135

Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

  • Upload
    dodiep

  • View
    261

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai
Page 2: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk

Prosiding Lokakarya Nasional i l Penganekaragaman Pangan

PI' Indofond Sukses Makmur. Tbk. Bogasari flour mills

& FORUM K E R J A PENGANEKARAGAMAN PAWGAN

Page 3: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk

Prosiding Lokakarya Nasional II Penganekaragaman Pangan

Editor

Purwiyatno Hariyadi t)rajat Martiantn Bustanul Arifin

Budianto Wqaya F.G. Winarno

Hak Cipta B2006 F O R U M KERJAPEMGANEKARAGAMANPANGAN

Pertama kali di terbi tkan dalam edisi bahasa Indonesia oleh Forum Kerja Penganekaragaman Pangan 2006

Bogor, Pebruari 2006

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 979 - 91950 - I - 4

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip, menjiplak, memfotokopi sebagian a'tau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Forum Kerja Penganekaragaman Pangan 2006

Page 4: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

.& P O R U B K E R J A P E N G A N E K A R A G A E I A N P A N G A N 9-9 2. @

Forum Kerja Penganekaragaman Pangan (FKPP) adalah organisasi independen yang didirikan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2002. Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai tanggung jawab mengarahkan masyarakat mencapai pola menu makan beragam, bergizi dan berimbang. Pada hakekatnya, tujuan forum ini adalah membantu menghasilkan kondisi ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia.

FKPP mempunyai agenda: 1. Melakukan advokasi, sosialisasi dan internalisasi penganekaragaman pangan ke

berbagai pihak mengenai keanekaragaman pangan 2. Melakukan monitoring dan evaluasi atas hasil yang diperoleh dalam kaitannya

dengan pengembangan keanekaragaman pangan 3. Merumuskan lebih lanjut perincian rencana kerja penganekaragaman pangan 4. Mempromosikan dan memfasilitasi pelaksanaan rencana kerja

penganekaragaman pangan

Forum ini terdiri atas anggota-anggota yang berasal dari industri swasta, Pemerintah Daerah, Lembaga Pendidikan, Lembaga Penelitian, Lembaga Swadaya Masyarakal dan media massa. Serta bersifat terbuka bagi siapapun yang mempunyai kepedulian terhadap pengembangan keanekaragaman pangan di Indonesia.

S~FUMUF Organisasi & Kepengu~usan

Ketua : Prof. Dr. F.G. Winarno

Sekretaris Jenderal : Dr. Puwiyatno Hariyadi

Anggota

Sekretariat

Atamat

Dr. Achmad Suryana Dr. Bayu Krisnamurthi Philip S. Purnama, MBA Handi irawan D., MBA. Mcom Budianto Wijaya, M.App.Sc. Roland Taunay Dr. Drajat Martianto Ir. Suroso Natakusuma

Herlina Hadisetiawati, STP Elly Haryati Sunaryo

SEAFAST Center, IPB JI. Puspa - Kampus IPB Dramaga Bogor - Bogor 16680

Page 5: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

SUSUNAM PANlTlA

Lokakarya Nasional I I Penganekaragarnan Pangan "Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan

Rawan Pangan dan Gizi Buruk"

Jakarta, 21 Nopernber 2005

Penanaaunq Jawab Acara

Franciscus Welirang Prof. Dr. F.G. Winarno

Panitia Penaarah Acara

Keiua : Budianto Wijaya, M.App.Sc Wakil Ketua : Dr. Puwiyatno Hariyadi Anggota : Dr. Bayu Krisnamurthi

Dr. Achmad Suryana Philip S. Purnama, MBA Roland Taunay Prof. Dr. Soekirman Prof. dr. Widjaja Lukito, PhD Dr. Kaman Nainggolan IF. Suroso Nalakusuma Prof. Dr. Bustanul Arifin Dr. Drajat Martianto Prof. Dr. Bungaran Saragih Ir. Thomas Darmawan Handi lrawan D., MBA. Mcom

Panitia Pelaksana

Elly Haryati Sunaryo Dase Hunaefi, STP

Nuwandi Herlina Hadisetiawati, STP

Rafaeni Reni Basmaniar

Yohannes Santi Sumianti

Page 6: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

E X E C U T I V E SUMMARY Lokakarya Nasional II Penganekaragaman Pangan

Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk

Jakarta, 21 Nopernber 2005

Saat ini kelembagaan ketahanan pangan di Indonesia, dengan berbagai perangkat dan tata kelembagaan yang ada ternyata tidak mampu mengantisipasi, mencegah dan menangani persoalan rawan pangan dan gizi buruk. Kelembagaan sosial pangan lokal sebagai struktur penting penopang sistem ketahanan pangan telah banyak mengalami pelumpuhan, maGinalisasi, serfa digantikan oleh pranata sosial formal, yang ferksan asing bagi komunitas fedenfu. Sementara itu, sistem jaminan ketersediaan pangan nasional yang mengandalkan sepenuhnya pada mekanisme pasar, masih memiliki kelemahan strukfural yang tidak dapaf dipecahkan melalui pendekatan generik. Sistem sfok pangan sulit mengakses komunitas lokal yang tinggal di kawsan krisolasi secara geografis dan secara sosio-ekonomis. Pasar sulit diakses oleh kaum miskin dalarn siskm sosial-kemasyarakafan di pedesaan dan di perkotaan.

Di beberapa daerah, banyak dijumpai kelembagaan pangan yang tidak berfungsi secara baik dalam pengembangan sistern ketahanan pangan. Sebagian besar Dewan Kel'ahanan Pangan di daerah tidak berdaya secara fungsional dalam mempeuuangkan penjaminan kefahanan pangan bagi semua orang. Masyarakat madani sendiri semakin tidak percaya pada kelembagaan pangan dan gizi berbasiskan komunitas lokal benfukan negara semasa Or& Baru, karena atmosfer reformasi yang tidak secara sempurna dipahami oleh masyarakaf. Komifmen sektor swasta dalam industrialisasi kefahanan pangan masih rendah. Apabila ada, fungsi pelayanan ferhadap masyarakaf daiam ha1 ketahanan pangan dan pemenuhan kualifas gizi masih seba fas jargon dalam s tmtegi besar

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n V

Page 7: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l i l P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

vi F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 8: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

coporate social responsibilify dan community development, yang masih jauh dari pengembangan bisnis inti perusa haan.

Pengembangan teknologi dalam menunjang sisfem ketahanan pangan dan pemenuhan gizi seimbang melalui penganekaragaman pangan masih belum memadai. Kefahanan pangan yang fangguh dapaf ditempuh melalui aplikasi prinsip- priinsip industri yang sehaf, efisien dan dalam suatu iklim berusaha yang sehaf. Pengembangan teknologi sangat dipengaruhi oleh pola sikap, perilaku dan findak masyarakat; &lan akan berhasil jika dilandasi dengan prinsip-prinsip efisiensi

lmplementasi penganekaragaman pangan berbasis sumberdaya dan keafifan lokal masih menghadapi sikap kefidak- pedulian sosial polifis. Paw elif ppolitik dan aparaf birokrasi di daerah tidak merasa bertanggung jawab penuh dalam penanganan rawan pangan dan gizi buruk, serfa tidak mempeduangkannya secara polifis karena hal ifu tidak termasuk ke dalam krileria formal kineqa keberhasilan pemefin fahan daerah.

Peran lembaga pendidikan lfomal sepedi universitas daerah dan lembaga non-formal masih jauh dari memadai dalam ketahanan pangan, penganekaragaman pangan serla penanganan rawan pangan dan gizi buruk. Anggapan bahwa persoalan pemenuhan gizi adalah fanggung jawab isfn' telah menyebabkan peran suami sangat kurang dalam upaya menekan risiko r a w n pangan dan gizi buruk.

Berdasarkan iden fifikasi dan penjelasan di alas, maka strategi rekonstruksi kelembagaan sosial penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut:

Pengembangan industri pedesaan berbasis sumberdaya dan keaifan lokal. Hal ini dapat ditempuh melalui pengembangan komodifas unggulan daerah setempat yang pofensial dan memiliki prospek pasar, difambah dengan sistem jaring pengaman dan kelembagaan informal yang saling mendukung. Disamping itu, sosialisasi dan perbaikan cifra pangan lokal harus dilakukan secara sungguh-sungguh demi ferbangunnya sisfem ketahanan

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n vi i

Page 9: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

viii F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 10: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

pangan yang kokoh di masa depan. Masyarakat luas p e m diyakinkan secara lebih baik bahwa penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gki buruk merupakan investasi jangka pan@ng bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Ketidak-pedulian terhadap penanganan rawan pangan dan terutama gizi bur& adalah pangkal penurunan daya saing bangsa, yang akan memerlukan waktu dan dana yang lebih besar untuk memulihkannya.

Penciptaan lapangan pekeGaan yang mampu memberikan sumber pendapatan bagi kelompok rawan pangan untuk meningkatkan kefahanan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga. Program banfuan pangan bagi kelompok rawan pangan dan gizi buruk tetap diperlukan dalam bentuk pangan yang sesuai dengan pofensi dan pola konsumsi pangan pokok setempat. Program Bantuan Langsung Tunai (BL sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak perh diganfi dengan program yang mampu mendidik kemandirian. Program kegiatan produktif yang melibathn kelornpok rumah fangga rawan pangan, seperfr' program padat karya, dapat dianggap sebagai alternatif

Pengembangan feknologi yang dilakukan berdasarkan pada potensi dan kearifan lokal, melalui pengembangan klaster industri berbasis koomoditas unggulan setempat. Era otonomi cdaerah adalah kesempafan baik untuk membangun klaster tersebuf, sekaligus menumbuhkan langkah sinergis yang mengunfungkan semua pihak dan berkonf~busi pada penguatan kemandirian bangsa. Penganekaragaman pangan perlu dikembangkan dengan lebih sistematis, agar rnampu meningkatkan kepercayaan dirr' bangsa. lmplementasi sfrategi penganekaragaman pangan dalam upaya penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk harus dilakukan melalui pembagian tugas dan kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, propinsi, dan kabupafen/kota. lndikator ketahanan pangan harus dimasukkan sebagai salah satu ukuran keberhasilan pemerintahan daerah. Palilisipasi dan penguatan masyarakat madani dalam pembangunan

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n ix b

Page 11: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l l i P e n g a n e k a r a g a m a n Pangan

X F o r u m Ke r j a P e n g a n e k a r a g a m a n Pangan

Page 12: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Pemberdayaan lembaga keluarga yang bemwasan kesetaraan jender. kferlibatan ayah dalam menangani gizi anak, memberikan hasil yang lebih baik da~pada pola asuh anak hanya mengandalkan pada ibu saja.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n xi

Page 13: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

xi i F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 14: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l l l P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

EXECUTIVE SUMMARY v

DAFTAR IS! xiii

PENGANTAR xvii

SAMBUTAN xix

Sambutan Ketua Forum Ke j a Penganekaragaman Pangan .................. xix

Sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ....... xxi

Sambutan Direktur PT ISM Bogasari Flour Mills .................................. xxvii

I. OVERVIEW MASALAH PANGAN DAN GlZl Df lNDONESIA DANUPAYAPENANGGULANGWNNYA 1 Dr. D r a t Marfianto dan Prof. Dr. Soekirrnan

I. PENDAHULUAN .................... ... ...................................... 1

II. SlTUASl KETERSEDIAAN DAN KONSUMSl PANGAN Dl lNDONESlA ............................................................... 2 1. Pengembangan Ketersediaan dan Kemandirian Pangan ...................................... 2 2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein ........................................... 5

Ill. MASALAH KUWNG GlZl MAKRO ................................................ 8 1. Perkembangan Masalah kurang Gizi Makro ....................................................... 8

1 .I. Kurang Energi dan Protein (KEP) Anak Balita ............................................... 8 1.2. Kurang Energi dan Protein (KEP) pada Wanita Usia Subur .......................... 11 1.3. Gizi Lebih pada Remaja dan Dewasa ......................................................... 12

2. Program Penanggulangan Masalah Gizi Makro ............................................. 24 2.1. UPGWPosyandu ...................................................................................... 14 2.2. Program Pemberian Makanan Tarnbahan (PMT) ......................................... 15 2.3. Program Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat ................................ 16

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n xiii

Page 15: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I Penganeka ragaman P a n g a n

IV . MASAUH KURANG ZAT GlZl MAKRO ..................................... ... . 17 1 . Perkembangan Masatah Kurang Zat Gizi Mikro .................... .. ........................... 17

1 . 1. Anemia Gizi Besi (AGB) ................................................................................... 17 ......................................................... 1.2. Gangguan Akibat Kurang lodium (GAKI) 18

.................................................................................. 1.3. Kurang Vitamin A (KVA) 19 ............................................................... . 2 Penanggulangan Kurang Zat Gizi Mikro 20

V . PENUTUP ....................... .. ............................................................ 21

DAFTAR PUSTAW ........................... .. ................................................ 22

II. ASPEK SOSIAL-BUDAVA DALAM REKONSTRUKSl KELEMBAGMN SOSlAL PENANGANAEI DAN PENGEGAHAN RAWAN PANGAN DAN GlZI BURUK Dr . Arya Hadi Dharmawan dan Rilus Kinseng. MA

I . PENDAHULUAN .............................................................................. 25 1 . Latar Belakang ................................................................................................... 25 2 . Tujuan $an Keluaran ............................................................................................ 26 3 . Ketahanan Pangan: Tinjauan Mulli Aras ............................................................ 27

...................................... 3.1. Sistem Ketahanan Pangan: Aras Makro Nasional 27 3.2. Ketahanan Pangan pada aras Meso -

.................................................................................... . Regional Komunitas 31 3.3. Sistem Ketahanan Pangan: Aras Mikro Komunitas

hingga Rumah Tangga ................................................................................ 34

II . RUMUSAN HASIL SIDANG .......................................................... 38 1 . Isu Kritikal Kelembagaan dan Tantangan ke Depan ......................................... 38

. 2 . Cross-Cuffing lssues Permasalahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk .................................................................................................... 41

3 . Strategi dan Langkah Rekonstruksi Kelembagaan ..................................................................................................... Sosial Pangan 43

..................................... ........................... DAFTAR PUSTAKA .. 45

1II . ASPEM EKOPIOlVBl DALAM REKONSTRUKSI KELEMBAGMM SOSIAL PENANGANAN DAN PEEICEGAHAN RAWAN PANGAN DAN GIZl BURUK 47 Dr . Handelvi P . Rachman dan Lusi Fausia. M.Ec

................................................. I . PENDAHULUAN ....................... .. 47 1 . Latar Belakang .................................................................................................. 47 2 . Justifikasi ........................................................................................................ 48 3 . Tujuan dan Keluaran .............. ... .................................................................... 50

X ~ V F o r u m Ke r j a Penganekaragarnan Pangan

Page 16: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

I I . RUMUSAN HASlL SIDANG .............................................................. 51 I . Identifikasi Kelembagaan Ekonomi yang Potensial bagi

Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk .......................... 51 2 . Pendekatan Ekonomi dan Sosial dalam Penangguiangan

Kerawanan Pangan dan Gizi ............................................................................... 52 2.1. Penetapan Model Pembangunan di Tingkat Makro yang

Pro pada Pemerataan dan Kesempatan Kerja ........................................... 52 2.2. Pemantapan Persepsi pada Tingkat Makro. Meso

dan Mikro: Pengatasan Masalah Kerawanan Pangan dan Gizi Merupakan "Investasi Jangka Panjang" ......................................... 54

2.3. Rekayasa Sosial untuk Meningkatkan Apresiasi terhadap Pangan Lokal ............................................................................... 56

3 . Kebijaksanaan Makro yang Kondusif: Saran dan Rekomendasi ................................................................................... 57

........................................................................... SUMBER PUSTAKA 58

IV . ASPEK TEKNOLOGl DALAM REKONSTRUKSI KELEMBAGMN SOSIAL PEMANGANAN DAN PENCEGAHAN RAWAM PANGAN DAN GlZI BURUM 59 Dr . Dahrul Syah dan Dr . Sri Anna Marlipti

............................................................................. . I PENDAHULUAN 59 ................................................................................................... . 1 Latar Belakang 59

................................................................................... 2 . Tinjauan Aspek Teknologi 60 3 . Tujuan ................................................................................................................ 62

............................................................. II . RUMUSAN HASlL SIDANG 63 .............................................................................. . I Karakter dan Jenis Teknologi 63

................................................... . 2 Strategi untuk Menumbuhkan Kegiatan Nyata 65

.................... DAFTAR PUSTAKA .. ................ ... 67

V . SIINTESIS: Model Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pen~egahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk 69

I . PENDAHULUAN ..................................... ... ................................... 69

II . KERANGKA PIKIR: Model Kelembagaan Sosial ....... Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk 69

Ill . PENDEKATAN ............................................................................... 70

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n XV

Page 17: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

............... Meluruskan Pemahaman Masyarakat Tentang Busung Lapar 75 Dr. Drajaf Martianfo

Revitalisasi Kelembagaan Sosial Pedesaan dalarn ................................................................ Penganekaragaman Pangan 89

Prof Dr. Keppi Sukesi

......... Revolusi Kebijakan dan Aksi Menuju Penganekaragaman Pangan 97 Prof. Dr. Hofman M. Siahaan

X V ~ F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 18: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Simposium Nasional I "Penganekaragaman Pangan" tahun 2003 menghasilkan kesimpulan bahwa sistem pangan nasional yang baik hendaknya dibangun dengan konsep penganekaragaman. Penganekaragaman pangan yang berhasil, Lidak hanya akan memberikan status gizi masyarakat yang lebih baik dan sehat, tetapi juga mampu mengkondisikan ketergantungan pangan dan menghindarkan ketergantungan pangan dan menumbuhkan partisipasi masyarakat.

Dipicu oleh tragedi busung lapar di daerah Nusa Tenggara Timur dan di Papua, Forum Kerja Penganekaragaman Pangan ingin memberikan sumbangan pemikiran pengembangan sistem pangan nasional yang lebih baik. OIeh karena itu Forum Merja Penganekaragaman Pangan tanggal 21 Nopember 2005 mengadakan Lokakarya Nasional II Penganekaragaman Pangan dengan tema: "Rekonstruksi Kelembagaan. Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi buruk".

Anatomi gunung es permasalahan busung lapar sangat kompleks, yang sangat terkait dengan sistem politik, sosial, ekonomi dan ideologi negara. Karena itu, Forum Kerja Penganekaragaman Pangan berpendapat bahwa masyarakat dan pemerintah mempunyai kewajiban mengkonseptualisasikan kerawanan pangan di masyarakat dalam hubungannya dengan semua segi kehidupan berbangsa, menganaiisis dan mengindenlifikasi sebab-sebab terjadinya kerawanan pangan; terutama pada tingkat mendasar (basic causes), serta melakukan perombakan, perubahan dan pehaikan nyata khususnya mengenai kebijakan politik, ekonomi dan ideologi yang kiranya berkontribusi pada timbulnya kerawanan pangan.

Tujuan penyelenggaraan Lokakarya Nasional I I Penganekaragaman Pangan ini adalah untuk membahas serta mensosialisasikan hasil kajian dan pemikiran tentang bagaimana dan bentuk konstruksi sosial yang dapat diwujudkan guna penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk dengan alternatif penganekaragaman pangan. Hasil kajian dan pemikiran tersebut kemudian dibuatkan usulan program kerja yang socially construcfed. Serta advokasi dan promosi penganekaragaman pangan dan khususnya untuk penanganan busung lapar akan dikembangkan.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n xvii

Page 19: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Pembahasan yang dilakukan dalam Lokaka~ya Nasional I I Penganekaragaman ini meliputi pembahasan dan analisis berdasarkan aspek- aspek yang relevan terhadap upaya penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk. Tiga aspek pembahasan yang telah dilakukan yaitu masing- masing dari aspek:

1. Aspek Sosial Budaya 2. Aspek Ekonomi 3. Aspek Teknologi

Dari ketiga aspek tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi bangsa ini, potensi yang ada dan saran bagaimana Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk di Indonesia dapat diatasi untuk jangka panjang mendatang.

Fonrrn Kerja Penganekaragaman Pangan percaya bahwa masalah nasional yang dihadapi bangsa; besar magnifude-nya, dan cara pendekatan dan penyelesaiannya, pasti tidak sesedehana membalikkan telapak tangan. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang sistemalik dan berkelanjutan. Berbagai pemikiran tentang ha! itu dicoba diungkapkan dalam prosiding ini.

Harapannya mudah-mudahan prosiding ini dapat menyumbangkan sesuatu yang berkontribusi pada berkembangnya penganekaragaman pangan, yang akan memperkuat sistem pangan nasional yang mampu mencegah rawan pangan dan gizi buruk. Semoga.

x~iii F o r u m Ker j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 20: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

KETUA FORUM KERJA PENMNEKsZMWMRf PANWN Prof. Dr. F.G. W~lnaam

Sebagai salah seorang pemrakarsa Bogasari Nugraha, saya patut bersyukur bahwa program yang dimotori dan disponsori oleh sebuah perusahaan swasta ini secara kontinyu dan konsisten dapat berlangsung setiap tahun. Sebagai seorang yang aktif dalam berbagai penelitian saya menjadi lebih gembira lagi karena antusiasme penelitian bidang pangan di negeri ini ternyata sangat tinggi. lni bisa dilihat dari meningkatnya jumlah peserta Bogasari Nugraha dari tahun ke tahun.

Bogasari Nugraha yang dicetuskan pada tahun /998 dalam rangka Hari Pangan se-Dunia telah turut memperkaya khasanah program-program penelitian di Indonesia. Karena itu dunia penelitian memang patut memberikan respon positif bagi inisiatif yang dilakukan oleh perusahaan swasta seperti Bogasari untuk memberikan apresiasi bagi para peneliti dan memacu motivasi untuk lahirnya karya-karya penelitian unggul, khususnya di bidang penganekaragaman pangan.

Apresiasi yang tinggi kami berikan kepada PT ISM Bogasari Flour Mills yang memiliki komitmen tinggi untuk mencurahkan daya dan dana untuk perkembangan dunia penelitian di Indonesia dan seluruh J'ajaran panitia Bogasari Nugraha yang telah bekerja keras demi kelancaran pelaksanaan kegiatan ini dari tahun ke tahun. Terima kasih yang besar juga kami tujukan kepada rekan-rekan Tim Penilai yang telah mendedikasikan waklu, pikiran, dan tenaganya untuk perkembangan program ini. Tentu saja penghargaan kami berikan kepada para peserta Bogasari Nugraha yang telah mencurahkan semua kapasitas akademiknya sehingga lahirlah karya-karya unggul.

Pada tahun 2005 ini, Bogasari Nugraha telah berumur 8 tahun. Dalam rangka "Sewindu Bogasari Nugraha Penghargaan Bagi Peneliti Unggul (1998- 2005)", PT ISM Bogasari Flour Mills bekerjasama dengan Forum Kerja Penganekaragaman Pangan pada hari ini, 21 Nopember 2005, menyelenggarakan Lokakarya Nasional 11 Penganekaragaman Pangan dengan tema 'Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n X ~ X

Page 21: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l i l P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Menyelenggarakan Lokakarya Nasional II penganekaragaman Pangan dengan tema "Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk ini seraya seperti "mengayuh optimisme di atas gelombang sinisme". Sinisme publik terhadap forum-forum seminar, simposium, dan lain-lain yang dinilai hanya berhenti pada tingkat wacana tanpa hasil konkret dan agenda aksi yang jelas; sinisme terhadap gerak penganekaragaman pangan yang juga sering dinilai hanya bersifat temporer, parsial dan project oriented.

Walau demikian PT ISM Bogasari Flour Mills bekerjasama dengan Forum Kerja Penganekaragaman Pangan tetap memacu Iajunya bahtera optimisme di atas gelombang sinisme untuk melakukan Revilalisasi Penganekaragaman Pangan. Hal ini terutama dipicu dengan fenomena nasional munculnya permasalahan gizi kurang, gizi buruk, dan kerawanan pangan pada umumnya. Forum Kerja Penganekaragaman Pangan berpendapat bahwa salah satu kunci penyelesaian permasalahan tersebut adalah dengan upaya revitalisasi penganekaragaman pangan.

Optimisme semakin mengental pada pelaksanaan Lokakarya Nasional II Penganekaragaman Pangan ini, dimana terbukti komitmen para partisipan dalam lokakarya ini juga sangat tinggi. Atas itu, kami ucapkan terima kasih kepada para peserta yang telah hadir. Terima kasih yang sama kami sampaikan pula kepada para pembicara, para ketua sidang, dan sekretaris sidang yang akan membuat Lokakarya ini semakin baik dan bermutu. Kepada panitia, yang telah menyiapkan acara ini juga kami rnengucapkan terima kasih atas limpahan waktu tenaga dan pikirannya sehingga lokakarya ini dapat terselenggara dengan baik. Kepada PT ISM Bogasari Flour Mills juga kami sampaikan terima kasih atas supporf-nya yang tinggi terhadap penyelenggaraan kegiatan dan Lokakarya ini. Akhirnya, selamat berlokakarya.

Terima kasih

Ketua Forum Kerja Penganekaragaman Pangan,

Prof. Dr. F.G. Winarno

- - ---

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 22: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Kepala Badan Penel%an dan Pengembangan Pertanian Dr. AGhrnad Suryana

Assalamu 'alaikum Warahmatulaahi Wabarakaatuh, Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua

Pertama-tama marilah kita mengucapkan syukur kepada Allah S W , Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya kita dapat hadir pada acara Lokakarya Nasional ll Penganekaragaman Pangan dengan tema: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk. Tema ini sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia lndonesia untuk meningkalkan daya saing bangsa lndonesia pada tataran global. Kualitas sumberdaya manusia hingga saat ini masih menjadi salah satu agenda penting dalam setiap pembahasan keberhasilan pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang dan terbelakang. Sumberdaya manusia berkualitas yaitu manusia sehat yang mandiri, cerdas dan produktif. Kondisi sehat akan dicapai bila kebutuhan pangan terpenuhi, secara kuantitas maupun kuaiitas.

Kualitas sumberdaya manusia diukur dengan menggunakan indeks yang dikenal dengan lndeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan tiga indikator, yaitu tingkat ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Ternyata kualitas sumberdaya manusia kita masih rendah. Pada tahun 2003, IPM lndonesia hanya menempati urutan ke 112 dari 1'15 negara, merosot dari urutan ke 105 pada tahun 1999, tertinggat jauh dengan negara-negara ASEAN termasuk Vietnam.

lndonesia juga mempunyai komitmen untuk melaksanakan kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG), yang menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Salah satu tujuan besar dari kesepakatan tersebut adalah mengurangi bencana kelaparan dan kemiskinan. Menurut BPS (2004), jumlah penduduk miskin Indonesia masih 16.7% dari total penduduk. Namun dengan adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM), diperkirakan jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan. Adanya Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan oleh pemerintah kepada penduduk miskin sebesar Rp 100.000,- per keluarga per bulan diharapkan dapat menurunkan jumlah penduduk miskin tersebut. Kabinet lndonesia Bersatu menetapkan sasaran

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n X X ~

Page 23: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

program pembangunan nasional untuk menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 8,2% pada tahun 2009.

Saudara-saudara peserta Lokakarya yang saya hormati,

Masalah pangan selalu merupakan isu strategis dan sensitif. Sering terjadi gejolak politik karena dipicu oleh kelangkaan dan naiknya harga pangan. Oleh karena itu tidaklah mengheran kan jika pangan bukan sekedar komoditas ekonomi tetapi juga menjadi komoditas politik yang memiliki dimensi sosial yang luas. Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi, walaupun dapat dinilai belum mencukupi (necessary but not sufficient) dalam konteks ketahanan pangan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri (domestik). Bila terjadi kelebihan (surplus), pangan tersebut dapat diperdagangkan antar wilayah tenrtama bagi wilayah yang mengalami defisit pangan dan ekspor. Sebaliknya bila terjadi defisit, sebagian pangan untuk konsumsi dalam negeri dapat dipenuhi dari pasar luar negeri atau impor.

Situasi ketahanan pangan nasional ditinjau dari penyediaan produk pangan domestik cenderung semakin baik. Produksi padi, dari 52,1 juta ton tahun 2003 menjadi 54,08 juta ton pada tahun 2004. Produksi jagung dan kedele masing- masing dari 10,9 juta ton dan 0,67 juta ton pada tahun 2003 menjadi 11,23 juta ton dan 0,723 juta ton pada tahun 2004. Produksi buah-buahan dan sayuran masing- masing dari 13,6 juta ton dan 8,5 juta ton menjadi 13,9 juta ton dan 8,7 juta ton. Demikian pula untuk pangan hewani, produksi daging unggas, telur dan ikan, berturut-turut dari 1,12 juta ton, 0,97 juta ton dan 5,8 juta ton pada tahun 2003 menjadi 1,14 juta ton, 1,05 juta ton dan 6,23 juta ton pada tahun 2004.

