21
RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA KANKER SERVIKS YANG MENDAPAT KEMOTERAPI DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan Disusun Oleh : PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 FIKA KHARISMA J 210.100.091

RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP

PENDERITA KANKER SERVIKS YANG MENDAPAT

KEMOTERAPI DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

FIKA KHARISMA

J 210.100.091

Page 2: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan
Page 3: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan
Page 4: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

1

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

PENELITIAN

RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA

KANKER SERVIKS YANG MENDAPAT KEMOTERAPI DI

RSUD DR. MOEWARDI

Fika Kharisma*Winarsih Nur Ambarwati **Rina Ambarwati **

Abstrak

Proses perawatan penderita kanker merupakan pengalaman yang dapat

memberikan tekanan dan beban pada keluarga yang mengasuh pasien. Proses

perawatan menuntut keluarga untuk menyediakan dukungan dan bantuan dalam

urusan rumah tangga, perawatan fisik langsung, dan kebutuhan finansial.

Lamanya terapi kanker akan mempengaruhi cara keluarga merespon dan

menyikapi pengobatan dan perubahan yang terjadi pada penderita kanker serviks.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon dan koping keluarga

terhadap penderita kanker serviks yang mendapat kemoterapi di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara mendalam (in-depth interview). Jumlah partisipan yang berpartisipasi

dalam penelitian ini sebanyak 8 orang yang diambil dengan menggunakan teknik

purposive sampling yaitu keluarga dari penderita kanker serviks yang memenuhi

kriteria. Hasil penelitian berupa respon keluarga terhadap penderita kanker serviks

yang mendapat kemoterapi adalah keluarga merasa sedih, khawatir, takut, lelah,

jenuh, pusing, kasihan, dan susah. Keluarga menyikapi perubahan dan pengobatan

penderita kanker serviks selama kemoterapi dengan sabar, rileks, berusaha untuk

melakukan pengobatan rutin, berdoa kepada Tuhan, dan ikhlas. Dampak penyakit

kanker serviks dengan kemoterapi terhadap perubahan peran keluarga adalah

penghasilan keluarga berkurang, urusan rumah tangga terbengkalai, pengasuhan

keluarga terbengkalai. Koping keluarga dalam menghadapi penderita kanker

serviks selama kemoterapi adalah dengan mencari dukungan sosial, mencari

hiburan, mencari informasi, mengontrol perasaan, melihat segi positif dari

masalah, dan dukungan spiritual. Dukungan keluarga terhadap penderita kanker

serviks yang mendapat kemoterapi adalah dengan memberikan semangat,

memberikan motivasi, memberikan nasehat, selalu merawat penderita kanker,

selalu menemani pasien ketika berobat, dan memenuhi keinginan pasien.

Kata Kunci : Kanker Serviks, Keluarga penderita kanker, respon, koping

Page 5: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

2

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

RESPONSE AND COPING MECHANISM OF FAMILY CAREGIVER TO

CERVICAL CANCER SURVIVOR WITH CHEMOTHERAPY IN RSUD

DR. MOEWARDI

Fika Kharisma* Winarsih Nur Ambarwati**Rina Ambarwati**

Abstract

The experience of the treatment process give pressure and burden in the

family cancer caregiver. It demands the family support, help physical treatment,

daily activities, and financial need. The cancer therapy that tend to spend long

time, it can influence family response and behaviour during the treatment and the

change of cervical cancer survivor. The purpose of this research is to know the

response and coping family caregiver to the cervical cancer survivor with

chemotherapy in RSUD Dr. Moewardi. The kind of this research is descriptive

qualitative research with the phenomenology approach. The method of collecting

data is in-depth interview. The total participant who participated in this research

are 8 persons by using purposive sampling of the cervical cancer family who

fulfill the criteria. The result of the research is the family's response to the cervical

cancer survivor is the family feel sad, worry, affraid, tired, dizzy, pity and

difficult. The family caregiver face the changing and treatment of patient

patiently, rilex, try to have the continuous treatment, pray to god and sincere. The

impact of this disease in family roles is the income of the family is decrease, the

houseworks is neglected. The family caregiver coping in facing the patient of

cervical cancer during chemotherapy is by searching the social support,

entertainment, information, control the feeling by seeing the positive side of the

problem and spiritual support. The family support to the patient is by giving spirit,

motivation, advice, and always take care the patient, as well as accompany her in

meeting the doctor and fulfill the patient desire.

Keywords: Cervical Cancer, Family Caregiver, Response, Coping

Page 6: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

3

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kanker serviks adalah kanker yang paling

sering terjadi pada wanita. Berdasarkan

International Agency for Research on

Cancer (IARC) terdapat 528.000 kasus baru

pada tahun 2012, dari kejadian di seluruh

dunia sebagian besar (sekitar 85%) terjadi di

negara-negara berkembang termasuk

indonesia. Ketika kanker memengaruhi salah

satu anggota keluarga, kanker tersebut juga

akan memengaruhi keluarganya. Keluarga

dari penderita kanker akan membantu dalam

perawatan kanker selama di rumah sakit.

Proses dalam perawatan ini menjadi stressor

yang memberikan tekanan terhadap keluarga

penderita dan dapat memengaruhi hubungan

antara penderita kanker dan keluarganya.

