Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Peningkatan Konektivitas melalui
Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan
Sistem Logistik
Reform Leader Academy (RLA) Angkatan III
Connectivity for Better Synergy: Alignment Between Transportation,
Logistics, Information Technology and Regional Development
Lembaga Administrasi Negara
2015
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... .. i
DAFTAR PESERTA ................................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1. Diklat RLA III ....................................................................................................... 1
1.2. Rujukan Kebijakan bagi Proyek Perubahan (Breakthrough) ............................ 1
1.3. Tahapan Pelaksanaan Proyek Perubahan (Breakthrough) ............................... 3
1.4. Tujuan Proyek Perubahan .................................................................................. 5
1.5. Struktur Makalah Kebijakan .............................................................................. 6
BAB II. ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN ............................................................. 7
2.1. Latar Belakang Permasalahan ........................................................................... 7
2.2. Isu Strategis dan Permasalahan ......................................................................... 9
2.3. Upaya Peningkatan Keterkaitan antara Hinterland-Jaringan Logistik-
Pelabuhan yang Sudah dan Sedang Dilaksanakan ......................................... 14
2.3. Fokus Rekomendasi Perubahan ...................................................................... 19
BAB III. ALTERNATIF SOLUSI DAN REKOMENDASI ..................................................... 21
3.1. Alternatif Solusi ................................................................................................ 21
3.2. Rekomendasi .................................................................................................... 26
LAMPIRAN 1 ................................................................................................................ 39
LAMPIRAN 2 ................................................................................................................ 75
ii
DAFTAR PESERTA DIKLAT RLA ANGKATAN III
NO NAMA INSTANSI
1. Agita Widjajanto, ST, M.Sc Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
2. Agustin Arry Yanna, SS, MA BAPPENAS
3. Ainul Wafa, Ir, M.Si Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral
4. Alisda Amalia, Dr, Hj, M.Si BAPPEDA, Provinsi Sulawesi Selatan
5. Amirulloh, S.SIT, MMTr Kementerian Perhubungan
6. Amrani Samad Suhaeb, Ir, M.Si BAPPEDA, Provinsi Sulawesi Selatan
7. Bertiana Sari, SH, MBA Kementerian Komunikasi dan Informatika
8. Darmayani, SH, M.Si Dinas Pendapatann Daerah, Provinsi Sulawesi
Selatan
9. Dewi Chomistriana, ST, M.Sc Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
10. Fadhilah Mathar, Dr, M.Pd Kementerian Komunikasi dan Informatika
11. Gusti Anindita Laksamana, ST,
MM
Kementerian Komunikasi dan Informatika
12. Hernadi Tri Cahyanto, Ir, MT Kementerian Perhubungan
13. Ignatius Wahyu Marjaka, Dr, Drs,
M.Eng
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
14. Kimron Manik, Ir, M.Sc Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
15. La Ode Tarfin Jaya, Dr, ST, MT Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral
16. Leonardo Adypurnama Alias
Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D
BAPPENAS
17. Mery Hadriyani Chairuddin, SE,
M.Si
Kementerian Lingk. Hidup dan Kehutanan
18. Mohamad Riffana, SE Badan Koordinasi Penanaman Modal
19. Oktorika, SE. Ak, MM BAPPENAS
20. Rini Susilawati, Ir, M.Si Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan,
Provinsi Kalimantan Timur
21. Siti Sugiyanti, SE, M.Si BAPPEDA, Provinsi Kalimantan Timur
22. Suci Wahyuningsih, Ir Badan Koordinasi Penanaman Modal
23. Triono Junoasmono, Dr, Ir, MT Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
24. Ujang Rachmad, Ir, M.Si BAPPEDA, Provinsi Kalimantan Timur
25. Virgo Eresta Jaya, Ir, M.Eng.Sc Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Diklat RLA III
Makalah kebijakan (policy paper) ini merupakan salah satu hasil dari
pelaksanaan proyek perubahan (breakthrough) dalam rangka pendidikan dan
pelatihan (Diklat) Reform Leader Academy Angkatan III (RLA III) yang diselenggarakan
oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tahun 2015. Diklat RLA diselenggarakan
dengan tujuan untuk membentuk pemimpin yang memiliki kompetensi untuk
melakukan inovasi, terobosan dan sinergi bagi perbaikan organisasi dan reformasi
birokrasi. Perbaikan birokrasi yang diciptakan oleh pemimpin perubahan diharapkan
dapat berkontribusi bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya
saing perekonomian.
Diklat RLA III dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur dan Reformasi Birokrasi No. 21 Tahun 2013 tentang Program Diklat
Kepemimpinan Reformasi Birokrasi dan Peraturan Kepala LAN No. 18 Tahun 2013
tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Reformasi Birokrasi.
Diklat RLA III diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14 September sampai dengan 4
Desember 2015. Peserta Diklat RLA berasal dari Badan Koordinasi Penanamann
Modal, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur, dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tema strategis Diklat RLA III adalah Connectivity for Better Synergy:
Alignment Between Transportation, Logistics, Information Technology and
Regional Development. Tema ini menjadi fokus dalam penyampaian materi diklat,
pelaksanaan praktek kerja, baik pada tahap I maupun tahap II, serta benchmarking di
Singapura. Output atau keluaran utama dari Diklat RLA III ini adalah peningkatan
kompetensi peserta diklat dalam mengelola perubahan.
1.2. Rujukan Kebijakan bagi Proyek Perubahan (Breakthrough)
Salah satu bentuk perwujudan kompetensi peserta Diklat RLA III dituangkan
dalam proyek perubahan yang diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi
kebijakan dan rencana aksi perubahan sesuai tema strategis Diklat RLA III.
Berdasarkan tema strategis Diklat RLA III, peserta Diklat RLA III menyepakati topik
Peningkatan Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem
2
Logistik untuk mengarahkan pelaksanaan proyek perubahan. Topik ini dipilih
berdasarkan pertimbangan, antara lain:
1. Penanganan isu konektivitas diharapkan dapat mendukung kelancaran aliran
orang, barang, jasa, dan informasi di berbagai wilayah di Indonesia;
2. Penanganan isu aksesibilitas dan sistem logistik dapat mendukung pencapaian
sasaran pembangunan nasional yang berkaitan dengan peningkatan daya saing
perekonomian, pemerataan, dan wawasan kebangsaan;
3. Ketersediaan akses data terkait aksesibilitas dan sistem logistik; dan
4. Kesesuaian dengan hasil yang diharapkan (expected output) dari pembelajaran
(benchmarking) di Singapura.
Landasan kebijakan terkait topik yang dipilih Peserta Diklat RLA III mengacu
pada Sembilan Agenda (Nawa Cita) Pembangunan di dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Tiga agenda yang berkaitan erat
dengan tema strategis Diklat RLA III dan topik proyek perubahan yaitu:
1. Agenda 3: Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan. Agenda ini
merupakan bentuk afirmasi Pemerintah untuk mendorong kegiatan ekonomi
yang selama ini kurang diprioritaskan pemerintah seperti di wilayah
perdesan/perbatasan/daerah tertinggal, sektor pertanian dan pelaku usaha
skala mikro dan kecil;
2. Agenda 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional. Agenda pembangunan di antaranya mencakup upaya-upaya
untuk meningkatkan konektivitas nasional, meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pembangunan infrastruktur, menguatkan investasi, meningkatkan
kapasitas inovasi dan teknologi, meningkatkan daya saing tenaga kerja, dan
mengembangkan kapasitas perdagangan nasional.
3. Agenda 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik, yang antara lain mencakup
upaya-upaya peningkatan kedaulatan pangan dan energi, peningkatan
ketahanan air, peningkatan kelestarian sumber daya alam, pengembangan
ekonomi maritim dan kelautan, yang didukung penguatan sektor keuangan
dan kapasitas fiskal negara.
Strategi pelaksanaan ketiga agenda pembangunan tersebut pada tahun 2015-
2019 yang menjadi rujukan bagi pelaksanaan proyek perubahan, di antaranya:
1. Membangun konektivitas simpul transportasi utama antara pusat kegiatan
strategis nasional dengan desa-desa di kecamatan lokasi prioritas perbatasan
dan kecamatan di sekitarnya, pusat kegiatan wilayah (ibukota kabupaten),
pusat kegiatan nasional (ibukota provinsi), yang didukung ketersediaan
jalan/moda dan sarana pendukung, serta pelayanan keperintisan;
2. Mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah tertinggal, perdesaan
dan transmigrasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai keunggulan
3
daerah, yang didukung perbaikan infrastruktur dasar dan aksesibilitas,
manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, distribusi dan pemasaran;
3. Mempercepat pembangunan sistem dan jaringan transportasi multimoda,
transportasi massal perkotaan, serta jaringan transportasi yang terintegrasi
untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri Khusus,
Kompleks Industri, dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-
koridor ekonomi;
4. Mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan
industri nasional untuk mendukung Sistem Logistik Nasional dan penguatan
konektivitas nasional dalam kerangka mendukung kerja sama regional dan
global;
5. Meningkatkan kualitas distribusi yang mencakup (i) pembangunan gudang
dengan fasilitas pengolahan pasca panen di tiap sentra produksi; (ii)
peningkatan penyediaan dan sinergi fasilitas transportasi seperti penyediaan
fasilitas kapal pengangkut ternak dan hasil pertanian lainnya, penguatan
sistem logistik nasional untuk input produksi dan produk pangan serta
perikanan, termasuk wilayah-wilayah terpencil; (iii) pengawasan gudang-
gudang penyimpanan, pemantauan perkembangan harga pangan dan
pengendalian fluktuasi harga antara lain melalui operasi pasar; (iv) pemetaan
dan membangun ketersambungan rantai pasok komoditi hasil pertanian
dengan industri pangan diantaranya melalui pembangunan pasar dan
memperkuat kelembagaan pasar; dan
6. Mentransformasi Kewajiban Pelayanan Universal menjadi broadband-ready,
mengoptimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
sebagai sumber daya terbatas, dan mendorong pembangunan fixed/wireline
broadband termasuk di daerah perbatasan negara.
1.3. Tahapan Pelaksanaan Proyek Perubahan (Breakthrough)
Pelaksanaan proyek perubahan mencakup tahap-tahapan (i) pengumpulan
informasi dan data dari berbagai sumber, (ii) kajian regulasi, dokumen perencanaan
dan literatur, (iii) diskusi, konsultasi dan kunjungan lapangan yang melibatkan
berbagai pemangku kepentingan, dan (iv) pembelajaran tentang produktivitas,
inovasi dan perubahan pelayanan publik di Singapura. Diskusi, konsultasi dan
kunjungan lapangan yang dilaksanakan peserta diklat RLA III yaitu:
1. Diskusi pada tanggal 5 Oktober 2015 di Bappenas dengan topik Pentingnya
Sistem Logistik Nasional (Sislognas) untuk Mendukung Konektivitas dan
Pengembangan Daya Saing Usaha Nasional, yang melibatkan narasumber (i)
Direktur Perdagangan, Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional,
Bappenas, dan (ii) Ketua Tim Pakar Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) sekaligus
Direktur Operasi dan Pengembangan PT Bhanda Ghara Reksa (BUMN Logistik).
4
2. Diskusi pada tanggal 9 Oktober 2015 di Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kominfo) dengan topik Dukungan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) untuk Konektivitas melalui Peningkatan Aksesibilitas dan
Perbaikan Sistem Logistik yang melibatkan narasumber (i) Direktur SDM dan
Umum/Plt. Direktur Teknologi dan Jasa Keuangan PT Pos Indonesia (Persero),
dan (ii) Direktur Telekomunikasi, Kementerian Kominfo.
3. Kunjungan lapangan pada tanggal 22 Oktober 2015 di Pusat Distribusi Regional
(PDR) Makassar yang dilanjutkan dengan diskusi di Bappeda Provinsi Sulawesi
Selatan dengan topik Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas
dan Sistem Logistik yang melibatkan narasumber (i) Kepala Bappeda Provinsi
Sulawesi Selatan, (ii) Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPTD) Balai Pelayanan
Logistik Perdagangan (BPLP), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Sulawesi Selatan, (iii) Wakil Kepala Divisi Regional Bulog Sulawesi Selatan, (iv)
Manager Operasi PT Pelindo IV (Persero) Cabang Makassar, (v) Kepala Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, dan (vi)
Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Kunjungan lapangan dan diskusi pada tanggal 26 Oktober 2015 di Cikarang Dry
Port, Kawasan Industri Jababeka, Bekasi dan di Terminal Peti Kemas Gede Bage,
Bandung dengan topik Peningkatan Kapasitas Jaringan Logistik dalam rangka
Mendukung Konektivitas dan Pengembangan Daya Saing Nasional, yang
melibatkan narasumber (i) Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanann Bea
Cukai Tipe Madya Pabean Cikarang, dan (ii) Manager Terminal Peti Kemas Gede
Bage.
5. Kunjungan lapangan dan diskusi pada tanggal 26 Oktober 2015 di Pelabuhan
Perak, Surabaya dan Terminal Teluk Lamong dengan melibatkan narasumber (i)
General Manager PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak, (ii) President Director
Teluk Lamong, dan (iii) Direktur Utama Terminal Peti Kemas Surabaya.
6. Benchmarking di Singapura pada tanggal 2-6 November 2015 untuk
mempelajari penerapan konsep Whole of Government, Masyarakat Ekonomi
ASEAN, pengembangan ekosistem untuk mendukung logistik, kebijakan
transportasi dan pengelolaan lalu lintas, peningkatan daya saing logistik, dan e-
government.
7. Diskusi pada tanggal 17 November 2015 di Bappenas dengan topik Konsep
Pengembangan Pusat Distribusi Regional yang melibatkan narasumber Kepala
Sub Direktorat Kerjasama Pengembangan Sistem Logistik, Direktorat Direktorat
Logistik dan Sarana Distribusi, Kementerian Perdagangan.
8. Kunjungan dan konsultasi pada tanggal 20 November 2015 berlokasi di Ditjen
Bea Cukai, Kementerian Keuangan dengan narasumber Direktur Informasi
Kepabeanan dan Cukai.
5
Gambar 1.1. Diskusi, Konsultasi dan Kunjugan Lapangan Peserta Diklat RLA III
dalam rangka Pelaksanaan Breakthrough I dan II, serta Penyiapan Makalah
Kebijakan
1.4. Tujuan Proyek Perubahan
Proyek perubahan yang dilaksanakan peserta Diklat RLA Angkatan III
ditujukan untuk menyusun rekomendasi kebijakan dan rencana aksi perubahan
nyata untuk perbaikan aksesibilitas dan sistem logistik dalam rangka peningkatan
konektivitas nasional. Rekomendasi kebijakan dan rencana aksi tersebut diklasifikasi
berdasarkan kebutuhan pelaksanaannya dalam jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang. Rekomendasi kebijakan dan rencana aksi tersebut dituangkan
dalam bentuk makalah kebijakan (policy paper).
6
1.5. Struktur Makalah Kebijakan
Struktur makalah kebijakan mencakup penjelasan tentang (i) pendahuluan;
(ii) isu strategis dan permasalahan yang membutuhkan respon dari Pemerintah dan
pemangku kepentingan terkait; (iii) pilihan-pilihan respon/tindakan (alternatif solusi)
dan rekomendasi kebijakan yang dapat dilaksanakan Pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya untuk menyelesaikan permasalahan; dan (iv) lampiran yang
berisi rencana aksi perubahan yang dapat dilaksanakan pada tataran nasional,
melalui kerja sama antar Kementerian/Lembaga, oleh lembaga dari peserta Diklat
RLA III, dan oleh peserta Diklat RLA III di unitnya masing-masing.
7
BAB II. ISU STRATEGIS DAN PERMASALAHAN
2.1. Latar Belakang Permasalahan
Pembangunan yang dilaksanakan sampai saat ini telah mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rata-rata penduduk. Pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2014 tercatat sebesar 5,1 persen dan produk domestik bruto per kapita
(tahun dasar 2010) mencapai Rp.43.403.000. Tingkat kemiskinan dan pengangguran
juga terus menurun menjadi masing-masing sebesar 10,96 persen (angka September
2014), dan 5,94 persen, meskipun tetap relatif tinggi.
Keberlanjutan dari capaian pembangunan menghadapi berbagai tantangan
yang makin beragam dan multidimenasi. Tantangan yang terbesar yaitu pemerataan
hasil-hasil pembangunan untuk menjangkau berbagai kelompok masyarakat dan
wilayah. Penanganan tantangan ini membutuhkan langkah-langkah terobosan untuk
memaksimalkan potensi sosial ekonomi di berbagai wilayah melalui penciptaan
stabilitas makro ekonomi, peningkatan investasi padat karya, penciptaan lapangan
kerja yang baik (decent work), dan peningkatan infrastruktur, yang disertai dengan
keberpihakan dan perhatian bagi usaha mikro, pekerja informal, masyarakat kurang
mampu, serta wilayah perdesaan, tertinggal dan perbatasan.
Salah satu langkah terobosan yang dilaksanakan melalui pengembangan
infrastruktur yaitu meningkatkan konektivitas nasional dalam rangka integrasi
domestik sehingga efisiensi ekonomi dan kelancaran arus barang dan jasa antar
wilayah di Indonesia dapat lebih ditingkatkan. Langkah terobosan ini menjadi agenda
penting untuk dilaksanakan dalam periode 2015-2019 mengingat fakta-fakta sebagai
berikut:
1. Kondisi geografis dan sosial ekonomi Indonesia yang memegang peranan
penting secara global. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia, yang terletak di antara dua benua, dengan jumlah pulau mencapai
17.508 pulau (Pusat Survei dan Pemetaan ABRI, 1987), dan luas wilayah
mencapai 1,9 juta km2 (95,1 persen daratan). Pada tahun 2015, Indonesia
merupakan perekonomian terbesar ke-16 di dunia dengan nilai PDB (harga
berlaku) sebesar $AS 873 miliar (IMF World Economic Outlook, Oktober
2015). Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai
hampir 255,5 juta jiwa (proyeksi BPS, 2015) yang terdiri dari 1.340 suku
bangsa (BPS, 2010). Sebaran geografis dan penduduk Indonesia tersebut
membawa konsekuensi kebutuhan jenis layanan dan sistem pengelolaan
aksesibilitas dan pemenuhan barang dan jasa yang beragam dengan
jangkauan yang luas.
2. Perserikatan Bangsa-bangsa (PPB) memperkirakan penduduk dunia akan
mencapai 8,8 miliar jiwa pada tahun 2030. Jumlah pendudukuk Indonesia
8
pada tahun 2030 diperkirakan lebih dari 300 juta jiwa. Persebaran penduduk
dan pola pertumbuhan penduduk antar kawasan juga berubah. Kondisi ini
membawa konsekuensi bagi pola distribusi logistik dunia. Lloyde Register
memperkirakan kawasan ASEAN maupun Asia Timur ini akan menjadi basis
produksi utama dunia karena tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah
atau cenderung stagnan di beberapa negara Asia. Pergerakan perdagangan
kontainer di kawasan ini dalam beberapa tahun ke depan tumbuh cukup
pesat. Bagi Indonesia, kondisi ini membawa tantangan berupa peningkatan
kemampuan produksi di dalam negeri dan kemampuan logistik untuk
berpartisipasi memanfaatkan peluang ekonomi dalam jaringan rantai pasok
global, serta daya tahan pasar domestik mengingat populasi Indonesia yang
besar merupakan target pasar dari produk negara-negara lain.
3. Kemampuan Indonesia untuk mengambil manfaat dari perkembangan
perekonomian global dapat dilihat dari daya saing perekonomian Indonesia
saat ini. Laporan Ease of Doing Business dari Bank Dunia menunjukkan bahwa
daya saing perekonomian Indonesia semakin meningkat dimana Kemudahan
Berusaha Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan naik ke peringkat ke-109
dari peringkat ke-120 dari tahun 2015. Perbaikan kemudahan berusaha ini
utamanya didorong oleh perbaikan perizinan usaha, akses ke pembiayaan,
dan peningkatan pajak. Namun lingkungan usaha di Indonesia masih belum
cukup kondusif bagi tumbuhnya usaha-usaha baru, seperti yang ditunjukkan
dengan penurunan peringkat kemudahan memulai usaha.
4. Indeks Daya Saing Global Indonesia juga meningkat. Pada tahun 2014-2015
Indeks Daya Saing Global Indonesia mencapai 4,57 sehingga posisi Indonesia
berada di peringkat 34, atau meningkat dari posisi ke-38 pada tahun 2013-
2014 (Global Competitiveness Report, World Economic Forum, 2014).
Sementara itu indeks untuk pilar-pilar daya saing pada periode yang sama
menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki kelemahan dalam hal institusi
(ke-53), infrastruktur (ke-56), kesehatan dan pendidikan dasar (ke-74),
pendidikan tinggi dan pelatihan (ke-61), efisiensi pasar barang (ke-48), pasar
tenaga kerja (ke-110), dan kesiapan teknologi (ke-77). Keunggulan Indonesia
utamanya terdapat pada indeks ukuran pasar (ke-15), inovasi (ke-31),
stabilitas makroekonomi (ke-34) dan perkembangan dunia usaha (ke-34).
5. Meskipun daya saing perekonomian Indonesia secara global semakin tinggi
dalam dua tahun terakhir, peningkatan tersebut belum cukup tinggi apabila
dibandingkan dengan negara-negara lain. Peringkat kemudahan berusaha di
Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (ke-1),
Malaysia (ke-18), Thailand (ke-49), Brunei Darussalam (ke-84), China (ke-84),
Vietnam (ke-90) dan Filipina (ke-103). Peringkat daya saing global Indonesia
juga masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (ke-2), Malaysia (ke-
20), China (ke-28) dan Thailand (ke-31).
9
6. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing perekonomian Indonesia
adalah infrastruktur dan efisiensi pasar barang. Hal ini ditunjukkan oleh
indeks kinerja logistik Indonesia sebesar 3,08 dengan peringkat ke-53 pada
tahun 2014 (Logistic Performance Index, Bank Dunia, 2014). Peringkat logistik
Indonesia sebenarnya meningkat yang ditandai dengan perbaikan
kepabeanan, infrastruktur, dan kompetensi logistik. Namun kinerja pilar-pilar
logistik lainnya seperti pengiriman internasional, serta penelusuran dan
ketepatan waktu pengiriman masih berfluktuasi.
7. Biaya logistik di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Annual Logistics Report,
(2014), biaya logistik di Indonesia mencapai 27 persen dari PDB. Biaya logistik
ini mencakup biaya transportasi (47,2 persen), biaya persediaan (35,4
persen), dan biaya administrasi (17,4 persen). Berdasarkan jenis transportasi,
struktur biaya logistik di Indonesia mencakup 72,2 persen biaya transportasi
darat, 19,7 persen biaya transportasi air, 1,4 persen biaya transportasi udara,
0,5 persen biaya transportasi kereta api dan 6,2 persen biaya jasa penunjang.
Sebagai perbandingan, biaya logistik di Singapura, Amerika Serikat, Jepang,
Malaysia dan Korea Selatan jauh lebih rendah yaitu masing-masing 8 persen,
10 persen, 11 persen, 13 persen, dan 16 persen dari PDB.
8. Indonesia merupakan negara yang rentan guncangan yang ditimbulkan krisis
ekonomi dan moneter, bencana alam dan dampak perubahan iklim. Berbagai
bentuk guncangan tersebut menyebabkan terputusnya transportasi sehingga
menganggu pergerakan orang, barang dan jasa, terhambatnya aliran
informasi, serta penurunan aktivitas ekonomi karena hilangnya aset atau
terganggunya produksi dan perdagangan, yang berakibat pada kelangkaan
pasokan dan fluktuasi harga bahan kebutuhan pokok. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan kebutuhan terhadap logistik yang cepat tanggap,
dan hal ini akan sulit dipenuhi jika biaya logistik masih tinggi dan jaringan
logistik yang ada belum efisien. Tantangan untuk menyediakan logistik secara
cukup dalam kondisi krisis atau bencana semakin tinggi untuk daerah-daerah
yang terisolir dan pulau-pulau kecil.
Kedelapan fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa kualitas infrastruktur
dan sistem logistik di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-
negara tetangga atau dengan perekonomian yang setara. Kondisi ini juga
menunjukkan bahwa efisiensi ekonomi di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
2.2. Isu Strategis dan Permasalahan
Berdasarkan topik proyek perubahan peserta Diklat RLA III yaitu Peningkatan
Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik, maka
peningkatan efisiensi ekonomi dapat diwakili oleh peningkatan infrastruktur dan
kelancaran arus barang dan jasa. Aksesibilitas dalam hal ini menggambarkan tingkat
10
konektivitas antar wilayah yang mencakup kapasitas dan kualitas infrastruktur,
kapasitas dan kualitas layanan transportasi, serta kapasitas masyarakat untuk
menjangkau layanan transportasi. Sementara itu sistem logistik mencakup
pengorganisasian barang dan jasa yang secara sistematik melibatkan berbagai
layanan transportasi, pengangkutan, distribusi, informasi dan komunikasi.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur dan sistem logistik
merupakan kendala utama bagi percepatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan
kesejahteraan masyarakat. Kondisi infrastruktur yang tertinggal, keterbatasan
konektivitas antar pulau/wilayah, dan sistem logistik yang tidak efisien, termasuk
proses penanganan kegiatan ekspor impor serta distribusi barang secara nasional di
pelabuhan yang belum effisien, menimbulkan dampak dalam berbagai bentuk. Tarif
angkutan antar pulau yang tinggi menyebabkan ketersediaan dan harga bahan pokok
yang berfluktuasi. Kondisi ini selanjutnya mengakibatkan inflasi rata-rata yang lebih
tinggi di beberapa wilayah di Indonesia, dan mengurangi kapasitas masyarakat
miskin dan yang berada di wilayah perdesaan, tertinggal, perbatasan dan di
Indonesia Timur untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Keterbatasan infrastruktur juga menyebabkan sektor industri pengolahan
yang umumnya terkonsentrasi di sekitar wilayah perkotaan tidak terintegrasi dengan
baik ke jaringan produksi di perdesaan. Bagi petani dan pengusaha skala mikro dan
kecil di perdesaan, jarak yang jauh dari pusat kegiatan ekonomi dan mahalnya biaya
angkut juga menyebabkan mereka tidak dapat memanfaatkan peluang usaha secara
optimal. Kondisi inflasi yang tinggi dan lemahnya rantai pasok mempengaruhi
kemampuan perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi dan sekaligus untuk
mengurangi kemiskinan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peningkatan efisiensi ekonomi merupakan
isu strategis yang akan menjadi fokus bagi peningkatan konektivitas di Indonesia.
Perbaikan efisiensi ekonomi tersebut dapat diukur salah satunya dari indikator biaya
distribusi. Informasi dan data dari Direktorat Logistik dan Sarana Distribusi, Ditjen
Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (2015) menunjukkan bahwa
biaya transportasi dan distribusi domestik yang tinggi merupakan salah satu faktor
yang menjadi penghambat (bottleneck) dalam peningkatan kelancaran arus barang
di Indonesia (Gambar 2.1). Biaya distribusi yang tinggi di Indonesia ditimbulkan oleh:
1. Keterbatasan sarana prasarana distribusi seperti jalan, jembatan, dermaga,
angkutan laut dan rel kereta api;
2. Volume pengiriman pasokan yang kecil sehingga proses konsolidasi
membutuhkan waktu yang lama dengan pelibatan kapal-kapal kecil yang
berkeliling (jalur lebih panjang) sebagai konsolidator sekaligus feeder bagi
kapal besar;
3. Biaya tunggu yang lebih tinggi bagi kapal besar, baik untuk menampung
pasokan dari kapal-kapal kecil, maupun dari biaya pelabuhan; dan
4. Kesiapan pelabuhan untuk mendukung layanan logistik yang efisien.
11
Tabel 2.1. Perbandingan Biaya Distribusi di Dalam Negeri
Sumber: Ambarita (Dit. Logistik dan Sarana Produksi, Kemendag, 2015)
Keempat faktor yang menyebabkan biaya distribusi domestik yang tinggi di
Indonesia menunjukkan bahwa permasalahan utama dalam penanganan isu
efisiensi ekonomi dalam konteks konektivitas di Indonesia yaitu lemahnya
integrasi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan. Hinterland dalam hal
ini dapat mencakup sentra-sentra produksi, baik produk primer maupun sekunder
(produk antara atau final yang siap dikonsumsi), yang terdapat di wilayah perdesaan,
perkotaan, dan kawasan industri. Jaringan logistik utamanya berkaitan dengan
sarana dan prasarana transportasi, pengangkutan (freight), pengiriman, kepabeanan,
terminal peti kemas, dermaga bongkar muat (stevedore), penelusuran (trace and
tracking), dan fasilitas ekspor-impor. Sementara itu peran pelabuhan terkait dengan
pengelolaan arus barang mencakup jasa peti kemas (bongkar muat, pengangkutan,
penyimpanan), jasas kepabeanan, dan pengiriman (ekspor-impor, domestik).
Integrasi yang kuat antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan
diperlukan untuk memastikan volume pasokan yang memadai, serta pengelolaan
arus barang dan pengiriman barang untuk distribusi ke berbagai wilayah (domestik
dan internasional) yang efisien dalam biaya dan waktu. Namun kondisi yang ada saat
ini menunjukkan banyaknya kendala dan permasalahan yang masih dihadapi baik di
hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan.
