Upload
doandan
View
230
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DAN GAMBARAN HISTOLOGIS
GINJAL (Ren) MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN GALUR SWISS
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK MINYAK IKAN GABUS
(Channa striata BLOCH.)
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh :
Rendra Ganis Saputro
NIM. M 0408113
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka
gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan / atau dicabut.
Surakarta, Juli 2012
Rendra Ganis Saputro
NIM. M0408113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENINGKATAN JUMLAH LEUKOSIT DAN GAMBARAN HISTOLOGIS
GINJAL (REN) MENCIT (Mus musculus l.) JANTAN GALUR SWISS
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK MINYAK IKAN GABUS
(Channa striata BLOCH.)
RENDRA GANIS SAPUTRO
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAK
Kemoterapi merupakan salah satu alternatif pengobatan kanker, namun
masih memiliki efek samping toksisitas yang sangat besar. Optimalisasi hasil
terapi sering terkendala akibat munculnya toksisitas hematologi seperti
leukopenia. Leukopenia adalah keadaan di mana jumlah leukosit dalam darah
kurang dari keadaan normal. Peningkatan leukosit dapat dilakukan dengan cara
tradisional yaitu pemberian ekstrak minyak ikan gabus. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak ikan gabus (Chana striata)
terhadap jumlah leukosit dan gambaran histologis ren.
Pada penelitian dilakukan pemberian ekstrak minyak ikan gabus pada 24
ekor mencit jantan galur Swiss dengan dosis 0 ml/20gr BB (kontrol), 0,5 ml/20gr
BB, 1 ml/20gr BB dan 1,5 ml/20gr BB. Data dianalisis dengan menggunakan
program uji ANOVA. Apabila hasil berbeda nyata (signifikan), dilanjutkan
dengan Post Hoc.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata jumlah leukosit setelah
pemberian ekstrak minyak ikan gabus dosis 0 ml/10gr BB (kontrol) adalah
sebesar 5691 /mm3 darah, dosis 0,5 ml/10gr BB sebesar 6166/mm
3 darah,
dosis 1,0 ml/10gr BB sebesar 6558/mm3 darah , dan dosis 1,5 ml/10gr BB sebesar
9666/mm3 darah. Dengan demikian jumlah leukosit mencit tertinggi diperoleh
pada pemberian ekstrak minyak ikan gabus dengan dosis 1,5 ml/10gr BB.
Perubahan strukur histologis ginjal menunjukkan tingkat kerusakan tingkat sedang
dengan menunjukkan perubahan berupa degenarasi bengkak keruh, piknosis,
karyoreksis, karyolisis, nekrosis serta terbentuknya protein cast pada lumen
tubulus kontortus proksimal.
Kata kunci : ikan gabus, ekstrak minyak, kuantitas leukosit mencit, Ren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
INCREASING NUMBER OF LEUKOCYTE AND HISTOLOGICAL
KIDNEY (REN) MICE (Mus musculus L.) MALE SWISS STRAIN AFTER
ADMINISTRATION OF FISH OIL EXTRACTS OF SNAKE HAED FISH
(Channa striata BLOCH.)
RENDRA GANIS SAPUTRO
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas
Maret University, Surakarta
ABSTRACT
Chemotherapy is a cancer treatment alternative, but still have the side
effects of toxicity are very large. Optimization of therapeutic outcomes often
hampered due to the emergence of hematologic toxicity such as leukopenia.
Leukopenia is a condition in which the number of leukocytes in the blood less
than normal circumstances. The increase of leukocytes can be done in the
traditional way of giving fish oil extracts snake head fish. The study was
conducted to determine the effect of fish oil extract of snake head fish (Chana
striata) against the leukocyte count and kidney histological.
In the study conducted fish oil extract a snake head fish on the tail 24
Swiss strain male mice with doses of 0 ml/20gr BB (control), 0.5 ml/20gr BB, 1
and 1.5 ml/20gr ml/20gr BB BB. Data were analyzed using ANOVA. If the
results significantly different (significant), followed by Post Hoc.
The results showed that the average number of leukocytes after
administration of fish oil extracts dose snake head fish 0 ml/10gr BB (control)
amounted to 5691 / mm3 of blood, a dose of 0.5 ml/10gr BB 6166/mm
3 of blood,
the dose of 1.0 ml/10gr BB 6558/mm3 of blood, and a dose of 1.5 ml/10gr BB
9666/mm3 of blood. Thus obtained the highest number of leukocytes in mice fish
oil extract snake head fish with a dose of 1.5 ml/10gr BB. Changes in histological
structure of the kidneys showed moderate levels of damage by showing changes
in the form of cloudy swelling degenarasi, piknosis, karyoreksis, karyolisis,
necrosis and formation of protein casts in the lumen of the proximal convoluted
tubule.
Keywords: snake head fish, extract oil, the quantity of leukocytes, Kidney.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Skripsi ini
kupersembahkan untuk (almh) ibu Marsih, bapak Sadiman serta adik-adikku danel dan
anggit yang selalu mendukung, mendoakan dan memberi semangat.
Sahabatku Amirul dan jafron.
Teman-teman Biologi 2008.
Terima kasih..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
“....... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat .........”
(Qs. Al-Mujadilah: 11)
“Katakanlah (Muhammad), „Inilah jalanku yang lurus, aku dan orang-orang
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan ilmu.‟”
(Qs. Yusuf: 108)
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan
dinar dan tidak pula dirham, namun hanya mewariskan ilmu. Sehingga siapa yang
mengambil ilmu tersebut maka telah mengambil bagian sempurna darinya
(dari warisan tersebut). (HR At Tirmidzi )
Syaikh Abdurrahman As Sa’di dalam Bahjatul Qulub Al Abrar, bahwa ilmu yang
bermanfaat adalah ilmu yang membersihkan kalbu dan ruh. Ilmu yang berbuah
kebahagian dunia dan akhirat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Bismillaah, segala puji syukur ke hadirat Allah azza wajalla atas rahmat
dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Peningkatan Jumlah Leukosit dan Gambaran Histologis Ginjal (Ren)
Mencit (Mus musculus L.) Jantan Galur Swiss Setelah Pemberian Ekstrak Minyak
Ikan Gabus (Channa striata BLOCH.)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) di Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah
mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung.Oleh
karena itu pada kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS Surakarta
2. Dr. Agung Budiharjo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS Surakarta
3. Dra. Marti Harini, M.Si. selaku dosen pembimbing I, terima kasih atas arahan,
bimbingan dan waktu diskusi yang telah diberikan mulai dari awal hingga
akhir penulisan skripsi ini.
4. Dra. Noor Soesanti Handajani, M.Si. selaku dosen pembimbing II, terima
kasih atas koreksi dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari awal hingga
akhir penulisan skripsi ini.
5. Siti Lusi Arum Sari, M.Biotech selaku dosen penelaah I, terima kasih atas
masukan yang telah diberikan untuk perbaikan.
6. Dr. Agung Budiharjo, M.Si. selaku dosen penelaah II, terima kasih atas
masukan yang telah diberikan untuk perbaikan.
7. Dosen-dosen di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
UNS Surakarta, atas ilmu, nasihat, dan motivasi yang telah diberikan selama
perkuliahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Kepala dan staf Laboratorium MIPA Pusat, Labortorium Biologi dan
Laboratorium Histologis Fakultas Kedokteran UNS Surakarta yang telah
mengijinkan dan membantu penulis untuk melakukan penelitian.
9. Keluarga tercinta: ibu marsih, bapak sadiman, dan adikku danel & anggit,
yang selalu memberikan semangat, inspirasi dan doa yang tulus.
10. Saudara-saudariku Biologi 2008, seluruh keluarga besar Biologi, dan semua
yang tidak bisa kusebutkan satu persatu terima kasih atas persahabatan dan
motivasi yang telah diberikan kepadaku.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari dalam melakukan penelitian
dan menyusun skirpsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangatlah diharapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pembaca dan pihak-pihak terkait.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN......................................................... iv
ABSTRAK...................................................................................... v
ABSTRACT................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................... vii
HALAMAN MOTTO..................................................................... viii
KATA PENGANTAR.................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR...................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................. xvi
SINGKATAN................................................................................. xvii
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................ 3
C. Tujuan penelitian................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian............................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI......................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka.................................................................. 5
1. Leukosit……………………………………………….. 5
a. Neutrofil.................................................................... 5
b. Eosinofil.................................................................... 6
c. Basofil....................................................................... 6
d. Limfosit..................................................................... 6
e. Monosit .................................................................... 7
2. Profil Darah Mencit........................................................ 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Fungsi Leukosit………………………………………. 8
4. Leukopenia…………………………………………… 10
5. Protein ........................................................................... 11
a. Definisi protein...................................................... 11
b. Peranan dan Fungsi protein.................................. 12
c. Protein antibody (Imunoglobulin).......................... 13
d. Metabolisme protein.............................................. 14
6. Ikan Gabus (Channa striata)………………………….. 15
a. Klasifikasi ……………………………………….. 15
b. Penyebaran dan Habitat………………………….. 15
c. Morfologi Ikan Gabus…………………………… 15
d. Kandungan Ikan Gabus ......................................... 17
7. Lemak ........................................................................... 18
8. Minyak Ikan………………………………………….. 21
9. Mencit (Mus musculus) Jantan Galur Swiss…………. 23
a. Morfologi………………………………………… 23
10. Ginjal.............……………………………………….. 23
a. Struktur ginjal........................................................ 23
b. Fungsi ginjal.......................................................... 27
c. Fisiologi ginjal...................................................... 28
d. Histopatologis ginjal............................................. 28
B. Kerangka Pemikiran……………………………………… 31
C. Hipotesis………………………………………………….. 32
BAB III. METODE PENELITIAN……………………………… 33
A. Waktu dan Tempat……………………………………….. 33
B. Alat dan Bahan…………………………………………… 33
C. Cara Kerja………………………………………………… 35
D. Rancangan Percobaan……………………………………. 40
E. Analisis Data……………………………………………… 40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................... 42
A. Jumlah Leukosit Total Darah............................................. 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Berat Badan....................................................................... 46
C. Pengamatan Mikroskop Struktur Mikroanatomi Tubulus
Kontortus Prosimal........................................................... 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................... 58
A. Kesimpulan....................................................................... 58
B. Saran................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………. 59
LAMPIRAN................................................................................. 66
RIWAYAT HIDUP PENULIS.................................................... 75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan nutrisi ikan gabus setiap 100gr berat
basah daging……………………………………….. 17
Tabel 2. Tingkat kerusakan tubulus ginjal............................. 41
Tabel 3. Rerata jumlah leukosit total darah setelah pemberian
ektrak minyak ikan gabus salama 30 hari................ 43
Tabel 4. Rerata berat badan mencit setelah pemberian
ektrak minyak ikan gabus salama 30 hari................ 46
Tabel 5. Tingkat kerusakan tubulus kontortus proksimal
mencit setelah pemberian ekstrak minyak ikan
gabus..................................................................... 54
Tabel 6. Hasil perhitungan jumlah leukosit mencit jantan
Sebelum dan sesudah pemberian ekstrak minyak
Ikan gabus………………………………………… 67
Tabel 7. Data berat badan mencit (gr)……………………… 67
Tabel 8. Tingkat kerusakan tubulus kontortus proksimal….. 72
Tabel 9. Tingkat kerusakan nekrosis tubulus kontortus
Proksimal…………………………………………. 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Ringkasan metabolisme protein................................ 14
Gambar 2. Morfologi ikan gabus (Chana striata )...................... 16
Gambar 3. Metabolisme lemak................................................... 20
Gambar 4. Morfologi mencit jantan galus swiss......................... 23
Gambar 5. Struktur korpuskulum ginjal & nefron...................... 25
Gambar 6. Kerangka pemikiran.................................................. 32
Gambar 7. Skema alat ekstraksi.................................................. 36
Gambar 8. P.L. korteks ginjal mencit jantan kelompok kontrol.. 48
Gambar 9. P.L. korteks ginjal mencit jantan kelompok
Perlakuan M 1 (dosis 0,5ml/20 gr BB)..................... 51
Gambar 10. P.L. korteks ginjal mencit jantan kelompok
Perlakuan M 2 (dosis 1,0ml/20 gr BB)..................... 52
Gambar 11. P.L. korteks ginjal mencit jantan kelompok
Perlakuan M 3 (dosis 1,5ml/20 gr BB)..................... 53
Gambar 12. Kandang Mencit....................................................... 74
Gambar 13. Perlakuan................................................................. 74
Gambar 14. Leukosit.................................................................... 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data kuantitatif....................................................... 67
Lampiran 2. Analisis varians jumlah leukosit mencit sebelum
Perlakuan............................................................... 68
Lampiran 3. Analisis varians jumlah leukosit mencit setelah
Perlakuan............................................................... 69
Lampiran 4. Analisis varians berat badan mencit sebelum dan
Sesudah perlakuan.................................................. 71
Lampiran 5. Data kualitatif........................................................ 72
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian………………………….. 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
M. musculus
C. striata
µm
mm3
gr
BB
Kal
mg
SI
cc
ml
cm 0C
No.