Keluarga yang membantu merawat penderita

kanker dituntut untuk memenuhi seluruh

kebutuhan penderita kanker seperti

penyediaan dukungan dan bantuan fisik

dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

seperti mandi, makan, dan berganti pakaian.

Keluarga juga dituntut untuk memberikan

dukungan psikologis seperti komunikasi,

pemecahan masalah dan pengambilan

keputusan; tuntutan sosial seperti keaktifan

dalam komunitas dan kerja; dan tuntutan

ekonomi seperti kebutuhan finansial (Potter

& Perry, 2009).

Berdasarkan penelitian Mellon (2006)

tentang kualitas hidup penderita kanker

ditemukan bahwa prediktor terkuat untuk

kualitas hidup penderita kanker adalah

tekanan dari keluarga dan dukungan sosial.

Pada penelitian tersebut, keluarga yang

mengasuh penderita kanker melaporkan

kualitas hidup yang lebih rendah

dibandingkan dengan keluarga yang lainnya.

Kekhawatiran dan masalah yang dihadapi

penderita kanker dan keluarganya

merupakan faktor penentu adaptasi dan

kualitas hidup.

TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui respon dan koping

keluarga terhadap penderita kanker serviks

yang mendapat kemoterapi di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

LANDASAN TEORI

Pengertian respon

Respon berasal dari kata response yang

berarti balasan atau tanggapan (reaction).

Respon adalah istilah psikologi yang

digunakan untuk menamakan reaksi

terhadap rangsang yang diterima panca

indera. Hal yang menunjang dan melatar

belakangi ukuran sebuah respon adalah

sikap, persepsi, dan partisipasi (Sobur,

2009).

Menurut Rosenberg dan Hovland dalam

Gross (2013) Sikap adalah predisposisi

untuk merespons golongan stimulus tertentu

dengan golongan respon tertentu. Golongan

respon tersebut adalah sebagai berikut :

1. Afektif : apa yang dirasakan seseorang

tentang objek sikap, seberapa positif

atau negatif objek sikap itu dievaluasi.

Diartikan juga sebagai respon

perseptual pernyataan verbal tentang

afek

2. Kognitif : apa yang diyakini seseorang

tentang seperti apakah objek sikap itu,

secara objektif. Didefinisikan juga

sebagai respon saraf simpatik yang

berupa pernyataan verbal tentang

keyakinan.

3. Perilaku : bagaimana seseorang pada

kenyataannya merespons atau

bermaksud merespon objek.

Pengertian Koping

Koping adalah proses dimana seseorang

mencoba untuk mengatur perbedaan yang

diterima antara keinginan (demands) dan

pendapatan (resources) yang dinilai dalam

suatu keadaan yang penuh tekanan.

walaupun usaha koping dapat diarahkan

untuk memperbaiki atau menguasai suatu

masalah, hal ini juga dapat membantu

seseorang untuk mengubah persepsinya atas

ketidaksesuaian, menolerir atau menerima

bahaya, juga melepaskan diri atau

menghindari situasi stress. Stress diatasi

dengan kognitif dan behavioral transactions

melalui lingkungan (Nasir & Muhith, 2011).

Menurut Stuart (2007) sumber koping terdiri

atas beberapa hal, yaitu :

a. Kemampuan personal dalam

menghadapi masalah, mengidentifikasi

masalah, mencari pemecahan masalah,

menimbang dan memutuskan suatu

pilihan.

b. Dukungan sosial dapat memudahkan

pemecahan masalah, memberikan

kontrol sosial terbesar dalam individu

tersebut.

c. Aset materi yang berupa uang dan harta

benda dapat mempengaruhi strategi

koping.

Page 7: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

4

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

d. Keyakinan positif yang meliputi

keyakinan spiritual, pandangan positif

seseorang dapat ditujukan sebagai

dasar dari harapan dan dapat

meningkatkan upaya koping seseorang

dalam mengahadapi stressor.

Menurut Stuart (2007) mekanisme koping

berdasarkan penggolongannya menjadi dua

yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif

Merupakan mekanisme koping yang

mendukung fungsi integrasi ,

pertumbuhan, belajar, dan mencapai

tujuan. Kategorinya adalah berbicara

dengan orang lain, memecahkan

masalah secara efektif, teknik relaksasi,

latihan seimbang, dan aktivitas

konstruktif.

b. Mekanisme koping maladaptif

Merupakan mekanisme koping yang

mendukung fungsi integrasi , memecah

pertumbuhan, menurunkan otonomi,

dan cenderung menguasai lingkungan

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian deskriptif

kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.

jumlah pertisipan yang berpartisipasi dalam

penelitian ini sebanyak 8 orang partisipan.

Proses pengambilan partispan menggunakan

teknik purposive sampling. Penelitian

dilakukan di ruang mawar 3 RSUD Dr.

Moewardi. Teknik pengumpulan data yang

digunakan yaitu Pengumpulan data dengan

wawancara mendalam yang ditandai dengan

penggalian mendalam tentang segala sesuatu

masalah penelitian.

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian yang digunakan dalam

penelitian kualitatif berupa pedoman

wawancara, alat perekam, dan alat tulis.

