dibentuk oleh arteri serebri anterior, arteri komunikan
anterior, arteri karotid interna, arteri komunikan posterior, dan arteri seberi posterior.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara
sistem arteri karotid dan sistem vertebrobasiler, yaitu:
1. Sirkulus Willisi yang merupakan anyaman arteri di dasar otak.
2. Anastomosis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna di dearah orbita
melalui arteri oftalmika.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis interna.8
2.4. Fisiologi Otak
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai Cerebral Blood Flow (CBF) dan
dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan
perfusi otak (Cerebral Perfusion Pressure/CPP) dan resistensi serebrovaskular
(Cerebrovascular Resistance/CVR). Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran
darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. Komponen CPP ditentukan oleh
tekanan darah sistemik (Mean Arterial Blood Pressure/MABP) dikurangi dengan
tekanan intrakranial (Intracranial Pressure/ICP), sedangkan komponen CVR
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak, struktur dinding
pembuluh darah, dan viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak.9
CBF❑=CPPCVR
=( MABP−ICP )
CVR
5
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:9
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau
tersumbat oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat
akan menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat
menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.
Autoregulasi Otak
Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan
perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150
mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat
peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan. Keadaan
inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi masih dapat
berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg dan tekanan diastolik 60 – 120
mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia, 200 mmHg merupakan
batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga
berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui
peranan dari sistem saraf otonom.9
6
2.5. Etiologi
Beberapa penyebab stroke, diantaranya :3
1. Trombosis.
a. Aterosklerosis (tersering).
b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.
c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
2. Embolisme.
a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
b. penyakit jantung reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
c. kardiomiopati iskemik.
d. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis
e. komunis, arteri vertrebralis distal.
f. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
3. Vasokonstriksi.
Vasospasma serebrum setelah perdarahan subaraknoid dan intra kranial .
2.6. Klasifikasi
Klasifikasi stroke berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua jenis yaitu
stroke hemoragik dan stroke iskemik (non-hemoragik).10
1. Stroke hemoragik
7
Stroke Hemoragik adalah stroke perdarahan yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah di otak. Menurut letaknya, stroke hemoragik dibagi menjadi dua
jenis, sebagai berikut:
a. Hemoragik intraserebral, yakni pendarahan terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemoragik subaraknoid, yakni pendarahan terjadi di dalam daerah
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak).
2. Stroke Iskemik (non-hemoragik)
Stroke iskemik disebabkan oleh kurangnya aliran darah ke otak sehingga
kebutuhan nutrisi dan oksigen di jaringan otak terganggu. Jenis-jenis stroke
iskemik berdasarkan penyebabnya antara lain:
a. Stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak, karena trombus yang makin lama
makin menebal sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.
b. Stroke embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan tertutupnya
pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusi sistemik merupakan jenis stroke yang disebabkan berkurangnya
aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung.
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke iskemik dibagi menjadi:10
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam. TIA biasanya dapat ditangani dalam satu sampai
8
dua jam, namun apabila sampai tiga jam masih belum ditangani sekitar 50%
pasien sudah terdapat infark dari hasil MRI. Setelah TIA, 10% sampai 15%
pasien akan terkena stroke.
2. Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND)
Seperti juga TIA gejala neurologi dari RIND akan menghilang lebih dari 24 jam,
biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24- 48 jam.
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48
jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang ringan
menjadi yang lebih berat.
4. Complete Stroke
Kelainan neurologis yang sudah menetap tidak berkembang lagi bergantung
daerah bagian otak mana yang mengalami infark.
2.7. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri –
arteri yang membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses
yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat
berupa:
9
1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan
thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan.
2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
hiperviskositas darah.
3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
4) ruptur vaskular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal kemudian
bekuan dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin terbentuk didalam
suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak
sebagai suatu embolus. Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis komunis
bercabang menjadi arteria karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering
terbentuknya arteriosklerosis. Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering
merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami
pembentukan plak arteriosklerosis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan
atau stenosis.11,12
10
Stroke Haemoragik
Stroke haemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak atau stroke haemoragik
yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, perdarahan subarakhnoid dan
perdarahan intraserebral.11,12
1. Perdarahan subaraknoid
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah
menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke
dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya
aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul
spontan pada umumnya dan sekitar 10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik
dan terjadi saat aktivitas.