Sentra-sentra produksi di Indonesia masih tersebar, dengan sebagian besar
produsen di sektor-sektor pertanian, perikanan, dan industri pengolahan merupakan
usaha skala mikro dan kecil. Konsolidator dari produk-produk yang dihasilkan
berbagai sentra tersebut di antara tengkulak, pedagang pengumpul, koperasi, dan
perantara yang berafiliasi dengan industri/pedagang skala menengah dan besar, baik
domestik maupun internasional. Konsolidator lokal ini bisa memiliki gudang-gudang
12
penyimpanan produk untuk distribusi ke pasar yang lebih luas/industri/konsumen.
Konsolidasi pada umumnya dilaksanakan melalui mengumpulkan produk langsung
dari lokasi panen/produksi. Skala konsolidasi pada umumnya masih kecil karena
fluktuasi volume produksi yang ditentukan musim, dan kapasitas pengumpulan yang
terbatas. Kondisi ini menyebabkan volume pasokan masih di bawah skala ekonomi
dan dapat menimbulkan biaya tinggi karena proses konsolidasi dan distribusi produk
membutuhkan waktu yang lama.
Sementara itu jaringan logistik masih mengalami kendala utama terkait
keterbatasan sarana dan prasarana distribusi seperti jalan, jembatan, dermaga,
angkutan laut dan rel kereta api. Sebagian besar sarana transportasi yang tersedia
masih digunakan untuk pengangkutan penumpang karena permintaannya yang
tinggi. Sebagai gambaran, jaringan transportasi saat ini sekitar 75 persen digunakan
oleh mobil pribadi, 20 persen untuk logistik dan 5 persen untuk angkutan umum.
Kondisi ini menunjukkan kebutuhan yang mendesak untuk pengembangan
infrastruktur bagi jaringan distribusi. Faktor lain yang menjadi kendala dalam
jaringan logistik yaitu moda transportasi yang belum intergrasi dengan baik. Sampai
saat ini belum ada pemetaan yang terinci tentang keterhubungan simpul-simpul
logistik dengan jaringan logistik pendukungnya secara regional dan nasional. Selain
itu, belum terdapat regulasi yang secara spesifik menempatkan peran sentral
pelabuhan dalan jaringan logistik. Jaringan logistik yang terbatas juga menyebabkan
jangkauannya dalam mendukung konsolidasi produk-produk yang dihasilkan
hinterland menjadi terbatas. Berbagai kendala ini menyebabkan layanan jaringan
logistik antar wilayah di Indonesia masih berbiaya tinggi dan menghabiskan waktu
yang lebih lama, sehingga mempengaruhi kelancaran produk, dan daya saing
wilayah.
Dari sisi kesiapan pelabuhan untuk berperan sentral dalam sistem logistik,
sinkronisasi di berbagai jasa pelabuhan saat ini belum berjalan efektif. Informasi
mengenai jasa-jasa yang disediakan pelabuhan belum sepenuhnya dipahami
produsen. Pelabuhan juga belum menyediakan layanan yang efisien, seperti yang
ditunjukkan oleh pergantian kapal yang bersandar masih lambat sehingga
menyebabkan kerugian di perusahaan pengiriman barang. Infrastruktur pelabuhan
di Indonesia juga masih beragam dari segi umur, kapasitas dan kualitas.
Apabila integrasi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan tidak
ditingkatkan, maka berberapa resiko yang akan timbul di antaranya:
1. Disparitas harga produk antar wilayah di Indonesia, yang menimbulkan
disinsentif bagi tumbuhnya sentra-sentra produksi pertanian dan industri
pengolahan lokal. Dari segi konsumsi, harga produk terutama bahan pokok
yang berfluktuasi dan tinggi menyebabkan daya beli masyarakat berkurang.
Lambatnya perkembangan kegiatan produktif lokal dan sulitnya pemenuhan
kebutuhan pokok selanjutnya dapat mendorong masyarakat yang memiliki
keterampilan untuk bermigrasi ke pusat-pusat pertumbuhan/kegiatan
13
ekonomi di wilayah lain. Kondisi ini menunjukkan pengaruh disparitas harga
yang besar terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
di suatu wilayah.
2. Disparitas harga produk yang tinggi berkaitan erat dengan tingginya biaya
logistik antar wilayah di Indonesia yang tinggi. Biaya logistik yang tinggi juga
menyebabkan pemasaran produk lokal terhambat karena posisi tawar petani
dan usaha mikro dan kecil terhadap jasa angkutan rendah. Dampak
lanjutannya yaitu petani dan usaha mikro dan kecil terhambat untuk dapat
memanfaatkan peluang peningkatan pendapatan dan keberlanjutan usaha
apabila mereka dapat berpartisipasi dalam jaringan produksi yang lebih luas
(nasional dan internasional). Kapasitas produksi yang rendah dan adanya
disinsentif harga produk juga menyebabkan volume pasokan yang dikirim
kembali dari satu wilayah ke wilayah lain kurang mencukupi sehingga
menimbulkan biaya konsolidasi produk dan transportasi yang tinggi. Data dari
Kementerian Perdagangan menjunjukkan bahwa biaya logistik di Kawasan
Timur Indonesia lebih mahal 2,5 kali dibandingkan dengan di Kawasan Barat
Indonesia sebagai akibat tidak adanya muatan balik dari kawasan timur
Indonesia.
3. Biaya logistik yang tinggi juga berkaitan dengan lamanya proses konsolidasi
pasokan produk dan belum terintegrasinya moda transportasi. Kondisi ini
menyebabkan tingkat kerusakan produk yang tinggi dalam proses pengiriman
karena pengemasan dan penanganan di kapal yang kurang baik, serta waktu
dan proses pengiriman yang lama. Akibatnya daya saing produk menjadi
rendah.
4. Rendahnya integrasi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan juga
akan mempengaruhi daya saing produk, daya saing pelabuhan, daya saing
logistik, dan daya saing perekonomian nasional. Kondisi ini membawa
konsekuensi bahwa masyarakat di seluruh pelosok tanah air belum memiliki
kesempatan dan kapasitas yang sama untuk mendapat manfaat dari
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara umum.
5. Konektivitas yang rendah antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan
juga mengurangi kapasitas Pemerintah untuk cepat tanggap dalam merespon
kebutuhan rekonstruksi dan reviltasisasi perekonomian wilayah yang terkena
krisis atau bencana. Resiko peningkatan kemiskinan dan pengangguran, serta
penurunan kualitas penghidupan masyarakat di wilayah yang terkana krisis
atau bencana merupakan konsekuensi yang timbul dari keterbatasan respon
Pemerintah tersebut.
14
2.3. Upaya Peningkatan Keterkaitan antara Hinterland-Jaringan Logistik-
Pelabuhan yang Sudah dan Sedang Dilaksanakan
Pemerintah sebenarnya telah memiliki rencana yang cukup lengkap untuk
meningkatkan interkoneksi antar wilayah di Indonesia. Dalam aspek logistik,
Pemerintah telah memiliki Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional
(Sislognas) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 26 Tahun 2012.
Cetak Biru Pengembangan Sislognas mencakup visi untuk mewujudkan kondisi
Locally Integrated, Globally Connected for National Competitiveness and Social
Welfare. Visi tersebut dilaksanakan melalui misi:
1. Memperlancar arus barang secara efektif dan efisien untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan peningkatan daya saing produk
nasional di pasar domestik, regional, dan global; dan
2. Membangun simpul simpul logistik nasional dan konektivitasnya mulai dari
pedesaan, perkotaan, antar wilayah dan antar pulau sampai dengan Pelabuhan
Hub Internasional melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka tujuan pengembangan Sislognas
yaitu:
1. Menurunkan biaya logistik, memperlancar arus barang dan meningkatkan
pelayanan logistik sehingga meningkatkan daya saing produk nasional di pasar
global dan pasar domestik;
2. Menjamin ketersediaan komoditas pokok dan strategis di seluruh wilayah
Indonesia dengan harga yang terjangkau sehingga mendorong pencapaian
masyarakat adil dan makmur, dan memperkokoh kedaulatan dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); dan
3. Mempersiapkan diri untuk mencapai target integrasi logistik ASEAN pada
tahun 2013, integrasi pasar ASEAN pada tahun 2015, dan integrasi pasar global
pada tahun 2020.
Dari enam kunci penggerak utama (six key drivers) dalam Sislognas, terdapat
tiga kunci penggerak yang berkaitan dengan interkoneksi antara hinterland, jaringan
logistik dan pelabuhan, yaitu:
1. Komoditas utama yang difokuskan pada (i) komoditas pokok dan strategis
untuk menjamin pasokan dan kelancaran arus penyaluran kebutuhan konsumsi
dan pembangunan dalam negeri; dan (ii) komoditas unggulan ekspor untuk
peningkatan daya saing produk nasional.
2. Infrasturktur logistik: aktivitas logistik membutuhkan dukungan infrastruktur
logistik pada simpul logistik (logistics node) seperti pelabuhan, bandara,
stasiun, terminal, gudang, dll., dan mata rantai logistik (logistics link) yang
mencakup jaringan distribusi, jaringan transportasi, jaringan informasi dan
jaringan keuangan.
3. Harmonisasi regulasi: penataan, penyusunan dan harmonisasi peraturan
perundang-undangan dan kebijakan logistik, terutama di bidang (i) usaha dan
15
perdagangan; (ii) transportasi; (iii) ekspor dan impor; (iv) informasi dan
transaksi elektronik; dan (v) transportasi multi moda.
Ketiga kunci penggerak Sislognas tersebut juga telah dijabarkan melalui
rencana aksi di dalam RPJMN 2015-2019 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Pada bidang ekonomi, penanganan isu peningkatan efisiensi sistem logistik dan
distribusi diharapkan dapat (i) meningkatkan efisiensi jalur distribusi bahan pokok
dan strategis; (ii) meningkatkan sistem informasi pendukung efisiensi logistik; (iii)
meningkatkan sumber daya manusia (SDM) logistik; dan (iii) menurunkan waktu dan
biaya logistik pelabuhan. Pada bidang sarana dan prasarana, penanganan isu
konektivitas nasional diharapkan dapat meningkatkan keseimbangan pembangunan
khususnya: (i) menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan wilayah
sekitarnya; (ii) memperluas pertumbuhan ekonomi dari pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland); dan (iii) menyebarkan manfaat
pembangunan secara luas. Rencana aksi yang disusun diarahkan untuk mewujudkan
target-target:
1. Penurunan rata-rata rasio biaya logistik terhadap PDB dari 23,6 persen menjadi
19,2 persen;
2. Penurunan rata-rata dwelling time pelabuhan dari 6-7 hari menjadi 3-4 hari;
3. Variasi harga kebutuhan pokok antarwaktu sebesar <9,0 persen;
4. Koefisien variasi harga kebutuhan pokok antarwilayah dari <14,2 persen
menjadi <13,0 persen;
5. Peningkatan daya saing logistik, yang didukung penurunan jumlah dokumen
untuk ekspor dan impor, waktu untuk ekspor dan impor, dan biaya impor.
Salah satu milestone dari kunci penggerak komoditas utama di dalam
Sislognas yaitu pengembangan Pusat Distribusi Regional (PDR) yang berfungsi
sebagai cadangan penyangga nasional, dan Pusat Distribusi Propinsi (PDP) yang
berfungsi sebagai cadangan penyangga provinsi dan penyangga jaringan distribusi
kabupaten/kota. PDR merupakan salah satu sub sistem jaringan logistik yang
berfungsi sebagai penyeimbang dan peyangga dari sistem rantai pasok komoditas
utama di beberapa kabupaten/kota. Fungsi yang dijalankan PDR antara lain:
1. konsolidator pengadaan komoditas untuk mencukupi kebutuhan di
wilayahnya;
2. penyangga persediaan komoditas untuk menanggulangi kekurangan di tingkat
regional dan nasional;
3. pelaksana pencatatan dan pengumpulan data kebutuhan komoditas di suatu
wilayah berdasarkan data-data PDP di bawahnya;
4. penyedia layanan pencatatan, pemilahan, pengecekan ulang, pengemasan,
dan penyimpanan komoditas impor yang dipesan oleh PDP dengan tingkat
harga yang lebih kompetitif dibandingkan jaringan distribusi umum; dan
16
5. pelaksana standarisasi operasional dalam setiap aktivitas pusat distribusi di
bawahnya untuk mempermudah koordinasi, pengawasan dan pengambilan
keputusan.
Layanan yang disediakan oleh PDR yaitu layanan logistik, layanan
transportasi, dan layanan penunjang (perbankan, asuransi, pengelolaan penjaminan,
restoran, tempat istirahat dan lain sebagainya). Target yang ditetapkan yaitu PDR di
setiap koridor ekonomi yang mencakup wilayah Sumatera (Kuala Tanjung, Padang,
Palembang), Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya), Kalimantan (Banjarmasin),
Sulawesi (Makassar, Bitung), Nusa Tenggara (Larantuka) dan Papua (Sorong dan
Jayapura). PDR merupakan PDP yang ditingkatkan fungsinya, dan ditentukan
berdasarkan enam kriteria, yaitu jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen
(bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai konsolidator dan distributor,
berada pada wilayah dekat Pelabuhan Utama, dan berpotensi untuk dikembangkan
menjadi pusat perdagangan antar pulau. PDP direncanakan akan dibangun di 34
Provinsi. Pada periode 2012-2014, telah dibangun 3 PDP. Pengembangan PDR yang
terintegrasi dengan jaringan distribusi antar wilayah diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi jaringan logistik penyangga dan pengelolaan rantai pasok.
Pengembangan PDR sebenarnya memberikan harapan bagi penguatan peran
hinterland, dimana PDR berperan sebagai penyangga bagi pasokan produk-produk
yang dihasilkan hinterland. Fungsi dan layanan yang dirancang untuk dilaksanakan
oleh PDR diharapkan dapat menjembatani antara kepentingan produsen dan pasar
(konsumen rumah tangga, konsumen non rumah tangga, industri pengolahan dan
ekspor). Namun pengembangan PDR saat ini masih belum efektif. Dari 12 PDR yang
direncanakan, dua sudah dibangun yaitu PDR Makassar dan PDR Bitung. Kedua PDR
ini belum berfungsi karena kendala penyerahan aset sarana prasarana dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi (PDR Makassar) dan keterbatasan sarana
prasarana (PDR Bitung). Pembangunan PDR Banjarmasin sedang dilaksanakan pada
tahun 2015. Kendala utama dari pengembangan PDR adalah belum tersedianya
pedoman bagi PDR untuk menjalankan fungsinya (business process), termasuk
bentuk kelembagaan dan pola penyediaan layanan oleh PDR. Saat ini pengembangan
PDR merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48/M-
DAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana
Distribusi Perdagangan. Pengembangan PDR juga menghadapi tantangan untuk
bersinergi dan bekerja sama dengan jasa-jasa logistik dan transportasi yang sudah
dijalankan oleh BUMN dan swasta. Pengelolaan aset, dukungan anggaran dan
kapasitas sumber daya manusia untuk mengelola PDR juga menjadi tantangan dalam
pengembangan dan operasionalisasi PDR.
Target Sislognas lainnya yang menjadi milestone kunci penggerak komoditas
utama berkaitan dengan peningkatan efektivitas pengoperasian dry port, yang
selanjutnya akan dikembangkan untuk mewujudkan inland free trade area dan
penanganan term of trade free on board (FOB) untuk impor dan cost insurance and
17
freight (CIF) untuk ekspor. Dry port juga menjadi bagian dari milestone kunci
penggerak infrastruktur transportasi, khususnya terkait pembangunan interkoneksi
jaringan transportasi multimoda antar simpul-simpul logistik seperti pelabuhan hub
internasional, pelabuhan laut utama, bandar udara utama, pusat-pusat
pertumbuhan dan dry port. Rencana yang disusun mencakup pengembangan
angkutan kereta api dari/menuju pelabuhan/terminal peti kemas, dry port dan
sentra industri, serta mengembangkan beberapa dry port, seperti Cikarang Dry Port
(CDP) sebagai terminal multimoda.
Peningkatan efektivitas dry port merupakan kebutuhan karena dry port
memiliki potensi untuk menata sistem logistik melalui manfaat yang diciptakannya
antara lain:
1. Meningkatkan kapasitas dan produktivitas pelabuhan laut;
2. Mengurangi kemacetan di pelabuhan laut dan di jaringan perkotaan sekitar
pelabuhan laut;
3. Mengurangi risiko kecelakaan;
4. Mengurangi biaya perawatan jalan;
5. Mengurangi dampak lingkungan;
6. Dapat digunakan sebagai depot; dan
7. Meningkatkan aksesibilitas pelabuhan laut terhadap daerah di luar
hinterland.
Dua dry port yang menjadi perhatian dalam pengembangan Sislognas yaitu
Cikarang Dry Port (CDP) dan Terminal Peti Kemas Bandung (TPKB) Gede Bage. CDP
merupakan kawasan terpadu yang menawarkan layanan satu atap untuk
penanganan kargo serta solusi logistik untuk ekspor dan impor, serta distribusi
domestik. CDP juga menyediakan perusahaan logistik dan supply chain; seperti
eksportir, importir, pengangkut, operator terminal, stasiun kontainer, gudang,
transportasi, logistik pihak ketiga, depo kontainer kosong, serta bank dan fasilitas
pendukung lainnya. CDP kini membuka layanan pertama di Indonesia dengan
menghubungkan CDP dan pelabuhan lainnya di seluruh dunia yang akan mulai
dilayani dengan berpedoman pada Multimodal Transport Bill of Lading, beserta
dengan Maersk Line, MCC Transport dan Safmarine. Layanan ini mempermudah
penelusuran, kepastian, dan produktivitas dalam kegiatan supply chain.
Dalam perkembangannya, kapasitas CDP menghadapi tantangan berupa
pemanfaatannya yang belum optimal. Sampai saat ini, baru 10 persen dari kapasitas
CDP yang digunakan. Pemanfaatan lahan untuk tempat penimbunan sementara baru
sebesar 35 persen dari total lahan. Layanan keluar/masuk kontainer sudah
menerapkan sistem 24/7, sedangkan pemeriksaan karantina masih dilakukan hanya
dalam jam kerja. Mengingat kapasitas yang disediakan CDP masih belum optimal,
maka diperlukan dukungan yang lebih dari pemerintah agar para importir dan
eksportir dapat memanfaatkan fasilitas di CDP secara optimal.
18
Sementara itu TPKB dikembangkan sebagai penyokong kelancaran angkutan
peti kemas melalui jaringan kereta api dari Bandung ke pelabuhan Tanjung Priok.
TPKB dilengkapi dengan sarana dan prasarana logistik dan menyediakan berbagai
moda angkutan barang untuk tujuan ekspor dan impor dengan pengemasan khusus
peti kemas. TPKB juga memfasilitasi penyelesaian dokumen ekspor dan impor secara
terpadu. Tantangan yang dihadapi TPKB saat ini yaitu penurunan jumlah peti kemas
karena jalur kereta api yang belum terintegrasi dari stasiun Pasoso ke Tanjung Priok.
Hal ini juga mengakibatkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan bila
menggunakan jasa TPKB. Saat ini jalur kereta api baru tersedia sampai wilayah
Pasoso (kurang lebih 5 km ke Koja). Peti kemas selajutnya harus diangkut
menggunakan truk dengan tambahan biaya karena menggunakan jasa operator
pihak ke-3. Jumlah peti kemas yang dilayani TPKB menurun dari 55.000 Teus per
tahun pada tahun 1995 menjadi 5.000 Teus per tahun pada akhir tahun 2014.
Khusus berkaitan dengan distribusi barang di pelabuhan, salah satu rencana
aksi di dalam Cetak Biru Sislognas mencakup upaya peningkatan efektivitas
pelayanan Indonesia National Single Window (INSW) di pelabuhan dan kawasan
pelayanan pabean terpadu (Customs Advance Trade System/CATS). Penerapan INSW
merujuk pada Perpres No. 10/2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam
kerangka INSW sebagaimana diubah dengan Perpres No. 35/2012, Perpres No.
37/2008 tentang Pengesahan ASEAN Single Window (ASW) Agreement dan ASW
Protocol, serta Perpres No. 76/2014 tentang Pengelola Portal INSW.
Gambar 2.2. Pemangku Kepentingan dalam Penerapan Sistem INSW
Sumber: Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan (2015)
19
INSW merupakan sistem yang menyediakan layanan publik yang terintegrasi
terkait proses kegiatan penanganan lalu lintas barang ekspor, impor dan transit.
INSW diharapkan dapat mensinergikan berbagai layanan seperti layanan keuangan,
perizinan, kepabeanan, transportasi, pergudangan, pengiriman, jasa kepelabuhan,
dll. secara terpadu sehingga peran dan tata kelola pelabuhan dapat ditingkatkan
dalam mendukung kelancaran distribusi dan logistik. Penerapan INSW di pelabuhan
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas layanan pelabuhan sebagai hub
internasional, pelabuhan utama dan hub logistik, serta memperlancar dan
meningkatkan perdagangan internasional dan domestik.
Penerapan INSW diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penanganan
logistik di pelabuhan, seperti mempercepat penanganan arus barang di pelabuhan
dengan meningkatkan pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),
sebagai salah satu upaya untuk menurunkan biaya logistik. Pelaksanaan INSW masih
menghadapi beberapa tantangan. Efektivitas penerapan INSW ditentukan oleh
kebijakan penerapan perizinan dalam kegiatan ekspor dan impor, proses penelitian
larangan dan pembatasan melalui INSW, dan kesadaran importer. Penerapan INSW
juga melibatkan koordinasi, sinergi dan kerja sama 18 (delapan belas) K/L terkait
dalam kegiatan ekspor impor. Masing-masing institusi memiliki peran penting dalam
penyediaan layanan dalam sistem INSW (Gambar 2.2). Penerapan INSW juga
membutuhkan dukungan regulasi, kesiapan sumber daya manusia, dan kehandalan
sistem teknologi informasi dan komunikasi.
Untuk mendukung efektivitas sistem distribusi dan logistik, Pemerintah juga
mencanangkan sasaran untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia
melalui pengembangan “tol laut” untuk konektivitas domestik antar pulau. Sampai
dengan tahun 2019, upaya ini akan dilengkapi dengan pengembangan 24 pelabuhan
untuk menunjang tol laut, pengembangan dan penguatan 450 pelabuhan,
pengembangan 220 pelabuhan penyeberangan, pengembangan 275 dermaga
penyeberangan, dan pengembangan 104 unit kapal perintis. Pengembangan “tol
laut” ini diharapkan menjadi motor penggerak yang kuat bagi peningkatan efisiensi
pengelolaan sistem logistik serta daya saing perekonomian nasional.
2.3. Fokus Rekomendasi Perubahan
Berdasarkan isu dan permasalahan tersebut di atas, peningkatan konektivitas
melalui perbaikan pengelolaan aksesibilitas dan sistem logistik perlu difokuskan
untuk meningkatkan interkoneksi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan.
Hasilnya diharapkan dapat menurunkan biaya logistik di Indonesia yang pada
akhirnya meningkatkan efisiensi dan daya saing perekonomian nasional.
Rekomendasi disusun berdasarkan analisis dan identifikasi terhadap alternatif solusi
dari masalah dan tantangan yang ada, serta untuk mengarahkan penguatan
hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan yaitu:
20
1. Hinterland: peningkatan peran hinterland melalui penguatan pusat distribusi
sebagai penyangga distribusi dan logistik yang menghubungkan produsen
dengan konsumen;
2. Jaringan logistik: peningkatan kapasitas (jangkauan) dan efisiensi jaringan
logistik yang difokuskan pada jaringan transportasi dan efektivitas peran dry
port untuk mendukung kelancaran arus barang dari hinterland ke pelabuhan,
serta untuk menjadikan dry port sebagai terminal multimoda yang
menghubungkan simpul-simpul logistik seperti pelabuhan hub internasional,
pelabuhan laut utama, bandar udara utama, dan pusat-pusat pertumbuhan;
dan
3. Pelabuhan: peningkatan efektivitas layanan pelabuhan melalui streamlining
proses persetujuan dokumen pada proses clearance maupun percepatan
pemeriksaan fisik barang di lapangan untuk layanan logistik yang lebih cepat,
mudah dan murah; serta mendukung kelancaran dan peningkatan
perdagangan internasional dan domestik.
21
BAB III. ALTERNATIF SOLUSI DAN REKOMENDASI
3.1. Alternatif Solusi
Alternatif solusi untuk meningkatkan interkoneksi antara hinterland, jaringan
logistik dan pelabuhan dirumuskan dengan memperhatikan perkembangan sosial
ekonomi domestik dan internasional, serta hasil-hasil pembelajaran dari berbagai
narasumber selama penyelenggaraan Diklat RLA III, narasumber diskusi, konsultasi
dan kunjungan lapangan selama pelaksanaan breakthrough, dan benchmarking di
Singapura. Aspek-aspek yang ditelaah dalam proses penyusunan alternatif solusi
atau rencana perubahan mencakup tidak hanya aspek-aspek teknis, namun juga
kerangka regulasi dan kelembagaan untuk menjamin efisiensi dan kelancaran proses
pelaksanaan rencana perubahan. Alternatif rencana perubahan juga memperhatikan
pentingnya pengembangan sumber daya manusia serta sinergi dan kerja sama di
antara pemangku kepentingan agar perubahan dapat dikelola sesuai kemampuan.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi pilihan untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan perubahan, termasuk untuk mendukung kerja
sama di antara pemangku kepentingan.
Secara umum, alternatif solusi atau rencana perubahan yang dapat
dilaksanakan untuk mengurangi biaya logistik melalui peningkatan interkoneksi
antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan adalah sebagai berikut.
3.1.1. Peningkatan peran hinterland melalui penguatan pusat distribusi
Efektivitas pusat distribusi akan sangat ditentukan oleh adanya kerangka
kelembagaan yang jelas, kerangka regulasi dan kebijakan yang lengkap dan harmoni
dengan regulasi dan kebijakan terkait, proses bisnis yang efektif, kesiapan sumber
daya manusia, dan kerja sama dengan pemangku kepentingan. Prasyarat ini perlu
menjadi pertimbangan untuk mengkaji ulang (review) kebutuhan pengembangan
pusat distribusi sebagai penyeimbang dan peyangga dari sistem rantai pasok
komoditas di suatu wilayah.
Kaji ulang pengembangan pusat distribusi terutama Pusat Distribusi Regional
(PDR) saat ini sedang dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangaun yang didukung
Bappenas dan beberapa pemangku kepentingan terkait. Fokusnya untuk melengkapi
konsep pengembangan PDR yang difasilitasi melalui Cetak Biru Pengembangan
Sislognas dan Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi
Perdagangan yang masih difokuskan pada pembangunan fisik. Beberapa rencana
perbaikan konsep PDR mencakup (i) pengembangan konsep bisnis dan konsep
operasional PDR; (ii) pembagian peran dalam pembangunan dan pengelolaan PDR
yang melibatkan Pemerintah, BUMN dan swasta; (iii) mekanisme keterhubungan
antara PDR dan Pusat Distribusi Provinsi (PDP); dan (iv) kelembagaan untuk
22
memayungi organisasi PDR. Proses kaji ulang pengembangan PDR sampai saat ini
belum diselesaikan dan masih membutuhkan masukan untuk penyempurnaan
konsep pengembangan PDR yang lebih lengkap.
Secara umum, alternatif solusi yang dapat menjadi masukan untuk
peningkatan peran PDR yang dapat melengkapi konsep pengembangan PDR antara
lain:
1. Pengembangan proses bisnis dan operasionalisasi PDR perlu memperhatikan
kelancaran konsolidasi data dan komoditas dari PDP. Kelancaran pasokan
data dan komoditas perlu mempertimbangkan (i) adanya alternatif
pendistribusian komoditas melalui jalur distribusi non PDR (BUMN dan
swasta); (ii) ketersediaan insentif atau nilai tambah dari pendistribusian
komoditas ke PDR dibandingkan dengan jalur distribusi lainnya; (iii)
kemampuan PDR untuk melakukan inovasi dan rekayasa pola distribusi yang
lebih efisien dibandingkan dengan pola distribusi sebelumnya; (iv)
aksesibilitas yang memadai dari wilayah produsen ke PDR; (v) penanganan
distorsi dalam sistem distribusi seperti pungutan liar dan lain-lain; serta (vi)
adanya skala ekonomi yang memadai yang ditunjukkan dari pasokan barang
yang mencukupi dalam jumlah dan kualitas, dan biaya transportasi yan
terjangkau. Keenam faktor tersebut menunjukkan bahwa pengembangan
PDR membutuhkan dukungan pasokan komoditas yang konsisten dari
wilayah produsen, aksesibilitas yang memadai, serta iklim usaha yang
kondusif seperti yang ditunjukkan dengan biaya transaksi yang rendah.