HASIL PENELITIAN

Gambaran Karakteristik Partisipan

Partisipan yang berpartisipasi dalam

penelitian ini adalah sebanyak 8 orang

partisipan. Dua orang partisipan merupakan

suami dari penderita kanker serviks yang

mendapat kemoterapi, enam orang partisipan

lainnya merupakan anak dari penderita

kanker serviks dengan kemoterapi. Rata-rata

usia partisipan adalah 47 tahun. Riwayat

pendidikan dari partisipan adalah dua orang

diantaranya merupakan mahasiswa di

perguruan tinggi, dua orang lainnya

memiliki riwayat pendidikan terakhir SMA

dan STM, empat orang memiliki riwayat

pendidikan terakhir di Sekolah Dasar. Dari 8

orang partisipan tiga orang bekerja sebagai

buruh, tiga orang bekerja sebagai pegawai

swasta, dan dua orang lainnya tidak bekerja.

Analisis tema

Respon keluarga terhadap penderita

kanker serviks yang mendapat

kemoterapi

Respon keluarga terhadap penderita kanker

serviks yang mendapat kemoterapi yaitu

keluarga merasa sedih, khawatir, takut,

lelah, jenuh pusing, kasihan, dan susah.

Sedih

“Saya sedih gara-gara ibu yang biasanya

seger, semangat, sekarang jadi harus bolak

balik ke rumah sakit, kadang ngeliat ibu

kayak kesakitan sekali”(P1). “Sedih karena

ibu sakit kanker...”(P3). “ya pasti sedih

mba, jangankan yang kemo, yang sakit biasa

aja juga sedih...karena ibu sakit.”(P6).

Respon keluarga terhadap penderita kanker

yang mendapat kemoterapi adalah timbulnya

perasaan sedih selama merawat penderita

kanker serviks. Perasaan sedih tersebut

muncul karena terdapat anggota keluarga

yang mengalami kanker serviks, terjadi

perubahan pada penderita kanker serviks

yang tampak segar dan semangat ketika

sebelum sakit, setelah mengalami kanker

pasien harus berulang kali melakukan

pengobatan di rumah sakit, dan perasaan

sedih karena pasien tampak kesakitan.

Diagnosis kaker menimbulkan kecemasan

pada keluarga terutama pasangan dari

penderita kanker. Hal tersebut disebabkan

karena keseriusan dari penyakit, dan

ketakutan akan kematian dicintai (Duci &

Tahsini, 2012).

Cemas

“...saya merasa was-was..gara-gara

sakitnya kanker, kan sakit parah itu”(P1).

“Khawatir juga mba sama obat kemonya

ibu, kan katanya dokter obotnya obat keras,

jadi bahaya kalau sampai bocor, kan saya

jadi khawatir kalau misalnya obatnya bocor

kena tangan saya”(P3).

Gejala, diagnosis, dan pengobatan kanker

dapat menimbulkan timbulnya perasaan

cemas. Perasaan tersebut muncul kerena

keluarga menganggap penyakit kanker

serviks yang dialami oleh anggota

Page 8: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

5

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

keluarganya merupakan sakit yang parah,

dan perasaan khawatir terhadap obat

kemoterapi jika bocor dan mengenai tangan

partisipan.

Secara teoritis tingkat kecemasan yang

tinggi disebabkan karena keluarga berpikir

tentang masa depan, menghadapi berbagai

situasi yang menimbulkan stres, takut

kehilangan atau takut sendirian dengan

tanggung jawab yang besar untuk merawat

anggota keluarga yang lain (Duci & Tahsini,

2012).

Takut

“Takut kalo ibu gak bisa sembuh, takut

kehilangan ibu”(P1). “...saya takut mba,

dokternya bilang kalau kanker gak bisa

sembuh, efek kemoterapi jelek-jelek

semua...terus ngedrop, apalagi kalau

misalnya ibu saya gak kuat fisiknya kan bisa

merembet ke ginjalnya, ke paru-parunya, itu

yang saya takutkan...”(P5). “Saya takut

kalau kehilangan istri saya,.”(P8)

Perasaan takut tersebut timbul karena

penderita kanker mengalami berbagai

macam efek samping dari kemoterapi, takut

jika anggota keluarganya yang menderita

kanker serviks tidak bisa sembuh, dan takut

kehilangan orang yang dicintai..

Lelah

“...ya capek mba... harus bolak balik ke

rumah sakit...”(P2). “...capek hati juga...

kadang kalo pas sudah waktunya buat kemo,

sampai disini belum tentu dapat kamar mba,

udah jauh-jauh kesini ternyata dokternya

bilang kamarnya penuh, terus disuruh

pulang lagi ke rumah, padahal rumah saya

jauh...rumah sakit jauh dan transpor nya

pakai biaya, itu bikin capek mba...”(P6).

“...Capek juga mba...Pengobatannya lama

mba,.”(P7).

Pengobatan yang lama pada penderita

kanker serviks menyebabkan munculnya

perasaan lelah yang disebabkan karena

keluarga harus berulang kali pergi ke rumah

sakit untuk menjalani terapi kanker, lelah

karena letak rumah sakit yang jauh dan

keluarga harus mengeluarkan biaya untuk

transportasi, dan perasaan lelah karena

ketika akan kemoterapi, pasien belum tentu

mendapat kamar untuk rawat inap, hal

tersebut menyebabkan keluarga yang

mengasuh pasien merasa lelah karena harus

kembali ke rumah dengan menempuh jarak

yang jauh dari rumah sakit.

