35
1 RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT BINA KESEHATAN JIWA DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHAYAN JAKARTA

RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

1

RENCANA AKSI KEGIATAN

TAHUN 2015-2019

DIREKTORAT BINA KESEHATAN JIWA

DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHAYAN

JAKARTA

Page 2: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

2

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME, buku Rencana

Aksi Kegiatan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Tahun 2015-2019 ini dapat disusun

untuk menjadi pedoman bersama dalam mewujudkan outcome Direktorat Bina

Kesehatan Jiwa.

Buku ini memuat tujuan, sasaran, arah kebijakan, stretegi, indikator, dan target

Direktorat Bina Kesehatan JIwa selama lima tahun mendatang (2015-2019) yang

harus dijadikan acuan bagi setiap pemangku kegiatan Direktorat Bina Kesehatan

JIwa .

Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Kesehatan JIwa akan memberikan panduan

dalam penyusunan rencana kerja tahunan masing-masing Sub Direktorat Bina

Kesehatan Jiwa sekaligus menjadi salah satu dokumen sumber dalam pelaksanaan

penilaian Akuntabilitas Kinerja .

Kami meyakini, bahwa Rencana Aksi Kegiatan ini belum sempurna dan terus akan

di-up date untuk mengakomodir perkembangan kondisi internal dan eksternal

pembangunan kesehatan di bidang Kesehatan jiwa dan Napza. Oleh karena itu,

masukan dari semua pihak untuk perbaikannya sangat dibutuhkan. Kepada

seluruh penyusun buku ini, kami mengucapkan terima kasih atas segala upayanya.

Semoga Rencana Aksi Kegiatan ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Jakarta, 24 November 2014

Direktur Bina Kesehatan Jiwa,

dr. Eka Viora,SpKJ

NIP. 195806301987092001

Page 3: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara bertahap dan

berkesinambungan yang mengacu pada arah dan kebijakan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (2004-2025) dan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah yang disusun dalam 5 tahunan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2006 tentang tata cara

menyusun rencana pembangunan nasional, perlu memperhatikan beberapa

hal antara lain sasaran program prioritas presiden, konsistensi kebijakan

dan program pemerintah dengan yang tertuang dalam RPJMN, sinergisitas

output dan outcome program dengan dokumen RPJMN, serta sumberdaya

yang layak menurut kerangka ekonomi makro dalam dokumen RPJMN.

Dalam bidang kesehatan, Kepmenkes No. 375/MENKES/SK/V/2009 telah

menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan

Tahun 2005-2025 yang menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan

jangka menengah (lima tahunan).

Kesehatan Jiwa merupakan amanah dari Undang-Undang No.18 Tahun

2014 Tentang Kesehatan Jiwa. Pasal 1 menyatakan bahwa Kesehatan Jiwa

adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,

mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan/stress, dapat bekerja secara

produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Kesehatan jiwa dipandang penting karena permasalahan kesehatan jiwa

sangat besar dan menimbulkan beban pembangunan yang signifikan. Jika

permasalahan kesehatan jiwa tidak ditanggulangi akan menurunkan status

kesehatan fisik, menurunkan produktivitas kerja dan kualitas sumber daya

manusia, sehingga menimbulkan disharmoni keluarga, permasalahan

psikososial dan menghambat pembangunan bangsa. Untuk itu perlu

dilakukan berbagai upaya dalam bidang kesehatan jiwa yang meliputi:

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terintegrasi

komprehensif dan berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan manusia.

Upaya tersebut dilaksanakan di lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga

pendidikan, fasilitas pelayanan, lembaga keagamaan, lembaga

pemasyarakatan serta melibatkan berbagai sumber daya yang ada di

masyarakat.

Page 4: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

4

Maka untuk mendukung dan memandu implementasi program kesehatan jiwa

di tingkat nasional dan daerah perlu disusun Rencana Aksi Kegiatan

Direktorat BIna Kesehatan Jiwa 2015 – 2019 yang merupakan perumusan

mengenai kesehatan jiwa untuk mengimplementasikan aksi-aksi kegiatan

dalam mendukung promosi kesehatan jiwa, prevensi terhadap gangguan jiwa,

serta kurasi dan rehabilitasi.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun

2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) Tahun 2015-2019, dokumen Rencana

Aksi Kegiatan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa 2015-2019 merupakan

penjabaran visi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dilengkapi dengan

rencana sasaran nasional bidang kesehatan yang hendak dicapai dalam

rangka mencapai sasaran program prioritas presiden.

Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa tahun 2015-2019

terkait dengan RPJMN, karena penyusunannya berpedoman pada RPJMN dan

visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatannya merupakan

penjabaran RPJMN, juga terkait dengan visi dan misi presiden, karena

penyusunannya memperhatikan pula kesesuaiannya dengan visi dan misi

(platform) presiden terpilih.

Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa tahun 2015-2019

memuat tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan

kesehatan jiwa sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 18 Tahun 2014

tentang Kesehatan Jiwa.

B. Kondisi Umum, Pontensi dan Permasalahan

Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia, berdasarkan data dari Riset

Kesehatan Dasar tahun 2013, didapatkan angka yang cukup signifikan.

Prevalensi gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas),

sebesar 6% untuk penduduk berusia 15 tahun ke atas. Hal ini berarti lebih

dari 14 juta jiwa penduduk Indonesia menderita gangguan mental

emosional. Sedangkan untuk gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis,

prevalensinya adalah 1,7 per 1000 penduduk. Dengan jumlah penduduk

Page 5: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

5

kurang lebih 240 juta jiwa pada tahun 2013, maka diperkirakan terdapat

lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis).

Data pengguna Napza juga tidak kalah penting dalam mempengaruhi

besarnya masalah kesehatan jiwa di Indonesia. Berdasarkan data yang

dikeluarkan oleh Badan Narkotika Nasional tahun 2011, dalam 1 (satu)

tahun terakhir terdapat kurang lebih 2,2% dari penduduk menggunakan

napza. Hal ini berarti ada sekitar 3,8 juta jiwa pengguna Napza di Indonesia,

dengan 1,8 juta diantaranya merupakan pengguna reguler.

Gangguan jiwa dan Penyalahgunaan Napza juga berkaitan dengan masalah

perilaku yang membahayakan diri, seperti bunuh diri. Bunuh diri bisa

Page 6: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

6

terjadi pada gangguan depresi, gangguan psikotik atau gangguan jiwa yang

lain. Berdasarkan laporan dari Mabes Polri pada tahun 2012 ditemukan

bahwa angka bunuh diri sekitar 0.5 % dari 100.000 populasi, yang berarti

ada sekitar 1.170 kasus bunuh diri yang dilaporkan dalam satu tahun.

Masalah lain yang juga tidak kalah penting adalah pemasungan. Data yang

dihimpun dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyebutkan bahwa

angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat (Psikotk)

adalah sebesar 14,3% atau sekitar 57.000 kasus gangguan jiwa yang

mengalami pemasungan.