2. Konsep pengembangan PDR akan lebih ideal jika difokuskan pada penguatan
sistem distribusi antar wilayah. Sistem ini dapat dibangun melalui
pengembangan fungsi PDR sebagai clearing house untuk data dan informasi
stok dan harga produk antar wilayah. Sebagai clearing house, PDR dapat
mengintegrasikan informasi arus dan stok barang antar wilayah dan antar
pelaku distribusi dan logistik. PDR dalam hal ini merupakan sistem yang
“menjahit” kepentingan dan peran dari berbagai pemangku kepentingan
(produsen, distributor, jasa logistik, dan konsumen) sehingga resiko disparitas
stok dan harga barang dapat diantisipasi dan ditangani. Infrastruktur
dan/atau organisasi pengelola PDR bisa disediakan melalui kerja sama
dengan berbagai pihak, seperti Bulog (pergudangan dan pengelolaan stok),
PT Bhanda Graha Reksa/BGR (pergudangan, transportasi, dan jasa logistik
lainnya) , PT Pos (jaringan nasional dan transportasi), PT Pelni (program Gerai
Maritim dan transportasi), Kementerian Pertanian/Pemda (terminal
agribisnis), perusahaan jasa logistik lainnya, pengelola kawasan industri, dan
asosiasi/sentra produksi.
3. Target pengembangan PDR perlu dikaji ulang dengan menganalisis kondisi
dan kebutuhan logistik di suatu wilayah dengan memperhatikan aspek-aspek
(i) ketersediaan dan kapasitas jaringan dan jasa logistik; (ii) efektivitas
23
distribusi dan logistik termasuk integrasi jaringan dan jasa logistik; dan (iii)
ekosistem distribusi dan logistik yang ada, termasuk regulasi dan kebijakan
pendukung, pengaturan tata ruang, serta keterkaitan dengan program-
program pembangunan lainnya. Hasil analisis dapat digunakan untuk
mengkaji pola pengembangan pusat distribusi di berbagai daerah, termasuk
penetapan target-targetnya.
Gambar 3.1. Kontribusi Peningkatan Efisiensi Kapasitas Jaringan Jalan dalam
Mendukung Peningkatan Kapasitas Logistik
3.1.2. Peningkatan kapasitas dan efektivitas jaringan logistik
Peningkatan kapasitas dan efektivitas jaringan logistik untuk mendukung
kelancaran arus barang dari hinterland ke pelabuhan, dapat dilakukan dengan
pendekatan yang komprehensif dalam mengatur dan memberdayakan semua
pemangku kepentingan sebagaimana tersebut pada Gambar 3.1. Pilihan-pilihan
solusi yang dapat dipertimbangkan antara lain:
1. Peningkatan kapasitas jaringan logistik yang selaras dengan perbaikan
perencanaan perkotaan. Sebagai contoh, peningkatan kapasitas jaringan
transportasi perlu mempertimbangkan pengaturan pusat produksi, distribusi
dan konsumsi agar lebih efisien.
2. Perbaikan pola penggunaan jalan melalui penerapan kebijakan road pricing,
dan peninjauan ketentuan pajak progresif kepemilikan kendaraan bermotor.
Penerapan road pricing dapat bercermin dari pembelajaran di Singapura
dimana penerapan road pricing cukup efektif untuk mengurangi kepadatan
volume lalu lintas sampai dengan 45 persen. Hasil penerapan road pricing ini
juga cukup efisien bila dibandingkan dengan investasi yang dilakukan, yaitu
dengan nilai investasi sebesar S$20 juta didapat penerimaan sebesar S$100
24
juta/tahun. Tambahan penerimaan tersebut dapat digunakan untuk
memelihara dan membangun jaringan infrastruktur baru. Dua kebijakan ini
merupakan pilihan untuk mengendalikan jumlah peredaran kendaraan
penumpang. Hasilnya dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi
kendaraan angkutan barang dan memperlancar arus barang dan jasa di
perkotaan.
3. Peningkatan kapasitas infrastruktur yang diselaraskan dengan perkembangan
penduduk dan aktivitas social ekonomi, yang dilengkapi dengan kebijakan
pengembangan transportasi multimoda dan pengalihan penumpang dari
kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Pengurangan kapasitas infrastruktur
selama ini menyebabkan pada peningkatan waktu tempuh dan penurunan
volume pengangkutan. Mengingat kondisi kepadatan penduduk dan pola
pengembangan kawasan tumbuh yang tidak beraturan di daerah perkotaan
di Indonesia, maka upaya penambahan jaringan jalan tidak lagi menjadi solusi
ideal, dan bahkan perlu menjadi pilihan terakhir. Pemisahan jalur moda
transportasi yang berbeda untuk tujuan penggunaan yang berbeda juga
dapat menjadi opsi solusi untuk meningkatkan kapasitas jaringan logistik
terutama di perkotaan.
4. Kebijakan untuk mengendalikan kapasitas jaringan transportasi yang ada
seperti pengaruan kecepatan, pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor,
pembatasan penggunaan jalur transportasi tertentu pada waktu tertentu,
penyediaan insentif fiskal untuk mendorong orientasi perusahaan otomotif
kepada pasar ekspor, peningkatan industri yang berbasis ilmu pengetahuan,
penerapan konsep Global Value Chains yang lebih efisien, dan pemberian
intensif terhadap produksi dan penggunaan produk lokal.
5. Peningkatan efektivitas dry port (Cikarang Dry Port/CDP, dan Terminal Peti
Kemas Bandung/TPKB) melalui perbaikan proses bisnis, peningkatan kualitas
layanan, dan peningkatan efisiensi biaya layanan.
3.1.3. Peningkatan efektivitas pelayanan pelabuhan
Pada saat ini, hal yang menjadi perhatian berbagai pihak dalam peningkatan
efektivitas layanan pelabuhan perlu dilakukan melalui streamlining persetujuan
dokumen di pelabuhan, serta integrasi dan koordinasi diantara 18 institusi yang
bertranggung jawab dan terkait langsung dengan penerapan Indonesia National
Single Window (INSW). Terkait dengan hal tersebut Pemerintah melalui Perpres No.
76 Tahun 2014 telah membentuk Unit Kerja Pengelola Portal Indonesia National
Single Window (INSW), untuk menerapkan konsep Single Submission dalam INSW,
sebagaimana terlihat pada Gambar 3.2.
25
Gambar 3.2. Pengembangan Portal INSW
Untuk penerapan konsep INSW Ideal sebagaimana gambar di atas, hal utama
yang perlu menjadi perhatian adalah interkoneksi lintas sektoral melalui tahapan
simplifikasi, harmonisasi, standarisasi, otomasi dan integrasi. Diharapkan penerapan
INSW yang ideal tersebut dapat memberikan manfaat antara lain mempercepat
proses custom realease dan clearance of cargo, serta sistem yang mudah, murah,
nyaman, aman dan menciptakan manajemen resiko yag lebih baik. Adapun manfaat
untuk dunia usaha adalah meningkatkan kecepatan pelayanan, sehingga
menurunkan biaya pengurusan eksport dan import, memberikan kepastian terkait
dengan waktu dan biaya, serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri dan
memperluas akses pasar internasional.
Belajar dari pengalaman di Pelabuhan Tanjung Perak (khususnya Teluk
Lamong), perlu dilakukan beberapa perubahan, di antaranya:
1. Konsep sislognas yang dikembangkan perlu diperbaiki untuk mencapai target-
target Nawa Cita di dalam RPJMN 2015-2019, khususnya yang terkait dengan
Peningkatan Produktifitas Rakyat dan Daya saing di Pasar Internasional. Fokus
perlu diberikan pada penguatan konektifitas Regional, Nasional maupun
konektifitas Global melalui penerapan sistem internmoda dan otomatisasi
sistem komunikasi dan sistem informasi yang didesain di beberapa bagian
software maupun hardware dari proyek pengembangan pelabuhan.
26
2. Desain Terminal Teluk Lamong sudah memenuhi harapan sistem pelabuhan
terintegrasi semi otomatis yang akan mereduksi beberapa permasalahan
yang ada di berbagai sistem pelabuhan di Indonesia seperti dwelling time dan
efisiensi sistem informasi. Namun adanya Teluk Lamong belum cukup untuk
mewujudkan efisiensi konektivitas, apabila pelabuhan lain belum
menerapkan sistem yang sama.
3. Sistem otomasi layanan pelabuhan juga membutuhkan integrasi dan
koordinasi diantara 18 institusi yang bertanggung jawab dan terkait langsung
dengan konektifitas dalam sislognas di Indonesia. Sinergi kedelapanbelas
institusi tersebut juga perlu melibatkan pemangku kepentingan lainnya, baik
sebagai pengguna maupun pendukung dari layanan pelabuhan, seperti
Maritime Cargo Handling Services, Storage and Warehousing Services, Freight
Transport Agency Services, Other Auxiliary Services, Courier Services,
Packaging Services, Custom Clearance Services, International Freight
Transportation (excluding cabotage), Rail Freight Services, Road Freight
Services, Port Labor, dan perusahaan atau perorangan pengguna layanan.
4. Penerapan INSW juga perlu dikembangkan dalam fungsi pengendalian necara
ekspor impor sebagai upaya untuk mendukung peningkatan kemandirian
bangsa melalui pengembangan sektor-sektor strategis (Nawa Cita ke-7). Hal
ini mengingat perubahan arus barang secara global ke depan akan berpusat
di wilayah Asia Pasifik. Dengan tren peningkatan penduduk Indonesia dan
tren pergerakan barang global, INSW dapat menjadi salah satu faktor yang
berpotensi meningkatkan jumlah barang masuk ke Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan penduduk, dibandingkan barang yang keluar (ekspor).
Oleh karena itu, pengerapan INSW perlu ditingkatkan dengan
mengembangkan fungsi strategis untuk mendukung ekspor, sehingga
keseimbangan necara ekspor impor Indonesia dan kemandirian bangsa dapat
diwujudkan.
3.2. Rekomendasi
Berdasarkan berbagai alternatif solusi yang telah diuraikan secara terinci,
rekomendasi kebijakan dan rencana aksi yang dapat dilaksanakan untuk
meningkatkan interkoneksi antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan dalam
rangka menurunkan biaya logistik sekaligus meningkatkan efisiensi ekonomi adalah
sebagai berikut:
3.2.1. Peningkatan peran hinterland melalui penguatan pusat distribusi
Rekomendasi utama untuk peningkatan peran hinterland melalui penguatan
pusat distribusi yaitu menyelesaikan konsep pengembangan pusat distribusi
regional yang paripurna, yang didukung kajian atau evaluasi yang menyeluruh
terhadap kebutuhan pengembangan pusat distribusi regional di suatu wilayah.
27
Kajian perlu dilakukan sebelum penetapan PDR di suatu wilayah dan sebaiknya tidak
hanya sebatas peningkatan peran PDP sesuai enam kriteria yang ada. Kajian ini
membawa konsekuensi bahwa penetapan target pengembangan PDR dapat direvisi.
Konsep pengembangan PDR yang paripurna dan hasil kajian diharapkan dapat
mengarahkan pengembangan PDR yang lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik
dan kebutuhan layanan logistik di suatu wilayah. Rekomendasi yang lebih spesifik
adalah sebagai berikut:
1. Skenario pengembangan PDR yang dapat disusun berdasarkan hasil kajian
tentang kebutuhan pengembangan PDR di suatu wilayah. Jika hasil kajian
menunjukkan bahwa kapasitas jaringan dan jasa logistik yang menjadi
tantangan terbesar dalam peningkatan efisiensi logistik di suatu wilayah,
maka pola pengembangan pusat distribusi dapat difokuskan pada
pengembangan sarana prasarana pusat distribusi, pengembangan usaha-
usaha lokal penyedia jasa logistik, dan integrasi jaringan logistik (termasuk
kerja sama dengan usaha jasa logistik yang ada). Jika efektivitas distribusi dan
logistik menjadi kendala utama di suatu wilayah, maka pola pengembangan
pusat distribusi dapat diarahkan untuk menjadi clearing house yang disertai
dengan penerapan sistem informasi yang handal dan integrasi jaringan
logistik. Selanjutnya, jika ekosistem distribusi dan logistik yang menjadi
masalah, maka solusi yang dapat dilakukan yaitu memperbaiki regulasi, tata
kelola kelembagaan pendukung, dan peningkatan pengawasan terhadap
praktek persaingan logistik yang tidak sehat, serta meningkatkan efektivitas
dan intergrasi PDP. Ketiga skenario dari hasil kajian tersebut membutuhkan
konsep proses bisnis PDR yang berbeda. Penerapan tiga skenario tersebut
juga tetap perlu dilengkapi dengan strategi kejelasan kelembagaan pengelola
PDR, dan penguatan sumber daya manusia.
2. Kriteria pengembangan PDR yang digunakan saat ini perlu disempurnakan.
Kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu PDP menjadi PDR yaitu
jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan daerah produsen),
berfungsi sebagai konsolidator dan distributor, berada pada wilayah dekat
Pelabuhan Utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat
perdagangan antar pulau. Keenam kriteria ini perlu dilengkapi dengan
rekomendasi dari hasil kajian terhadap kebutuhan pengembangan PDR di
suatu wilayah, adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah Provinsi untuk
mendukung operasionalisasi PDR, dan adanya konsep intergrasi atau
pembangunan kerja sama dengan pelaku dan jaringan logistik yang ada.
Tambahan kriteria yang terakhir ini penting agar pengembangan PDR tidak
kontra produktif (melemahkan, menimbulkan persaingan tidak sehat, atau
bahkan mematikan) usaha-usaha dan jaringan logistik yang ada.
Pengembangan PDR sudah semestinya secara konsisten diarahkan untuk
meningkatkan efisiensi distribusi dan jaringan logistik di suatu wilayah.
28
3. Penguatan PDP. Pengembangan PDR yang efektif akan sangat tergantung
dari kesiapan PDP, sehingga secara logis, upaya penguatan PDP perlu
dilakukan terlebih dahulu sebelum PDP ditingkatnya fungsinya menjadi PDR.
Penguatan PDP ini dapat dilakukan melalui bimbingan teknis, diklat bagi
sumber daya manusia (SDM) pengelola PDP, pendampingan, fasilitasi
pengembangan sistem pendukung melalui penerapan teknologi informasi
dan komunikasi, dan pengembangan jaringan antar PDP. Penguatan PDP ini
dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan Pemda Kabupaten/Kota dan
pelaku logistik yang sudah maju (sebagai mentor dan mitra usaha potensial).
Upaya penguatan PDP juga menghapus persepsi bahwa kepentingan
pengembangan pusat distribusi masih berorientasi pada pembangunan fisik.
4. Bentuk kelembagaan. Review dari konsep pengembangan PDR yang saat ini
masih berlangsung mengarahkan PDR untuk berbentuk Badan Layanan
Umum (BLU). Bentuk BLU memiliki keunggulan karena dapat menjalankan
misi pemerintah, dan pada saat yang sama menciptakan pendapatan untuk
mendukung operasionalisasi dan perluasan layanannya. PDR dalam bentuk
BLU dapat membantu Pemerintah untuk mengintervensi pasar dalam rangka
meningkatkan kecukupan ketersediaan barang kebutuhan pokok, dan
mengurangi disparitas harga di suatu wilayah. Namun PDR, sebagaimana
pelaku logistik lainnya, membutuhkan izin usaha, dan bentuk BLU dalam hal
ini belum memiliki kesetaraan untuk dapat mengakses semua jenis perizinan
usaha sebagaimana usaha swasta/BUMN/BUMD. Sebagai contoh, izin usaha
yang terkait dengan perdagangan luar negeri belum memungkinkan untuk
diberikan bagi BLU. Kendala ini seharusnya dapat diselesaikan mengingat
sebagian izin usaha terkait distribusi dan logistik, serta pengembangan PDR
ditangani oleh satu kementerian, yaitu Kementerian Perdagangan.
5. Penyelesaian aset. Pengembangan PDR menggunakan mekanisme tugas
perbantuan (TP) untuk pembangunan fisik untuk bangunan kantor dan
sekretariat. Sementara itu pengembangan PDP menggunakan mekanisme
Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan gudang. Dalam pola
pembangunan seperti ini, maka kejelasan waktu dan prosedur penyerahan
aset dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah menjadi faktor penentu
dari operasionalisasi pusat distribusi. PDR Makassar menjadi contoh
bagaimana penyerahan aset menjadi kendala untuk pengelolaan PDR yang
efektif. Pembangunan pusat distribusi melalui mekanisme DAK dan TP juga
seharusnya dilengkapi dengan alokasi anggaran dekonsentrasi untuk
mendukung operasionalisasi pusat distribusi dalam masa-masa awal
pengembangan dan/atau transisi pengalihan aset dari Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Daerah.
6. Kompetensi sumber daya manusia (SDM) pengelola PDR sangat menentukan
efektivitas pengembangan dan pengelolaan PDR. Upaya yang dapat dilakukan
29
yaitu pengembangan kurikulum dan diklat khusus, bahkan dapat dilengkapi
dengan standar kompetensi SDM di bidang distribusi/logistik. Pendampingan
juga perlu disediakan untuk mengawal keterampilan yang baru diperoleh dari
diklat dalam penerapan/operasionalisasi PDR. Pendampingan dapat
melibatkan kerja sama dengan konsultan, asosiasi atau pelaku usaha logistik.
7. Sistem informasi yang handal dibutuhkan untuk mendukung fungsi PDR
sebagai clearing house, konsolidator dan distributor. Pengembangan sistem
informasi ini menjadi solusi bagi integrasi logistik yang mencakup:
a. Alur Informasi (information flow) yang menjadi nilai keunggulan PDR
dimana pergerakan barang-barang yang masuk, keluar, dan barang yang
tersedia (stock) dapat dipantau dan dikelola secara real time dan akurat.
Sistem aplikasi PDR yang terintegrasi secara nasional juga perlu dibangun
untuk menghubungkan sesama PDR, antara PDR dengan PDP, dan antar
PDP. Record pergerakan barang-barang dapat dikembangkan berdasarkan
jenis komoditas bahan-bahan pokok, asal pemasok atau produsen,
volume moda transportasi, lead time dari PDR ke konsumen, harga pokok
barang yang dibeli (cost), harga jual (price), siklus peak and low, barang
yang dikembalikan, barang yang rusak, dan lain-lain.
b. Analisis prakiraan permintaan dan penawaran dapat dikembangkan
berdasarkan basis data yang ada sehingga dapat memprediksi stock dari
waktu ke waktu secara akurat. Jika terjadi kekurangan atau kelebihan
stock maka PDR dapat menawarkan solusi melalui pengalihan atau
pengiriman barang antar wilayah yang kekurangan/kelebihan. Tantangan
dalam pengembangan sistem ini adalah aliran informasi yang perlu
konsisten dan mutakhir agar mampu mendukung respon PDR yang cepat
dan akurat.
c. Diseminasi informasi harga dalam rangka mengurangi masalah disparitas
harga. Produsen, pedagang dan konsumen memiliki akses yang sama
terhadap sistem informasi harga ini. Berdasarkan informasi harga ini, PDR
juga dapat menetapkan harga distribusi secara transparan dan
menyeimbangkan beban biaya distribusi antar wilayah berdasarkan jarak
dan volume pasokan, serta permintaan. Optimum route system
memungkinkan produsen memperoleh informasi mengenai biaya
minimum dengan cara meminimalisir jarak perjalanan ke distributor atau
konsumen dengan berbagai alternatif.
d. Sistem organisasi virtual yang dikembangkan untuk menghubungkan
antar wholesales (pedagang) besar dengan kecil sehingga terjalin efisiensi
dalam proses distribusi dimana perusahaan-perusahaan kecil
menghubungkan kebutuhan konsumer dengan produk yang tersedia di
perusahaan-perusahaan besar secara online.
30
e. IP Tracking Technologies dikembangkan untuk setiap komputer yang
terhubung ke internet dengan berbasis Internet Protocol sehingga
dimungkinkan untuk menentukan negara atau kota dan
menghubungkannya ke situs web tertentu. Fitur ini memberikan
kesempatan bagi perusahaan untuk merancang sistem distribusi mereka
berdasarkan jumlah koneksi dari berbagai daerah. Program ini antara lain
dimanfaatkan untuk mensistematisir rute optimal dan volume truk untuk
pengiriman harian. Input ke sistem termasuk lokasi gudang, stasiun
transfer, penggunaan bahan bakar, pesanan pelanggan, moda
transportasi, dan biaya yang terkait.
f. Sinergi dengan INSW dalam rangka meningkatkan informasi tentang arus
barang masuk dan keluar, terutama dalam perdagangan internasional,
juga perlu dilaksanakan dalam rangka meningkatkan fungsi PDR dan PDP
sebagai penyangga distribusi dan logistik wilayah.
8. Pengembangan kerja sama yang sinergis dengan jaringan dan pelaku usaha
logistik yang sudah ada. Pengembangan kerja sama perlu diawali dengan
penetapan batasan peran dari masing-masing pihak yang akan bekerja sama.
Hal ini dapat didasarkan pada lingkup dari aktivitas logistik yang dapat
mencakup: (i) manajemen pergerakan barang dari pemasok ke manufaktur
(inbound logistics atau upstream), dan dari manufaktur ke konsumen
(outbound logistics atau downstream); dan (ii) manajemen logistik, yaitu
mengelola pengembalian barang (return/reverse logistics) dari konsumen ke
pengecer (retailer), dari retailer ke pedagang besar (wholesaler), dan dari
wholesaler ke perusahaan, dan dari perusahaan ke supplier (reverse logistics).
Fungsi dari masing-masing pihak juga perlu diharmonisasi apakah kerja sama
dalam hal penampungan, pemasaran, grosir , dan penyediaan jasa logistik.
Berdasarkan fungsi tersebut, saat ini dapat dipetakan potensi kerja sama
yang dapat dikembangkan PDR dengan jaringan/pelaku logistik, sebagai
berikut:
a. Penampung (collector):
No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA
1. Stasiun Terminal
Agribisnis
Pembelian langsung produk untuk
keberlanjutan pasokan barang, serta
penanganan pascapanen dan pengemasan.
2. Kelompok Tani/
Nelayan/Peternak
Pembelian langsung produk untuk
keberlanjutan pasokan barang
3. Badan Ketahanan
Pangan
Pengujian mutu dan kemananan produksi
pertanian yg masuk ke PDR (residu pupuk dan
pestisida)
4. Balai Karantina
Pertanian/Petenakan
Pengawasan hama dan penyakit tanaman/
ternak
31
No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA
5. Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan
Hortikultura, Dinas
Peternakan, Dinas
Kelautan dan Perikanan
dan Dinas Perkebunan.
Koordinasi penyaluran hasil panen, pertukaran
informasi kebutuhan produk dipasar,
pengaturan produksi, pemasaran dan informasi
harga produk pertanian, serta penanganan
pascapanen dan pengemasan.
b. Pemasar (marketer):
No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA
1. Pasar tradisional Penjualan dan pertukaran data kebutuhan dan
harga komoditas di wilayahnya
2. Pasar induk Penjualan dan pertukaran data kebutuhan dan
harga komoditas di wilayahnya
3. Pasar modern Penjualan dan pertukaran data kebutuhan dan
harga komoditas di wilayahnya
4. Eksportir Penjualan
5. E-commerce Penjualan
6. Disperindagkop dan
UMKM
Pertukaran Informasi pasar dalam negeri
7. PDP/PDR lain Penjualan dan pertukaran data komoditas di
wilayahnya
8. Kadin Pertukaran informasi dan peluang pasar
c. Grosir (wholesaler):
No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA
1. Pabrik Pengadaan barang
2. Distributor Pengadaan barang
3. Koperasi Penyaluran barang
4. Kelompok tani, ternak
dan nelayan
Penyaluran barang
d. Penyedia jasa logistik
No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA
1. Perusahaan ekspedisi/
courier/kargo
Pengiriman barang
2. Asosiasi pengusaha
angkutan truk
Penyediaan jasa transportasi barang antar kota
antar provinsi
3. Peyedia jasa
pergudangan
Penyimpanan barang
32
No NAMA INSTITUSI LINGKUP KERJASAMA
4. Perusahaan TIK
(Telkom)
Penyediaan jasa IT inventori dan telekomunikasi
5. Pelindo Akses jasa kepelabuhanan
6. Bulog Penyediaan stock komoditi strategis
8. Perusahaan Asuransi Jaminan asuransi pada pengiriman barang
9. Perusahaan Surveyor Penilaian dan Pengujian mutu barang/komoditi
10. Perbankan Penyediaan modal untuk pembelian barang
11. Dinas Perdagangan Informasi pasar dan stabilisasi harga melalui
penyelenggaraan pasar murah atau operasi
pasar
12. Tim Pengendali Inflasi
Daerah
Koordinasi/penyedia informasi penanganan dan
distribusi barang untuk pengendalian inflasi
13 Badan Ketahanan
Pangan
Koordinasi dan penyediaan informasi untuk
distribusi pangan daerah
9. Piloting atau pengembangan rintisan yang menerapkan konsep PDR yang
paripurna perlu dilaksanakan untuk dapat memberi pembelajaran dari
tantangan dan peluang yang dihadapi dalam pengembangan PDR secara riil.
Pengembangan rintisan ini dapat dilakukan secara sekaligus, atau bertahap,
namun dengan konsep pengembangan PDR yang sudah lengkap. Apabila
rintisan dikembangkan secara bertahap, maka keterhubungan antar PDP, dan
antara PDP dan PDR dapat menjadi prioritas pertama. Keterhubungan itu
dapat diawali dengan pembangunan sistem informasi inventory yang
diprioritaskan pada komoditas pokok. Pencatatan dan update informasi
dilakukan terhadap pergerakan arus barang dari pemasok atau produsen ke
setiap saluran distribusi (pasar grosir, pengecer, pasar tradisional, dan pasar
modern) dapat dipantau dan dipelajari. Penetapan lokasi rintisan juga telah
mempertimbangkan kriteria penetapan PDR yang lebih lengkap (lihat
rekomendasi ke-2).
10. Khusus untuk PDR di Makassar dan PDR lain yang sudah dan sedang
dikembangkan (Bitung dan Banjarmasin), upaya-upaya untuk mendorong
operasionalisasi PDR adalah (i) menetapkan lembaga penanggung jawab
pengembangan PDR yang diikuti dengan penetapan lembaga pengelola PDR;
(ii) mempercepat proses pengalihan aset sehingga Pemda dapat mengelola
dan menjalankan PDR dengan lebih efektif; (iii) menyediakan panduan
operasionalisasi PDR (proses bisnis); (iv) menyediakan pelatihan dan
pendampingan bagi SDM pengelola; dan (v) memfasilitasi kerja sama dan
pendampingan dari mitra-mitra di jaringan logistik yang sudah ada atau
beroperasi di wilayah PDR. Upaya-upaya ini tidak dapat dibebankan kepada
33
satu lembaga saja; namun setidaknya Kementerian Perdagangan dapat
mendampingi Pemda untuk melaksanakan kelima rencana aksi tersebut
dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sarana prasarana yang sudah
dibangun dan menjalankan fungsi PDR untuk mendukung kelancaran pasokan
dan kestabilan harga barang antar wilayah.
3.2.2 Peningkatan kapasitas dan efektivitas jaringan logistik
Berdasarkan beberapa alternatif solusi untuk peningkatan kapasitas dan
efektivitas jaringan logistik, rekomendasi kebijakan atau rencana tindak yang dapat
dilaksanakan antara lain:
1. Perbaikan perencanaan perkotaan dengan memperhatikan perencanaan
tata ruang yang mengatur lokasi pusat produksi dan distribusi sesuai
kapasitas jaringan infrastruktur yang ada. Disamping itu, kebijakan
pembatasan jarak antara produksi dan konsumsi dapat dilakukan untuk
mengurangi permintaan arus barang.
2. Perbaikan pola penggunaan jalan dalam rangka memberi ruang yang lebih
besar bagi kendaraan angkutan barang dan memperlancar arus barang dan
jasa di perkotaan. Salah satu kebijakan yang dapat dilaksanakan yaitu
penerapan road pricing sampai batas tertentu untuk membatasi
pertumbuhan transportasi barang. Alternatif ini juga dapat menciptakan
disinsentif untuk pengguna kendaraan penumpang yang selama ini
mendominasi penggunaan jalan di perkotaan, serta mengurangi beban biaya
dalam pengadaan lahan untuk jalan di perkotaan. Skema road pricing dapat
berupa peningkatan Tarif Tol Golongan I yang lebih mahal dibanding Non
Golongan I, serta peningkatan tarif Parkir dan Tarif memasuki kawasan
perkotaan (Electronic Road Pricing). Sebagaimana pembelajaran di Singapura,
penerapan road pricing yang efektif diharapkan selain untuk memperlancar
jalur logistik, juga menjadi sumber pendapatan negara yang dapat digunakan
untuk pemeliharaan jaringan transportasi yang ada. Peninjauan penentuan
pajak progresif kepemilikan kendaraan bermotor juga dapat menjadi pilihan
untuk mengendalikan jumlah peredaran kendaraan penumpang.
3. Peningkatan kapasitas infrastruktur melalui penerapan konsep push and pull
dimana Pemerintah dapat mengembangkan moda transportasi massal yang
dapat digunakan masyarakat, dan pada saat yang sama memaksa pengguna
kendaraan penumpang untuk dapat rela berganti moda menggunakan
transportasi umum. Penyediaan jaringan moda transportasi massal, misalnya
moda berbasis rel, diharapkan dapat berkompetisi dengan kemudahan yang
didapat bila menggunakan kendaraan penumpang. Upaya lain yang dapat
ditempuh yaitu pembangunan infrastruktur untuk menyediakan jalur moda
transportasi berbasis rel dan lajur khusus jalan untuk angkutan kontainer dari
kawasan industri ke kawasan pelabuhan.