2. Perdarahan intraserebral
Patogenesis perdarahan intraserebral adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang
sudah lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya
pembuluh darah otak akibat tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak
akibat tekanan darah yang melebihi toleransi. Penyebab perdarahan intraserebral
adalah pecahnya mikroaneurisma akibat kenaikan tekanan darah.11,12
11
Gambar 1: Patofisiologi Stroke13
2.8. Manifestasi Klinis
Stroke hemoragik biasanya bermanifestasi sebagai :10
a. Kelumpuhan wajah dan anggota gerak yang mendadak
b. Serangan pada saat aktif disertai nyeri kepala yang hebat
c. Gangguan sensibilitas daerah yang mengalami kelumpuhan
d. Ataksia, disartria
e. Mual dan muntah yang nyata
f. Gangguan penglihatan
g. Gangguan kesadaran, kejang
h. Kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan meningeal.
Gejala klinis yang biasanya ditemui pada stroke non hemoragik :10
a. Kelumpuhan wajah dan anggota gerak
b. Terjadi pada saat santai atau terjadi pada pagi hari
c. Gangguan sensibilitas daerah yang lumpuh
12
d. Disartria
e. Adanya riwayat TIA sebelumnya
f. Tidak biasanya ditemukan nyeri kepala, muntah, kejang dan kesadaran yang
menurun
g. Tidak ditemui adanya tanda rangsangan meningeal.
2.9. Faktor Resiko
Terhambatnya aliran darah ke otak beberapa detik saja dapat menyebabkan
seseorang pingsan. Penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak bisa
menyebabkan sel- sel saraf di otak menjadi rusak dan mengakibatkan kelumpuhan.
Berbagai faktor bisa menyebabkan stroke: 10
a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
- Keturunan
- Jenis kelamin
- Umur
- Ras
b) Faktor yang dapat dimodifikasi:
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Diabetes mellitus
- Obesitas (kegemukan)
- Hiperkolesterol
13
- Faktor gaya hidup yang tidak sehat (pola makan, alkohol, merokok, stress,
mendengkur)
2.10. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa penyakit stroke perlu dilakukan anamnesis yang
sistematis dan serangkaian pemeriksaan yang menunjang diagnosa.
2.10.1. Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang (timbul mendadak atau tidak, terjadi sewaktu bangun tidur, sedang
bekerja, ataupun sewaktu istirahat), riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga dan pengkajian psikososiospiritual.14
2.10.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara sistematis dengan fokus
pemeriksaan pada fungsi otak dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan pasien.
Keadaan umum pasien umumnya mengalami gangguan kesadaran dan gangguan
bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda- tanda vital:
tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi. Kualitas kesadaran pasien
merupakan parameter yang paling mendasar yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
keterjagaan pasien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikoma.14
14
Pengkajian fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus otak dan hemisfer. Pengkajian saraf kranial meliputi saraf
kranial I-XII. Pada beberapa keadaan stroke terjadi gangguan yang diakibatkan oleh
paralisis dari saraf- saraf kranial.14
Pengkajian umum motorik diperlukan untuk menelai kemampuan pergerakan
dari pasien. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau Upper Motor Neuron
(UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.10
Pemeriksaan refleks fisiologis meliputi pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Pada fase akut refleks fisiologis
sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.15
Pemeriksaan sistem sensorik dilakukan untuk menilai kemampuan sensorik
pasien. Pada pasien stroke dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi dapat ditemukan
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Kehilangan sensori karena
stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan
auditorius.15
2.10.3. Pemeriksaan penunjang
15
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan lumbal pungsi, CT Scan tanpa
kontras, MRI kepala, laboratorium darah untuk melihat profil lipid dan kolesterol,
gula darah, agregasi trombosit dan fibrinogen serta melihat status elektrolit, EKG dan
ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat penyakit jantung, dan foto
toraks.14
Diagnosa stroke hemoragik atau non hemoragik juga dapat ditegakkan dengan
menggunakan skor seperti skor Siriraj.5,14
Skor Siriraj (SSS) = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) +
(0,1 x tekanan diastolik) – (3 x penanda arteroma) – 12
Keterangan:
Derajat kesadaran : 0= kompos mentis; 1= somnolen; 2= spoor/ koma
Muntah : 0= tidak ada; 1= ada
Nyeri kepala : 0= tidak ada; 1= ada
Ateroma : 0= tidak ada; 1= salah satu atau lebih (diabetes, angina,
penyakit pembuluh darah)
Hasil:
Skor > 1: pendarahan supratentorial
Skor < 1: infark serebri
Skor -1 – 1: meragukan
2.11. Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke
16
Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan
kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik atau penyakit kronis, agar mereka
dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya. Prinsip- prinsip
rehabilitasi menurut Harsono adalah:16,17
a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dimulai sejak dokter melihat
penderita untuk pertama kalinya.