Berdasarkan survey konsumsi rumah tangga yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, juga menunjukkan adanya peningkatan konsumsi energi dan protein serta kualitas konsumsi pangan menurut Pola Pangan I-iarapan (PPW). Konsumsi energi pada tahun 1999 sebesar 1.849 Kalori menjadi 1.987 Kalori pada tahun 2002. Untuk konsumsi protein, dari 48,6 gram menjadi 54,4 gramlkapitalhari; sedangkan skor PPH dari 62,4 menjadi 71,8. Kita telah menuju peningkatan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat yang berarti juga terjadi peningkatan ketahanan pangan nasional.

Saudara-saudara peserta Lokakarya yang saya hormati,

Pada tahun 2004, kita dikejutkan dengan munculnya kembali kasus gizi buruk yang pertama kali dilaporkan terjadi di Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, kemudian diikuti oleh propinsi-propinsi lainnya.

xxii F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 24: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n xxiii

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan pada tahun 2003, secara nasional sekitar 27,5% (5 juta) anak balita menderita gizi kurang, diantaranya 1,5 juta anak dengan status gizi buruk, dan 110 kabupatenlkota mempunyai prevalensi balita gizi kurang (termasuk gizi buruk) diatas 30%. Rlienurut WHO, prevalensi gizi buruk kita termasuk dalam kalegori sangat tinggi.

Kejadian munculnya gizi buruk menunjukkan walaupun secara nasional ketersediaan pangan telah mencukupi, namun masih terjadi masalah gizi di masyarakat. Gizi buruk atau dalam masyarakat sering menyebutnya dengan busung lapar adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut adalah marasmus atau kwarshiorkor. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan kecerdasan anak, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta menurunkan produktivitas, yang pada akhirnya menurunkan kualitas sumberdaya manusia.

Saudara-saudara peserta Lokakarya yang saya hormati,

Penyebab terjadinya kasus gizi buruk terkait dengan daya beli masyarakat, tingkat pendidikan, kondisi lingkungan, pola asuhan gizi keluarga, dan pelayanan kesehatan. Dengan demikian, pencegahan dan penanggulangan masalah gizi tidak dapat ditangani oleh salah satu sektor saja, misalnya sektor pertanian melalui peningkatan produksi pertanian atau sektor kesehatan dengan upaya penyembuhan dan pemulihan anak yang menderita gizi buruk. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dan juga kerawanan pangan memerlukan keterlibatan berbagai sektor dengan mefakukan koordinasi antar sektor termasuk dengan masyarakat melalui kelembagaan ekonomi dan sosial yang ada, LSM dan dunia usaha di setiap tingkat administratif dengan prinsip kemitraan.

Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan yang berarti juga mencegah terjadinya rawan pangan dan gizi buruk. Pemerintah menetapkan kebijakan swasembada pangan untuk lima komoditas penting yaitu beras, jagung, kedelai, daging sapi dan gula. Pada tahun 2004, Indonesia telah berswasembada beras dan terus diupayakan keberlanjutannya. Pemerintah juga mentargetkan swasembada untuk jagung pada tahun 2007, gula pada tahun 2009, daging sapi tahun 2010 dan kedele tahun 2015.

Page 25: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Peningkatan ketahanan pangan juga merupakan salah saiu program utama pembangunan pertanian tahun 2005-2009. Program ini diarahkan untuk memfasilitasi peningkatan ketahanan pangan masyarakat melalui:

I. Peningkatan keanekaragaman produk pertanian, ketersediaan dan konsumsi pangan serta produk olahannya;

2. Pengembangan usaha bisnis pangan yang kompetitif dan menguntungkan petani;

3. Pengembangan budaya dan produksi pangan lokal, dan 4. Pengembangan kelembagaan pangan yang dibangun dari masyarakat

sebagai kelembagaan usaha yang terintegrasi dalam satu kesatuan sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Terkait dengan penanggulangan rawan pangan dan gizi, Departemen Pertanian telah mengkoordinasikan Rencana Aksi Penanggulangan Kerawanan Pangan dan Gizi yang melibatkan berbagai instansi pusat dan daerah, terutama di NTB dan NTT.

Dalam kesempatan ini, saya ingin mengingatkan kembali kita semua bahwa dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan dalam Bab VI Pasal 13 ayat 2 tertulis dengan jelas bahwa "Pemerintah Propinsi, Pemerintah KabupatenlKola dan atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat". Untuk menguatkan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah juga ada kesepakatan bersama Gubernurlketua Dewan Kelahanan Pangan Propinsi yang salah satunya adalah '"ntuk mengembangkan berbagai program dan kegiatan ketahanan pangan yang komprehensif serta berkesinambungan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan nasional". Program dan kegiatan tersebut diharapkan dapat menjadi prioritas program pembangunan daerah.

Oleh karena itu, upaya untuk mencegah dan menangani rawan pangan dan gizi buruk diperlukan penguatan kelembagaan ketahanan pangan daerah agar dapat lebih aktif, kreatif, dan proaktif dengan memperhatikan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan.

Saudara-saudara peserta Lokakarya yang saya hormati,

Dalam menentukan kebijakan untuk mencegah rawan pangan dan gizi buruk, kita memang masih sering menggeneralisasikan persoalan makro ke dalam persoalan mikro, dan kurang memperhatikan aspek sosial dan kearifan lokal yang

X X ~ V F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 26: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n q a n

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n XXV

berkembang di masyarakat dan juga aspek jender. Ketahanan pangan dan ketahanan gizi perlu dibangun berdasarkan sumberdaya lokal. Niengembangkan pangan berbasis sumberdaya lokal berarti juga mengembangkan diversifikasi pangan secara keseluruhan. Sudah saatnya kita kembali melihat potensi sumberdaya lokal, mengolahnya dan mempromosikannya. Dengan demikian, tidak hanya jenis pangan beragam yang diperoleh tetapi juga upaya untuk peningkatan pendapatan masyarakat, yang pada akhirnya akan meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga.

Kekerabatan sosial yang selama ini menjadi pilar dalam menciptakan kerukunan perlu juga digalakkan kembali. Kasus terjadinya gizi buruk di iingkungan masyarakat kaya menunjukkan kekerabatan sosial menghilang, sikap individu menonjol dan masyarakat kurang peka lagi dengan iingkungannya. Kekerabatan sosial ini perlu diperkual kembali dengan memanfaatkan kelembagaan lokal yang ada selama ini, dapat melalui penguatan kelembagaan PKK, pengajian, arisan dan lain-lainnya.

Pola kelembagaan pangan seperti lumbung pangan tampaknya perlu dihidupkan kembali apalagi bagi masyarakat yang ada di pedalaman dan terisolir. Lumbung ini juga dapat berupa lumbung hidup, sebagai cadangan pangan lokal apabila terjadi kekeringan, gagal panen, gangguan distribusi pangan karena bencana alam dan sebagainya.

Posyandu merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya promosi pangan, gizi dan kesehatan serta alat deteksi masalah pangan dan gizi paling dekat dengan masyarakat. Kegiatan posyandu perlu dihidupkan bahkan ditingkatkan dengan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memanlau tumbuh kembang balita.

Satu ha1 lagi yang penting adalah upaya peningkatan peran serta kaum perempuan atau ibu dalam segala aspek yang terkait dengan upaya pencegahan dan penanganan rawan pangan dan gizi buruk. Peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan pangan, gizi serta kesehatan akan meningkatkan akses dan kontrol perempuan di dalam aiokasi sumberdaya keluarga. Budaya kita masih menuntut perempuan untuk mengurus masalah pangan dan gizi di dalam rumah tangganya, juga pola asuh anak masih menuntut peran dominan kaum perempuan.

Page 27: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Para peserta Lokakarya yang saya hormati,

Demikian beberapa ha1 yang memerlukan perhatian kita bersama dalam upaya mencegah terjadinya rawan pangan dan gizi buruk sebagai upaya untuk mewujudkan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas. Akhirnya, saya ucapkan selarnat berlokakarya dan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kepala Badan Peneiitian dan Pengembangan Pertanian

Dr. Achmad Suryana

X X V ~ F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 28: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

DlREKbUW PT ISM BoGAsARl FLOUR MILLS Frandscus VVelimng

Kepala Balitbang Deptan yang saya hormati, Ketua Forum Kerja Penganekaragaman Pangan serta para pengurusnya yang saya hormati, Para narasumber dan peserta Lokaka~ya yang saya hormati, Para penerima Bogasari Nugraha Vlll - 2005 yang saya cintai,

Assalamualaikum WF. Wb. dan Salam Sejahtera bagi kita semua,

Kita pantas memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa kita yang berkumput disini masih dikaruniai kesehatan dan motivasi untuk bersama memikirkan dan membahas persoalan bangsa yang paling mendasar dan mengancam kuaiitas hidup manusia Indonesia, yaitu ancaman terjadinya lost generation. Saya sengaja di awal sambutan ini langsung menyentuh dengan gambaran "suram" tersebut dengan maksud agar kita dan semua komponen bangsa ini melihat, bahwa masalah rawan pangan, gizi buruk atau busung lapar bukanlah sekedar masalah temporer dan teknis, tetapi benar-benar masalah ancaman pada kualitas masa depan anak bangsa jika kita tidak menanganinya secara komprehensif dan mendasar.

Karena itu saya sangat mendukung pelaksanaan Lokakarya Nasional ini dengan suatu pendekatan yang cukup mendasar yaitu Rekonslruksi Melernbagaan Sosiaf. Menurut pengamatan dan pengalaman kami saat terlibat dalam berbagai kegiatan penanganan tragedi kemanusiaan di negeri ini, rawan pangan, gizi buruk atau busung lapar merupakan suatu fenomena gunung es. Penanganannya sering baru menyentuh permukaannya saja, yaitu feeding dan medical treatment. Itu semua penting sebagai suatu langkah darurat, tetapi belum cukup jika kita melihat kompleksitas permasalahan yang ada dan dampaknya yang mendasar tersebut. Selain itu, pendekatan yang dilakukan juga masih bersifat sektoral dan project oriented, padahal masalah yang dihadapi bersifat multi-dimensi dan lintas sektoral yang perlu tindakan berkesinambungan.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n X X V ~

Page 29: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a Nas iona l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Bapak, Ibu dan Saudarali yang terhormat,

Berdasarkan pengamatan itu, PT lndofood Sukses Makmur ikut berpartisipasi dalam penanganan busung lapar dan malnutrisi ini dengan memilih Kabupaten Sumba Barat - NTT sebagai lokasi program kami. Program ini berlangsung sejak bulan September 2005 lalu dan sampai saat ini masih berlangsung. Sasaran utama program kami adalah revitalisasi kelembagaan masyarakat, khususnya Posyandu. Tentunya program pemberian makanan kepada balita juga dilakukan, karena memang mereka juga membutuhkannya. Kami mulai sebagai pilot projecf di 40 posyandu yang tersebar di 3 kecamatan di Kabupaten Sumba Barat. Pada akhir November 2005 ini kami akan melakukan evaluasi terhadap program tersebut.

Program yang kami lakukan berupa penyediaan sarana kelembagaan, pemberdayaan kader-kader dan penyediaan makanan pendamping ASI. Penanganan medik dilakukan oleh Puskesmas setempat. Menurut pengamatan kami, ada satu aspek yang sering dilaraikan dalam penanganan masalah-masalah kemanusiaan semacam ini, yaitu aspek sosial budaya. Banyak akar masalah sebenarnya terletak pada aspek sosial budaya ini. Program pemberdayaan-pun tidak akan berhasil jika dimensi ini lidak disentuh dan menjadi bagian integral dari program tersebut.

Karena itu, sekali lagi tema Lokakarya ini menjadi sangat relevan. Sebenarnya banyak potensi sudah ada di setiap daerah untuk menghadapi musibah-musibah semacam ini, teiapi masalahnya sistem yang terpadu mungkin belum ditemukan. Besar harapan kami, Lokakarya ini dapat menghasilkan suatu model penanganan yang komprehensif, mendasar dan terpadu. Model ini mungkin perlu di-ujicobakan implementasinya dalam bentuk suatu pilot projecf. Model yang dilakukan lndofood mungkin bisa menjadi titik tolak penyempurnaan atas model yang akan dibangun ini.

Sebenarnya suatu upaya pendekatan terpadu sudah pernah kita upayakan dalam Simposium Nasional Penganekaragaman Pangan yang pertama pada tahun 2002 lalu di tempat ini juga. Pada saat itu kita berupaya menemukan suatu pofa pendekatan untuk meningkatkan peran masyarakat, swasta dan pemerintah daerah. Tiga komponen ini memang harus bersinergi. Di era otonomi daerah ini pendekatan sektoral memang menjadi kurang relevan bahkan cenderung tidak efektif.

-

xx~ i i i Fo rum Ker ja Penganeka raga rnan P a n g a n

Page 30: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Bapak, lbu dan saudara-saudari yang terhormat,

Pada pagi ini kita juga akan melakukan suatu upacara simbolik penyerahan Bogasari Nugraha 2005 kepada 30 peserta yang semuanya terdiri mahasiswa S1 dari 19 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka telah lolos dari seleksi ketat terhadap 299 proposal yang dilakukan Tim Penilai yang diketuai oleh Bapak Prof. Dr. F.G. Winarno. Bogasari Nugraha merupakan program bantuan dana penelitian di bidang pangan yang diberikan Bogasari setiap tahun sejak tahun 1998. Tahun 2005 ini merupakan sewindu program Bogasari Nugraha. Program riset yang dilakukan oleh peserta Bogasari Nugraha ini merupakan suatu riset publik, bukan company research. Artinya apa yang mereka hasilkan terbuka kepada publik. Menurut rekan-rekan akademisi inilah satu- satunya riset publik yang dibiayai oleh perusahaan swasta.

Kami memang pedufi dan cornmiffed untuk memacu pengembangan riset di kalangan akademisi khususnya di bidang penganekaragaman pangan. Menurut pendapat kami, tidak ada inovasi dan kreaiivitas tanpa riset. Tidak ada development yang baik tanpa research yang baik. Oleh karena itu besar harapan kami para peserta Bogasari Nugraha benar-benar serius dan penuh tanggung jawab melakukan riset ini bukan hanya untuk kepentingan sponsor tetapi lebih penting untuk kepentingan publik.

Kami ucapkan terima kasih kepada kalangan akademisi yang sudah berpartisipasi dalam program ini. Kepada mereka yang belum lolos saya sampaikan jangan cepat kecewa, karena kesempatan terbuka lebar. Anggaplah itu sebagai suatu cambuk untuk perbaikan. Kepada yang sudah 1010s dan hari ini hadir disini, saya ucapkan selamat. Marilah kita bergandeng tangan untuk menyelesaikan riset ini dengan kualitas yang prima.

Terimakasih kami haturkan kepada Tim Penilai yang diketuai oleh Prof. Dr. F.G. Winarno yang tefah bekerja keras sepanjang tahun, bahkan berkeliling ke kampus-kampus sampai ke berbagai daerah untuk menyukseskan program ini.

Akhirnya saya ucapkan selamat berlokakarya dan selamat kepada para penerima Bogasari Nugraha.

Terima kasih

Wassalammualaikum Wr. Wb

Direktur PT ISM Bogasari Flour Mills Franciscus Welirang

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n X X ~ X

Page 31: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n -

XXX F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 32: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

OVERVIEW MAaSALIZH PAN DAN GlZl Dl INDONESIA DAN UPAW PENANGGULAN

Dr. Dmjat Ma~anto dan Prof. SoeMman

Staf Pengajar pada Departernen Gizi Masyarakat, Fakuftas Ekofogi Manusia,

lnstitut Pertanian Bogor

Adalah suatu ha1 yang sangat memprihatinkan ketika "bencana" kelaparan dan gizi buruk lerus mewarnai berita-berita di media massa sepanjang tahun 2005. Belum reda dengan pemberitaan mengenai kasus gizi buruk di berbagai daerah yang dimulai awal tahun 2005, menjelang akhir tahun 2005 lagi-iagi masyarakat dikejutkan oleh munculnya pemberitaan mengenai kelaparan di Yahukimo, sebuah kabupaten pemekaran di Propinsi Papua yang mengakibatkan tak kurang dari 50 orang meninggal akibat kurang pangan.

Gencarnya pemberitaan mengenai masalah kelaparan dan gizi buruk ini sangat memprihatinkan mengingat masalah kurang pangan dan gizi buruk ini adalah bukan masalah baru, bisa terdeleksi secara dini dan dilakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggufangannya. Kejadian serupa, khususnya untuk gizi buruk, juga "baru" saja terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 1998-2000 lalu. Padahal pada saat itu media massa juga sangat gencar memberitakan masalah gizi buruk ini. Dalam ha1 ini nampaknya kita telah menjadi bangsa yang cepat "lupa" tentang permasalahan yang dihadapi sehingga menjadi tidak waspada bahwa masalah gizi buruk ini bisa mencuat lagi ke permukaan kapan saja. Soekirman (2005), mengingalkan bahwa rnerebaknya masalah gizi buruk ini adalah karena kita semua tidak waspada. Ketidakwaspadaan ini disebabkan instnsmen-instrumen yang selama ini dikembangkan unluk mencegah dan menanggulangi masalah pangan dan gizi cenderung tidak dimanfaatkan, bahkan ditinggalkan. Selama ini di Indonesia telah dikembangkan suatu sistem isyarat dini (early warning system) untuk mengantisipasi terjadinya masalah pangan dan gizi yang disebut dengan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). SKPG yang dikembangkan mencakup SKPG untuk mengantisipasi terjadinya kerawanan panganlkelaparan dan SKPG untuk mengantisipasi masalah gizi buruk yang implementasinya dilakukan melalui pemantauan berat badan anak balita di

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 1

Page 33: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a Nas iona t 1 1 Penganeka raga rnan P a n g a n

Posyandu. Karena masalah gizi buruk yang merebak akhir-akhir ini tidaklah "insfan? atau terjadi begitu saja, melainkan merupakan suatu proses yang cukup panjang sejak terjadinya eksposure (intake makanan yang rendah dan infeksi penyakit hingga manifestasinya dalam bentuk marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor), maka masalah ini seharusnya bisa dicegah bita sistem kewaspadaan tersebut berjalan dengan baik.

Tulisan di bawah ini menyajikan informasi mengenai situasi pangan dan gizi di Indonesia, khususnya seberapa luas permasalahannya, faktor penyebab serta upaya-upaya yang pernah dilakukan dengan harapan masyarakat luas semakin mengenali permasalahan pangan dan gizi yang dihadapi, mulai dari situasi ketersediaan, konsumsi hingga status gizi. Mengingat masalah gizi di Indonesia bukan hanya masalah kekurangan zat gizi makro (energi, protein dan lemak) yang berakibat pada terjadinya masalah kurang energi dan protein (KEP) seperti marasmus, bashiorkor dan marasmus-kwashiorkor, tetapi juga masalah kekurangan zat gizi mikro yang juga dikenal sebagai "kelaparan tersembunyi" (hidden hunger) serta masalah gizi lebih, khususnya obesitas, maka penulis berupaya untuk menyajikan berbagai masalah tersebut dalam tulisan ini.

II. SITUASI METERSEQIAAN DAN KONSUMSI PANGAN 191 INDONESIA

1. Perkembangan Ketersediaan dan Kernandirlan Pangan

Selama sekitar satu dekade terakhir ketersediaan pangan nasional setara energi seialu menunjukkan angka yang melebihi rata-rata kebutuhan per kapita sebesar 2.500 kkal. Ketersediaan energi menurut Neraca Bahan Makanan Indonesia menunjukkan angka dari 2.850 kkal (1996) hingga lebih dari 3.200 kkallhr (2000).

Dari s q i komoditas umumnya menunjukkan telah terjadi peningkatan ketersediaan pangan meski laju pertumbuhan antar komoditas bervariasi antara salu dengan lainnya (Tabel I) meski beberapa komoditas lainnya justru mengalami trend yang menurun. Laju pertumbuhan ketersediaan pangan untuk beras, sagu, jagung, aneka pangan hewani serta minyak dan lemak menunjukkan trend yang positif, sementara untuk ubi kayu, ubi jalar dan kedele menunjukkan trend yang negatif.

2 Fo rum Ke r j a P e n g a n e k a r a g a m a n Pangan

Page 34: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I 1 P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Sumber: Neraca bahan Makanan 1993-2002, diolah (Martianto, dkk, 2004)

Perlu digarisbawahi bahwa meskipun secara umum ketersediaan pangan dari produk domestik meningkat (Tabel 2), untuk beberapa komoditas pangan, kelergantungan lndonesia pada produk impor masih cukup tinggi. Sebagai contoh, seperii terlihat pada Tabel 3, lndonesia masih mengimpor beras dalam jumlah yang cukup besar selama beberapa tahun terakhir. Tingginya tingkal konsumsi per kapita dan peftumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi merupakan salah satu penyebab ha1 ini. Beberapa kornoditas penting lainnya seperti kedelai (sumber protein nabati utama bagi masyarakat lndonesia), jagung (alternatif pangan pokok seiain beras), dan guia masih sangat tinggi ketergantungannya pada irnpor (Gambar 1).

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 3

Page 35: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Tabel 2. Kondisi Kemandirian Pangan Indonesia dilihat dari Neraca Pemenuhan Kebutuhan Kalori (%)

Sumber : Neraca Bahan Makanan (dikompilasi dari beberapa tahun)

Tabel3. Perkembangan Produksi, Konsumsi, Impor, dan Ekspor Beras Indonesia, Tahun 1990-2004

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004 dalam PSP3 (2005) Catatan : * Diestimasi dari pangsa rata-rata terhadap produksi 1990-2001

** Diestimasi berdasarkan pertumbuhan 1990-2003 dna = data not available

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

32.334 33.216 31.206 31.118 32.147 32.345 31.651 32.542 32.952 34.344

26.514 27.237 25.589 25.51 7 26.361 26.523 25.954 26.679* 27.015" 28.1 56*

26.039 25.913 26.549 26.857 27.290 27.713 27.972 28.000 28.876 28.909**

3.014 1.090 406

7.101 5.044 1.379 637

3.250 2.500 dna

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Page 36: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n o L o k a k a r y a N a s i o n a i I i P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

I Tahun I I Tahun I

Perkembangan Volume lmpor Beras Perkembangan Volume lmpor Jagung

Tahun

Perkembangan Volume lmpor Kedelai

1970- 1976- 1981- 1986 1991- 1997- 1975 1980 1985 1990 1996 2002

Tahun

Perkembangan Volume lmpor Gula Pasir

Sumber: Krisnamurlhi, dkk (2005)

Gambar 1. Perkembangan impor untuk beberapa Komoditas Penting (Beras, Jagung, Kedele, Gula Pasir)

2. Perkembangan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

Pada Tabel 4, disajikan informasi tentang perkembangan tingkat konsumsi energi dan protein sebagai pendekalan gambaran pemenuhan kebutuhan pangan secara umum. Nampak bahwa konsumsi energi masyarakat Indonesia baik di pedesaan maupun perkotaan masih belurn mampu memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan yang diindikasikan oleh tingkat konsumsi yang belum mencapai 100% angka kecukupan gizi. Disamping itu selama sepuluh tahun terakhir telah terjadi fluktuasi tingkat konsumsi energi dan protein yang cukup tajam, terutama selama periode terjadinya krisis ekonomi dan multidimensi pada tahun 1996-1999, Hal ini menunjukkan kuatnya peranan daya beli masyarakat

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 5

Page 37: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I 1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 4 -

terhadap konsumsi pangannya. Krisis ekonomi, kenaikan harga atau penurunan pendapatan sebagai akibat kurangnya peluang bekerja dan berusaha seperti yang terjadi pada periode 1996-1999 terbukti telah menurunkan secara drastis kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangannya, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Tabel 4. Perkembangan Tingkat Kecukupan Konsumsi Energi dan

Kota 82,O I Desa I 90.1 1 9213 94.9 1 85.5 8119 1 91.5 88*8 1 Kota+ Desa 1 87,4 / 94,O 1 84,O 1 90,3

ROTEIM Kota I Desa 98,7

98,5 1 118,O 1 Sumber : Susenas, 1993,1996,1999,2002 (diolah)

Belum memadainya kualitas konsumsi pangan masyarakat diindikasikan oleh masih rendahnya kontribusi protein hewani dalam menu makanan sehari-hari. Meskipun pada Tabel 4 tingkat konsumsi protein telah memenuhi angka kecukupan gizi, namun harus diakui bahwa sebagian besar dari protein tersebui umumnya berkualitas rendah karena dipenuhi dari pangan nabati. Bahkan beras, yang merupakan pangan sumber karbohidrat utama dalam pola konsumsi pangan masyarakat lndonesia adalah juga penyumbang protein terbesar. Peranan pangan hewani sebagai sumber protein berkualitas, juga sumber vitamin dan mineral masih rendah. Dibandingkan rekomendasi konsumsi protein hewani sebesar 15 glkapitalhari, tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih berada jauh dibawahnya. Peningkatan konsumsi protein hewani yang terjadi pada periode 1993-1996 ternyata langsung "anjlog" pada saat terjadinya krisis ekonomi. Bersyukur bahwa pemulihan ekonomi mulai terjadi dan dampaknya juga terlihat pada pemuiihan tingkat konsumsi protein hewani. Diperlukan program penganekaragaman pangan yang kuat yang diiringi peningkatan pendapatanldaya beli masyarakat biia kita berharap pola konsumsi pangan masyakat dapat memenuhi gizi seimbang.

-

6 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 38: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r v a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n a a n

Perkem bangan Konsumsi Protein Hewani (glkaplhr) (Note: rekomendasi 46 gr:9 $ ternak, 6 $ ikan)

1993 1996 1999 2002

a Kota Desa fa Kota+desa

Gambar 2. Perkembangan Konsumsi Protein Hewani di lndonesia

Kesenjangan distribusi konsumsi pangan antar kelompok masyarakat, khususunya antar strata pendapatan juga merupakan ha1 yang harus dicermati. Berdasarkan hasil olah data dasar Susenas 1996, 1999 dan 2002 (Martianto dan Ariani, 20041, diperoleh bahwa pada kelompok pendapatan menengah (40% di tengah) dan rendah (40% terendah), prevalensi rumah tangga defisit energi, yailu mereka yang tingkat konsumsi energinya kurang dari 70 angka kecukupan gizi, masih cukup tinggi. Pada masa pra dan pasca krisis ekonomi sekitar seperlima rumah tangga pendapatan rendah di pedesaan dan perkotaan Indonesia tergolong defisit energi, dan prevalensinya meningkat menjadi sepertiga- nya pada saat krisis ekonomi. Meski tidak setinggi pada rumah tangga berpendapatan rendah, namun prevalensi rumah tangga defisit energi pada keiuarga berpendapatan menengah masih cukup tinggi, antara 16- 20 persen di pedesaan dan 12-18 persen di perkotaan (Gambar 3).

3 5 35

30 30

2 5 25

20 0 1 9 5 6 20 I31996

1 5 E l 9 9 5 m 1999

1 0 0 2 0 0 2 :: 2002 5

0 0 Rendah Menengah

I Desa Kota I Gambar3. Prevalensi Rumah tangga Defisit Energi pada Strata

Pendapatan Rendah dan Menengah di Desa dan Kota di lndonesia

- --

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 7

Page 39: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

1. Perkernbangan Masaiah Murang Gizi Makao

1 .I. Kurang Energi dan Protein (KEP) Anak Balita

Manifestasi Kurang Energi-Protein (KEP) pada anak baiita dalam jangka pendek dan panjang dapat berupa rendahnya berat badan menurut umur (underweight), atau anak menjadi pendek (sfunfed) atau kurus (wasfed).

Untuk mengevaluasi apakah status gizi anak balita tergolong normal atau tidak (gizi kurang atau gizi lebih), dilakukan pembandingan antara ukuran antropometri anak (berat badan atau tinggi badan) dengan baku internasional. Seorang anak dikatakan mengalami gizi kurang apabila berat badan atau tinggi badannya kurang dari -2 standard deviasi (SD). Anak balita yang berat atau tingginya kurang dari -3 SD dikatakan berstatus gizi buruk.