Sementara itu kesenjangan pengobatan (treatment gap) terhadap gangguan

jiwa di Indonesiapun mencapai lebih dari 90%. Hal ini berarti bahwa hanya

sekitar 10% orang dengan gangguan jiwa yang mendapatkan layanan

kesehatan jiwa.

Tuntutan internasional baik global maupun regional juga semakin kuat

terutama dalam menurunkan kesenjangan pengobatan gangguan jiwa,

penyediaan layanan kesehatan jiwa yang komprehensif dan kontinyu,

peningkatan upaya kesehatan jiwa melalui pemberdayaan masyarakat, serta

penyediaan data dalam rangka penyusunan kebijakan dan strategi

kesehatan jiwa di tiap-tiap Negara. Hal ini antara lain tersebut dalam

Resolusi WHO (World Health Assembly 65.4 tahun 2012), WHO Global

Mental Health Action Plan 2013 – 2020, serta target dan indikator kinerja

ASEAN melalui ASEAN Mental Health Taskforce. Selain itu kesehatan jiwa

saat ini telah menjadi fokus perhatian Asia-Pacific Economic Cooperation

Page 7: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

7

(APEC) akibat beban ekonomi yang ditimbulkannya. World Health

Organization (WHO) mengestimasikan depresi sebagai penyebab beban

akibat penyakit no.2 terbesar pada tahun 2020, dan menjadi no.1 pada

tahun 2030 berdasarkan DALY’s (Global Burden of Disease, 2004).

Tingginya angka komordibitas gangguan jiwa pada penderita gangguan

medik umum juga merupakan suatu masalah. Pada pasien-pasien yang

sedang dalam pengobatan medis ditemukan 25% diantaranya mengalami

depresi dengan berbagai variasinya. Prevelensi depresi tinggi pada

penyakit-penyakit kronis seperti penyakit arteri koroner (18-23%), infark

miokard 25%, stroke 37,8%, diabetes militus 9-27%, penyakit Parkinson 2-

51%, HIV-AIDS 4-18%, kanker 6-25 % dan epilepsy 40-60%. (Januzi ZL) .

Terdapat hubungan yang bermakna antara depresi dengan penyakit kronis

(jantung, asma, artritis) di masyarakat, dan penyakit jantung memiliki

hubungan yang terkuat (Idaiani S., Bisara D., 2009 – berdasarkan data

Surkesnas).

Jumlah layanan kesehatan jiwa di Indonesia yang terbatas, distribusi tidak

merata dan kualitas yang bervariasi. Saat ini fasilitas pelayanan kesehatan

yang member pelayanan kesehatan dalam bidang keswa Terdiri dari: 50 RSJ

dan 1 RSKO yang terdapat di 26 dari 34 provinsi di Indonesia (8 provinsi

tanpa RSJ), 151 dari 445 RSU dengan layanan jiwa atau berjumlah 33 %

RSU, dan 1934 (21,47%) dari 9005 puskesmas yang melayani kesehatan

jiwa.

B. POTENSI DAN TANTANGAN

Undang-Undang No 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa mengatur

tentang tugas, tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan Pemerintah

Daerah pada pasal 75 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah

Daerah memiliki tugas, dan tanggung jawab terhadap penyelenggaraan

upaya kesehatan jiwa. Hal ini menjadi potensi utama dalam pengembangan

upaya kesehatan jiwa.

Potensi yang dimiliki saat ini dalam pengembangan upaya kesehatan jiwa

adalah:

a. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan jiwa kepada

masyarakat, ketersediaan tenaga kesehatan puskesmas yang terlatih

kesehatan jiwa merupakan kekuatan yang cukup besar. Diharapkan dengan

adanya pelatihan tersebut dapat meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan tenaga kesehatan dalam menangani masalah kesehatan jiwa,

Page 8: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

8

sehingga pasien dengan gangguan jiwa bisa mendapatkan pelayanan yang

berkualitas dengan akses yang lebih mudah, meningkatkan jejaring dan

sistem rujukan secara berjenjang.

b. Upaya kesehatan jiwa saat ini juga mulai didukung oleh multidisiplin, tidak

hanya dari disiplin ilmu kesehatan jiwa saja. Hal ini merupakan bukti

semakin meningkatnya pemahaman akan pentingnya kesehatan jiwa.

Dukungan organisasi profesi juga merupakan modal yang sangat penting

dalam pelaksanaan upaya kesehatan jiwa di masyarakat.

Di beberapa daerah di Indonesia saat ini telah tersedia layanan kesehatan

jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar. Hal ini merupakan

perkembangan yang penting dalam meningkatkan jangkauan pelayanan

kesehatan jiwa kepada masyarakat, dan merupakan bukti meningkatnya

pemahaman lintas program akan pentingnya kesehatan jiwa. Fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat dasar juga merupakan tempat pelayanan

kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS. Dalam peningkatan pelayanan

kesehatan jiwa, kerjasama ini sangat membantu dalam peningkatan

cakupan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat, meningkatkan kerjasama

dalam sistem rujukan dan rujukan balik untuk pasien gangguan jiwa,

sehingga pasien gangguan jiwa peserta JKN bisa mendapatkan pelayanan

kesehatan jiwa yang lebih luas dan mudah dijangkau.

c. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan Rumah Sakit Rujukan

Regional. Pembangunan dan penyediaan Rumah Sakit Rujukan Regional

berarti menyediakan sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang

kesehatan jiwa dan penyediaan sarana dan prasarana perawatan kesehatan

jiwa. Hal ini berdampak terhadap meluasnya cakupan pelayanan kesehatan

jiwa kepada masyarakat.

d. Dalam aspek pembiayaan kesehatan jiwa, potensi yang dimiliki adalah

adanya dukungan pemerintah untuk menerapkan Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) dalam layanan kesehatan termasuk kesehatan jiwa dalam

mencapai Universal Coverage pada tahun 2019. Hal ini merupakan potensi

yang cukup besar untuk menjamin orang dengan gangguan jiwa dapat

mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan meningkatkan

cakupan pelayanan kesehatan jiwa kepada masyarakat.

Selain potensi yang tersebut diatas terdapat beberapa peluang yang dapat

dimanfaatkan dalam pengembangan upaya kesehatan jiwa, diantaranya:

peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan jiwa, baik di lintas

sektor maupun di masyarakat, adanya upaya kesehatan jiwa berbasis

Page 9: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

9

masyarakat yang telah dikembangkan di beberapa daerah, dan adanya

kesempatan dalam kerjasama program serta bantuan sumberdaya.

Beberapa daerah telah terbentuk kelompok peduli kesehatan jiwa yang

tentunya akan sangat mendukung upaya kesehatan jiwa di masyarakat.