HE
Cm3
ANOVA
SPSS
Mus musculus
Channa striata
Mikro meter
Milimeter kubik
gram
berat badan
kalori
miligram
Satuan Internasional
Cubic centimeter
Mililiter
centimeter
derajat celcius
nomor
hematoxylin eosin
centimeter kubik
analysis of variance
Statistical product and service solution
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kanker adalah sekelompok penyakit yang terjadi akibat adanya
perubahan sel tubuh menjadi sel abnormal dan membelah di luar kendali. Kanker
merupakan sesuatu yang ditakuti masyarakat karena selalu dikaitkan dengan
kematian. Setiap tahun diperkirakan terdapat 190.000 penderita kanker baru di
seluruh dunia dan seperlimanya akan meninggal akibat penyakit tersebut
(DEPKES RI, 2007). Pengobatan kanker pada umumnya melalui kemoterapi.
Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan
memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker dengan
mengganggu pembelahan sel kanker (Sukarja, 2000). Kemoterapi bermanfaat
untuk menurunkan ukuran kanker sebelum operasi, merusak semua sel-sel kanker
yang tertinggal setelah operasi, dan mengobati beberapa macam kanker (Halim,
2001). Kemoterapi memberikan hasil positif, tetapi toksisitas dan efek
sampingnya sangat besar (Syam, 2009). Optimalisasi hasil terapi sering terkendala
akibat munculnya toksisitas terutama toksisitas hematologi sepertileukopenia
(Wijadja, 2004).
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit dalam darah kurang
dari 5.000 sel/mm3 (Junqueira, 1977). Leukopenia dapat disebabkan oleh infeksi
kuman atau bakteri dan efek pemberian obat-obatan kemoterapi yang
menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih. Leukosit mempunyai peranan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing. Apabila
jumlah leukosit menurun maka kekebalan tubuh juga menurun.
Peningkatan jumlah leukosit dapat dilakukan secara medis
atau tradisional. Cara yang umum dilakukan dalam dunia kedokteran yaitu dengan
injeksi dan transfusi leukosit, namun selama ini pengobatan dengan cara tersebut
di rumah sakit biayanya cukup mahal. Upaya untuk meningkatkan jumlah leukosit
secara tradisional yaitu dengan mengkonsumsi ekstrak ikan gabus (Channa
striata)(Campbell et al, 2004 ).Sejauh ini belum ada kajian ilmiah mengenai
kemampuan ekstrak ikan gabus dalam meningkatkan kuantitas leukosit.
Keunggulan ikan gabus adalah kandungan proteinnya yang cukup tinggi.
Kadar protein per 100 gram ikan gabus setara ikan bandeng, tetapi lebih tinggi
bila dibandingkan dengan ikan lele maupun ikan mas yang sering dikonsumsi.
Keunggulan protein ikan gabus lainnya adalah kaya akan albumin.
Albumin merupakan jenis protein terbanyak (60 persen) yang terkandung di
dalam plasma darah manusia. Peran utama albumin yaitu membantu pembentukan
sel baru. Selain itu ikan gabus dipilih karena relatif mudah didapat dan harganya
murah (Astawan, 2008).
Konsumsi ekstrak minyak ikan gabus yang mengandung banyakomega-3,
protein dapat berpengaruh terhadap organ filtrasi. Senyawa-senyawa tersebut akan
masuk dan ikut beredar dalam darah yang akan difiltrasi oleh ginjal.Ginjal (ren)
merupakan organ filtrasi dan reabsorbsi darah. Pada batas-batas tertentu ginjal
tidak dapat melakukan fungsinya dalam filtrasi dan reabsorbsi zat-zat terlarut
dalam darah, sehingga menyebabkan kerusakan atau kebocoran ginjal ataupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cedera sel ginjal (Sukandar, 1997). Perubahan struktur yang terjadi akibat
kerusakan tersebut dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal (Evan dan
Henderson, 1985).
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek pemberian ekstrak minyak ikan gabus terhadap kuantitas leukosit
mencit (Mus musculus) jantan galur swiss. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk
mengetahui gambaran histologis ginjal setelah pemberian ekstrak minyak ikan
gabus.
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah pemberian ekstrak minyak ikan gabus dapat meningkatkan jumlah
leukosit mencit jantan galur swiss?
2. Bagaimana gambaran struktur histologis ginjal mencit setelah pemberian
ekstrak minyak ikan gabus?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak ikan gabus terhadap
peningkatan jumlah leukosit mencit jantan galur swiss.
2. Mengetahui perubahan gambaran histologis ginjal setelah pemberian
ekstrak minyak ikan gabus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi ekstrak
minyak ikan gabus sebagai alternatif pengobatan leukopenia, serta efek
pemberiannya pada struktur histologis ginjal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Leukosit
Leukosit atau sel darah putih adalah sel yang merupakankomponen
darah. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara
amoeboid, dan dapat menembus dinding kapiler/diapedesis. Leukosit
melakukan sebagian besar fungsinya di luar sistem peredaran darah, yaitu
memperlihatkan gerakan aktif dan sebagian mempunyai daya fagositosis.
Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit atau disebut juga polimorfonuklear yaitu sel darah putih yang
didalamnya terdapat granula spesifik antara lain : eosinofil, basofil, neutrofil.
Tujuh puluh lima persen (75%) dari komponen leukosit adalah sel granulosit
dan sel ini dibentuk didalam sumsum tulang. Agranulosit : merupakan bagian
dari sel darah putih yang mempunyai 1 lobus inti dan sitoplasmanya tidak
mempunyai granula spesifik antara lain limfosit dan monosit (Movat, 1985)
a. Neutrofil
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak. Dalam
jumlah absolut, terdapat 3000-6000 per mm3 darah, atau 20-30 milyar dalam
peredaran darah setiap saat. Neutrofil tinggal dalam peredaran darah sekitar 8
jam sebelum bermigrasi keluar pembuluh dan masuk jaringan, tempat
neutrofil melakukan misinya atau mati. Diameter neutrofil 7µm dalam darah,
dan 10-12µm dalam sedian apus darah kering (Anderson, 1966 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Eosinofil
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10
jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil
menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. Eosinofil merupakan 1-3%
dari leukosit darah dan diperkirakan bahwa untuk setiap eosinofil dalam darah,
terdapat 300 di dalam jaringan. Eosinofil berdiameter 9 µm dalam larutan, dan
sekitar 12 µm dalam sedian darah (Hudson, 1986 ).
c. Basofil
Basofil merupakan leukosit granular yang paling sedikit jumlahnya,
hanya 0,5% dari hitung jenis leukosit. Basofil sedikit lebih kecil ukurannya
daripada neutrofil, berdiameter 10µm pada apusan darah (Aeckerman, 1963).
d. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit yang kedua terbanyak jumlahnya
setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah putih yang beredar.
Pada sediaan darah, limfosit berupa sel bulat kecil berdiameter 7-12µm, inti
sel berlekuk, terpulas gelap dan sedikit sitoplasma berwarna biru terang.
Limfosit adalah agen utama bagi respon imun tubuh (Archer, 1965). Limfosit
terdiri atas:
1. Limfosit B (Sel B)
Limfosit B merupakan bagian dari sel darah putih (leukosit). Limfosit
B ini terbentuk dan dimatangkan di sumsum tulang. Dalam sumsum tulang,
limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel limfosit B-Memori.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sel plasma bertugas mensekresikan antibodi kedalam cairan tubuh dan
sel limfosit B-memori yang berfungsi menyimpan informasi antigen.
Informasi ini disimpan dalam bentuk DNA yang dapat memproduksi antibodi
yang cocok dengan antigen (Steward, 1983).
2. Limfosit T (Sel T)
Limfosit T dimatangkan di kelenjar timus. Di kelenjar timus, limfosit
T juga berdiferensiasi menjadi sel T sitotoksik (killer), sel T penolong
(helper) dan sel T supressor (penekan). Masing-masing dari ketiga jenis
tersebut mempunyai tugas/ fungsi yang berbeda-beda.
Sel T sitotoksik (killer) berfungsi membunuh sel-sel yang terinfeksi.
Sel ini dapat membunuh berbagai bibit penyakit dan sel kanker. Sel T penekan
mempunyai efek menstabilkan jumlah sel killer agar Sel killer tidak
membunuh sel-sel tubuh yang sehat. Sel T penolong (helper) menaikkan sel B
aktif dan sel B penghasil antibodi. Sel ini mengatur respons, kekebalan tubuh
dengan cara mengenali dan mengaktifkan limfosit yang lain (Steward, 1983).
e. Monosit
Monosit berjumlah 3-8% dari leukosit yang beredar. Selnya bulat
berdiameter 9-12µm dalam larutan, tetapi pada apusan darah kering,
berdiameter sampai 17µm. Monosit dapat disalahkan tafsirkan dengan limfosit
besar, karena lebih besar ukurannya dan lebih banyak sitoplasmanya (Young
et al. 1986).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Profil Darah Mencit
Pada Mus musculusatau mencit, volume darahnya 75-80 ml/kg BB,
dengan jumlah eritrosit (sel darah merah)7,7-12,5 x 106/mm
3 dan jumlah
leukosit 6,0-12,6 x 103. Sedangkan presentase jenis-jenis leukosit yang dihitung
dari rata-rata tiap 100 sel, leukosit pada preparat apus darah atau disebut hitung
jenis leukosit yang dikutib dari Smith dan Mangkoewidjojo (1988) sebagai
berikut :
Neutrophyl : 12-30%
Lymphocyt : 55-85%
Monocyt : 1-12%
Eosinophyl : 0,2-4,0%
Basophyl : -
Sedangkan menurut Jacoby and James (1984) :
Neutrophyl :6,7-37,2%
Lymphocyt : 63-75%
Monocyt : 0,7-2,6%
Eosinophyl : 0,9-3,8%
Basophyl : 0-1,5%
3. Fungsi Leukosit
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid
dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menerobos antarasel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung
(Abbas dan Lichtman, 2005).