Pada Table 4 disajikan perkembangan anak balita yang berat badannya rendah (underweighf). Nampak dalam tabel tersebut bahwa secara umum selama sepuluh tahun terakhir telah terjadi perbaikan dalam status gizi anak balita, khususnya bila dilihat dari prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang (<-2SD), meski dengan laju yang lambat, yaitu kurang dari 1% per tahun. Selama periode 1989-2000 telah terjadi penurunan prevalensi yang sangat relatif lebih tajarn dari 27,5% rnenjadi 24,6% dibanding periode selelahnya (2000-2003). Diantara faktor yang menjadi pendorong turunnya prevalensi irii adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang terjadi pada periode sebelum krisis dan adanya upaya penanggulangan rnasalah gizi yang intensif melalui Jaring Pengaman Sosial (JPS) pada periode krisis (1998-2000). Seiring dengan selesainya Program JPS dan implementasi otonorni daerah yang berimplikasi bahwa program gizi menjadi kewenangan daerah, padahal tidak sernua pemimpin di t(abupaten1Kota memiliki kepedulian yang linggi terhadap masalah gizi, maka prevalensi gizi kurang lerlihat meningkat kembali pada periode 2000-2003. Satu ha1 penting yang juga terlihat dalam Tabel 5 tersebut adalah bahwa persentase balita yang mengalami gizi buruk mengalami stagnasi dalam lima belas tahun terakhir, bahkan cenderung mengalami peningkatan akhir-akhir ini. Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes R.I.

8 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 40: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a ~ y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n - (2005) memperkirakan bahwa saat ini iebih dari 5 juta anak balita mengalami gizi kurang, dimana 1,5 juta diantaranya gizi buruk dan sekitar 175 ribu anak balita mengalami marasmus, kwashiorkor atau marasmus-kwashiorkor.

Table 5. Trend Prevalensi Berat Badan Rendah (Underweight) di Indonesia, 1989-2003

Sumber: Susenas 19239-2003, Komponen Status Gizi.

(Gizi BuruW Severely unde~eight )

Meski secara umum rata-rata prevalensi gizi kurang (undervveight) masih tinggi, namun terjadi keragaman yang cukup tinggi antara satu propinsi dengan propinsi lainnya. Di Propinsi Bali dan Daerah lstimewa Yogyakarta prevalensi gizi kurang jauh lebih rendah dibandingkan propinsi-propinsi lain di Indonesia (Gambar 4), yaitu kurang dari 20%. Sebaliknya, di beberapa propinsi, prevalensinya mencapai lebih dari 30 %, bahkan satu propinsi, yaitu Gorontalo memiliki prevalensi lebih dari 40%. Ini berarti bahwa di Propinsi Sulteng, Sulsel, Papua, Sumut, Kaltirn, NTB, Kalbar dan Gorontalo, sebanyak 3-4 anak diantara 10 anak mengalami masalah gizi kurang (berat badan rendah).

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 9

6,3 7,2 11,6 10,5 8,1% 7,5 6,3 8,O 8,3

Page 41: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

Pros id ing Lokakarya Nas iona l ll Penganekaragaman Pangan - Bali

Vogyakarta Jan-bi

DKI Jakarta

Jaw a Timur E E Z i Jaw a Barat

Sulut Jaw a Tengah Maluku utara 1-1

Lampung Kalteng

Babel

Surnut Kalsei I

Kalbar

Gorontalo

Sulsel

Prevalensi Balita Berat Badan Rendah (<-2SD)-%

Maluku Sulteng

Sulsel

Sumber: Soekirman, et al (2004)

1 :

I

-

Gambar 4. Prevalensi Baiita dengan Berat Badan Rendah (Gizi KurangtBuruk) Menurut Propinsi di Indonesia, Susenas 2003

Papua ?

Disamping masalah berat badan rendah (underweight), prevalensi anak balita Indonesia yang "pendek" (stunting) juga tinggi (Tabel 3), melebihi 40 persen. Demikian halnya juga dengan balita yang kurus (wasting), prevalensinya sekitar 15 persen pada tahun 2001. Hal ini menunjukkan bahwa kurang gizi makro pada anak balita masi h merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.

10 Forum Ker ja Penganekaragaman Pangan

Page 42: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I ! Penganeka ragaman P a n g a n

[ Total 1 445 1 41,4 1 459 1 45,6 Sumber: Survey Indonesia Bagian Timur (IBT, 1990); Survey vitamin A (Suvita, 1992);

Survey Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA, 1995); Nutrition & Health Surveillanw Survey - HKI (NSS, 2002), dalam Soekiman et al(2004)

Sumber: Survey Indonesia Bagian Timur (IBT, 2990); Survey vitamin A (Suvita, 1992); Survey Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA, 1995); Survey Kesehatan Rumah tangga (SKRT), 1995&2001, dan Survey Evaluasi Dampak Jaring Pengaman Sosial (JPS), 1999, daiam Soekirman et a1 (2004).

Boys Girls

1.2. Kurang Energi dan Protein (KEP) pada Wanita Usia Subur

Saat ini ketersediaan data mengenai masarah gizi, khususnya KEP pada wanita usia subur (WUS) masih langka karena orientasi penanggulangan masalah gizi pada WUS selama ini masih terkonsentrasi pada masalah anemia gizi besi. Diantara data yang tersedia adalah hasil survey KEP yang dilakukan oleh Hellen Keller International (HKl) di wilayah pedesaan yang menunjukkan bahwa antara 10-25 persen WUS yang termasuk remaja dan dewasa awal (15-30 tahun) mengalami KEP (Indeks Massa Tubuh <18,5). Hal ini menunjukkan bahwa sekitar I dari 5 wanita yang siap melakukan reproduksi, khususnya mereka yang berusia 15-24 tahun, memiliki "modal" yang buruk untuk menghasilkan anak dengan status gizi baik. Berbagai studi menunjukkan hubungan bayi lahir dengan berat

I0,8 8,7

Fo rum Ke r j a Penganeka ragaman P a n g a n 11

9,5 7.6

133 12.7

13,3 10

16,9 14.5

Page 43: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s ~ o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

badan rendah (BBLR) dan kurang gizi pada balita dengan status gizi ibu sebelum melahirkan.

15-19 20-24 25-29 30-34 35.39 40-44 4549

Age (years)

Gambar 5. Trend Masalah KEP (IMT < 18.5) pada Wanita Usia Subur (WUS) Di Pedesaan lndonesia (NSS-HKI, 1999-2001)

1.3. Gizi Lebih pada Remaja dan Dewasa

Selain masalah gizi kurang, ditemukan pula masalah gizi lebih dengan prevalensi yang cukup tinggi (Gambar 6) yang mengindikasikan adanya masalah gizi ganda di Indonesia. Hasil survey yang dilakukan di 27 Kota di Indonesia oleh Direktorat Gizi, Depairemen Kesehatan pada tahun 1996197 (sebelum krisis ekonomi) menunjukkan bahwa pada pria, prevalensi gizi iebih mencapai 14,9%, sedangkan wanita jauh lebih tinggi, yaitu 24,O persen. Terjadi peningkatan prevalensi gizi lebih baik pada pria maupun wanita, seiring dengan peningkatan usia. Hasil survey HKI di wilayah pedesaan untuk WUS yang dilakukan pada tahun 1999- 2001 juga menunjukkan pola yang serupa, meskipun prevalensinya masih lebih rendah dibanding di wilayah perkotaan.

12 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 44: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II Penganekaragarnan P a n g a n

50.0 , I

Sumber: Depkes (1 997) dan HKI (2002)

Gambar 6. Trend Masalah Gizi Lebih pada Remaja dan Dewasa di (a) Kola dan (b) Desa di Indonesia

Meski kaitan masalah gizi lebih tersebut dengan penyakit degeneratif belum diiakukan, namun data Survey Kesehatan Rumah tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit jantung lelah meningkat dari umtan keliga menjadi urutan pertama. Survey 2002 juga menemukan bahwa angka mortalitas (kematian) pada wanita penderita jantung lebih tinggi dibandingkan pada pria dengan kondisi yang sama.

Fo rum Ke r j a Penganeka raga rnan Pangan 13

Page 45: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

14 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

2. Program Penanggulangan Masalah Gizi Makro

Untuk mengatasi berbagai masalah kurang gizi makro tersebut, pemerintah telah mengembangkan berbagai program, baik berupa intervensi langsung maupun tidak langsung. Program langsung adalah berbagai upaya yang ditujukan untuk secara langsung mencegah atau menanggulangi masalah gizi, rendahnya konsumsi pangan dan penyakit infeksi, sedangkan program tidak langsung adalah upaya non-pangan dan gizi untuk melengkapi program-program pangan dan gizi, misalnya adalah program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan cakupan pendidikan dasar. Dibawah ini disajikan secara ringkas tentang berbagai program penanggulangan gizi, khususnya UPGK dan Pemberian Makanan Tambahan (PUT).

2.1. UPG W Posyandu

UPGK merupakan program gizi nasional pertama yang dikembangkan pada sekitar tahun 70-80an. Program ini merupakan pengembangan Applied Nutrition Program (ANP) yang diinisiasi oleh FA0 pada tahun 1960-an (Depkes, 1994). Pada awalnya program UPGK berorientasi pada penanggulangan masalah gizi melalui peningkatan produksi dan ketersediaan pangan rumah tangga yang diiringi peningkatan pendidikan, khususnya melalui pemanfaatan pekarangan dan pendidikan gizi.

Hasil evaluasi Sayogya (1973) menunjukkan bahwa kegiatan dalam UPGK ditekankan pada pendidikan gizi, moniforing pertumbuhan (penimbangan anak), pemberian makanan tambahan (PMT) dan pemanfaatan pekarangan. Kegiatan monitoring peirumbuhan anak (penimbangan) dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan beberapa pelayanan gizi seperti distribusi kapsul vitamin A dilaksanakan di Pos Peiayanan Terpadu (Posyandu). Posyandu menjadi bagian penting dari program UPGK. Berdasarkan pencatatan pertumbuhan anak balita pada KMS yang kemudian direkapitulasi menjadi "balok SKDN" yang mencerminkan tingkat partisipasi dan keberhasilan pelaksanaan UPGK di tiap wilayah. selanjutnya dapat dipantau anak balita atau wilayah yang mengalami kurang gizi. Pemantauan ini kemudian dilanjutkan dengan upaya-upaya lain untuk penanggulangan masalah, seperti melalui pemberian makanan tambahan ataupun membawa anak balita gizi buruk ke rumah sakitlpuskesmas rujukan. Upaya

Page 46: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n -

2.2. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Sepeiri halnya di beberapa negara berkembang lainnya, penanggulangan masalah gizi makro antara lain dilakukan melalui PMT, baik ditujukan pada anak balita, anak sekolah, maupun pada WUS.

Selama ini telah dikembangkan berbagai bentuklformula PMT berbasis pangan lokal. Beberapa metode pendistribusiannya-pun juga lelah dikembangkan, dari yang bersifat bantuan murni (dibagikan secara gratis), maupun yang bersubsidi. Namun program ini mendapat cukup banyak kritikan karena seringkali terbukti tidak efisien, salah sasaran, dan berbiaya tinggi. Oleh karena itu ke depan program ini hanya akan diperuntukkan untuk mengatasi kondisi darurat seperti bencana alam, konflik sosial, dsb.

pemaniauan yang sistematis ini pada saat itu rnerupakan bagian dari Sistern Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) yang berperan memberikan "isyarat dini" terjadinya masalah untuk dilaajutkan dengan melakukan lindakan yang tepat dan akurat.

Selama sekitar dua dekade program ini telah terbukti mampu berperan aktif dalam pencegahan dan penanggulangan masalah gizi, khuusnya pada anak balita. Namun demikian pada perkembangan selanjutnya UPGK dan Posyandu semakin "kehilangan arah" akibat dari pergeseran orientasi pelayanan yang semakin rnenyerupai pusat pelayanan kesehatan. Pada masa desentralisasi dimana peran pengembangan dan pembinaan Posyandu menjadi tanggung jawab setiap pemerintah daerah, "nasibnya" sernakin tidak menentu. SKPG pun menjadi tidak berjalan lagi sehingga kita kehilangan isyarat dini untuk waspada terhadap kemungkinan merebaknya masalah gizi buruk. Kondisi ini diperparah oleh krisis ekonomi yang mengakibatkan semakin sulitnya Posyandu berkembang karena keterbatasan anggaran, ketiadaan kader, semakin tersedianya "pesaing" dalam pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Meskipun upaya untuk merevitalisasi Posyandu telah dilakukan pada Tahun 1998, namun upaya ini lebih dititikberalkan pada distribusi makanan pendamping AS1 (MP-ASI), dan belum mampu menghidupkan fungsi Posyandu yang seharusnya sebagai pusat untuk monitoring peirumbuhan anak, sehingga dapat memantau dan mencegah kemungkinan terjadinya gizi kuranglgizi buruk yang parah.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 15

Page 47: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I 1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Selain PMT pada anak balita, Indonesia juga pernah mengembangkan PMT untuk anak sekolah yang popular disebut PMT-AS. Program ini dilandasi oleh adanya Program Wajib Belajar 9 tahun karena rendahnya status gizi dan kesehatan anak sekolah seda tinggi absensi murid anak sekolah, khususnya di pedesaan. Meski beberapa hasil evaluasi tidak sejalan satu dengan lainnya, namun beberapa studi menunjukkan manfaat PMT-AS ini, khususnya dalam meningkatkan absensi fkehadiran) murid dan pemberdayaan wanita pedesaan dalam program ini. Di masa otonomi daerah ini, program PMT-AS dapat dikatakan "mandeg". Beberapa kabupaten masih melanjutkan PMT-AS, namun sebatas hanya membagikan "snacK' dan kurang memahami tujuan pemberian PMT-AS.

Pada masa krisis ekonomi tahun 1997-1999, pemerintah lndonesia mengembangkan program Jaring Pengaman Sosial, dimana salah satu kegiatan yang dilakukan adalah JPS-BK (Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatanj, yang didalamnya termasuk PMT bagi anak balita dan ibu hamil. Jenis PMT yang diberikan berupa "Vitadele", yaitu MP-AS1 yang terdiri atas campuran padi- padian dan kacang-kacangan, yang diproduksi dan didislribusikan atas kerjasama pemerintah-industri-LSM (public private pafinership). Disamping itu juga telah dikembangkan "sprinkles" atau "bubuk tabur", berupa zat gizi mikro yang harus dicampurkan pada MP-AS1 buatan rumah tangga untuk meningkatkan kandungan gizinya. Sprinkles yang dikembangkan Delvita adalah produk industri, bernama Delvita. Saat ini, atas bantuan dana dari pemerintah Jepang sedang dilakukan upaya untuk mengembangkan sprinkles yang formula serta produksinya dilakukan di Indonesia.

2.3.Program Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat

Selain berbagai upaya di atas, sebenarnya masih cukup banyak upaya lain yang dilakukan oleh berbagai DepartemenlSektor maupun oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk memperkuat ketahanan pangan dan gizi masyarakat, baik melalui iniervensi langsung maupun tidak langsung. Diantara beberapa yang penting adalah peningkatan produksi dan keanekaragaman konsumsi pangan melalui Proyek Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG) yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian pada akhir 80-an dan awal 90-an. Upaya lain yang dikembangkan pada masa itu adalah

16 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 48: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Kecil) yang dikhususkan untuk masyarakat petani di pedesaan. Saat ini Departemen Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan (BKP) juga sedang mengembangkan "Desa Mandiri Pangan" (Desa MAPAN) yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi (mengurangi kerawanan pangan dan gizi) masyarakat rnelalui pendayagunaan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan. Sasaran dari upaya ini adalah desa rawan pangan, dengan sasaran kegiatan adalah aparat desa (melalui peningkatan kapasitas) dan rumah tangga miskin (peningkatan daya beli dan akses pangan melalui peningkatan akses produksi, ketersediaan dan pendapatan).

I. Perkembangan Masalah Kurang Zat Gizi Mikro

Selain masalah kurang zat gizi makro (KEP) seperti disebutkan di atas, saat ini Indonesia juga menghadapi masalah kurang zat gizi mikro, terutama daiam bentuk anemia zal gizi besi (AGB), gangguan akibat kurang iodium (GAKI) dan kurang vitamin A (KVA). Dari sudut luasan masalah dan cakupan rnasyarakat yang terserang, prevalensi kurang gizi mikro, khususnya AGB lebih tinggi dibanding masalah KEP.

1.1. Anemia Gizi Besi (AGB)

AGB merupakan masalah kurang zat gizi mikro yang terpenting dan "menyerang" berbagai kelompok umur (Garnbar 7). Penyebab utama masalah gizi ini adalah faktor konsumsi dan faktor kesehatan lingkungan. Rendahnya intake zat besi, tingginya infeksi cacingan serta malaria di beberapa daerah merupakan penyebab utama AGB ini. Pada gambar 7 di bawah ini disajikan perkembangan prevalensi AGB menurut SKRT (MHS) tahun 1999 dan 2001, Nampak bahwa pada anak balita dan anak sekolah telah lerjadi kenaikan prevalensi AGB yang cukup tajam yang mengindikasikan semakin parahnya kondisi masalah gizi ini. Sebaliknya pada WUS kondisinya cenderung semakin membaik, Fokus penanggulangan masalah AGB pada WUS melalui distribusi tablet besi dan kurangnya upaya penanggulangan AGB pada anak-anak adalah penyebab ha1 ini. Ke depan, upaya-upaya pencegahan AGB pada anak-anak dan

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 49: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

juga kelompok umur lain melalui program yang lebih murah dan lebih luas menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan kelompok umur, seperti fortifikasi pangan misalanya, akan semakin dikembangkan oleh pemerintah bekerjasama dengan industri, LSM dan stakeholder lainnya.

Gambar 7. Perkembangan prevalensi Anemia Gizi Besi (AGB) pada berbagai Kelompok Umur berdasarkan SKRT 1995 dan 2001

1.2. Gangguan Akibat Kurang lodium (GAKI)

Gangguan akibat kekurangan iodium adalah salah satu masalah kurang zat gizi mikro yang dapat berakibat fatal. Diantara dampak yang dapat ditimbulkan adalah rendahnya kemampuan kognitif, hypothyroid, pembengkakan kelenjar gondok, keterbelakangan mental dan terganggunya perkembangan janin apabila diderita oleh ibu hamil. Masalah ini cukup banyak ditemukan di Indonesia, khususnya di wilayah dataran tinggi dan atau kandungan iodium tanahnya sangat rendah karena proses leaching (pencucianlterbawa ke dataran yang lebih rendahl perairan).

Prevalensi GAKl (tofal goitrge rafelTGR) telah menurun dengan sangat tajam, dari 30 % tahun 1980, menjadi 27,9 persen di tahun 1990 dan kemudian menjadi 11 persen tahun 2003

18 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 50: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

(Gambar 8). Penurunan ini terjadi sebagai dampak dari berbagai intervensi yang dilakukan, mulai dari suntikan lipiodoi, distribusi kapsul beriodium, hingga fortifikasi garam dengan iodium.

Sumber: Depkes, 2002

Gambar 8. Perkembangan Prevalensi TGR pada Anak Sekolah

1.3. Kurang Vitamin A (KVA)

Kurang vitamin A adalah salah satu penyebab terjadinya kebutaan, xerophihalrnia dan keratornalacia pada anak-anak di berbagai negara berkembang. Manifestasi klinis yang lebih ringan dari dampak KVA adalah buta senja. Seiring dengan munculnya gejala klinis, terjadi pula penurunan fungsi imun (kekebalan) yang berakibat pada meningkainya morbiditas dan mortalitas anak.

Dari berbagai survey kecil yang dilaksanakan pada tahun 1960-an diperkirakan penderita xerophlhalmia mencapai 3,1-8,0%, suatu angka yang sangat tinggi untuk KVA karena prevalensi sebesar 0,s % sudah menjadikan KVA sebagai masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 1970-an prevalensi KVA mash tinggi, yaitu sekitar 1,33%, dengan keragaman antar wilayah antara 0,5%- 2,34%. Seiring dengan distribusi kapsul vitamin A untuk anak balita sejak tahun 1970-an, prevalensi KVA cenderung menumn. Survey terakhir yang dilaksanakan pada tahun 1992 menunjukkan bahwa prevalen xerophthalmia menurun tajam menjadi 0,33%. Meski tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang diindikasikan oleh

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 19

Page 51: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a i II P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

luasnya masalah KVA secara klinis (xerophfhalmia), namun diperkirakan setengah dari anak Indonesia memiliki serum retinol yang rendah (<20 ug!dl).

2. Penanggulangan Murang Zat Gizii Mikro

Untuk mencegah dan menanggulangi berbagai masalah kurang zat gizi mikro tersebut, selama ini telah dilakukan berbagai upaya. Upaya utama yang telah dilakukan adalah suplementasi tablet besi untuk mengatasi masalah AGB, suplementasi kapsul vitamin A untuk mengatasi KVA dan suntikan lipiodoi serta suplementasi kapsul iodosol dan distribusi garam beriodium untuk mengatasi rnasalah GAKI.

Meskipun suplementasi telah terbukti efektif untuk mengatasi masalah kurang zat gizi mikro, namun dari segi biaya program ini sangat mahal. Harga suplemen serta biaya distribusi yang tinggi berimplikasi pada perlunya mencari alternatif solusi penggantilpendampingnya. Diantara yang telah teridentifikasi adalah pendidikan gizi, diversifikasi konsumsi pangan dan fortifikasi pangan. Dari berbagai kajian, fortifikasi pangan dianggap sebagai alternatif yang paling cost-efecfive.

lodtsasl garam

"" *~~eO~vers~ f ik i?s~ Pgn .@

Sumber: Depkes, 2002

Gambar9. Penanggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro melalui berbagai Alternatif

20 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 52: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

p r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a a a m a n P a n a a n

Mempertimbangkan keunggulan fortifikasi pangan, ke depan upaya ini akan lebih dikedepankan dalam penanggulangan masalah kurang gizi mikro di Indonesia, seiring dengan penurunan upaya suplementasi. Peningkatan fortifikasi pangan akan diikuti dengan upaya pengenakaragaman pangan menuju gizi seimbang, yang disertai dengan pendidikan gizi yang lebih intensif untuk mewujudkan keluarga sadar pangan dan gizi (Gambar 9). Saat ini upaya fortifikasi pangan secara mandatory (wajib) melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) tidak hanya diterapkan pada garam, tetapi sejak tahun 2002 juga telah diterapkan pada tepung terigu. Upaya-upaya untuk mencari '"ehic/ew baru juga terns dilakukan. Hasil studi Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) dan Micronutrient lnifiafives (MI) tahun 2005 yang dilakukan di beberapa propinsi menunjukkan bahwa minyak goreng curah adalah vehicle yang memenuhi syarat untuk fortifikasi vitamin A. Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut tengah dilakukan pengembangan proyek uji coba perigembangan fortifikasi vitamin A pada minyak goreng di kota Makassar yang disertai dengan kajian tentang efektivitasnya. Pada saat yang bersamaan dengan banluan pendanaan dari Jepang dilakukan pengembangan sprinkles lokal. ---. .\

Z i

V. PENUTUP i

Dari uraian diatas nampak jelas bahwa kondisi kebrie3imtanwTadgan yang memadai di tingkal makro bukan merupakan jaminan bagi setiap individu untuk dapat tercukupi konsumsi pangannya dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Berbagai faktor iain seperti daya beli, pengetahuan, kesehatan Iingkungan termasuk ketersediaan air bersih, serta ketersediaan aneka ragam pangan dalam harga terjangkau namun memifiki kandungan gizi yang cukup (misal pangan yang difortifikasi) serta aman untuk dikonsumsi sangatlah diperlukan.

Diperlukan dukungan program yang dapat mendekatakan masyarakat, khususnya masyarakat miskin terhadap akses pangan berkualitas dengan harga lerjangkau. Unluk mewujudkan ha1 ini kerjasama saling menguntungkan (kemitraan) antara pemerintah, swastalindustri, LSM dan masyarakat sasaran sangatlah diperlukan. Ke depan, seiring dengan keterbatasan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan semakin diperlukan strategi yang semakin terbukti "cosf-effective" dalam mencegah

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 2 1

Page 53: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

dan menanggulangi masalah pangan dan gizi. Diversifikasi penyediaan pangan melalui pengembangan produk olahan berkualitas dengan harga terjangkau dan fortifikasi pangan adalah upaya strategis dan prospektif untuk memperbaiki gizi seluruh lapisan masyarakat pada berbagai kelompok umur dan strata ekonomi.

Disamping itu sistem isyaral dini dalam bentuk Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) yang selama ini telah dikembangkan, baik dalam kerangka untuk memantau terjadinya kelaparan maupun daiam rangka memantau gizi buruk pada balita harus dibangun kembali dan diperkuat. Diperlukan advokasi yang kuat agar SKPG dapat menjadi "alat deteksi dini" setiap bupati dan walikota sehingga kelaparan dan gizi buruk dapat dicegah seawal mungkin. Pengembangan sistem pelaporan cepat dan tepat waktu (real time) dengan memanfaatkan leknologi informasi (internet, SMS, dsb) sangat mendesak untuk dilakukan.

Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan. 2005. Pedoman Umum Program Aksi Desa mandiri Pangan (Desa MAPAN). Deptan R.I., Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1994. Primary Health Care in Indonesia. Depkes R.I., Jakarta.

Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes R.I. 2002. Situasi Kesehatan dan Gizi dan Issue Kebijakan Memasuki Milenium Ketiga. Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes R.I., Jakarta.

Kantor Menko Ekuin dan PSP3 IPB. 2005. Kajian Produksi, Pemasaran dan Pembiayaan terhadap Komoditi Agribisnis Pangan. PSP3 LP-IPB, Bogor.

Krisnamurthi, B., A. Kriswantriyono, T. Hadipurnomo, D.A.B. Susila dan Wahida. 2005 Road map Kemandirian Pangan: Sisi Penawaran. Pusat Studi Pembang unan, Lembaga Penelitian IPB.

22 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 54: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Martianto, D. dan Ariani. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir. Makalah, disajikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakada 17-19 Mei 2004.

Soekirman, Satoto, D. Martianto, A.B Djahari and Atmarita. Situational Analyisis of Nutrition Problems in Indonesia: Its Policy, Programs and Prospective Development. MOW, 2004.

Soekirman, 2005. Mewaspadai Terjadinya Busung Lapar Orang Dewasa pada Musim Kemarau Panjang. Han'an Suara Pembaruan, 21 Juni 2005.

Sayogyo, 1973. UPGK and UNP Evaluation Study. Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan lPB, 1973.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 23

Page 55: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

24 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 56: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l l l P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

dalam Rekonstruksl Kelernbagaan Soslal Penanganan

dan Penqahan Rawan Pangan dan Glzi Bumk

Dr. Awa Hadi ~hamavvan" d m Rllus Kinseng, MA')

"~e tua Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakaf,

Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institid Pertanian Bogor

"~e tua Program Pusar Studi Pembangunan Pertanian Pedesaan, lnstitut Pertanian Bogor

I. PENDAHULUAN

Gagasan perlunya rekonstruksi kelembagaan sosial pangan asli (indigenous food institution) untuk mengatasi masalah rawan pangan dan gizi buruk di Indonesia berangkat dari beberapa statements of belief dan tesis tentang kenyataan yang membuktikan bahwa kelembagaan sosial pangan asii telah lama diyakini berhasil dafam menopang sistem ketahanan pangan, terutama di pedesaan atau pada aras lokalitas-mikro di masa lalu. Hasil riset-riset sosio-ekonomi pangan juga mengkonfirmasikan bahwa kehadiran kelembagaan pangan formal dan mekanisme-mekanisme distribusi pangan yang sepenuhnya mengandalkan "mekanisme-pasat telah meminggirkan eksistensi "kelembagaan pangan asfi" yang serama ini menopang sistem ketahanan pangan masyarakat. Kehilangan aset kelembagaan sosial pangan memberikan implikasi yang sangat signifikan pada kapasitas ketahanan pangan masyarakat, terutama bagi komunitas di kawasan-kawasan terisolasi atau mmah tangga pada lapisan sosial terendah (miskin) dimana akses terhadap pangan sangat buruk.

Fakta membuktikan bahwa peran kelembagaan pangan lokal dalam sistem infrastrukiur ketahanan pangan telah banyak digantikan oleh pranata formal yang seringkali tidak hanya sangat asing, namun juga menghadapi banyak kendala untuk dioperasionalisasikan di lapangan, Kondisi seperti itu menjadi prasyarat yang sangat mencukupi bagi munculnya persoalan rawan-pangan dan gizi buruk. Dari tesis ini, rnaka ada alasan yang kuat untuk me-revisif (menengok kembali) atau bahkan

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 25

Page 57: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a Nas iona l I I Penganeka raga rnan P a n g a n

me-reinventing (menemukan kembali dalam bentuk lain) kelembagaan pangan lokal yang suporfive bagi sistem ketahanan pangan nasional.