Pengasuhan dan perawatan penderita kanker

menyebabkan anggota keluarga yang

merawat pasien merasakan ketegangan,

depresi, kemarahan, dan kesulitan dalam

melakukan perawatan kanker menyebabkan

timbulnya kelelahan dan gangguan suasana

hati (Schumacher, et al., 2008).

Jenuh

“...jenuh...di rumah sakitnya terlalu lama

mba,”(P2). “...ya kadang jenuh... gara-gara

gak bisa kumpul sama keluarga,”(P4).

“Berhari-hari di rumah sakit kan bikin

jenuh mba,”(P6).

Ketika keluarga dituntut untuk merawat

anggota keluarganya yang mengalami

kanker serviks maka respon yang muncul

adalah perasaan jenuh yang disebabkan

karena perawatan di rumah sakit yang terlalu

lama, pengobatan kemoterapi yang

dilakukan sampai 5 hari rawat inap, dan

perasaan jenuh karena partisipan tidak bisa

berkumpul dengan keluarganya.

Kasihan

“kasian ibu harus bolak balik ke rumah

sakit buat berobat...”(P3). “Kasiannya kan

sakit kanker itu bahaya ya mba, Saya kasian

sama ibu, kan efek dari kemoterapi itu mual,

muntah, sering pipis, kasian aja gitu lho

sama ibu...”(P5).

Hubungan yang dekat antara keluarga dan

penderita kanker serviks akan

mempengaruhi respon keluarga terhadap

penderita kanker serviks selama kemoterapi.

Perasaan kasihan kepada penderita kanker

serviks yang disebabkan karena anggota

keluarganya menderita kanker serviks, harus

berulang kali ke rumah sakit untuk berobat,

dan perasaan kasihan yang timbul akibat

efek kemoterapi yang dialami oleh penderita

kanker serviks

Susah

“Susah ninggalin kerja mba, kalau gak kerja

gak ada uang, kalau gak ada uang ntar gak

bisa makan.”(P2). “Ya susah..., ninggalin

kerjaan...kalau saya gak kerja kan orang

gak ada penghasilan kalau ninggalin

kerjaan.”(P4). “Susahnya gara-gara biaya

mba, dulu kan pas awal saya belum punya

bpjs, dulu masih pakai jamkesda, jadi kan

masih bayar setengahnya, tapi setelah ada

bpjs, gak mikirin biaya pengobatan lagi,

sekarang yang jadi pikiran saya biaya

sehari-hari.”(P7). “Saya susah mikir biaya

mba, emang istri saya pakai jamkesmas tapi

saya juga butuh buat biaya transportasi dari

Page 9: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

6

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

pacitan ke solo, makan sehari-hari, juga

buat pengobatan ibu saya yang lagi stroke

di rumah. Ekonomi susah, saya juga sudah

tidak kerja.”(P8).

Selama merawat penderita kanker serviks,

keluarga merasa susah karena ketika

merawat penderita kanker serviks selama di

rumah sakit partisipan harus meninggalkan

keluarga dan pekerjaan, susah karena ketika

meninggalkan pekerjaan maka penghasilan

menjadi berkurang

Respon keluarga terhadap perubahan

fisik dan psikologis yang terjadi pada

penderita kanker serviks selama

kemoterapi

Perubahan fisik :

Perubahan fisik yang terjadi pada penderita

kanker serviks yang mendapat kemoterapi di

antaranya adalah mual, muntah, meriang,

sering buang air kecil, nafsu makan

menurun, kesulitan tidur, pusing, lemas,

konstipasi, diare, berat badan menurun

Mual

“...kalau ibu di kemoterapi mesti

mual...”(P1). “ibu setiap di kemo pasti mual

tapi gak sampai muntah...”(P3). “...kadang

mual...”(P4). “mual...”(P5). “ya

mual...”(P6). “Paling mual mba,”(P8)

Respon keluarga ketika pasien mual

“Kalau mual biasanya saya kasih air

anget...”(P1). “Kalau ibu mual saya

biasanya kasih buah-buahan kayak apel

mba biar ngurangin mualnya...”(P3).

“Kalau itu saya tanya langsung ke ibu

pengennya apa, kan yang tau perutnya gak

enak kan yang sakit mba, jadi saya belikan

pengennya ibu apa biar gak mual, Kadang

juga saya kasih minyak angin di

perutnya.”(P4). “...Biasanya saya pijetin

leher belakangnya mba, kan juga sebelum

kemo sudah dikasih obat anti mual.”(P5).

“Paling ngasih tempat muntah, terus dikasih

minyak kayu putih.”(P6). “saya kasih

minyak kayu putih di perutnya mba.”(P8).

Sebagian besar dari penderita kanker serviks

mengeluh mual ketika kemoterapi. Respon

keluarga untuk mengatasi keluhan mual

yang dialami oleh pasien dengan cara

memberikan air hangat dan memberikan

buah-buahan, memijat leher penderita

kanker serviks, memberikan minyak kayu

putih di perut untuk mengurangi mual, dan

memberikan apa yang diinginkan pasien

untuk mengurangi mual.