34
4. Rekayasa lalu lintas melalui pengaturan kecepatan, dimana volume
pengangkutan dapat dikontrol dengan menggunakan ukuran kecepatan.
Pembatasan kecepatan akan meningkatkan waktu tempuh yang berakibat
pada penurunan permintaan angkutan penumpang, meskipun hal ini belum
tentu berlaku pada angkutan barang. Kebijakan ini juga membutuhkan
dukungan penyesuaian dan investasi tambahan bagi perusahaan angkutan
kelas kecil dan menengah untuk selalu menyesuaikan mass power ratio
angkutan transportasinya agar dapat memenuhi kecepatan minimal tersebut.
5. Kebijakan lain yang dapat ditempuh untuk mengendalikan kapasitas jaringan
transportasi yang ada antara lain:
a. Meninjau kembali regulasi atas penetapan buka dan tutup pintu tol di
beberapa wilayah tertentu yang berpotensi untuk menghaambat
kelancaran distribusi logistik antara dry port ke pelabuhan ataupun antar
Pusat Distribusi Regional (PDR);
b. Pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor, meskipun kebijakan ini
kurang populer bagi industri otomotif, serta dapat berimplikasi kepada
pengurangan kesempatan kerja dan penurunan permintaan kepada
pasokan komponen otomotif yang saat ini banyak melibatkan industri
skala kecil dan menengah. Kebijakan ini membutuhkan analisis yang
cermat agar angka penciptaan lapangan kerja bersih secara nasional dan
produktivitas industri otomotif tetap dapat dipertahankan;
c. Pemberian intensif fiskal kepada industri otomotif untuk mendorong
melakukan ekspor dibandingkan melakukan penjualan di dalam negeri.
Kebijakan ini akan selaras dengan kebijakan pembatasan kepemilikan
kendaraan bermotor di dalam negeri;
d. Penyusunan peta jalan pengembangan industri yang berbasis ilmu
pengetahuan untuk mengurangi kebutuhan tranportasi dari pusat
produksi ke konsumen akhir;
e. Penerapan konsep Global Value Chains untuk mengurangi transportasi
barang jadi yang membutuhkan ruang yang lebih besar dibandingkan
dengan transportasi komponen barang yang kemudian dapat dirakit di
kawasan berikat yang terletak berdekatan dengan konsumen akhir; dan
f. Pemberian intensif terhadap produksi dan penggunaan produk lokal
agar dapat mengurangi kebutuhan transportasi pada wilayah dengan
skala luas.
7. Peningkatan efektivitas dry port (Cikarang Dry Port/CDP, dan Terminal Peti
Kemas Bandung/TPKB) melalui perbaikan proses bisnis dan peningkatan
kualitas layanan terutama yang berkaitan dengan penurunan dweling time,
harga satuan jasa, dan tingkat keamanan. Peningkatan efektivitas dry port
diharapkan dapat mendukung kelancaran jaringan logistik, terutama
35
mengurangi kemacetan di pelabuhan laut yang digunakan untuk pengiriman
logistik antar wilayah/pulau.
a. CDP, misalnya, dapat mengoptimalkan penggunaan e-seal dan GPS untuk
pengawasan keluar masuk barang. Perluasan penggunaan e-seal perlu
didukung kemudahan pemberian izin dari Menkominfo dan Bea Cukai.
b. Terkait penurunan biaya jasa, CDP membutuhkan dukungan Pemerintah
untuk membangun jalur kereta api dari Cikarang ke Tanjung Priok (Koja),
yang saat ini baru tercakup sampai wilayah Pasoso (kurang lebih 5 km ke
Koja). Upaya yang sama juga dapat mendukung peningkatan peran TPKB.
Namun pembangunan jalur kereta belum tentu dapat menurunkan harga
karena keterbatasan kapasitas angkut, sehingga Pemerintah tetap perlu
mengupayakan adanya intergrasi dengan moda transportasi.
8. Meninjau ulang master plan agraria dan tata ruang (Perpres No. 36 Tahun
2011) dalam rangka untuk memecahkan hambatan terkait pengadaan lahan
dan pengaturan penggunaan ruang di simpul-simpul distribusi logistik
nasional. Langkah ini dapat dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan terkait sehingga pelaksanaannya mendapat dukungan penuh
dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan sektor terkait.
9. Meningkatkan kemampuan teknologi informasi untuk meningkatkan
mendukung rekayasa jaringan logistik sehingga lebih efisien, dan
meningkatkan efektivitas layanan logistik. Penerapan teknologi informasi
juga dapat memperpendek rantai pasok distribusi secara nasional.
3.2.2. Peningkatan efektivitas layanan pelabuhan
Berdasarkan hasil diskusi dengan para pemangku kepentingan di Pelabuhan
Tanjung Preak, Teluk Lamong dan Direktorat Kepabeanan dan Cukai, Ditjen Bea dan
Cukai, serta berdasarkan pengamatan di lapangan, untuk mewujudkan INSW yang
ideal, maka diperlukanm kerja sama dan komitmen dari berbagai pemangku
kepentingan sebagaimana tercantum pada Gambar 3.3, dalam rangka meningkatkan
efektivitas sistem INSW yang sudah ada, dan mengembangkan konektivitas dengan
pilar-pilar sistem INSW yang belum terintegrasi.
Dari Gambar 3.3, beberapa hal yang dapat direkomenasikan untuk
meningkatkan efektivitas dan konektivitas Sistem Logistik Nasional melalui
penerapan INSW antara lain:
1. Peningkatan konektivitas pilar-pilar sistem INSW, antara lain:
a. Manifest Respond antar pelabuhan dan dengan INSW perlu dibangun
dan diintegrasikan. Dengan kata lain, pelabuhan besar/induk dan
pelabuhan pendukungnya perlu menerapkan sistem yang sama.
b. Gate In/out Information (Discharge/Loading List) perlu menggunakan
satu format untuk mendukung aplikasi tunggal secara online, onsite dan
real time sehingga dapat memperpendek waktu operasi.
36
Gambar 3.3. Fokus Peningkatan Efektivitas dan Konektivitas di INSW
c. Credit/debit advisory dari lembaga keuangan perlu diintegrasikan dengan
INSW dalam rangka meningkatkan pemenuhan kebutuhan layanan
keuangan yang setara dengan operasional pelabuhan yang sudah
menerapkan sistem 24/7.
2. Bagi pilar-pilar sistem INSW yang sudah terkoneksi, peningkatan efektivitas
dapat dilakukan melalui
a. Integrasi otorisasi dari 18 Kementerian/Lembaga khususnya perizinan
dalam operasi pelabuhan yang sudah terbangun saat ini. Kerja sama ini
perlu dilakukan karena selama ini masih ada “ego sektoral” dan ketidak
hadiran/representasi K/L di wilayah operasi kegiatan pelabuhan.
b. Peningkatan integrasi antara Custom and Manifest Declaration dengan
Custom/Manifest Respond dan layanan keuangan (payment) secara
online.
3. Dalam tataran kegiatan, beberapa upaya perbaikan aplikatif yang dapat
direkomendasikan adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan sistem informasi dimana sistem informasi tersebut dapat
direalisasikan dengan membentuk integrated portal akses tunggal bagi
pengguna jasa di pelabuhan.
b. Pembentukan single submission dan single entry bagi perizinan di bisnis
pelabuhan.
37
c. Pengelolaan koordinasi dan harmonisasi proses bisnis melalui penerapan
standard operating procedures (SOP) dengan yang melibatkan seluruh
pemangku kepentingan yang disusun berdasarkan pemetaaan tugas dan
fungsi pelayanan masing-masing pemangku kepentingan dalam sistem
logistik nasional, serta didukung kriteria tercapainya harmonisasi
multistakeholder secara transparan dan akuntabel.
d. Peningkatan komitmen Pemerintah untuk mendukung integrasi dan
efektivitas pilar-pilar INSW dalam bentuk dukungan alokasi anggaran
yang memadai untuk mempercepat penerapan sistem tersebut di
seluruh pelabuhan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan informasi dari
paparan Bea dan Cukai dimana 75 persen dari proses interkoneksi lintas
sektoral (simplifikasi, harmonisasi, standarisasi) merupakan kewenangan
internal di 18 K/L. Dengan demikian “change management” merupakan
suatu keharusan yang dilaksanakan 18 K/L untuk mendukung
keberhasilan penerapan INSW yang ideal.
4. Pembentukan “Single Authority” untuk melakukan pemeriksaan fisik barang
di lapangan yang terkait dengan sistem INSW sebagaimana International best
practices yang telah dilakukan di beberapa negara seperti Singapura dan
negara-negara Eropa. Saat ini pemeriksaan fisik barang masih melibatkan
kewenangan dari 18 kementerian/Lembaga. Bersadarkan International best
practices dimaksud, maka Ditjen Bea dan Cukai dapat diusulkan sebagai
Single Authority dalam hal pemeriksaan fisik barang di lapangan.
5. Peningkatan fungsi INSW sebagai sistem buffer yang mendukung
keseimbangan neraca ekspor impor, yang didukung keterhubungan informasi
yang dikelola dengan layanan informasi yang dikembangkan oleh PDR dan
PDP.
Berbagai rekomendasi tersebut diharapkan dapat memperkuat konektivitas
antara hinterland, jaringan logistik dan pelabuhan. Penguatan hinterland
dilaksanakan melalui pengembangan penyangga distribusi dan logistik dalam bentuk
pusat distribusi atau clearing house untuk informasi pasokan dan harga. Peran
hinterland juga sangat ditentukan oleh kapasitas (jangkauan) dan efisiensi jaringan
logistik terutama kapasitas jaringan transportasi, integrasi multimoda transportasi,
dan efektivitas peran dry port untuk mendukung kelancaran arus barang dari
hinterland ke pelabuhan. Peningkatan peran hinterland dan jaringan logistik
utamanya ditujukan untuk memperlancar arus barang antar wilayah di dalam negeri,
dan arus barang yang akan dikirim ke pasar internasional (ekspor). Sementara itu
penguatan efisiensi layanan pelabuhan melalui streamlining proses persetujuan
dokumen untuk layanan logistik (INSW) tidak saja mengakomodasi kelancaran arus
barang impor, namun juga yang lebih penting untuk mendukung kelancaran ekspor
melalui fungsi INSW sebagai sistem buffer.
38
Rekomendasi yang disusun juga dijabarkan lebih lanjut dalam beberapa
rencana aksi perubahan yang dapat dilaksanakan pada tataran nasional, melalui
kerja sama antar Kementerian/Lembaga, oleh lembaga dari peserta Diklat RLA III,
dan oleh peserta Diklat RLA III di unitnya masing-masing. Rincian rencana aksi
perubahan dapat dilihat pada bagian Lampiran dalam Policy Paper ini.
39
LAMPIRAN 1
PERUBAHAN YANG BERKAITAN DENGAN TEMA
Connectivity for Better Synergy: Alignment Between Transportation, Logistics,
Information Technology and Regional Development
1. PERUBAHAN PADA TATARAN NASIONAL
a. Perubahan kebijakan yang disarankan
1) Peningkatan peran hinterland melalui penguatan pusat distribusi yaitu
menyelesaikan konsep pengembangan pusat distribusi regional yang
paripurna, yang didukung kajian atau evaluasi yang menyeluruh tentang
kebutuhan dukungan distribusi dan logistik di suatu wilayah;
2) Peningkatan kapasitas dan efektifitas jaringan logistik secara
komprehensif melalui kebijakan pengaturan penggunaan jalan,
pengaturan industri transportasi, dan peningkatan efektivitas dry port;
dan
3) Peningkatan efektivitas layanan pelabuhan melalui peningkatan
efektivitas sistem Indonesia National Single Window (INSW) yang sudah
ada, dan pengembangan konektivitas antar pilar-pilar sistem INSW.
b. Pemangku kepentingan yang terkait antara lain:
1) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;
2) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman;
3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan;
4) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
5) Kementerian Hukum dan HAM;
6) Kementerian Keuangan;
7) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
8) Kementerian Perindustrian;
9) Kementerian Perdagangan;
10) Kementerian Pertanian;
11) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
12) Kementerian Perhubungan;
13) Kementerian Kelautan dan Perikanan;
14) Kementerian Ketenagakerjaan;
15) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
16) Kementerian Kesehatan;
17) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
18) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi;
19) Kementerian Sosial;
20) Kementerian Agama;
40
21) Kementerian Kominfo;
22) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
23) Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
24) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas;
25) Badan Koordinasi Penanaman Modal;
26) Pemerintah Daerah;
27) BUMN; dan
28) Asosiasi dan Usaha-usaha Jasa Logistik.
c. Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan menyakinkan
pemangku kepentingan yaitu mengusulkan policy paper yang mencakup
rekomendasi kebijakan dan rencana aksi untuk meningkatkan aksesibilitas
dan efisiensi sistem logistik dalam rangka memperkuat konektivitas nasional.
d. Hasil jangka pendek yang diharapkan:
1) Tersedianya konsep pengembangan pusat distribusi yang paripurna
sebelum perluasan pembangunan fisik PDP dan PDR, dan berfokus pada
proses sistematis dan bertahap untuk pengembangan PDP sebelum
meningkatkan ke pengembangan PDR;
2) Harmonisasi Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota;
3) Penyesuaian tarif tol dan parkir;
4) Pembangunan moda kereta api container antara Pasoso dan Priok;
5) Kebijakan pendukung untuk industri otomotif, rantai pasok dan produk
lokal; dan
6) Peningkatan compliance dari 18 K/L untuk sistem INSW.
e. Dampak positif yang diharapkan dari kebijakan yang diusulkan:
1) Efektivitas distribusi dan logistik intra dan antar wilayah;
2) Penurunan disparitas harga;
3) Penurunan biaya transportasi logistik;
4) Peningkatan aktivitas perekonomian di hinterland; dan
5) Peningkatan daya saing wilayah dan perekonomian nasional;
2. PERUBAHAN PADA TATARAN ANTAR K/L
a. Perubahan kebijakan yang disarankan:
1) Peningkatan peran kementerian/lembaga dalam pengembangan pusat
distribusi dalam skema keterpaduan antara program-program K/L untuk
pengembangan wilayah, pengembangan infrastruktur dan jaringan
logistik (transportasi dan jasa logistik), pengembangan sentra produksi
dan sarana pemasaran, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah
dan koperasi, pengembangan layanan akses keuangan dan informasi,
peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan pengembangan
industri;
41
2) Peningkatan kapasitas dan efektifitas jaringan logistik secara
komprehensif melalui sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan
program antara pengembangan infrastrukur dan transportasi dengan
kebijakan dan program pembangunan perdesaan dan perkotaan dalam
rangka meningkatkan aksesibilitas dan memperlancar arus barang dan
jasa di desa, perkotaan maupun antar wilayah; dan
3) Peningkatan efektivitas layanan pelabuhan melalui peningkatan
efektivitas sinergi 18 K/L dalam implementasi sistem INSW.
b. Pemangku kepentingan yang terkait antara lain:
1) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;
2) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman;
3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan;
4) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
5) Kementerian Hukum dan HAM;
6) Kementerian Keuangan;
7) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
8) Kementerian Perindustrian;
9) Kementerian Perdagangan;
10) Kementerian Pertanian;
11) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
12) Kementerian Perhubungan;
13) Kementerian Kelautan dan Perikanan;
14) Kementerian Ketenagakerjaan;
15) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
16) Kementerian Kesehatan;
17) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
18) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi;
19) Kementerian Sosial;
20) Kementerian Agama;
21) Kementerian Kominfo;
22) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
23) Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
24) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas; dan
25) Badan Koordinasi Penanaman Modal.
c. Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan menyakinkan
pemangku kepentingan yaitu mengusulkan policy paper yang mencakup
rekomendasi kebijakan dan rencana aksi untuk meningkatkan aksesibilitas
dan efisiensi sistem logistik dalam rangka memperkuat konektivitas nasional.
d. Hasil jangka pendek yang diharapkan:
42
1) Integrasi perencanaan dan pelaksanaan mulltisektor dan multi-KL dalam
pengembangan konektivitas, khususnya terkait sinkronisasi target, pola
pengembangan terpadu, sinergi pelaksanaan dan monev;
2) Konsep pengembangan pusat distribusi yang paripurna yang didukung
partisipasi K/L, dan diwujudkan dalam bentuk kesepakatan pilot/rintisan
pengembangan pusat distribusi pada tahun 2017 yang melibatkan kerja
sama antar K/L;
3) Kajian pengembangan skema pendanaan infrastruktur melalui Public
Private Partnership (PPP) yang melibatkan lintas K/L;
4) Harmonisasi Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota; dan
5) Peningkatan compliance dari 18 K/L untuk sistem INSW.
e. Dampak positif yang diharapkan dari kebijakan yang diusulkan:
1) Efektivitas distribusi dan logistik intra dan antar wilayah;
2) Penurunan disparitas harga;
3) Penurunan biaya transportasi logistik;
4) Peningkatan aktivitas perekonomian di hinterland; dan
5) Peningkatan daya saing wilayah dan perekonomian nasional;
3. PERUBAHAN PADA TATARAN LEMBAGA PESERTA DIKLAT RLA III
a. Bappenas
1) Perubahan kebijakan yang disarankan untuk mendukung peningkatan
konektivitas nasional itu mengoptimalkan integrasi yang sudah dibangun
antara urusan perencanaan infrastruktur dengan urusan perencanaan
wilayah dan sektoral melalui:
• menyusun standar operating procedures (SOP) untuk harmonisasi
perencanaan tematik secara internal Bappenas yang didasarkan pada
kontribusi dari perencanaan di berbagai bidang dan wilayah;
• menyusun SOP harmonisasi perencanaan tematik yang melibatkan
perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah (restrukturisasi
dan revitalisasi musrenbangnas);
• membentuk tim harmonisasi yang akan mengawal proses
perencanaan tematik dengan sinkronisasi target, pendepatan dan
pola penganggaran;
• mengembangkan pilot/rintisan untuk membangun sinergi lintas
lembaga sekaligus pembelajaran untuk perbaikan proses perencanaan
tematik pada tahun-tahun berikutnya; dan
• mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi perencanaan
pembangunan yang difokuskan pada efektivitas perencanaan untuk
mewujudkan target-target Nawacita.
2) Pemangku kepentingan yang terkait: Unit Kerja Eselon I dan II,
Kementerian Keuangan, Pemda, DPR RI, dan Kantor Staf Presiden.
43
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan yaitu:
• menyampaikan policy paper kepada unit-unit kerja terkait untuk
menjadi masukan bagi perbaikan materi perencanaan dan monitoring
dan evaluasi perencanaan, serta peningkatan efektivitas integrasi
perencanaan antar bidang/urusan sesuai dengan perencanaan
tematik, khususnya dalam rangka meningkatkan konektivitas; dan
• menyelenggarakan koordinasi dan diskusi untuk internalisasi dan
peningkatan pemahaman pemangku kepentingan terkait berbagai
rekomendasi di dalam policy paper.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu peningkatan kualitas dan
lingkup perencanaan tematik di bidang konektivitas yang disusun
berdasarkan integrasi dan harmonisasi dengan bidang-bidang terkait
seperti pengembangan wilayah, infrastruktur, informasi komunikasi,
sektoral, dll.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain mencakup peningkatan efektivitas perencanaan yang diwujudkan
dalam pencapaian sasaran dan target-target pembangunan yang
menciptakan manfaat yang merata dan berkelanjutan bagi masyarakat.
b. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu kebijakan keterbukaan data
dan informasi yang mendukung INSW dan sistem logistik nasional.
2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu antar unit penyedia data dan
informasi dan unit pendukung lainnya:
• Unit Dirjen Planologi KLHK;
• Unit Sekretariat Jenderal khususnya Pusat Data dan Informasi;
• Unit Sekretariat Jenderal, Biro Perencanaan;
• Unit Dirjen Teknis terkait data dan Informasi Stock dan sumber daya
lainnya yang diperlukan untuk dukungan INSW dan perizinan; dan
• Unit Badan Litbang dan Inovasi, untuk dukungan kajian kajian yang
diperlukan untuk dukungan teknis kajian bagi INSW dan Perizinan.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan yaitu (i) rakornis dan sosialisasi
tentang Data dukung dan sistem Informasi untuk INSW; dan (ii)
koordinasi internal K/L untuk memastikan setiap kebijakan
terinternalisasi dalam kegiatan unit yang interkoneksi dan didukung
sistem penganggaran yang diperlukan.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu keterbukaan data dan
Informasi dan kemudahan akses Informasi untuk dukungan teknis INSW
dan perizinan yang diperlukan.
44
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain yaitu (i) kecepatan akses data dan informasi terkait INSW,
kemudahan dan transparansi dapat terbentuk lebih baik, dan (ii) tingkat
daya saing meningkat signifikan.
c. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
a. Perubahan kebijakan yang disarankan:
i. Pembangunan lajur khusus kontainer antara pelabuhan dan kawasan
industri untuk memperlancar arus barang;
ii. Justifikasi tarif tol Golongan I versus Non Golongan I, untuk memaksa
Golongan I berganti moda ke angkutan massal; dan
iii. Inventarisasi lahan di sekitar ruang milik jalan tol/jalan dan juga
bantaran sungai untuk dapat dimanfaatkan sebagai lajur angkutan
massal.
b. Pemangku kepentingan yang terkait:
i. BPIW;
ii. Ditjen Sumber Daya Air;
iii. Ditjen Bina Marga;
iv. Ditjen Bina konstruksi;
v. BPJT;
vi. Balitbang PU PR;
vii. BPSDM;
viii. Kementerian Perhubungan;
ix. Pemda;
x. BUJT; dan
xi. YLKI.
c. Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan:
i. Komunikasi Publik selama sekurang-kurangnya 6 bulan, yang dapat
berupa sosialisasi di media massa dan dialog interaktif; dan
ii. Menyediakan unit khusus menangani pengaduan dan masukan dari
masyarakat.
d. Hasil jangka pendek yang diharapkan:
i. Adanya kebijakan atau pengaturan terhadap tarif tol;
ii. Pemakaian kendaraan pribadi berkurang; dan
iii. Peningkatan arus logistik.
e. Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
i. Lancarnya lalu lintas di jalan tol;
ii. Kapasitas arus barang meningkat;
45
iii. Biaya logistik berkurang; dan
iv. Peningkatan PDRB.
d. Kementerian Komunikasi dan Informatika
1) Perubahan kebijakan yang disarankan adalah urgensi Government
Network yang mendukung International National Single Window (INSW)
untuk menjamin keamanan dan kehandalan jaringan tersebut serta
interface layanan dengan stakeholders.
2) Pemangku kepentingan yang terkait adalah Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian PU,
Pemerintah Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan adalah penyusunan dan
penyampaian proposal terkait dengan Pembangunan Government
Network untuk Mendukung Pelaksanaan Fungsi Pemerintahan dengan
tahapan simplifikasi, harmonisasi, standarisasi, automasi, integrasi, dan
service level agreement.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Penyelesaian Proposal untuk rencana Pembangunan Government
Network untuk mendukung pelaksanaan fungsi pemerintahan
meliputi infrastruktur e-government, multi layer government
backbone network, interoperabilitas framework, Government Data
Center, Government internet gateway and exchange system, E-
government infrastructure services, dan Government communication
network); dan
• Menetapkan Key Performance Index (KPI) dari Kementerian/Lembaga
terkait.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain-jangka menengah dan jangka panjang yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Terbangunnya jaringan interkonektivitas yang terstruktur dengan
stakeholders luas;
• Meningkatkan efektivitas dan efesiensi kerja pemerintah sehingga
menghasilkan layanan yang lebih berkualitas dan lebih cepat dan
transparan;
• Menjamin percepatan dan kepastian layanan kepada masyarakat,
khususnya layanan yang memerlukan dukungan ICT;
• Efisiensi dana APBN yang diperlukan untuk pembangunan jaringan
pemerintah (Government Network);
• Memperbaiki efektivitas manajerial, dan dalam menghasilkan nilai-
nilai sosial-ekonomi serta memperbaiki mekanisme demokrasi; dan
46
• Dalam kaitan dengan konektivitas, government network dilaksanakan
untuk menunjang implementasi (1) penyediaan broadband dan
jaringan telekomunikasi khusus sebagai bagian dari universal service
obligation yang dalam konteks konektivitas digunakan untuk IP
tracking system, information logistic flow, analisis permintaan dan
penawaran, dan informasi harga (2) pradefinisi fitur web dan layanan
manajemen yang menghubungkan organisasi dan warga negara; (3)
National Single Window: sistem workflow untuk pengurusan
perizinan, otorisasi, dan sebagainya secara digital; (4) koneksi sistem
informasi antar lembaga-lembaga negara untuk keperluan registrasi
seperti dalam integrasi pengurusan perizinan di pelabuhan, kartu
identitas penduduk (KTP), kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), Kartu Pintar, dan lain-lain. Infrastruktur ini memungkinkan
application hosting service untuk memberikan platform hosting
aplikasi pemerintah berbasis web bagi layanan perizinan,
pembayaran online (host to host dengan bank), message
broadcasting, dan pertukaran data serta aplikasi antara pemerintah
dengan stakeholders-nya.
e. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu menyediakan informasi
pertanahan yang lebih terbuka.
2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu Dirjen tata ruang, Dirjen
hubungan hukum, dan Dirjen infrastruktur.
3) Tindakan yang akan dilakukan yaitu membuatkan perangkat/aplikasi
keterbukaan informasi ke publik.
4) Hasil yang diharapakan yaitu peningkatan akses informasi dari
masyarakat.
5) Dampak yang diharapkan yaitu informasi akan makin kaya dengan
adanya feedback dari masyarakat serta masyarakat ikut serta
mengendalikan tata ruang.
f. Kementerian Perhubungan
1) Perubahan kebijakan yang disarankan:
• Harmonisasi kebijakan antar direktorat teknis (perhubungan darat,
laut, udara dan perkeretaapian) untuk mendukung konektivitas;
• Sinergi antar unit eselon 1 dalam mewujudkan konektivitas yang
dapat menunjang peningkatan logistik melalui penguatan fungsi
masing-masing unit;
47
• Penyiapan kebijakan antar K/L dan koordinasi antar K/L yang
mendukung logistik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi serta mempertimbangkan perkembangan regional;
• Peningkatan standar manajemen mutu melalui penerapan ISO
9001:2008 terhadap dukungan peningkatan logistik; dan
• Khusus Perhubungan Laut dan Udara, mendorong percepatan
penggunaan Sistem Kepelabuhanan/Kebandarudaraan
(InaPortNet/AirPortNet) untuk mendukung kelancaran arus barang
melalui pelabuhan/ bandara di seluruh Indonesia baik kelancaran arus
domestik maupun internasional.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Seluruh instansi internal kementerian perhubungan;
• Pemangku kepentingan terkait transportasi (Kementerian/Lembaga);
• Pemangku kepentingan terkait peningkatan manusia yang bersumber
daya;
• Pemangku kepentingan terkait harmonisasi regulasi nasional;
• Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota; dan
• Asosiasi terkait transportasi
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan:
• Melakukan rapat koordinasi dengan melibatkan pemangku
kepentingan;
• Sosialisasi konsep dan rencana konektivitas untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi logistic; dan
• Monitoring dan Evaluasi secara periodic dengan melibatkan para
pemangku kepentingan sebagai bahan perumusan kebijakan sektor
logistic.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Simplifikasi proses bisnis melalui perbaikan standar operating
procedure (SOP);
• Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang
penyederhanaan proses bisnis serta peningkatan daya saing sektor
logistic; dan
• Berkurangnya hambatan-hambatan antar pemangku kepentingan dan
internal Kementerian Perhubungan
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Menurunnya disparitas harga;
• Biaya logistik yang semakin rendah;
• Meningkatnya LPI (Logistic Performance Index);
48
• Terhubungkannya wilayah kepulauan Indonesia melalui peningkatan
jaringan transportasi;
• Menurunnya waktu penanganan barang di pelabuhan dan bandara;
dan
• Terselenggaranya system logistic yang efektif, efisien dan ekonomis.
g. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu penyederhanaan Perizinan
dan Pelimpahan wewenang perizinan sektor ESDM pada PTSP (Perizinan
Terpadu Satu Pintu) yang dikelola BKPM dan Indonesian National Single
Windows (INSW) yang dikelola oleh Kementerian Keuangan untuk
menunjang konektivitas sistem logistik nasional.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Pemangku Kepentingan Kunci (Menteri, Pejabat Eselon I, II, III, IV,
Pejabat Non Struktural);
• Pemangku Kepentingan Utama (KKKS, KK, PKP2B, BUMN Sektor ESDM,
K/L Lain dll); dan
• Pemangku Kepentingan Pendukung (LSM, Pers, Lembaga Donor).
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan:
• Melakukan sosialisasi atas kebijakan yang dikeluarkan melalui acara
Coffee Morning; Media massa; dan
• Focus Group Discussion, One On One Meeting.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Semua Perizinan sudah disederhanakan dan dilimpahkan kepada PTSP
Nasional dan INSW;dan
• Sistem importasi Sektor KESDM sudah semuanya terintegrasi dengan
INSW (Importasi pelumas, Master list KK/PKP2B/KKKS)
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain-Jangka menengah dan jangka panjang- yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Indeks kepuasan pengguna layanan meningkat;
• Perbaikan Indeks Persepsi Korupsi; dan
• Perbaikan Tata Kelola Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral.
h. Badan Koordinasi Penanaman Modal
1) Perubahan kebijakan yang disarankan:
• Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan investasi khususnya
yang berkaitan dengan peningkatan konektivitas, pengembangan
logistik dan pembangunan daerah, dan infrastruktur pendukung
seperti teknologi informasi; dan
49
• Penyempurnaan NSW dibidang investasi (NSWi) dalam rangka
mendukung implementasi Indonesia National Single Window (INSW).
