Upload
phamxuyen
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
REKENING DANA INVESTASI
Daftar Isi:
I. Pendahuluan 1
1. Peraturan 1
2. Kontribusi RDI terhadap Pembiayaan APBN 1
3. Posisi Piutang RDI/RPD/SLA 3
II. Permasalahan 5
1. Hasil Pemeriksaan BPK 5
2. Hasil Evaluasi BPKP 6
3. Rencana Restrukturisasi SLA/RDI/RPD : 9
a. Restrukturisasi Piutang Pada BUMN 9
b. Restrukturisasi Piutang Pada PDAM 10
c. Restrukturisasi Piutang Pada Pemda 12
III. Kesimpulan 14
Lampiran Matrik Tindak Lanjut Rekomendasi BPK atas LHP Penerusan Pinjaman 2009
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
1
I. PENDAHULUAN
1. Peraturan
Rekening Dana Investasi (RDI) pertama kali dibentuk pada tahun 1971 oleh
pemerintah melalui Dewan Moneter. Pembentukan rekening ini bertujuan
untuk menampung pinjaman luar negeri akibat terbatasnya ketersediaan
sumber pendanaan dalam negeri yang diperlukan dalam rangka pembiayaan
kegiatan pembangunan pada awal Pelita I. Pinjaman luar negeri ini kemudian
diteruskan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam bentuk pinjaman.
Penetapan RDI dituangkan dalam Keputusan Dewan Moneter Nomor
07/KEP/DM/1971, tanggal 31 Desember 1971. Di dalam Keputusan Dewan
Moneter ini juga ditetapkan penggunaan dana yang ditampung dalam rekening
tersebut.
Menurut Pasal 2 KMK No. 346/KMK.017/2000 sumber dana RDI antara lain
terdiri dari :
a. Pembayaran kembali pokok pinjaman yang berasal dari pinjaman/hibah luar
negeri yang diteruspinjamkan kepada BUMN, BUMD, Pemda, dan penerima
pinjaman lainnya;
b. Pembayaran kembali pokok pinjaman yang berasal dari RDI yang
dipinjamkan kepada BUMN, BUMD, Pemda, dan penerima pinjaman lainnya;
c. Dana APBN yang dialokasikan Pemerintah untuk RDI guna pembiayaan
investasi dan modal kerja proyek-proyek pemerintah;
2. Kontribusi RDI terhadap Pembiayaan APBN
Dalam APBN, RDI berperan sebagai salah satu sumber pembiayaan non utang.
Setoran RDI untuk pembiayaan anggaran berasal dari setoran penerimaan
pembayaran kembali pokok pinjaman atas; (1) penerusan pinjaman luar
negeri (Subsidiary Loan Agreement – SLA) (2) pinjaman RDI dan (3) pinjaman
Rekening Pembangunan Daerah (RPD).
Sejak tahun 2005, Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan
Daerah (RPD) mempunyai kontribusi yang besar sebagai sumber penerimaan
PNBP dan penerimaan pembiayaan.
Posisi saldo RDI dan RPD pada periode 2005 – 2011 dapat dilihat pada tabel 1
berikut :
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
2
2005 2006 2007 2008 2009 2010 20111. Akumulasi saldo awal tahun 12.23 5.73 4.26 0.45 0.07 - - 2. Penerimaan tahun berjalan 9.66 7.96 8.63 8.23 5.19 7.173. Pengeluaran tahun berjalan 16.16 9.43 12.44 8.61 5.26 7.17
8.00 7.38 7.85 8.23 1.49 1.67b. Setoran ke Rek BUN untuk Pembiayaan 7.15 2.00 4.00 0.30 3.70 5.50 6.80c. Pengeluaran Lainnya 1.01 0.05 0.59 0.08 0.07 04. Akumulasi saldo akhir tahun 5.73 4.26 0.45 0.07 - - Sumber : Kementerian Keuangan, diolah
a. Setoran pelunasan piutang/penerimaanbunga penerusan pinjaman
UraianTahun Anggaran
Tabel 1. Pengelolaan RDI dan RDP Tahun 2005 - 2011(triliun rupiah)
Tabel 1 menunjukkan saldo RDI setiap tahunnya mengalami penurunan,
bahkan di akhir tahun 2009 dan akhir tahun 2010 tidak ada saldo tersisa. Hal
ini disebabkan seluruh penerimaan pada tahun berjalan digunakan seluruhnya
untuk pembiayaan dan setoran PNBP.