Sekitar 70% sampai dengan 80% dari

penderita kanker selama kemoterapi

mengalami mual dan muntah. Hal tersebut

memiliki dampak yang negatif pada

kemampuan pasien untuk merawat dirinya

sendiri dan melakukan kegiatan sehari-hari.

Mual, muntah dan rambut rontok merupakan

efek samping dari kemoterapi yang sering

membuat pasien tertekan dan menarik diri

dari kehidupan sosial. Penggunaan

antiemetik yang sesuai efektif untuk

mengurangi tingkat mual dan muntah pada

pasien. Peran keluarga dalam mengatasi

mual dan muntah yang terjadi pada pasien

adalah membantu untuk meningkatkan

kesehatan pasien dan melaporkan gejala dan

kesulitan yang terjadi pada pasien kepada

petugas medik (Grunberg, 2004).

Muntah

“...kalau ibu di kemoterapi muntah juga,

kalau nyium bau nasi muntah...”(P1) “...tiap

ibu makan muntah makanannya

keluar...”(P2). “muntah-muntah

terus...”(P5). “...muntah...”(P6).

Respon keluarga ketika pasien muntah

“...Kalau mual sama muntah biasanya saya

kasih air anget...”(P1). “Kalau ibu udah

muntah sama gak mau makan saya belikan

bubur sumsum.”(P2). “...Biasanya saya

pijetin leher belakangnya mba, kan juga

sebelum kemo sudah dikasih obat anti

mual.”(P5). “Paling ngasih tempat muntah,

terus dikasih minyak kayu putih.”(P6).

Perubahan fisik yang terjadi pada penderita

kanker serviks yang mendapat kemoterapi di

antaranya adalah muntah. Respon keluarga

dalam mengatasi muntah yang terjadi pada

penderita kanker serviks dengan cara

memberikan air hangat, memberikan bubur

sumsum, memijat leher pasien, memberikan

minyak kayu putih, dan memberikan obat

anti mual.

Meriang

“...meriang.”(P5).

Respon keluarga ketika pasien meriang

“...kalau meriang paling ya dikerokin.”(P5)

Dari hasil penelitian, perubahan fisik yang

terjadi pada penderita kanker serviks ketika

kemoterapi adalah meriang. Partisipan

mengatasi meriang yang dialami oleh

penderita kanker serviks yang mendapat

kemoterapi dengan kerokan.

Sering buang air kecil

“...terus kalau pas kemo sering kencing-

kencing terus.”(P5)

Page 10: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

7

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

Respon keluarga ketika pasien sering

buang air kecil

“dibiarkan aja mba, saya paling ya nganter

ibu ke kamar mandi.”(P5).

Sering buang air kecil merupakan salah satu

perubahan fisik yang terjadi pada penderita

kanker serviks yang mendapat kemoterapi.

Keluarga mengatasi sering buang air kecil

yang dialami oleh pasien dengan

mengantarkan pasien ke kamar mandi dan

tidak melakukan apa-apa untuk mengatasi

hal tersebut

Nafsu makan menurun

“...ibu pas kemo jarang makan, sehari itu

cuman sekali itupun harus dipaksa

dulu...”(P1). “makannya kurang...”(P2).

“kalau maem itu sedikit-sedikit habis cuman

setengahnya saja...”(P3). “Kadang makan

gak mau...”(P4). “...istri saya juga kalau

makan sedikit...”(P7). “gak nafsu

makan...”(P8).

Respon keluarga ketika pasien susah

makan

“...kalau ibu gak mau makan, saya paksa

nanti ibu malah mual sama muntah, jadi

saya kasih roti atau bubur mba.”(P1).

“...kalau ibu muntah sama gak mau makan,

saya belikan bubur sumsum.”(P2). “kalau

susah makannya ya saya bujuk ibu biar mau

makan dan ngehabisin makanannya...kalau

gak mau makanan rumah sakit saya belikan

makanan di luar.”(P3). “Tanya lagi ke ibu

mau makan apa, atau mau minta lauk apa

biar mau makan,”(P4). “Kalau istri saya

gak nafsu makan gitu biasanya saya belikan

soto mba, kalau pakai soto istri saya mau

makan, walaupun makannya sedikit, yang

penting istri saya makan.”(P8).

Perubahan fisik lain yang dialami penderita

kankers serviks adalah penurunan nafsu

makan. Selama kemoterapi penderita kanker

makan sehari sekali dan harus dipaksa,

makan sedikit dan hanya menghabiskan

setengah porsi. Respon keluarga ketika

mengatasi penurunan nafsu makan yang

dialami penderita dengan memberikan roti

atau bubur, dan memberikan makanan dan

lauk pauk dari luar rumah sakit untuk

menambah nafsu makan pasien.

Sulit tidur

“...tidurnya juga kadang kurang nyenyak

cepet kebangun kalau denger suara ribut

sedikit, padahal mulai tidur jam 11-an nanti

jam 2 udah bangun...”(P3).

Respon keluarga ketika pasien sulit tidur

“Susah tidurnya saya gak bisa ngatasi mba,

namanya juga di rumah sakit di kelas 3 ya

pasti susah tidur mba, gak mungkin bisa

tidur tenang tanpa ada suara-suara...”(P3)

Perubahan fisik lain yang dialami penderita

kanker serviks adalah sulit tidur. Keluarga

menjelaskan bahwa penderita kanker serviks

mengalami tidur yang tidak nyenyak, cepat

kebangun ketika mendengar suara yang

ramai, frekuensi tidur malam dari jam 11

malam dan bangun tidur pada jam 2 pagi.