2) Pemangku kepentingan yang terkait
• Pemangku kepentingan internal (pimpinan BKPM, pejabat struktural
dan Non-struktural)
• Pemangku kepentingan eksternal (investor, asosiasi dunia usaha, K/L
terkait, institusi lainnya)
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan adalah melalui berbagai rapat, FGD,
sosialisasi, dan media komunikasi lainnya.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Kebijakan dapat diimplementasikan dan memberikan kemudahan
berusaha; dan
• Komunikasi atau koordinasi yang lebih intens antara pengelola NSWi
dengan NSW nasional.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain-Jangka menengah dan jangka panjang- yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan adalah peningkatan koordinasi dan kerjasama
dengan K/L dan stakehorder terkait, peningkatan investasi, dan
perekonomian.
i. Bappeda Provinsi Kalimantan Timur
1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu pembangunan Pusat
Distribusi Provinsi Kaltim (PDP-Kaltim) dengan tahapan
menginternalisasikan dalam dokumen perencanaan (rentra SKPD dan
RPJMD Kaltim) yang saat ini dalam proses revisi, untuk menjadikan salah
satu indikator capaian program pada di Disperindagkop Provinsi Kaltim,
khususnya pada bidang perdangan dalam negeri.
2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu:
• K/L: Kementerian Perdagangan; dan
• Daerah adalah Disperindagkop Prov. Kaltim, Bappeda, Biro
Pemerintahan dan Organisasi.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan yaitu penjelasan Blueprint Sislognas
terutama penerapan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
No. 48/M-DAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan
Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan serta menjawab
permasalahan daerah terkait isu penyediaan pangan di daerah
perbatasan dan daerah terpencil dan upaya menekan tingkat inflasi yang
disebabkan oleh tingginya biaya distribusi.
50
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Renstra SKPD Disperindagkop telah memasukan indikator
pembangunan PDP dan dalam selaras dengan RPJMD;
• Penyiapan lahan untuk pembangunan PDP;
• Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan PDP;
• Penyediaan anggaran dan pembangunan PDP dalam tahun 2017; dan
• Pembentukan Kelembagaan PDP sebagai SPKD otonom atau UPTD
yang menangani distribusi barang.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yaitu
adanya stabilitasi harga bahan kebutuhan pokok bagi masyarakat dan
pengembangan ekonomi dan menekan laju inflasi daerah. Mengingat
inflasi di Kaltim disebabkan karena jalur distribusi dan penyediaan bahan
pokok dari luar daerah.
j. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Provinsi Kalimantan
Timur
1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu menyediakan informasi
keamanan dan ketersediaan pangan untuk mendukung pembangunan
Pusat Distribusi Provinsi Kaltim (PDP-Kaltim).
2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu di tingkat pusat Kementerian
Perdagangan, dan di daerah Disperindagkop Prov. Kaltim.
Pengembangan kerjasama dengan instansi lainnya dapat dilakukan
sesuai fungsi PDP.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan yaitu sosialisasi keberadaan OKKPD
(Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah), terkait keamanan
pangan segar.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu terbangunnya PDP dalam
tahun 2017.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yaitu
adanya informasi keamanan dan ketersediaan pangan sehingga
konsumen dapat mengkonsumsi bahan pangan segar yang aman dengan
harga terjangkau.
k. Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan
1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu kebijakan konektivitas terkait
logistik merupakan kebijakan nasional yang telah menjadi kebijakan
yang harus tindaklanjuti secara keseluruhan oleh pemerintah daerah.
Kebijakan konektivitas logistik nasional yang menekankan pada upaya
51
peningkatan pelayanan di pelabuhan-pelabuhan dapat didukung oleh
pemerintah daerah berupa dukungan administratif dan teknis. Kebijakan
ini merupakan penjabaran kebijakan nasional yang dituangkan didalam
dokumen perencanaan daerah yaitu RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan
dan RKPD Provinsi Sulawesi Selatan.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• 18 K/L terkait penerapan INSW;
• DPRD;
• SKPD Lingkup Provinsi Sulawesi Selatan yaitu: Bappeda Prov. Sulsel,
Dinas Pendapatan Daerah Prov. Sulsel, Dinas Perhubungan dan
Komunikasi Prov. Sulsel, Dinas Tata Ruang danPermukiman Prov.
Sulsel, Dinas Bina Marga Prov. Sulsel, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Prov. Sulsel, Dinas Koperasi dan UMKM Prov. Sulsel,
Dinas Pertanian dan TPH Prov. Sulsel, Dinas Perkebunan Prov. Sulsel,
Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Sulsel, Badan Koordinasi
Penanaman Modal Daerah Prov. Sulsel, Biro Bina Kerjasama Setda
Prov. Sulsel, Biro Asset Setda Prov. Sulsel; dan
• Instansi Vertikal yaitu: Badan Pertanahan, PT Bulog, PT Pelindo IV
Makassar, PT Kima Makassar, PT POS Indonesia, PT Pelni.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan yaitu:
• menyampaikan Policy Paper RLA Angkatan III dengan Tema
“Connectivity for Better Synergy : Aligment Between Transfortation,
Logistics, Technology and Regional Development” untuk menjadi
masukan bagi perbaikan kebijakan Konektivitas di Provinsi Sulsel; dan
• melaksanakan Pertemuan dengan Unsur Kepentingan dengan tujuan
menyampiakan Policy Paper RLA Angkatan III dengan Tema
“Connectivity for Better Synergy: Aligment Between Transfortation,
Logistics, Technology and Regional Development”.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu tercapainya kesepakatan
untuk mengadopsi rekomendasi dari Policy Paper RLA Angkatan III untuk
menjadi pertimbangan didalam penyusunan kebijakan daerah terutama
dalam rencana tahunan seperti RKPD dan rencana pembangunan daerah
untuk jangka waktu menengah seperti RPJMD.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain yaitu:
• terintegrasinya perencanaan konektivitas dengan urusan
pembangunan daerah yang lainnya;
• terciptanya efisiensi penganggaran;
• terciptanya peningkatan, efektivityas distribusi dan logistik di Provinsi
Sulawesi Selatan; dan
52
• meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat di Provinsi Sulawesi
Selatan.
l. Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
1) Perubahan kebijakan yang disarankan:
• Menuangkan kebijakan optimalisasi efektivitas pengelolaan PDR Sulsel
di Makassar dalam kebijakan RKPD Pemprov Tahun 2016, atau
sekurang-kurangnya dalam Renja Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provisi Sulawesi Selatan tahun 2016; dan
• Membuat kajian (atau semacam feasilbility study) kelembagaan PDR
dalam rangka peningkatan efektivitas fungsi PDR Sulsel.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Kementerian Perindustrian RI, khususnya bidang yang menangani
PDR;
• Bappeda Prov. Sulsel, Dinas Pendapatan Daerah Prov. Sulsel, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Prov. Sulsel, Dinas Koperasi dan UKM
Prov. Sulsel, Dinas Pertanian dan TPH Prov. Sulsel, Dinas Perkebunan
Prov. Sulsel, Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Sulsel, Badan
Koordinasi Penanaman Modal Daerah Prov. Sulsel, Biro Bina
Kerjasama Setda Prov. Sulsel, Biro Asset Setda Prov. Sulsel, Biro
Hukum Setda Prov. Sulsel, Biro Organisasi Setda Prov. Sulsel; dan
• Instansi Vertikal yaitu: PT Bulog, PT Pelindo IV Makassar, PT Kima
Makassar.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan:
• Penyampaikan Rencana Aksi terkait “Connectivity for Better Synergy:
Aligment Between Transportation, Logistics, Technology and Regional
Development” yang dibuat dihadapan Pimpinan yang mana apa yang
dilakukan ini sudah sesuai dengan Tujuan dan Arah Kebijakan
Nasional; dan
• Melakukan Pertemuan dengan Unsur Kepentingan dengan tujuan
menyampiakan Rencana Aksi terkait “Connectivity for Better Synergy:
Aligment Between Transportation, Logistics, Technology and Regional
Development”.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah dapat di Implementasikan
dan tertuang didalam RKPD Masing2 SKPD terkait.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Meningkanya kelancaran arus distribusi barang dan jasa di Sulawesi
selatan dan ke luar dari Sulawesi Selatan;
53
• Terjaminnya ketersediaan barang dan jasa sehingga harga lebih
terjaga;
• Terjaganya pertumbuhan ekonomi dan mencegah inflasi yang tinggi;
dan
• Meningkatkan kesejahteraan kelompok tani, UKM dan mendorong
kegiatan ekonomi kerakyatan.
4. PERUBAHAN DALAM UNIT KERJA PESERTA DIKLAT RLA III
a. Subdirektorat Pendanaan Multilateral IV, Direktorat Pendanaan Luar Negeri
Multilateral, Bappenas
1) Perubahan yang dilakukan:
• Membantu pimpinan dalam menyusun standar operating procedures
(SOP) untuk harmonisasi perencanaan tematik secara internal
Bappenas;
• Membantu pimpinan untuk melakukan harmonisasi yang akan
mengawal proses perencanaan tematik; dan
• Membantu pimpinan dalam mengembangkan rintisan untuk
membangun sinergi lintas lembaga sekaligus pembelajaran untuk
perbaikan proses perencanaan tematik pada tahun-tahun berikutnya.
2) Pemangku kepentingan yang terkait adalah Kementerian Teknis, United
Nations Agencies, Pemerintah Daerah.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan yaitu melalui FGD RLA, tindakan
yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan menyakinkan
pemangku kepentingan yaitu mengusulkan policy paper yang mencakup
rekomendasi kebijakan dan rencana aksi untuk meningkatkan
aksesibilitas dan efisiensi sistem logistik dalam rangka memperkuat
konektivitas nasional khususnya dirjen Bea dan Cukai dalam
mengupayakan kelancaran sistem logistik nasional.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah terlaksananya
pengembangan INSW yang secara efektif dan efisien.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Efektivitas distribusi dan logistik intra dan antar wilayah;
• Penurunan disparitas harga; dan
• Penurunan biaya transportasi logistik di Indonesia.
b. Subdirektorat Belanja Pemerintah Pusat, Direktorat Keuangan Negara dan
Analisa Moneter, Bappenas
1) Perubahan yang dilakukan:
54
• Membantu pimpinan dalam menyusun standar operating procedures
(SOP) untuk harmonisasi perencanaan tematik secara internal
Bappenas yang didasarkan pada kontribusi dari perencanaan di
berbagai bidang dan wilayah;
• Membantu pimpinan dalam menyusun SOP harmonisasi perencanaan
tematik yang melibatkan perencanaan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah (restrukturisasi dan revitalisasi musrenbangnas);
• Membantu pimpinan untuk melakukan harmonisasi yang akan
mengawal proses perencanaan tematik dengan sinkronisasi target,
pendepatan dan pola penganggaran; dan
• Membantu pimpinan dalam mengembangkan rintisan untuk
membangun sinergi lintas lembaga sekaligus pembelajaran untuk
perbaikan proses perencanaan tematik pada tahun-tahun berikutnya.
2) Pemangku kepentingan yang terkait adalah Kementerian Keuangan.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan yaitu mengusulkan policy paper
yang mencakup rekomendasi kebijakan dan rencana aksi untuk
meningkatkan aksesibilitas dan efisiensi sistem logistik dalam rangka
memperkuat konektivitas nasional khususnya Ditjen Bea dan Cukai
dalam mengupayakan kelancaran sistem logistik nasional.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah terlaksananya
pengembangan INSW yang secara efektif dan efisien.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Efektivitas distribusi dan logistik intra dan antar wilayah;
• Penurunan disparitas harga; dan
• Penurunan biaya transportasi logistik di Indonesia.
c. Subdirektorat Sistem dan Pendukung UKM, Direktorat Pemberdayaan
Koperasi dan UKM, Bappenas
1) Perubahan yang dilakukan yaitu:
• Reorientasi proses perencanaan dengan mempertimbangkan
interkoneksi rencana peningkatan daya saing usaha mikro, kecil,
menengah (UMKM) dan koperasi dengan rencana pembangunan di
berbagai bidang, termasuk infrastruktur, TIK, logistik dan
pengembangan wilayah; dan
• Menggunakan pendekatan konektivitas yang terkait dengan upaya
membangun dari pinggiran (perdesan/perbatasan/daerah tertinggal,
sektor pertanian) dalam menyusun rencana peningkatan peran
55
UMKM dan koperasi dalam perekonomian dan peningkatan
produktivitas masyarakat.
2) Pemangku kepentingan terkait yaitu: unit-unit kerja terkait di Bappenas,
Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Pemda, Asosiasi, Gerakan Koperasi, Otoritas pelabuhan, dan perguruan
tinggi.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku
kepentingan:
• Menyampaikan policy paper kepada pimpinan untuk digunakan
sebagai salah satu masukan untuk perencanaan program dan kegiatan
terkait perkuatan peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
dan koperasi dalam mendukung (i) peran pusat distribusi yang
diselaraskan dengan pengembangan koperasi distribusi dan UMKM
jasa logistik, dan (ii) peningkatkan efektivitas sistem informasi
konsolidasi kargo Koperasi dan UKM melalui pengembangan
interkoneksi dengan sistem INSW;
• Mendiskusikan dan membangun sinergi perencanaan dan
penganggaran dengan mitra K/L dan Pemda untuk peningkatan peran
UMKM dan koperasi dalam mendukung peningkatan efisiensi
distribusi dan logistik nasional; dan
• Membangun harmonisasi perencanaan pemerintah dengan peran
dunia usaha dan perguruan tinggi dalam rangka memperkuat
komitmen dukungan bagi peningkatan peran UMKM dan koperasi
dalam dalam mendukung peningkatan efisiensi distribusi dan logistik
nasional.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu peningkatan kualitas dan
lingkup rencana peningkatan daya saing UMKM dan koperasi yang telah
mempertimbangkan ketekaitannya dengan bidang-bidang pembangunan
lainnya, terutama dalam mendukung peningkatan konektivitas serta
efisiensi distribusi dan logistik nasional.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain yaitu peningkatan efektivitas rencana pembangunan yang dapat
dilaksanakan oleh K/L dan Pemda sehingga memberi manfaat yang
nyata, merata dan berkelanjutan terutama terkait peningkatan
produktivitas dan daya saing usaha-usaha masyarakat dalam skala
UMKM dan badan usaha koperasi di perbagai wilayah di Indonesia.
56
d. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas Lab. Lingkungan, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
1) Perubahan yang dilakukan mencakup integrasi sistem akses, komunikasi
data dan Informasi yang diperlukan untuk dukungan INSW dan Perizinan.
2) Pemangku kepentingan terkait di antaranya bagian perencanaan dan
program, bagian unit teknis sumber data dan informasi, dan bagian
diseminasi kegiatan.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
yaitu (i) rapat internal perencanaan untuk memastikan kebijakan
perubahan dapat terintegrasi di setiap unit terkait di internal unit, (ii)
menyiapkan dukungan anggaran yang diperlukan untuk mendukung
kebijakan/program perubahan, dan (iii) memberikan arahan kebijakan
impelemtatif ke seluruh unit yang terlibat dalam program kegiatan
perubahan.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu (i) perubahan orientasi kinerja
seluruh stakeholder yang mendukung dan sejalan dengan kinerja
perubahan yang ditetapkan, dan (ii) peningkatan signifikan dukungan
pelayanan publik.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain mencakup (i) perubahan sistem pelayanan publik terkait dengan
INSW dan perizinan yang lebih terbuka, transparan dan berorientasi pada
output, dan (ii) perubahan mind-set publik terhadap pemerintah yang
lebih melayani dan transparan.
e. Bagian Organisasi dan Tata Laksana Biro Kepegawaian dan Organisasi
Sekretariat Jenderal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
1) Perubahan yang dilakukan adalah melakukan Integrasi Sistem Akses,
Komunikasi data dan Informasi yang terkait dengan INSW dan Perizinan.
2) Pemangku kepentingan terkait:
• Bagian Perencanaan: Sub Bagian Data dan Informasi; dan
• Bagian Organisasi dan Tata Laksana.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan:
• Memberikan arahan kebijakan impelemtatif ke seluruh unit yang
terlibat dalam program kegiatan perubahan;
• Menyiapkan dukungan anggaran yang diperlukan untuk mendukung
kebijakan/program perubahan; dan
• Rapat internal perencanaan untuk memastikan kebijakan perubahan
dapat terintegrasi di setiap unit terkait di internal Unit.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Perubahan orientasi kinerja seluruh stakeholder yang mendukung dan
sejalan dengan kinerja perubahan yang ditetapkan;
57
• Peningkatan signifikan dukungan pelayanan publik; dan
• Memberikan layanan informasi publik.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Melakukan Inovasi penyederhanaan perizinan;
• Perubahan sistem pelayanan publik terkait dengan INSW dan
perizinan yang lebih terbuka, transparan dan berorientasi pada
output; dan
• Perubahan opini publik terhadap pemerintah yang lebih melayani dan
transparan.
f. Subdirektorat Teknologi Konstruksi dan Produksi Dalam Negeri, Direktorat
Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, Kementerian PUPera
1) Perubahan kebijakan yang disarankan yaitu penggunaan material,
peralatan dan teknologi konstruksi produk dalam negeri dan pelibatan
badan usaha jasa konstruksi nasional dan daerah dalam pembangunan
infrastruktur untuk peningkatan kapasitas transportasi.
2) Pemangku kepentingan terkait yaitu:
• K/L: Ditjen Bina Konstruksi PUPR, Ditjen Bina Marga PUPR, Ditjen
Kereta Api Perhubungan, Badan Litbang PUPR, Badan Litbang
Perhubungan dan LPJK;
• Asosiasi Perusahan Jasa Konstruksi dan Asosiasi Profesi Jasa
Konstruksi;
• Pemerintah Daerah;
• DPRD;
• Perguruan Tinggi;
• Produsen Material dan Peralatan Konstruksi; dan
• LSM.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
yaitu (i) sosialisasi tentang rencana pembangunan infrastruktur, dan (ii)
melakukan FGD yang dihadiri seluruh pemangku kepentingan dalam
menampung dan merumuskan seluruh ide, saran, masukan dan kritik
dari peserta FGD.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Adanya kebijakan atau pengaturan tentang penggunaan material dan
peralatan serta teknologi produksi dalam negeri dan pelibatan badan
usaha jasa konstruksi nasional dan daerah dalam pembangunan
infrastruktur; dan
• Adanya ketersediaan di pasaran sumber daya jasa konstruksi tersebut
di atas.
58
5) Dampak Positif terhadap pemangku kepentingan yaitu (i) Industri
Material dan Peralatan Konstruksi semakin berkembang, (ii) Badan
Litbang atau instansi riset konstruksi semakin berkembang, dan (iii)
Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah semakin berkembang.
g. Subdirektorat Standar dan Materi Kompetensi, Direktorat Bina Kompetensi
Dan Produktivitas Konstruksi, KemenPUPera
1) Perubahan yang akan dilakukan:
• Membangun anchor of knowledge sektor konstruksi, terutama terkait
dengan Peningkatan Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan
Aksesibilitas dan Sistem Logistik;
• Menstrukturisasi kebutuhan kompetensi tenaga kerja konstruksi yang
dibutuhkan dengan membuat Body of Knowledge sektor konstruksi,
terutama terkait dengan Peningkatan Konektivitas melalui Perbaikan
Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik;
• Membuat road map kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
sektor konstruksi, terutama terkait dengan Peningkatan Konektivitas
melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik;
• Melakukan evaluasi kekinian atas standar dan modul kompetensi
sektor konstruksi, terutama terkait dengan Peningkatan Konektivitas
melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik;
• Menginventarisir keinginan pemangku kepentingan dalam
pembangunan infrastruktur, terutama terkait dengan Peningkatan
Konektivitas melalui Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem
Logistik; dan
• Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan pemangku
kepentingan terkait sebagai upaya mengefisienkan pemenuhan road
map kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk sektor
konstruksi, terutama terkait dengan Peningkatan Konektivitas melalui
Perbaikan Pengelolaan Aksesibilitas dan Sistem Logistik.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
• Kementrian Perhubungan;
• Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral;
• Kementrian Tenaga Kerja;
• LPJKN;
• Assosiasi Profesi;
• Assosiasi Industri;
• Assosiasi Badan Usaha;
• Akademisi; dan YLKI.
59
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku
kepentingan:
• Membuat naskah akademis terkait road map kompetensi tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk sektor konstruksi;
• Melakukan evaluasi kekinian atas standar dan modul kompetensi
pembangunan infrastruktur;
• Melakukan konsultasi publik terkait dengan kebutuhan dari pemangku
kepentingan; dan
• Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan pemangku
kepentingan terkait.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Road map kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk sektor
konstruksi;
• Body of Knowledge sektor konstruksi;
• Evaluasi kekinian atas standar dan modul kompetensi sektor
konstruksi; dan
• Harmonisasi dan sinkronisasi kebutuhan pemangku kepentingan
terkait.
5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan – jangka menengah dan
jangka panjang – yang diharapkan dari perubahan yang dilakukan:
• Terstrukturisasinya pembinaan kompetensi konstruksi sesuai dengan
kebutuhan pemangku kepentingan terkait;
• Terkuantifikasinya produktivitas kompetensi konstruksi sesuai dengan
standar industri terkait;
• Tenaga Kerja Konstruksi yang berdaya saing; dan
• Pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien.
h. Subdirektorat Keterpaduan Perencanaan dan Sistem Jaringan Jalan,
Direktorat Pengembangan Jaringan Jalan, KemenPUPera
1) Perubahan kebijakan yang disarankan adalah kebijakan melakukan
reformasi kelembagaan dan aparatur, penyiapan perencanaan
keterpaduan secara komprehensif, penyempurnaan sistem jaringan jalan
dan pembiayaan penggunaan pinjaman luar negeri.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
• Kementerian Perhubungan;
• Kementerian Keuangan;
• Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
• Bappenas;
• Pemerintah Daerah;
60
• Pihak Auditor seperti BPK, BPKP, dan KPK;
• Lembaga Pemberi Pinjaman/Donor seperti World Bank, JICA, ADB,
IDB, dan lainnya;
• Para penyedia jasa, baik BUMN dan swasta; dan
• Pemangku Kepentingan Pendukung seperti LSM, Pers.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan:
• Pernyataan komitmen aparatur untuk melakukan reformasi birokrasi
dalam melaksanakan pelayanan publik;
• Pelaksanaan FGD guna menampung dan update terhadap kebutuhan
perencanaan jaringan jalan secara komprehensif dan
berkesinambungan;
• Menyiapkan sasaran dan program jaringan secara jelas, terukur,
analisa dampak dan manfaat supaya dapat mengotimalisasi kinerja
yang yang telah dilaksanakan; dan
• Sosialisasi sasaran, program dan kegiatan termasuk evaluasi kinerja
secara periodik (setiap minimal 6 bulan sekali).
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Perubahan sikap dan komitmen aparatur dalam memberikan
pelayanan publik;
• Pemahaman dan komitmen bersama (internal dan external) terhadap
target dan program yang telah ditetapkan;
• Peningatan kualitas perencanaan dan program bidang infrastruktur
jalan yang menjamin peningkatan aksesibilitas dan konektifitas ;
• Peningkatan signifikan terhadap pelayanan publik khususnya terkait
penyediaan infrastruktur jalan; dan
• Optimalisasi penggunaan pinjaman luar negeri dalam rangka
mendukung pembangunan infrastruktur jalan.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain-Jangka menengah dan jangka panjang-yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Penyediaan infrastruktur yang diperlukan dalam meningkatkan
aksesibilitas dan jaringan jalan, serta memberikan manfaat yang
optimal;
• Perubahan budaya bekerja dalam melayani masyarakat;
• Peningkatan waktu tempuh pengguna jalan dan kualitas jalan; dan
• Peningkatan pendapatan bangsa (PDRB) dan efisiennya biaya logistik.
61
i. Subdirektorat Sistem Penyelenggaraan Konstruksi, Direktorat Bina
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, KemenPUPera
1) Perubahan yang dilakukan:
• Harmonisasi pengaturan penyelenggaraan konstruksi antar lembaga;
• Pengembangan dan inovasi produk pengaturan penyelenggaraan
konstruksi dan pelaksanaan pilot project untuk penerapan project
delivery system yang inovatif;
• Pengembangan tools monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
konstruksi, yang mendorong tidak terjadinya fragmentasi antara
seluruh tahapan dalam pemyelenggaraan konstruksi;
• Perkuatan pelaksanaan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
konstruksi sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan; dan
• Pengembangan sistem pemeringkatan penyelenggaraan konstruksi
untuk badan usaha sebagai tools untuk proses prakualifikasi
pengadaan barang dan jasa konstruksi.
2) Pemangku kepentingan terkait:
• Bappenas;
• Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP);
• Direktorat Jenderal Bina Marga;
• Direktorat Jenderal Cipta Karya;
• Direktorat Jenderal Penyediaan Peumahahan;
• Direktorat Jenderal Sumber Daya Air;
• Lembaga Multilateral dan Bilateral;
• Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional;
• Asosiasi Kontraktor;
• Badan Usaha Jasa Konstruksi; dan
• Asosiasi Konsultan.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku
kepentingan:
• Penyampaian laporan hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
konstruksi pada seluruh yang ada di lingkungan kementerian PUPR
kepada pimpinan puncak dan pemangku kepentingan terkait;
• Menyelenggarakan Focus Group Discussion sistem penyelenggaraan
konstruksi dengan pemangku kepentingan terkait; dan
• Presentasi konsep pengembangan sistem penyelenggaraan konstruksi.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Teridentiifkasinya produk pemgaturan penyelenggaraan konstruksi;
• Penyusunan tools monitoring dam evaluasi penyelenggaraan
konstruksi;
• Terlaksananya monitoring dan evaluasi penyelenggaraan konstruksi;
dan
62
• Penyusunan kerangka sistem pemeringkatan penyelenggaraan
konstruksi.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Percepatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa;
• Percepatan pemyelenggaraan pembangunan infrastruktur;
• Sistem pengadaan barang dan jasa yang lebih transparan, efektif,
efisien dan akuntabel; dan
• Infratruktur yang handal dan dapat dioperasionalkan sesuai usia layan
yang direncanakan.
j. Biro Hukum Kementerian Kominfo
1) Perubahan yang akan dilakukan:
• Melakukan perubahan mindset dalam melaksana tugas, dengan lebih
mengedepankan keberhasilan bersama di tingkat unit kerja
khususnya, dan secara umum ditingkat kementerian;
• Melakukan upaya untuk memaksimalkan potensi diri (inside out)
dengan focus kepada perubahan yang berada pada circle of concern;
dan
• Menyampaikan ide/pendapat secara sistematik.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Pimpinan, para pejabat struktur dan non stuktural terkait dan staf di
lingkungan unit kerja;
• Kementerian, lembaga atau pemerintah pusat, pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota; dan
• Para stakeholders (penyelenggara telekomunikasi dan asosiasi
terkait).
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
yaitu:
• Melakukan sosialisasi mengenai pentingnya terkersediaan
government network kepada para pimpinan, rekan sejawat dan staf
terkait di lingkungan Kementerian Kominfo, untuk mendapatkan
dukungan dan komitmen dari Kementerian;
• Melakukan sosialisasi dan diskusi dengan unit kerja internal dan para
stakeholders terkait untuk menyiapkan rencana kegiatan dan rencana
aksi penyediaan government network; dan
• Melakukan identifikasi dukungan regulasi yang diperlukan untuk
implementasi penyediaan government network.
4) Hasil jangka pendek adalah identifikasi kebutuhan regulasi yang
diperlukan untuk penyediaan government network.
63
5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan-jangka menengah dan
jangka panjang yang diharapkan dari perubahan yang dilakukan:
• Tersedianya jaringan yang handal dan aman untuk menunjang
kegiatan pemerintahan, seperti e-government, e-auction; dan
• Meningkatnya kwalitas layanan publik khususnya yang memerlukan
dukungan ICT dan transparansi layanan.
k. Subdirektorat Penataan Frekuensi Non Dinas Tetap Bergerak Darat,
Direktorat Penataan Spektrum Frekuensi, Kementerian Kominfo
1) Perubahan yang akan dilakukan:
• Melakukan pemetaan pekerjaan secara elektronik dan
mengintegrasikan kepada sistem yang telah ada: dan
• Melakukan pendekatan kepada berbagai pihak akan pentingnya
penyelesaian pekerjaan secara elektronik guna akuntabilitas publik.