Upaya-upaya promosi dan prevensi di bidang kesehatan jiwa merupakan

bagian yang penting dari upaya kesehatan jiwa, dan merupakan bagian dari

pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif.Di fasilitas pelayanan

kesehatan primer di beberapa wilayah telah menyelenggarakan upaya

kesehatan jiwa melalui kegiatan promosi dan prevensi, baik melalui

kegiatan penyuluhan, edukasi, deteksi dini maupun kegiatan lain dalam

berbagai setting pelayanan.

Di tingkat nasional, beberapa program kesehatan jiwa telah terintegrasi

dalam program nasional kesehatan. Dukungan pemerintah juga dapat

dilihat dari usaha pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sumber daya

yang diperlukan khususnya untuk peningkatan upaya kesehatan jiwa.

Peluang-peluang untuk memperbaiki kurikulum sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dan sesuai standar merupakan peluang yang bisa

dimanfaatkan.Di samping itu, adanya penyelenggaraan pendidikan untuk

berbagai profesi terkait kesehatan jiwa, tersedianya beasiswa untuk

pendidikan kesehatan jiwa, adanya peluang untuk pembaharuan

kompetensi, dukungan dari masyarakat dan yang tidak kalah penting untuk

peningkatan pemenuhan sumberdaya yang berkualitas adalah

terakreditasinya program studi dan pelatihan kesehatan jiwa.

.Diharapkan dengan terpenuhinya kebutuhan sumberdaya tersebut dapat

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat.

Dalam rangka pengembangan upaya kesehatan jiwa untuk tahun 2015-2019

ditemukan tantangan meliputi:

1. tenaga kesehatan

rendahnya rasio tenaga kesehatan dan masyarakat yang membutuhkannya

serta sebaran yang tidak merata dapat menyebabkan upaya kesehatan jiwa

tidak dapat dikembangkan secara optimal di berbagai Provinsi dan

Kabupaten/Kota.

Page 10: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

10

2. Fasilitas pelayanan di bidang kesehatan jiwa

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

jiwa secara kuantitatif masih sangat terbatas. Hanya 21,47% Puskesmas

yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan hanya 33 % RSU yang

memberikan layanan kesehatan jiwa, di samping itu masih ada 8 Provinsi

yang tidak memiliki RSJ, selain itu mutu pelayanan kesehatan jiwa di

fasilitas pelayanan kesehatan juga masih perlu ditingkatkan.

Fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan juga masih sangat terbatas

dalam memberikan pelayanan terhadap ODMK/ODGJ. Kementerian Sosial

hanya memiliki 3 (tiga) Panti Rehabilitasi terhadap ODMK/ODGJ dan banyak

Provinsi serta Kabupaten/Kota yang tidak memiliki fasilitas pelayanan di

luar sektor kesehatan.

3. Permasalahan dalam jenis, jumlah dan ketersediaan yang

berkesinambungan obat psikotropik di puskesmas. Hal ini perlu mendapat

perhatian, mengingat penatalaksanaan gangguan jiwa yang sebagian besar

bersifat kronis, memerlukan ketersediaan obat secara kontinyu.

4. Anggaran di bidang kesehatan jiwa juga masih sangat rendah karena lebih

diutamakan anggaran untuk kesehatan fisik, maupun penyediaan sarana

dan prasarana kesehatan. Hal ini menyebabkan terbatasnya kegiatan dan

program kesehatan jiwa yang dapat dilaksanakan.

5. Regulasi tentang kesehatan jiwa di tingkat daerah baik Provinsi maupun

Kabupaten/Kota masih kurang karena program kesehatan jiwa belum

menjadi program prioritas dan kebijakan otonomi daerah. Adanya otonomi

daerah memungkinkan pengambil keputusan mengambil kebijakkan yang

dapat merugikan pelaksanaan upaya kesehatan jiwa. Selain itu pergantian

pimpinan di tingkat daerah dapat mengganggu keberlangsungan program

kesehatan jiwa akibat kebijakkan yang disusun oleh pimpinan sesaat.

6. Adanya stigma terhadap kesehatan jiwa juga mengganggu pelaksanaan

upaya kesehatan jiwa. Keengganan masyarakat membawa Orang Dengan

Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)

mencari pengobatan medik, rendah utilisasi fasyankes di bidang kesehatan

serta rendahnya minat menjadi tenaga kesehatan jiwa adalah akibat dari

stigma tersebut.

Page 11: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

11

Analisis situasi kesehatan jiwa merupakan suatu langkah awal yang krusial

dalam penyusunan rencana aksi kegiatan. Analisis situasi ini mengkaji

kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), kesempatan (opportunities)

dan ancaman (threaths) yang berhubungan dengan layanan dan program

kesehatan jiwa terkini, sehingga akan diperoleh pemahaman mengenai

sumber-sumber daya, kebutuhan, dan langkah-langkah ke depan. Kekuatan

(Strengths) merupakan modal dasar yang dimiliki untuk mengembangkan

strategi dalam penyusunan rencana strategis. Dari kekuatan tersebut dapat

diperkirakan strategi apa yang paling tepat dalam pengembangan kesehatan

jiwa masyarakat di Indonesia.

Kelemahan (weaknesses) merupakan aspek penting yang harus

diperhatikan, yang bisa menjadi penghambat dalam penyusunan peta

strategi kesehatan jiwa masyarakat. Dengan mengenali kelemahan dan

ancaman, maka akan dapat disusun suatu strategi yang dapat meminimalisir

kelemahan tersebut.

Berdasarkan data-data tersebut diatas telah dilakukan analisis SWOT

sebagai berikut:

Page 12: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

12

7.