Partisipan tidak bisa mengatasi kesulitan

tidur pada penderita kanker serviks.

Gangguan tidur terutama insomnia, adalah

keluhan umum yang sering terjadi pada

penderita kenker. Data menunjukkan bahwa

penderita kanker memiliki dua kali

kemungkinan peningkatan gannguan tidur.

Beberapa pasien diantaranya melaporkan

sering terbangun ketika tidur di malam hari.

Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor

lingkungan tidur yang tidak memadai seperti

kebisingan, pencahayaan yang terlalu

berlebih, suhu ekstrim. Selain itu faktor

psikologis seperti depersi dan kecemasan

terhadap pengobatan dan terapi kanker, dan

stres yang ditimbulkan karena pikiran

tentang pekerjaan dan tanggung jawab dapat

mempengaruhi gangguan tidur yang terjadi

pada penderita kanker (Berger, et al., 2005)..

Pusing

“Terus ibu juga jadi sering pusing...”(P1).

Respon keluarga ketika pasien pusing

“Kalau pusingnya biasanya nanti saya

kerokin ibu, pijetin kepalanya.”(P1)

Dari hasil penelitian ditemukan perubahan

fisik yang terjadi pada penderita kanker

serviks adalah pusing. Respon keluarga

dalam menghadapi masalah pusing yang

dialami penderita adalah dengan memijat

kepala pasien dan kerokan.

Lemas

“...lemes.”(P1). “...lemes...”(P2). “...lemes,

cepat capek.”(P6)

Respon keluarga ketika pasien lemas

“Saya bilang ke ibu makan yang banyak,

kadang juga beli vitamin c mba di

apotik.”(P1). “Saya suruh makan yang

banyak, kalau gak mau makan nasi saya

kasih bubur sumsum, kadang juga saya

belikan bubur kacang ijo.”(P2). “Nyuruh

ibu banyak istirahat, harus makan yang

banyak biar gak lemes.”(P6).

Page 11: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

8

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

Pengobatan kemoterapi pada penderita

kanker serviks menimbulkan efek lemas

pada pasien. Berbagai macam respon

keluarga untuk mengatasi hal tersebut adalah

dengan menganjurkan pasien meningkatkan

konsumsi makan, menganjurkan pasien

mengkonsumsi bubur sumsum dan bubur

kacang hijau, menganjurkan pasien untuk

banyak beristirahat dan mengkonsumsi

vitamin c.

Konstipasi

“Bab nya susah mba, ibu sampe 5 hari gak

bab, kalau bab keras hitam mba, terus

sedikit...”(P1). “Bab nya dikit mba.”(P2).

“...terus setelah kemo buang air besarnya

keras bisa sampe 5 hari gak bab mba. Kalau

sudah bab, keluarnya sedikit.”(P3). “Pas di

rumah bab agak susah mba.”(P5). “BAB

nya susah mba.”(P8).

Respon keluarga ketika pasien konstipasi

“Kalau 5 hari belum bab juga beli obat

yang dimasukin ke pantat di apotek

mba.”(P1). “Saya suruh ibu buat ngemil

buah-buahan.”(P2). “...Kalau bab nya sulit

biasanya di kasih obat dari dokter, trus saya

beliin ibu pepaya biar bab nya lancar.”(P3).

“Biasanya di kasih dulcolax mba, sama saya

suruh makan sayur-sayuran buah-buahan

yang banyak.”(P5). “paling yo maem

pepaya mba.”(P8).

Beberapa perubahan fisik yang sering terjadi

pada penderita kanker serviks yang

mendapat kemoterapi adalah konstipasi.

Selama penderita kanker serviks mendapat

kemoterapi, pasien sering mengeluh BAB

sedikit, BAB keras, dan berwarna hitam, dan

beberapa partisipan mengatakan bahwa

penderita kanker serviks tidak BAB selama

lima hari. Ketika penderita kanker serviks

mengeluh kesulitan BAB, respon keluarga

untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan

cara menganjurkan panderita kanker serviks

mengkonsumsi buah-buahan seperti pepaya,

dan menganjurkan mengkonsumsi sayur-

sayuran, dan memberikan obat pencahar

seperti Dulcolax untuk mengatasi konstipasi

yang dialami penderita kanker serviks.

Adapun temuan penelitian kuantitatif, Ying,

Ching, & Loke, (2011) meneliti tentang

dampak terapi kanker yang berbeda terhadap

pasien. Konstipasi dan Hot Flash (atau

disebut juga Hot Flush) sering terjadi pada

penderita kanker serviks yang mendapat

terapi pembedahan, sedangkan diare dan

BAB berdarah merupakan gejala yang sering

terjadi pada penderita kanker serviks yang

mendapat radioterapi.

Diare

“...mencret...”(P6)

Respon keluarga ketika pasien diare

“Kalau lagi mencret saya belikan obat diare

mba, diapet atau diatap mba.”(P6)

Perubahan fisik lain yang muncul ketika

kemoterapi adalah diare. Keluarga

mengatasi diare pada pasien dengan

memberikan obat diare seperti diapet atau

diatap untuk mengatasi diare pada penderita

kanker serviks.