Per 31 Desember 2009 posisi piutang SLA/RDI/RPD sebesar R. 65,736 triliun, di
mana Rp. 15, 417 Triliun-nya merupakan tunggakan dan 89,88% dari total
tunggakan tersebut masuk ke dalam kategori macet. Pengembalian pinjaman
dari BUMN/Pemda/PDAM yang macet harus segera ditangani karena
membebani keuangan pemerintah.
Kontribusi RDI sebagai sumber pembiayaan APBN dapat dilihat pada grafik 1
dan tabel 2 di bawah ini.
Grafik 1. Perbandingan Penerimaan RDI dan Pengeluarannya untuk Pembiayaan APBN
Sumber: Kementrian Keuangan, diolah
9.66
7.968.63 8.23
5.19
7.177.15
2.00
4.00
0.30
3.70
5.50
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Penerimaan Pengeluaran untuk Pembiayaan APBN
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
3
Tabel 2. Peranan RDI dalam Pembiayaan APBN
Tahun Keterangan
2005 Penggunaan RDI dan RPD untuk pembiayaan defisit APBN mencapai Rp7,2 triliun atau 58,4% terhadap saldo awalnya
2006 Pembiayaan defisit mencapai Rp2,0 triliun atau 34,9% terhadap saldo awal tahun 2006
2007 Pembiayaan defisit mencapai Rp4,0 triliun atau 93,8% dari saldo awal tahun 2007
2008 Seiring dengan makin rendahnya saldo rekening RDI sebagai akibat jumlah
pengembalian pokok utang yang makin kecil, tahun 2008 realisasi saldo rekening RDI untuk pembiayaan defsit turun menjadi Rp0,3 triliun atau 66,4% dari saldo awal tahun 2008
2009 Dalam RAPBNP 2009 target penerimaan dari Rekening Dana Investasi ditetapkan sebesar Rp5,2 Triliun. Penerimaan tersebut disetorkan ke dalam pembiayaan sebesar Rp3,7 Triliun sedangkan penerimaan bunga atas penerusan pinjaman
sebesar Rp1,5 Triliun disetorkan sebagai PNBP
2010 Setoran RDI dalam pembiayaan anggaran dalam APBNP 2010 ditetapkan sebesar Rp5,5 Triliun yang berarti meningkat Rp1,8 Triliun dibandingkan tahun sebelumnya
2011 Dalam RAPBN 2011, pembiayaan non utang yang berasal dari RDI ditetapkan sebesar Rp6,8 Triliun.
Sumber: Nota Keuangan beberapa tahun
3. Posisi Piutang RDI/RPD/SLA
Posisi piutang RDI/RPD/SLA per 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp. 65,736
Triliun. Penjelasan lebih lanjut mengenai piutang RDI/RPD/SLA dapat dilihat
pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Posisi Piutang RDI/RPD/SLA
Sumber: LKPP 2009
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
4
Non SLA, 0.06%RDI, 13.68%
RPD, 3.25%
Total
SLA, 83.01%
Grafik 2 menunjukkan bahwa 83,01% dari total piutang adalah berasal dari
SLA.