Topik No. Kekuatan Bobot Nilai Skor

1 UU Keswa No. 18 Tahun 2014 8 5 0.4

2 UU CRPD No. 19 Tahun 2011 3 3 0.09

3 RPJMN tahun 2015-2019 3 4 0.12

4 Pengalaman pembuatan kebijakan terdahulu 1 1 0.01

5 Telah terbitnya berbagai regulasi terkait layanan

keswa (Permenkes) 2 2 0.04

6 Jaminan kesehatan nasional menanggung juga

layanan kesehatan jiwa 5 5 0.25

7 Anggaran kesehatan jiwa 3 4 0.12

8 Jumlah tenaga kesehatan jiwa terus meningkat 5 4 0.2

9 Adanya organisasi konsumer dan keluarga 5 5 0.25

10 Tenaga-tenaga kesehatan terlatih di PPK 4 5 0.2

11 Adanya tenaga spesialis dan subspesialis 3 3 0.09

12 Adanya kader kesehatan jiwa 3 3 0.09

13 Modul pelatihan bagi tenaga kesehatan di

layanan primer dan layanan sekunder tersedia 4 4 0.16

14 Kurikulum dan standar kompetensi sudah

terbentuk 4 4 0.16

15 Adanya organisasi profesi 3 3 0.09

16 Jumlah program studi dengan akreditasi A 2 2 0.04

17 Adanya kesadaran bahwa masalah keswa bukan

monopoli tenaga kesehatan di bidang keswa 2 2 0.04

18 Layanan unggulan di berbagai institusi 3 2 0.06

19 Regulasi rujukan balik yang memfasilitasi

tersedianya obat 3 3 0.09

20 Adanya panduan pelayanan kedokteran tingkat

satu untuk puskesmas 3 3 0.09

21 Adanya DSSJ 3 4 0.12

22 Terakreditasinya sebagian besar RS 3 2 0.06

23 Adanya integrasi keswa di berbagai program 3 3 0.09

24 Adanya sistem pengembangan kerjasama antar

kementerian atau dinas dalam bentuk MoU 3 3 0.09

25 Ketersediaan obat-obat esensial jiwa dalam

formularium nasional 5 5 0.25

26 Adanya LSM dan CSR 2 3 0.06

27 Adanya sistem pelaporan dari

Puskesmas/RSU/RSJ ke dinkes/pusat secara

berkala 5 4 0.2

28 Adanya unit penelitian di tingkat pusat dan

daerah 2 2 0.04

29 Adanya riskesdas dan risfaskes 3 2 0.06

30 Adanya sumber daya di institusi pendidikan

kesehatan untuk melakukan penelitian 2 2 0.04

100 3.6

Sistem informasi dan

penelitian

Regulasi dan

Kebijakan

Pembiayaan

SDM

Layanan

Lintas Program dan

Lintas Sektor

Infrastruktur

Weakness Bobot Nilai Skor

(1-5) (BxN)/100

1 Skema pembiayaan yang belum tepat

penghitungannya

2 -3 -0.06

2 Kapasitas PJ program kesehatan jiwa

dalam menyusun perencanaan dan

pembiayaan kesehatan jiwa

3 -4 -0.12

3 Tidak menjadi program prioritas 2 -4 -0.08

Page 13: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

13

sehingga sumber daya yang tersedia

juga minimal

4 Pola layanan di PPK 1, 2, dan 3 masih

belum jelas

2 -3 -0.06

5 Organisasi profesi belum

memberikan kesempatan dalam hal

pendelegasian wewenang

2 -3 -0.06

6 Diseminasi informasi dan rencana

implementasi UU Keswa belum ada

3 -2 -0.06

7 Terbatasnya jumlah layanan

kesehatan jiwa di masing-masing

tingkat layanan

3 -3 -0.09

8 Kesenjangan pengobatan yang masih

tinggi

3 -5 -0.15

9 Sarana dan prasarana yang tidak

memadai misalnya alat fiksasi yang

aman

2 -4 -0.08

10 Tingkat pengetahuan masyarakat

yang masih rendah yang

mengakibatkan kesalahan dan

keterlambatan terapi

3 -4 -0.12

11 Layanan kesehatan jiwa belum cukup

komprehensif terutama pada pasien

dengan gangguan jiwa yang memiliki

masalah kesehatan fisik

2 -3 -0.06

12 Keterbatasan infrastruktur 2 -3 -0.06

13 Perlakuan salah pada orang dengan

gangguan jiwa masih tinggi

3 -4 -0.12

14 Belum adanya standar untuk

penerapan kurikulum pendidikan

nakes

3 -4 -0.12

15 Diseminasi regulasi dan kebijakan

yang masih rendah karena tidak ada

akses

1 -3 -0.03

16 Keengganan SDM untuk

menyelenggarakan layanan keswa

2 -4 -0.08

Page 14: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

14

17 Proses pembuatan kebijakan dan

regulasi yang belum menjawab

urgensi permasalahan

1 -3 -0.03

18 Belum adanya program promosi dan

prevensi yang bersifat nasional,

multisektor, dan terkait populasi

umum dan kelompok rentan

3 -4 -0.12

19 Belum lengkapnya data kesehatan

jiwa nasional

3 -5 -0.15

20 Belum adanya pedoman rehabilitasi

psikososial yang bersifat multisektor

2 -4 -0.08

21 Kurangnya dukungan dari pengambil

keputusan mengakibatkan integrasi

lintas program kurang optimal

1 -2 -0.02

22 Masih ada obat esensial yang tidak

tercantum di formularium nasional

terutama di puskesmas

2 -5 -0.1

23 Tidak tersedianya obat secara reguler 2 -5 -0.1

24 Kurang idealnya perencanaan

pengembangan SDM tingkat nasional

dan daerah

2 -4 -0.08

25 Kurangnya jumlah dan kualitas

program studi penyelenggara

pendidikan dokter, spesialistik dan

subspesialistik berpengaruh pada

kualitas lulusan

3 -4 -0.12

26 Kurikulum pendidikan nakes yang

disusun tidak menjawab kebutuhan

layanan

4 -5 -0.2

27 Sebagian besar proses pendidikan

diselenggarakan di RSU dan RSJ yang

sebagian besar penyakitnya tidak

sesuai dengan kebutuhan masyarakat

4 -4 -0.16

29 Kurangnya dana untuk

pengembangan SDM

2 -3 -0.06

30 Sistem supervisi nakes masih belum

baik

3 -4 -0.12

Page 15: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

15

31 Rendahnya reward untuk

menyediakan layanan keswa

1 -3 -0.03

32 Kemampuan pelaksanan program

melakukan advokasi kurang

2 -3 -0.06

33 Kegiatan advokasi masih merupakan

kegiatan insidentil

1 -2 -0.02

34 Konsep tradisional dalam manajemen

klinis yang belum melibatkan pasien

maupun keluarga dalam pengambilan

keputusan

1 -2 -0.02

35 Tidak semua daerah mengembangkan

kolaborasi lintas sektor

1 -2 -0.02

36 Kurang dilaksakannya tugas dan

fungsi masing-masing sektor terkait

dalam upaya kesehatan jiwa

2 -3 -0.06

37 Kualitas pelayanan keswa di PPK

1,2,3 belum terstandar

3 -3 -0.09

38 Tenaga kesehatan belum terlatih

keswa secara adekuat

4 -4 -0.16

39 Sistem pelaporan yang berjalan masih

terbatas pada institusi pemerintah

3 -4 -0.12

40 Format pelaporan belum seragam

dan belum sesuai dengan kebutuhan

(cth bunuh diri)

3 -3 -0.09

41 Kurangnya pemahaman petugas

tentang sistem pencatatan dan

pelaporan

3 -4 -0.12

42 Penelitian keswamas tidak sebanyak

penelitian klinis

1 -2 -0.02

43 Penelitian keswamas lebih sulit

karena melibatkan banyak pihak

1 -1 -0.01

44 Kurangnya monev dari dinas

kesehatan

2 -3 -0.06

45 Terbatasnya data keswa di setiap

level

2 -4 -0.08

100 -3.65

Page 16: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

16

No Peluang Bobot Nilai Skor

(1-5) (BxN)/100

1 Kesempatan untuk melakukan

perbaikan dalam sistem

pembiayaan (JKN)