Namun demikian, tantangan untuk merekonstruksi ulang dan merevitalisasi peran kelembagaan pangan asli yang berbasiskan sosio- budaya dan struktur sosial lokal tidaklah mudah. Di lapangan, sejumlah kendaia yang sifatnya struktural dan sistemik segera menghadang dan segera memeras pemikiran. Pengembangan kelembagaan sosiaf pangan asli yang mampu menyediakan sistem ketahanan pangan andal di tingkat tokalilas perlu memperhitungkan all-embracing aspecfs and issues terkait dengan upaya untuk merevitalisasinya.

Makalah ini disusun bersumberkan pada gagasan, data, dan bahan- bahan yang diinventarisasikan serta dihasilkan pada expell-meeting (diskusi ahli ilmu-ilmu sosial dan peminat pangan pada 2111112005 di Jakarta). Pertemuan tersebut diselenggarakan secara sengaja untuk menginventarisasi dan merangkum gagasan-gagasan yang selama ini terakumulasi dengan baik pada kalangan para ahli sosio-budaya pangan. Secara khusus, pertemuan ilmiah tersebut didedikasikan untuk menegakkan kembali kehadiran dan peran strategis kelembagaan sosial pangan asli di masyarakat dalam rangka memperkokoh sistem ketahanan pangan nasional. Dari hasil diskusi tersebut ditemukan sejumlah relevansi yang sangat tinggi dan alasan-alasan logik yang penting di balik keyakinan untuk merekonstruksi dan merevitalisasi keiembagaan sosial pangan asli dalam sistem ketahanan pangan nasional.

2. Tujuan dan Keluaran

Tujuan tulisan ini adalah menginventarisasi dan merumuskan gagasan-gagasan yang relevan dan menjustifikasi penkgnya kehadiran kelembagaan sosial pangan asli dan lokal serta merimuskan strategi pengembangan kelembagaan tersebut ke depan. Secara tidak langsung, tulisan ini berguna sebagai landasan pemikiran bagi perumusan langkah nyata dan operasionalisasi revitalisasi kelembagaan sosial pangan aslillokal di lapangan. Secara umum, gagasan-gagasan yang tertuang dalam makalah ini bermanfaat sebagai sumbangsih terhadap upaya penguatan ketahanan pangan nasional, terutama dari aspek sosio-budaya.

26 Fo rum Ke r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 58: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

3. Ketahanan Pangan: Tinjauan Multi-Aras

3.1. Sistem Ketahanan Pangan: Aras Makro Nasional

Sebelum memahami kompleksitas masalah ketahanan pangan nasional dan kaitannya dengan rawan pangan dan gizi buruk lebih jauh, akan ditinjau terlebih dahulu batasan konseptual ketahanan pangan (food security) yang dipahami selama ini. Undang Undang No. 711996 tentang pangan memberikan definisi ketahanan pangan sebagai: '"ondisi ferpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang fercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan ferjangkau". Ketahanan pangan dapat dicapai bila ada sistem pangan nasional yang kuat, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan pengafuran, pembinaan, dan afau pengawasan ferhadap kegiatan afau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia.

Terdapat tiga konsep yang pengertiannya saling dapat dipertukarkan dalam wacana akademik dengan konsep ketahanan pangan. Ketiga konsep tersebut adalah: (1) ketahanan pangan (food security), (2) kedaulatan pang an (food sovereignfy), (3) kemandirian pangan (food resilience). Secara konseptual ketiga konsep ilu selaiu mengacu pada pengertian-pengertian keberdayaan masyarakat, self- fulfilling capacity of food producfion, foughness of the food system, capacify to endure, system's flexibility of facing uncertainfy baik pada tataran makro nasional ataupun mikro rumah tangga.

Konsep ketahanan pangan berkaitan dengan beberapa konsep turunannya, yaitu kemandirian pangan yang menunjukkan kapasitas suatu kawasan (nasional) untuk memenuhi kebutuhan pangannya secara swa-sembada (self-sufficiency). Semakin besar proporsi pangan dan bahan pangan yang dipenuhi dari luar sistem masyarakat kawasan tersebut, maka semakin berkurang derajai kemandiriannya dalam penyediaan pangan, dan sebaliknya. Kemandirian pangan yang rendah juga ditunjukkan oleh lemahnya kapasitas kawasan (nasional) untuk menyediakan pangan bermutu, aman, dan terjangkau melalui usaha-usaha sendirilmandiri tanpa bantuan pihak lain.

Sementara itu, konsep kedaulafan pangan menunjuk pada kemandirian pangan, namun melibatkan beberapa variabel tambahan

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 27

Page 59: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

di bidang sosio-produksi dan sosio-politis dari sebuah sistem pangan di suatu kawasan (nasional). Konsep ini selain memperhitungkan ketersediaan pangan secara memadai dan mandiri bagi masyarakat yang hidup di kawasan yang bersangkutan, juga memperhitungkan siapa yang menguasai sumber-sumber pangan dan siapa yang termajinalisasi atas sumber pangan dan pangan yang tersedia di kawasan tersebut. Semakin tinggi proporsi penguasaan sumber- sumber pangan, jumlah produksi, distribusi, kontrol mutu, dan keamanan pangan oleh anggota masyarakat lokal, semakin tinggi derajat keberdaulatan pangannya. Demikian juga jika aspek-aspek tersebut berada sebaliknya, maka keberdaulatannya akan menjadi rendah. Sebuah sistern pangan suatu kawasan yang berkedaulatan, berarti sistem tersebut telah melalui tahapan kemandirian pangan.

Konsep ketahanan panaan sesungguhnya menunjukkan situasi yang agak berbeda. Dalam konsep ketahanan pangan, gagasan kemandirian dan keberdaulatan pangan dipandang penting, namun kedua konsep disikapi agak terpisah. Sebuah sistem pangan yang dianggap berketahanan tinggi adalah sistem yang mampu menjamin ketersediaan (produksi) pangan dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman, merata serta terjangkau sepanjang waktu. Seolah-olah dirnensi kemandirian dan kedaulatan penguasaan teknologi serta kedaulatan masyarakat lokal dalarn mengontrol sumber-sumber pangan (sumberdaya lahan, air, agraria) diperhitungkan sekedar sebagai prioritas kedua. Prioritas pertama diletakkan pada Reksibilitas sistem pangan nasional dalam menyediakan pangan secara rnencu kupi jumlah, kemerataan, keterjangkauan dan mutunya. Ketahanan pangan sebagai sebuah konsep, dapat dibedakan "aras anaiisisnya" pada beberapa level perhatian. Analisis ketahanan pangan bisa diletakkan pada aras mikro, meso dan makro. Pada setiap aras, ierlibat sejumiah permasalahan yang berbeda-beda tingkat kesulitan, kompleksitas dan pilihan solusinya.

Salah satu pengertian ketahahan pangan (pada aras mikro- sosial) yang sering dirujuk adalah sebagaimana rumusan yang digunakan oleh Riely eta1 (1995) dalam Hodinott (1999) yakni: "access for all people at all times to enough food for an active, healthy life". Dengan batasan ini, maka kata kunci peniing ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan sepanjang waktu. Mengacu pada

28 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 60: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

konteks ketersediaan pangan sepanjang waktu, maka pencapaian cita-cita ketahanan pangan memerlukan pengetahuan yang mencukupi tentang pola produksi dan distribusi pangan di suatu kawasan lengkap dengan tata-sosial sistern komunitas yang memanfaatkan sumber pangan tersebut. Juga diperlukan pengetahuan tentang sifat keamanan keterjaminan suplai pangan serta masalah pemenuhan gizi pangan (fhe nature offhe food securily and the nutrition problem) yang dihadapi oleh masyarakat.

Agak berbeda dengan pandangan di atas, Maxwell dan Frankenberger (1992) dalam tataran analisis meso-sosial, memberikan batasan ketahanan pangan dengan menggunakan tolak ukur dimensi spasial dan temporal sebagai faktor pembeda. Dari dua faktor pembeda ini, mereka kemudian dapat mendeskripsikan dua situasi kerawanan pangan yang khas. Kedua situasi tersebut adalah:

(1) Chronic food insecurity (ketidaktahananlrawan pangan kronis- terus menerus) - fhe inability of the people to meet food needs on an ongoing basis, dan

(2) Transifory food insecurity (ketidaktahananlrawan pangan sementara) - when the inability fo meet food needs is temporary.

Pada kategori rawan pangan yang bersifat sementara, jenis ketahanan pangan suatu masyarakat dapat dibagi ke dalam dua sub- tipe, yaitu kerawanan secara siklikal (cyclical - where there is a regular paftern of food insecurify), yang artinya ketahanan pangan akan bergerak menguat dan inelernah seiring berjalannya waktu dan selaras dengan adanya perubahan faktor-faktor eksternal di suatu masyarakat. Tipe ketahanan pangan kedua berkaitan dengan sifat kerawanan menurut degree of permanency-nya. Didapati kerawanan pangan yang berlangsung secara temporer (temporary food insecurily as a result of natural disaster such as droughf or floods), yang akan segera menghilang setelah faktor-faktor pengaruhnya dapat diatasi.

Dua situasi kerawanan pangan sebagaimana dijelaskan oleh Maxwell dan Frankenberger (1992), adalah yang paling sering terjadi di banyak kawasan bercirikan kurang menguntungkan secara ekologis (ecological/y poor), terisolasilterpencil, kawasan yang secara ekologis rusak (ecologically devastated areas) dan terancam (vulnerable), dimana bencana kelaparan (hunger, food insufficiency

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 2 9

Page 61: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n o L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

and food insecurity) berlangsung secara benrlang. Kajian ketahanan pangan dengan ciri "seasonaliff yang tinggi seperti ini telah banyak dilakukan (pada aras meso resional) seperti berlangsung pada masyarakat di kawasan ekstrem Gunung Kidul (di selatan Jawa Tengah), atau di Nusa Tenggara Timur (lihat studi Sajogyo et. all 1993). Kerawanan pangan dalam ha1 ini melekat erat dengan masalah kemiskinan, keterbelakangan ekonomi, keterisolasian, kerusakan sumberdaya alam dan ketidakberdayaan dalam mengontrol sumberdaya dan mengakses sumber pangan. Dalam pengertian lain, ketahanan pangan (secara makro sosial) juga dimaknai sebagai: "adequate access to food all times throughout the year and from year fo yeat" (Hodinott, 1999). Mengikuti batasan ini, maka kata kunci terpenting adalah besar-kecilnya akses pada sumber pangan. Dengan demikian pola penguasaan sumberdaya ekonomi dan sosial yang menopang keterjaminan pangan menjadi isyu terpenting pada titik ini.

Jika akses pada sumber pangan telah dikuasai, terdistribusi, terjangkau secara adil dan meraia bagi semua pihak, maka setiap lapisan masyarakat dan rumah tangga akan memiliki sumberdaya yang mencukupi (sufficient resources) untuk mendapaikan pangan yang memadai bagi kehidupan mereka (appropriate foods for a nufrifious diet). Sejalan dengan makna dan pandangan ketahanan pangan dari perspektif ini, maka pertanyaan tentang bagaimana pangan dan sumber pangan dialokasikan menjadi penting untuk diketahui. Persoalan penguasaan akses pada tanah (access lo land), tipe dan siruktur sumberdaya agraria (agrarian resources) menjadi ha1 penting yang sangat menentukan ketahanan pangan di suatu masyarakat (lihat De Janvry et. all 2001).

Konsep ruang (spasial) dalam ketahanan pangan memberikan pegangan bagi perencana kebijakan pangan untuk dapat memilih dan memilah ruang intewensi dan telaah rnasalah kerawanan pangan - rnana yang akan di-address. Secara teoritis, terdapat beragam level (aras) agregasi (degree of aggregation) bagi analisis ketahanan pangan suatu masyarakat, yaitu: (1) aras global - ketika ketahanan pangan dunia diperbincangkan dan menjadi agenda pembangunan inlernasional, (2) aras kontinental atau benua - sebagaimana benua Afrika yang saat ini sedang sangat serius menghadapi kekurangan pangan bagi warganya, (3) aras nasional - ketahanan pangan yang

30 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 62: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

berlangsung di suatu negara, (4) aras meso-regional - ketahanan pangan seperti yang terjadi di kawasan cluster, misalnya Daerah Aliran Sungai, Kabupaten atau Provinsi tertentu, (5) aras desa atau kesatuan komunitas tertentu, (6) aras rumah tangga, dan terakhir (7) aras individual. Setiap level-analisis ketahanan pangan akan berangkat dari asumsi yang berbeda-beda dan solusi pemecahan masalah ketahananlkerawanan pangan pun akan berbeda-beda pula.

Kelahanan Pangan pada Aras Meso - Regional = Mornunitas

Pada bagian ini secara khusus lebih banyak dibahas tentang bagaimana mengembangkan sistem ketahanan pangan dan kelembagaan penopang ketahanan pangan pada aras meso-regional. Lebih khusus lagi, perhatian difokuskan pada peran kabupaten atau kota sebagai penyangga tata ketahanan pangan nasional (selaras dengan semangat demokratisme yang dibangun meialui politik otonomi daerah sesuai Undang Undang 3212004 tentang pemerintahan daerah). Pada aras meso dijumpai agregasi beragam kesatuan sistem sosial masyarakat (iokal) yang secara bersama- sama membangun sistem ketahanan pangan regional. Pertanyaannya, bagaimanakah bentuk sistem ketahanan pangan di tingkat meso regional seyogyanya dibentuk? Bagairnanakah tipe dan struktur serta basis pijakan kelembagaan ketahanan pangan disusun pada aras itu? Salah salu pendekatan yang perlu dipikirkan dalam kerangka desain besar penguatan ketahanan pangan nasional (national grand design for food security strengthening) adalah peng uatan kelem bag aan (insfiiufional strengthening strategy), pengembangan kelembagaan baru (institutional devejopment strategy) penopang ketahanan pangan. Dalam semangat desentralisasi, ketahanan pangan juga bisa diupayakan melalui penguatan dan memberdayakan infrastruktur kelembagaan pemerin tahan (governmenfal institution empowerment) dalam ikut berkiprah dalam pencapaian food security program. Swasta dan masyarakat umum, juga merupakan komponen yang semestinya ikut berpartisipasi aktif daiam program ini. Pertanyaan yang mengemuka adalah: bagaimana bentuk infrastruktur kelembagaan ketahanan pangan seyogyanya dibangun? Pada aras (level) apa, kelembagaan ketahanan pangan di-set up?

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 31

Page 63: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Tata-kelembagaan di tingkat (aras) meso-regional, dapat menempuh jalan (pathway) yang khas, dimana berbagai aktor penting ketahanan pangan bersama-sama terlibat dalam pola kemitraan. Pada aras meso-regional, ketahanan pangan dikembangkan oleh sistem kelembagaan kolaboratif antar pihak yang mencakup tiga komponen masyarakat yang terpenting. Ketiga unsur masyarakat itu adalah: (a) negara - sebagai aktor dan sekaligus regulator pembangunan, (b) pasar atau sektor swasta - sebagai pelaku bisnis dan penggerak sistem perekonomian regional, (c) civil-society - masyarakat sipil yang diwakili oleh berbagai jenis organisasi dan asosiasi kemasyarakatan serta kelembagaan adat (lihat Gambar 1).

Sistern Ketahanan Pangan

- Gambar I. Sistem Ketahanan Multi Aktor Pangan - Menyatukan Negara,

Masyarakat Sipil dan Pasar

Pola pengembangan kelembagaan berikutnya yang juga penting adalah menumbuhkan kemitraan tiga pihak sebagaimana berlangsung pada aras meso-regional, namun bekerja di tingkat satuan-satuan wilayah antara lokal dan regional. Satuan wilayah itu meliputi "semacam" kecamatan atau satuan wialayah ekosistem satu bentang-ekologis tertentu.

Dalam ha1 ketahanan pangan secara lokalitas-spasial ini yang terpenting adalah mendorong serta memberdayakan peran yang

32 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 64: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 Penganeka raaaman P a n a a n

dimainkan oleh asosiasi dan organisasi (civil society associations) pada kolektivitas komunitas-lokal di ruang masyarakat sipil, selain peran negara dan pasar. Di ruang masyarakat sipil, inisiatif-inisiatif dan gerakan sosial yang bersifat lokalistik dan grounded (membumi) dikembangkan menuju sistem ketahanan pangan yang mandiri.

ldeologi pemberdayaan dan perspektif pembangunan padisipatif berbasiskan grass-root (popular-based development), bisa digunakan untuk mendorong terbentuknya kelembagaan ketahanan pangan (kelembagaan pangan asli) di tingkai: lokal ini. Pemberdayaan sistem ketahanan pangan pada aras komunitas lokal, akan berdampak ganda yaitu mengurangi ketergantungan pada agensi dad luar dan sekaligus memandirikan ketahanan pangan setempat (self- reliance food supply system).

Pada aras lokal ini, sejak lama sejarah sistem ekonomi produksi tradisional telah menemukan sistem ketahanan pangan asli (indigenous food security institutions), yang cukup beragam di seantero negeri nusantara. Di Jawa Tengah, misalnya, konsep lumbung padi yang menghimpun kelebihan hasil panenan setiap rumah tangga petani untuk mengantisipasi kelangkaan pangan di musim mendatang adalah aset kelembagaan yang tak ternilai harganya. Namun demikian, perubahan sosial di pedesaan yang berlangsung secara dramatis selama lima puluh tahun terakhir, telah "menggerusJJ eksislensi kelembagaan lokal ini dan menggantikannya dengan sistem-sistem pengadaan pangan berbasiskan ekonomi- transaksional yang sangat lergantung pada flukluasi supply dan demand (pasar) pangan yang rawan pengaruh ekstemal itu.

Tidak berlebihan kiranya, bila mekanisme anlisipasi kerawanan pangan model lumbung atau modifikasi dari model kelembagaan lumbung dapat dikembangkan lagi di berbagai kawasan, Persoalannya, ada sejumlah persyaratan dan asumsi seperti sistem pelapisan sosial, sistem nilai ekonomi, dan struktur ekonomi yang perlu dikaji ulang untuk perekayasaannya. Oleh karena dengan berubahnya struktur sosial dan orientasi nilai budaya masyarakat desa ke arah sistem ekonomi yang profif-oriented dan makin kapitalistik, maka sulit rasanya mengembangkan kelembagaan- kelembagaan berbasiskan kolektivitas-lokal dan solidaritas sosial yang tinggi. Namun demikian, upaya ke arah pembentukan

Fo rum Ke r j a Penganeka raga rnan P a n g a n 33

Page 65: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

kelembagaan semacam lumbung dapat tetap memberikan harapan, selama ada kemauan ke arah tersebut. Kata kunci terpenting disini adalah bahwa ke depan, kelembagaan ketahanan pangan lokal seyogyanya harus dikembangkan berdasarkan potensi modal sosial (trust, norms, dan social nehfvorking) yang selama ini telah terbentuk di tingkat grass-rootllokal. Sementara kelembagaan ekonomi, menjadi pelengkap penopang sistem ketahanan pangan lokal dan lebih banyak bekerja di tingkat meso-regional serta nasional.

3.3. Slstem Metahanan Pangan: Aras Mikro Komunitas hingga Rumah Tangga

Persoalan rawan pangan dan gizi buruk yang melanda berbagai kawasan di Indonesia selama tahun 2004-2005 dan telah dilaporkan oleh berbagai media massa nasional, salah satunya disebabkan oleh faktor ketidakberfungsian (insfitufional dysfunction) dan peminggiran (marginalization) kelembagaan pangan lokal dan kelembagaan pangan asli, seperti "lumbung", "leuwit" ataupun kelembagaan posyandu (pos pelayanan lerpadu), dan sejenisnya yang dibentuk oleh Negara namun telah diten'ma meluas oleh masyarakat lokal. Kedua tipe kelembagaan pangan tersebut, selama ini berfungsi sebagai infrastruktur sosial penopang sistem ketahanan pangan lokal-daerah yang mampu memelihara status gizi dan pangan penduduk lokal hingga satuan desa alau bahkan dusunlkampung.

Namun, proses modernisasi suplai pangan dimana kelembagaan distribusi dan kelembagaan stok pangan formal yang diperkenalkan oleh pemerintah pusat yang mengandalkan sepenuhnya pada "mekanisme pasar" dan beroperasi secara meluas hingga ke pelosok desa dan kampung telah mengubah rejim lata- pengelolaan pangan (food regime and food governance) dari basis lokal ke basis pasar seira kekuatan negara pusat (yang bermain di sektor pasar). Dalam pola yang demikian, pasokan pangan menjadi sangat riskan, karena hanya mengandalkan "bekerjanya logika pasar" yang mengedepankan insentif dan profit. Kelembagaan pasar akan bekerja efektif, selama ada insentif dan profit yang menjanjikan. Artinya, distribusi pangan hanya akan terselenggara secara efektif pada area yang menguntungkan secara ekonomi. Pada kawasan dan lapisan masyarakat iokal yang tidak profitable, pasar tidak akan mampu menyentuh mereka. Artinya, mekanisme pasar menjadi tidak

34 F o r u m ' ~ e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 66: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n - efektif untuk menjaga ketersediaan pangan dan mendistribusikan bahan pangan hingga ke wilayah-wilayah yang secara spasial terisolasi ataupun secara sosial "tidak menguntungkan". Akibatnya, jaminan pangan tidak terjaga secara memuaskan bagi seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok negeri.

Struktur ketahanan pangan yang "mengandalkan sepenuhnya pada infrastrukturlpranata pasar", dianggap sebagai 'bangun" yang kurang kukuh dalam menjaga kelersediaan pangan secara merata hingga ke lapisan sosial terbawah dan kawasan terpencil yang sulit dijangkau. Oleh karenanya, diperlukan mekanisme-mekanisme alau kelembagaan selain pasar yang bisa bekerja secara efektif dalam menjamin setiap anggota masyarakat dari resiko rawan-pangan dan gizi buruk. Mekanisme-mekanisme ketahanan pangan lokal menjadi alternatif ke arah itu. Pranata "alternatif yang lokalistik dan "berbasis non-pasar" ini penting untuk dihadirkan demi mereduksi derajat resiko kerawanan pangan dan susceptibility terhadap gizi buruk. Mekanisme pengaturan pangan alternatif tersebut juga bisa mengimbangi peran pasar seandainya di tingkat nasional terjadi "guncangan stabilitas" pasokan dan permintaan pangan yang sangat mengganggu. Intinya, dengan dibangun serta dihidupkannya kembali kelembagaan pangan lokal, maka struktur ketahanan pangan masyarakat menjadi makin kokoh, karena kini ia tidak hanya mengandalkan pada institusi tunggal (single institution and mechanism).

Pada dasarnya, persoalan kerawanan sistem ketahanan pangan di tingkat mikro-lokal yang disebabkan oleh karena ketiadaan mekanisme-mekanisme ketahanan pangan asli di tingkat komunitas lokal (desa-kampung) hingga tingkat rumah tangga, diduga kuat berkaitan dengan "hancurnya kelembagaan pangan lokal" yang selama ini sebenarnya telah tumbuh. Dalam pada itu, kelembagaan rumah tangga sebagai basis "terakhir-dan-terkecil" sistem ketahanan pangan dimana individu-individu memperoleh jaminan kecukupan pangan, pun seolah "bekerja" sendirian dalam mempertahankan status pangan, persoalan rawan pangan dan gizi-buruk para anggotanya. Kerenlanan ketahanan pangan pada aras-masyarakat terkecil ini sangat terkait kuat oleh kebijakan dan strategi ketahanan pangan yang ditempuh oleh Negara di aras nasional hingga aras meso-regional. Bila, ternyata "tata-kelembagaan pangan" pada aras

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 35

Page 67: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

nasional dan regional sulit menopang sistem ketahanan pangan lokal (desa hingga rumah tangga), maka peFtanyaan yang muncul kemudian adalah: perlukah dirumuskan kembali "'tata-kelembagaan pangan berbasis kekuatan-kekuatan lokal" yang efektif menangkal persoalan rawan pangan dan gizi buruk? Bagaimana cara menempuh strategi tersebut? Apa persoalan kritikai yang dihadapi oleh desalkomunitas lokal dalam mencapai status ketahanan pangan yang berbasiskan pada kekuatan kelembagaan lokal itu? Apakah kelumpuhan kelembagaan pangan asli yang selama ini telah bekerja secara efektif hingga ke lapisan sosial miskin dan kawasan terisolasi menjadi saiah penyebab munculnya gizi buruk dan rawan pangan di tingkat nasional? Dari sinikah titik untuk menata kembali tata- kelembagaan pangan harus diawali?

Diskursus terkini tentang sistem ketahanan pangan yang dipandang dari perspektif "sistem tata kelembagaan" dan sosiologi pangan, secara bersama-sama mengarah pada satu tiiik-kesimpulan yang sama, yaitu: bahwa fenomena gizi buruk dan rawan pangan yang lerjadi di Indonesia lebih ban yak disebabkan oleh lumpuhnya kelembagaan adat dan kelembagaan asli sistem pangan di aras lokal. Dengan pandangan ini, maka penjelasan persoalan kerawanan pangan dan gizi buruk di Indonesia bergeser dari "ranah" teknis produksi kepada "ranah" sosio-budaya. Terdapat banyak faktor sosio- politik-budaya yang bertanggung jawab terhadap "proses pelumpuhan" kelembagaan lokal penopang sistem ketahanan pang an, diantaranya:

1. Secara kultural-institusional, kelembagaan penjaga stok pangan asli menghadapi tantangan dan desakan luar biasa atas desakan dan kehadiran sistem pangan formal. Rasionalisme distribusi pangan berbasiskan "pasar" yang diperkenalkan secara meluas dan didukung oleh negara telah menggerus trust dari komunitas lokal akan arti pentingnya kehadiran kelembagaan asli. Ada persoalan "cultural-survival' yang harus dihadapi oleh komunitas lokal dalam memperjuangkan kembali-tumbuhnya dan kehadiran- dan-keberiungsian kelembagaan pangan lokal seperti "lumbung" atau "leuwit" di masa lalu. Tantangan terberat secara kultural adalah menghidupkan kembali "slate of mind' (yang selama ini luntur) dan berguna melandasi keyakinan akan pentingnya kehadiran kelembagaan asli disamping mekanisme-mekanisme

36 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 68: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

pertukaran berbasis pasar dalam distribusi pangan. Secara kultural, perlu menciptakan "ruang alternatif' bagi tumbuhnya rasionalisme-logik "selain incentive behaviorism rationality" a/a pasar dalam masyarakat dan negara. Rationalitas ini, secara operasional mewujud dalam kelembagaan "selain pasar" yang selanjutnya berfungsi sebagai penjaga stoWketersediaan pangan yang penting dalam budaya masyarakat lokal. Artinya, tantangan terbesar dalam ha1 ini adalah me-reformasi tata-pemikiran yang melandasi eksistensi infrastruktur kelembagaan pangan di tingkat lokal.

Persoalan struktural yang dihadapi oleh kelembagaan pangan lokal adalah benturannya terhadap sistem ketahanan pangan formal dan "struktur-struktur" ketahanan pangan nasional (pasar) yang bekerja di tingkat lokalitas. Struktur-struklur formal tersebut (pasar), ternyata tidak mampu "menjangkau" dan "dijangkau" oleh sebagian komunitas lokal, sehingga akses pangan menjadi tidak merata. Gizi buruk dan rawan pangan dalam konteks strukturalisme adalah kegagalan pasar (market-failure) dalam mendistribusikan pangan dan memberikan akses pangan bagi semua pihak sehingga pangan tersedia setiap saat dan di setiap lokalitas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pasar tidak "friendly" terhadap lapisan miskin di pedesaan dan komunitas yang secara spasial terisofasi dan sulit dijangkau. Tantangan revitalisasi kelembagaan pangan lokal, adalah 'hengisi ruang-kosong" yang selama ini tidak pernah ("gaga!") dimasuki oleh kelembagaan pasar dalam sistem pengadaanldistrbusi dan jaminan pangan.

Aspek sosio-psikologis yang dihadapi oleh kelembagaan pangan lokal adalah penghargaan dan pengakuan (social recognition) terhadap kelembagaan pangan lokal yang rendah. Regime stok pangan nasional yang "'terpusat" dan dianut oleh negara selama ini, tidak memberikan ruang memadai dan memungkinkan bagi kelembagaan pangan lokal untuk berkembang dengan baik. Era otonomi daerah yang diharapkan membawa "angin segar" perubahan pola pengelolaan ketahanan pangan yang febih decentralized dan menghargai aset "kelembagaan lokal" ternyata mengalami kegagalan untuk mengangkat modal sosial pangan lokal untuk berkembang. Apa yang terjadi, justru sebaliknya,

Fo rum K e r j a Penganeka ragaman P a n g a n 37

Page 69: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l l l P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

ketergantungan terhadap "pusat" (baca: BULOG) dalam sistem distribusi pangan makin terasa kuat.