Diare dan BAB berdarah merupakan gejala

yang sering terjadi pada penderita kanker

serviks yang mendapat radioterapi (Ying,

Ching, & Loke, 2011).

Penurunan Berat Badan

“Berat badannya turun mba, dulu berat

badannya 53 Kg, sekarang jadi 40

Kg...”(P7).

Respon keluarga untuk mengatasi

penurunan berat badan

“Saya bilang ke istri saya makan yang

banyak, tapi tetep aja istri saya makannya

sedikit, walaupun sudah saya paksa buat

makan banyak.”(P7).

Perubahan fisik pasien selama kemoterapi

adalah pasien mengalami penurunan Berat

badan dari 53 Kg turun menjadi 40 Kg. Hal

tersebut disebabkan karena pasien hanya

makan sedikit. Partisipan mengatasi

penurunan berat badan yang terjadi pada

pasien dengan cara mengatakan kepada

pasien untuk menambah porsi makan.

Perubahan psikologis

Hasil temuan dari penelitian tentang

perubahan pskologis keluarga adalah

penderita kanker yang mendapat kemoterapi

tidak terlalu memikirkan penyakitnya, tidak

menampakkan kesedihan kepada keluarga,

pasien lebih manja, cepat marah, biasa-biasa

saja, banyak keinginan, sosialisasi baik,

tidak minder, dan pasien lebih malas.

Ketika seseorang menghadapi diagnosis

kanker, reaksi pertama yang muncul adalah

perasaan terkejut yang selanjutnya pasien

sering menunjukkan tanda-tanda negasi,

tidak percaya dan putus asa. Kemudian

setelah penderita kanker mengakui

penyakitnya perasaan yang muncul adalah

cemas, takut, panik, mengalami gangguan

fungsi kognitif, gangguan seksual, dan

gangguan tidur (Šprah & Šoštarič, 2004).

Tidak terlalu memikirkan penyakitnya

Page 12: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

9

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

“...gak terlalu dipikir sama ibu, walaupun

sakitnya kanker...”(P2). “Ibu orangnya

nyantai mba, ibu gak terlalu mikirin

sakitnya...”(P3)

Respon keluarga ketika pasien tidak

memikirkan penyakitnya

“...Harus lebih peka mba sama ibu, harus

ditanyain terus keadaannya setiap hari, biar

kalau ada yang dirasakan sama ibu, jadi

bisa langsung diperiksakan ke rumah sakit.

Harus ngasih perhatian lebih ke ibu.”(P2)

Setelah didiagnosis menderita kanker serviks

dan ketika melaksanakan terapi kanker,

penderita kanker serviks tidak terlalu

memikirkan penyakitnya. Sebagai keluarga

dari penderita kanker serviks, partisipan

merasa harus lebih perhatian kepada

penderita kanker serviks. Perhatian tersebut

berupa menanyakan keadaan pasien setiap

hari sehingga ketika ada yang dirasakan

pasien tentang penyakitnya partisipan bisa

langsung memeriksakan kondisi pasien ke

rumah sakit.

Tidak menampakkan kesedihan kepada

keluarga

“...Ya mungkin ibu ngerasa susah juga, tapi

ibu gak di tampakin ke anak-

anaknya...”(P2).

Respon keluarga ketika pasien tidak

menampakkan kesedihan kepada

keluarga

“...Harus lebih peka mba sama ibu, harus

ditanyain terus keadaannya setiap hari, biar

kalau ada yang dirasakan sama ibu, jadi

bisa langsung diperiksakan ke rumah sakit.

Harus ngasih perhatian lebih ke ibu.”(P2).

Efek fisik dari kanker dan terapinya dapat

menyebabkan tekanan psikologis yang

serius. Pada konteks kanker, tekanan ini

didefinisikan sebagai pengalaman emosional

yang tidak menyenangkandan bersifat

multifaktoral. Pengalaman ini dapat bersifat

psikologis sosial dan spiritual (Potter &

Perry, 2009).

Perubahan psikologis yang terjadi penderita

kanker yaitu penderita kanker tidak ingin

memperlihatkan kesulitan yang dialami

ketika pasien merasa kesulitan karena

penyakitnya kepada keluarga. Ketika hal

tersebut terjadi keluarga mengatasinya

dengan memberikan perhatian lebih kepada

pasien dan menanyakan keadaan dan apa

yang dirasakan pasien setiap hari.

Manja

“...ibu lebih manja, biasanya semua di

kerjain sendiri, sekarang apa-apa minta

diladenin, makan minta disuapin, selalu

minta ditemenin...”(P3).

Respon keluarga ketika pasien manja

“...Kalau ibu minta ditemenin saya temenin

terus, minta disuapin ya saya suapin.

Namanya anak, sekarang udah waktunya

gantian ngopeni ibunya...”(P3).

Perubahan psikologis pada penderita kanker

serviks yang mendapat kemoterapi adalah

penderita lebih manja. Keluarga merasakan

perubahan pasien yang lebih manja.