6 5 0.300

2 Tingginya angka komorbiditas

gangguan jiwa pada gangguan

penyakit fisik kronik

3 3 0.090

3 Kebutuhan berjejaring antar tenaga

profesional kesehatan jiwa

3 3 0.090

4 Peningkatan partisipasi organisasi

konsumen dan keluarga

7 5 0.350

5 Semakin banyak program

pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan

kesehatan jiwa

4 4 0.160

6 RPJMN 2015 -2019 1 4 0.040

7 Penganggaran semakin meningkat

di beberapa daerah

4 4 0.160

8 Masih adanya tingkat layanan

kesehatan yang berpotensi untuk

dikembangkan

3 4 0.120

9 Kerjasama BPJS dengan semua

tingkat layanan

3 3 0.090

10 Kebijakan pengembangan RS

Rujukan Regional

3 4 0.120

11 Peningkatan kesadaran lintas

sektor dan lintas program akan

pentingnya kesehatan jiwa

3 3 0.090

12 Modul pelatihan bagi tenaga

kesehatan di layanan primer dan

layanan sekunder tersedia

2 4 0.080

13 Peluang untuk memerbaiki

kurikulum dan standar kompetensi

sesuai kebutuhan masyarakat

1 4 0.040

Page 17: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

17

14 Beasiswa untuk pendidikan jiwa 2 3 0.060

15 Pergeseran paradigma dari kuratif

ke prevensi dan promosi

2 3 0.060

16 Integrasi kesehatan jiwa dalam

program kesehatan dan lintas

sektor

6 5 0.300

17 Kerjasama dan kolaborasi lintas

sektor

3 4 0.120

18 Kesempatan untuk menambah

jumlah dan jenis obat esensial

dalam formularium nasional

4 5 0.200

19 Kerjasama dan partisipasi pihak

swasta (obat dan program)

3 3 0.090

20 Peningkatan keterampilan advokasi 3 3 0.090

21 Keterlibatan media 3 4 0.120

22 Peluang untuk masuk dalam

peraturan perundang-undangan

sektor lain

3 4 0.120

23 Adanya kesempatan untuk

melakukan riset di bidang keswa

2 3 0.060

24 Penambahan jenis gangguan jiwa

yang masuk dalam program rujuk

balik

3 5 0.150

25 Terbukanya kesempatan untuk

bergabung dalam sistem informasi

kesehatan nasional

3 4 0.120

26 Masalah pelanggaran HAM mulai

menjadi perhatian pada ODGJ

4 5 0.200

27 Keswa masih memiliki posisi

sebagai direktorat

2 3 0.060

28 Semakin tinggi kesadaran akan

pentingnya KIE

2 3 0.060

29 Konsep pemulihan yang mulai

tumbuh dan diterapkan dalam

profesi

1 2 0.020

30 Dukungan internasional 2 3 0.060

Page 18: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

18

31 Peluang pengembangan gugus

tugas di bidang keswa sudah

sampai di menkokesra

2 3 0.060

32 Sistem kapitasi dan paket INA-CBGs

akan mendorong sistem informasi

kesehatan jiwa lebih baik

3 5 0.150

33 Adanya dukungan dari organisasi

dan institusi pendidikan

internasional

2 2 0.040

34 Adanya resolusi tingkat global dan

nasional

2 2 0.040

100 3.910

Threat Bobot Nilai Skor

(1-5) (BxN)/100

1 Masih kuatnya pendapat organisasi

profesi yang menolak adanya delegasi

wewenang

7 -4 -0.28

2 Pengambil keputusan tidak menyadari

bahwa keputusan yang diambil kurang

mendukung program keswa

5 -4 -0.2

3 Otonomi daerah memungkinkan daerah

untuk mengambil kebijakan yang

merugikan keswa

7 -4 -0.28

4 Keberlanjutan layanan keswa di lintas

sektor dan di masyarakat masih

bergantung pada kepemimpinan saat itu

7 -3 -0.21

5 Stigma dan diskriminasi terhadap

kesehatan jiwa dan ODGJ

15 -5 -0.75

6 Rendahnya minat untuk menjadi tenaga

kesehatan jiwa

7 -3 -0.21

7 Tidak ada dukungan yang stabil

terutama untuk organisasi konsumen

dan keluarga

5 -3 -0.15

8 Pergantian kabinet à perbedaan interest 7 -3 -0.21

9 Pemahaman sektor lain tentang 10 -4 -0.4

Page 19: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

19

kesehatan jiwa masih rendah

10 Tingkat kepatuhan pada standar dan

etika profesi rendah

12 -4 -0.48

11 Desentralisasi membuat sistem

pelaporan tidak berjalan

4 -4 -0.16

12 Kurangnya nakes di fasyankes membuat

rangkap jabatan yang menghambat

program keswa

4 -3 -0.12

13 Format pelaporan data terlalu rumit

sehingga mempersulit petugas

5 -2 -0.1

14 Mahalnya biaya penelitian keswamas 5 -2 -0.1

100 -3.65

Y 0-T 3.91 -3.65 0.26

X S-W 3.6 -3.65 -0.05

Page 20: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

20

A. LINGKUNGAN STRATEGIS

1. Lingkungan Strategis Nasional

Perkembangan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia ditandai

dengan adanya window opportunity di mana rasio ketergantungannya

positif, yaitu jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari pada yang

usia non-produktif, yang puncaknya terjadi sekitar tahun 2030. Jumlah

penduduk Indonesia pada tahun 2015 adalah 256.461.700 orang. Dengan

laju pertumbuhan sebesar 1,19% pertahun, maka jumlah penduduk pada

tahun 2019 naik menjadi 268.074.600 orang.

Jumlah wanita usia subur akan meningkat dari tahun 2015 yang

diperkirakan sebanyak 68,1 juta menjadi 71,2 juta pada tahun 2019.

Penduduk usia kerja yang meningkat dari 120,3 juta pada tahun 2015

menjadi 127,3 juta pada tahun 2019. Penduduk berusia di atas 60 tahun

meningkat, yang pada tahun 2015 sebesar 21.6 juta naik menjadi 25,9 juta

pada tahun 2019. Jumlah lansia di Indonesia saat ini lebih besar dibanding

penduduk benua Australia yakni sekitar 19 juta. Implikasi kenaikan

penduduk lansia ini terhadap sistem kesehatan adalah (1) meningkatnya

kebutuhan pelayanan sekunder dan tersier, (2) meningkatnya kebutuhan

pelayanan home care dan (3) meningkatnya biaya kesehatan. Konsekuensi

logisnya adalah pemerintah harus juga menyediakan fasilitas yang ramah

lansia dan menyediakan fasilitas untuk kaum disable mengingat tingginya

proporsi disabilitas pada kelompok umur ini.