Neutrofil merupakan garis pertahanan pertama terhadap serangan
bakteri atau virus. Neutrofil mempunyai granula spesifik yang bersifat
lisosomal, mengandung enzim-enzim hidrolitik yang bergabung dengan
fagosom untuk membentuk lisosom sekunder. Ketika terjadi infeksi akut,
neutrofil dapat mengeluarkan pseudoplatelet atau trombosit semu yang
mengandung mieloperoksidase neutrofil. Setelah aktivitas tersebut, neutrofil
kehilangan semua granula dan akhirnya mati (Leeson dkk., 1985). Sel-sel
neutrofil adalah bagian dari sel darah putih atau leukosit (sekitar 50-70% dari
total sel darah putih) yang berada dalam sirkulasi, dan sel neutrofil berperan
sebagai penangkal infeksi dengan membunuh bakteri yang berada dalam darah.
Eosinofil mempunyai granula yang bersifat lisosomal dan memfagosit
kompleks-antibodi-antigen. Granula tersebut juga dapat mengurangi
peradangan dengan mengaktifkan histamin. Jumlah eosinofil akan meningkat
apabila terjadi alergi tertentu dan infeksi parasit.
Jumlah basofil bertambah secara relatif pada beberapa keadaan
patologis. Ada kemungkinan bahwa basofil, dapat melepaskan granulanya
sebagai respons terhadap antigen tertentu.
Monosit dapat melakukan perpindahan melalui dinding pembuluh dan
aktif melakukan fagositosis. Di dalam jaringan, monosit berinteraksi dengan
limfosit membentuk sistem imun (Leeson dkk., 1985).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Konsentrasi leukosit dalam darah lengkap dijaga relatif konstan,
walaupun setiap hari sejumlah besar leukosit mati. Pembentukan leukosit baru
di sumsum tulang disebut granulopoiesis. Bertambahnya jumlah leukosit
terjadi dengan mitosis, suatu proses pertumbuhan dan pembelahan sel yang
berurutan. Sel-sel calon mampu membelah diri dan berkembang menjadi
leukosit matang dalam suatu sekuen pematangan yang teratur, dan kemudian
dibebaskan dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi (Sacher dan McPherson,
2004).
4. Leukopenia
Didalam darah manusia normal didapati jumlah leukosit rata-rata
5000-9000 sel/mm3. Bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut
leukositosis. Bila kurang dari 5000 disebut leukopenia.
Penyakit leukopenia terkadang disebut juga dengan istilah
neutropenia. Penyebab utama penyakit leukopenia adalah kelainan pada darah
yang diidentifikasi dengan jumlah sel neutrofil (salah satu tipe sel darah putih)
yang rendah. Penyebab lainnya adalah kemoterapi, terapi radiasi,
myelofibrosis, aplastic anemia, influenza, Hodgkin, beberapa jenis kanker,
malaria, TBC dan demam berdarah. Kadang-kadang, luekopenia juga
disebabkan karena infeksi Rickettsial, pembesaran limpa, kekurangan folat,
psittacosis dan sepsis. Penyebab lainnya adalah kekurangan mineral tertentu,
seperti tembagadan seng (Dharma et al., 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Protein.
a. Definisi protein.
Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh
bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama
dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia
di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju
pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim. Semua jenis protein
terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap jenis protein
mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein
terdapat baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun
organel sel seperti mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan
golgi dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-
protein yang terlibat dalam reaksi biokimia sebagian besar berupa enzim
banyak terdapat di dalam sitoplasma. Protein merupakan kelompok
biomakromolekul yang sangat heterogen. Ketika berada di luar makhluk hidup
atau sel, protein sangat tidak stabil (Sudarmaji, dkk., 1989).
Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang
mengandung N (15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S
(0,8-2%), disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan S
kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein).
Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk
menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau bahan lain (Sudarmaji, dkk.,
1989).
b. Peranan dan Fungsi protein.
Protein memegang peranan penting dalam berbagai proses biologi.
Peran-peran tersebut antara lain:
1. Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh
enzim dan hampir semua enzim adalah protein.
2. Transportasi dan penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein
spesifik. Misalnya transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh
haemoglobin dan transportasi oksigen di dalam otot oleh
mioglobin.
3. Koordinasi gerak
Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein.
Contoh lainnya adalah pergerakan kromosom saat proses mitosis
dan pergerakan spermatozoa oleh flagela.
4. Penunjang mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen yang
merupakan protein fibrosa.
5. Proteksi imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat
mengenal serta berkombinasi dengan benda asing seperti virus,
bakteri dan sel dari organisma lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh
protein reseptor. Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitif
terhadap cahaya ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya
adalah protein reseptor pada sinapsis.
7. Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi
Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur
oleh protein faktor pertumbuhan. Misalnya faktor pertumbuhan
saraf mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf. Selain itu,
banyak hormon merupakan protein (Santoso, 2008)
c. Protein Antibodi (Imunoglobulin)
Imunoglobulin adalah semua golongan protein yang mempunyai
aktivitas sebagai antibodydan dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari
proliferasi dan diferensiasi limfosit B sebagai akibat adanya rangsangan
imunogen. Immunoglobulin bersifat spesifik dan mobilitasnya berada di daerah
fraksi globulin gama dan globulin beta (Bellanti, 1995). Imunoglobulin
dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari limfosit B.
Limfosit B atau sering disebut sel B adalah limfosit yang memainkan
peran penting pada respon imun humoral yang berbalik pada imunitas selular
yang diperintah oleh sel T. Sel B merupakan sel penghasil antibodi, yaitu
menghasilkan antibodi yang mengenali antigen (molekul yang asing terhadap
sistem imun). Pengenalan antigen merupakan suatu fungsi dari sel B dan T.
Pengenalan sel B dari suatu antigen memicu sel untuk menghasilkan antibodi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
spesifik terhadap antigen tersebut. (Hodd et al., 1984)
d. Metabolisme Protein
Gambar 1. Ringkasan metabolisme protein (Marks et al., 2000).
Protein makanan dicerna menjadi asam amino yang kemudian
diambil dan masuk ke dalam sel. Asam amino digunakan untuk membentuk
protein dan senyawa lain yang mengandung nitrogen. Rangka karbon pada
asam amino juga dioksidasi untuk menghasilkan energi dan nitrogen diubah
menjadi urea dan produk ekskretorik lain yang mengandung nitrogen (Marks et
al., 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Ikan Gabus.
a. Klasifikasi
Secara taksonomi dan sistematis Kottelat et al (1993),
mengklasifikasikan ikan gabus sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Family : Channidae
Genus : Channa
Spesies : Channa striata Bloch.(Kottelat et al., 1993)
b. Penyebaran dan Habitat
Penyebaran ikan ini berada di lingkungan Sunda, Sulawesi,
Maluku, India, Indochina, Srilangka, Philiphina dan China (Kottelat, et
al 1993). Di Kalimantan Selatan terdapat hampir disemua jenis perairan
umum (rawa monoton, rawa pasang surut, sungai kecil dan waduk).
Habitat ikan ini di lahan basah Sungai Negara Kal-Sel dan sungai-sungai
kecil, danau dan rawa (Chairuddin, 1990).
c. Morfologi Ikan Gabus
Kottelat et al(1993) mengemukakan bahwa ikan gabus
mempunyai sirip dipunggungnya 38 – 43 jari-jari lemah, sirip dubur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempunyai 23 – 27 jari-jari lemah, terdapat 52 – 57 sisik pada gurat sisi;
panjang total maksimum yang pernah diketahui adalah 90 cm. Sisi badan
mempunyai pita warna berbentuk “V”, mengarah kebagian atas,
umumnya tidak jelas pada ikan dewasa; ada 4 – 5 sisik antara gurat sisi
dan pangkal jari-jari sirip punggung bagian depan.
Ikan gabus memiliki bentuk tubuh hampir bulat, panjang dan
makin ke belakang berbentuk pipih (Gambar 2). Bagian punggung
cembung, perut rata dan kepala pipih seperti ular (head snake). Warna
tubuh bagian punggung hijau kehitaman dan bagian perut berwarna krem
atau putih. Sirip ikan gabus tidak memiliki jari-jari yang keras,
mempunyai sirip punggung dan sirip anal yang panjang dan lebar, sirip
ekor berbentuk setengah lingkaran, sirip dada lebar dengan ujung
membulat. Ikan gabus dapat mencapai panjang 90-100 cm (Gunawan,
2009).
Gambar 2. Morfologi Ikan Gabus (Channa striata) (Kottelat et al., 1993)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Kandungan Ikan Gabus
Ikan gabus diketahui mengandung senyawa-senyawa penting yang
berguna bagi tubuh, diantaranya protein, dan beberapa mineral (Tabel
1)(Sediaoetama, 1985). Kadar protein ikan gabus bisa mencapai 25,2%, yang
lebih tinggi dibanding protein ikan bandeng (20,0%), ikan mas (16,0%), ikan
kakap (20,0%) maupun ikan sarden (21,1%). Kadar albumin ikan gabus bisa
mencapai 6,22% (Asfar M. 2007). Selain mengandung protein, ikan gabus
mengandung Zat besi, Kalium, Fosfor, Vit A dan Vit B1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi ikan gabus setiap 100 gr berat basah daging.
Komponen Kimia Jumlah
Kalori (kal) 69
Protein (gr) 25,2
Lemak (gr) 1,7
Besi (mg) 0,9
Kalsium (mg) 62
Fosfor (mg) 176
Vitamin A (SI) 150
Vitamin B1 (mg) 0,04
Air (g) 69
Sumber : Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Ditjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Berdasarkan hasil penelitian Kaban dan Daniel (2005) ikan gabus
memiliki kadar kandungan asam lemak omega-3 yaitu asam lenoleat sebesar
12,14%. Asam linoleat merupakan asam lemak esensial pembentuk asam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lemak tidak jenuh lainnya seperti asam linolenat (C 18 :3 n-6) dan asam
arakhidonat (C20 :4 n-6) melalui sistem desaturasi (pembentukan ikatan
rangkap) dan pemanjangan rantai (Brahmana dkk., 1996).
7. Lemak
Lemak adalah suatu ester antara asam lemak dan gliserol yang ketiga
radikal hidroksilnya diesterkan. Lemak disusun oleh gliserol dan asam-asam
lemak. Gliserol atau gliserin (1,2,3-propanatriol) adalah alkohol jenuh
bervalensi tiga, alkohol primer atau alkohol sekunder. Pada suhu kamar,
berupa zat cair tidak berwarna, kental, netral terhadap lakmus dan rasanya
manis. Asam lemak atau asam monokarboksilat, memiliki rantai karbon yang
tidak bercabang dan radikal karboksilnya berada di ujung rantai karbon
tersebut. Asam lemak dapat berupa asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh (Sumardjo, 2009).
Asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan rangkap dalam struktur
kimiannya. Ada beberapa asam lemak jenuh, baik yang terdapat pada
tumbuhan, hewan maupun manusia. Pada umumnya asam lemak jenuh
merupakan unit penyusun lemak hewan atau manusia. Contoh asam lemak
jenuh seperti: asam butirat, asam kaprat, asam palmitat dll. (Sumardjo, 2009).
Asam lemak tak jenuh mempunyai dua atau lebih ikatan rangkap,
ikatan tersebut bersifat nonkonjugasi. Oleh karena itu, ikatan rangkap
tersebut tidak terletak berdampingan, tetapi dipisahkan oleh gugus metilen
(-CH2-). Dibandingkan dengan asam-asam lemak jenuh, asam lemak tak
jenuh ternyata mempunyai titik lebur lebih rendah. Contoh asam lemak tak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
jenuh seperti: asam oleat, asam linoleat, asam linolenat dan asam arakidonat
(Sumardjo, 2009).
Asam lemak dibedakan menurut jumlah karbon yang dikandungnya,
yaitu asam lemak rantai pendek (6 atom karbon atau kurang), rantai sedang (8
hingga 12 karbon), rantai panjang (14-18 karbon), dan rantai sangat panjang
(20 atom karbon atau lebih). Semua lemak bahan makanan hewani dan
sebagian besar minyak nabati mengandung asam lemak rantai panjang, asam
lemak rantai sangat panjang terdapat dalam minyak ikan. Titik cair asam
lemak meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon (Almatsier,
2004).
Lemak yang terdapat dalam makanan disimpan dalam bentuk
triasilgliserol. Triasilgliserol atau trigliserida adalah senyawa lipid utama
sebagai sumber energi yang penting, khususnya bagi hewan. Sebagian besar
triasilgliserol disimpan dalam sel-sel jaringan adiposa. Triasilgliserol secara
konstan didegradasi dan diresintesis. Pemrosesan dan distribusi lipid terjadi
dalam 8 tahap (Gambar 3).
1. Triasilgliserol yang berasal dari diet makanan tidak larut dalam air. Untuk
mengangkutnya menuju usus halus dan agar dapat diakses oleh enzim
yang dapat larut di air seperti lipase, triasilgliserol tersebut disolvasi oleh
garam empedu seperti kolat dan glikolat membentuk misel.
2. Di usus halus enzim pankreas lipase mendegradasi triasilgliserol menjadi
asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol diabsorbsi ke dalam
mukosa usus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Di dalam mukosa usus asam lemak dan gliserol disintesis kembali menjadi
triasilgliserol
4. Triasilgliserol tersebut kemudian digabungkan dengan kolesterol dari diet
makanan dan protein khusus membentuk agregat yang disebut cilomikron.
5. Cilomikron bergerak melalui sistem limfa dan aliran darah ke jaringan-
jaringan.
6. Triasilgliserol diputus pada dinding pembuluh darah oleh lipoprotein lipase
menjadi asamlemak dan gliserol.
7. Komponen ini kemudian diangkut menuju sel-sel target.
8. Di dalam sel otot (myocyte) asam lemak dioksidasi untuk energi dan di
dalam sel adipose (adipocyte) asam lemak diesterifikasi untuk disimpan
sebagai triasilgliserol (Wirahadikusumah, 1985).
Gambar 3. Metabolisme lemak (Marks et al., 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Minyak Ikan
Minyak ikan termasuk senyawa lipida yang bersifat tidak larut dalam
air (Winarno, 1995 dalam Purbosari, 1999). Minyak ikan ini dibagi dalam
dua golongan, yaitu minyak hati ikan (fish liver oil) yang terutama
dimanfaatkan sebagai sumber vitamin A dan D, dan minyak tubuh ikan
(body oil) seperti halnya minyak ikan lemuru (Moeljanto, 1982 dalam
Purbosari, 1999). Minyak ikan sampai saat ini masih merupakan sumber
utama asam lemak omega-3 terutama EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA
(dokosahexaenoic acid) yang penting bagi kesehatan.
Pengaruh positif asam lemak omega-3 terhadap kesehatan melalui
modulasi fungsi platelet dan menurunkan tekanan darah sehingga dapat
digunakan untuk terapi penyakit jantung koroner (Basu et al. 2006). Asam
lemak omega-3 dilaporkan dapat memperbaiki massa tulang pada kadar
asupan DHA rendah (Mollard et al. 2005). Pada penderita diabetes, asam
lemak omega-3 dapat memperbaiki teloransi terhadap kelebihan kadar
glukosa dalam darah (Mori et al. 1999) serta mencegah dan memperbaiki
syndroma resistensi insulin (Ghafoorunnisa et al. 2005). Konsumsi asam
lemak omega-3 dapat memperlambat pertumbuhan kanker, meningkatkan
keberhasilan kemoterapi, dan menurunkan efek samping kemoterapi
(Hardman et al.2002; Hardman et al.2004).
Minyak ikan diperoleh dengan cara ekstrasi. Ekstraksi minyak adalah
suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan. Cara ekstraksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang biasa dilakukan, yaitu metode ekstraksi dengan aseton, hidrolisa, Dry
Rendering, Wet Rendering, ekstraksi dengan silase dan ektraksi metode
tim.
Tahapan-tahapan pemurnian minyak ikan, yaitu penyaringan,
degumming, netralisasi, pemisahan sabun, pemucatan dan deodorisasi
(Irianto, 2002). Tujuan dari pemurnian minyak ikan adalah untuk
menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik, dan
memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi dan digunakan
sebagai bahan mentah dalam industri (Ketaren, 1986 dalam Purbosari, 1999).
Kualitas minyak ikan yang dihasilkan pada proses pemurnian tergantung
pada cara penyimpanan dan penanganan ikan sebelum dimurnikan (yaung,
1982 dalam Purbosari, 1999).
Pada tahap penyaringan, minyak ikan yang diperoleh sebagai hasil
samping pengolahan tepung ikan atau ikan kaleng disaring terlebih dahulu
dengan penyaring kawat untuk memisahkan kotoran-kotoran yang nampak
seperti sisa daging dan gumpalan protein. Minyak yang telah bebas dari
kotoran visual ditentukan kandungan asam lemak bebasnya (free fatty
acid/FFA) (Fathir, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9. Mencit Jantan Galur Swiss
a. Morfologi Mencit
Mencit (M. musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang
berukuran kecil (Gambar 4). Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak
kedua di dunia, setelah manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri
dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di
hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di perkotaan. Sekarang
mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan.
Gambar 4. Morfologi Mencit jantan galur swiss(M. musculus)(Mayasari, L.2008)
10. Ginjal
a. Struktur ginjal
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural komplek dan
telah berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting. Fungsi
ginjal antara lain : ekskresi produk sisa metabolisme, pengendalian air dan
garam, pemeliharaan keseimbangan asam yang sesuai, dan sekresi berbagai
hormon (Gruden et al., 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau
abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati
dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga
disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti
terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal
terletak di sekitar vertebra truncus ke 12 (T12) hingga vertebra lumbalis (L3).
Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi
tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke
sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan
(Woolf, 2004).
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah
lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)
dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan
dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Sebuah nefron terdiri dari sebuah
komponen penyaring yang disebut korpuskula (badan) Malphigi yang
dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus) (Woolf, 2004).
Korpuskulus ginjal berdiameter sekitar 200-250 µm dan terdiri atas
seberkas kapiler, yaitu glomerulus, dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding
ganda yang disebut kapsula Bowman (Gambar 5). Ruangan dalam kapsula
Bowman disebut ruang Bowman (ruang urinarius) yang menampung cairan
yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan viseral. Glomerulus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berhubungan dengan kapsula Bowman di bagian dalam melalui lapisan
viseral yang tersusun oleh modifikasi sel-sel epitel yang disebut podosit.
Dinding luar yang mengelilingi ruang Bowman tersusun oleh sel-sel epitel
skuamous simpleks yang membentuk lapisan parietal (Gartner dan Hiatt,
2007). Masing-masing korpuskulus renal juga memiliki kutub vaskuler dan
kutub urinarius. Kutub vaskuler merupakan tempat arteriol aferen masuk dan
arteriol eferen keluar, sedangkan kutub urinarius merupakan tempat
dimulainya tubulus kontortus proksimal (Junqueira et al., 2005;
Paulsen, 2000). Barier antara sirkulasi darah di kutub vaskuler dan ruang
urinarius disebut barier filtrasi glomerulus. Struktur ini terdiri atas lapisan
dalam kapiler endotel, membran basalis kapiler glomerulus tebal yang khas,
dan lapisan podosit (Stevens et al., 2005).
Gambar 5. Struktur Korpuskulum Ginjal & Nefron (Focosi, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Glomerulus merupakan struktur yang dibentuk oleh beberapa berkas
anastomosis kapiler yang berasal dari cabang-cabang arteriol aferen.
Komponen jaringan ikat pada arteriol aferen tidak masuk ke dalam kapsula
Bowman, dan secara normal sel-sel jaringan ikat digantikan oleh tipe sel
khusus, yaitu sel-sel mesangial. Ada dua kelompok sel-sel mesangial, yaitu
sel-sel mesangial ekstraglomerular yang terletak pada kutub vaskuler dan sel-
sel mesangial intraglomerular mirip perisit yang terletak di dalam
korpuskulus ginjal (Gartner dan Hiatt, 2007). Sekelompok sel khusus, yaitu
aparatus juksta glomerulus, terletak dekat dengan kutub vaskuler masing-
masing glomerulus yang berperan penting dalam mengontrol volume cairan
ekstraseluler dan tekanan darah, serta mengatur pelepasan renin
(Wilson, 2005).
Pada kutub urinarius dari korpuskulus ginjal, epitel skuamous dari
lapisan parietal kapsula Bowman berhubungan langsung dengan epitel
silindris dari tubulus kontortus proksimal (Junqueira et al., 2005).
Tubulus kontortus proksimal terdapat banyak pada korteks ginjal dengan
diameter sekitar 60 µm dan panjang sekitar 14 mm. Tubulus kontortus
proksimal terdiri dari pars konvulata yang berada di dekat korpuskulus ginjal
dan pars rekta yang berjalan turun di medula dan korteks, kemudian berlanjut
menjadi lengkung Henle di medula (Gartner dan Hiatt, 2007). Epitel yang
melapisi tubulus ini adalah selapis kuboid atau silindris yang menunjang
dalam mekanisme absorbsi dan ekskresi. Sel-sel epitel ini memiliki
sitoplasma asidofilik yang disebabkan oleh adanya mitokondria panjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam jumlah besar. Apeks sel memiliki banyak mikrovili dengan panjang
sekitar 1 µm, yang membentuk suatu brush border (Guyton dan Hall, 2007;
Junqueira et al., 2005).
Ansa Henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas ruas tebal
desenden, dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontortus proksimal,
sedangkan ruas tipis desenden, ruas tipis asenden, dan ruas tebal asenden,
dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontortus distal. Pada medula
bagian luar, ruas tebal desenden, dengan garis tengah luar sekitar 60 µm,
secara mendadak menipis sampai sekitar 12 µm dan berlanjut sebagai ruas
tipis desenden. Lumen ruas nefron ini lebar karena dindingnya terdiri atas sel
epitel gepeng yang intinya hanya sedikit menonjol ke dalam lumen. Bila ruas
tebal asenden lengkung Henle menerobos korteks, struktur histologisnya tetap
terpelihara tetapi menjadi berkelok-kelok disebut tubulus kontortus distal,
yaitu bagian terakhir nefron. Tubulus ini dilapisi oleh sel-sel epitel selapis
kuboid (Junqueira et al., 2005). Duktus koligentus merupakan saluran
pengumpul yang akan menerima cairan dan zat terlarut dari tubulus distal.