Grafik 2. Komposisi Piutang RDI/RPD/SLA per 31 Desember 2009
Sumber: LKPP 2009
Dari tabel 3 diatas dapat diketahui total tunggakan adalah sebesar
Rp15,417.542.043 juta, dimana piutang tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Tabel 4. Klasifikasi Piutang RDI
Tunggakan Kewajiban Pinjaman 31 Desember 2009 (Audited)
(dalam juta rupiah)
Pokok 5.766.977,85
Bunga 5.620.923,04
Biaya Lainnya 4.029.641,54
Sumber: LKPP 2009
Tunggakan RDI dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kolektibilitasnya
seperti terlihat pada tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi tunggakan RDI berdasarkan tingkat kolektibilitasnya
Kategori Rp juta %
Dalam perhatian 118.961,19 0,77
Kurang lancar 136.843,77 0,89
Diragukan 1.304.250,08 8,46
Macet 13.857.487,39 89,88
Jumlah 15.417.542,43 100,00
Sumber: LKPP 2009
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
5
Tabel 5 menunjukkan 89,88% tunggakan termasuk ke dalam kategori macet
sehingga besar kemungkinan tunggakan tersebut tidak dapat ditagih.
Dilihat dari sisi penerimaan RDI sepanjang tahun 2005-2011, maka penerimaan
yang tertinggi pada tahun 2005 yaitu Rp9,6 Triliun. Tentunya nilai penerimaan
tersebut sangat kecil dibandingkan outstanding RDI. Sebagai informasi, pada
31 Desember 2008 piutang RDI adalah sebesar Rp 73,3 Triliun sedangkan
penerimaan pembayaran kembali pokok pinjaman yang diterima pada tahun
2009 adalah Rp5,19 Triliun atau hanya 6,8% dari total piutang RDI.
Pada 31 Desember 2009, piutang RDI/RPD/SLA menurun menjadi Rp 65,7
Triliun. Penurunan piutang ini perlu dicermati apakah karena ada pelunasan
/pengembalian pinjaman atau terkait dengan penghapusan piutang RDI pada
PDAM ataupun kebijakan swap debt to investment. (LKPP 2009).
II. PERMASALAHAN
Penerusan pinjaman kepada BUMN, Pemda dan PDAM masih diperlukan mengingat
keterbatasan akses Pemda/BUMN/PDAM terhadap sumber pembiayaan. Seperti
diuraikan sebelumnya, pada penerusan pinjaman ini terdapat tunggakan macet
oleh BUMN, Pemda dan PDAM. Permasalahan ini akan membebani keuangan
pemerintah yang dalam hal ini bertindak sebagai peminjam dan memiliki kewajiban
untuk membayar pokok maupun bunganya kepada pemberi pinjaman luar negeri.
Permasalahan penerusan pinjaman tidak hanya mengenai piutang yang macet,
akan tetapi menyangkut pengelolaan dan mekanismenya seperti yang dijelaskan
berikut:
1. Hasil Pemeriksaan BPK
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penerusan pinjaman
pertama kali dilakukan pada Tahun 2005, namun BPK mulai memberikan opini
atas LK BA 098 tahun 2006. Atas LK BA 098 tahun 2006, 2007 dan 2008 serta
LK BA 999. LK BA 999.04 Tahun 2009, BPK tidak memberikan pendapat (TMP)
disebabkan karena permasalahan ketidaktersediannya catatan/dokumen yang
memadai atas saldo tagihan SLA/RDI/RPD kepada Pemda/BUMN/BUMD yang
dilaporkan sebagai Investasi Jangka Panjang SLA/RDI/RPD dalam neraca LK BA
Penerusan Pinjaman, penyajian atas investasi non permanen yang belum
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah yang mengharuskan penyajian
investasi non permanen sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (Net
Realizable Value/NRV) serta belum adanya data mengenai berapa tagihan dana
bergulir yang dapat direalisasikan dan berapa yang merupakan tagihan macet.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
6
Hasil Pemeriksaan BPK atas Penerusan Pinjaman (BA 999.04)
Di bawah ini dapat dilihat rekapitulasi temuan BPK atas penerusan pinjaman:
a. Pencatatan realisasi penerusan pinjaman dilaporan realisasi anggaran tidak
berdasarkan dokumen sumber yang valid, a.l. sebesar Rp. 439 Miliar tidak
dapat ditelusuri
b. Perbedaan data pinjaman Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen (Dit.