b. Tidak ada seorang penderita pun yang dapat berbaring satu hari lebih lama dari
waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi.
c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita
seutuhnya.
d. Faktor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontinuitas perawatan.
e. Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi
neuromuskuler yang masih ada, atau dengan sisa kemampuan yang masih dapat
diperbaiki dengan latihan.
f. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan serangan
berulang.
g. Penderita stroke lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya sekedar
obyek. Pihak medis, paramedik dan pihak lainnya termasuk keluarga berperan
untuk memberikan pengertian, petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita
selalu mempunyai motivasi yang kuat.
Tahap- tahap rehabilitasi pada pasien stroke meliputi:16,17
17
1. Rehabilitasi stadium akut.
Sejak awal tim rehabilitasi medik sudah diikutkan, terutama untuk mobilisasi.
Program ini dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif dimulai sesudah
prosesnya stabil, 24- 72 jam sesudah serangan kecuali perdarahan. Sejak awal
terapi wicara diikutsertakan untuk melatih otot- otot menelan yang biasanya
terganggu pada stadium akut. Psikolog dan pekerja sosial medik untuk
mengevaluasi status psikis dan membantu kesulitan keluarga.
2. Rehabilitasi stadium subakut.
Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda- tanda
depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci. Pada pasien post stroke pola
kelemahan ototnya menimbulkan postur hemiplegi. Petugas berusaha
mencegahnya dengan cara pengaturan posisi dan stimulasi sesuai kondisi pasien.
3. Rehabilitasi stadium kronik.
Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya sudah
dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita lebih banyak
dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.
Mobilisasi adalah usaha untuk mengembalikan kemampuan bergerak pasien
semaksimal mungkin. Tujuan mobilisasi pada pasien stroke adalah:16,17
1. Mempertahankan range of motion.
2. Memperbaiki fungsi pernapasan dan sirkulasi.
3. Mendorong pergerakan seseorang secara dini pada fungsi aktifitas meliputi
gerakan di tempat tidur, duduk, berdiri, dan berjalan.
18
4. Mencegah masalah komplikasi.
5. Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegi.
6. Meningkatkan kontrol dan keseimbangan duduk dan berdiri.
7. Memaksimalkan aktifitas perawatan diri.
Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini
mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi
pasif pada klien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua
jam untuk mencegah dekubitus. Pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien tidur
adalah:16,17
a. Berbaring terlentang:
Posisi kepala, leher, dan punggung harus lurus. Letakkan bantal di bawah lengan
yang lumpuh secara hati- hati, sehigga bahu terangkat ke atas dengan lengan
agak ditinggikan dan memutar ke arah luar, siku dan pergelangan tangan agak
ditinggikan.Letakkan pula bantal di bawah paha yang lumpuh dengan posisi agak
memutar ke arah dalam, lutut agak ditengkuk.
b. Miring ke sisi yang sehat:
Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu penderita
tidak memutar secara berlebihan. Kaki yang lumpuh diletakkan di depan, di
bawah paha dan tungkai diganjal dengan bantal, lutut ditekuk.
c. Miring ke sisi yang lumpuh:
19
Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu penderita tidak
memutar secara berlebihan. Tungkai agak ditengkuk, tungkai yang sehat
menyilang di atas tungkai yang lumpuh dengan diganjal bantal.