Page 21: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

21

Masalah penduduk miskin yang sulit berkurang akan masih menjadi

masalah penting. Secara kuantitas jumlah penduduk miskin bertambah, dan

ini menyebabkan permasalahan biaya yang harus ditanggung pemerintah

bagi mereka. Tahun 2014 pemerintah harus memberikan uang premium

jaminan kesehatan sebanyak 86,4 juta orang miskin dan mendekati miskin.

Data BPS menunjukkan bahwa ternyata selama tahun 2013 telah terjadi

kenaikan indeks kedalaman kemiskinan dari 1,75% menjadi 1,89% dan

indeks keparahan kemiskinan dari 0,43% menjadi 0,48%. Hal ini berarti

tingkat kemiskinan penduduk Indonesia semakin parah, sebab semakin

menjauhi garis kemiskinan, dan ketimpangan pengeluaran penduduk antara

yang miskin dan yang tidak miskin pun semakin melebar.

Tingkat pendidikan penduduk merupakan salah satu indikator yang

menentukan Indeks Pembangunan Manusia. Di samping kesehatan,

pendidikan memegang porsi yang besar bagi terwujudnya kualitas SDM

Indonesia. Namun demikian, walaupun rata-rata lama sekolah dari tahun ke

tahun semakin meningkat, tetapi angka ini belum memenuhi tujuan

program wajib belajar 9 tahun. Menurut perhitungan Susenas Triwulan I

tahun 2013, rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di

Indonesia adalah 8,14 tahun. Keadaan tersebut erat kaitannya dengan Angka

Partisipasi Sekolah (APS), yakni persentase jumlah murid sekolah di

berbagai jenjang pendidikan terhadap penduduk kelompok usia sekolah

yang sesuai.

Disparitas Status Kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan

masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar

tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan masih

cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan

termiskin hampir empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu,

angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di

daerah pedesaan, di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan

tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi

kurang dan buruk di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah

perkotaan.

Disparitas Status Kesehatan Antar Wilayah. Beberapa data kesenjangan

bidang kesehatan dapat dilihat pada hasil Riskesdas 2013. Proporsi bayi

lahir pendek, terendah di Provinsi Bali (9,6%) dan tertinggi di Provinsi NTT

(28,7%) atau tiga kali lipat dibandingkan yang terendah. Kesenjangan yang

cukup memprihatinkan terlihat pada bentuk partisipasi masyarakat di

bidang kesehatan, antara lain adalah keteraturan penimbangan balita

(penimbangan balita >4 kali ditimbang dalam 6 bulan terakhir). Keteraturan

penimbangan balita terendah di Provinsi Sumatera Utara (hanya 12,5%)

dan tertinggi 6 kali lipat di Provinsi DI Yogyakarta (79,0%). Ini

menunjukkan kesenjangan aktivitas Posyandu antar provinsi yang lebar.

Dibandingkan tahun 2007, kesenjangan ini lebih lebar, ini berarti selain

aktivitas Posyandu makin menurun, variasi antar provinsi juga semakin

lebar.

Page 22: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

22

Diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Menurut peta

jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional ditargetkan pada tahun 2019

semua penduduk Indonesia telah tercakup dalam JKN (Universal Health

Coverage - UHC). Diberlakukannya JKN ini jelas menuntut dilakukannya

peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik pada fasilitas

kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan,

serta perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Untuk mengendalikan

beban anggaran negara yang diperlukan dalam JKN memerlukan dukungan

dari upaya kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif agar

masyarakat tetap sehat dan tidak mudah jatuh sakit. Perkembangan

kepesertaan JKN ternyata cukup baik. Sampai awal September 2014, jumlah

peserta telah mencapai 127.763.851 orang (105,1% dari target).

Penambahan peserta yang cepat ini tidak diimbangi dengan peningkatan

jumlah fasilitas kesehatan, sehingga terjadi antrian panjang yang bila tidak

segera diatasi, kualitas pelayanan bisa turun.

Kesetaraan Gender. Kualitas SDM perempuan harus tetap perlu

ditingkatkan, terutama dalam hal: (1) perempuan akan menjadi mitra kerja

aktif bagi laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan

politik; dan (2) perempuan turut mempengaruhi kualitas generasi penerus

karena fungsi reproduksi perempuan berperan dalam mengembangkan

SDM di masa mendatang. Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) Indonesia

telah meningkat dari 63,94 pada tahun 2004 menjadi 68,52 pada tahun

2012. Peningkatan IPG tersebut pada hakikatnya disebabkan oleh

peningkatan dari beberapa indikator komponen IPG, yaitu kesehatan,

pendidikan, dan kelayakan hidup.

Berlakunya Undang-Undang Tentang Desa. Pada bulan Januari 2014

telah disahkan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Sejak itu, maka setiap

desa dari 77.548 desa yang ada, akan mendapat dana alokasi yang cukup

besar setiap tahun. Dengan simulasi APBN 2015 misalnya, ke desa akan

mengalir rata-rata Rp 1 Miliar. Kucuran dana sebesar ini akan sangat besar

artinya bagi pemberdayaan masyarakat desa. Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) dan pengembangan Upaya Kesehatan Bersumberdaya

Masyarakat (UKBM) akan lebih mungkin diupayakan di tingkat rumah

tangga di desa, karena cukup tersedianya sarana-sarana yang menjadi faktor

pemungkinnya (enabling factors).

Menguatnya Peran Provinsi. Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 tahun

2014 sebagai pengganti UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, Provinsi selain berstatus sebagai daerah juga merupakan wilayah

administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil

Pemerintah Pusat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan yang

telah diatur oleh Menteri Kesehatan, maka UU Nomor 23 tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah yang baru ini telah memberikan peran yang

cukup kuat bagi provinsi untuk mengendalikan daerah-daerah kabupaten

dan kota di wilayahnya. Pengawasan pelaksanaan SPM bidang Kesehatan

dapat diserahkan sepenuhnya kepada provinsi oleh Kementerian Kesehatan,

karena provinsi telah diberi kewenangan untuk memberikan sanksi bagi

Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelaksanaan SPM.

Page 23: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

23

Berlakunya Peraturan Tentang Sistem Informasi Kesehatan. Pada tahun

2014 juga diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tentang

Sistem Informasi Kesehatan (SIK). PP ini mensyaratkan agar data kesehatan

terbuka untuk diakses oleh unit kerja instansi Pemerintah dan Pemerintah

Daerah yang mengelola SIK sesuai dengan kewenangan masing-masing.

2. Lingkungan Strategis Regional

Saat mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara efektif

pada tanggal 1 Januari 2016. Pemberlakukan ASEAN Community yang

mencakup total populasi lebih dari 560 juta jiwa, akan memberikan peluang

(akses pasar) sekaligus tantangan tersendiri bagi Indonesia. Implementasi

ASEAN Economic Community, yang mencakup liberalisasi perdagangan

barang dan jasa serta investasi sektor kesehatan. Perlu dilakukan upaya

meningkatkan daya saing (competitiveness) dari fasilitas-fasilitas pelayanan

kesehatan dalam negeri. Pembenahan fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan

yang ada, baik dari segi sumber daya manusia, peralatan, sarana dan

prasarananya, maupun dari segi manajemennya perlu digalakkan.

Akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lain-

lain) harus dilakukan secara serius, terencana, dan dalam tempo yang tidak

terlalu lama.

Hal ini berkaitan dengan perjanjian pengakuan bersama (Mutual Recognition

Agreement - MRA) tentang jenis-jenis profesi yang menjadi cakupan dari

mobilitas. Dalam MRA tersebut, selain insinyur, akuntan, dan lain-lain, juga

tercakup tenaga medis/dokter, dokter gigi, dan perawat. Tidak tertutup

kemungkinan di masa mendatang, akan dicakupi pula jenis-jenis tenaga

kesehatan lain.

Betapa pun, daya saing tenaga kesehatan dalam negeri juga harus

ditingkatkan. Institusi-institusi pendidikan tenaga kesehatan harus

ditingkatkan kualitasnya melalui pembenahan dan akreditasi.

3. Lingkungan Strategis Global

Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs)

pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai

pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan

meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk

dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development

Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan fakta

menunjukkan bahwa individu yang sehat memiliki kemampuan fisik dan

daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif

dalam pembangunan masyarakatnya.

Aksesi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau. Framework

Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan respon global yang paling

kuat terhadap tembakau dan produk tembakau (rokok), yang merupakan

penyebab berbagai penyakit fatal. Sampai saat ini telah ada sebanyak 179

negara di dunia yang meratifikasi FCTC tersebut. Indonesia merupakan

salah satu negara penggagas dan bahkan turut merumuskan FCTC. Akan

Page 24: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

24

tetapi sampai kini justru Indonesia belum mengaksesinya. Sudah banyak

desakan dari berbagai pihak kepada Pemerintah untuk segera mengaksesi

FCTC. Selain alasan manfaatnya bagi kesehatan masyarakat, juga demi

menjaga nama baik Indonesia di mata dunia.

Liberalisasi perdagangan barang dan jasa dalam konteks WTO - Khususnya

General Agreement on Trade in Service, Trade Related Aspects on Intelectual

Property Rights serta Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklores

(GRTKF) merupakan bentuk-bentuk komitmen global yang juga perlu

disikapi dengan penuh kehati-hatian.

Prioritas yang dilakukan adalah mempercepat penyelesaian MoU ke arah

perjanjian yang operasional sifatnya, sehingga hasil kerja sama antar negara

tersebut bisa dirasakan segera.

Page 25: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

25

BAB II

TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS DIT BINA KESWA

A. Tujuan

Secara umum tujuan pembangunan kesehatan jiwa kurun waktu 2015-2019

adalah menuju masyarakat Indonesia yang sehat jiwa.

Secara khusus tujuan pembangunan kesehatan jiwa kurun waktu 2015-

2019 adalah sebagai berikut:

1. Menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik,

menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan,

tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa;

2. Menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi

kecerdasan; Memberikan pelindungan dan menjamin pelayanan

Kesehatan Jiwa bagi ODMK, ODGJ dan orang dengan gangguan

penggunaan Napza berdasarkan hak asasi manusia;

3. Memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif,

dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif,

dan rehabilitatif bagi ODMK, ODGJ dan orang dengan gangguan

penggunaan Napza;

4. Menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam

Upaya Kesehatan Jiwa;

5. Meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

6. Memberikan kesempatan kepada ODMK, ODGJ dan orang dengan

gangguan penggunaan Napza untuk dapat memperoleh haknya

sebagai Warga Negara Indonesia.

B. Sasaran strategis

Dalam rangka mencapai tujuan Direktorat Bina Kesehatan Jiwa tersebut di

atas, ditetapkan sasaran-sasaran strategis sebagai berikut:

1. Terwujudnya upaya kesehatan jiwa yang lebih responsive, menyeluruh,

terpadu, berkesinambungan dan terukur..

2. Terwujudnya layanan kesehatan jiwa dan NAPZA yang lebih terstruktur

dan terstandar.

Page 26: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

26

3. Terwujudnya program promosi dan prevensi kesehatan jiwa dan NAPZA

4. Terwujudnya sistem koordinasi dan kolaborasi dengan para pemangku

kepentingan kesehatan jiwa dan NAPZA

5. Terwujudnya sistem informasi dan monitoring evaluasi kesehatan jiwa

dan NAPZA

6. Terwujudnya SDM kesehatan jiwa dan NAPZA yang kompeten dan

berbudaya kinerja.

7. Terwujudnya sarana dan prasarana kesehatan jiwa dan NAPZA sesuai

standar.

8. Terwujudnya dukungan regulasi dan kebijakan kesehatan jiwa dan NAPZA.

9. Terwujudnya data kesehatan jiwa dan NAPZA yang terpadu.

10. Terwujudnya penganggaran yang optimal dan berkelanjutan bidang

kesehatan jiwa dan NAPZA

Page 27: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

27

BAB III

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI

DAN KERANGKA KELEMBAGAAN

A. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL

Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015-2019

merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang

Kesehatan (RPJPK) 2005-2025, yang bertujuan meningkatkan kesadaran,

kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud,

melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai

oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat,

memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik lndonesia.

Sasaran pembangunan kesehatan jiwa pada RPJMN 2015-2019 adalah

Meningkatnya Mutu dan Akses Pelayanan Kesehatan Jiwa dan NAPZA yaitu:

1. Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi

Penerima Wajib Lapor (IPWL) pecandu Narkotika yang aktif

2. Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang

menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

3. Persentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri

B. KERANGKA REGULASI

Meningkatkan Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan Jiwa dan

Napza

Untuk meningkatkan akses dan mutu Fasilitas Kesehatan Jiwa dan Napza

Tingkat Pertama (FKTP), maka upaya yang akan dilakukan adalah:

Page 28: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

28

1. Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pemenuhan

sarana prasarana dan alat kesehatan yang sesuai standar

2. Optimalisasi fungsi FKTP, dimana tiap kecamatan memiliki minimal

satu Puskesmas dengan layanan jiwa

3. Mewujudkan dukungan regulasi yaitu melalui penyusunan kebijakan

dan NSPK FKTP.

4. Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan nakes antara lain melalui

penguatan konsep dan kompetensi Dokter Layanan Primer (DLP) serta

nakes strategis.

5. Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan ke

Pemerintah Daerah dalam rangka penguatan manajemen Puskesmas

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

6. Mewujudkan sistem manajemen kinerja FKTP melalui instrumen

penilaian kinerja.

Untuk meningkatkan akses dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan rujukan,

maka strategi yang akan dilakukan adalah:

1. Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pemenuhan sarana

prasarana dan alat kesehatan di RSJ yang sesuai standar.