Duktus koligentus berjalan dari dalam berkas medulla menuju ke medulla.
Setiap duktus pengumpul yang berjalan ke arah medulla akan mengosongkan
urin yang telah terbentuk ke dalam pelvis ginjal (Sherwood, 2006).
b. Fungsi Ginjal
Ginjal adalah organ yang penting dalam mempertahankan kestabilan
lingkungan tubuh (Price dan Wilson, 1995). Fungsi ginjal adalah membuang
bahan sisa (terutama senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dihasilkan dari metabolisme makanan oleh tubuh), bahan asing
dan produksinya. Ginjal juga mengatur keseimbangan air dan elektrolit dan
juga mempertahankan keseimbangan asam-basa, suatu proses osmoregulasi.
Ginjal juga mensekresi rennin yang berfungsi sebagai pengatur tekanan darah
dalam kadar ion natrium (Burkitt, 1995).
c. Fisiologi Ginjal
Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan melalui proses
majemuk yang melibatkan filtrasi, absorbsi aktif dan pasif serta sekresi
(Junqueira et al., 1997).
a) Filtrasi plasma terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrat dan
plasma darah terbentuk (Junqueira et al., 1997).
b) Reabsorbsi selektif zat-zat seperti air, garam, gula sederhana dan
asam amino oleh tubulus nefron, terutama tubulus
kontortus proksimal. Dalam keadaan tertentu, dinding duktus
koligentus dapat ditembus air, sehingga membantu memekatkan
urin yang umumnya hipertonik terhadap plasma. Dengan cara ini,
organisme mengatur air, cairan interseluler dan keseimbangan
osmotiknya (Klassen, 1995).
c) Sekresi zat-zat oleh tubulus dari darah ke dalam lumen tubulus
untuk diekresikan ke dalam urin (Klassen, 1995).
d. Histopatologi Ginjal
Ginjal rentan terhadap efek toksik obat-obatan dan bahan kimia
karena ginjal menerima aliran darah sekitar 25% dari volume darah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengalir ke jantung, sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia
dalam jumlah besar (Price dan Wilson, 1995).
Besarnya aliran darah menuju ginjal menyebabkan keterpaparan
ginjal terhadap bahan yang beredar dalam system sirkulasi cukup tinggi.
Akibatnya bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan
kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal
(Husein dan Trihono, 1996).
Toksikan yang masuk dalam ginjal dapat menyebabkan berbagai
macam kelainan pada struktur maupun fungsi nefron. Kerusakan nefron dapat
terjadi pada tubulus, korpuskulus renalis, maupun kapiler-kapiler darah
dalam ginjal. Gangguan pada korpuskulus dapat merusak glomerulus dan
kapsula bowman sehingga mengganggu kelancaran aliran darah dalam
kapiler-kapiler glomerulus. Kerusakan tubulus dapat terjadi pada sel-sel
epitel, antara lain mengalami degenerasi dan atropi sehingga lumen melebar.
Kerusakan lebih lanjut dapat mengakibatkan kamatian nefron (Ressang,
1984; Flore, 1992).
Kerusakan nefron terjadi akibat degenerasi sel. Degenerasi sel adalah
kemunduran sel yang menyebabkan perubahan bentuk dan fungsi. Fase-fase
degenerasi sel antara lain:
a. Degenerasi vakuolar (Degenerasi Hidrofik)
Secara mikroskopis tampak vakuola yang jernih tersebar
dalam sitoplasma. Terkadang tampak vakuola kecil bersatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membentuk vakuola besar sehingga inti terdesak ke tepi
kemunduran ini sering terjadi di tubulus renalis.
b. Degenerasi Bengkak Keruh
Biasanya terjadi pada sel tubulus ginjal. Alat tubuh yang
terkena degenerasi bengkak keruh menjadi besar, pucat padat
karena bertambahnya massa air dalam sel. Perubahan ini bersifat
reversibel yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan.
c. Degenerasi Lemak
Di dalam sel terdapat pengumpulan lemak secara abnormal
akibat gangguan metabolisme. Dengan pewarnaan HE akan ampak
vakuola kecil tersebar di dalam sitoplasma.
d. Nekrosis
Perubahan bentuk terutama tampak terjadi pada inti, antara
lain hilangnya gambaran kromatin, inti tampak lebih padat
berwarna gelap (piknosis), inti terbagi atas fragmen-fragmen
(karyoreksis) dan inti terlihat pucat (karyolisis) (Himawan, 1987;
Flore, 1992).
e. Protein cast
Protein cast adalah gumpalan silinder yang berasal dari
protein dan terdapat pada lumen tubulus. Protein cast disebut juga
renal cast, tube cast, dan urinary cylinder (Dorland, 1996)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kerusakan ginjal pada tubulus renalis akibat zat toksik terjadi karena
adanya air dan elektrolit yang direabsorbsi dari filter glomelurus. Hal ini
menyebabkan senyawa kimia (zat toksik) dalam cairan lumen tubulus
terkonsentrasi dan akibatnya dapat terjadi difusi pasif zat toksik ke sel
tubulus (Klassen, 1995).
B. Kerangka Pemikiran
Kanker merupakan satu masalah dunia pada dekade terakhir. Kanker adalah
sel yang abnormal dan membelah diri di luar kendali. Pengobatan kanker
umumnya dengan melalui kemoterapi. Kemoterapi merupakan cara pengobatan
kanker dengan jalan memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel
kanker dengan mengganggu fungsi reproduksi sel tersebut. Optimalisasi hasil
kemoterapi sering terkendala akibat munculnya toksisitas terutama toksisitas
hematologi sepertileukopenia. Pada masyarakat umum penyembuhan leukopenia
dengan mengkomsumsi ekstrak minyak ikan gabus (C. striata). Berdasarkan hal
tersebut diduga minyak ikan gabus dapat meningkatkan jumlah sel darah putih.
Pemberian ekstrak minyak ikan gabus akan memungkinkan terjadinya perubahan
struktur histopatologis ginjal mencit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 6. Kerangka pemikiran
C. Hipotesis
1. Pemberian ekstrak minyak ikan gabus (Channa striata) dapat
menaikkan leukosit M. musculus.
2. Pemberian ekstrak minyak ikan gabus dapat menyebabkan perubahan
struktur histologis ginjal.
Kemoterapi, Gangguan Sumsum Tulang, Infeksi dan Kanker Darah
Leukopenia
Secara empiris masyarakat menggunakan
ekstrak minyak ikan gabus untuk
meningkatkan jumlah leukosit
Ikan gabus
mengandung albumin
tinggi ( Astawan, 2008)
Efek terhadap ginjal Mencit jantan galur swiss diberi minyak ikan
gabus secara intragastrik selama 30 hari
Histopatologis
Peningkatan jumlah leukosit
Diperiksa secara
deskriptif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011-Februari 2012.
2. Tempat Penelitian
a. Pemeliharaan dan perlakuan hewan percobaan dilakukan di
laboratorium Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam (MIPA) Pusat
UNS (Universitas Sebelas Maret) Surakarta.
b. Analisis leukosit dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA
UNS.
c. Pembuatan preparat irisan ginjal dilakukan di Laboratorium Histologi
Fakultas Kedokteran UNS.
B. Alat dan Bahan
1. Alat.
Alat yang digunakan untuk:
a. Pembuatan ekstrak minyak ikan gabus
Timbangan analitik, pisau, seperangkat alat ekstrak, saringan, gelas
ukur, rotary evaporator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Pemeliharaan hewan percobaan
Kandang pemeliharaan, botol minum, tempat makan dan serbuk
gergaji.
e. Perlakuan hewan uji
Syringe, ukuran 1 cc & 5 cc, kanul dan timbangan.
f. Pengambilan sampel darah
Tabung eppendorf, lemari es dan mikrohematokrit.
g. Pengukuran leukosit total.
Mikroskop digital, heamasitometer type double improve bauer, kaca
penutup, mikropipet.
h. Pembuatan preparat mikroskopis
Dissecting kit, kotak paraffin, botol flakon, gelas beker, kertas label,
staining jar, gelas benda dan penutup, oven, mikrotom, hot plate,
selang kecil.
i. Pengamatan ginjal
Mikroskop digital.
2. Bahan
a. Hewan uji
Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah 24 M. musculus
jantangalur swis berat badan antara 20-35 gram dan umur 3-4 bulan,
di peroleh dari Laboratorium Histologi Universitas Setia Budi
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Ikan Gabus
Ikan gabus diperoleh di Pasar Gede, Surakarta.
c. Pakan Hewan Uji
Menggunakan pakan buatan pabrik dengan merk BR-I I S -2.
d. Perhitungan jumlah leukosit.
Larutan EDTA, alkohol, larutan turk, aquades.
e. Pembuatan preparat mikroskopis
Formalin 10%, NaCl fisiologis, alkohol bertingkat (30, 40, 50, 60, 70,
80, 90 dan 96%), toluol, xylol, paraffin, albumin meyer, aquades, air
ledeng, hematoxylin eosin, enthelan.
C. Cara Kerja
1. Penentuan Dosis
Dosis ditentukan berdasarkan hasil penelitian Saputro dkk. (2010)
yaitu sebagai berikut:
Kontrol : tidak diberi minyak ikan gabus
M1 : diberi minyak ikan gabus sebanyak 0,5 ml/20gr BB
M2 : diberi minyak ikan gabus sebanyak 1,0 ml/20gr BB
M3 : diberi minyak ikan gabus sebanyak 1,5 ml/20gr BB
2. Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (M. musculus) umur ±3
bulan, sehat dan aktivitas normal dengan berat badan antara 25–30 gram.
Hewan-hewan tersebut diadaptasikan dengan lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hot Plate
Minyak Ikan Gabus
Panci Besar terbuka
Ikan Gabus
Alat
Saring
Air
laboratorium(aklimasi) selama 1 minggu dan diberi pakan BR- II S -2 dan
minum air ledenget libitum.
3. Persiapan Ikan Gabus
Ikan gabus dipotong-potong menjadi 3 bagian, yaitu kepala, badan dan
ekor. Setelah bagian kepala dan ekor dipisahkan, bagian badan dipotong-
potong menjadi (1x1x1) cm untuk diekstraksi.
4. Ekstraksi Ikan Gabus
Potongan badan ikan dimasukkan ke dalam panci kecil diatas alat saring,
kemudian panci besar ditambah akuades secukupnya, dan direbus kurang
lebih 2 jam sampai minyak ikan keluar maksimal (Gambar 7). Minyak yang
diperoleh dalam keadaan dingin disimpan dalam wadah yang kedap udara,
terlindung dari cahaya matahari dan disimpan pada suhu 40C.