Gambar 2. Posisi berbaring terlentang Gambar 3. Posisi miring ke sisi
yang sehat
(Gambar 3. Posisi miring ke sisi yang lumpuh)
Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk melakukan
gerakan dan tidak ada ketidaknyamanan sedangkan untuk latihan gerakan pasif
adalah ketika dokter atau perawat menggerakan anggota gerak dan memerintahkan
keikutsertaan pasien agar terjadi gerakan penuh.16,17
Latihan duduk dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap untuk
kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirinya posisi duduk. Latihan
20
duduk secara aktif sering kali memerlukan alat bantu misalnya trapeze untuk
pegangan penderita. Bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat yang
memegang kuat siku sisi yang lumpuh pada tempat tidur, dengan tangan yang lain
berjabatan tangan dengan tangan penderita yang sehat. Siku penderita yang sakit
harus berada langsung di bawah bahu, bukan di belakang bahu. Latihan ini dilakukan
berulang sampai penderita merasakan gerakannya. Penyanggaan berat di siku yang
menyebar di atas sendi bahu sisi yang mampu merupakan bagian yang penting dalam
rehabilitas penderita stroke menuju penyembuhan total.16
Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik
fisioterapi: 6
a. Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi nyeri,
relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran darah superfisial.
Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave Diathermy (SWD), Ultra Sound
Diathermy (USD).
b. Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) untuk
menghilangkan nyeri dan spasme otot.
c. Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada indikasi dan
teknik yang tepat, hasil trapeutik sangat nyata. Digunakan untuk menghilangkan
nyeri otot dan tendon, spasme otot, adhesi jaringan kutan dan subkutan serta
relaksasi.
d. Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat- sifat fisik air. Manfaat
air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air yang akan mengurangi
21
efek gravitasi pada bagian manapun dari tubuh sehingga terdapat penurunan
aktifitas tubuh dan latihan tidak disertai rasa nyeri.
Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kecakapan/ keterampilan
penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi masalah-
masalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing- masing. Terapi
okupasi pada penderita stroke mencakup latihan:16,17
a. Aktifita Kegiatan Sehari-hari/AKS (makan, minum, toileting, berpakaian,
berdandan, dan lain-lain)
b. Latihan prevokasional
c. Proper Bed Positioning
d. Latihan dengan aktifitas.
Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan mencegah
atau mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu seperti tripod, quadripod,
dan walker.8
Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai
kelainan bahasa, suara, dan bicara.8
Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat penyakit,
untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya.8
Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada penderitda demi menghadapi
masalah sosial yang mempengaruhi penderita dalam hubungan dengan penyakit dan
penderita.8
22
2.12. Prognosis
Prognosis dipengaruhi usia pasien, penyebab stroke dan kondisi medis lain
yang mengawali atau menyertai stroke. Penderita yang selamat memiliki resiko tinggi
mengalami stroke kedua.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis:2
1. Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam maka
pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka
kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu.
2. Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila ditemukan
adanya: 1-4 minggu gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu fungsi tangan
belum kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap.
BAB III
LAPORAN KASUS
23
3.1. Identitas penderita
Nama : Ny. R.M
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pal 2
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Periksa : 10 Februari 2014
3.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kelemahan anggota gerak kiri dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Hal ini terjadi secara tiba-tiba pada saat penderita selesai makan,
kira-kira jam 19.00 WITA tanggal 5 Februari 2014. Penderita tidak mengalami
penurunan kesadaran, sakit kepala, muntah, maupun demam, namun disertai
dengan bicara pelo dan gangguan menelan. Saat ini penderita dapat miring
kiri/kanan dengan bantuan. Makan melalui Naso Gastrik Tube (NGT), BAK via
kateter, dan BAB via pempers.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
24
Penderita pernah dirawat di rumah sakit dari tanggal 28 Januari 2014 sampai 2
Februari 2014, dengan diagnose stroke iskemik, dimana terdapat kelemahan
pada tangan dan kaki kanan.
Penderita juga sudah pernah mendapat serangan yang sama sekitar 4 tahun
yang lalu, dimana terdapat kelemahan pada tangan dan kaki kanan dan tidak
kembali normal. Penderita berjalan dengan bantuan.
Hipertensi (+) sejak ± 10 tahun yang lalu
DM (+) sejak ± 10 tahun lalu
Hiperkolesterolemia (+) sejak ± 10 tahun lalu
Penyakit jantung, hati, dan ginjal disangkal
d. Riwayat Keluarga
Hanya pasien yang mengalami keluhan seperti ini
e. Riwayat Kebiasaan
Merokok dan alkohol (-)
f. Riwayat sosial medik
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga, sehari-hari melakukan pekerjaan
rumah sendiri. Tinggal di rumah permanen 1 lantai dengan 3 kamar tidur, dan 2
kamar mandi yang berada di dalam rumah. WC ada yang jongkok dan duduk.