2. Mewujudkan penerapan sistem manajemen kinerja RSJ sehingga terjamin

implementasi Patient Safety, standar pelayanan kedokteran dan standar

pelayanan keperawatan.

3. Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan untuk

percepatan mutu pelayanan kesehatan Jiwa

4. Mewujudkan berbagai layanan unggulan pada Rumah Sakit rujukan nasional

secara terintegrasi

5. Mewujudkan penguatan sistem rujukan dengan mengembangkan sistem

regionalisasi rujukan pada tiap provinsi (satu rumah sakit rujukan regional

untuk beberapa kabupaten/kota) dan sistem rujukan nasional (satu Rumah

Sakit rujukan nasional untuk beberapa provinsi).

Page 29: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

29

6. Mewujudkan kemitraan yang berdaya guna tinggi melalui program sister

hospital, kemitraan dengan pihak swasta, KSO alat medis, dan lain-lain.

7. Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan tenaga kesehatan Jiwa.

C. KERANGKA KELEMBAGAAN

Desain organisasi yang dibentuk memperhatikan mandat konstitusi dan

berbagai peraturan perundang-undangan, perkembangan dan tantangan

lingkungan strategis di bidang pembangunan kesehatan jiwa, Sistem

Kesehatan Nasional, pergeseran dalam wacana pengelolaan kepemerintahan

(governance issues), kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, dan

prinsip reformasi birokrasi (penataan kelembagaan yang efektif dan

efisien).

Fungsi pemerintahan yang paling mendasar adalah melayani kepentingan

rakyat. Kementerian Kesehatan akan membentuk pemerintahan yang efektif

melalui desain organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing),

menghilangkan tumpang tindih tugas dan fungsi dengan adanya kejelasan

peran, tanggung jawab dan mekanisme koordinasi (secara horisontal dan

vertikal) dalam menjalankan program-program Renstra 2015-2019.

Kerangka kelembagaan terdiri dari: 1) sinkronisasi nomenklatur

kelembagaan dengan program Kementerian Kesehatan; 2) penguatan

kebijakan kesehatan untuk mendukung NSPK dan pengarusutamaan

pembangunan berwawasan kesehatan; 3) penguatan pemantauan,

pengendalian, pengawasan dan evaluasi pembangunan kesehatan; 4)

penguatan bisnis internal Kementerian Kesehatan yang meliputi

pembenahan SDM Kesehatan, pembenahan manajemen, regulasi dan

informasi kesehatan; 5) penguatan peningkatan akses dan mutu pelayanan

kesehatan; 6) penguatan sinergitas pembangunan kesehatan; 7) penguatan

program prioritas pembangunan kesehatan ; dan 8) penapisan teknologi

kesehatan.

Page 30: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

30

BAB IV

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

Memperhatikan rancangan awal RPJMN 2015-2019, visi dan misi, tujuan, strategi

dan sasaran strategis sebagaimana diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka

disusunlah target kinerja dan kerangka pendanaan program-program 2015-2019.

A. TARGET KINERJA

Target kinerja merupakan penilaian dari pencapaian program yang diukur

secara berkala dan dievaluasi pada akhir tahun 2019. Sasaran kinerja dihitung

secara kumulatif selama lima tahun dan berakhir pada tahun 2019.

Sasaran program pembinaan upaya kesehatan adalah meningkatnya akses

pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas bagi masyarakat.

Indikator pencapaian sasaran tersebut adalah:

a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang

tersertifikasi terakreditasi sebanyak 5.600 kecamatan.

b. Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi

akreditasi nasional sebanyak 481 kabupaten/kota.

Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan

adalah:

1) Pembinaan Pelayanan Kesehatan Jiwa

Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya mutu dan akses pelayanan

kesehatan jiwa dan Napza. Indikator pencapaian sasaran tersebut

adalah:

a) Persentase Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Institusi

Penerima Wajib Lapor (IPWL) pecandu narkotika yang aktif sebesar

50%.

b) Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang

menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa sebanyak 280 kab/kota.

c) Persentase RS Umum Rujukan Regional yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri sebesar 60%.

Page 31: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

31

B. KERANGKA PENDANAAN

Kerangka pendanaan meliputi peningkatan pendanaan dan efektifitas

pendanaan. Peningkatan pendanaan kesehatan jiwa dilakukan melalui

peningkatan proporsi anggaran kesehatan secara signifikan sehingga

mencapai 5% dari APBN pada tahun 2019. Peningkatan pendanaan kesehatan

jiwa juga melalui dukungan dana dari Pemerintah Daerah, swasta dan

masyarakat serta sumber dari tarif/pajak maupun cukai. Guna meningkatkan

efektifitas pendanaan pembangunan kesehatan jiwa maka perlu

mengefektifkan peran dan kewenangan Pusat-Daerah, sinergitas pelaksanaan

pembangunan kesehatan Pusat-Daerah dan pengelolaan dana Dekonsentarsi

dan DAK yang lebih tepat sasaran.

Dalam upaya meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan maka

pendanaan kesehatan jiwa diutamakan untuk peningkatan akses dan mutu

pelayanan kesehatan jiwa bagi masyarakat miskin melalui program Jaminan

Kesehatan Nasional, penguatan kesehatan pada masyarakat yang tinggal di

daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan, penguatan sub-sub sistem dalam

Sistem Kesehatan Nasional untuk mendukung upaya penurunan Angka

Kematian Ibu, Bayi, Balita, peningkatan gizi masyarakat dan pengendalian

penyakit dan serta penyehatan lingkungan.

Untuk mendukung upaya kesehatan jiwa di daerah, Kementerian Kesehatan

memberikan porsi anggaran lebih besar bagi daerah melalui DAK, TP,

Dekonsentrasi, Bansos dan kegiatan lain yang diperuntukkan bagi daerah.

Page 32: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

32

BAB V

PENUTUP

Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Kesehatan JIwa tahun 2015-2019 ini

disusun untuk menjadi acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian

upaya Pembinaan Bidang Kesehatan Jiwa dan Napza dalam kurun waktu lima

tahun ke depan. Dengan demikian Direktorat Bina Kesehatan JIwa, Unit Eselon 2

dari Unit Kerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan di lingkup Kementerian Kesehatan

mempunyai target kinerja yang telah ditetapkan dan akan dievaluasi pada

pertengahan (2017) dan akhir periode 5 tahun (2019) sesuai ketentuan yang

berlaku.

Jika di kemudian hari diperlukan adanya perubahan pada Rencana Aksi Kegiatan

Direktorat Bina Kesehatan tahun 2015-2019, maka akan dilakukan

penyempurnaan sebagaimana mestinya.

Page 33: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

33

Page 34: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

34

Page 35: RENCANA AKSI KEGIATAN TAHUN 2015-2019 …yankes.kemkes.go.id/.../jiwa/RAK-KESWA-2015-2019.pdf · Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 tahun 2014 tentang

35