EAS) dengan Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit. SMI)
c. Nilai investasi tidak dapat diyakini kewajarannya d. Pengelolaan Rekening Dana Investasi/Rekening Pembangunan Daerah tidak
tertib e. Pengeluaran di luar meaknisme APBN f. Program restrukturisasi piutang macet belum optimal, termasuk tunggakan
yang berasal dari debitur bank beku operasi/bank beku kegiatan usaha
(BBO/BBKU).
Permasalahan di dalalm Pengelolaan Penerusan Pinjaman:
a. Permasalahan mengenai keakurasian penyajian nilai yang sudah disalurkan
(total Rp65,74 Triliun, diantaranya tunggakan Rp15,42 Triliun)
b. Permasalahan pengelolaan tahun berjalan, khususnya pencatatan realisasi
Penerusan Pinjaman tahun berjalan (tahun 2009 yang diaudit tahun 2010)
2. Hasil evaluasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Terdapat beberapa kelemahan dalam pengelolaan penerusan pinjaman:
a. Belum ada grand strategy pengelolaan utang (secara menyeluruh) yang
dapat digunakan sebagai acuan /pedoman dalam penerusan pinjaman yang
mengakibatkan kurang jelasnya arah, kebijakan serta penentuan portofolio
penerusan pinjaman ke Pemda dan BUMN/D.
b. Pengelolaan penerusan pinjaman belum didukung dengan basis informasi
(data base) yang kuat terhadap Pemda dan BUMN/D sebagai alat kendali
dalam pengelolaan penerusan pinjaman sejak perencanaan sampai dengan
pengembalian dan penyelesaian tunggakan pinjaman.
c. Proses penyelesaian utang pemerintah menggunakan pendekatan entitas,
sehingga untuk uatang-utang BUMN /D dan Pemda dilakukan untuk jumlah
utang yang macet, tidak berdasarkan sumber dana (loan induknya).
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
7
a. Akibatnya penyelesaiannya tidak mudah dituntaskan dengan baik dan
berpotensi penyebab selisih penyajian data utang yang sulit ditelusuri.
d. Belum ada aturan yang mencegah pemberian penerusan pinjaman kepada
BUMN/D atau Pemda yang mempunyai tunggakan
a. Metode pengendalian yang ada saat ini (diterapkan oleh Direktorat Sistem
Manajamen Investasi (Dit SMI) adalah mengupayakan adanya SBU atau
rekening (escrow account) yang mengatur bahwa dana dari sumber
penerusan pinjaman hanya dapat digunakan untukmembiayai pengeluaran
terkait denagn kegiatan yang disepakati pada perjanjian penerusan
pinjamannya.
e. Unit pengelola penerusan pinjaman pada DJPB (Direktorat Sistem
Manajemen Investasi (Dit. SMI)) belum mempunyai database mengenai
kondisi fiscal daerah untuk dasar pertimbangan dalam pemberian
persetujuan penerusan pinjaman kepada Pemda.
Catatan: Berdasarkan hasil diskusi dengan Ibu Anandy Wati dari
Kementrian Keuangan diperoleh informasi bahwa penentuan kondisi fiscal
daerah akan bekerja sama dengan Direktorat Perimbangan)
f. Unit pengelola penerusan pinjaman (Direktorat Sistem Manajemen Investasi
(Dit. SMI) – DJPB) belum pernah melakukan analisis cost-effectiveness
antara pinjaman luar negeri dengan penerusan pinjamannya, sehingga
belum dapat diketahui apakah penggunaan pinjaman luar negeri telah
dilaksanakan secara efektif.
g. Dalam rangka penyelesaian piutang pemerintah yang macet pada
penerusan pinjaman, pemerintah mengambil langkah restrukturisasi
terhadap BUMN, BUMD/PDAM dan Pemda yang melalui Peraturan Menteri
Keuangan tahun 2008. Restrukturisasi ini harus benar-benar diawasi agar
permasalahan piutang macet ini dapat diselesaikan sesuai target yang
ditetapkan.
Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ada beberapa
kelemahan dalam penanganan tunggakan dari penerusan pinjaman kepada
Pemda/BUMN/BUMD sebagai berikut:
a. Pelaksanaan evaluasi terhadap penerusan pinjaman dan penyelesaian
tunggakan utang Pemda/BUMN/D bersifat insidentil sesuai dengan
kebutuhan dari proses restrukturisasi utang, akibat dari keterbatasan waktu
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
8
dan terbatasnya SDM yang memiliki kemampuan teknis untuk melakukan
evaluasi atas usulan pinjaman, sehingga berpotensi pemberian penerusan
pinjaman yang tidak tepat dan meningkatnya tunggakan
b. Strategi penanganan tunggakan piutang berupa kebijakan penyelesaian
piutang macet (PMK No. 146/KM.1/2008 untuk restrukturisasi Piutang pada
BUMN, dan PMK No. 153/PMK.05/2008 untuk restrukturisasi Piutang pada
Pemda) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Komite Penyelesaian Piutang
Negara. Penerusan pinjaman di internal Direktorat Sistem Manajemen
Investasi (Dit. SMI) belum didukung dengan strategi dan prosedur yang
memadai yang dapat mencegah terjadinya piutang macet yang berujung
pada penyerahan penyelesaiannya pada Komite Penyelesaian Piutang
Negara
c. PMK Restrukturisasi Piutang (dari penerusan pinjaman) belum didukung
dengan manual & tools yang dapat dijadikan panduan operasional atas
pelaksanaan evaluasi penerusan pinjaman maupun proses restrukturisasi
tunggakan utang Pemda/BUMN/D serta memudahkan
pengawasan/pengendaliannya
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
9
3. Rencana Restrukturisasi SLA/RDI/RPD Target dan proyeksi penerimaan kembali piutang SLA/RDI/RPD untuk kurun
waktu 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Target dan Proyeksi Penerimaan Kembali Piutang 2010-2014
Dalam milyar rupiah
KELOMPOK POKOK/BUNGA 2010 *) 2011 2012 2013 2014
RDI/RPD TOTAL 697,24 747,59 722,10 658,94 585,19
POKOK 522,55 567,34 754,57 536,80 485,94
BUNGA 174,69 180,25 147,52 122,14 99,25
SLA TOTAL 7.981,65 6.543,27 5.692,22 5.387,60 5.721,92
POKOK 4.981,60 4.897,97 4.187,44 4.062,26 4.543,27
BUNGA 3.000,05 1.645,30 1.504,78 1.325,34 1.178,65
TOTAL 8.678,89 7.290,86 6.414,32 6.046,54 6.307,12
TOTAL
POKOK
PENERIMAAN
PEMBIAYAAN 5.504,15 5.465,31 4.762,01 4.599,06 5.029,21
TOTAL
BUNGA PNBP 3.174,74 1.825,55 1.652,60 1.447,48 1.277,90
Sumber: Kementrian Keuangan
*) - Realisasi s.d 31 Agustus 2010: Rp. 4.584,43 M
- Bunga SLA sebesar Rp. 3.000,05 milyar rupiah termasuk Rp. 1,6 T yang merupaka sisa akumulasi
RDI/RPD dari fluktuasi kurs valas yang disetor ke Kas Negara dan rekening tersebut akan ditutup akhir
TA 2010
Dalam upaya penyelesaian piutang yang macet pada penerusan pinjaman,
pemerintah mengambil langkah restrukturisasi yang ditetapkan dalam peraturan
menteri keuangan.
a. Restrukturisasi Piutang Pada BUMN
Restrukturisasi piutang BUMN diatur dalam PMK No. 146/KM.1/2008.
Restrukturisasi ini dapat dilakukan beberapa cara sebagai berikut:
• Penjadwalan kembali
• Perubahan persyaratan
• Penyertaan modal Negara
• Penghapusan
Cara penyelesaian di atas dapat dilakukan dengan lebih dari satu cara (atau
kombinasi).