Gambar 7. Skema Alat Ekstraksi
Panci Kecil Tertutup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Perlakuan Hewan Percobaan
Hewan uji yang telah diukur kadar leukosit awal diberi minyak ikan
sesuai dosis yang ditetapkan secara intragastrik. Pemberian ekstrak minyak
ikan gabus selama 30 hari menggunakan alat suntik (syringe) yang ujung
jarumnya telah dimodifikasi menjadi jarum kanul sehari 1 kali. Setelah 30 hari,
darah mencit diambil dari sinus orbitaliskemudian dihitung jumlah leukosit.
6. Pengambilan Sampel Darah
M. musculus uji dipuasakan dulu selama 8 jam sebelum pengambilan
sampel darah. Darah diambil melalui mata (sinus orbitalis) dengan
menggunakan mikrohematokrit tubes catalog No. 7493016. Pengambilan
dilakukan setelah aklimasi dan akhir perlakuan masing-masing sebanyak 2-3
ml. Darah yang telah diambil dimasukkan kedalam tabung eppendorf yang
sudah diberi larutan EDTA 1ml.
7. Pengukuran Kuantitas Leukosit Total.
Darah dihisap sampai angka 1,0 pada mikro pipet, kemudian ujungnya
dibersihkan dengan kertas tisu. Larutan Turk dihisap dengan cepat dan hati-hati
sampai tanda 11 yang tertera pada alat hisap haemasitometer, dijaga agar tidak
ada gelembung udara dan bekuan darah. Isi pipet dicampur hingga homogen.
Setelah homogen dimasukan ke dalam kamar hitung, dibiarkan selama 2–3
menit dan dihitung dibawah mikroskop. Penghitungan dilakukan sebanyak
3 kali ulangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jumlah leukosit dihitung berdasrkan rumus:
Jumlah leukosit/mm3 = (L/64) x 160 x 10 = 25 L
Keterangan : L = Jumlah leukosit terhitung
1/160mm3 = volume masing-masing kotak
10 = volume pengenceran
64 = jumlah bujur sangkar yang dihitung
8. Pembuatan Preparat Mikroskopis Ginjal
Pada akhir perlakuan, M. musculus dari 4 perlakuan diterminasi untuk
dibuat perparat mikroskopis dengan metode parafin pewarnaan hematoxylin-
eosin, adapun tahap-tahapnya sebagai berikut:
Tahap pertama yaitu narkose melalui bagian nares anteriores dari M.
musculus dibius dengan kapas yang diberi kloroform.Selanjutnya tahapsectio
dengan dilakukan pemotongan pada organ ginjal, lalu ginjal tersebut
dibersihkan dengan garam fisiologis.Lalu tahap labelling, botol flakon yang
diberi larutan formalin 10%, lalu diberi label sesuai dengan jaringan yang
akan ditempatkan di dalamnya.Lalu fiksasi, botol flakon diberi larutan
formalin 10%, lalu jaringan dimasukkan kedalamnya.Selanjutnya Washing,
Organ dicuci dengan alkohol 70% selama satu malam di dalam botol
flakon.Selanjutnya dehidrasi, organ dipindahkan dalam alkohol bertingkat
mulai dari alkohol 70% sampai 96%, masing-masing selama 30
menit.Selanjutnya clearing, potongan organ dipindahkan dalam botol flakon
berisi toluol, didiamkan satu malam hingga transparan. Selanjutnya infiltrasi,
digunakan oven pada suhu 56-600C. Dipindahkan ke dalam wadah berisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
campuran xylol : parafin (1 : 1), deretan paraffin murni I, II, III. Potongan
organ dipindahkan dalam wadah tersebut masing-masing tahap10 menit.
Selanjutnya embedding, parafin cair dituangkan dalam kotak kertas karton
(2x2x2 cm3) yang telah diolesi gliserin lalu potongan organ ditanamkan dalam
parafin tersebut. Selanjutnya sectioning,blok parafin dikeluarkan dari kotak
kertas karton, dipotong dibentuk pyramid lalu dilekatkan pada holder dengan
parafin cair. Holder dan blok parafin dipasang pada mikrotom kemudian
dilakukan pemotongan blok parafin setebal 6 mikron. Selanjutnya
affixing,albumin meyer dioleskan pada gelas benda, lalu ditetesi akuades,
coupes yang sudah dipilih diletakkan diatasnya. Selanjutnya gelas benda
diletakkan diatas termostat. Selanjutnya staining, setelah kering, gelas benda
direndam dalam xylol 15 menit, kemudian dicelupkan dalam alkohol 96, 90,
80, 60, 50, 40, dan 30%, selanjutnya dicelupkan ke dalam aquades. Dari
aquades lalu dicelupkan ke dalam pewarna hematoxylin selama 7 detik, dicuci
dengan air mengalir selama 10 menit, alkohol 30, 40, 50, 60, 70%, lalu ke
dalam larutan eosin selama 3 menit. Kemudian dicelupkan ke alkohol
bertingkat mulai dari 70 sampai 96% sebentar saja dan selanjutnya ke dalam
xylol selama 15menit.Selanjutnya mounting, coupes ditetesi dengan enthelan,
ditutup dengan gelas penutup lalu dikeringkan diatas termostat. Labelling,
preparat irisan ginjal yang sudah kering diberi label, diamati di bawah
mikroskop dan hasinya difoto.Tahap terakhir pengamatan sel tubulus
proksimal ginjal secara deskriptif.Hasil pengamatan mikroskopis yang
mewakili masing-masing kelompok dilihat dan didokumentasikan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
selanjutnya dinilai kualitasnya dengan metode skoring Manja Roenigk
(Amalina, 2009; Bonauli, 2010).
D. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 1 kontrol masing-masing 6 ulangan. Parameter
yang akan diamati berupa jumlah total leukosit dan gambaran histologis ginjal M.
musculus sebelum dan sesudah perlakuan, sedangkan histologis ginjal dianalisis
secara deskriptif kualitatif (Mayasari, 2008).
E. Analisa Data
Data leukosit dianalisis dengan One-way ANOVA. Apabila hasil
berbeda nyata (signifikan), dilanjutkan dengan Post Hoc Test. Besarnya alfa
ditentukan 0,05 (α = 5%)(Mayasari, 2008). Gambaran histologis ginjal akan
dianalisis secara deskriptif kualitatif. Perubahan struktur mikroanatomi ginjal
yang diamati adalah pada tubulus kontortus proksimal. Data tersebut
diklasifikasikan menurut tingkat kerusakan sel tiap-tiap ulangan perlakuan.
Pengklasifikasian dilakukan menurut Thomas dan Richter (1984) serta Gufron
(2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2. Tingkat Kerusakan Tubulus ginjal.
Tingkat
Kerusakan
Kenampakan Sel Tubulus kontortus proksimal
Normal Sel tidak bengkak, inti sel bulat, lumen jelas
Ringan Degenerasi bengkak keruh +, degenerasi hidrofik +, lumen sel tidak
jelas
Sedang Degenerasi bengkak keruh ++, degenerasi hidrofik ++, perlemakan
++, lumen sel tidak jelas
Berat Degenerasi bengkak keruh +++, degenerasi hidrofik +++,
perlemakan ++, lumen sel jelas dengan adanya protein cast.
Ket : + : kerusakan sel mencapai 25% dalam satu bidang pandang
++ : kerusakan sel mencapai 50% dalam satu bidang pandang
+++ :kerusakan sel mencapai 75% dalam satu bidang pandang(Gufron,
2001)
Sel ginjal yang secara terus menerus terpapar zat toksik akan
mengalami degenerasi seperti pada Tabel 2, yang lama kelamaan akan
mengalami kematian sel yang disebut nekrosis. Berikut penilaian sel nekrosis
yang diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu:
Tingkat 1, untuk kerusakan nekrosis 0-5%,
Tingkat 2, untuk kerusakan nekrosis 6-25%,
Tingkat 3, untuk kerusakan nekrosis 26-50%,
Tingkat 4, untuk kerusakan nekrosis > 50% (Gaspersz, 1991)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit (Mus musculus L.) jantan
galur Swiss. Penelitian dimulai dengan proses aklimasi hewan uji yaitu mencit
dengan diberi pakan BR-IIdan air minum secara et libitumselama 7 hari.Berat
mencit yang digunakan dalam kisaran 25-35gr. Perlakuan yang diberikan berupa
ekstrak minyak ikan gabus (Channa striata) dengan berbagai dosis (0,5; 1,0 dan
1,5 ml/ 20gr BB) diberikan selama 30 hari secara intragastrik 1 kali sehari.
Sebagai kontrol hewan uji tanpa diberi ekstrak minyak ikan gabus. Parameter
yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah leukosit total, berat badan dan
skoring pembacaan degenerasi preparat histologi ginjal.
A. Jumlah Leukosit Total Darah.
Pengambilan sampel darah pra-perlakuan setelah aklimasi diambil
melaluivena orbitalis denganmikrohematokrit,lalu dilakukan penghitungan jumlah
leukosit. Mencit diberi perlakuan berupa ekstrak minyak ikan gabus dengan
variasi dosis selama 30 hari perlakuan. Pemberian perlakuan dilakukan sebanyak
1 kali sehari tiap sore hari secara oral dengan memakai kanul/sonde lambung.
Setelah 30 hari perlakuan dilakukan pengambilan sampel darah mencit melalui
vena orbitalis,lalu mencit dikorbankan dengan dislokasi servikalis untuk diambil
organ ginjalnya, selanjutnya sampel darah yang didapatkan dilakukan perhitungan
jumlah leukosit.Perhitungan kuantitas leukosit total menggunakan alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
haemasitometer type double improve bauer pada mikroskop digital. Untuk
mencegah koagulasidarah, digunakan larutan EDTA dengan perbandingan 2 ml
darah : 1 tetes EDTA. Untuk metode pewarnaan leukosit digunakan larutan Turk.
Data tentang peningkatan jumlah leukosit disajikan dalam Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3. diketahui pemberian ekstrak minyak C. striata dengan
dosis 1,5 ml/20gr BB per hari (M3) menghasilkan peningkatan jumlah leukosit
paling besar (61,97%). Pada perlakuan M1 terjadi peningkatan jumlah leukosit
sebesar 6,86%. Pada perlakuan M2 terjadi peningkatan jumlah leukosit sebesar
9%, sedangkan pada kontrol terjadi peningkatan paling kecil (1,6%). Maka dapat
diketahui bahwa perlakuan M3 dengan pemberian dosis 1,5 ml/20gr BB perhari
dapat meningkatkan jumlah leukosit mencit secara signifikan (p<0,05) yaitu
sebesar 0,000 (Lampiran 3) terhadap kelompok perlakuan kontrol, kelompok M1
dan kelompok M3.
Tabel 3. Rerata jumlah leukosit total darah setelah pemberian ekstrak
minyak ikan gabus C. striata L. Selama 30 hari.
Perlakuan Kenaikan
(%)
A. Kontrol (kelompok tanpa perlakuan) +1,6a
B. M1 (diberi minyak ikan gabus sebanyak
0,5ml/20gr BB/hari) +6,86
a
C. M2 (diberi minyak ikan gabus sebanyak
1,0ml/20gr BB/hari) +9
a
D. M3 (diberi minyak ikan gabus sebanyak
1,5ml/20gr BB/hari) +61,97
b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (p≤0,05). Tanda (+) menunjukkan adanya peningkatan jumlah
leukosit total.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perlakuan M3 berada pada subset yang berbeda dengan perlakuan kontrol,
M1 dan M2 sehingga hasilnya berbeda nyata (Lampiran 3). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa perlakuan M3 berdampak signifikan terhadap
peningkatan jumlah leukosit. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pemberian
minyak ikan gabus dengan dosis 1,5ml/20gr BB merupakan perlakuan yang
paling optimal dalam meningkatkan jumlah leukosit mencit.