4. Pada aspek sistem tata-kelola pangan ("food governance system") dijumpai komitmen pendanaan daerah yang rendah terhadap kelembagaan pangan lokal. Otonomi daerah memberikan dampak khusus terhadap sistem ketahanan pangan di daerah, dimana Pemerintah KabupatenlKota, lebih menyibukkan diri untuk menangani persoalan penggalangan dana bagi pembangunan daripada memikirkan sistem pangan berbasiskan kekuatan lokal. Pola kemitraan dalam sistem ketahanan pangan yang melibatkan "'Negara, Swasta dan Masyarakat Sipil" pun belum terbenluk di banyak daerah. Kenyataan ini mempersulit proses penyusunan langkah strategik ketahanan pangan regional. Dengan kata lain, selama kemitraan antara tiga pihak tersebut tidak terbentuk, maka sulit diharapkan tersusunnya strategi ketahanan pangan yang "firm" berbasiskan pada proses dialog, saling-pengertian, apresiasi, dan mutual- respect.

Persoalan-persoalan ketahanan pangan yang sangat kompleks dengan derajat kerumitan yang khas di setiap aras analisis - rnakro- meso-mikro -, menyebabkan pemecahan masalah rawan pangan dan gizi buruk fsebagai derivat dari persoalan ketahanan pangan), tidak mudah untuk dicarikan solusinya. Apa yang dihasilkan dalam sidang "xperi-meeting" tenfang pencegahan rawan pangan dan gizi buruk dari sudut-pandang sosio-budaya di Jakarta pada 21 Nopember 2005 dapat disarikan secara ringkas dalam uraian berikut.

1. Isu Kritikal Kelernbagaan dan Tantangan ke Depan

Dari perspektii sosio-budaya, ketidakberdayaan peran kelembagaan dalam menjamin ketersediaan pangan menjadi titik paling krusial sistem ketahanan pangan secara keseluruhan. Ketidakberdayaan kelembagaan terjadi di berbagai aras, mulai dari tingkat nasional, daerah hingga tingkat lokalitas. Kembagaan-kelembagaan tersebut meliputi:

38 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 70: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l l i P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

(1) Pada aras birokrasi pemerintahan, banyak dijumpai ketidakberfungsian kelembagaan yang relevan dalam pengembangan sistem ketahanan pangan. Di daerah, Dewan Ketahanan Pangan dinilai tidak berdaya secara fungsional dan secara poiitis dalam memperjuangkan strategi penjaminan akses pangan bagi semua orang. Pada sisi lain, pemerintah daerah dinilai kurang menunjukkan komithen dan pemihakannya tehadap eksistensi kelembagaan lokal pangan di daerah masing-masing. Pada tataran operasionalisasi kerja deparlemen teknis, ketiadaan fasilitator-fasilitator lapangan (yang dahulu diperankan oleh para penyuluhf, juga telah menggangu proses inisiasi gagasan dan revitalisasi kelembagaan lokal.

(2) Pada aras masvarakat sipil, ban yak dijumpai fakta memudarnya kepercayaan mereka terhadap "kelembagaan pangan dan gizi berbasiskan komunitas lokal" bentukan negara semasa Orde Barn (Orba) seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga), Dasa Wisma, dan sebagainya. Tampaknya, atmosfer kehidupan politik era reformasi yang secara tegas menolak kehadiran semua produk-kelembagaan di masa Orba, telah rneminggirkan dan melumpuhkan peran kelembagaan-kelembagaan tersebut.

(3) Pada aras swasta, dijumpai fakta masih lemahnya komitmen sektor swasta pada fungsi pelayanan terhadap masyarakat di bidang gizi dan pangan. Hanya ada beberapa perusahaan yang bisa disebutkan, telah menunjukkan komilmennya pada perbaikan status gizi masy ara kat helalui program Communify Social Responsibility (CSR) mereka. Di masa depan ada harapan perlunya menggagas lebih konstruktif mekanisme-mekanisme kerjasama "public-private-local communify parinership" untuk menekan resiko rawan pangan dan terjadinya gizi buruk di suatu lokalitas.

(4) Pada aras manaiemen kelembasaan pansan lokal, proses advisory and assistance (pendampingan) masih dijumpai status local institufional governance (indikator: transparan, akuntabel, bertanggung jawab) yang memprihatinkan. Di masa lalu, dalam banyak kasus dijumpai kenyataan bahwa Posyandu dan PKK hanyalah aksesori-kelembagaan pemerintahan desa, sehingga aktivitas riil-nya sebagai aksi-kolektif pemberdayaan gizi dan pangan di masyarakat dikesampingkan. Kegiatan dan peiforma kerja

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 39

Page 71: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

kelembagaan dilaporkan melalui data sebatas 'asal bapak senang", dimana angka-angka indikator aktivilas kelembagaan bisa dimanipulasi.

(5) Pada aras kebiiaksanaan panqan nasional dan reqional, dijumpai political-relucfance terhadap proses implementasi kebijakan keanekaragaman pangan. Jikalaupun ada political sfafemenf ke arah itu, maka sifatnya hanyalah basa-basi politik yang bersifal retorika demi memuaskan sementara pihak semata-mata. Demikian juga, penguatan kelembagaan pangan lokal yang juga telah disuarakan oleh beragam kalangan, pun direspons secara minimal dalam sistem kebijaksanaan pangan nasional. Dalam ha1 ini, perjuangan di "wilayah politik menghadapi kerumitan tersendiri, terutama sejak otonomi daerah. Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota dinilai terlalu terkooptasi pada persoalan-persoalan struggle for governmenfal existence, daripada memikirkan derajat kecukupan pangan dan gizi masyarakatnya.

(6) Pada aras tata-orqanisasi pangan, "ketiadaan akses" langsung bagi universitas sebagai institusi yang dinilai netral untuk terlibat dalam sistem ketahanan pangan juga menjadi salah satu permasalahan tersendiri, Ke depan, universitas diharapkan berfungsi sebagai perekat semua sfakeholders pangan yang membawa beragam kepentingan itu.

(7) Pada skala mikro rumah lanssa komunitas lokal (sebagai bagian dari tata-masyarakat sipil) ditemukan fakta bahwa di beberapa komunitas tertentu, masih dijumpai pemahaman nilai-nilai kultural pengasuhan anak yang sangat bias terhadap jender perempuan. Anggapan bahwa persoalan pemenuhan gizi adalah tanggung jawab isteri telah menyebabkan peran suami sangat kurang dalam upaya menekan resiko gizi bumk (pada aras rumah tangga). Dalam kasus seperti ini, pendekatan reformasi kelembagaan saja tidak cukup, tanpa disertai proses pendidikan.

Setiap aras-analisis ("wilayah persoalan") yang dikemukakan di atas, bukan berarti terletak dalam konstelasi terpisah dan terisolasi dengan alau terhadap aras-analisis yang lain. Kesemua wilayah persoalan di atas terjalin satu sama lain, membenluk kompleksitas persoalan ketahanan pangan yang sangat rumit. Ada persoalan yang bersifat cross-cuffing melintasi batas-batas daerah, lokalitas, dan "wilayah

40 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 72: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

persoalan". Kelembagaan seperti PKK, misalnya, ada baik di tingkat nasional, daerah, hingga tingkat desa (lokal). Demikian juga dengan Dewan Ketahanan Pangan. Perguman Tinggi (universitas) juga merupakan kelembagaan yang penting yang berkaitan dengan ketahanan pangan, yang bisa berada pada tingkat nasional maupun daerah. Keberadaan LSM, seperti World Vision bahkan beroperasi pada tingkat internasibnal hingga ke tingkat akar rumput di desa. Dalam kondisi demikian, proses pemecahan masalah di tingkat lokal saja tidak akan mencukupi, selama di tingkat '"supra-lokal" jalinan persoalan "antar- wilayah-persoalan" tidak terpecahkan dengan baik.

Ada banyak permasalahan yang teridentifikasi dalam diskusi ini, yang menyebabkan sulitnya mewujudkan ketahanan pangan dan pencegahan gizi buruk. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

(1) Kuranqnya perhatian dan komitmen pemerintah. Dalam diskusi ini terungkap kurangnya perhatian dan komitmen dari Pemerintah Daerah terhadap persoalan ketahanan pangan dan gizi. Terlebih lagi, Pemerintah Daerah sedang disibukkan dengan umsan Pilkada. Akibatnya, masalah pangan dan gizi diabaikan. Selain itu, kurangnya perhatian dan komitmen ini nampak pula dari kebijakan menyangklrt lahan pertanian. Di berbagai daerah, temtama di Jawa, konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian terus terjadi. Lahan yang subur justru digunakan untuk kegiatan non-pe~anian. Hal ini sudah barang tentu melemahkan ketahanan pangan lidak saja secara mikro, tetapi juga secara meso maupun makro nasional.

(2) Kurangnya dana. Kurangnya perhatian dan komitmen dari berbagai pihak juga tercermin dari kurangnya dana bagi upaya-upaya mewujudkan ketahanan pangan dan gizi. Seperti diakui oieh beberapa peseria diskusi, alokasi dana untuk program-program ketahanan pangan kurang. Dana ini periu ditanggung bersama oleh berbagai pihak. Posyandu, misalnya, memerlukan dana dari pemerintah, tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat saja. Pemerintah perlu melakukan investasi.

Forum K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 41

Page 73: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

(3) Tuqas aparat pemerintah vanq tidak fokus. Di daerah tertentu, misalnya Sumatera Selatan, BadanlDewan Ketahanan Pangan dirasa tidak mempunyai tugas yang terfokus dan jelas. Badan ini layaknya "seperti keranjang sampah" persoalan, yang menampung berbagai jenis kegiatan yang seringkali bahkan tidak terkait langsung dengan masalah ketahanan pangan. Mereka bekerja secara "serabutan". Di daerah yang lain, pegawai Dewan Ketahanan Pangan ini datang ke kantor hanya nonton TV, karena tidak aha kegiatan yang jelas yang perlu dilakukan. Dikatakan oleh beberapa peserta bahwa Dewan Ketahanan Pangan ini tidak berdaya, akibat "wilayah kerjanya" yang memang bukan di bidang "teknis-operasional".

(4) Sindroma kompafiementalisme. Pola pikir yang bersifat sektoral dan berbasis komoditas juga menjadi masalah tersendiri. "Kotak-kotak sektoral masih terasa", kata seorang peserta diskusi. Hal ini menimbulkan ego-sekforal yang pada gilirannya tidak menghasilkan suatu program yang hamonis dan terkoordinasi dengan baik. Masalah data saja bisa membuat "ribul" antara instansi satu dengan yang lain, ketika data dari masing-masing instansi tersebut disandingkan. Suatu instansi juga bisa "merambah" ke bidang instansi yang lain, tidak sesuai dengan tugas dan fungsi (tupoksi)-nya.

(5) Nilai budava. Ketahanan pangan dan gizi juga menyangkut masalah nilai-nilai budaya. ltulah sebabnya sehingga gizi buruk bisa dijumpai di daerah-daerah yang cukup atau berlebihan bahan pangannya seperti di NTB dan Sumba Barat (NTT), misalnya. Di suatu daerah di Sirmba Barat, masyarakatnya "tidak miskin-miskin amat, Pendapatan Asli Daerahnya juga tinggi", tetapi di sana Ierdapat persoalan gizi buruk yang parah. Di daerah tersebui ternyata hewanlternak lebih digunakan unluk simbol upacara perkawinan (sebagai mas kawin). Sementara di daerah Gunung Kidul masyarakat menganggap bahwa menyumbang itu lebih penting daripada memenuhi kebutuhan makanan untuk keluarga. Selain itu, perhiasan juga dianggap lebih penting daripada makanan. Catatan lain yang menyangkut sistem nilai ini adalah masalah moral atau mentalitas petugas. Sebagai contoh, data tentang berat badan anak bisa "disesuaikan" oleh petugas penimbangan di Posyandu. Persoalan mentalitas yang berkaitan dengan data ini juga berlaku di berbagai instansi dan berbagai level. lni merupakan "awal dari kehancuran" ketahanan pangan dan status gizi masyarakat di daerah.

42 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 74: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

3. Strategi dan Langkah Rekonstruksi Kelernbagaan Soslal Pangan

Diskusi tim ahli sosial dan pangan ini dibagi menjadi dua bagian, yakni bagian pertama yang mengidentifikasi isu-isu kritikal kerawanan pangan dan gizi buruk, sedangkan bagian kedua difokuskan pada upaya mencari solusi bagi upaya revitalisasi kelembagaan sosial pangan (asli) guna menopang sistem ketahanan pangan nasional. Namun sebenamya, ide-ide tentang langkah dan strategi untuk melakukan revitalisasi kelembagaan sosial pangan dan gizi tersebut juga muncul dalam diskusi tahap pertama. Oleh sebab itu, apa yang dikemukakan disini adalah hasil dari keseluruhan diskusi tersebut. Beberapa langkah dan strategi yang perlu dilakukan dalam rangka merekonstruksi kelembagaan sosial pangan demi tertanganinya masalah rawan pangan dan gizi buruk adalah:

(1) Pada aras tata-kelembaqaan nasional. Pada tataran nasional beberapa ha1 yang bisa segera dilakukan adalah membenahi seluruh persoalan yang berkaitan dengan rawan pangan dan gizi buruk dari berbagai sudutlaspek sebagaimana isyu kritikalnya telah diidenfikasi di alas.

(2) Pada aras tata komunikasi pendidikan panqan nasional, perlu dilakukan proses sosialisasi pemahaman terhadap persoalan rawan pangan dan gizi buruk yang memanfaatkan beragam saluran komunikasi. Pemahaman masalah ketahanan pangan bisa dimulai dari aras pendidikan formal hingga komunikasi publik melalui pemanfaatan media massa dalam mengkampanyekan penganekaragaman pangan. "Penghancuran" peran strategis pangan lokal seperli jagung, sagu, dan ubi, misalnya tidak boleh terulang lagi. fmages buruk terhadap sumber pangan lokal (ubi kayu, ketela, dan sebagainya) harus diubah secara sungguh-sungguh demi terbangunnya sistem ketahanan pangan yang kokoh di rnasa depan. Selain itu, produk-produk perikanan juga penting untuk dipromosikan untuk menopang sistem ketahanan pangan dan gizi ini.

(3) Pada aras tata-kebiiakan nasional panaan, perlu dipikirkan untuk merumuskan Undang Undang atau Peraturan Pemerintah yang mendukung penguatan ketahanan pangan dan gizi. Dalam ha1 ini iermasuk peraturan yang mencegah konversi lahan pertanian kepada peruntukan selain pertanian. Alokasi anggaran atau dana yang memadai bagi lembaga-lembaga ketahanan pangan dan gizi juga

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 43

Page 75: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n P -

perlu dilakukan melalui berbagai pengaturan yang dibuat secara konstruktif.

(4) Pada aras tata-kelembasaan reaional, dilakukan penguatan posisi kelembagaan Dewan Ketahanan Pangan Daerah. Dewan ini hendaknya diberi tugas yang fokus dan jelas, dan didukung oleh dana yang memadai pula. Selain itu, kelembagaan Penyuluhan Pertanian perlu direvitalisasi kembali keberadaannya.

(5) Pada aras tata-wilavah panQan Dada komunitas lokal, perlu segera dirintis satuan-satuan spasial yang memiliki sistem kemandirian pangan yang andal. Konsep "Desa Mandiri Pangan" perlu dicoba sebagai perintisan ke arah terbentuknya lokalitas dengan ketahanan pangan yang tinggi.

(6) Pada aras kelembagaan lokal "eks bentukan Nesara", perlu dilakukan revitalisasi peran Posyandu. Revitalisasi Posyandu dapat dilakukan melalui kerjasama dengan perusahaan swasta seperti lndofood atau perusahaan lainnya, LSM seperti Worjd Vision, Perguruan Tinggi, serta Lembaga Penelitian. Revitalisasi Posyandu perlu dilakukan secara kreatif dengan menambah variasi kegiatan di Posyandu, misalnya menyediakan makanan tambahan, pelayanan kesehatan oleh dokter, penyediaan tempat bermain bagi anak-anak. Untuk itu ketersediaan dana mutlak diperlukan, termasuk untuk memberikan insentif kepada pada "kader" yang menlalankan kegiaian di Posyandu tersebut.

(7) Pada aras kelembaqaan lokal asli, perlu dilakukan revitalisasi lumbung desa, arisan dan sejenisnya. Untuk melakukan revitalisasi kelembagaan-kelembagan sosial ini, perlu dilakukan proses pendampingan, advokasi, dan asistensi baik oleh pemerintah daerah maupun Perguruan Tinggi (termasuk para mahasiswa), serta Lembaga Swadaya Masyarakat ataupun Swasta.

(8) Pada lembasa keluaraa atau rumah tangga perlu dilakukan upaya terciptanya kesetaraan jender dalam pola asuh anak. Pengalaman menunjukkan bahwa keterlibatan bapak atau ayah dalam menangani gizi anak, memberikan hasil yang lebih baik daripada poia asuh anak hanya mengandalkan pada ibu saja.

Perlu dicatat bahwa dalam melakukan revitalisasi berbagai kelembagaan sosial pangan tersebut (butir 6 dan 7) , maka pendekatan

- -

44 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 76: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 P e n g a n e k a r a a a m a n P a n o a n

yang bersifat boffom-up (partisipatif) sangatlah penting. Masyarakat perlu diberdayakan dan ikut serta daiam keseluruhan proses penguatan kelembagaan tersebut untuk menjamin kesinambungan (sustainability) dari kegiatan yang ditawakan secara operasional. Pengalaman di masa lalu dengan pola pendekatan yang sangat top-down, ketidakterlibatan masyarakat lokal menyebabkan runtuhnya kelembagaan-kelembagaan semacam itu betsamaan dengan selesainya masa komitmen suatu program.

De Janvry, A. Et.al. 2001. Access to Land, Rural Poverty, and Public Action. Oxford University Press. Oxford, UK.

Hodinott, J. 1999. Operationalizing Household Food Security in Developing Projects: An Introduction. IFPRI. Washington D.C.

Maxwell, S and Frankenberger, T. 1992. Household Food Security: Concepts, Indicators, Measurements. (FAD. Rome

Sajogyo, et.al. 2993. Kerniskinan dan Pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 45

Page 77: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

46 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 78: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n n L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

dalarn Rekonsmksl Melembgaan W i a l Penanganan dan Pen~egahan Wawn Pangan dan Gld Buwk

Dr. Hand@@ P. ~aehman" dadan husi Fausia, M.E~.~ '

"Ahli PeneIiti Madya, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijkan Pertanian,

Departemen Perianian

"Sekretaris Pusat Studi Pembangunan Perlanian Pedesaan, instiTut Perfanian Bogor

Di Indonesia, peningkatan ketahanan pangan me~pakan salah satu program utarna nasional sejak satu dasawarsa yang ialu. Hal ini terkait dengan komitmen negara sebagai salah satu penanda tangan kesepakatan dalam MDGs (MiIIennium Development Goals) yang sejalan dengan Deklarasi Roma dalarn World Food S u m i f tahun 1996 yang menegaskan bahwa diharapkan dari 800 juta penduduk dunia yang kelaparan dapat dikurangi separuhnya pada tahun 2015.

Kebijaksanaan peningkatan ketahanan pangan yang ditetapkan dalam kerangka pembangunan nasional berimpiikasi bahwa pengkajian ketahanan pangan sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan menjadi penting. Ketersediaan pangan di tingkat nasional yang cukup tidak rnenjamin adanya ketahanan pangan di tingkat wilayah (propinsi atacr kabupaten) dan tingkat rumah tanggalindividu. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya berbagai insiden gizi buwk dan busung lapar di beberapa daerah di Indonesia.

Ketahanan pangan di suatu wilayah mempunyai sifat multidimensional, yang ditentukan oleh beFbagai faktor ekolqis, sosial ekonorni dan budaya seda melibatkan behagai sektor dan pelaku yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Berdasarkan kenyataan tersebut, adalah penting unluk meningkatkan kepedulian dan padisipasi masyarakat dalam penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi bumk. Oleh karena itu upaya melakukan rekontnrksi keiembagaan sosial penanganan

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 47

Page 79: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l ! I P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

dan pencegahan rawan pangan dan gizi bumk menjadi relevan untuk dilakukan.

Departemen Pertanian (1999) telah menetapkan isu ketahanan pangan sebagai sarah satu fokus utama kebijaksanaan operasional pembangunan pertanian dalam Kabinet Persatuan Nasional, dan komitmen ini dilanjutkan dalam Kabinet Gotong Royong maupun Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009). Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah diperoleh rumah tangga, aman dikonsumsi dengan harga lerjangkau. Dalam ha1 ini ketahanan pangan mencakup komponen: (1) ketersediaan pangan, (2) distribusi dan konsumsi pangan, (3) penerimaan oleh masyarakat, (4) diversifikasi pangan, dan (5) keamanan pangan.

Sejarah membuktikan bahwa ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan atau ketahanan nasional. Selain itu, ketahanan pangan dalam arti keterjangkauan pangan juga berkaitan erat dengan upaya peningkatan mutu sumberdaya manusia Indonesia. Tanpa dukungan pangan yang cukup dan bermutu, tidak mungkin dihasilkan sumberdaya manusia yang bermutu, karena itu membangunan sistem ketahanan pangan yang kokoh merupakan syarat mutlak bagi pembangunan nasional.

Kejadian rawan pangan dan gizi buruk mempunyai makna politis yang negatif bagi penguasa. Bahkan di beberapa negara berkembang, krisis pangan dapat menjatuhkan pemerinlahan yang sedang berkuasa. Namun demikian, tanggung jawab penr~ujudan ketahanan pangan tidak dapat ditangani sepenuhnya oleh pemerintah. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dan swasta dalam mewujudkan ketahanan pangan merupakan bagian tak terpisahkan dengan kebijakan dan program pemantapan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan ha1 tersebut, adalah penting untuk melakukan rekonstnrksi kelembagaan sosial penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi bumk. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat membantu pengambil kebijakan dalam menetapkan prioritas sasaran program intervensi pangan dan gizi untuk

48 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 80: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

mendukung ketahanan pangan suatu wilayah dan upaya menurunkan jumlah penduduk rawan pangan dan gizi buruk.

Mengingat pentingnya pangan dalam kaitannya dengan hajat hidup orang banyak, isu-isu penting mengenai ketahanan pangan selalu dibahas dalam berbagai bagian integral pembangunan nasional dan dijadikan sebagai fokus utama kebijakan pembangunan pertanian. Sehubungan dengan peran strategis dari pangan tersebut maka secara historis telah dibentuk lembaga yang secara khusus menangani pangan nasional, yaitu BUKP (Badan Urusan Ketahanan Pangan) pada tahun 2000 dan tahun 2001 BBKP (Badan Bimas Ketahanan Pangan) serta BKP (Badan Ketahanan Pangan) pada tahun 2005 dibawah koordinasi Departemen Pertanian. Dengan dibentuknya lembaga yang secara fokus dan khusus menangani ketahanan pangan maka diharapkan dapat terbangun keterjaminan ketahanan pangan di tingkat nasional (makto dan mikro) sesuai dengan definisi dari ketahanan pangan itu sendiri yaitu tedaminnya pangan dalarn jumlah yang cukup dengan kualitas memadai, harga yang terjangkau bagi setiap orang pada setiap waktu yang dibutuhkan.

Ketahanan pangan meliputi aktivitas yang berhubungan dengan ketersediaan (availability) yang mencakup aspek produksi dan distribusi, aspek aksesibilitas (accessabilify) yang mencakup kemudahan untuk mendapatkannya baik dari segi fisik rnaupun daya beli seFta mencakup stabiiitas pengadaan (stability) yang sangat berhubungan dengan dimensi waktu. Untuk dapat. mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan (food security), maka keterkaitan berbagai aspek yang dibangun secara fundamental harus dirancang baik dalam ha1 teknologi, sosiaf-budaya, politik dan juga aspek ekonomi.

Untuk aspek ekonomi, ketersediaan dan aksesibilitas menjadi target fokus daram konteks ketahanan pangan dan dalam kaitannya dengan aspek tersebut berbagai peran keiembagaan ekonomi, baik dalam tataran pengarnbil kebijakan fpemerintah), swasta dan rumah tangga harus terbangun secara sinergi. Untuk itu, diskusi yang membahas mengenai peran aspek ekonomi dalam ketahanan pangan menjadi sangat relevan dilakukan dalam rangka "Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk" di Indonesia.

Fo rum Ke r j a Penganeka ragaman Pangan 49

Page 81: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a i I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

3. Tujuan dan Kkluaran

Berdasarkan latar belakang dan justifikasi seperti diuraikan di atas, diskusi kelompok kerja ini bertujuan untuk :

(1) Mengidentifikasi kelembagaan ekonomi serta peluang-peluang kegiatan kewirausahaan di masyarakat yang berpotensi untuk meiakukan penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

(2) Mengidentifikasi kegiatan dan peran masing-masing kelembagaan ekonomi dan kegiatan kewirausahaan yang teiah teridentifikasi tersebut dalam melakukan penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

(3) Merumuskan mekanisme dan prosedur kerja dan keterkaitan keqasama antara kelembagaan ekonomi dan kegiatan kewirausahaan masyarakat dengan Iembaga pemerintah dalam penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

(4) Merumuskan saran dan rekomendasi kepada pengambil kebijakan dalam penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

Keluaran dari sidang kerja kelompok ini adalah :

(1) Hasil idenlifikasi kelembagaan ekonomi dan peluang-peluang kegiatan kewirausahaan di masyarakat yang berpotensi untuk meiakukan penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

(2) Hasil identifikasi kegiatan dan peran masing-masing kelembagaan ekonomi dan kegiatan kewirausahaan yang telah teridentifikasi tersebut dalam melakukan penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

(3) Rumusan mekanisme dan prosedur kerja dan keterkaitan kerjasama antara kelembagaan ekonomi dan kegiatan kewirausahaan masyarakat dengan lembaga pemerintah dalam penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

(4) Rumusan saran dan rekomendasi kepada pengambil kebijakan dalam penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

50 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 82: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n - -

1. ldentifikasi Kelernbagaan Ekononti yang Potensial bagi Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk

ldentifikasi kelembagaan ekonomi yang ada di masyarakat dan berpotensi untuk berperan serta dalam upaya penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk temyata sangat bervaiasi antar daerah, antar waktu, dan dengan bentuk serta jumlah yang sangat banyak. Padahal sesuai dengan fakta yang ada, rawan pangan dan gizi buruk dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Untuk itu, upaya penanganan dan pencegahannya juga sangat berbeda sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Dengan demikian penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk tidak dapat dilakukan secara generik, tetapi perlu disesuaikan dengan faktor yang menyebabkan terjadinya rawan pangan dan gizi buruk tersebut.

Berdasar fakta seperti itu, maka peserta diskusi sepakat untuk melihat penanganan masalah rawan pangan dan gizi buruk ini dari sisi yang fain, yaitu bagaimana memberdayakan kelompok rumah tangga rawan pangan dan gizi buruk tersebut untuk dapat melakukan kegiatan ekonomi agar mereka mampu menolong diri sendiri. Dalam ha! demikian, diperlukan fasilitas dan dukungan yang kondusif dari masyarakat yang pedufi (pentingnya menggalang solidaritas sosial) dan bantuan dari pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha (swasta). Beberapa syarat dan kondisi yang diperlukan dalam upaya memberdayakan kelompok rawan pangan dan gizi buruk tersebut adalah:

(1) Pembentukan atau pemberdayaan kelembagaan (ekonomi) lokal tersebut harus berdasarkan pada kebutuhan komunitas setempat.

(2) Didukung dan sesuai dengan sumberdaya lokal yang ada.

(3) Kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan industri pedesaan berbasiskan pada sumberdaya lokal merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh, namun demikian pengembangan tersebut harus bersifat lokal spesifik, dan tidak bersifat generik.

(4) Untuk wilayah pedesaan bisa diterapkan pengembangan pola family farming yang bersifat lokal spesifik dengan mengembangkan komoditas unggulan daerah setempat yang potensial dan memiliki

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 51

Page 83: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n o L o k a k a r v a N a s i o n a l I I P e n q a n e k a r a g a m a n P a n g a n

prospek pasar' baik. Sedangkan untuk daerah perkotaan dapat dikembangkan usaha-usaha di sektor informal.