Sumber listrik PLN. Sumber air PAM. Biaya pengobatan rumah sakit
menggunakan program Badan Pelayanan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS
Kesehatan).
g. Riwayat psikologi:
25
Penderita dan keluarga mengalami kecemasan dengan keadaan sakit yang dialami
penderita saat ini.
3.3. Pemeriksaan fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : T = 160/90 mmHg
R = 20 kali/menit
N = 64 kali/menit, regular, isi cukup
S = 37,4˚C
Kulit : sawo matang
Kepala : bentuk bulat simetris, lipatan nasolabial wajah kiri berkurang
Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
pupil bulat isokor ø 3 mm/3mm
refleks cahaya langsung + /+ normal
refleks cahaya tidak langsung +/+ normal
Hidung : sekret tidak ada
Telinga : sekret tidak ada
Mulut : mulut mencong ke kanan, karies tidak ada, lidah deviasi
minimal, uvula tidak ada deviasi, tonsil T1- T1 tidak
hiperemis
Leher : kaku kuduk (-)
26
trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris kiri = kanan, retraksi (-)
Jantung : S1-S2 normal, bising (-)
Paru-paru : suara pernapasan vesikuler, rhonki -/-,wheezing-/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal
hepar dan Lien tak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-
b. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4M6V5
TRM : kaku kuduk tidak ada
Nervus kranialis : paresis N. VII dan XII sentral sinistra
c. Status motorik
Pemeriksaan
Ekstremitas
superiorEkstremitas inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Gerakan ↓ ↓ ↓ ↓
Kekuatan otot 4/4/4/4 3/3/3/3 4/4/4/4 3/3/3/3
Tonus otot N ↓ N ↓
Refleks fisiologis N ↓ N ↓
Refleks patologi - - - -
d. Index Barthel
Aktifitas Tingkat kemandirian N=Nilai
27
A
Bladder
Kotinensia, tanpa memakai alat bantu 10 0
Kadang-kadang ngompol 5
Inkontinensia urin 0
B
Bowel
Kontinensia, memasan enema, suppositoria tanpa
dibantu
10 5
Dibantu 5
Inkontinensa alvi 0
C
Toilet
Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur tanpa
mencemari baju) boleh berpegang pada bar dinding
benda, memaai bad pen, dapat meletakkan di kursi dan
membersihkan diri, dibantu hanya salah satu kegiatan
diatas
10 5
Dibantu 5
D
Kebersihan
diri
Tanpa dibantu cuci muka, menyisir, hias, gosok gigi
termasuk persiapan alat-alat tersebut
5 0
Dibantu 0
E
Berpakaian
Tanpa dibantu buka/pakai baju, resleting, ikat tali
sepatu, termasuk pakaian khusus, boleh pakaian yang
disesuaikan keadaan mis: kancing depan. dibantu
sebagai sebagian minimal, setengah tidak membantu
10 5
Dibantu 5
F Tanpa dibantu memakan makanan normal lengkap 10 0
28
MakanMemakai alat-alat makan. dibantu sebagian hasil
memotong, memoles mentega
5
Dibantu 0
G
Transfer/
Berpindah
Dari kursi roda ke tempat duduk / sebaliknya termasuk
duduk dan berbaring tanpa dibantu
15 5
Bantuan minor secara fisik atau verbal pada langkah -
langkah diatas
10
Bantuan mayor secara fisik (1/2 org terlatih), tetapi
dapat duduk/ dengan tanpa dibantu
5
Tidak dapat duduk berpindah (sitting balace) 0
H
Mobilisasi
Berjalan 16 m (50 yard), boleh dengan alat bantu
kecuali rolling walker. mengayuh kursi roda 16 m,
berkeliling, berjalan tanpa dibantu
15 5
Menguasai alat bantunya, berjalan dengan bantuan
minor fisik / verbal. memakai kursi roda dengan dibantu
10
Imobile 5
I
Naik turun
tangga
Tanpa dibantu 10 0
Dibantu secara fisik / verbal 5
Dibantu 0
29
J
Mandi
Tanpa dibantu berendam 5 0
Dibantu 0
Total 100 30
Nilai Interpretasi :
0-20 Disabilitas Total
25-45 Disabilitas Berat
50-75 Disabilitas Sedang
80-90 Disabilitas Ringan
100 Mandiri
Interpretasi: Disabilitas Berat
e. Pemeriksaan Status mini mental sukar untuk dievaluasi.