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Gambar 2. Mapping Piutang pada BUMN Per 31 Agustus 2010
Sumber: Kementrian Keuangan
b. Restrukturisasi Piutang Pada
Restrukturisasi Piutang pada PDAM diatur di dalam PMK Np. 120/2008.
Adapun tujuan restrukrisasi PDAM dapat dilihat pad
Gambar 3. Tujuan Restrukturisasi PDAM
Sumber: Kementrian Keuangan
PMK No. 120/2008 mengatur juga metode p
di mana Cut off Date tunggakan ditetapkan tanggal 19 Agustus 2008.
Penyelesaian tunggakan PDAM ini diklasifikasikan menjadi 2 bagian sebagai
berikut (Kementrian Keuangan)
1. Tunggakan PokokDalam Pasal 9 dan 10 ditetapkan bahwa
dilaksanakan penjadwalan kembali,
Gambar 2. Mapping Piutang pada BUMN Per 31 Agustus 2010
Sumber: Kementrian Keuangan
Restrukturisasi Piutang Pada PDAM
Restrukturisasi Piutang pada PDAM diatur di dalam PMK Np. 120/2008.
Adapun tujuan restrukrisasi PDAM dapat dilihat pada gambar 3
Gambar 3. Tujuan Restrukturisasi PDAM
Sumber: Kementrian Keuangan
PMK No. 120/2008 mengatur juga metode penyelesaian tunggakan PDAM,
Cut off Date tunggakan ditetapkan tanggal 19 Agustus 2008.
Penyelesaian tunggakan PDAM ini diklasifikasikan menjadi 2 bagian sebagai
(Kementrian Keuangan):
Tunggakan Pokok
Dalam Pasal 9 dan 10 ditetapkan bahwa untuk tunggakan pokok
dilaksanakan penjadwalan kembali, di mana penetapan jangka waktu
32
10
Restrukturisasi Piutang pada PDAM diatur di dalam PMK Np. 120/2008.
a gambar 3 di bawah ini.
enyelesaian tunggakan PDAM,
Cut off Date tunggakan ditetapkan tanggal 19 Agustus 2008.
Penyelesaian tunggakan PDAM ini diklasifikasikan menjadi 2 bagian sebagai
untuk tunggakan pokok
di mana penetapan jangka waktu
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
11
penjadwalan ditentukan berdasarkan penilaian Komite terhadap kinerja
PDAM, Laporan Keuangan dan Business Plan.
2. Tunggakan Non Pokok Metode penyelesaian tunggakan non pokok dibedakan untuk PDAM yang
berkinerja kurang sehat dan sakit dengan PDAM berkinerja sehat. Di
dalam Pasal 6 disebutkan bahwa untuk PDAM berkinerja kurang
sehat dan sakit akan dilakukan penghapusan seluruh tunggakan
non pokok.
Sedangkan penyelesaian tunggakan non pokok PDAM berkinerja sehat
yang diatur dalam pasal 7 merupakan kombinasi antara
penghapusan sebagian non pokok dan penghapusan melalui
Debt Swap to Investment (DSTI) yang dibedakan berdasarkan
kapasitas fiscal suatu daerah sebagai berikut:
• Kapasitas fiscal daerah tinggi: Penghapusan tunggakan non pokok
40%, DSTI 60%
• Kapasitas fiscal daerah sedang: Penghapusan tunggakan non pokok
50%, DSTI 50%
• Kapasitas fiscal daerah rendah: Penghapusan tunggakan non pokok
60%, DSTI 40%
Penetapan penghapusan tunggakan dilakukan oleh:
a. Menteri Keuangan: untuk jumlah sampai dengan Rp. 10 Miliar
b. Presiden: untuk jumlah lebih dari Rp. 10 Miliar sampai dengan Rp. 100 Miliar
c. Presiden dengan persetujuan DPR untuk jumlah lebih dari Rp. 100 Miliar
Kebijakan penghapusan tunggakan diharapkan lebih transparan dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Selama periode penyelesaian piutang, PDAM wajib menyampaikan dokumen
sebagai berikut :
a. Laporan pelaksanaan Business Plan ; b. Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja yang telah diaudit; dan c. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)/Rencana Anggaran
Biaya (RAB) PDAM yang telah disahkan Gubernur/Bupati/Walikota/Badan
Pengawas.