2. Pendekatan Ekonomi elan Sosial dalam Penanggulangan Kerawanan Pangan dan Glzi

Dalam rangka mencapai ketahanan pangan dalam tataran makro, meso maupun mikro (rumah tangga), kompleksitas yang dihadapi di setiap daerah di Indonesia sangatlah beragam. Dengan memperhatikan kondisi ini, maka program yang bersifat generik akan sangat tidak efektif untuk diimplementasikan. Pendekatan dan kebijakan yang hams diterapkan dalam mewujudkan ketahanan pangan disetiap regionldaerah seharusnya sangat memperhatikan aspek pasar dan juga sumberdaya ekonomi lokal yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Ketahanan pangan di suatu daerah hanya akan dapat tervvujud jika mekanisme pasar sudah berjalan dengan baik dimana infrastruktur kelembagaan, infrastruktur ekonomi, sarana dan prasarana mobilisasi berbagai komoditas sudah tersedia dengan cukup baik. Selain itu, insentif ekonomi agar kerawanan pangan dapat ditanggulangi juga merupakan ha! yang harus dipertimbangkan dalam merancang kebijakan ketahanan pangan, baik di tingkat nasional maupun rumah tangga.

Pendekatan ekonomi dan sosial dalam penanggulangan kerawanan pangan dan gizi hendaknya dilakukan secara menyeluruh, mencakup:

(1) penetapan model pembangunan di tingkat makro yang pro pada pemeraiaan dan kesempatan kerja.

(2) pemantapan persepsi pada tingkat makro, meso, dan mikro, tentang perlunya dibangun "image" yang disertai bukti-bukti empiris bahwa upaya mengalasi masalah kerawanan pangan dan gizi bukanlah ha1 yang konsumtif, namun merupakan "investasi jangka panjang".

(3) meningkatkan apresiasi terhadap pangan lokal (rekayasa sosial)

2.1. Penetapan Model Pembangunan di Tingkat Makro yang Pro pada Pemerataan dan Mesernpatan Kerja

Penetapan model pembangunan di tingkat makro hendaknya menggambarkan model-model pembangunan yang bukan hanya mengutamakan pertumbuhan, namun juga model pembangunan

52 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 84: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n - - yang lebih mengarahkan pada peluang kesempatan keja yang lebih luas, terutama di daerah yang relatif rawan terhadap pangan. Model pembangunan yang dirancang secara komprehensif hendaknya memperhatikan potensi lokal yang dimiliki baik dari segi pasar maupun sumbedayanya. Dengan menciptakan model-model kegiatan ekonomi yang berbasiskan pada pasar dan potensi lokal tersebut diharapkan akan tercipta sektor-sektor produktif yang selain akan meningkatkan ketersediaan pangan namun juga dapat memperbaiki daya beli dari para pelaku ekonomi dan juga masyarakat luas lainnya. Untuk daerah rawan pangan di pedesaan, pengeiolaan sumberdaya dengan konsep family farming adalah merupakan alternatif yang dapat ditawarkan. Selain itu pembangunan industri pedesaan yang berbasiskan pada sumberdaya lokal diharapkan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi daerah selain juga mencegah tejadinya migrasi ke perkotaan. Untuk daerah urban, kesempatan, peningkatan dan pembenahan pada aktivitas sektor infomal adalah alternatif solusi yang dapat ditawarkan guna meningkatan daya beii masyarakat terhadap pangan.

Secara konkret, dalam kaitannya dengan rawan pangan dan ketahanan pangan, sustainabiIity dari ketahanan pangan hanya akan terjaga jika kelembagaan masyarakat yang berperanpun dirancang sedemikian rupa sehingga lebih jelas lagi siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang menjalankan apa. Kewirausahaan ekonomi daerah, sebagai salah satu alternatif penyokong ekonomi daerah, hanya akan bejalan dengan baik di suatu wilayahlregion jika secara jelas dapat menciptakan nehorking yang cukup kuat antara UKM (Usaha Kecil Menengah) dengan perusahaan-perusahaan lebih besar lainnya.

Dalam konteks ekonomi wilayah, perusahaan besar sebetulnya memiliki responsibiliiy terhadap pengembangan usaha- usaha kecil terkait. Selain dari networking atau partnership yang dibangun antara UKM-UKM dengan perusahaan-perusahaan yang lebih besar, bentuk-bentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama) juga diharapkan dapat berperan dalam pengembangan ekonomi daerah, sebagai contoh adalah berkembangnya Dasa Wisma-Dasa Wisma dimana aktivitasnya bukan hanya dalam aspek sosial namun juga kegiatan-kegiatan ekonomi di daerah pedesaan. Kelembagaan

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 53

Page 85: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

ekonomi .di tingkat masyarakat akan lebih terjaga kesinambungannya jika juga berbasiskan pada pasar dan sumberdaya ekonomi lokal atau mengandung kearifan lokal yang secara turun temurun telah diakui eksistensinya.

2.2. Pernantapan Persepsi pada Tingkat Makro, Meso, dan Mikro: Pengatasan Masalah Merawanan Pangan dan Gizi Merupakan ""lnvestasi Jangka Panjang"

Salah satu permasalahan yang sering ditemui pada penentuan berbagai program dan kebijakan adalah adanya pengertian tentang quick yielding dari berbagai program dan kebijakan yang diimpiementasikan yang umumnya terkait dengan masa kekuasaan (4 tahun). Dalam kaitannya dengan menghindari dan menanggulangi rawan pangan dan gizi buruk, sangatlah tidak relevan jika hasil dari kebijakan terkait dapat terukur dalam jangka pendek. Perlu ditekankan pentingnya pengertian dan pemahaman yang sama dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam penganganan masalah rawan pangan dan gizi buruk adalah merupakan aktvitas investasi pada setiap taiaran pengambil kebijakan makro, meso dan mikro. Merubah persepsi ekonomi dari cost menjadi invesfmenf perlu dilakukan baik pada pemerintah, private maupun komunitas.

Secara operasional, kelembagaan ekonomi generik yang dapat berperan dalam ketahanan pangan nasional, regional maupun rumah tangga adalah pemerintahlpemda, komunitas (NGO, dll), serta rumah tangga dan perorangan. Ketiga kelompok lembaga tersebut dapat dikategorikan sebagai lembaga yang berperan sebagai lembaga ekonomi dan harus dipahami oleh ketiga kelompok lembaga ekonomi tersebut adalah bahwa kelahanan pangan yang diarahkan pada pencegahan gizi buruk bukanlah hanya sekedar "biaya" namun lebih bersifat aktivitas investasi. lnsentif ekonomi yang dapat dihasilkan dari investasi ini hanya dapat diketahui dengan memperhitungkan gain and losess yang dihasilkan dari suatu kondisi gizi buruk sebagai akibat dari rawan di suatu daerah. Dengan mengetahui dan mengerti secara pasti tentang kerugian yang akan dihadapi jika rawan pangan dan gizi buruk ini terjadi, maka diharapkan biaya apapun dan berapa besar dari biaya tersebut yang dikeluarkan saal ini diharapkan dapat menghasilkan dampak yang positif pada masa yang akan datang.

--

54 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 86: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

investasi yang dikeluarkan untuk rawan pangan dan gizi buruk adalah investasi jangka panjang karena behubungan langsung dengan kualitas sumberdaya manusia yang dihasilkan. Dalam kaitannya dengan ha1 ini maka rnerubah persepsi ekonomi dari biaya menjadi investasi adalah ha1 yang hams dilakukan dan dirnengerti bagi setiap lembaga yang terkait, termasuk masyarakat luas dan tingkat rumah tangga. Gambaran tentang besar kerugian negara akibat terjadinya gizi buruk (dan rawan pangan) dapat disimak pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Kerugian Ekonomi sebagai Masalah Gizi antara

Sumber : Konig (1995)

Guna meningkatkan peran ekonomi dalam mencapai sustainabililty ketahanan pangan di sualu daerah maka perlu dikembangkan upaya-upaya pemberdayaan ekonomi yang secara langsung ditujukan kepada kelompok sasaran, dengan phnsiplpendekatan sebagai berikut:

(1) Mengembangkan dan memperkuat kemitraan pemeilntah- swasta-NG0-masyarakat sasaran (public-private pahership).

(2) Menggali, mengembangkan dan memperkuat sumberdaya lokal (pangan dan non pangan) dalam aktivitas ekonomi, dengan mempertimbangkan keragaman karakterislik desa-kota, agro- ekosistem, budaya, dsb.

Page 87: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Rekayasa Sosial untuk Meningkatkan Apresiasi lerhadap Pangan Lokal

Pasar dan sumberdaya dapat secara sinergis menghasilkan sesuatu yang kemudian dapat dikonsumsi atau diutilisasi oleh semua pihak, termasuk masyarakat didalamnya. Persaingan antara berbagai produk yang dihasilkan dari luar daerah (luar negeri) dan dipasarkan pada pasar domestik dapat mengakibatkan berbagai gejolak dalam eksistensinya. Untuk ha1 ini berbagai kiat seyogyanya dilakukan, baik yang bersifat teknis, ekonomi maupun sosial. Sinergisme dari berbagai aspek tersebut sangat menentukan kesinambungan kondisi ketahanan pangan disuatu daerah. Untuk rekayasa teknis, berbagai kemampuan untuk meningkatkan produksi dan juga menciptakan nilai tambah produk merupakan ha1 yang seharusnya dapat dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Untuk ekonomi, berbagai bukli-bukti empiris yang menggambarkan gain yang diperoleh dari berbagai investasi yang mengarah pada peningkatan produktivitas, peningkatan kesehatan dl1 rnerupak ha1 yang secara pasli harus dilakukan. Untuk aspek sosial, saat ini yang perlu juga dilakukan adalah bagairnana meningkatkan apresiasi terhadap produk lokal. Dalam kaitannya dengan persaingan, maka berbagai kebijakan yang mengarah pada apresiasi dan peningkatkan konsumsi pangan lokal perlu dilakukan.

Selain dari segi program-program peningkatan konsumsi produk lokal, aspek edukasi tentang gizi di masyarakat juga perlu dilakukan. Reaktivasi dan revitalisasi kembali lembaga-lembaga seperti Posyandu, pemanfaatan lahan pekarangan dll, tampaknya dapat dilakukan kembali, tentunya dengan penyempurnaan- penyempurnaan program dan pemanfaatannya. Pemanfaatan iembaga semacam Posyandu hendaknya tidak lagi hanya ditujukan pada aktivitas perempuan namun juga pada keluarga secara keseluruhan.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 88: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n - 3. Kebijaksanaan Makro yang Kondusif: Saran dan Rekomendasi

Saran dan rekomendasi bagi pengambil kebijakan adalah bahwa upaya penanganan rawan pangan dan gizi buruk seperti di atas dapat berhasil hanya apabila didukung oleh kebijaksanaan makro yang kondusif. Untuk itu direkomendasikan untuk:

(1) Menerapkan model pembangunan ekonomi nasional yang tidak hanya mengejar tingginya pertumbuhan ekonomi semata namun lebih mengedepankan perluasan kesempatan keja dan peluang berusaha.

(2) Program bantuan pangan (seperti RASKIN) bagi kelompok rawan pangan dan gizi buruk tetap diperiukan. Peran pemerintah daerah dalam pengadaan dan penyaluran bantuan pangan sangat diperlukan. Bantuan pangan disarankan tidak hanya dalam bentuk beras, letapi pangan yang sesuai dengan potensi wilayah dan pola

. konsumsi pangan pokok penduduk setempat. Pengadaan pangan untuk bantuan tersebut perlu dikaitkan dengan upaya penyerapan pasar hasil produksi pangan wilayah setempat.

(3) Perlu pembagian tugas dan kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, propinsi, dan kabupatenlkota dalam upaya penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk. Pemerintah pusat diharapkan beperan dalam perumusan kebijakan dan program serta alokasi sumberdaya pembangunan. Pemen'ntah kabupatenlkota sebagai bertanggung jawab terhadap implementasilpelaksanaan program, sedangkan pemerintah propinsi bertanggung jawab terhadap distribusi dan monitoring dari pelaksanaan program penanganan rawan pangan dan gizi yang telah ditetapkan.

(4) Bentuk bantuan langsung tunai (BLT) periu dievaluasi kembali pelaksanaannya karena ha1 ini dipandang kurang mendidik kemandirian dan dalam jangka panjang dikhawatirkan menciptakan ketergantungan kelompok penerima tersebut terhadap bantuan, Pengalokasian anggaran tersebut pada kegiatan produktif yang melibatkan kelompok rumah tangga rawan pangan (misalnya dalam bentuk padal karya, food for work) merupakan saiah satu pilihan yang dapat ditempuh. Penciptaan kegiatan produktif akan mendorong kegiatan perekonomian di daerah, menciptakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan bagi kelompok rawan pangan dan

Fo rum Ke r j a P e n g a n e k a r a g a m a n Pangan 57

Page 89: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a Nas iona i I I P e n g a n e k a r a g a m a n Pangan

pada gilirannya dapat meningkatkan akses tehadap pangan dan meningkatkan ketahanan pangan mereka.

Konig. 1995. The Cost of Malnutrition, Technical Suppod Group, F. Hoffmann-La Roche Ltd. Edisi 410895 : 02 No 50628.

58 Fo rum Ke r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 90: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

dalam Wekonstruksl Keiembagaan m i a l Penanganan dan Ben~egahan Rawan Pangan dan Gid Buruk

Dr. Dahml S ~ R " "dan Dr. Sri h n a ~rllarfi~ti*'

"~e tua Deparfemen llmu dan Teknologi Pangan, Fakulras Teknologi Pertanian, lnstitut Perfanian Bogor

" ~ t a f Pengajar pada Program Studi Gizi Mayadat Fakultas Ekologi Manusia,

lnstitut Perfanian Bogor

However far modern science and techniques have fallen short of their inherent possibilifies, they have taught mankind at Ieast one lesson: Mthing is

impossible (IMumford, 1934).

Kerawanan pangan mempakan masalah laten yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan dengan baik. Bukannya berkurang, letupan- letupan yang memperlihatkan kejadian kerawanan pangan dapat dengan mudah ditemui di bet-bagai media. Krisis ekonorni dan kenaikan BBM dipercaya telah dan dapat mempe~parah keadaan ini. Hal ini merupakan penegasan bahwa ketahanan pangan merupakan masarah yang kompleks dan multi-dimensional. Status gizi yang buruk merupakan rnuara dad kondisi ketahanan pangan yang bemasalah.

Resiko terjadinya kerawanan pangan di Indonesia diperbesar dengan suatu data empiris bahwa pertambahan populasi penduduk Indonesia adalah 1,6% per tahun. Diperkirakan pada lahun 2012, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 250 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk yang cukup besar tersebut harus diimbangi dengan kemampuan menyediakan pangan yang cukup besar pula.

Penyebab munculnya masalah kerawanan pangan, gizi kurang dan gizi buruk memang sangat kompleks. Penyebab tejadinya kondisi rawan pangan dan gizi dapat dibedakan dalam basic causes, underlying causes

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 59

Page 91: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

dan immediate causes, lmmediafe causes kerawanan pangan adalah kuantitas konsumsi bahan pangan yang kurang, kualitas bahan pangan yang masih rendah, status kesehatan yang rendah, atau kombinasi ketiga faktor tersebut.

Sedangkan underlying causes kerawanan pangan cukup kompleks, namun faktor umum yang menonjol adalah kondisi timpang yang menyebabkan perbedaan akses terhadap sumberdaya, khususnya lahan, air irigasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dan pendidikan antar individu atau kelompok masyarakat. Akses terhadap sumberdaya berimplikasi pada akses sistem produksi, distribusi dan konsumsi, dipengaruhi struktur sosio-ekonomi masyarakat, termasuk sistem politik dan ideologinya. Faktor-faktor sosio-ekonomi, politik inilah yang merupakan basic causes kerawanan pangan.

Oleh karena itu, pendekatan yang menyeluruh dalam memandang permasalahan ketahanan pangan yang manifestasi kegagalannya adalah rawan pangan dan gizi buruk merupakan suatu keharusan. Salah satu aspek yang dipercaya dapat berperan dalam membangun konstruksi kelembagaan sosial dalam penanganan dan pencegahan rawan pangan serta gizi buruk adalah aspek Teknologi.

2. Tinjauan Aspek Teknologi

Secara umum, bisa diidentifikasi terdapat enam faktor utama penyebab permasalahan kerawanan pangan, gizi kurang dan gizi buruk. Keenam faktor ini sering disebut sebagai "the s b Ps'yaitu :

(1) Productr'on, terutama pada sektor pertanian dan industri pangan; (2) Presewtr'on, khususnya uniuk mengurangi teqadinya kerusakan

dan kehilangan, dan kreasi nilai tambah fekonomi, mutu, gizi, dan keamanan pangan) melalui upaya pengolahan pangan;

(3) Population, baik itu merujuk pada populasi dalam rumah tangga (jumlah anak, jarak antar anak) dan kepadatan populasi lokal maupun nasional;

(4) Poverfy, yang mempakan penyebab ekonomi terjadinya permasalahan kerawanan pangan, gizi kurang dan gizi buruk;

(5) Politiics, as political ideology, political choices and political actions influence nutrition; dan

(6) Pathology ; dimana berbagai penyakit; khususnya penyakit infeksi, secara nyata akan memperburuk status gizi.

60 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 92: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

Pros id ing L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n - - __=______

Dari faktor pertama dan faktor kedua (production dan preservation), jelas bahwa teknologi mempunyai peranan yang penting dalam upaya mengatasi permasalahan kerawanan pangan, gizi kurang dan gizi bunak ini.

Sejarah telah membuktikan bahwa persoalan-persoalaan kemanusiaan, termasuk juga rawan pangan dan gizi buruk dapat diselesaikan secara menyeluruh dan berkelanjutan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini harus menjadi acuan jangka panjang, sehingga segala gerak langkah pembangunan harus dilakukan dengan pendekatan lPTEK yang tangguh. Sarah satu indikator yang dapat dilihat adalah seberapa besar sektor yang berhubungan dengan IPTEK rnemperoleh anggaran.

Dalam kacamata pengembangan ketahanan pangan, teknologi harus dapat berperan dalam mempercepat tercapainya industriaiisasi ketahanan pangan (lihat Gambar 1). Hal ini mengandung pengertian bahwa ketahanan pangan yang tangguh berjalan dengan prinsip-prinsip industri yang sehat. Hanya dengan cara ini pula kondisi tahan pangan tercapai secara efisien dalam suatu iklim bemsaha yang sehat.

Garnbarl. Peran Teknologi dalam lndustrialisasi Ketahananl Penganekaragaman Pangan

Forum K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 6 1

Page 93: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Teknologi sifatnya sangat kompleks dan melibatkan masyarakat. Teknologi sebenarnya dibentuk masyarakat (socially construcfed) dan membentuk masyarakat (society shaping). Masyarakat dan teknologi terjalin utuh seperti seamless web (Pedju, 2004). Dengan kata lain, pada dasarnya teknologi tidak dapat dilepaskan dari pola sikap, pola perilaku dan pola tindak masyarakat. Pengembangan teknologi yang berhasil di dalam suatu masyarakat merupakan pola tindak masyarakat itu sendiri. Hal ini hanya akan berhasil jika berbasis kepada khazanah pengetahuan yang ada yang tentu saja akan bermuara kepada pola tindak yang berasaskan teknologi yang efisien.

Walaupun penelitian aspek teknologi dalam ha1 produksi pangan telah banyak dilakukan, akan tetapi hasil hasil penelitian itu belum sampai pada tahap penerapan di masyarakat secara luas. Masih banyak.industri kecil dan menengah yang memerlukan sentuhan teknologi untuk meningkatkan produksi dengan kualitas yang memadai. Kadang-kadang t-lanya membutuhkan teknologi yang sederhana saja untuk mendapatkan hasil yang berfipat ganda.

Berangkat dari kenyataan yang ada, maka diperlukan terobosan- terobosan pemikiran yang dapat merajut kebersamaan dari seluruh pemangku kepentingan dengan berbasiskan kepada teknologi. Dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan tersebut di atas, beberapa output yang diharapkan dari sesi diskusi kelompok ini adalah sebagai berikut :

(I) ldentifikasi karakter-karakter teknologi yang dapat memperlancar rekonstruksi sosial dalam penanganan rawan pangan dan gizi buruk.

(2) ldentifikasi jenis-jenis teknologi yang dapat memperlancar rekonstruksi kelembagaan sosial penanganan rawan pangan dan gizi buruk.

(3) Rumusan langkah-langkah konkrit untuk mengintegrasikan teknologi- teknologi lokal dalam upaya rekonstruksi kelembagaan sosial yang berkelanjutan.

(4) Formulasi strategi untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha berbasis teknologi dan sumberdaya lokal sebagai bagian dari sistem sosial yang direkonstruksi.

62 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 94: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

1. Karakter dan Jenis Teknologi

Diskusi menunjukkan bahwa terdapat beberapa karakter dasar dari teknologi yang membuatnya menjadi sesuai untuk diaplikasikan dalam memperlancar rekonstruksi kelembagaan sosial untuk penanganan rawan pangan dan gizi buruk, Karakter-karakter dasar teknologi tersebut adalah:

(1) Marakter pertama adalah sederhana, yaitu pengadaan peralatan dan maintenance-nya tidak rumit, dapat menggunakan bahan bakar yang available di lokasi setempat, singkalnya teknologi ini sangat mudah diaplikasikan, terutama dalam keadaan yang membutuhkan reaksi tanggap yang cepat. Contoh yang sangat baik dalam aspek ini adalah teknologi pengadaan air bersih, tenrtama dalam penanganan gizi buruk baik karena bencana maupun sebab lain.

(2) Karakter kedua adalah bersifat tepat guna dan padat karya, sehingga dapat menyerap tenaga ke j a setempat.

(3) Karakter ketiga adalah berbasis kepada indigenous knowledge yang mengandung pengedian bahwa teknologi yang digunakan mengapresiasi dan sangat menjunjung tinggi potensi lokal yang ada baik yang menyangkut kearifan, sumberdaya alam termasuk juga energi, maupun khazanah pemikiran dan budaya yang ada. Hanya dengan cara ini maka aplikasi teknologi akan berjalan secara berkelanjutan. Sebagai daerah tropis keberagaman dalam berbagai ha1 merupakan suatu keniscayaan. Oleh karena itu pengembangan teknologi pun harus mempedimbangkan ha1 ini. Contoh aplikasi karakter kedua teknologi adalah pembuatan tiwul instan yang dirintis Bogasari dengan industri lokal di daerah Jawa Tengah. Tahapan proses pembuatan produk ini pun relatif sederhana, yaitu meliputi proses pengupasan, pemotongan, pencucian, pemarutanl penghalusan, penyaringan, pencampuran bahan, pengukusan, pengeringan dan pengemasan.

(4) Karakter keempat adalah mendorong terjadinya nilai tarnbah terhadap semua produk biomassa yang dimiliki Indonesia. Nilai tambah ini terjadi di sepanjang rantai nilai dari komoditi tersebut. Nilai tambah yang diciptakan inilah yang akan menimbulkan keuntungan

- -

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 63

Page 95: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

ekonomi yang dinikmati in-sifu, sehingga berperan dalam menimbulkan pendapatan yang sekaligus menjauhinya dari keadaan rawan pangan.

Selain menimbulkan nilai tambah, teknologi yang dikembangkan juga harus dapat mendorong tumbuhnya keterkaitan hulu-hilir yang mencakup berbagai kegiatan ekonomi (lihat Gambar 3). Salah satu tantangan jangka pendek yang ada adalah mengaitkan pusat-pusat produksi komoditi segar dengan industri pangan yang sudah berjalan. Pengembangan produk intermediat seperti ini dapat dilakukan dengan menggandeng pemerintah daerah, sebagai upaya nyata penggerakkan ekonomi lokai.

Gambar 2. Keterkaitan Wulu-Hilir untuk Menggerakkan Ekonomi Lokal

64 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 96: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

2. Strategi rantuk Menurnbuhkan Kegiatan Nyata

Pada tataran keputusan politik harus dapat ditunjukkan bahwa penyelesaian kerawanan pangan dan gizi buruk dengan pendekatan teknologi yang tangguh merupakan investasi jangka panjang yang menguntungkan. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan dan kajian yang mendalam dengan menggunakan kondisi-kondisi aktual di Indonesia.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kegiatan konkrit adalah melalui pendekatan klaster dengan melibatkan segenap polensi yang ada. Otonomi daerah yang saat ini giat dilaksanakan merupakan suatu kesempatan untuk membangun klaster dengan lebih baik. Melalui pendekatan ini, diharapkan tumbuh langkah sinergis yang menguntungkan semua pihak dan pada akhirnya bermuara dalam penguatan kemandirian bangsa. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah pengembangan klaster ubi jalar di Kabupaten Bogor (lihat Gambar 3 dan 4).

Gambar 3. Klaster lndustri Ubi Jalar (dikembangkan oleh Rusnas Diversifikasi Pangan Pokok Atternatif)

Fo rum Ke r j a Penganeka raga rnan Pangan 65

Page 97: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l ll P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n - P

Dengan kacamata ini, pengembangan teknologi harus didasarkan kepada potensi-polensi lokal yang ada. Dengan demikian, pengembangan ini akan lebih mengakar dan memiliki peluang keberranjutan yang tinggi. Melalui inisiasi ini diharapkan tumbuh inovasi-inovasi baru yang dapat rnenyelesaikan permasalahan-permasalahan teknologi, sehingga menumbuhkan daya tarik dan daya dorong ke hulu dan ke hilir, sehingga pertumbuhan klaster terkait dapat dipercepat.

PerIu dikembangkan teknologi di luar beras karena selama ini teknologi yang dikembangkan selalu ingin meniru beras, juga teknologi yang dapat meningkatkan kepercayaan diri bangsa kita. Diantaranya, dapat dikembangkan penyediaan pangan sumber energi, protein dan lemak dari potensi setempat, seperti penggunaan kelapa sebagai pangan sumber energi.

- -

66 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 98: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

Pros id ing L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

DAFTAR PUSTAM

.physics.udel.edu userslwatsonlscen103lquotes. html. Mumford, L. 1934. Technics and Civilization, Columbia.

Pedju, A. M. 2004. Konstruksi Sosial, Teknologi, dan Universitas. Di dalam: Prakarsa Teknologi Untuk Mewujudkan Kemandirian Bangsa. Besari, M. S., Hariyadi, P., Winamo, F. 6. (eds). Akademi llmu Pengetahuan Indonesia, Tangerang.

Forum Ker ja P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 67

Page 99: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n -

68 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 100: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

'$I. SINTESIS: Model Kelembagaan Sosial

Penanganan dan Peneegahan Rawan Pangan dan Gid Bumk

I . PENDAHULUAN

Benlu k pilot-project yang relevan dengan upaya rekonstru ksi kelembagaan sosial penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk, dengan melibatkan kajian di bidang sosial-budaya, ekonomi dan teknologi dapat dikembangkan dengan menggunakan model 'Desa Mandiri Pangan' yang ada di Departemen Pertanian. Pada dasarnya Model Desa Mandiri Pangan adalah model pengembangan kawasan desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan.

I!. MERANGKA PIKIR: Model Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk

Pengembangan Desa Mandiri Pangan merupakan kegiatan strategis untuk mewujudkan ketahanan pangan di wilayah pedesaan, khususnya desa- desa yang selama ini memiliki sejarah kerawanan pangan. Program Aksi Desa Mandiri Pangan dilakukan dengan fasilitasi input, antara lain: pelatih (instruktur), pendamping (bidang manajemen, kelompok usaha dan teknis), modal, sarana dan prasarana, serta teknologi.

Kegiatan yang dilakukan meliputi: (a) pemberdayaan masyarakat, berupa pendampingan, pelatihan dan fasilitasi penguatan kelembagaan; (6) harmonisasi sistem ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan konsumsi); dan (c) pengembangan keamanan pangan serta; (d) antisipasi dan penanggulangan kerawanan pangan.