2) Pemangku kepentingan terkait:
• Melakukan pendekatan untuk meyakinkan pentingnya peranan sistem
elektronik dalam pekerjaan kepemerintahan; dan
• Menyusun proposal terkait yang mengarah kepada pengintegrasian
pekerjaan secara elektronik.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
adalah piloting skala kecil sistem elektronik yang mengarah kepada
platform yang bisa berlaku secara universal untuk lintas sektoral.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah manifestasi prototip sistem
elektronik setidaknya internal kementerian.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Penyelesaian prototip untuk rencana Pembangunan Government
Network untuk mendukung pelaksanaan fungsi pemerintahan
meliputi infrastruktur e-government, multi layer government
backbone network, interoperabilitas framework, Government Data
Center, Government internet gateway and exchange system, E-
government infrastructure services, dan Government communication
network);
• Penetapan Key Performance Index (KPI) yang terintegrasi dari
beberapa Kementerian/Lembaga terkait; dan
• Adanya Government Network dengan 1 (satu) platform yang sama
dapat menjamin interoperability antar jaringan pemerintah
memberikan dampak positif Terbangunnya jaringan interkonektivitas
yang terstruktur dengan stakeholders luas, meningkatkan efektivitas
64
dan efisiensi kerja pemerintah sehingga menghasilkan layanan yang
lebih berkualitas dan lebih cepat dan transparan.
l. Bagian Perencanaan, Sekretariat Badan Litbang, Kementerian Kominfo (Bu
Indah)
1) Perubahan yang dilakukan adalah menyusun KPI bersama bidang dengan
indikator yang bersifat kolaboratif.
2) Pemangku kepentingan terkait adalah Kepala Badan Litbang, Sesbadan
Litbang, Kepala Biro Perencanaan.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
adalah meyakinkan bahwa egosektoral sangat merugikan Negara.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah penentuan KPI bersama.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan adalah semakin banyak kolaborasi pekerjaan
yang berujung pada efektivitas dan perbaikan proses bisnis birokrasi
sehingga menghasilkan layanan yang terbaik untuk masyarakat.
m. Bidang Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
1) Perubahan kebijakan yang disarankan peningkatan keterbukaan
informasi mengenai pertanahan.
2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu seluruh staf Pusdatin.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
yaitu mengadakan workshop tentang megatrend dan kepemimpinan.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu memiliki roadmap unit kerja
yang lebih mengantisipasi trend masa depan.
5) Dampak yang diharapkan yaitu unit kerja akan lebih siap menghadapi
tantangan masa depan dengan didukung oleh seluruh staf yang memiliki
jiwa kepemimpinan dan pandangan masa depan yang lebih baik.
n. Bagian Pelaksanaan Anggaran, Biro Keuangan dan Perlengkapan
Kementerian Perhubungan
1) Perubahan yang akan dilakukan:
• Kebijakan yang fokus pada perbaikan dan standarisasi pelayanan:
Melakukan perbaikan dan standarisasi pelayanan pada Biro Keuangan
dan Perlengkapan baik untuk kegiatan Pelaksanaan Anggaran,
Penyusunan SAI, Penyusunan Laporan Keuangan (LK) dan
Penatausahaan Asset. Perbaikandan standarisasi dilakukan dengan
menerapkan Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2008 terhadap
65
proses bisnis yang menjadi tanggungjawab Biro Keuangan dan
Perlengkapan;
• Kebijakan Penerapan Reward and Punishment: Proses pekerjaan dan
output yang ada di Biro Keuangan dan Perlengkapan adalah pekerjaan
yang dibatasi oleh waktu. Sehingga dalam pelaksanaannya harus
memperhatikan periode waktu. Jika terjadi keterlambatan maka akan
timbul permasalahan-permasalahan. Selain itu informasi yang
disampaikan kepada pimpinan harus selalu up to date dan real time.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan pekerjaan dituntut ketepatan
waktu dan data. Terhadap unit kerja dan pegawai/operator yang
menjadi mitra kerja dari Biro Keuangan dan Perlengkapan yang telah
melakukan tugas dan fungsinya dengan baik maka akan diberikan
Reward. Sebaliknya bagi mitra kerja yang memiliki kinerja tidak
maksimal akan diberikan Punishment; dan
• Kebijakan yang menuntun sinergi/konektifitas antar lembaga: Biro
Keuangan dan Perlengkapan memiliki peranan sebagai koordinator
dalam pelaksanaan fungsi Keuangan dan Perlengkapan di lingkungan
Kementerian Perhubungan. Untuk mewujudkan fungsi tersebut
sekaligus mengoptimalkan pencapaian tugas dan fungsiakan dibangun
sinergi/konektifitas baik secara internal terhadap seluruh unit kerja di
lingkungan Kementerian Perhubungan maupun secara eksternal
dengan unit kerja di luar Kementerian Perhubungan.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Internal adalah seluruh unit kerja yang ada di lingkungan Kementerian
Perhubungan; dan
• Eksternal adalah Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan, Direktorat Jenderal Anggaran,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan:
• Melakukan rapat koordinasi sebagai upaya membangun konektifitas
dengan pemangku kepentingan secara periodik;
• Melakukankegiatan monitoring dan evaluasi secara periodik dengaan
melibatkan para pemangku kepentingan baik internal maupun
eksternal;
• Menyiapkan sistem informasi e-monitoring dengan web base untuk
memantau seluruh kegiatan dilingkungan Kementerian Perhubungan
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Keuangan dan
Perlengkapan; dan
• Melaksanakan seluruh standar yang berlaku dalam pelaksanaan tugas
dan fungsi yang berkaitan dengan para pemangku kepentingan.
66
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Bahan laporan Keuangan dan Perlengkapan yang selalu up date dan
real time yang menjadi bahan pengambilan kebijakan dalam setiap
Rapat Pimpinan (rapim) setiap minggu; dan
• Berkurangnya hambatan-hambatan yang sebelumnya terjadi dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi Keuangan dan Perlengkapan seperti
Pelaksanaan Anggaran, Penyusunan SAI, Penyusunan Laporan
Keuangan (LK) dan Penatausahaan Asset.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Terlaksananya pembangunan infrastruktur sektor Perhubungan yang
berkualitas;
• Terlaksananya pelayanan sektor Perhubungan yang aman, nyaman
dan selamat;
• Terlaksananya pelaksanaan anggaran sektor Perhubungan yang
efektif, efisien dan ekonomis; dan
• Terlaksananya pengelolaan anggaran sektor Perhubungan yang
professional dan akuntabel.
o. Bidang Lalu Lintas Dan Angkutan Laut, Operasi dan Usaha Kepelabuhanan,
Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak Surabaya, Kementerian
Perhubungan
1) Perubahan yang dilakukan:
• Harmonisasi SOP untuk mendukung kelancaran arus barang dan
penumpang di pelabuhan;
• Sinergi antar pemangku kepentingan di pelabuhan dalam
mewujudkan konektivitas yang dapat menunjang peningkatan logistik
melalui penguatan fungsi setiap seksi;
• Penyiapan SOP antar pemangku kepentingan;
• koordinasi antar pemangku kepentingan terkait kepelabuhanan; dan
• Mendukung terimplementasinya Sistem Kepelabuhanan InaPortNet
untuk kelancaran arus barang di pelabuhan Tanjung Perak baik
kelancaran arus domestik maupun internasional.
2) Pemangku kepentingan terkait:
• Internal unit di Kantor Otoritas Pelabuhan;
• Pemangku kepentingan terkait Pelabuhan di Jawa Timur;
• Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota; dan
• Asosiasi terkait Kepelabuhanan.
67
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku
kepentingan:
• Melakukan koordinasi untuk membangun konektifitas dengan
pemangku kepentingan secara periodik;
• Melakukan kegiatan bersama pemangku kepentingan dalam
melakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik;
• Menyiapkan sistem pengolah data untuk memantau seluruh kegiatan
dilingkungan pelabuhan Tanjung Perak berkaitan dengan pelaksanaan
tugas dan fungsi Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Operasi dan Usaha
Kepelabuhanan; dan
• Melaksanakan standar yang berlaku dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi yang berkaitan dengan para pemangku kepentingan.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Perampingan proses bisnis melalui perbaikan standar operating
procedure (SOP);
• Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang
penyederhanaan proses bisnis serta peningkatan daya saing sektor
logistik dengan mendukung penerapan InaPortNet; dan
• Berkurangnya hambatan-hambatan antar pemangku kepentingan dan
internal Otoritas Pelabuhan.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Terlaksananya pelayanan lalu lintas dan angkutan laut yang lancer
dengan mengawasi penyandaran kapal dan bongkar muat barang dari
dan ke kapal sesuai sistem dan prosedur;
• Terlaksananya pelayanan kapal, barang dan penumpang secara
terpadu menggunakan teknologi system informasi dan komunikasi
yang terintegrasi; dan
• Pengaturan, pengendalian, pembinaan dan pengawasan terhadap
kegiatan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan dan dengan
kepelabuhanan.
p. Unit Pengelola Reformasi Birokrasi (UPRB) Sekretariat Jenderal
Kementerian ESDM
1) Perubahan kebijakan yang disarankan adalah melakukan transformasi
Kelembagaan, Proses Bisnis dan aparatur lingkup KESDM.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Pemangku Kepentingan Kunci (Menteri, Pejabat Eselon I, II, III, IV,
Pejabat Non Struktural);
68
• Pemangku Kepentingan Utama (KKKS, KK, PKP2B, BUMN Sektor ESDM,
K/L Lain dll); dan
• Pemangku Kepentingan Pendukung (LSM, Pers, Lembaga Donor).
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan:
• Pernyataan komitmen pimpinan KESDM untuk melakukan reformasi
birokrasi lingkup KESDM dengan circle of concern (Transformasi
Kelembagaan, Proses Bisnis, Aparatur);
• Internalisasi Value KESDM (Jujur, Profesional, Melayani, Inovatif dan
Berarti) dengan beragam metode misalnya: Kampanye, Spanduk,
Stikerisasi dll; dan
• Perbaikan pelayanan publik dengan mengembangkan budaya inovasi
layanan.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Perbaikan bisnis proses sektor ESDM; dan
• Peningkatan Health Index Organization Lingkup KESDM.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain-Jangka menengah dan jangka panjang-yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Saat ini sedang berlangsung peralihan paradigma dan pola pikir
(mind-set) dari pengelolaan energi dan sumber daya mineral yang
sebelumnya bersifat eksploitatif semata untuk penciptaan revenue
menjadi pengelolaan untuk pertumbuhan ekonomi, pemberian nilai
tambah serta mendukung penciptaan pembangunan berkelanjutan;
dan
• Perubahan budaya (culture-set) melayani dalam pengelolaan sektor
ESDM.
q. Bidang Analisis Kebutuhan Dan Penyusunan Program, Pusdiklat BKPM
1) Perubahan yang disarankan yaitu meningkatkan capacity building bagi
Aparatur Sipil Negara.
2) Pemangku kepentingan terkait yaitu semua unit kerja di lingkungan
BKPM, Badan Penanaman Modal Daerah baik Provinsi, Kabupaten dan
Kota.
3) Tindakan yang akan dilaksanakan yaitu memberikan informasi, sosialisasi
dan pelatihan.
4) Hasil yang diharapkan yaitu meningkatnya pemahaman yang terkait
penanaman modal.
5) Dampak positif yang diharapkan baik jangka pendek maupun jangka
panjang antara lain meningkatnya tunjangan kinerja bagi Apatur Sipil
Negara BKPM.
69
r. Subdirektorat Kerjasama Intra Kawasan, Direktorat Kerjasama Regional,
BKPM
1) Perubahan kebijakan yang disarankan adalah peningkatan komnikasi,
koordinasi dan kerjasama dengan unit kerja, K/L dan stakeholder lainnya
terkait dengan penyusunan dan implementasi kebijakan kebijakan
investasi, dalam hubungannya dengan kerjasama regional di bidang
investasi.
2) Pemangku kepentingan yang terkait:
• Pemangku kepentingan internal (pimpinan BKPM, pejabat struktural
dan Non-struktural); dan
• Pemangku kepentingan eksternal (investor, asosiasi dunia usaha, K/L
terkait, organisasi kerjasama regional, stakeholder lainnya).
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk menyampaikan saran dan
meyakinkan pemangku kepentingan adalah melalui berbagai rapat, FGD,
sosialisasi, dan media komunikasi lainnya.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan adalah peningkatan komunikasi dan
koordinasi yang lebih intens dengan unit kerja terkait baik internal
maupun eksternal berkaitan dengan implementasi kebijakan investasi
yang mendukung peningkatan konektivitas.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain-Jangka menengah dan jangka panjang- yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan adalah peningkatan kualitas informasi
mengenai implementasi kebijakan investasi terkait dengan kerjasama
regional.
s. Bidang Ekonomi, Bappeda Provinsi Kalimantan Timur
1) Perubahan yang akan dilakukan yaitu membangun kesepakatan bersama
dengan perencana di Dinas Perindagkop untuk mengevaluasi capaian
perdagangan dalam negeri serta permasalahan yang dihadapi serta
potensi pengembangan PDP di Kaltim.
2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu Kasubid Pengembangan dunia
usaha Bappeda Prov. Kaltim, Biro Ekonomi serta dinas Perindagkop
Kaltim khususnya bidang perdagangan dalam negeri.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
yaitu menjelaskan pentingnya memperbaiki sistim distribusi dan
mengevalusi biaya distribusi barang kebutuhan pokok.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu rancangan rentra SKPD dan
masukan terhadap review RPJMD/.
5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan yaitu meningkatnya
efisiensi efisiensi perdagangan dalam negeri.
70
t. Bidang Pemerintahan dan Aparatur, Bappeda Provinsi Kalimantan Timur
1) Perubahan yang akan dilakukan yaitu membentuk kelembagaan dan
struktur organisasi tata kerja (SOTK) serta tugas pokok dan fungsi Pusat
Distribusi Daerah (PDP) Provinsi Kalimantan Timur kerja sama antara Biro
Organisasi dan Biro Pemerintahan yang menangani masalah
pembentukan kelembagaan dan masalah kewenangan Provinsi.
2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu Biro Organisasi dan Biro
Pemerintahan yang menangani masalah pembentukan kelembagaan dan
masalah kewenangan Provinsi Kalimantan Timur.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
yaitu menjelaskan pentingnya dibentuk kelembagaan PDP untuk
memperbaiki sistim distribusi dan mengevalusi biaya distribusi barang
kebutuhan pokok.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu rancangan Peraturan
Gubernur tentang pembentukan kelembagaan dan SOTK PDP.
5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan yaitu meningkatnya
efisiensi perdagangan dalam negeri
u. Sekretariat Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Provinsi
Kalimantan Timur
1) Perubahan yang akan dilakukan yaitu berkoordinasi dengan bidang-
bidang teknis di BKPP untuk mendukung potensi pengembangan PDP di
Kaltim.
2) Pemangku kepentingan yang terkait yaitu Bidang Ketersediaan,
Cadangan dan Kerawanan Pangan, Bidang Konsumsi dan Keamanan
Pangan, dan Subbag Perencanaan Program.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
yaitu memberi masukan pentingnya keberadaan PDP di Kaltim dalam
mendukung arus ketersediaan pangan.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu teralokasinya anggaran untuk
koordinasi dengan Disperindagkop dan UMKM Provinsi untuk
mendukung PDP nantinya.
5) Dampak positif terhadap pemangku kepentingan yaitu keberadaan BKPP
dapat direspon positif oleh masyarakat tani dan semakin kuatnya
koordinasi BKPP dengan lembaga lain di Provinsi untuk mewujudkan
ketahanan pangan.
71
v. Bidang Perencanaan Makro dan Pembiayaan, Bappeda Provinsi Sulawesi
Selatan
1) Perubahan yang dilakukan yaitu:
• menyampaikan Policy Paper RLA Angkatan III dengan Tema
“Connectivity for Better Synergy: Aligment Between Transfortation,
Logistics, Technology and Regional Development” untuk menjadi
masukan bagi perbaikan kebijakan konektivitas logistik di Provinsi
Sulsel utamanya didalam perencanaan tahunan RKPD dan
perencanaan menengah RPJMD; dan
• melakukan pertemuan dengan unsur bidang perencana di Lingkup
Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan dengan tujuan menyampiakan
Policy Paper RLA Angkatan III.
2) Pemangku kepentingan terkait:
• Bidang Perencana Lingkup Bappeda Prov. Sulsel: Bidang Ekonomi,
Bidang Sumber Daya Alam, Bidang Perencanaan Makro dan
Pembiayaan, Bidang SDM dan Kelembgaan serta Bidang Statistik dan
EKP; dan
• SKPD Teknis yaitu Dinas Perhubungan dan Komunikasi Prov. Sulsel,
Dinas Tata Ruang dan Permukiman Prov. Sulsel, Dinas Bina Marga
Prov. Sulsel, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Sulsel, Dinas
Koperasi dan UMKM Prov. Sulsel, Dinas Pertanian dan TPH Prov.
Sulsel, Dinas Perkebunan Prov. Sulsel, Dinas Perikanan dan Kelautan
Prov. Sulsel, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Prov. Sulsel.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
yaitu:
• Melakukan Pertemuan dengan Unsur Bidang Perencana di Lingkup
Bappeda Prov. Sulsel dengan tujuan menyampaikan Policy Paper RLA
Angkatan III dengan Tema “Connectivity for Better Synergy: Aligment
Between Transfortation, Logistics, Technology and Regional
Development”;
• Melakukan Koordinasi dan Komunikasi dengan bidang-bidang
perencana di Lingkup Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan; dan
• Mengusulkan indikator pencapaian integrasi konektivitas untuk
digunakan didalam dokumen perencanaan agar memudahkan
pemantauan dan evaluasinya.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu:
• Fungsi Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan sebagai perencana dan
evaluasi serta fasilitasi tetap terwujud oleh karena dapat
mengarahkan kepeda SKPD teknis untuk melaksanakan program dan
kegiatan sesaui dengan perencanaan;
• Terimplementasinya kegiatan terkait pengembangan konektivitas; dan
72
• Dilakukannya monitoring dan evaluasi untuk melihat kemajuan dan
kendala yang dihadipi serta memberikan solusi perbaikan selanjutnya.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain antara lain:
• Efektivitas perencanaan;
• Efektivitas pembangunan khususnya terkait dengan konektivitas; dan
• Menciptakan kerjasama yang efektif diantara bidang-bidang
perencanaan dilingkup Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan.
w. Bidang Statistika dan Evaluasi Kinerja Pembangunan, Bappeda Provinsi
Sulawesi Selatan
1) Perubahan yang dilakukan yaitu:
• menyampaikan Policy Paper RLA Angkatan III dengan Tema
“Connectivity for Better Synergy: Aligment Between Transfortation,
Logistics, Technology and Regional Development” untuk menjadi
masukan bagi perbaikan kebijakan konektivitas di Provinsi Sulsel
utamanya di dalam RPJMD; dan
• Melakukan pertemuan dengan unsur bidang perencana di Lingkup
Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan dengan tujuan menyampiakan
Policy Paper RLA Angkatan III.
2) Pemangku kepentingan terkait:
• Bidang Perencana Lingkup Bappeda Prov. Sulsel: Bidang Ekonomi,
Bidang Sumber Daya Alam, Bidang Perencanaan Makro dan
Pembiayaan, Bidang SDM dan Kelembgaan serta Bidang Statistik dan
EKP; dan
• SKPD Teknis yaitu Dinas Perhubungan dan Komunikasi Prov. Sulsel,
Dinas Tata Ruang dan Permukiman Prov. Sulsel, Dinas Bina Marga
Prov. Sulsel, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Sulsel, Dinas
Koperasi dan UMKM Prov. Sulsel, Dinas Pertanian dan TPH Prov.
Sulsel, Dinas Perkebunan Prov. Sulsel, Dinas Perikanan dan Kelautan
Prov. Sulsel, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Prov. Sulsel.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku
kepentingan, yaitu:
• Melakukan Pertemuan dengan Unsur Bidang Perencana di Lingkup
Bappeda Prov. Sulsel dengan tujuan menyampiakan Policy Paper RLA
Angkatan III dengan Tema “Connectivity for Better Synergy : Aligment
Between Transfortation, Logistics, Technology and Regional
Development”;
• Melakukan Koordinasi dan Komunikasi dengan bidang-bidang
perencana di Lingkup Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan; dan
73
• Mengusulkan indikator pencapaian integrasi konektivitas untuk
digunakan didalam dokumen perencanaan agar memudahkan
pemantauan dan evaluasinya.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan yaitu:
• Fungsi Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan sebagai perencana dan
evaluasi serta fasilitasi tetap terwujud oleh karena dapat
mengarahkan kepeda SKPD teknis untuk melaksanakan program dan
kegiatan sesaui dengan perencanaan;
• Terimplementasinya kegiatan terkait “Connectivity for Better Synergy:
Aligment Between Transfortation, Logistics, Technology and Regional
Development”; dan
• Dilakukannya monitoring dan evaluasi untuk melihat kemajuan dan
kendala yang dihadipi serta memberikan solusi perbaikan selanjutnya.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain yaitu:
• Efektivitas perencanaan;
• Efektivitas pembangunan khususnya terkait dengan konektivitas;
• Menciptakan kerjasama yg efektif diantara bidang-bidang
perencanaan dilingkup Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan; dan
• Dapat menjalin hub kerjasama dan Net Working dengan baik.
x. Bidang Perencanaan Pendapatan Daerah, Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
1) Perubahan yang dilakukan:
• Mendefinisikan kembali tujuan pembentukan PDR Sulsel di makassar
agar lebih menekankan pada tujuan pembentukan PDR yang
sesungguhnya;
• Penyusunan regulasi yang terkait dengan pengelolan sumber-sumber
pendapatan yang dapat dikelola oleh Pusat Distribusi Regional sebagai
salah satu sumber pembiayaan untuk mendukung peningkatan mutu
pelayanan PDR Sulawesi Selatan; dan
• Secara bertahap mendorong pembentukan PDR Provinsi Sulawesi
Selatan untuk menerapkan Pola Pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) agar penyelenggaraannya lebih efisien,
efektif dan berorientasi pada kepentingan pengguna jasa PDR,
terutama Koperasi dan UKM.
2) Pemangku kepentingan terkait adalah Bidang Retribusi dan pendapatan
Daerah Lainnya; Bidang Perencanaan pendapatan Daerah.
3) Tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pemangku kepentingan
adalah menginisiasi pertemuan dengan seluruh pemangku kepentingan
untuk:
74
• Memaparkan point-point penting materi tentang strategi
pengembangan dan peningkatan efektifitas pemanfaatannya sesuai
tujuan pembentukannya dan menjelaskan "perubahan yang perlu
dilakukan";
• Membuat action plan; dan
• Menyusun draft regulasi yang diperlukan dan melakukan pembahasan
dengan pemangku kepentingan yang terkait.
4) Hasil jangka pendek yang diharapkan:
• Tersedianya dasar hukum pengelolaan PRD Sulsel di Makassar yang
menyediakan sarana dan prasarana transportasi/penyimpanan/
perawatan/pemasaran/distribusi komoditas unggulan di Sulawesi
Selatan; dan
• Termanfaatkannya kelembagaan dan asset milik PDR Sulsel yang
dikelola oleh UPTD Balai Pelayanan Logistik Perdagangan di Dinas
Perindag Prov. Sulsel.
5) Dampak positif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan yang
lain – jangka menengah dan jangka panjang – yang diharapkan dari
kebijakan yang diusulkan:
• Masyarakat terlayani dengan baik; dan
• Meningkatkan PAD.
75
LAMPIRAN 2
PERUBAHAN YANG BERKAITAN DENGAN PERILAKU KEPEMIMPINAN
A. Agita Widjajanto, ST.,M.Sc
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang dikembangkan:
1) Memperbaiki dan menjalin komunikasi dengan pemangku
kepentingan terkait untuk memastikan kebutuhan dan trend
teknologi serta keahlian yang dibutuhkan
2) Menambah dan mengupdate pengetahuan yang dibutuhkan untuk
mengefisien dan mengefektifkan mekanisme pelaksanaan tugas
yang dibutuhkan;
3) Mendorong dan memotivasi seluruh anggota untuk lebih percaya
diri dalam melaksanakan tugasnya;
4) Mempererat rasa kekeluargaan seluruh anggota dalam organisasi;
5) Memberikan tugas dan tantangan untuk mengembangkan pemikiran
dan memunculkan inovasi;
6) Menjadikan diri sendiri sebagai teladan bagi anggota;
7) Memberikan bimbingan kepada anggota untuk meningkatkan
kinerjanya; dan
8) Menciptakan budaya kerja yang positif dalam organisasi.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Menunda-nunda pekerjaan dan lambat merespon arahan pimpinan;
2) Menuntut kinerja anggota yang baik tanpa memberikan bimbingan;
3) Kurang melakukan koordinasi dengan seluruh anggota tim; dan
4) Mengerjakan pekerjaan sendiri dengan tanpa melakukan
pendelegasian kewenangan kepada bawahannya.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang–orang yang dipimpin:
1) Memperbaiki proses komunikasi;
2) Mencoba untuk mendengar;
3) Memberikan kewenangan tertentu dan berusaha untuk
mempercayainya;
4) Memberdayakan seluruh potensi anggota tim;
5) Mendorong rasa percaya diri anggota dalam mengeluarkan
pendapat dan mendapatkan solusi terhadap permasalahan; dan
6) Memberikan penghargaan kepada anggota yang berkinerja baik.
76
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Melakukan koordinasi dan meningkatkan sinergi dalam
melaksanakan kegiatan organisasi;
2) Mempererat rasa kekeluargaan dan kebersamaan dengan teman
kerja yang setingkat;
3) Memperbaiki proses komunikasi;
4) Mencoba untuk mendengar; dan
5) Sharing pengalaman sebagai upaya untuk memperkaya analisa
kasus.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Merespon dan menindaklanjuti dengan segera dan tepat arahan dari
pimpinan;
2) Melaporkan segala hasil kegiatan organisasi dan pembelajaran yang
didapat kepada pimpinan;
3) Memperbaiki proses komunikasi;
4) Mencoba untuk memahami terhadap landasan kebijakan yang
diambil oleh pimpinan; dan
5) Mencoba untuk memberikan analisis secara komprehensif untuk
dapat memberikan pilihan alternatif solusi yang terbaik.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Memberikan layanan informasi yang lengkap dan terkini;
2) Melibatkan masyarakat dalam merumuskan suatu kebijakan atau
pengaturan sesuai dengan kapasitasnya;
3) Merespon dengan segera pertanyaan, pengaduan atau permintaan
masyarakat;
4) Menjalin proses komunikasi yang aktif;
5) Mencoba untuk mendengar; dan
6) Menyampaikan setiap pelaksanaan kegiatan yang berdampak bagi
masyarakat sebagai bagian dari akuntabilitas.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Menjalin proses komunikasi yang aktif antar K/L;
2) Berupaya melakukan proses harmonisasi dalam setiap pelaksanaan
kegiatan yang dirasa membutuhkan dukungan K/L lain;
3) Berupaya untuk melibatkan K/L lain dalam setiap kegiatan untuk
mendapatkan hasil yang lebih efektif dan efisien; dan
4) Melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap kegiatan
bersama K/L lain dan bersama-sama mencari mekanisme
perbaikannya.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Lebih bertanggung jawab dalam memimpin organisasi;
77
2) Lebih cepat, tanggap dan tepat dalam mengambil keputusan;
3) Lebih mengutamakan kepentingan organisasi;
4) Meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi setiap tugas yang
dihadapi;
5) Memperbanyak jaringan sehingga akan mempermudah dalam
mendukung pelaksanaan tugas; dan
6) Memperbanyak kerjasama dalam menyelesaikan pekerjaan.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Memberikan suasana kerja yang kondusif; dan
2) Merasa sabagai teamwork dan saling mengisi dalam menyelesaikan
pekerjaan.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:
1) Hubungan antar lembaga yang cair memudahkan dalam melakukan
koordinasi; dan
2) Dukungan aktif lembaga lainnya dalam mendukung kegiatan
lembaga maupun bersama.
d. Perkembangan positif yang lain
1) Menciptakan budaya kerja positif;
2) Kontribusi positif dari setiap anggota organisasi dalam mewujudkan
tujuan bersama; dan
3) Hasil pekerjaan yang dihasilkan lebih komprehensif untuk
mengakomodir seluruh kepentingan pemangku kepentingan
sehingga dapat diperoleh win – win solution.
B. Agustin Arry Yanna, SS,MA
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Kerjasama untuk sinergi;
2) Lebih transparan;
3) Lebih disiplin dan tertib administrasi;
4) Melayani; dan
5) Berpikir strategis.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Ego sektoral; dan
2) Dilayani.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Mau mendengarkan;
2) Ing ngarso sun tulodho;
3) Ing madyo mbangun karso;
4) Tut wuri handayani;
78
5) Percaya kepada staf; dan
6) Pemberdayaan staf.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Meningkatkan komunikasi dan koordinasi;
2) Sharing informasi dan data;
3) Membangun budaya kerjasama;
4) Membangun kepercayaan;
5) Melibatkan dalam kegiatan yang relevan; dan
6) Menyamakan persepsi dan tujuan.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Jujur, tidak ABS;
2) Inisiatif misalnya untuk mengusulkan perubahan atas pelaksanaan
program yang tidak berjalan baik; dan
3) Inovasi misalnya mengusulkan alternatif-alternatif penyelesaian
masalah yang muncul.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Pelibatan seluruh stakeholders;
2) Assessment termasuk blusukan dan public hearing;
3) Membuka akses bagi masyarakat untuk memberikan feedback
(komunikasi 2 arah); dan
4) Melakukan joint monitoring dan evaluasi.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Komunikasi yang lebih intensif;
2) Meningkatkan kerjasama tematik dan programatik;
3) Sharing informasi dan good practices; dan
4) Memperkuat koordinasi dan sinergi.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Perubahan mindset untuk lebih positif;
2) Bekerja dengan keyakinan untuk berhasil;
3) Mengupayakan breakthrough melalui inovasi perencanaan
kerjasama hibah; dan
4) Mengupayakan kontribusi untuk pencapaian tujuan organisasi.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Lebih perhatian pada staf;
2) Meningkatnya semangat melayani;
3) Menurunnya ego sectoral;
4) Sinergi yang lebih terarah; dan
5) Memuat kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:
1) Mengganti kompetisi dengan sinergi;
79
2) Mengupayakan peraturan supaya tidak tumpang tindih; dan
3) Menyusun program kerjasama dengan manfaat yang lebih jelas
untuk masyarakat.
d. Perkembangan positif yang lainnya:
1) Revolusi mental;
2) Ordinary people for extraordinary performance, pembelajaran dari
Singapore; dan
3) Openness, responsiveness, and involvement.