Pemberian ekstrak minyak ikan gabus yang banyak mengandung protein
(25,2 g/100 gr) pada mencit dapat membantu proses perbaikan sel-sel yang rusak
dan mempercepat proses penyembuhan. Proses pembentukan sel darah
membutuhkan bahan dasar protein (Praseno, 2005). Jenis protein albumin, sitokin
dan globulin yang banyak terkandung dalam ekstrak minyak ikan gabus mampu
meningkatkan antibodi tubuh. Antibodi dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari
diferensiasi limfosit B sebagai akibat adanya rangsangan imunogen. Antibodi
dapat membantu menghancurkan dan melumpuhkan patogen dengan jalan
mengikat patogen tersebut dengan protein yang bersifat antigenik (Santoso, 1997).
Menurut Kitts (1999) turunan peptida dari protein kasein yaitu S2-, β- dan K-
casein diketahui memiliki aktivitas imonomodulator, diantaranya dapat
menstimulasi dan meningkatkan respon imun, melindungi sel-sel tubuh dari
infeksi virus, menormalkan kadar kolesterol dan menstimulasi hematopoiesis.
Globulin atau sering disebut immunoglobulin dibentuk oleh sel plasma
yang berasal dari limfosit. Limfosit terdiri dari limfosit B (sel B) dan limfosit T
(sel T). Sel B dibentuk dan dimatangkan di sumsum tulang dan sel T dimatangkan
di kelenjar thymus (Steward, 1983). Kedua sel ini berfungsi sebagai imunitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tubuh. Apabila protein (antigen) masuk ke dalam tubuh, maka akan merangsang
antibodi (sel B) yang merupakan diferensiasi limfosit dihasilkan oleh sumsum
tulang, berinteraksi akan melibatkan protein jenis sitokin dalam pengenalan
antigen. Protein sikotin yaitu GM-CSF (Granulocyte Macrophage-colony
stimulating factor) yang berperan sebagai stimulan bagi sel progenitor agar
terdiferensiasi menjadi granulosit. Menurut Asfar (2007) GM-CSF yang
terkandung dalam ekstrak minyak ikan gabus ini akan menuju ke dalam sumsum
tulang dan akan mengubah sel myeloblast menjadi sel leukosit. Sehingga produksi
sel leukosit akan meningkat, untuk meningkatkan daya imunitas tubuh.
Minyak ikan gabus banyak mengandung albumin (Astawan, 2008).
Menurut Hasan dan Indra (2008) albumin merupakan protein plasma yang
memiliki fungsi sebagai antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal
bebas eksogen dengan cara memfagosit (menelan) radikal bebas eksogen tersebut
yang diperankan oleh leukosit polimorfonuklear.Antioksidan adalah senyawa
kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas,
sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Suhartono, 2002). Antioksidan
akan melindungi membran sel limfosit, yang sebagian besar tersusun atas lemak
tak jenuh, dari reaksi oksidasi oleh senyawa radikal bebas, sehongga kerusakan
dapat dihindari. Pemberian ekstrak minyak ikan gabus dengan dosis yang tepat
dapat meningkatkan asupan albumin pada mencit sehingga mampu meningkatkan
produksi leukosit dalam darah mencit tersebut.
Ekstrak minyak ikan gabus selain banyak mengandung protein, juga
mengandung banyak asam lemak ὠ-3 yang dapat memperlambat pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kanker, meningkatkan keberhasilan kemoterapi, dan menurunkan efek samping
kemoterapi (Hardman et al. 2002; Hardman et al. 2004).
B. Berat Badan.
Hasil analisis berat badan setelah perlakuan disajikan pada Tabel 5.
Parameter berat badan diujikan sebagai data pelengkap untuk mengetahui ada-
tidaknya kaitan antara peningkatan jumlah leukosit dengan berat badan
M. musculus L. jantan galur Swiss setelah pemberian ekstrak minyak ikan gabus
(C. striata Bloch). Berat badan dalam penelitian ini dikaitkan dengan penimbunan
lemak.
Dari Tabel 4. diketahui bahwa rata-rata berat badan M. musculus pada
semua kelompok menunjukkan peningkatan, yaitu kontrol sebesar 2,83gr,
perlakuan M1 sebesar 3,5gr, perlakuan M2 sebesar 4,5gr dan perlakuan M3
sebesar 6,3gr. Semakin besar dosis ekstrak minyak ikan gabus yang diberikan
semakin besar peningkatan berat badan mencit.
Tabel 4. Rerata berat M. musculus setelah pemberian minyak ikan gabus
selama 30 hari.
Perlakuan Penambahan Berat Badan
(gr)
A. Kontrol 2,83a
B. M1 (diberi minyak ikan gabus sebanyak
0,5ml/20gr BB/hari) 3,5
a
C. M2 (diberi minyak ikan gabus sebanyak
1,0ml/20gr BB/hari) 4,5
a
D. M3 (diberi minyak ikan gabus sebanyak
1,5ml/20gr BB/hari) 6,3
a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (p≤0,05).
Berdasarkan uji anova diperoleh nilai p>0,05 (0,283) (Tabel 4), sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada semua perlakuan dengan berbagai tingkatan dosis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan berat badanM. musculus L.
Jantan galur swiss. Ditemukannya kaitan antara perlakuan dengan peningkatan
berat badan ini karena ekstrak minyak ikan gabus secara langsung membentuk
lemak dalam bentuk jaringan adiposa yang cenderung menimbun massa, namun
peningkatan berat badan tidak signifikan pada semua kelompok perlakuan.
C. Pengamatan Mikroskop Struktur Mikroanatomi Tubulus Kontortus
Proksimal Ginjal Mencit.
Ginjal merupakan organ sasaran dari efek toksik maupun zat-zat lain
yang masuk ke dalam tubuh. Berkaitan dengan fungsinya sebagai alat pembersih
darah, maka ginjal mengalirkan darah untuk mengkonsentrasikan toksikan pada
filtrat kemudian membawa toksikan ke tubulus dan mengaktifkan toksikan
tertentu. Sesudah difiltrasi, sebagian besar filtrat akan diabsorbsi kembali
sehingga toksikan yang akan terkonsentrasi pada tubulus renalis akan semakin
besar dan dapat mengakibatkan kerusakan terutama pada tubulus kontortus
proksimalis.
Tubulus kontortus proksimal ginjal aktif untuk absorbsi dan sekresi
sehingga kadar toksikan pada bagian ini sering lebih tinggi dan merupakan organ
sasaran efek toksik. Sel-sel pada tubulus ini memiliki suatu sisi tubuler/luminal
yang menghadap ke arah lumen (pada permukaan sel terdapat Brush Border) dan
sisi peritubuler yang menghadap kapiler efferen. Sel-sel yang mempunyai fungsi
penting itu mereabsorbsi 60-80% konstituen filtrat. Pada tubulus proksimal juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terjadi proses sekresi, senyawa yang disekresi adalah senyawa di dalam darah
yang terfiltrasi dan akan dipompakan ke dalam lumen tubulus oleh sel-sel epitel
tubulus proksimal. Kerusakan pada tubulus renalis dapat terjadi pada bagian sel
epitellium berupa degenerasi, pelebaran lumen atau kematian sel (Ressang, 1984).
1. Kelompok Kontrol (Dosis 0 ml/20 gr BB).
Pada kondisi normal, dengan pengecatan Hematoxylin Eosin, sitoplasma
sel tubulus proksimal berwarna merah jambu agak basofilik (Gambar 8). Warna
basofilik berasal dari ribosomal RNA (rRNA) yang menunjukkan kenampakan sel
tubulus proksimal normal.
Gambar 8. Penampang melintang korteks ginjal mencit jantan kelompok kontrol
Keterangan : 1. Kapsula Bowman, 2. Glomerulus, 3. Ruang Bowman,
4. Tubulus Kontortus Distal, 5. Tubulus Kontortus Proksimal,
6. Lumen, 7. Brush Border, 8. Nekrosis.
Perbesaran : 400X. Pewarna : Hematoxylin Eosin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Indikasi kerusakan korpuskulum renalis dan tubulus-tubulus renalis dapat
dilihat dengan adanya degenerasi sel pada jaringan penyusunnya.
Degenerasi adalah kehilangan struktur normal sel akibat pengaruh dari dalam
ataupun dari luar. Degenerasi sel dipicu oleh adanya gangguan metabolik berupa
peningkatan katabolisme, berkurangnya anabolisme. Hal ini menimbulkan
terjadinya penimbunan bahan-bahan secara intraseluler atau ekstraseluler.
Dengan adanya timbunan suatu senyawa ekstrak ikan gabus yang
berlebihan pada ginjal menyebabkan perubahan pada sel tubuli ginjal. Mekanisme
terjadinya perubahan sel adalah sebagai berikut: dalam cairan tubuh terdapat
berbagai macam elektrolit, baik yang berada di dalam sel (intraseluler) maupun
yang berada di luar sel (ekstraseluler). Elektrolit tersebut antara lain adalah
Na+dan Cl
- yang berada di luar sel, serta K
+ yang berada di dalam sel. Pada
jaringan yang normal, muatan elektrolit di luar sel dan di dalam sel berada dalam
keadaan setimbang. Untuk mencapai keadaan setimbang tersebut sel melakukan
aktif Na+ dan K
+ dengan menggunakan energi yang berasal dari metabolisme
basal. Apabila proses transport aktif ini dihambat oleh suatu zat yang menghambat
metabolisme, maka Na+ akan memasuki sel dan K
+ keluar dari sel. Untuk menjaga
kestabilan lingkungan internal, sel harus mengeluarkan energi metabolisme untuk
memompa ion Na+ keluar dari sel, jika terjadi perubahan fisiologis, maka sel tidak
mampu memompa ion Na+ keluar dari sel. Adanya ion Na
+ yang berlebihan dalam
sel akan menyebabkan terjadinya perubahan morfologi sel yang disebut
pembengkakan (Price dan Wilson, 1984; Dewi dan Rini, 2009). Gangguan
hemodinamik ini mendukung adanya hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyebabkan terjadinya filtrasi protein, dimana pada keadaan normal tidak
terjadi. Bila terjadi reabsorbsi tubulus terhadap protein meningkat, maka akan
terjadi akumulasi protein dalam sel epitel tubulus (Khanam dan Dewan, 2008).
Kerusakan sel tubulus kontortus proksimal ditandai dengan adanya sel yang
mengalami pembengkakan dengan sitoplasma yang nampak keruh (degenerasi
bengkak keruh), terbentuknya vakuola-vakuola kecil sampai besar (degenerasi
hidrofik), terjadinya nekrosis (kematian sel). Nekrosis (kematian sel) dapat dilihat
jelas ditandai dengan inti sel memadat sehingga tampak terwarnai lebih gelap
(piknosis), pecahnya inti sel menjadi fragmen-fragmen (karyoreksis), dan inti
kehilangan kemampuan untuk terwarnai.