Laporan pelaksanaan pada point a dan b disampaikan kepada Menteri c.q
Direktur jenderal paling lambat pada tanggal 31 Juli untuk dokumen tahun
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
sebelumnya, sedangkan dokumen
c.q Direktur jenderal pa
Atas pelaksanaan
melakukan evaluasi dan pemantauan
1. Tahun ke-1 dan ke2. Tahun ke-3 dan
Jika dalam hasil evaluasi dari pemantauan
pelaksanaan Business Plan, Komite menyampaikan rekomendasi kepada
Menteri untuk memberikan peringatan tertulis kepada PDAM dan/atau
Gubernur/Bupati/Walikota.
Pada gambar 4
komposisi tunggakannya.
Gambar 4. Mapping Piutang pada
Sumber: Kementrian Keuangan
c. Restrukturisasi Piutang Pada Pemda
Restrukturisasi
153/PMK.05/2008, dimana cara penyelesaian tunggakan pemda dapat
dilihat pada gambar 5.
sebelumnya, sedangkan dokumen pada point c disampaikan kepada Menteri
c.q Direktur jenderal paling lambat pada tanggal 1 Maret tahun berjalan.
tas pelaksanaan business plan, komite penyelesaian piutang Negara
melakukan evaluasi dan pemantauan secara periodik selama 5 tahun:
1 dan ke-2 paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun
3 dan selanjutnya paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun
hasil evaluasi dari pemantauan ada indikasi
pelaksanaan Business Plan, Komite menyampaikan rekomendasi kepada
Menteri untuk memberikan peringatan tertulis kepada PDAM dan/atau
/Bupati/Walikota.
Pada gambar 4 di bawah ini dapat dilihat mapping piutang PDAM beserta
komposisi tunggakannya.
. Mapping Piutang pada PDAM Per 26 November 2010
Sumber: Kementrian Keuangan
Restrukturisasi Piutang Pada Pemda
Restrukturisasi piutang pada Pemda diatur dalam PMK No.
153/PMK.05/2008, dimana cara penyelesaian tunggakan pemda dapat
dilihat pada gambar 5.
12
c disampaikan kepada Menteri
ling lambat pada tanggal 1 Maret tahun berjalan.
omite penyelesaian piutang Negara
secara periodik selama 5 tahun:
2 paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun
selanjutnya paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun
ada indikasi penyimpangan
pelaksanaan Business Plan, Komite menyampaikan rekomendasi kepada
Menteri untuk memberikan peringatan tertulis kepada PDAM dan/atau
di bawah ini dapat dilihat mapping piutang PDAM beserta
piutang pada Pemda diatur dalam PMK No.
153/PMK.05/2008, dimana cara penyelesaian tunggakan pemda dapat
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Gambar 5. Cara penyelesaian tunggakan Pemda
Sumber: Kementrian Keuangan
Kriteria penjadwalan kembali tunggakan pokok PEMDA
Jangka waktu Penjadwalan kembali tunggakan pokok Pemda didasarkan
pada kemampuan dan kapasitas fi
berubah dan jangka waktu
Menteri Keuangan.