C. Ainul Wafa, Ir.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Responsif dalam mengambil tindakan demi pelaksanaan
transformasi/perubahan;
2) Mampu bekerjasama dalam sebuah team;
3) Jujur dan senantiasa berfikir cerdas;
4) Kedisplinan diri (Self Discipline); dan
5) Membangun Positive Self Esteem.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Menunda-nunda pekerjaan;
2) Tidak fokus; dan
3) Tidak memiliki skala prioritas.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Mengedepankan partisipasi staf;
2) Lebih terbuka dan mendengarkan saran dan pemikiran dari staf;
3) Memberikan semangat kepada staf; dan
4) Menjadi good drivers bagi staf.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Mengembangkan kerjasama dengan rekan kerja;
2) Saling berbagi pengetahuan dengan sesama rekan kerja; dan
3) Mampu memberikan inspirasi bagi orang lain.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Membangun loyalitas terhadap pimpinan dan mendukung gagasan-
gagasannya untuk mencapai hasil kerja yang optimal; dan
2) Mampu memberikan solusi alternatif kepada pimpinan melalui
dukungan data/informasi yang memadai dan terpercaya.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Memahami kebutuhan pemangku kepentingan; dan
2) Melayani stakeholder Sektor ESDM dengan sepenuh hati.
80
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Mengembangkan koordinasi dan kerjasama untuk mencapai tujuan
nasional; dan
2) Menghilangkan ego sektoral dan menjalin sinergi antar K/L.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Optimistic;
2) Meningkatnya self dicipline;
3) Pribadi yang teguh dengan kejujuran; dan
4) Memiliki semangat untuk melayani masyarakat.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Menjadi sosok agent of change di lingkungan kerja; dan
2) Menjadi role model perubahan di lingkungan kerja.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga adalah mampu
membangun koordinasi dan sinergi antar K/L.
d. Perkembangan positif yang lain adalah dengan networking antar peserta
RLA yang berasal dari beragam K/L maka diharapkan dapat mengurai
“thebottlenecking” tentang eksekusi program-program prioritas nasional
yang menjadi kewenangan K/L.
D. Alisda Amalia, Hj.,Dr.,SP.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Mengutamakan umum daripada kepentingan pribadi;
2) Fokus kepada tujuan yang ingin dicapai;
3) Positif (berpikir positif);
4) Konsisten terhadap apa yang akan dilakukan; dan
5) Mendahulukan hal-hal yang lebih utama dan lebih tepat (tepat
waktu, tepat manfaat, tepat Sasaran).
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Menunda pekerjaan atau tugas;
2) Pikiran negatif;
3) Menghindari untuk melakukan hal-hal yang tidak penting; dan
4) Egois (mementingkan diri sendiri).
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Menciptakan sinergitas untuk mencapai tujuan yang sama;
2) Lebih terbuka dan menerima saran;
3) Mengayomi dan lebih bijaksana;
4) Diperlakukan sebagai sahabat dan keluarga;
81
5) Lebih tepat dalam pengambilan keputusan;
6) Selalu melakukan dialog-dialog kecil; dan
7) Memberikan contoh yang baik dan saling mengingatkan.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Lebih sering berkomunikasi dan berkoordinasi;
2) Menciptakan hubungan saling memerlukan dan memiliki;
3) Saling memberikan saran dan solusi masalah yang dihadapi;
4) Saling menghargai tugas masing-masing; dan
5) Saling mengingatkan terhadap tugas atau kepentingan bersama.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Lebih tanggap dan memahami keinginan pimpinan dalam
melaksanakan tugas dan fungsi;
2) Mendukung tugas yang dipimpin yang sesuai aturan yang berlaku;
3) Menerima saran dan kritikan dari pimpinan;
4) Memberikan saran dan masukan terhadap suatu kegiatan; dan
5) Secapat mungkin melaporkan hal-hal yang telah dilakukan dan
menyampaikan rencana kedepan.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Memberikan informasi yang tepat dan terkini; dan
2) Melayani sebaik mungkin (misalnya senyum, sapa, dan lain-lain).
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Melakukan komunikasi dan koordinasi;
2) Menjalin sinergitas dan terintegrasi; dan
3) Membangun hubungan baik formal dan informal.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Menunjukkan sikap yang ramah dan sopan;
2) Lebih dewasa (lebih efektif dalam melakukan sesuatu);
3) Lebih berpikir positif dan tidak gampang menilai negatif; dan
4) Lebih tepat dan bijaksana dalam pengambilan keputusan.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Lebih memahami dan memaknai tugas yang diberikan;
2) Lebih mencintai tugas dan melakukan dengan senang hati untuk
mencapai tujuan; dan
3) Efektif dan kerjasama didalam mewujudkan tujuan dan sasaran.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:
1) Lebih efisien dalam melakukan kegiatan;
2) Lebih tepat melaksanakan suatu kegiatan;
3) Terciptanya hubungan saling membutuhkan; dan
4) Menemukan solusi permasalahan untuk perbaikan kegitan kedepan.
d. Perkembangan positif lainnya:
82
1) Menambah semangat dan motivasi terhadap diri sendiri;
2) Lebih terarah dalam melaksanakan tugas dan dilakukan sesuai
dengan aturan; dan
3) Perubahan diri akan menjadi cermin untuk perubahan prilaku orang
lain.
E. Amirulloh, S.SIT.,,MMTR
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Kerjasama untuk sinergi;
2) Transparan;
3) Disiplin;
4) Melayani;
5) Berpikir strategis;
6) Menjadi teladan; dan
7) Menerapkanreward and punishment secara terukur.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Ego sektoral/kurangkoordinasi;
2) Dilayani;
3) Patron-client; dan
4) Menunda pekerjaan (kurang responsive).
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Mau mendengarkan;
2) Ing ngarso sung tulodo (menjadi suri tauladan/panutan);
3) Ing madyo mbangun karso (menggugah semangat/memberikan
inovasi);
4) Tut wuri handayani (memberi dorongan moral/semangat);
5) Pemberdayaan staf; dan
6) Mastering.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Membangun komunikasi;
2) Sharing informasi;
3) Meaning;
4) Membership;
5) Membangun hubungan kekeluargaan.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Tidak ABS (asal pimpinan senang);
2) Inisiatif untuk mengusulkan perubahan yang positif untuk organisasi;
3) Inovasi;
4) Responsif; dan
83
5) Membangun hubungan kekeluargaan.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Pelibatan seluruh stakeholders;
2) Public hearing;
3) Uji publik;
4) Responsif;
5) Transparan; dan
6) Akuntabilitas.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Kerjasama tematik dan programatik serta kegiatan MONEV;
2) Sinergi seperti Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP); dan
3) Whole of Government.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Perubahan mindset untuk lebih positif; dan
2) Kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan kerja tuntas.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Lebih perhatian pada staf;
2) Meningkatnya semangat melayani;
3) Menurunnya ego sectoral;
4) Sinergi yang lebih terarah; dan
5) Memuat kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga:
1) Mengurangi peraturan yang tumpang tindih; dan
2) Menyusun program dengan tujuan dan sasaran yang lebih jelas
manfaatnya untuk masyarakat.
d. Perkembangan positif yang lainnya:
1) Revolusi mental; dan
2) Ordinary people for extraordinary performance.
F. Amrani Samad Suhaeb, Ir.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan, senantiasa terus meningkatkan
kemampuan untuk melihat masalah melampaui kepentingan diri sendiri
dan dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda –
beda dari berbagai kelompok yang ada. Hal ini akan mempemudah
menilai situasi dan menentukan langkah apa yang akan diambil untuk
menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan, dengan memahami seluruh tugas
pokok dan fungsi dari organisasi akan mampu membagi waktu untuk
fokus pada aktifitas utama dan meninggalkan hal hal yang tidak perlu,
84
dengan demikian akan ada waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas
dengan fokus pada kegiatan utama. Dengan hal ini akan mudah
mengenali apa yang penting dan yang tidak penting yang akan
dikerjakan.
2. Perubahan Perilaku kepemimpinan yang bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin,
membangun sinergitas bersama sebagai suatu tim, membangun empati
secara personal, mengenal keluarga setiap staf, dimana hubungan
hubungan yang bersifat personal perlu dikembangkan untuk menjaga
rasa persaudaraan dalam mencapai dan menghasilkan tugas-tugas
bersama.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat, dengan
membangun kebiasaan untuk melakukan diskusi bersama dalam
menjalankan tugas-tugas keseharian. Hubungan satu bagian dengan
bagian lain perlu selalu dikembangkan. Mempercayai informasi yang
disampaikan oleh teman sejawat dalam menentukan suatu kebijakan dan
sekat dalam suatu bagian senantiasa diminimalisir dalam menghasilkan
produk.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior, dengan membiasakan diri
untuk melakukan hal-hal berikut: menerima kritikan dari dengan pikiran
jernih, dimana hal ini sebagai nasehat, dimana ini menunjukan pimpinan
perduli dengan kita, dan dengan pikiran terbuka karena bisa saja kritikan
dari atasan tersebut mungkin ada benarnya, mengenali karakter atasan,
mengenali kebiasaan pada saat-saat tertentu, selalu bertegur sapa setiap
ada kesempatan untuk menciptakan keakraban sewajarnya dan tidak
berlebihan.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat, dengan mengetahui
posisi masing-masing baik sebagai bagian dari pemerintah atau bagian
dari masyarakat maka akan saling memahami keberadaan masing
masing. Setiap tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan
untuk dipenuhi, dimana dengan pemenuhan itu bisa saja merugikan
kelompok lain. Diperlukan kearifan bersama untuk melihat semua
tuntutan dan berupaya dapat mengakomidir secara proporsional hal
yang penting bagi setiap kelompok. Disinilah peran hukum mengatur
kepetingan - kepentingan tersebut agar kepentingan masing-masing
terlindungi, sehingga masing-masing mengetahui hak dan kewajiban.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L bahwa setiap organisasi
mempunyai tugas pokok masing-masing dan setiap tugas pokok tersebut
berkaitan dengan organisasi lain. Senantiasa memahami bersama setiap
persoalan organisasi akan menimbulkan empati bersama, Hal ini tentu
sangat bermanfaat bagi kelompok kerja atau organisasi tersebut dalam
85
mencapai tujuan atau target-targetnya, sehingga produktivitas kelompok
kerja tersebut akan meningkat dari sisi kuantitas maupun kualitas.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah dengan selalu menunjukan
kecenderungan untuk menjalin hubungan yang menyenangkan, yang
menunjukkan kecenderung bersahabat, ramah, sopan, bijaksana, dan
diplomatis. Sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan menunjukkan
perhatian atas kehidupan lingkungan sekitar tempat kerja, tempat
tinggal. Menularkan kepada staf akan rasa perhatian terhadap staf lain
dan selalu percaya diri dalam menghadapi persoalan.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja yaitu senantiasa membantu
perkembangan kelompok kerja yang berhubungan dengan manfaat
peningkatan produktivitas, dalam hubungannya sebagai anggota dari
suatu atau tim kerja, selalu membangun dan memiliki sikap positif dan
menjadi teladan bagi rekan anggota kelompok, selalu menularkan sikap
positif dengan berprilaku baik, disiplin kerja dan hal-hal kecil lain.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga, bahwa setiap
masalah pasti mempunyai jalan keluar dan bisa dipecahkan. Oleh karena
itu setiap kesulitan atau permasalahan yang terjadi akan dihadapi
bersama. Komunikasi antar lembaga akan lebih membuka informasi
antar lembaga sehingga dapat saling mengenali persoalan masing-
masing, selalu akan mengerahkan segala potensi yang dimiliki untuk
mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Meminimalkan rasa superior
suatu lembaga terhadap lembaga lainnya, bahwa semua lembaga harus
saling bersinergi dalam kerangka Whole of Gavernment.
d. Perkembangan positif lain: tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan kerja
atau pergaulan amat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi sikap
kerja, dimana jika yang berkembang di lingkungan kerja tersebut adalah
sikap positif, orang lain dalam kelompok kerja atau organisasi tersebut
lambat laun akan terpengaruh dan ikut bersikap positif dalam bekerja.
Hal lain yang menjadi perhatian bahwa setiap staf mempunyai potensi
masing-masing yang berbeda dengan staf lain dan berpotensi untuk
berkembang bila diarahkan secara benar dan baik. Hal ini tentu sangat
bermanfaat bagi kelompok kerja atau organisasi tersebut dalam
mencapai tujuan atau target-targetnya, sehingga produktivitas kelompok
kerja tersebut akan meningkat dari sisi kuantitas maupun kualitas.
G. Bertiana Sari, SH.,MBA
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Bekerja secara tim untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal;
86
2) Share informasi khususnya kepada pejabat dan staf unit kerja;
3) Memberikan kesempatan terlibat dalam diskusi dan penyelesaian
tugas dan mendorong staf untuk meningkatkan potensi diri;
4) Melakukan evaluasi bersama secara berkala terkait tugas yang telah
dilaksana, termasuk mengidentifikasi permasalahan dan
merumuskan solusinya; dan
5) Bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, dan komitmen
dalam merespon penugaskan.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Kurang sabar menghadapi staf yang kurang/tidak komitmen
terhadap kedisiplinan secara kedinasan maupun pelaksanaan tugas;
2) Tidak fokus dalam menentukan skala prioritas terhadap beberapa
penugasan penting yang bersamaan;
3) Kurang memperhatikan pendekatan secara personal kepada staf;
dan
4) Terlalu fokus dengan pekerjaan, sehingga kurang memperhatikan
lingkungan di sekitar.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin adalah
memimpin dengan pendekatan bermitra dan memposisikan diri sebagai
teman, sehingga menciptakan suasana kerja yang lebih harmonis dan
kooperatif, serta lingkungan kerja yang kondusif.
b. Perubahan dalam hubungan teman kerja yang setingkat (peers) adalah
meningkatkan koordinasi, kerjasama dan saling bertukar informasi
khususnya mengenai tugas yang terkait, serta saling memberikan saran
dan koreksi untuk meningkatkan kinerja organisasi.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior adalah memberikan
dukungan yang maksimal kepada superior dengan proaktif memberikan
saran dan masukkan, khususnya mengenai tugas/permasalahan yang
memerlukan kajian dan pertimbangan di bidang hukum.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah berupaya untuk
lebih mendengar dan memposisikan diri sebagai masyarakat agar dapat
memahami kebutuhan masyarakat dari perspektif masyarakat, sehingga
kebijakan dan regulasi dapat diimpelentasikan dengan baik karena in line
dengan yang diharapkan oleh masyarakat.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah menyadari perlunya
mengedepankan kepentingan masyarakat, karenanya koordinasi dan
kerjasama antara K/L merupakan keharusan dengan meninggalkan ego
sektoral. Untuk memastikan kerjasama tersebut perlu diwujudkan
dengan perumusan Key Performance Indicator (KPI) bersama untuk
pekerjaan yang melibatkan lintas K/L.
87
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah meyakini bahwa segala
perubahan dapat dilakukan dengan diawali perubahan mindset, perlunya
mengeksplore kemampuan diri karena kemampuan diri jauh melebih dari
yang kita terlihat, dan perubahan besar perlu diawali dengan perubahan
kecil yang berkelanjutan, serta perlunya berfikiran positif.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah berupaya untuk
menjadi contoh positif dan katalisator untuk menciptakan perubahan
iklim kerja yang dapat meningkatkan kinerja organisasi.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga adalah
menjadikan koordinasi dan kerjasama antar K/L sebagai budaya
organisasi, dan menerapkan KPI bersama untuk tugas lintas K/L, sehingga
tugas yang melibatkan antar K/L lebih efektif dan efisien.
d. Perkembangan positif yang lain adalah dengan terciptanya hubungan
antar K/L dengan baik, fungsi Pemerintahan terwujud dan dapat hadir
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, hal tersebut mengubah
pandangan masyarakat terhadap stigma negative Pemerintahan.
H. Darmayani, SH.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Menjaga komitmen;
2) Membuat skala prioritas dalam penyelesaian tugas dan
menjalankannya secara konsisten;
3) Lebih fokus;
4) Disiplin; dan
5) Penyelesaian masalah berbasis kepentingan masyarakat (citizen
oriented).
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Tidak disiplin;
2) Sering ragu-ragu dalam membuat keputusan sehingga sering tidak
konsisten;
3) Menunda pekerjaan sampai deadline.
4) Tidak membuat skala prioritas; dan
5) Sering mengabaikan hal-hal yang bersifat administrasi, seremonial,
prosedural dan hanya fokus pada hal-hal yang substantif.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Lebih memberdayakan staf (mengurangi kebiasaan "mengambil
alih");
2) Meningkatkan komunikasi;
88
3) Lebih rajin mengingatkan, membimbing, mengarahkan bahkan
menegur; dan
4) Memberi penghargaan dan teguran, minimal dalam bentuk lisan.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Lebih melibatkan; dan
2) Saling mengingatkan, saling membantu dan bekerja sama.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Menyiapkan data/informasi/laporan lebih cepat;
2) Memberi saran terkait TUPOKSI tanpa diminta; dan
3) Membekali diri lebih baik agar lebih siap setiap saat apabila dimintai
saran/pendapat.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah lebih
meningkatkan interaksi dengan masyarakat agar dapat menyusun
rencana kebijakan yang people oriented.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Melakukan komunikasi dan koordinasi lebih awal untuk
menghasilkan kebijakan yang lebih baik;
2) Meningkatkan hubungan dan komunikasi informal; dan
3) Lebih membantu, memudahkan dan memfasilitasi.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1. Lebih profesional, berdedikasi, ikhlas dan jujur;
2. Memiliki kemampuan yang lebih baik dan lebih siap pakai; dan
3. Lebih kuat mental, karakter, dan spiritual.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1. Lebih menguasai dan mencintai tugas; dan
2. Menghadirkan lingkungan kerja yang nyaman dan memotivasi.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga adalah membantu
kelancaran tugas SKPD/lembaga lain yang pada akhirnya melancarkan
tugas internal SKPD sendiri. Hal ini menguntungkan masyarakat dan
Pemda.
d. Perkembangan positif lainnya adalah menumbuhkan perilaku yang baik
akan menularkan kebaikan pada orang lain.
I. Dewi Chomistriana, ST.,M.Sc
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Selalu memperbaharui pengetahuan;
2) Menyesuaikan gaya kepemimpinan sesuai dengan kondisi
lingkungan yang ada;
89
3) Mengembangkan sistem komunikasi yang baik untuk dapat
mendengarkan masukan dari berbagai pihak termasuk pengguna,
guna pertimbangan dalam pengambilan kebijakan;
4) Memperkuat kerjasama tim untuk sinergi;
5) Transparan;
6) Disiplin;
7) Melayani;
8) Berpikir strategis;
9) Memberikan apresiasi kepada anggota yang telah melaksanakan
pekerjaan dengan baik; dan
10) Manajemen organisasi dengan lebih baik.
b. Kebiasaaan yang akan ditinggalkan:
1) Ego sektoral; dan
2) Menunda-nunda pekerjaan sampai dengan batas waktu yang
dientukan.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Mendorong kemampuan semua anggota tim untuk dapat
berkontribusi dalam mencapai tujuan organisasi;
2) Mau mendengarkan pendapat seluruh anggota tim;
3) Membangun dan memperkuat kerjasama tim; dan
4) Memperkuat monitoring dan evaluasi untuk perbaikan kinerja
organisasi.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Memperkuat koordinasi dalam mencapai tujuan organisasi bersama;
2) Membangun komunikasi dan budaya kerjasama; dan
3) Sharing informasi.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Mengembangkan kemampuan komunikasi dengan tipe pemimpin
yang berbeda-beda;
2) Inisiatif misalnya untuk mengusulkan perubahan atas pelaksanaan
program yang tidak berjalan baik; dan
3) Mengembangkan inovasi.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Mendorong transparansi dalam penyelenggaraan konstruksi;
2) Pelibatan seluruh stakeholders;
3) Public hearing; dan
4) Uji publik;
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Memperkuat jaringan dan koordinasi antara K/L dan
mengembangkan key performance indicator bersama;
90
2) Kerjasama tematik dan programatik;
3) Sinergi seperti Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP); dan
4) Whole of Government sehingga meningkatkan kinerja pemerintah.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Perubahan mindset untuk lebih positif; dan
2) Lebih bertanggungjawab dalam memimpin organisasi.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Lebih perhatian pada staf;
2) Meningkatnya semangat melayani;
3) Menurunnya ego sectoral;
4) Sinergi yang lebih terarah; dan
5) Memuat kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:
1) Mengurangi peraturan yang tumpang tindih;
2) Menyusun program dengan tujuan dan sasaran yan lebih jelas
manfaatnya untuk masyarakat; dan
3) Menyusun key performance indicator bersama antar lembaga.
d. Perkembangan positif yang lainnya:
1) Revolusi mental;
2) Menciptakan budaya kerja positif;
3) Sekecil apapun kontribusi terhadap organisasi harus dihargai; dan
4) Ordinary people for extraordinary performance, pembelajaran dari
Singapore.
J. Fadhilah Mathar, Dr.,M.Pd
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Fokus pada pekerjaan;
2) Sering membantu orang lain; dan
3) Tidak egois.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Tidak berpartisipasi dalam diskusi kelompok; dan
2) Mensosialisasikan ide dengan baik.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin adalah
akan lebih banyak memuji dan menghargai bawahan serta
menyemangati mereka.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)
adalah akan lebih banyak berkolaborasi dan saling mengisi.
91
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior adalah akan lebih banyak
mengapresiasi dan menjadi kontrol.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah akan lebih
banyak melayani tanpa pamrih.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah mengurangi
egosektoral.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah menjadi lebih berwawasan
dan memiliki sikap serta integritas.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah akan mengembangkan
budaya kolaboratif.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga adalah akan
mengembangkan budaya kolaboratif.
d. Perkembangan positif lainnya adalah memahami modal sosial bangsa
Indonesia.
K. Gusti Anindita Laksamana, ST.,MM
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Penyusunan rencana kerja untuk setiap pekerjaan unit kerja,
penetapan pola organisasi kerja di dalam unit kerja dilengkapi
dengan adanya saluran organisasi, saluran komunikasi, metode kerja
dan prosedur pencapaian tujuan yang jelas;
2) Kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada pada hubungan
kesejawatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh
kehangatan hubungan antara pemimpin dengan stafnya; dan
3) Mempengaruhi performansi kelompok dengan alat verbal atau
gestural yang dikomunikasikan melalui pengarahan, evaluasi, dan
sikap pemimpin terhadap anggota kelompok.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Bekerja secara individualis, tanpa memperdulikan keberadaan tim;
2) Bekerja tanpa prosedur pencapaian tujuan yang jelas;
3) Kerjasama tim tanpa memotivasi tim; dan
4) Bekerja berorientasi output tanpa mengukur indeks keberhasilan.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin adalah
melihat pimpinan tidak sebagai hanya pemimpin yang “ditakuti” tetapi
lebih kepada mitra kerja dan sosok yang diacu dalam upaya penyelesaian
setiap pekerjaan dalam unit kerja.
92
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)
adalah sebagai mitra kerja untuk mencapai tujuan bersama dalam
lingkup unit kerja.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior adalah lebih berinisiatif
dalam memberi saran sumbang untuk kemajuan organisasi dan tidak
saling mengandalkan pada superior dalam situasi tertentu.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah budaya “jemput
bola” untuk mencarikan segera solusi bagi permasalahan yang
bersumber dari masyarakat.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah bersikap terbuka dan
lebih berinisiatif untuk membantu terutama apabila K/L bersangkutan
memerlukan bantuan secara spesifik dari unit kerja sendiri.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah menjadi individu yang
lebih berpikir positif dan berinisiatif dalam lingkungan unit kerja dan
organisasi
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah menciptakan suasana
kompetitif dalam semangat memajukan organisasi.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga adalah saling
membantu dan mendukung antar lembaga untuk mencapai tujuan
bersama terutama terkait tujuan organisasi yang memang melibatkan
beberapa lembaga.
d. Perkembangan positif lainnya adalah menciptakan stigma positif
kepemerintahan dengan manifestasi kerjasama antar lembaga.
L. Hernadi Tri Cahyanto, Ir.,MT
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) memiliki keyakinan bahwa mampu menjadi penggerak sekaligus
pendorong pemecahan masalah yang dihadapi;
2) memberikan keteladanan (konsekuen dan mau memberikan
pengorbanan untuk kepentingan yang lebih besar) bagi staf;
3) bekerja lebih keras daripada staf dan sepenuh hati (mendorong
setiap staf untuk selalu keluar dari zona nyaman dan bekerja dalam
zona persaingan);
4) konsisten melakukan semua hal yang baik, tetap bersemangat
melakukannya di awal, tengah maupun akhir proses;
5) meningkatkan kualitas pelayanan melalui pemerintahan yang bersih
dan akuntabel;
6) meningkatkan kepekaan terhadap iklim lingkungan; dan
93
7) terus belajar dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, sekalipun
gagasan itu datang dari mereka yang dari sisi hirarki berada di
bawah.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) mempertahankan situasi sebelumnya; dan
2) mempertahankan zona nyaman.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) menjalankan peran sebagai teladan perubahan; dan
2) menjalankan peran sebagai figur yang menginspirasi terjadinya
perubahan.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) membangun sinergi dalam melakukan perubahan;
2) membangun gambaran tentang perubahan yang diinginkan; dan
3) saling kompromi, saling melindungi.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) kreatif memikirkan sendiri dan komparatif; dan
2) mampu menularkan imajinasi sebagai sebuah mimpi bersama yang
harus diwujudkan bersama-sama.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) menempatkan agenda perubahan yang ingin dijalankan di atas nilai
hubungan pertemanan; dan
2) mampu menterjemahkan kerumitan konsep dalam bahasa yang
lebih sederhana dan mudah dipahami.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) siap untuk bertarung atau bertentangan dengan kultur yang selama
ini ada dalam birokrasi;
2) menciptakan indeks kinerja bersama antar K/L dan memberikan
perhatian pada setiap K/L yang terlibat;
3) mampu memposisikan dukungan setiap K/L sebagai aset bagi
pencapaian sebuah perubahan; dan
4) membangkitkan rasa memiliki (ownership) pada setiap K/L yang
terlibat dalam proses perubahan.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Memberi pelayanan terbaik sesuai aturan-aturan yang sudah
disepakati bersama;
2) Mampu bersikap profesional terhadap masyarakat dengan
memahami segala aturan di bidang tupoksi (tugas pokok dan fungsi);
dan
3) Mempelopori pelaksanaan paradigma baru.
94
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Memberi pelayanan terbaik pada masyarakat sesuai aturan-aturan;
dan
2) Peningkatan transparansi proses kerja.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga:
1) Memimpin perubahan dengan keteladanan;
2) Pemahaman konsep dan hal teknis;
3) Mengerjakan beberapa tindakan yang harus dilakukan di lembaga
sendiri; dan
4) Membangun komunikasi yang intensif.
d. Perkembangan positif lainnya:
1) Ketekunan dalam menjalankan pemantauan dan evaluasi secara
obyektif;
2) Berbagi kepemilikan mengingat kepentingan perubahan itu menjadi
kepentingan bersama dan menjadi milik semua;
3) mampu mengembangkan pendekatan lain yang memungkinkan
tuntutan perubahan itu tetap bisa dijalankan;
4) memberi ruang pada bawahan untuk menyampaikan berbagai
persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan perubahan; dan
5) Memperlakukan bawahan sebagai teman dan mau turun ke
lapangan sekalipun tidak disorot media serta bersedia
menggerakkan tim di lapangan.
M. Ignatius Wahyu Marjaka, Dr.,Drs.,M.Eng
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Disiplin dengan waktu pelaksanaan kegiatan;
2) Demokratif dan transparan dalam menjalankan garis koordinasi
atas-bawah dan horizontal;
3) Mendorong terwujudnya kejujuran dalam setiap pelaksanaan
kegiatan;
4) Mendorong partisipasi setiap personal dan staf dalam pelaksanaan
kegiatan; dan
5) Mendorong sistem pelayanan publik yang lebih baik sebagai bagian
penguatan kegiatan.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Menunda nunda pekerjaan;
2) Kurang fokus dalam penyelesaian setiap pekerjaan;
3) Pelaksaan pekerjaan tanpa perencanaan yang baik; dan
4) Kelemahan manajemen waktu dan seleksi prioritas pekerjaan.