Hasil penelitian dan pengamatan terhadap struktur histologis ginjal (ren)
hewan uji setelah pemberian ekstrak minyak ikan gabus secara intragastrik selama
30 hari, pada sajian histologis tampak sel tubulus kontortus distal tanpa brush
border sedangkan tubulus kontortus proksimal, sel-selnya memiliki brush border.
Pada tubuli ini nampak adanya sel yang mengalami kematian (nekrosis) pada
tingkat 1/ ringan (Lampiran 6). Corpusculum malphigi renalis yang tersusun oleh
Capsula Bowman dan Glomerulus nampak diantara tubulus.
2. Kelompok Perlakuan M 1 (Dosis 0,5 ml/20 gr BB)
Hasil pengamatan mikroskopis tubulus kontortus proksimal pada
perlakuan M 1 tidak berbeda dengan kontrol yang menunjukkan tingkat kerusakan
struktur ringan (Gambar 9). Dengan adanya kematian sel (nekrosis). Hal ini
dikarenakan pemberian dosis masih dalam kadar rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 9. Penampang melintang korteks ginjal mencit jantan kelompok M 1
Dosis 0,5 ml/20gr BB. Keterangan : 1. Tubulus Kontortus Distal,
2. Tubulus Kontortus Proksimal, 3. Lumen, 4. Brush Border,
5. Nekrosis.
Perbesaran : 400X. Pewarna : Hematoxylin Eosin
3. Kelompok Perlakuan M 2 (Dosis 1,0 ml/20 gr BB)
Pada pengamatan mikroskopis tubulus kontortus proksimal pada
perlakuan M 2 terlihat beberapa selnya mengalami nekrosis (Gambar 10).
Sebagian sel mengalami pembengkakan karena adanya resistensi air dan ion
natrium, pembengkakan terutama terjadi pada mitokondria. Beberapa sel juga
tampak mengalami degenerasi hidrofik yang ditandai dengan adanya sel yang
nampak membesar dengan vacuole berisi air dalam sitoplasma yang tidak
mengandung lemak atau glikogen, sitoplasmanya menjadi pucat dan membengkak
karena timbunan cairan. Perubahan ini umumnya merupakan akibat adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
gangguan metabolisme seperti hipoksia. Kondisi hipoksia akan menurunkan
kemampuan sel untuk sintesis protein karena proses ini membutuhkan ATP
sebagai sumber energi (Taylor and Pouyssegur, 2007). Storey & Storey (2004)
menyatakan bahwa proses katabolisme protein ditekan selama kondisi hipoksia
sehingga tidak terjadi pengurangan konsentrasi protein dalam sel. Pada lumen
tidak dijumpai adanya protein cast.
Gambar 10. Penampang melintang korteks ginjal mencit jantan kelompok M 2
Dosis 1,0 ml/20gr BB.
Keterangan : 1. Kapsula Bowman, 2. Glomerulus, 3. Ruang Bowman,
4. Tubulus Kontortus Distal, 5. Tubulus Kontortus Proksimal,
6. Lumen, 7. Brush Border, 8. Nekrosis, 9. Degenerasi bengkak keruh
sel tubuli, 10. Degenerasi hidrofik.
Perbesaran : 400X. Pewarna : Hematoxylin Eosin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Kelompok Perlakuan M 3 (Dosis 1,5 ml/20 gr BB)
Pada pengamatan mikroskopis tubulus kontortus proksimal pada
perlakuan M 3 nampak sel-sel membengkak (bengkak keruh dan bengkak
hidrofik) mencapai 50% dalam 1 bidang pandang (Gambar 11).Beberapa sel
mengalami kematian sel (karyolisis dan karyoreksis). Pada lumen nampak adanya
protein cast.
Gambar 11. Penampang melintang korteks ginjal mencit jantan kelompok M 3
Dosis 1,5 ml/20gr BB.
Keterangan : 1. Kapsula Bowman, 2. Glomerulus, 3. Ruang Bowman,
4. Tubulus Kontortus Distal, 5. Tubulus Kontortus Proksimal,
6. Lumen, 7. Brush Border, 8. Degenerasi bengkak keruh sel tubuli,
9. Bengkak hidrofik, 10. Karyolisis, 11. Karyoreksis, 12. Protein Cash.
Perbesaran : 400X. Pewarna : Hematoxylin Eosin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan hasil pengamatan irisan penampang melintang terhadap
struktur mikroanatomi ginjal mencit, diperoleh data kerusakan pada tubulus
kontortus proksimal yang di klasifikasikan menurut Gufron (2001) pada Tabel
sebagai berikut:
Tabel 5. Tingkat kerusakan tubulus kontortus proksimal mencit setelah pemberian
ekstrak minyak ikan gabus.
Kel.
Perlakuan
Tingkat
kerusakan
Keterangan
Kontrol Ringan Sel tidak bengkak, inti sel bulat, sel mengalami nekrosis
tingkat 1, tidak ada perlemakan.
M 1 Ringan Sel tidak bengkak, inti sel bulat, sel mengalami nekrosis
tingkat 1, tidak ada perlemakan.
M 2 Ringan Degenerasi bengkak keruh +, Degenerasi hidrofik +, sel
mengalami nekrosis tingkat 1, tidak ada perlemakan.
M 3 Sedang Degenerasi bengkak keruh ++, Degenerasi hidrofik ++,
sel mengalami nekrosis tingkat2, tidak ada perlemakan,
terdapat protein cast pada lumen.
Keterangan:
Tingkat 1 : nekrosis 0-5%; Tingkat2 : nekrosis 6-25%;
Tingkat 3 : nekrosis 26-50%; Tingkat 4 : nekrosis >50% (Garpersz, 1991).
- : normal
+ : Kerusakan sel mencapai 25% dalam 1 bidang pandang.
++ : Kerusakan sel mencapai 50% dalam 1 bidang pandang.
+++ : Kerusakan sel mencapai 75% dalam 1 bidang pandang (Gufron, 2001).
Kelompok kontrol dan kelompok M 1 menunjukkan tingkat
kerusakan ringan. Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan struktur tubulus
normal dan terdapat sel yang mengalami nekrosis 2,25% (Lampiran 6).
Kelompok M 2 juga menunjukkan tingkat kerusakan struktur ringan dengan
terdapat pembengkakan sel mencapai 25% dalam satu lapang pandang dan sel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang mengalami nekrosis 3,7% (Lampiran 6). Tingkat kerusakan struktur sedang
ditunjukkan pada kelompok M 3 yang menunjukkan kerusakan sel tubulus berupa
pembengkakan sel mencapai 50% dalam satu lapang pandang dan sel mengalami
nekrosis mencapai 7,6% (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa jika ekstrak
minyak ikan gabus digunakan dengan dosis 1,5 ml/20gr BB (M3) maka gambaran
struktur histologis ginjal menunjukkan tingkat kerusakan sedang disertai
peningkatan leukosit yang nyata.
Degenerasi pada sel tubuli disebabkan oleh sel epithelium permukaan
tubuli yang langsung bersentuhan dengan senyawa substansi yang tereabsorbsi.
Degenerasi paling banyak dijumpai adalah bengkak keruh, degenerasi ini
merupakan degenerasi paling ringan pada suatu sel. Secara mikroskopis
sitoplasma sel tampak menjadi keruh akibat endapan protein dan adanya granula-
granula kasar, dimana degenerasi hanya terjadi pada mitokondria dan retikulum
endoplasma akibat rangsangan yang mengakibatkan gangguan oksidasi. Sel yang
sakit tidak dapat mengeliminasi air sehingga tertimbun di dalam sel, sehingga sel
mengalami pembengkakan. Granula-granula tersebut timbul akibat gangguan
penyedian ATP, seperti pada degenerasi hidrofik namun lebih ringan (Finco et al,
1998).
Pada preparat ginjal yang diamati, degenerasi sel berupa bengkak keruh
dan hidrofik yang terjadi karena pemberian ekstrak minyak ikan gabus secara
rutin selama 30 hari berturut-turut. Ekstrak minyak ikan gabus mengandung
protein (25,2 g/100 gr). Asam amino yang berasal dari protein dalam makanan
diabsorpssi dari usus melalui transport aktif dan dibawa ke hati. Di hati, asam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
amino disintesis menjadi molekul protein atau dilepas ke dalam sirkulasi untuk
ditransport menuju sel lain. Protein yang terlalu banyak beredar dalam darah dapat
meningkatkan beban kerja ginjal. Pengamatan awal yang dilakukan Newburgh
dan Curtis (1928) mengidentifikasi efek berbahaya dari konsumsi protein pada
ginjal tikus jantan berupakecenderungan akan terjadi gagal ginjal secara alami.
Hal ini didukung oleh penelitian Soeksmanto (2006) yang menyatakan
bahwa meskipun berat ginjal hanya 1% dari berat badan, tetapi ginjal secara terus-
menerus menerima sekitar 20% darah dari curah jantung. Bahkan apabila tubulus
kontortus proksimal sudah mengalami kerusakan maka protein akan lolos atau
tidak tereabsorbsi oleh tubulus proksimal bersama senyawa lain yang masih
diperlukan oleh tubuh, akhirnya akan keluar dari tubuh bersama urine (Finco et al,
1998). Menurut Cotran (1990), hal ini terjadi karena nekrosis tubulus kontortus
proksimal yang disebabkan oleh degenerasi inti sel. Menurut Price dan Wilson
(1995), kematian sel yang disebabkan oleh nekrosis tubulus dapat ditandai dengan
menyusutnya inti sel atau ketidak-aktifan inti sel tubulus. Inti sel tubulus yang
tidak aktif dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin akan terlihat lebih padat dan
gelap (piknosis) bila dibandingkan dengan inti sel tubulus normal.Apabila
piknosis berlanjut maka dapat menyebabkan karyoreksis (selaput inti pecah
dengan fragmentasi isinya), pada kerusakan protein penyusun inti akan keluar dari
inti dan akan membentuk gumpalan silinder, disebut dengan protein cast.
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroanatomi sel-sel epitel pada
tubulus kontortus proksimal pada perlakuan dosis 1,5 ml/ 20 gr BB sel-selnya
banyak mengalami pembengkakan dan nekrosis sel, hal ini ditandai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ukuran sel yang lebih besar dari keadaan normal (Gambar 14). Semakin besar
tingkat kematian sel maka semakin banyak pula massa protein yang mengumpul
pada lumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemberian ekstrak minyak ikan gabus secara intragastrik selama 30 hari
dapat meningkatkan jumlah leukosit mencit (Mus musculus L.) jantan galur
swiss dengan dosis paling efektif sebesar 1,5 ml/ 20 gr BB sebesar 61,97%.
2. Pemberian ekstrak minyak ikan gabus sebesar 1,5 ml/ 20 gr BB
menyebabkan perubahan struktur histologis ren mencit berupa degenarasi
bengkak keruh, nekrosis serta terbentuknya protein cast pada lumen tubulus
kontortus proksimal dalam tingkat sedang.
B. Saran
1. Penelitian ini masih dapat dilanjutkan untuk mencari dosis aman konsumsi
untuk manusia, sehingga masyarakat dapat mengaplikasikan hasil penelitian
ini.
2. Masih perlu diadakan penelitian dengan organ target yang lain, misalnya
hepar.
3. Masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai kenaikan leukosit pada setiap
pekan pemberian ekstrak minyak ikan gabus.
4. Masih perlu penelitian lebih lanjut dengan menurunkan keadaan jumlah
leukosit sebelum perlakuan.