Jangka waktu penjadwalan
sebagai berikut:
1. Total tunggakan kurang dari Rp. 15 Miliar : Maksimal 4 Tahun
2. Total tunggakan antara Rp. 15 Miliar s.d. Rp. 25 Miliar : Maksimal 6 Tahun
3. Total tunggakan lebih dari Rp. 25 Miliar : Maksimal 8 Tahun
Pada gambar 6 dapat dilihat mapping piutang pada Pemda
Gambar 6. Mapping Piutang Pada Pemda Per Tanggal 26 November 2010
Sumber: Kementrian Keuangan
Gambar 5. Cara penyelesaian tunggakan Pemda
Sumber: Kementrian Keuangan
Kriteria penjadwalan kembali tunggakan pokok PEMDA
Jangka waktu Penjadwalan kembali tunggakan pokok Pemda didasarkan
kemampuan dan kapasitas fiskal suatu daerah, suku bunga tidak
berubah dan jangka waktu berlaku sejak ditetapkannya dengan persetujuan
Menteri Keuangan.
Jangka waktu penjadwalan dibedakan menurut besarnya tunggakan
sebagai berikut:
Total tunggakan kurang dari Rp. 15 Miliar : Maksimal 4 Tahun
Total tunggakan antara Rp. 15 Miliar s.d. Rp. 25 Miliar : Maksimal 6 Tahun
Total tunggakan lebih dari Rp. 25 Miliar : Maksimal 8 Tahun
ambar 6 dapat dilihat mapping piutang pada Pemda
. Mapping Piutang Pada Pemda Per Tanggal 26 November 2010
umber: Kementrian Keuangan
13
Jangka waktu Penjadwalan kembali tunggakan pokok Pemda didasarkan
suatu daerah, suku bunga tidak
berlaku sejak ditetapkannya dengan persetujuan
dibedakan menurut besarnya tunggakan
Total tunggakan kurang dari Rp. 15 Miliar : Maksimal 4 Tahun
Total tunggakan antara Rp. 15 Miliar s.d. Rp. 25 Miliar : Maksimal 6 Tahun
Total tunggakan lebih dari Rp. 25 Miliar : Maksimal 8 Tahun
ambar 6 dapat dilihat mapping piutang pada Pemda
. Mapping Piutang Pada Pemda Per Tanggal 26 November 2010
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
14
III. KESIMPULAN
Penerusan pinjaman kepada BUMN, Pemda dan PDAM masih diperlukan mengingat
keterbatasan akses Pemda/BUMN/PDAM terhadap sumber pembiayaan.
Permasalahan tunggakan macet dalam penerusan pinjaman akan membebani
keuangan pemerintah yang dalam hal ini bertindak sebagai peminjam dan memiliki
kewajiban untuk membayar pokok maupun bunganya kepada pemberi pinjaman
luar negeri.
Dalam rangka penyelesaian piutang pemda, pemerintah belum bisa menerapkan
pemotongan DAU dan/atau DBH karena selain tidak adanya pengaturan sanksi
dalam perjanjian pinjaman tersebut, pemotongan DAU/DBH ini akan mengurangi
alokasi dana untuk rakyat. Pemerintah diharapkan mengambil langkah alternative
lainnya dalam rangka menerapkan mekanisme reward/punishment untuk
penyelesaian piutang ini.
Dalam upaya penanganan piutang penerusan pinjaman pada BUMN, Pemda dan
PDAM, pemerintah telah memiliki skema restrukturisasi beserta target dan proyeksi
penerimaan kembali Piutang 2010-2014. Oleh karena itu diperlukan komitmen
yang kuat dari pemerintah beserta stakeholder agar target penerimaan kembali
piutang dapat tercapai. Dalam hal ini tentunya DPR memiliki peranan yang besar
dalam mengawasi pengelolaan RDI.
Permasalahan dalam penerusan pinjaman tidak hanya mengenai tunggakan yang
macet, akan tetapi juga mengenai pengelolaannya, di mana belum ada grand
strategy pengelolaan utang (secara menyeluruh) yang dapat digunakan sebagai
acuan /pedoman dalam penerusan pinjaman. Untuk mencegah terjadinya
tunggakan dalam penerusan pinjaman pada masa yang akan datang, pemerintah
diharapkan segera memberlakukan aturan yang dapat mencegah pemberian
penerusan pinjaman kepada BUMN/D atau Pemda yang mempunyai tunggakan.