Output yang diharapkan: masyarakat desa memiliki kemampuan dalam (a) mengelola aspek ketersediaan dan distribusi pangan; (b) meningkalkan akses terhadap pangan; (c) mengelola konsumsi pangan dengan gizi seimbang dan aman; dan (d) mampu mengalasi masalah pangan.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 69

Page 101: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I \ P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

a. Pemberdayaan Masyarakat, khususnya untuk meningkatkan kemampuan masyarakal dalam:

ldentifikasi permasalahan dan pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki;

= Mengem bang kan kelem bagaan masyarakat dengan memperkuat organisasi dan akses permodaian serta usaha dengan segala kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki;

= Mengembangkan sistem untuk mengakses sumberdaya yang diperlukan;

6. Penguatan Kelembagaan:

= Kelembagaan aparat: meliputi kelembagaan penyuluhan dan kelembagaan pemerintah yang terkait dengan ketahanan pangan;

Kelembagaan masyarakat: kelompok tani, kelembagaan pelayanan usaha dan agribisnis pangan; kelembagaan cadangan pangan (lumbung), kelembagaan pemantauan situasi pangan; kelembagaan daruratlbencana

Kelembagaan koordinasi pangan dan gizi

. Kelembagaan pelayanan dan penunjang

IV. FUNGSl

a. Kelembagaan Penyedia Sarana Produksi:

Menyediakan kebutuhan sarana produksi (benih dan bibit unggul, pupuk, pestisida dan alsintan) yang dikelola oleh kelompok atau perorangan

Menyusun rencana kebutuhan dan pemasaran saprodi

= Menyediakan alal-alat pengolahan bahan pangan

Mengatur pola-pola cadangan pangan masyarakat

70 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 102: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

b. Kelembagaan Penyedia Modal:

Pelayanan simpan pinjam

Penyaluran dan pengembalian serta perguliran dana masyarakat

Memacu investasi pada bidang agribisnis di pedesaan

Menyediakan modal awal, kredit investasi jangka pendek atau jangka panjang

c. Kelembagaan Pengindustrian Penganekaragaman Pangan:

Menciptakanlmengembangkan anekaragam pangan olahan khas

Memasarkan komoditi pangan dan pangan olahan

Menjaga kestabilan harga pangan

d. Kelembagaan Pelatihan dan Penyuluhan

Penyebarluasan informasi program penganekaragaman panganlketahanan pangan

Memberikan informasi harga saprodi, harga komoditi dan kebutuhan pasar akan produk pangan,

Pelatihan keterampilan manajemen pemanfaatan teknologi tepat guna

e. Kelembagaan Penggerak Masyarakat;

Memberikan pemahaman tentang penganekaragaman konsumsi pangan (beragam, bergizi, berimbang - 3 B) dan aman

Memberikan pendidikan keterampilan usaha di sektor pertanian (on dan o f - farm)

Pengualan kapasitas masyarakat yang responsif jender

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 71

Page 103: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a Nas iona l I 1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

72 Forum Ker j a P e n g a n e k a r a g a m a n Pangan

Page 104: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

KERTAS KERJA

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 73

Page 105: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

74 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 106: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n -

Dr. Dmjaf Mamanto Staf Pengajar pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

lnstitut Pertanian Bogor

Bursung Lapar (H0) dan Gizi Buruk: Apa itu?

Ketika bangsa Indonesia sedang dikejutkan dengan merebaknya kembali penyakit Polio, atau yang oleh masyarakat sering disebut sebagai "lumpuh layu" awal tahun ini, muncul kabar yang tidak kalah mengejutkan dari Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bahwa banyak balita di daerah itu yang dirawat atau bahkan meninggal akibat "busung lapar". Konon cerita, penemuan kasus busung lapar di NTB ini tidak lepas dari upaya wartawan untuk mencari berita tentang kasus "lumpuh layu" di sebuah rumah sakit di Mataram, namun ternyata secara mengejutkan yang kemudian ditemukan justru "busung lapar".

b r a t bola salju, kasus penemuan balita "busung lapar" di NTB tersebut terus menggelinding dan membesar. Hanya dalam hitungan hari semua surat: kabar, televisi dan media massa lain di lanah air memberitakannya, dan yang sangat mencengangkan adalah ketika kasus-kasus serupa ternyata juga ditemukan di daerah lain, seperti NTT, Lampung, Banten, Sumatra Barat, dsb. Saking seilusnya, presidenpun mengagendakan penanganan masalah ini dalam rapat kerja dengan para gubernur di lslana Merdeka.

Salah satu ha1 yang menarik dari merebaknya masalah gizi pada anak balita ini adalah penggunaan istilah ""busung lapar" untuk menggambarkan kondisi anak balita kurang gizi yang perulnya membuncit karena mengalami oedema atau pembengkakan hati. Dengan cepat istilah inipun digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk pejabat dan media massa. Dalam berbagai analisis di media, umumnya keadaan busung lapar ini selalu dikaitkan dengan situasi (produksi) pangan setempat. Asumsinya, busung lapar terjadi karena adanya kekurangan atau kegagalan produksi pangan, baik sebagai akibat gaga! panen atau bencana alam seperti kekeringan, banjir, konflik sosial, dan sebagainya. Mengkaitkan "busung lapai' anak balita dengan kondisi kegagalan panen karena kemarau panjang seperti yang terjadi di NTT sepintas memang nampak relevan. Namun, menjelaskan kenapa "busung lapar" bisa terjadi di Nusa

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 75

Page 107: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I1 P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Tenggara barat yang notabene adalah salah satu daerah penyangga pangan (=beras) nasional, menjadi sulit.

Para ahli gizi dalam berbagai kesempatan mengingatkan bahwa penggunaan istilah "busung lapar", apalagi jika kemudian analisis penyebabnya disederhanakan hingga menjadi hanya karena kelaparan atau kurang pangan di tingkat makro, adalah tidak tepat. Apa yang terjadi pada anak balita tersebut lebih tepat jika disebut sebagai "gizi buruk". Secara teknis gizi buruk diartikan sebagai kondisi dimana z-skor berat badan anak balita adalah kurang dari -3 sd. Pada kondisi ini bisa terjadi oedema atau tidak. Menurut data Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (2005), pada tahun 2004 diperkirakan ada sekitar 1,5 juta anak yang mengalami gizi buruk, dan sekitar 10% dianlaranya mengalami marasmus (sangat kurus, tidak ada oedema), kwashiorkor (ada oedema) atau keduanya (marasmus-kwashiorkor). Data prevalensi gizi kurang dan gizi buruk selama 10 tahun terakhir disajikan pada Lampiran 1A dan 1B.

Penyebab gizi buruk pada anak balita relatif kompleks dibandingkan dengan penyebab busung lapar (HO) pada orang dewasa. Ofeh karena itu, di bagian berikut akan secara singkat dikupas teniang perbedaan kedua istilah ini dan faktor yang menjadi penyebabnya. Pelurusan penggunaan istilah ini dinilai penting agar identifikasi penyebab menjadi lebih tepat, dan tindakan untuk pencegahan dan penanggulangan masalah juga akan lebih tepat sasaran.

Busung Lapar atau Hoenger-oedeern (MO)

Pada jaman penjajahan Jepang, juga pada era 60-an dan 70-an, istilah busung lapar atau sering juga disebut "honger oedeem" (HO) sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena pada masa itu sering terjadi masalah kekurangan pangan yang cukup dahsyat yang berujung pada munculnya busung lapar atau HO. Soekirman (2005) menyatakan bahwa busung lapar merupakan penyakit rakyat miskin sejak jaman penjajahan sampai tahun 1970- an. Kasus-kasus HO masih sering ditemukan hingga akhir 1970-an. Tahun 1976 dan 1977 kasus HO ditemukan di Karawang (Jawa Barat), Lombok Tengah, Boyolali, dan terakhir (199711998) di lrian Jaya (sekarang Papua).

Lebih lanjut Soekirman (Suara Pembaruan, 21 Juni 2005) menambahkan bahwa sebagian daerah di Jawa, Madura, dan kemudian NTB sampai tahun 1960- an dikenal sebagai daerah HO, terutama sesudah terjadi musim kemarau panjang dan paceklik (panen gagal). Peneliti HO bernama Bailey, seorang dokter ahli gizi dari Australia yang hidup bertahun-tahun di desa-desa H 0 di Gunung Kidul dan

F o t u r n K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 108: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Madura tahun 1960-an, telah meneliti berbagai aspek medis dan sosial penyakit HO. Hasil penelitian Bailey di Gunung Kidul dan Madura tahun 1960-an, sampai sekarang menjadi buku acuan internasional bagi para dokler dan ahli gizi yang mendalami penyakit HO. Bailey mencatat pada tahun 1960, di Jawa, Madura, dan Lombok, 40-55% wanita menyusui menderita HO, dan pada laki-laki dewasa 4- 18%. Mereka adalah penduduk yang makanan pokoknya hampir sepanjang tahun hanya terdiri dari singkong (gaplek). HO dapat terjadi juga di daerah beras dan jagung, apabila terjadi bencana alam khusus kekeringan dan banjir.

Penyebab utama terjadinya berbagai kasus busung lapar di berbagai daerah tersebut adalah murni kelaparan karena kemiskinan kronis dan dipicu oleh terjadinya bencana alam seperti musim kering yang panjang, hama (misalnya hama wereng), dan bencana lainnya. Bencana kekeringan, serangan hama, dan kemiskinan menyebabkan orang kelaparan. Pada masa kekurangan pangan ini, tingkat konsumsi energi hanya mencapai 50-60% dari yang dibutuhkan tiap harinya. Dengan rendahnya tingkat konsumsi energi ini, maka secara bertahap cadangan energi tubuh semakin banyak yang tergerogoti. Akibatnya berat badan semakin berkurang, tubuh semakin mengurus yang juga diikuti dengan semakin rendahnya kemampuan dan produktivilas keja. Bila kekurangan energi dan juga protein ini terus berlanjut, maka akan menimbulkan timbunan cairan di jaringan, sehingga lerjadi apa yang disebut busung lapar.

Proses terjadinya busung lapar memerlukan waktu yang bervariasi antara 2 hingga 6 bulan. Hardinsyah dkk (2004) menyatakan bahwa tejadinya kekurangan pangan hingga sekitar 2 bulan dapat mengakibatkan penurunan berat badan yang signifikan. Menurut Ancel Keys (1950), seorang pakar kelaparan dari USA dan berdasarkan penelitian Imam Sumamo di Jawa dan Lombok Tengah (1981), diperlukan waktu sekitar 6 bulan sejak terjadinya gagal panen hingga terjadinya kasus busung lapar. Dengan demikian busung lapar adaiah sesuatu yang dapat dicegah apabila diambil tindakan cepat sebelum atau pada awal-awal terjadinya gagal panen.

Seperti telah sedikit disinggung di atas, proses terjadinya gizi buruk pada anak balita sangat berbeda dengan busung lapar pada orang dewasa. Penyebab terjadinya gizi buruk balita lebih kompleks. Sebagai penyebab langsung, anak tidak mendapat makanan dengan gizi seimbang, yaitu Air Susu Ibu (ASI) waktu umur 0 - 6 bulan, dan Makanan Pendamping AS1 (MP-AS!) yang memenuhi

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 77

Page 109: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n - - syarat waktu umur 6 - 24 bulan, Penyebab langsung lain adalah infeksi, terutama diare, batuk-pilek-demam (ISPA), dan campak. Kedua sebab langsung ini saling memperkuat yang didorong oleh faktor kemiskinan, kurangnya pendidikan, lingkungan yang tidak bersih, dan banyaknya anak dengan jarak kelahiran yang terlalu dekat. Faktor ini dapat menyebabkan anak tidak diasuh dengan semestinya, seperti tidak diberi ASI, tidak dapat menyediakan MPASl yang baik, dan tidak dibawa ke Posyandu. Keadaan ini akan makin buruk apabila pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak dari Puskesmas dan Posyandu lidak baik, sehingga tidak semua anak diimunisasi, pencegahan dan penanggulangan penyakit diare lambat dilakukan, Posyandu tidak bedungsi dengan baik dan benar, tidak dilakukan penyuluhan kebersihan, kesehatan umumnya , dan penyuluhan gizi. Dengan pendek dapat dikatakan gizi buruk terkait dengan permasalahan sosial, ekonomi, budaya, polilik, bahkan korupsi (Soekirman, Kompas 916105).

Kompleksnya penyebab masalah gizi kurang (catatan: gizi kurang dapat digradasikan atas gizi kurang tingkat ringan, sedang dan berat; dimana tingkat berat sering disebut sebagai gizi buruk) ini mendorong UNICEF merumuskan suatu 'causal model' gizi bumk pada balita seperti disajikan pada Gambar 1. Penyebab langsung gizi kurang atau gizi buruk adalah makan yang tidak seimbang, baik jumlah dan mulu asupan gizinya, yang bersinergi dengan adanya faktor lain, yaitu infeksi yang berakibat asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi.

78 F o r u m Kerja P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 110: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Penyebab langsung

~ura;;'g Pendidikan, Pengetahuan dan K~terarnpilan

Pokok Masalah di Wlasyarakat

Pengangguran, inflasi, kuran pangan dan kerniskinan P Mar Masalah (nasional)

Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial

- Gambar 1. Faktor Langsung dang Tidak Langsung Penyebab Gizi Kurang

Penyebab tidak langsung terjadinya gizi kurang atau buruk adalah tidak cukup lersedianya pangan di rumah tangga, kurang baiknya pola pengasuhan anak terulama dalam pola pemberian makan pada balita, kurang memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehalan. Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan. Di tingkat yang paling 'mendasat penyebab masalah gizi kurang adalah buruknya kondisi ekonomi, misalnya terjadinya krisis ekonomi seperii yang terjadi beberapa waktu lalu. Tentu saja kondisi ini akan semakin parah bila krisis ekonomi ini disertai dengan krisis politik, konflik sosial, serta bencana alam seperti yang akhir-akhir ini sering terjadi di tanah air.

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 79

Page 111: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Dengan memperhatikan berbagai faktor penyebab gizi kurang seperti diuraikan diatas, jelas ada perbedaan antara busung lapar dan gizi buruk. Selama ini istilah busung lapar, secara teknis dipakai pada orang dewasa yang sakit akibat kelaparan, karena murni kemiskinan kronis yang diperberat oleh kekurangan pangan karena bencana kekeringan, serangan hama, dll. Sedang gizi buruk baiita penyebabnya tidak semata-mata hanya karena makanan dan kemiskinan. Banyak faktor lain berpengaruh. Upaya pencegahan dan penanggulangannyapun berbeda. Mencegah dan menanggulangi busung lapar dewasa relatif lebih sederhana, dibandingkan mencegah gizi buruk yang harus lebih komprehensif sebagaimana menangani masalah-masalah sosial anak pada umumnya. Pada penanggulangan busung lapar, dua kegiatan yang umum dilakukan adalah pemberian bantuan pangan dan peningkatan pendapatan melalui padat karya (food for work). Berdasarkan alasan-alasan itulah maka secara teknis penggunaan istilah busung lapar dan gizi buruk dibedakan, karena meski kelihatannya mirip atau bahkan hampir sama, namun keduanya tidaklah serupa.

Penanggulangan Gizl Buruk:

Gukupkah dbatss'l dengan Peningkatan Produksi Pangan dan Penanggulangan Kerniskinan?

Disamping kerancuan penggunaan istilah busung lapar dan gizi buruk, sebagian analis dan juga pengambil kebijakan mereduksi penyebab masalah gizi buruk sebagai masalah produksilkeiersediaan pangan atau masalah kemiskinan semata; Akibatnya upaya-upaya penanggulangan yang diajukan juga hanya diarahkan pada peningkalan produksi pangan dan pengentasan kemiskinan. Meski tidak seluruhnya salah, namun menyederhanakan penanggulangan masalah gizi buruk hanya dengan meningkatkan produksi pangan dan pengentasan kemiskinan jelas tidak memadai.

Sejalan dengan causal model UNICEF, dalam lingkup yang lebih mikro, Bloomm (1978) menyatakan bahwa status gizi pada khususnya, dan status kesehatan pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor ketuntnan. Faktor lingkungan antara lain lingkungan fisik, biologis dan sosial memegang peranan yang terbesar dalam menentukan status gizi dan kesehatan (gizi buruk), selanjutnya faktor yang cukup berpengaruh adalah faktor perilaku yang berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan yang menentukan perilaku seseorang atau kelompok untuk berperilaku sehat atau tidak sehat. Faktor pelayanan kesehatan memegang peranan yang lebih kecil dalam

80 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Page 112: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

menentukan status kesehatan dan gizi dibandingkan dengan kedua faktor tersebut, sedangkan faktor keturunan mempunyai pengaruh yang lebih kecil dibandingkan faktor lingkungan, peilaku dan pelayanan kesehatan. Dengan demikian dalam meningkatkan gizi atau menanggulangi rnasalah gizi buruk, disamping peningkatan akses terhadap pangan dan pelayanan kesehatan, serta penanggulangan <kerniskinan, haruslah pula disertai dengan upaya perbaikan lingkungan dan perilaku masyarakat yang berdarnpak positif pada status gizi.

Causal model UNICEF, dan juga analisis Bloomm tersebut di atas menegaskan bahwa penanggulangan gizi buruk tidak bisa direduksi pendekatannya hanya dengan melakukan peningkatan produksi pangan atau penanggulangan kemiskinan semata. Tentu saja ini bukan berarti kedua hal ini tidak penting. Keduanya penting, bahkan sangat penting. Tingkat ketersediaan energi yang selalu melebihi 2700, bahkan 3000 kiiokalori dalam Neraca Bahan Makanan kita, ternyata tidak cilkup mampu untuk diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Problem distribusi antar wilayah, antar waktu dan rendahnya daya beli sebagian masyarakat diduga menjadi penyebabnya. Demikian halnya dengan upaya pengentasan kemiskinan atau peningkatan pendapatan, baik meialui crash progmm (misal dana kompensasi BBM), maupun upaya-upaya yang lebih merangsang produktivitas ternyata hasilnya tidak selalu dialokasikan untuk peningkatan konsumsi pangan atau perbaikan gizi rumah tangga.

Dengan kata lain, ketersediaan pangan yang cukup (physical accessibi!iiy) dan daya beli (economic accesibiIi1y) terhadap pangan adalah inportant but not sufficient, untuk mengatasi masaiah gizi buruk. Masih ada faktor pendukung lainnya yang hams dipenuhi untuk mengatasi masalah gizi buruk tersebut, Diantara yang terpenting adalah perubahan perilaku melalui pendidikan, termasuk pendidikan gizi, yang disertai dengan peningkatan fasilitas yang dapat mendukung higiene dan sanitasi makanan, termasuk penyediaan air bersih.

Untuk mendukung ha1 diatas, pada Lampiran 2.A. sld 2.D. disajikan beberapa informasi yang menunjukkan bahwa: 1) Meningkatnya pendapatan ternyata diikuti dengan semakin membaiknya status gizi, namun untuk memiliki status gizi baik rumah tangga miskinpun dapat melakukannya. Sebaliknya, anak balita berstatus gizi buruk juga ditemukan pada rumah tangga yang mampu secara ekonomi; 2) Semakin tinggi pendidikan orangtua-khususnya ibu, temyata persentase anak balita yang mengalami gizi kurang semakin kecil (Lampiran 2B); 3) Pada rumah tangga miskin yang memiliki anak balita berstatus gizi buruk, ternyata penyebabnya tidak selalu karena kemiskinannya, tetapi lebih pada "mis- alokasi" pengeluarannya sebagai akibat rendahnya pengetahuan dan kesadaran

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 81

Page 113: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

akan pentingnya kesehatan. Sekedar sebagai contoh, seperti terlihat pada Lampiran 2.C., persenlase pengeluaran untuk rokok pada rumah tangga yang memiliki anak balita dengan status gizi buruk ternyata sangat tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk buah dan sayuran, misalnya; 4) Meskipun bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa peningkatan perekonomian suatu negara, termasuk upaya penanggulangan kemiskinan penduduknya sangat penting untuk meningkatkan daya beli masyarakat, namun tanpa dukungan perbaikan fasilitas air bersih dan pelayanan kesehatan tidak cukup memadai untuk mencapai sasaran mengurangi kelaparan sampai setengahnya pada tahun 2020 seperti digariskan dalam MiIIenium Developmenf Goals (Lampiran 2.D.)

""Weitalisasi" UPGK dan SKPG: Alternatif Solusi Pencegahan dan Penanggulangara Gizi Buruk

Sebagai upaya untuk rnengatasi masalah busung lapar dan gizi buruk balita, pada akhir 60-an dengan dukungan dari FAO, di Indonesia dikembangkan s u m program yang disebut dengan "Applied Nutrition Program (ANPJ". Meialui uji coba di delapan propinsi di Jawa dan Sumatra, dilakukan berbagai kegiatan yang bertumpu pada pendidikan gizi dengan membentuk dan rrreiibatkan kader di tingkat desa. Meski kegiatannya sangat sederhana, berupa pendidikan gizi, namun pada saat itu program ini dinilai cukup berhasil dalarn meningkatkan kesadaran masyarakat dalam perbaikan gizi, meskipun secara praktis belum tejadi peningkatan konsumsi pangan dan perbaikan status gizi.

Melalui suatu evaluasi yang dilakukan pada tahun 1970-an, dilakukan rekonseptualisasi dan reorganisasi "ANP. Salah satu kelemahan yang dianggap serius adalah kurang teFjadinya "komplementari"1sinergisme dengan program- program lainnya seperti imunjsasi, penyediaan air bersih, keluarga berencana, serta program pertanian untuk peningkatan ketersediaan pangan dan pendapatan bagi rumah tangga. Dari sinilah lahir ide untuk mengembangkan suatu program yang multi-sektoral dalam suatu paket yang terintegrasi. Selanjutnya program baru ini disebut dengan Program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Dalam implementasi UPGK, banyak sektor yang terlibat, diantaranya adalah Kesehatan, Pertanian, Agama, Pendidikan, Kementrian Dalam Negeri, Sosial, serta Bulog.

UPGK merupakan program gizi pertama di Indonesia. Program ini terdiri atas 5 aktivitas utama, yaitu: 1) pemantauan status gizi balita setiap bulan di Posyandu; 2) pendidikan gizi; 3) pemberian makanan tambahan; 4) paket pertolongan gizi seperti distribusi kapsul vitamin A, tablet besi dan oralit; serta 5) pemanfaatan pekarangan untuk peningkatan ketersediaan pangan dan

82 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 114: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I Penganeka ragaman P a n g a n

pendapatan (ketahanan pangan) rumah tangga. Lepas dari beberapa kekurangan yang dimilikinya, program UPGK telah banyak beperan dalam pencegahan dan penanggulangan masatah gizi buruk di masa lalu.

Mengingat kompleksitas permasalahannya, ke depan, upaya penanggulangan gizi bumk dengan menggunakan pendekatan multidisiplin melalui kerjasama lintas sektor, seperti yang telah dipraktekkan dalam kegiatan UPGK pada masa lalu nampaknya perlu dikaji kembali kemungkinannya untuk dihidupkan lagi. Meski koordinasi lintas sektor terbukti tidak mudah, namun tidak mungkin menanggulangi masalah gizi buruk di Indonesia secara sektorai. Oleh karena itu disamping aspek program, aspek kelembagaan clan koordinasinya perlu dirumuskan dengan baik agar secara operasional bisa diimplementasikan.

Disamping berbagai kegiatan perbaikan gizi yang berbasis di masyarakat seperti UPGK, Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)YNufrifional Sun/ei//ancen juga perlu diperkuat. Kejadian gizi buruk yang terjadi beberapa waktu lalu pada dasarnya adalah karena "ketidakwaspadaann kita karena kurang optimalnya pelaksanaan SKPG di tanah air. Perlu ada "revolusi" dalam pelaksanaan SKPG di tanah air, karena apa yang dipraktekkan saat ini seingkali kurang menceminkan sifat SKPG yang seharusnya memberikan peringatan dini (early wamingl akan kemungkinan terjadinya gizi buruk, busung lapar, dan atau kerawanan pangan. Salah satu yang mendasar adalah lambannya arus informasi yang dikumpulkan dari lingkat administrasi yang paling rendah (desa) hingga ke atas fkabupaten, propinsi, atau pusat). lndikator yang dikumpulkan juga seringkali sudah "hie indicator" pada saat dikumpulkan dan menjadi 'bey late indicator" pada saat sampai ke pengambil keputusan. Penyempurnaan indikator dan sistem pelapran yang lebih ""real time" dengan memanfaatkan teknologi canggih namun murah dan terjangkau (SMS - via handpone, atau telepon rumah, misalnya) dapat menjadi bagian dari "revolusi" yang dimaksud di atas. Upaya ke arah sana saat ini sedang dikembangkan oleh Tim IPB dan Badan Bimas Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Tengah. Arsitektur SKPG dengan menggunakan fasilitas SMS disajikan pada Lampiran 3. Dengan demikian, karena kejadian busung iapar dan gizi buruk sebenarnya "tidak insfanf' atau memerlukan waktu sejak munculnya penyebab hingga dampaknya pada status gizi, maka seharusnya kejadian merebaknya gizi buruk atau busung lapar tidak boleh terjadi lagi di masa mendatang.

F o r u m K e r j a Penganeka ragaman Pangan 83

Page 115: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n - -

Lampiran 1.B. Jumlah Anak Balita Gizi Kurang dan Buruk, SUSENAS 1989 - 2003 dan Perkiraannya pada Tahun 2004 (Depkes, 2005)

am pi ran 1 .A. Prevalensi Anak Balita Gizi Kurang berdasarkan data SUSENAS 1989 - 2003 (Depkes, 2005)

Catatan: Jumlah balita tahun 2003 diperkirakan 8,5% dari jurnlah penduduk

84 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 116: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 4

Lampiran 2.A. Prevalensi Gizi Kurang (undemeighkkurus dan stunted=pendek) di Indonesia Menurut 20%-an Kelompok Pengeluaran (Kuintil), Tahun 2003

..........-..

Expenditure Quintiles

Lampiran 2.B. Prevalensi "Underweight" menurut Tingkat Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendapatan, Susenas 2003

Keterangan: A: Tidak pernah sekolah B. Tamat SD dan SMP C. Tamat SMA ++ Sumber: Atmarita (2005)

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 85

Page 117: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l l l P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Lampiran 2.C. Persentase Pengeluaran untuk Rokok (a) dan Buah-buahan (b) pada Rumah tangga yang memiliki Anak Balita Unde~leight (=kurus)

86 F o r u m Ker ja P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 118: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

Pros id i ng L o k a k a r y a N a s i o n a l I I Penganeka ragaman P a n g a n

Lampiran 2.D. Pertumbuhan Ekonomi hams Didarnpingi dengan Pewbahan Perilaku, Peningkatan Fasililas dan Kualitas Air Bersih bila 50% Penumnan Kelaparanlgizi Bumk akan dicapai pada Tahun 2020

Percemh redwtion in prcvmlcmce of ndenvright due trr 5% per =pita

Fo rum Ke r j a Penganeka raga rnan Pangan 87

Page 119: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g Lokaka rya N a s i o n a i I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n - - Lampiran 3. Arsitektur Sistern Penggunaan "SWISH untuk mendukung Sistern

Kewaspadaan Pangan dan Gizi yang "Real Time"

Distribution Layer

Ls @ Q4 0

PC Client pada bngkat PC Client pada bngkat PC CB@nt Pads bngkat

Kyrnatan Kecarnatan I

3 GSM b Phone G S ~ ~ ~ ~ Enumerator

Access Layer & mngk&Desa (Data Wection )

GSM Phone

88 Fo rum Ke r j a Penganeka ragaman P a n g a n

Page 120: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

N SOSlAL PEDESMN DAWM PENMNEMARAGAMAN PANWN

Psof. Dr. &ppl Sukesi Dosen Fakultas Pertanfan dan Kepala Pusaf Penelitan Gender dan Kependudukan

Universitas Bra wajaya

Sejak lama dikemukakan bahwa pangan dan kependudukan merupakan dua aspek penling dalam rantai kehidupan. Dalam teori klasik kependudukan dikemukakan bahwa "penduduk bertambah menurut deret ukur, sedangkan ketersediaan pangan bertambah menurut deret hitung". Kondisi ini semakin terasakan ketika krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis total di lndonesia terjadi, kemudian masalah pangan dan gizi muncul kembali. "Kebijakan beras" di masa lalu menimbulkan dampak ketergantungan terhadap saiu jenis karbohidrat tersebut, swasembada yang pernah dicapai hanya "mimpi indah" sekilas, Indonesia kembali sebagai pengimpor beras, kehilangan budaya makan aneka karbohidrat sebagai bahan pangan pokok disamping sayur dan protein. Tata kelembagaan juga mengalami perubahan. Lumbung desa sebagai lembaga ketahanan pangan di tingkat masyarakat paling bawah (desalkelurahan) tinggal kenangan. Hubungan kerja bagi hasil (maro, merfelu, dan sebagainya) dalam pekejaan perianian bergeser ke sistem upah. Di beberapa desa, tenaga kerja - upahan di pertanian sulit diperoleh. Dalam ha1 ini upah kerja menjadi penyebab dilema tersebut. Upah kerja pertanian yang rendah mengakibatkan tenaga kerja muda terdorong ke luar pertanian, sementara untuk meningkatkan upah kerja pertanian terkendala oleh harga komoditas pertanian yang fluktuatif.