3.4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium:
30
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hb 15,7 g/dl 12,0 - 17,0
Leukosit 12.900 /mm3 3.500 - 10.000
Trombosit 312 /mm3 150.000 - 390.000
Hematokrit 44,6 % 35,0 - 50,0
Natrium 141 mEq/L 135- 153
Kalium 3,21 mEq/L 3,5-4,5
Chlorida 101,1 mEq/L 98-109
Ureum 24 mg% 20 – 40
Kreatinin 0,7 mg% 0,6 - 1,1
GDP 238 mg/dl 70 – 125
Cholesterol total 233 mg/dl 160 – 200
HDL 64 mg/dl 0 – 40
LDL 151 mg/dl 0 – 150
Trigliserida 89 mg/dl 30 – 190
b. Pemeriksaan EKG : dalam batas normal
31
c. Brain CT- Scan tanpa kontras:
Kesan : Infark lama regio temporal sinistra + iskemik baru di
kapsula interna dan ganglia basalis dextra
3.5. Resume
Perempuan, 53 tahun, datang dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak kiri
dan bicara pelo. Kelemahan telah dirasakan sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sebelumnya pasien dirawat di rumah sakit tanggal 28 Januari 2014 dengan
diagnosis stroke iskemik dengan kelemahan anggota gerak kanan. Penderita juga
pernah mengalami hal yang sama kira-kira 4 tahun lalu. Penderita mempunyai
32
riwayat penyakit hipertensi (+), DM (+), dan hiperkolesterolemia (+) sejak ±10 tahun
lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TTV : TD: 160/90, N: 64x/menit, R:
22x/menit, S: 37,40C. Pemeriksaan status motorik didapatkan gerakan pada
ektremitas superior, inferior sinistra maupun dextra menurun. Kekuatan otot
ektremitas superior dan inferior sinistra 3/3/3/3 sedangkan kekuatan otot ektremitas
superior dan inferior dextra 4/4/4/4. Pemeriksaan penunjang CT-scan didapatkan
kesan Infark lama regio temporal sinistra + iskemik baru di kapsula interna dan
ganglia basalis dextra. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Gula Darah Puasa
(GDP) 233 mg/dl dan kolesterol total 238 mg/dl.
3.6. Diagnosis
Diagnosis Klinik : Hemiparesis duplex + paresis Nervus VII & XII
sentral sinistra, DM tipe 2, Hipertensi,
Hiperkolesterolemia
Diagnosis Topis : Lesi subkortikal
Diagnosis Etiologis : Reattack stroke iskemik
Diagnosis Fungsional : Disabilitas berat dalam AKS + gangguan mobilisasi,
transfer dan ambulasi.
3.7. Terapi dari bagian Neurologi
Bed rest
Elevasi kepala 30º
33
IVFD NaCl 0,9% 500 cc + 1 ampul Sohobion : NaCl 0,9% 500 cc = 1:1 -> 14
gtt/menit
Neurolin 500 mg 2x1 (iv)
Ranitidin 50 mg 2x1 (iv)
Simvastatin 10 mg tab 0-0-1
Aspilet 80 mg tab 0-1-0
3.8. Problem rehabilitasi
1. Gangguan mobilisasi, transfer dan ambulasi
2. Gangguan menelan
3. Disartria
4. Gangguan AKS
5. Pasien dan keluarga mengalami kecemasan atas keadaan sekarang.
3.9. Program rehabilitasi medik
1. Fisioterapi
Evaluasi :
- Kelemahan pada anggota gerak pada ekstremitas superior dan inferior
sinistra, dextra
- Gangguan transfer dan ambulasi
Program : - Breathing exercise
- Proper bed positioning
- Alih baring tiap 2 jam
34
- Mobilisasi bertahap
- Latihan Lingkup Gerak Sendi (LGS) aktif ekstremitas superior
inferior sinistra dextra sinistra
- Latihan penguatan otot aktif dibantu untuk ekstremitas superior
dan inferior sinistra.