95
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Lebih mendengarkan aspirasi staf;
2) Akomodatif dan melayani;
3) Mendorong partisipasi staf lebih tinggi dalam keikutsertaan
pelaksanaan kegiatan; dan
4) Fleksibilitas yang memiliki akuntabilitas untuk pencapaian target
kinerja.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)
yaitu mengembangkan komunikasi efektif antar teman kerja sejawat
sehingga proses kordinasi berjalan lebih baik.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior yaitu mengembangkan
sistem komunikasi efektif dan peningkatan pelayanan untuk prioritas
pengambilan keputusan dan kebijakan.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat dilaksanakan dengan
mengembangkan sistem komunikasi yang lebih terbuka dan transparan
sehingga masyarakat mengenal dan merasakan kehadiran pemerintah.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L Lain dilaksanakan dengan
mengembangkan sistem koordinasi efektif antar K/L sehingga terjadi
sinkronisasi dalam pencapaian visi misi Pemerintah.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri yaitu kebih terbuka, transparan,
akomodatif dan demokratif terhadap inspirasi untuk mendukung
pencapaian kinerja dan pelayanan masyarakat yang lebih responsif dan
lebih baik.
b. Perkembangan positif di Lingkungan kerja yaitu tercapai lingkungan kerja
yang responsif dan kreatif untuk mendukung pencapaian target kinerja
yang berorientasi pada pelayanan masyarakat
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga yaitu sistem kerja
berorientasi pada pencapaian kinerja bersama dalam terminologi satu
entitas pemerintah yang melayani masyarakat
d. Perkembangan positif yang lain yaitu peningkatan kesejahteraan dan
sistem masyarakat yang demokratif, baik, dinamis dan keterbukaan.
N. Kimron Manik, Ir.,M.Sc
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Mendorong dan memotivasi seluruh anggota untuk lebih percaya
diri dalam melaksanakan tugasnya;
2) Memperat rasa kekeluargaan seluruh anggota dalam organisasi;
96
3) Memberikan tugas dan tantangan untuk mengembangkan pemikiran
dan memunculkan inovasi;
4) Menjadikan diri sendiri sebagai teladan bagi anggota;
5) Memberikan penghargaan bagi anggota yang kinerjanya baik;
6) Memberikan bimbingan kepada anggota untuk meningkatkan
kinerjanya; dan
7) Menciptakan budaya kerja yang positif dalam organisasi.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Menunda-nunda pekerjaan dan lambat merespon arahan pimpinan;
2) Menuntut kinerja anggota yang baik tanpa memberikan bimbingan;
dan
3) Kurang melakukan koordinasi dengan selutuh anggota tim.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
- Memberdayakan seluruh potensi anggota tim;
- Mendorong rasa percaya diri anggota dalam mengeluarkan
pendapat dan mendapatkan solusi terhadap permasalahan; dan
- Memberikan penghargaan kepada anggota yang berkinerja baik.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Melakukan koordinasi dan meningkatkan sinergi dalam
melaksanakan kegiatan organisasi; dan
2) Mempererat rasa kekeluargaan dan kebersamaan dengan teman
kerja yang setingkat.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Merespon dan menindaklanjuti dengan segera dan tepat arahan dari
pimpinan; dan
2) Melaporkan segala hasil kegiatan organisasi dan pembelajaran yang
didapat kepada pimpinan.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Memberikan layanan informasi yang lengkap dan terkini;
2) Melibatkan masyarakat dalam merumuskan suatu kebijakan atau
pengaturan; dan
3) Merespon dengan segera pertanyaan, pengaduan atau permintaan
masyarakat.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Bersama-sama dengan K/L yang terkait menyusun suatu kebijakan
atau pengaturan;
2) Melakukan kerjasama dengan K/L dalam melakukan pelayanan
kepada masyarakat; dan
3) Melakukan monitoring dan evaluasi secara bersama-sama.
97
3. Hasil (Perkembangan positif) yang diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Lebih bertanggungjawab dalam memimpin organisasi;
2) Lebih cepat dan tepat dalam mengambil keputusan; dan
3) Lebih mengutamakan kepentingan organisasi.
b. Perkembangan positif dilingkungan kerja:
1) Anggota dan pimpinan secara bersama-sama meningkatkan
kreatifitas, inovasi dan pemikiran dalam melakukan pekerjaan; dan
2) Seluruh anggota saling membantu dan mendukung dalam
melaksanakan tugas-tugas organisasi.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga
1) Lembaga lain mau terlibat dalam menyusun suatu kebijakan dan
pengaturan; dan
2) Lembaga lain mau melibatkan dan atau dilibatkan dalam
melaksanakan kegiatan bersama.
d. Perkembangan positif lain:
1) Sama-sama menciptakan budaya kerja positif; dan
2) Sama-sama merasakan pentingnya peran dan kontribusi masing-
masing anggota dalam mewujudkan tujuan bersama.
O. La Ode Tarfin Jaya, Dr.,ST.,MT
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan
1) Responsif dalam mengambil tindakan demi pelaksanaan
transformasi/perubahan;
2) Bekerja sebagai team;
3) Jujur dan senantiasa berfikir cerdas;
4) Kedisplinan diri (Self Discipline); dan
5) Membangun Positive Self Esteem.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Tidak fokus; dan
2) Tidak memiliki skala prioritas.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Lebih banyak mendengar staf;
2) Lebih terbuka untuk menerima saran dan pemikiran dari staf;
3) Melakukan encouragement kepada staf; dan
4) Menjadi good drivers bagi staf.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)
1) Mengembangkan budaya kerja kolaboratif dengan rekan kerja untuk
mencapai hasil bersama;
98
2) Terbuka untuk melakukan “knowledge sharing” dengan sesama
rekan kerja; dan
3) Memecahkan masalah bersama, menginspirasi orang lain.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Senantiasa mendukung pimpinan dan loyal sepanjang pimpinan “on
the right track”; dan
2) Senantiasa berusaha memberi solusi alternatif kepada atasan
dengan dukungan data/informasi yang lengkap dalam mengambil
sebuah keputusan.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Lebih peka untuk mendengar dan memahami kebutuhan pemangku
kepentingan; dan
2) Melayani stakeholder Sektor ESDM dengan sepenuh hati.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Mengembangkan budaya kerja koordinatif dan kolaboratif untuk
mencapai tujuan nasional; dan
2) Menghilangkan ego sektoral antar K/L sehingga tidak terjadi
tumpang tindih kewenangan dan “silo-silo”.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Optimistic;
2) Meningkatnya self discipline;
3) Pribadi yang teguh dengan kejujuran; dan
4) Mental model melayani.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Menjadi sosok agent of change di lingkungan kerja; dan
2) Menjadi role model perubahan dilingkungan kerja.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga adalah adanya
Koordinasi yang lebih intens antar K/L.
d. Perkembangan positif yang lain diantaranya dengan adanya networking
antar peserta RLA yang berasal dari beragam K/L maka diharapkan dapat
mengurai “thebottlenecking” tentang eksekusi program-program
prioritas nasional yang menjadi kewenangan K/L.
P. Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP.,MS.,Ph.D
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan: integritas pekerjaan
berdasarkan kejujuran, kerja keras, dan orientasi kemajuan; bekerja
berdasarkan kecintaan dan loyalitas pada pekerjaan dan organisasi;
motivasi untuk berbuat lebih baik dari target yang ditetapkan;
memutakhirkan pengetahuan dan mengembangkan kompetensi
99
sehingga dapat menjadi rujukan dan pembimbing; mengutamakan tujuan
organisasi di atas kepentingan pribadi; mengembangkan pola layanan
yang baik kepada mitra kerja terutama dalam rangka memperkuat visi
dan komitmen bersama; dan mengarahkan sumber daya manusia yang
ada berdasarkan potensi masing-masing yang diselaraskan dengan
pencapaian tujuan organisasi.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan: fokus lebih pada kecepatan hasil
tanpa melihat pentingnya keterlibatan dan pembelajaran bersama;
terlalu formal dan fokus pada pekerjaan tanpa melihat pentingnya
interaksi sosial (informal) yang seimbang terutama dengan mitra kerja;
dan kurang memberi kesempatan pada rekan kerja yang setingkat untuk
dapat berkontribusi sama besarnya terhadap pencapaian tujuan
organisasi.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin yaitu
meningkatkan interaksi sosial dalam rangka menyeimbangkan hubungan
kerja dan personal sehingga kerekatan tim kerja dapat ditingkatkan.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)
yaitu mendampingi rekan kerja untuk secara bertahap bisa berkontribusi
sama besarnya terhadap pencapaian tujuan organisasi.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior yaitu meningkatkan
efektivitas pengembangan kerja sama dengan mitra kerja dan pemangku
kepentingan lainnya melalui pelibatan superior yang lebih intensif.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat yaitu meningkatkan
ketersediaan informasi yang mudah dipahami masyarakat tentang
rencana nasional dalam meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain yaitu meningkatkan
interaksi dan kualitas komunikasi dalam rangka mendukung efektivitas
integrasi perencanaan lintas bidang.
3. Hasil (perkembangan positif) yang diharapkan yaitu:
a. Perkembangan positif pada diri sendiri: pribadi pemimpin yang mampu
menyeimbangkan antara kinerja pencapaian tujuan organisasi dengan
kerekatan dan komitmen kerja sama dengan bawahan dan mitra kerja.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja: terciptanya lingkungan kerja
yang memiliki budaya bahu membahu dan memberikan kesempatan bagi
bawahan dan mitra kerja untuk berkembang dan berkontribusi pada
pencapaian tujuan organisasi dan kerja sama lintas mitra kerja.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga: terciptanya
hubungan yang saling membangun dan melengkapi dalam rangka
meningkatkan kualitas rencana dan manfaat yang dihasilkan bagi
masyarakat.
100
d. Perkembangan positif lainnya: peningkatan kualitas dan kinerja
organisasi sebagai hasil dari perbaikan kinerja dan tata hubungan di
internal unit kerja, antar unit kerja, dan antara unit kerja dengan mitra
kerja.
Q. Mery Hadriyani Chairuddin, SE.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Meningkatkan Kedisiplinan;
2) Keteladanan;
3) Berpikir positif, sistematis, dan Cerdas;
4) Memberikan Motivasi dan dukungan;
5) Berpikir global,terbuka dan semangat belajar yang tinggi;
6) Bertindak jujur, tegas dan bertanggung jawab;
7) Bekerja keras, dan ingin maju;
8) Membangun sinergi;
9) Melakukan Inovasi; dan
10) Semangat dan iklim kerja yang kondusif.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan adalah lebih disiplin dalam manajemen
waktu (kadangkala menunda target penyelesaian pekerjaan).
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Meningkatkan intensitas pertemuan/diskusi informal dengan
membangun komunikasi yang akrab (tidak kaku);
2) Meningkatkan kapasitas dan kompetensi yang dimiliki (tidak puas
dengan status quo);
3) Menerima aspirasi (kritik/saran); dan
4) Bertindak lebih bijaksana.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)
adalah membangun komunikasi yang intensif.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Memberikan ide/gagasan;
2) Melaksanakan petunjuk/instruksi; dan
3) Bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat adalah memberikan
pelayanan (bukan dilayani) yang optimal.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Membangun sinergitas; dan
2) Meningkatkan networking.
101
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah membangkitkan semangat
dan menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah
implementasi/Penerapan Manajemen POAC.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga adalah sinergitas
dan komitmen.
d. Perkembangan positif lainnya adalah komunikasi dan Koordinasi yang
berjalan (baik/kuat).
R. Mohamad Riffana, SE
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang dapat dikembangkan yaitu berlemah lembut dalam
menjalankan kepemimpinan, dan lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan yaitu bertele-tele, tidak fokus dan tidak
langsung ke permasalahan/pembahasan.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin yaitu
lebih terbuka dan membantu dalam tugas-tugas yang dikerjakan.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers)
yaitu banyak melakukan komunikasi dan koordinasi serta bekerjasama.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior yaitu membantu
memberikan masukan dan saran serta bekerjasama.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat yaitu merubah pola pikir
birokrat menjadi pelayan masyarakat, dan mempermudah birokrasi.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain, yaitu melakukan
komunikasi dan koordinasi serta bekerjasama
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri yaitu lebih banyak melakukan
komunikasi dan koordinasi, dan mendengarkan daripada berbicara.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja yaitu saling membantu dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga yaitu melakukan
komunikasi dan koordinasi.
d. Perkembangan positif yang lain yaitu tidak bertele-tele dalam
menyampaikan sesuatu.
S. Oktorika, SE.,Ak, MM
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
102
1) Peningkatan kerjasama dengan unit lain;
2) Orientasi pada pelayanan;
3) Tertib administrasi; dan
4) Lebih akuntabel dan transparan.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Ego sektoral; dan
2) Budaya dilayani.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Mendengarkan keluhan;
2) Memberdayakan; dan
3) Mendelegasikan tugas dengan kepercayaan tinggi.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Meningkatkan komunikasi;
2) Bertukar informasi dan data; dan
3) Membangun budaya kerja sama tim.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Jujur tidak ABS; dan
2) Berinisiatif dalam mengerjakan pekerjaan tim.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Melibatkan seluruh stakeholder terkait; dan
2) Melakukan monitorng program pelayanan.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Meningkatkan kerjasama tematik dan programatik;
2) Sinergi dalam penetapan target dan pola penganggaran; dan
3) Menyamakan persepsi atas strategi pengelolaan uang negara.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Befikir positif;
2) Meningkatkan inovasi pengelolaan keuangan negara; dan
3) Memberikan kontribusi yang optimal dalam pengelolaan keuangan
negara.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Memberikan perhatian agar dapat memberikan kontribusi optimal;
dan
2) Senantiasa meningkatkan semangat antara staf, rekan sejawat.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antarlembaga:
1) Mengutamakan sinergi antar kementeian/lembaga;
2) Menciptakan iklim kerja yang kondusif; dan
3) Berkoordinasi lebih intensif untuk pencapaian target secara efektif
dan efisien.
103
d. Perkembangan positif lainnya:
1) Memberikan pemahaman atas efisiensi dan efektifitas pengelolaan
keuangan negara; dan
2) Responsif dan transparan dalam pelaksanaan pekerjaan.
T. Rini Susilawati, Ir.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpian Umum
a. Kebiasan baik yang akan di kembangkan:
1) Melaksanakan pembinaan/pendampingan kepada staf secara
berkesinambungan;
2) Membangun etika pelayanan untuk “melayani”; dan
3) Meningkatkan disiplin kerja.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Mengurangi ‘knowing doing gap’; dan
2) Mengurangi tingkat emosional diri.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Membangun iklim percaya;
2) Membangun semangat dan kerjasama tim; dan
3) Memberi motivasi yang positip.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Membangun komunikasi yang harmonis; dan
2) Meningkatkan sinergitas.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Tidak asal Bos ‘senang”; dan
2) Memberi masukan kepada pimpinan sesuai aturan.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Transparansi keterbukaan informasi; dan
2) Menjaga etika pelayanan dengan kesantunan.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Membangun Komunikasi yang berkesinambungan; dan
2) Meningkatkan jejaring kerja yang informatif.
3. Hasil (perkembangan positip) yang diharapkan
a. Perkembangan positip pada diri sendiri:
1) Lebih nyaman dalam bekerja;
2) Lebih semangat; dan
3) Sering tersenyum.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Terbangunnya komunikasi dan motivasi yang hangat; dan
2) Kerja tim lebih produktif.
c. Perubahan dalam hubungan dengan antar lembaga:
104
1) Terbangunnya jejaring kerja yang efektif; dan
2) Koordinasi yang terbuka dan membangun.
d. Perkembangan positip yang lain adalah meningkatnya sinergitas antar
teman dan antar jejaring kerja.
U. Siti Sugiyanti, SE.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Kerjasama untuk sinergi;
2) Transparan;
3) Disiplin;
4) Melayani;
5) Berpikir strategis; dan
6) Bertanggung jawab.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Ego sektoral;
2) Dilayani;
3) Patron-client;
4) A-kultural; dan
5) A-historik.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Mau mendengarkan;
2) Bisa Memberi tauladan;
3) Memberi motivasi;
4) Memberi dukungan yang kuat terhadap staf; dan
5) Pemberdayaan staf.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Membangun komunikasi;
2) Sharing informasi;
3) Meaning (bermakna buat orang lain); dan
4) Membership (sama rasa dan sama rata dengan sesama anggota).
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Bekerja berdasarkan tugas pokok dan fungsi sebagai pelayan
masyarakat bukan melayani pimpinan;
2) Inisiatif untuk mengusulkan perubahan atas pelaksanaan program
yang tidak berjalan baik; dan
3) Inovasi untuk terus melakukan perubahan.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Semangat untuk selalu melayani masyarakat;
2) Pelibatan seluruh stakeholders;
105
3) Mau mendengarkan keluhan dan mengerti akan kebutuhan
masyarakat; dan
4) Memiliki kepekaan yang tinggi.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain:
1) Kerjasama tematik dan programatik;
2) Sinergi seperti Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP); dan
3) Whole of Government.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Punya cara pandang yang baru;
2) Keyakinan baru;
3) Perilaku baru;
4) Keterampilan baru; dan
5) Perubahan mindset untuk lebih positif.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Lebih perhatian pada staf;
2) Meningkatnya semangat melayani;
3) Menurunnya ego sektoral;
4) Sinergi yang lebih terarah; dan
5) Memuat kearifan lokal dalam menyusun kebijakan.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:
1) Sinergitas antar lembaga untuk tujuan melayani masyarakat;
2) Mengurangi peraturan yang tumpang tindih; dan
3) Menyusun program dengan tujuan dan sasaran yan lebih jelas
manfaatnya untuk masyarakat.
d. Perkembangan positif yang lainnya:
1) Memiliki visi global;
2) Berfikir global – bertindak lokal; dan
3) Revolusi mental.
V. Suci Wahyuningsih, Ir.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Berusaha lebih terbuka dan lebih mendengarkan masukan,
permintaan, saran dan nasehat, dan informasi lain;
2) Meningkatkan kepekaan dalam menghadapi situasi, dan kesigapan
dalam memberikan respon, khususnya yang berhubungan dengan
lingkungan terdekat (keluarga, tetangga, lingkungan kantor, dan
sebagainya);
3) Berusaha selalu jujur; bekerja keras, sabar dan gigih dalam
menyelesaikan tugas dan tanggungjawab; dan
106
4) Menyeimbangkan tugas di keluarga dan lingkungan pekerjaan.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Kurang menyimak dan tidak peka terhadap masukan dan situasi
lingkungan;
2) Cenderung kurang disiplin; dan
3) Berbicara tidak efektif.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Berusaha lebih mendengarkan staf, terhadap permasalahan dan
permintaan arahan, masukan, saran, dan informasi lainnya;
2) Berusaha lebih jelas dalam memberikan arahan dan instruksi; dan
3) Berusaha menjadi contoh yang baik.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Meningkatkan kerjasama, komunikasi dan kolaborasi;
2) Mengembangkan budaya sharing informasi dan pengetahuan.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Berusaha lebih menyimak instruksi dan arahan pimpinan; dan
2) Berusaha lebih memahami arah kebijakan pimpinan, dan lebih baik
dalam melaksanakan tidak lanjut.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Berusaha mendengarkan dan lebih peka terhadap kebutuhan
masyarakat, khususnya yang berhubungan langsung dengan bidang
tugas; dan
2) Berusaha lebih sigap dalam melaksanakan pelayanan terhadap
masyarakat.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah berusaha lebih
memahami tugas, peran dan kepentingan K/L lain dalam rangka
meningkatkan kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama
Pemerintah.
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri adalah lebih disiplin, peka, dan
smart.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja adalah menjadi teladan sebagai
pribadi yang memiliki integritas dan bersedia melakukan perubahan
kearah yang lebih baik, khususnya di lingkungan kerja.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga adalah dapat
membantu terwujudnya koordinasi, kerjasama dan kolaborasi yang lebih
baik.
d. Perkembangan positif yang lain adalah setelah mengikuti RLA,
diharapkan mampu berfikir lebih terbuka, dan dapat mengambil
107
keputusan dan melaksanakan tugas dengan lebih baik di lingkungan
keluarga, pekerjaan dan masyarakat.
W. Triono Junoasmoro, Dr.,Ir.,MT
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasaan baik yang akan dikembangkan:
1) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama internal dan external;
2) Berpikir dan bekerja secara out of the box guna meningkatkan
kinerja;
3) Mendengar, berpikir, dan bertindak secara bersama-sama untuk
kepentingan umum dan nasional;
4) Selalu menggunakan prisip melayani masyarakat dalam bekerja
5) Selalu berpikiran positif; dan
6) Konsisten terhadap apa yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Berpikiran negatif;
2) Bekerja secara sektoral; dan
3) Menunda suatu pekerjaan atau tugas.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang Bersifat Spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Selalu mendengar dan terbuka atas segala masukan dan saran dari
para staf dan berupaya untuk menganalisa dan mendukung jika
masukan dan ususlan tersebut baik untuk organisasi dan kebijakan
yang akan diambil;
2) Menginspirasi dan membantu para staf untuk dapat bersama-sama
mewujudkan target atau cita-cita yang teah ditetapkan bersama;
3) Selalu membuka diri untuk berdiskusi atau membahas atas segala
hal guna mendukung suatu suksesnya suatu pekerjaan; dan
4) Memperlakukan para staf sebagai anggota keluarga dan sahabat.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Berupaya untuk selalu bersosialisasi dan berkoordinasi baik sesama
rekan kerja;
2) Memperlakukan para teman kerja sebagai partner kerja;
3) Sharring atau bertukar pikiran guna mendapatkan masukan dan
saran yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan hasil yang
optimal; dan
4) Berbagi bersama atas informasi yang dimiliki.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Menghormati dan memberikan masukan secara obyektif; dan
2) Selalu loyal dan patuh atas keputusan atau kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pimpinan.
108
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Sharring dan berbagi termasuk sosialiasi program-program
pemerintah guna memberi gambaran ke masyarakat apa yang teah
pemerintah lakukan ke masyarakat; dan
2) Mendengarkan harapan dan masukan dari masyarakat terhadap
program-program pemerintah dan mengkolaborasikan hal-hal
tersebut dalam rencana ke depan.
e. Perubahan dalam hubungan dengan K/L lain adalah selalu membuat
jaringan pertemanan dan berupaya untuk berbagi sesama serta berupaya
membuat suatu kreasi tindakan atau program yang dapat dilakukan
bersama dengan K/L lain
3. Hasil (Perkembangan Positif) yang Diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Selalu bersemangat dalam bekerja; dan
2) Selalu berpikiran positif.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Memiliki tanggung jawab bersama; dan
2) Mengetahui dan berupaya bersama-sama terhadap arah dan sasaran
organisasi.
c. Perkembangan positif dalam hubungan antar lembaga:
1) Tidak adanya jarak atau perbedaan kepentingan antar lembaga; dan
2) Selalu berkoordinasi dan bekerja bersama dalam melaksanakan
suatu pekerjaan.
d. Perkembangan positif yang lain adalah keyakinan masyarakat atas
pemerintah atas pelayanan masyarakat
X. Ujang Rachmad, Ir.,M.Si
1. Perubahan Perilaku Kepemimpian Umum
a. Kebiasan baik yang akan di kembangkan:
1) Bertidak tidak lagi sebagai manajer namun sebagai leader;
2) Menganggap setiap rekan kerja benar-benar penting;
3) Membangun kekuatan diri untuk dapat mempengaruhi system di
sekeliling kita kearah yang lebih baik;
4) Mengembangkan kerja sama sinergik - Berfikir dan bertindak
komprehensif dengan pendekatan tindakan sinergis untuk mencapai
target yang dibangun dan disepakati bersama, dengan memandang
suatu keberhasilan sebagai hasil kinerja pribadi akan ditinggalkan
dan dirubah menjadi pandangan bahwa sesuatu keberhasilan
merupakan hasil kerja dari kelompok yang bersinergi; dan
5) Berfikir tenang - dengan menguji keadaan dan informasi dari semua
sisi, hati-hati dalam menyimpulkan dengan mempertimbangkan
109
semua fakta secara objektif.
b. Kebiasaan yang akan ditinggalkan:
1) Berusaha menghilangkan kepentingan pribadi, menunjukkan
kepedulian pada anggota dan mampu mendengarkan persoalan yang
dihadapi anggota untuk memahami sudut pandang, kebutuhan,
pandangan anggota maupun pelanggan; dan
2) Melihat permasalahan dari sudut pandang sendiri.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin:
1) Memberikan contoh dan keteladanan pada perubahan dan tindakan
yang diharapkan dari orang yang dipimpin sekaligus membangkitkan
semangat untuk memberikan prestasi terbaik;
2) Mendorong dan menghargai upaya kerja keras dalam tim dan
perorangan, tanpa perlu melihat upaya tersebut besar atau kecil;
3) Memandang setiap orang adalah penting;
4) Memberikan kebebasan pada staf untuk mengembangkan inisiatif
dan memberikan kesempatan untuk mempertanyakan tindakan yang
sudah dilakukan untuk perbaikan lebih lanjut; dan
5) Menciptakan lingkungan kerja yang ceria, kondusif, dan membawa
kebahagiaan pagi orang orang yang di pimpin.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat (peers):
1) Membuka diri dan siap menolong dan berbagi informasi yang
dibutuhkan;
2) Membangun cara berfikir bahwa kita berada dalam organisasi yang
memiliki atau merupakan system yang satu, bukannya fungsi-fungsi
yang berjalan sendiri-sendiri;
3) Membangun keyakinan dan prinsip yang sama untuk diikuti oleh
orang orang yang dipimpin pada unit masing masing; dan
4) Menunjukan dan tujuan dan komitmen organisiasi pada level yang
dipimpin untuk mendapatkan dukungan dan kontribusi dari teman
kerja setingkat.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior:
1) Peka terhadap kepentingan atasan dengan mengatisipasi keperluan
dan pemikirannya; dan
2) Berani mengatakan kesalahan dan ketidak setujuan atas tindakan
atasan yang memang salah.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat:
1) Tumbuhnya semangat untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
pada masyarakat; dan
2) Tumbuhnya perasaan bahwa kita ada dan bekerja karena mereka
ada.
110
e. Perubahan dalam hubungan dengan SKPD lain:
1) Mengembangkan kerjasama sinergis antar SKPD untuk mencapai
sasaran pembangunan daerah; dan
2) Keinginan untuk membangun indikator bersama dan terjalinnya
pemahamam untuk bekerja sinergi.
3. Hasil (Perkembangan positif) yang diharapkan
a. Perkembangan positif pada diri sendiri:
1) Memahami makna pelayanan dan tugas pelayanan pada masyarakat;
dan
2) Munculnya semangat untuk membuat perubahan kearah yang lebih
baik di lingkungan terkecil dalam unit organisasi.
b. Perkembangan positif di lingkungan kerja:
1) Tumbuhnya etika kerja dan terjadinya perubahan mindset untuk
bekerja lebih baik dalam melayani masyarakat; dan
2) Tumbuhnya inisiatif dan inovasi dalam penyelengaraan pemerintah
dan pelayanan publik menjadi lebih transparan, accountable.
c. Perkembangan Positif dalam hubungan antar lembaga adalah perubahan
mindset untuk bekerja dalam sistem yang sinergis sebagai satu kesatuan
d. Perkembangan positif yang lain adalah memahami kebutuhan untuk
terus maju dalam menghadapi tuntutan pelayanan publik yang semakin
menuntut.
Y. Virgo Eresta Jaya, Ir.,M.Eng.Sc
1. Perubahan Perilaku Kepemimpinan Umum
a. Kebiasan baik yang akan dikembangkan adalah jujur dalam melihat
kondisi/keadaan dan mau belajar untuk perbaikan.
b. Kebiaasaan yang akan ditinggalkan adalah kekurang perdulian terhadap
kebiasaan/budaya lingkungan atau hal-hal yang bersifat non teknis.
2. Perubahan Perilaku Kepemimpinan yang bersifat spesifik
a. Perubahan dalam hubungan dengan orang-orang yang dipimpin: Lebih
banyak mendengarkan dan melibatkan staf dan membantu mereka
dalam merumuskan common KPI.
b. Perubahan dalam hubungan dengan teman kerja yang setingkat: Mencari
tujuan bersama dan bersinergi mencapai tujuan tersebut.
c. Perubahan dalam hubungan dengan superior: Membantu meyakinkan
atasan untuk menjadi pemimpin perubahan dan mencapai tujuan unit
kerja bersama.
d. Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat: Lebih terbuka dalam
memberikan informasi tentang administrasi Pertanahan.
e. Perubahan dalam hubungan dengan KL lain: Terjadi pertukaran informasi
dan saling mengisi demi KPI bersama.
111
3. Hasil yang diharapkan:
a. Secara pribadi terus menerus melakukan perubahan dengan tetap
memperatikan kondisi sosial budaya saat ini.
b. Lingkungan kerja menjadi lebih bebas, disiplin dan tidak takut melakukan
perubahan.
c. Hubungan antar lembaga menjadi lebih erat dan produk yang dihasilkan
oleh masing-masing lembaga menjadi lebih bermanfaat bagi K/L lain.
d. Hal lain adalah: Masyarakat menjadi lebih baik kuallitasnya dengan
perubahan kebijakan dan pelayanan yang dilakukan pemerintah.