Di tingkat rumah tangga sebagai unit terkecil sistem sosial, distribusi pangan diantara anggota-anggotanya akan menentukan kecukupan gizi mereka. Bagaimana pola makan, cara memasak, pola distribusi, jenis makanan adalah perilaku individu yang dibentuk oleh aspek sosial budaya dan ekonomi. Di tingkat ini perempuan menjadi tokoh sentral yang sangat menentukan, karena secara tradisional perempuan ditempatkan dalam sistem pengelolaan konsumsi, laki-laki lebih berada dalam sistem produksi. Produksi ditujukan pada ketahanan pangan, distribusi dan konsumsi ditujukan pada kecukupan gizi atau gizi seimbang, Pranata rumah tangga ini juga mengalami pertumbuhanlperkembangan yang tidak seimbang. Produksi pangan ditata tetapi distribusi dan konsumsi tidak

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 89

Page 121: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n d

diperhatikan. Sementara itu juga menyangkut aspek kelembagaan dan pranata- pranata yang penting bagi pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Pola makan dan pengetahuan tentang gizi hanya diperoleh melalui sosialisasi keluarga dan sebagian kecil saja yang mendapatkannya melalui pendidikan formal. Akibatnya SDM pengatur gizi (mayoritas adalah perempuan) menjadi rendah keterampilannya dalam mengatur gizi keluarga yang berakibat pada terjadinya gizi buruk, terutama anak-anak dan ibu hamil. Prediksi terjadinya "generasi yang hilang" sebagai akibal krisis sangat mungkin terjadi dalam arti rendahnya kualitas SDM satu generasi mendatang akibat gizi buruk yang diterima ibu hamil, bayi dan anak balita.

Dalam tatanan tradisional, masyarakat memiliki lembaga-lembaga lokal yang mengatur ketahanan pangan sesuai dengan kebutuhan mereka, misalnya lumbung desa. Daiam tatanan formal telah diatur sistem ketahanan pangan dalam peraturan perundangan. Ketahanan pangan, suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah untuk konsumsi manusia. Untuk meningkatkan ketahanan pangan diperlukan penganekaragaman dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Selain itu perlu ditingkatkan teknologi pengolahan dan produksi pangan, peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.

Pada masa Orde Baru yang ditandai dengan ikon pembangunan, berbagai lembaga pertanian yang berlugas menuju ketahanan pangan dalam arti pengadaan dan kecukupannya dan lembaga-lembaga sosial di bidang kesehatan dan aktifitasnya, antara lain menuju kecukupan gizi, lembaga-lembaga tersebut dibentuk, disosiatisasikan dan diintroduksi ke seluruh wilayah Indonesia. Hasil yang dicapai beragam, demikian juga dampak yang ditimbulkan. Dalam proses pembangunan sampailah kita pada situasi yang "menghentak" semua orang yailu situasi krisis moneter dan krisis di berbagai bidang. Lembaga-lembaga lokal dan lembaga-lembaga introduksi berbenturan pada kondisi dan situasi krisis, kemudian semuanya seakan-akan mandeg di tempat. Pertanyaannya adalah; Mengapa mesin kelembagaan sosial milik masyarakat maupun yang diintroduksi tiba-tiba tidak berfungsi? Adakah yang salah dalam tata kelola kawasan, usaha dan SDM dari segi kelembagaan? Perlanyaan tersebut akan dicari jawabannya melalui revitalisasi kelembagaan sosial dalam penganekaragaman pangan, kecukupan pangan dan gizi masyaraka't.

90 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 122: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Belajar dari Pengalaman

Lembaga dan pranata sosial adalah himpunan norma-norma dari segala tingkat yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat (Soekanto, 1982), dibentuk oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena mencakup keseluruhan unsur-unsur sosial dalam kehidupan kelompok, sistem norma dan nilai, sarana dan prasarana serta aktifitas- atkifilas dalam pemenuhan kebutuhan hidup bersama. Lembaga akan hidup selama dibutuhkan. Lembaga sosial dan pranata sosial dapat diartikan sebagai wadah dan isi suatu sistem sosial.

Kelembagaan sosial bervariasi antar daerah karena kondisi masyarakat yang berbeda-beda. Oleh karena itu terdapat lembaga-lembaga spesifik antar lembaga lokal yang sebenarnya merupakan energi sosial yang sangat penting. Kelembagaan dapat juga distimulasi dari luar, pemerintah maupun non- pemerintah, sehingga dapat juga disebut lembaga introduksi.

Dalam ha1 pangan dan gizi, kelembagaan lokal yang ada di Indonesia (khususnya Jawa) antara lain ;

Di pedesaan, terdapat lembaga bagi hasil, lumbung desa atau lumbung pangan, bawon dan lain-lain. Lembaga ini mengurusi penataan pertanian sejak produksi sampai pembagian hasil. Dalam pengolahan hasillpascapanen terdapat pranata tumbuk padi, pipil jagung, buruh gebfog, tumbuk tepung yang dikerjakan secara manual sedehana. Wasil studi SAE tahun 70-an, lembaga tersebut mengalami perubahan dengan masuknya mesin-mesin pengolahan. Pada saat ini menuai kritikan karena banyak tenaga buruh lani kehilangan kesempatan kerja. Pewbahan hendaknya dianalisis secara arif, karena di beberapa desa di Jawa pada saat sekarang sulitnya tenaga kerja berakibat pada mekanisasi pertanian sehingga pekerjaan menjadi efisien. Lembaga kerja ini kemudian menimbulkan ketergantungan petani terhadap bahan bakar minyak. Petani berorientasi pada 'luar" desa. Hal ini cukup aktual, ketika akhir- akhir ini BBM membumbung tinggi, petani pun mengeluh berat atau mengandalkan mesin dieselnya.

Fnasih dl' pedesaan, dalam pemasaran terdapat lembaga- lembagalpranata ijon, febasan, kintalan dan lain-lain. Kelembagaan lokal ini banyak menuai kritik karena dalam pemasaran hasil pangan, petani diposisikan lebih "rendah" dalam pendapatan. Tetapi pranata ijon dan lain- lain tidak pernah bisa "diberantas" yang sebenarnya menunjukkan pranata

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 91

Page 123: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

tersebut masih menjadi kebutuhan masyarakat, khususnya petani. Hasil penelitianlkajim terhadap lembaga keuangan mikro, menunjukkan bahwa kemudahan prosedur, hubungan saling percaya dan resiko adalah kemudahan-kemudahan yang menyebabkan pranata tersebut sampai sekarang tetap eksis di daerah pertanian dan perikanan.

Di daerah perkotaan, kelembagaan pangan yang berkembang bukan berbasis produksi pertanian, tetapi pascaproduksi. Kelembagaan berkembang dalam unit-unit "sodality" di bawah kelurahan atau RW, tetapi unsur komersial memang lebih menonjol dibanding dinamika kelembagaan di pedesaan. Lembaga distribusi hasil adalah penghubung desa-kota atau hulu-hilir dalam distribusi pangan. Para pedagang adalah aktor penting yang masih efektif sampai saat ini.

Lembaga lntroduksi dalam sejarah pembangunan pertanian yang cukup menonjol adalah lembaga tala kelola kawasan dengan konsep Wilayah Unit Desa (Wilud) dengan Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang berkembang menjadi Koperasi Unit Desa (KUD). Peran lumbung desa diformalkan menjadi lembaga-lembaga logistik (Bulog), wiiayah kerjanya bukan desa, tetapi wilayah unit desa (kecamatan) - kabupaten - dan seterusnya. Dengan model pembangunan kelembagaan tersebut, Indonesia pernah mencapai swasembada beras tetapi tidak bertahan lama. Ketergantungan pada bahan pokok beras mengakibatkan Indonesia kembali menjadi pengimpor beras.

Dalam ha1 gizi, Departemen Kesehatan sejak tahun 70-an membentuk lembaga pelayanarr seperti Puskesmas, Posyandu, dengan aktivitas- aktivitas pemanlauan gizi balita, pelayanan ibu hamil, PMTAS dan lain- lain.

Keiembagaan sosial dalam pangan dan gizi tersebut hendaknya memberi pelajaran yang banyak. Mengapa swasembada belum bisa kita wujudkan? Mengapa ada busung lapar atau gizi buruk? Faktor sosial budaya - ekonomi, secara intemal dan eksternal ikut berpengaruh, disamping penyebab fisik dan teknologi (lihat Gambar 1).

92 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 124: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Penanggulangan

* Lumbung Pangan

ObieWSubiek

* Rawan Pangan 5 Rawan Gizi - Buruk Q Individu : - Balita

SDA Pertanian Usaha Pertanian

* Ketersediaan : 5 Padat Tenaga

Produksi -

- LembagafPranata

Gambar 4. Skema Kelerkaitan antar Unsur dalarn Penanggulangan Pangan, Ketahanan Pangan dan dan Gizi Buruk

Forum K e r j a P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n 93

Page 125: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n a L o k a k a r v a N a s i o n a l II P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Revitallsasi Kelembagaan

Ke depan, perlu dilakukan revitalisasi kelembagaan sosial dalam ketahanan pangan dan kecukupan gizi (lihat Gambar 2), dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Keanekaragaman pangan menuju pgda cukup pangan dan cukup gizi. Oleh karena itu, harus diperhatikan unsur-unsur karbohidrat - sayur (vitamin) dan ikan (protein).

Berbasis potensi lokal, sesuai dengan sumberdaya lahan yang dimiliki dan sumberdaya air. Daratan dan lautan perlu dikaji secara optimal, ketahanan pangan berbasis sumberdaya kelautan potensial dikembangkan.

Lembaga lokal dan introduksi yang adaptif dan tepat guna, serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kelembagaan terpadu dari hulu sampai hilir, tetap mempertahankan spesifikasi masyarakat dan potensinya. Pada saat ini, berpikir bisnis perlu dikembangkan, terutama dalam rekayasa atau introduksi lembaga ekonomi. Kelompok-kelompok usaha bersama di bidang ekonorni dan pranata pengelolaannya diperlukan.

Model KIE f Komunikasi, lnformasi dan Edukasi) perlu dikembangkan dalam tata kelola SDM.

94 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 126: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I t P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n L -

Pelayanan Fasilitdlsi Advokasi

Pengaturan

* Memenuhi Kebutuhan 4 Pelaku mndapat

Norrna dan Sanksi

Garnbar 2. Skerna Pokok-pokok Pikiran Revitalisasi Kelembagaan Pedesaan

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 95

Page 127: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n

Arifianto. 2005. Kasus Busung Lapar di Bekasi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.

Sajogjo. 1980. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga.

Soekanto, Surjono. 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta.

Soemarno. 2005. PUMSHP : Peningkatan Usaha Masyarakat Sekitar Hulan Produksi (Bahan Diskusi FTP - Dishut Propinsi Jawa Timur.

Sugiyanto. 2001. Model distribusi Pangan di Jawa Timur, Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dengan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur.

. Kompas, 25 Jufi 2005, Sumber Pangan Mampu Menekan Gizi Buruk.

. Rumusan Hasil Pertemuan Nasional tentang Penanggulangan KLB Gizi dan Penyakit

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 128: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n o L o k a k a r y a N a s i o n a l 1 1 P e n g a n e k a r a a a m a n P a n a a n

FiaWOhlBSl KEBIJAWN D M AKSl MEPICIJU

PAN

Prof. Dr. Hotman M. Siahaan Dekan FakulFas llmu Sosial dan Politik

Universiras Airlangga

Revolusi kebijakan dalam penganekaragaman pangan sesungguhnya merupakan hal yang tidak mudah dilaksanakan, bahkan lebih sulit daripada menjalankan agenda reformasi.

Berdasarkan angka statistik dan data empiris dari Sudan, sebagaimana sudah ditunjukkan dalam paparan terdahulu yang mengindikasikan betapa sesungguhnya tidak selalu terdapat korelasi langsung antara kelebihan atau kekurangan pangan dengan status fkelebihanlkekuranganj gizi. Dengan kata lain, kemiskinan tidak otomatis membuat seseorang menjadi kekurangan gizi. Paparan seberumnya ini ditutup dengan antitesis terhadap statement dimana dapat dinyatakan bahwa yang terjadi di Sudan itu adalah kemiskinan total, bukan karena kekurangan bahan pangan tertentu (seperti beras), melainkan benar-benar tidak ada lagi yang dapat dimakan oleh rakyat itu di tengah-tengah situasi yang begitu dahsyat termasuk perang antar suku yang luar biasa yang terjadi. Peristiwa di Sudan merupakan salah satu tragedi peradaban kemanusiaan yang pernah kita alami di dunia beradab ini. Wataupun data-data empiris tidak dapat dikemukakan disini, namun dari beberapa studi yang pernah dilakukan , di beberapa wilayah di negeri ini kerawanan pangan yang terjadi bukan sekedar karena kurangnya kesadaran, tetapi benar-benar kondisi nyata dari kekurangan bahan pangan.

Bila dicermati, di negara ini berbagai kebijakan yang menyangkut kebijakan pangan lebih didominasi oleh negara atau pemerintah dengan sedikit sekali - untuk tidak menyatakan tidak pernah meiibalkan rakyat atau masyarakat dalarn penyusunannya. Di masa orde baru, bahkan semua kebijakan negara yang menyangkut pangan dikendaiikan melalui hegemoni negara. Hegemoni dan statitasi terjadi di semua sektor, termasuk pendefinisian mengenai apa yang disebut dengan "hidup sehat", "kurang sehat", "lapar", dan "kenyang". Apa yang mesti dimakan pun ditentukan oleh negara, tidak ditentukan oleh masyarakat.

- -

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 97

Page 129: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g Lokaka rya N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Peranan Politik Beras dan Sentralisasi

Politik beras merupakan salah satu kebijakan pangan ala Orde Baru yang paling fenomenal. Dengan "Politik Beras", masalah makna pembangunan dinilai dengan ukuran kalau seseorang tersebut sudah bisa makan beras. Di luar itu dianggap belum tersentuh pembangunan. Karena itu, polilik beras, revolusi hijau, dan proyek-proyek penganekaragaman pangan di masa Orde Baru layak dimintai pertanggungjawaban; lnstiiut Pertanian Bogor yang begitu besar peranannya dan juga "sumbangsih"-nya, apakah berkah atau bencana bagi negeri ini? Konsep Revolusi Hijau dan seluruh ikutannnya tidak terlepas dari keterlibatan lnstitut Perianian Bogor yang melakukan studi dan bahkan berbagai proyek percontohan yang memungkinkan revolusi hijau tersebut dilaksanakan di masa Orde Baru. Diantaranya adalah program Panca Usaha Tani, yakni melalui penggunaan benih unggul, penggunaan pupuk, pestisida, dan komersialisasi pertanian. Pilof Project IPB di wilayah Karawang merupakan bukti sejarah dalam ha! pencanangan Revolusi Hijau di masa Orde Baru. Ironisnya, dalam program Revolusi Hijau tersebut hampir semua sarana produksi, mulai dari benih unggul, pupuk, pestisidalinsektisida yang digunakan tidak datang dari negeri ini. Benih PB 5, PB 8, IR, dan seterusnya, diambil dari Los Banos, Philipina. Pupuk Urea, sarana pemberantasan hama, semuanya lebih diutamakan bila merupakan produk multinational corporation.

Akibatnya, terjadi ketergantungan petani terhadap negara dan sarana produksi luar negeri, dengan secara perlahan namun pasti mereduksi kemampuan lokal masyarakat (local genius). Salah satu contoh kasus, boleh ditunjuk lunlurnya kebudayaan sagu di beberapa wilayah di lndonesia Timur, meski bagi rakyat disana, belum bisa aiyakinkan sagu itu lebih rendah kandungan gizinya daripada beras. Namun karena "politik beras", local genius di kawasan Indonesia Timur berupa kebudayaan sagu habis, karena rakyat yang mengkonsumsi sagu dianggap "tertinggal" belum tersentuh "pembangunan". Contoh lainnya, di Madura, penduduknya befhenti mengkonsumsi jagung karena dianggap teiringgal, belum tersentuh pembangunan. Melalui program-program PMDK (Penyuluhan Masyarakat dan Kesehatan), serta berbagai penyuluhan dibawah label Revolusi Hijau, kebudayaan jagung digantikan dengan kebudayaan beras.

Ketika terjadi krisis moneter yang membawa dampak krisis multidimensional terjadi di negeri ini, ketika tiba-tiba beras jadi sulit dan tidak terjangkau, peluang alternatif mengecil dan rakyat bingung akan beralih kemana. Kebudayaan sagu dan budi dayanya sudah habis "dibabat" oleh politik beras. Akibatnya makin rendahnya kemampuan membangun kesadaran pemberdayaan rakyat dalam mengatasi problem-problem gizi dan kekurangan pangan. Hal

98 Fo rum Ke r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 130: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

tersebut merupakan problem bangsa yang juga merupakan beban sejarah kita, akibat program PELITA di masa rezim Orde Baru hanya dengan "Politik Beras".

Konstruksi sosial mengenai "makan" bagi kebanyakan masyarakat kita juga layak disimak di: "orang belum merasa telah "makan" kalau belum menyentuh beraslnasi". Kalau kita bicara mengenai penganekaragaman pangan, supaya ada afternatif-alternatif lain di samping beras, konstruksi sosial tersebut yang pertama- lama harus dirubah. Konstruksi tersebui juga diperkuat oleh peran dominasi negara hegemonik dengan "politik beras" yang disebutkan di atas. Dengan hegemoni negara yang mengembangkan kebudayaan beras, kekuatan-kekuatan lokal/ konstruksi non-beras menjadi direduksi.

Ada suatu studi untuk sebuah disertasi yang disusun oleh Prof. Joseph Glinka SVD, seorang ahli anfropoiogi ragawi di Universitas Airlangga yang meneliti orang-orang Flores. Penelitian tersebut diiakukan dengan mengukur besar kerangka otak dan pertumbuhan tulang-tulang dan kerangka otak orang Flores pada tahun 60-an, dan pada tahun 70-an, hasilnya, terjadi peningkatan pertumbuhan kerangka dan juga tingkat kecerdasan orang-orang FIores akibat peningkatan kesadaran tentang gizi, meski ha1 tersebut tidak hams menyangkut beras. Sebenarnya studi tersebui merupakan input yang sangat berharga bagi kita. Bagaimana hubungan antara kesadaran tentang gizi-meski tanpa beras- negara, bisa tumbuh generasi dengan kecerdasan yang meningkat.

Peran negara yang begitu kuat menyangkut definisi sosial dan konstruksi sosial masyarakat tentang "apa itu lapar", "apa itu kenyang", "sehat", dan "apa itu lingkungan yang memadai" di masa Orde Baru selayaknya dikaji ulang dewasa ini. Misalnya pelaksanaan program PKK, Upaya Perbaikan Gizi Keluarga, dll. Bila dilihat dari konseptualisasi teoritis dari program yang ditatarkan kepada ibu-ibu Camat kemudian dari ibu-ibu Camat ditatarkan kembali kepada ibu-ibu Lurah, dan kemudian ditatarkan kembali kepada ibu-ibu di desa, semuanya benar dari sudut leoritis. Tidak ada yang mengatakan kalau susu ataupun telur tidak baik untuk kesehatan. Namun masalahnya, program tersebut disamaratakan di semua wilayah di Indonesia, tanpa memperhatikan perbedaan aksesibilitas bahan pangan di masing-masing daerah. Program yang bersifat top-down tersebut mengabaikan konleks sosial pangan bergizi yang unik di wilayah-wilayah tertentu di pelosok pedesaan di negeri ini. Masyarakat didikte mengenai bahan-bahan pangan apa yang membuat hidup sehat, dan yang tidak sehat dengan mengabaikan konstruksi sosial yang berasal dari kebudayaan lokal.

Harus diakui bahwa kontrol negara sangat kuat pada program Posyandu. Seluruh program tersebut dapat dinilai baik secara institusional. Namun dalam

F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 99

Page 131: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

pelaksanaannya ternyata terdapat penyimpangan-penyimpangan. Di suatu daerah, rakyat dan petugas kecamatan (Puskesmas) bersepakat mensiasati pemerintah. Menurut ketentuan, balita yang dalam dua bulan tidak naik berat badannya seharusnya dilaporkan. Tetapi pernah teramati bahwa dalam suatu proses penimbangan, petugas Puskesmas "bersepakat" dengan orangtua bayi untuk menaikkan timbangan berat badan bayinya. Kenapa mereka merasa perlu untuk mensiasati ha1 tersebut? Alasan utamanya adalah karena bila kasus kekurangan berat badan terjadi, kondisi kecamatan dan kerja camat akan dinilai buruk.

Ketika arus reformasi bergulir tahun 1998 terjadi pergeseran besar, yaitu ketika peran negara yang sentralistik bergeser ke era desentralisasi, tanpa proses pemberdayaan masyarakat. Sesungguhhya ha1 ini merupakan perubahan besar menggantikan rezim Orde Baru selama 30 tahun.

Dari yang begitu sentralistik, tiba-liba terjadi desentralisasi dengan diberlakukannya Undang - Undang Otonomi Daerah yang mengakibatkan koordinasi antar daerah otonomi menjadi kurang terpadu. Contohnya dalam kasus terjadinya wabah demam berdarah, tidak ada penanggulangan terpadu sebagaimana halnya di masa Orde Baru. Dulu semua dikontrol oleh negara, sedangkan sekarang ini tidak ada koordinasi antar daerah otonomi. Hal tersebut harus diatasi dan menjadi problem bagi pemerintah daerah otonomi di tingkat kota dan kabupaten dan bahkan propinsi.

UU No. 22 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah diganti dengan UU No.32 tahun 2004 yang kalau disimak nampaknya terjadi resentralisasi, namun kalau kita melihat apa yang terjadi baru-baru ini di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang produksi berasnya tinggi namun mengalami kerawanan pangan, bukan mustahil ha1 tersebut juga diakibatkan kebijakan-kebijakan lokal tidak diberdayakan. Begitu pun dalam proses pennegara"an seluruh konsep tentang penganekaragaman pangan, pangan sehat, gizi, dan lingkungan.

Harus disadari bagaimana kita melakukan kajian ulang mengenai kebijakan tentang penganekaragaman pangan selama ini, terutama di masa rezim Orde Baru dan bagaimana kontekstuaiisasinya di masa Orde Otonomi Daerah. Presiden Indonesia baru-baru ini menyatakan akan menghidupkan kembali Posyandu. Selayaknya dipahami bahwa Posyandu yang dulu dilahirkan dari kekuasaan pusat yang besar tentu hasilnya akan berbeda dengan Posyandu yang

100 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 132: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a y a r n a n P a n g a n

dilahirkan dari kekuasaan pusat yang sudah di"lecehkann di Orde Otonomi Daerah ini. Bukan mustahil akan terjadi terjadi kontraproduksi dalam penyelenggaraan Posyandu. Mubungan peran pusat-daerah semacam itu menjadi masalah dalam konstruksi demi penanganan dan mencegah rawan pangan dan gizi buruk. Walaupun kemiskinan bukan satu-satunya akar dari masalah rawan pangan dan gizi buruk, namun ada faktor di luarnya yaitu masalah kesadaran tentang apa yang dimaksud dengan hidup yang sehat dan lingkungan yang sehat dan gizi yang baik. Hal tersebut dapat menjadi masalah dalam pemberdayaan wilayah- wilayah pedesaan di era Otonomi Daerah.

Modal-modal Polensial untuk Pembangunan dalam Rangka Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Busuk

Paradigma dalam mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat selalu bertumpu pada sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia. Akhir-akhir 'tni, sudah mulai dibicarakan adanya modal-modal lain yang harus dibangun. Paling tidak menurut catatan saya, dalam dekade ini setidaknya ada lima modal yang sepatutnya diberdayakan dalarn konteks penanganan kerniskinan dan kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam upaya membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi. Modal-modal tersebut adalah: (1) modal sosial; (2) modal politik; (3) modal kultural; (4) modal coersive; dan (5) modal lingkungan.

Karakteristik dari modal ekonomi yaitu jenis modal ini sangat be&ubungan,dengan faktor produksi. Mengapa kesediaan pangan belum tentu menjamin iidak terjadinya busung lapar? Modal ekonomi akan berhubungan langsung dengan produksi pangan, tanah, pekeja, dan memberikan income utama bagi pelaku ekonomi lain yang terlibat. Misal, pedagang emas yang busung lapar berarti emas yang dimilikinya hanya dipakai untuk modal struktural tetapi tidak untuk modal kesehatan.

Modal manusia atau yang hiasa disebut dengan sumberdaya manusia (SDM) menuju karakteristiwatribut individual yang rnenjadi sumber pencapaian manusia, termasuk yang diukur selalu dalam orde baru adalah tentang kualitas SDM kita.

Sementara itu, modal sosial merupakan jaringan, dan relationship yang memfasilitasi koordinasi dan manajemen masyarakat. Karena salah satu problem dari masalah kerawanan pangan dan gizi buruk ini disebabkan oleh tidak adanya jaringan sosial, modal sosial di antara masyarakal tidak mendapatkan akses, baik

Forum Kerja P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 101

Page 133: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

itu akses informasi mengenai kesadaran gizi ataupun akses ke bahan pangan itu sendiri.

Menyangkut persoalan otonomi daerah, modal yang dapat diberdayakan adalah modal politik, yaitu jaringan aliansi organisasi politik formal dan informal yang memberikan akses ke sumberdaya dan kewenangan pengambilan keputusan. Adanya utusan-utusanlwakil-wakil daerah seharusnya bisa membantu menyusun peraturan-peraturan daerah (PERDA) yang seharusnya memang bisa membantu masyarakat. Tetapi persoalannya, kita sedang mengalami anomali dalam dunia parlementer. Seharusnya dengan adanya otonomi daerah, peraturan- peraturan daerah yang membantu masyarakat bisa cepat disusun karena tidak harus menunggu keputusan ataupun legitimasi dari pusat. Persoalannya bagi negara ini, modal politik tersebut ada tetapi dunia politik negeri ini sedang tidak stabil. Anggotz dewan sayangnya kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Ironisnya, di tengah kemiskinan yang melanda rakyat, anggota DPR malah dinaikkan tunjangannya.

Selanjutnya, adalah modal kultural yang maksudnya adalah nilai-nilai atau norma-norma dan keyakinan yang menetapkan peran. Kalau ada orang yang secara finansial mampu memilki anak yang busung lapar, berarti ada pengelolaan modal kultural yang lemah dalam konteks kesadaran gizi. Begitu juga dengan adat istiadat. Gontohnya di suatu daerah di Indonesia, sapi hanya akan dipotong bila ada pejabat pemerintah yang datang ke daerah tersebut.

Sementara itu, yang dimaksud dengan modal coersive adalah sumber- sumber kekerasan (violence), intimidasi, paksaan, dan segala bentuk represi terhadap tegaknya norma. Modal coersive menurun di daerah. Yang menjadi masalah, kenapa kita sebagai bangsa yang sudah bersumpah untuk bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia selama puluhan tahun tiba- tiba merasa lebih bangga menjadi putra daerah daripada menjadi putra Indonesia?

Yang terakhir adalah modal iingkungan. Yang menjadi masalah dalam modal ini adalah yang merujuk pada kualitas dan kuantitas kesediaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya alam yang dimiliki bangsa ataupun pengetahuan- pengetahuan untuk upaya konservasi. Sebagai contoh, terdapat beberapa suku di Kalimantan yang hilang. Suku-suku tersebut sangat bergantung pada hutan. Ketika hutan ditebangi, kebudayan-kebudayaan mereka pun hilang, dan suku- suku tanpa kebudayaan akan mengalami dis-orientasi. Ketika suatu suku masuk ke dalam wilayah konservasi, perilaku mereka akan menjadi kontraproduktif.

102 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n

Page 134: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I Penganeka ragaman P a n g a n

Mengingat banyaknya modal yang sebenarnya dapat diberdayakan, harus dipikirkan bagaimana menggunakan kelujuh modal yang disebutkan tadi unluk rnembantu atau setidaknya menjadi wacana yang berarti dalam upaya penanganan dan pencegahan rawan pangan dan gizi buruk.

Fo rum Ke r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n 103

Page 135: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan ... · Organisasi ini bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan citra pangan yang lebih beragam. FKPP juga mempunyai

P r o s i d i n g L o k a k a r y a N a s i o n a l I I P e n g a n e k a r a g a r n a n P a n g a n -

1 04 F o r u m K e r j a P e n g a n e k a r a g a m a n P a n g a n