- Latihan penguatan otot aktif dengan tahanan untuk ekstremitas
superior dan inferior dextra.
2. Terapi okupasi
Evaluasi :
- Kelemahan anggota gerak kiri dan kanan (kekuatan otot ektremitas
superior sinistra 3/3/3/3, ektremitas inferior sinistra 3/3/3/3, ektremitas
superior dextra 4/4/4/4, dan ektremitas inferior dekstra 4/4/4/4)
- Kesulitan melakukan AKS
Program :
- Latihan peningkatan AKS dengan keterampilan
3. Ortotik prostetik
Evaluasi:
- Kelemahan anggota gerak kiri dan kanan
- Gangguan transfer dan ambulasi
Program: Rencana penggunaan walker.
4. Terapi wicara
35
Evaluasi :
- Gangguan menelan
- Disartria
Program :
- Latihan menelan
- Masase otot artikulasi dan bicara
- Latihan otot bicara dan artikulasi
- Latihan bicara dan artikulasi
5. Psikologi
Evaluasi :
- Kontak dan pengertian baik
- Motivasi untuk berobat dan latihan baik
Program :
- Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk berobat
dan berlatih secara teratur
6. Sosial medik
Evaluasi :
- Biaya perawatan : BPJS Kesehatan
- Rumah tinggal permanen, lantai ubin, dinding tembok dan toilet
jongkok
Program :
36
- Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk berobat
dan berlatih secara teratur
- Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.
6. Home Program
Edukasi :
- Rajin minum obat
- Rajin latihan
- Olahraga teratur
- Atur pola makan yang sehat
- Hindari stress
A. Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
DAFTAR PUSTAKA
37
1. Xu C. Confers risk of ischemic stroke in Chinese Han population. J Stroke.
2010:41;1587-1592.
2. Ovina Y, Yuwono. Hubungan pola makan, olahraga, dan merokok terhadap
prevalensi penyakit stroke non hemoragik. The Jambi Medical Journal.
2013:1;1-3.
3. Janssen AWM, Leeuw FE, Janssen MCH. Risk factors for ischemic stroke
and transient ischemic attack in patients under age 50. J Thromb
Thrombolysis. 2011:31;85-91.
4. Hasnawati, Sugito, Purwanto H, Brahim R. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat
Data dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009
5. Dewanto D, Suwono W. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit. Jakata: EGC; 2004. Hal: 26.
6. Davenport R, Dennis M. Neurological emergencies: Acute stroke. J Neurol
Neurosurg Psychiatry. 2000:68;277-288.
7. Tim Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK Undip. Penatalaksanaan stroke.
Dalam : Materi Lokakarya Stroke. Semarang : Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Saraf FK Undip. 1996.
8. Sengkey LS, Angliadi LS, Mogi TI. Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Medik. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik; 2006.
Hal: 2-15.
38
9. Guyton AC. Hall JE. Aliran darah serebral, Cairan serebrospinal, dan
metabolisme otak. Dalam: Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. EGC.
Jakarta. 2006. H.801-808.
10. Gofir A. Pengantar Manajemen Stroke Komprehensif. Yogyakarta: Pustaka
Cendikia; 2007.
11. Cuccurullo SJ, Zorowitz RD, Baerga E. Stroke. Dalam Physical Medicine and
Rehabilitation Board Review. 2nd Edition. Demosmedical. New York.
2010:2;25.
12. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
EGC:Jakarta. 2007.
13. MedicineNet, 2011. MedicineNet. www.medicinenet.com
14. Kotambunan RC. Diagnosis Stroke. Bagian Neurologi FK UNSRAT/SMF
RSUP Prof. Kandou. Manado; 1995: 1-12.
15. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Ed 1. Yogyakarta: Gajah Mada;1996.
16. Sinaki M, Dorsher PT. Rehabilitation After Stroke. In : Basic Clinical
Rehabilitation Medicine. Philadelpia. Mosby; 1993: 87-88.
17. Angliadi LS. Rehabilitasi Medik pada Stroke. Proceeding Symposium Stroke
Up Date. Manado. Perdosri, 2001.
39