Sebelum sakit, penderita kanker lebih

mandiri, setelah sakit pasien meminta

partisipan untuk melakukan hal seperti

membantu makan, dan selalu meminta

partisipan untuk menemani pasien.

Partisipan merasakan bahwa hal tersebut

tidak menjadi masalah bagi partisipan,

partisipan memenuhi semua permintaan

pasien seperti menyuapi makan dan

menemani pasien, partisipan menganggap

bahwa saat ini sebagai anak sudah waktunya

untuk merawat orang tua.

Cepat marah

“Ibu lebih sensitif mba, agak cepet marah.

Tapi ya itu wajar aja, kan ibu lagi sakit...Ya

marah biasa mba, bukan marah besar mba,

marahnya juga gak terlalu sering...agak

cepet marah daripada biasanya.”(P3).

Respon keluarga ketika pasien cepat

marah

“Kalau ibu marah ya didengerin aja, kan

marahnya cuman sebentar, namanya anak,

sekarang udah waktunya gantian ngopeni

ibunya, saya gak merasa ini sebuah beban,

dijalanin aja, dibuat tenang, kalau saya

selalu merawat ibu saya ketika sakit semoga

sakitnya bisa lebih cepat sembuh.”(P3)

Perubahan psikologis pada penderita kanker

serviks selama kemoterapi adalah mudah

marah. Keluarga mengatakan pasien lebih

sensitif dan mudah marah. Perubahan

tersebut tidak menjadi beban bagi partispan

dan mengatasi hal tersebut dengan tenang.

Keluarga menanggapi perubahan yang

terjadi pada pasien dengan tenang dan tetap

selalu melakukan perawatan terhadap

penderita kanker serviks dan berharap

anggota keluarga yang menderita kanker

serviks cepat sembuh.

Page 13: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

10

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

Biasa-biasa saja

“...ibu biasa-biasa saja...”(P2). “ibu biasa-

biasa aja...”(P4). “Ibu biasa-biasa aja mba,

ibu orangnya enjoy...”(P5). “ibu biasa-

biasa saja mba, Ibu selalu semangat mba,

penyakitnya tidak dijadikan beban...”(P7).

“Istri saya biasa-biasa aja mba”(P8).

Partisipan mengatakan bahwa anggota

keluarga mereka yang menderita kanker

serviks dengan kemoterapi tampak tenang

dan biasa-biasa saja.

Salah satu faktor yang mempengaruhi

kemampuan keluarga dalam mengatasi

terapi kanker adalah jika pasien mengatakan

“baik-baik saja”. Keluarga mendefinisikan

“baik-baik saja” ketika gejala pasien seperti

nyeri dan mual dapat dikendalikan dengan

baik, nafsu makan pasien tidak terganggu,

kondisi kognitif pasien baik dan mampu

berkomunikasi untuk mengatakan kebutuhan

mereka. Keluarga mengatakan lebih mudah

ketika merawat pasien yang menerima

penyakit mereka. Namun ketika pasien

mengalami kemarahan dan frustasi hal

tersebut dapat mempersulit keluarga dalam

mengatasi penderita kanker (Stajduhar,

Filles, & Barwich, 2008)

Banyak keinginan

“...mungkin ya pas kemo banyak pengennya,

namanya juga orang sakit, apalagi sedang

di kemo, kan juga pengennya maem yang

enak yang bukan makanan rumah sakit, tapi

ya itu sudah dibelikan, eh malah gak di

makan, tapi saya maklumin aja...”(P4).

Respon keluarga ketika pasien banyak

keinginan

“Dalam kondisi ibu yang sakit parah ya

saya harus lebih perhatian lagi sama ibu

mba.”(P4).

Pengobatan dan terapi kanker memicu

timbulnya berbagai macam perubahan

psikologis yang terjadi pada penderita

kanker. Dari hasil wawancara menunjukkan

bahwa pasien lebih banyak keinginan selama

kemoterapi. Dalam mengatasi hal tersebut

partisipan harus lebih perhatian kepada

anggota keluarga yang menderita kanker

serviks selama kemoterapi.

Sosialisasi baik

“...sosialisasinya sama tetangga-tetangga di

rumah baik, misalnya ada kumpul ibu-ibu

pkk, ibu saya tetep ikut...”(P5)

Efek gejala kanker akan mempengaruhi

hubungan keluarga, performa kerja, dan

mengisolasi penderita kanker dari aktivitas

sosial normal. Hal ini menimbulkan

implikasi serius bagi kesejahteraan

psikologis klien. Saat kanker mengubah citra

tubuh atau fungsi seksual, penderita kanker

merasakan kegelisahan dan depresi pada

hubungan interpersonal. Pada beberapa

kasus penderita kanker menunjukkan bahwa

pasien merasa kualitas hidupnya buruk,

memiliki citra tubuh dan strategi adaptasi

yang buruk, dan tidak memiliki dukungan

sosial (Hewitt, Greenfield, & Stovall, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penyakit kanker yang dialami anggota

keluarganya tidak mengisolasi penderita

kanker dari aktivitas sosial seperti biasa.

Pasien bersosialisasi dengan baik terhadap

tetangga, selalu mengikuti acara kumpul ibu-

ibu pkk. Kanker dan terapinya tidak

mengubah citra tubuh pasien

Tidak minder

“...ibu orangnya enjoy, dia juga gak minder

walaupun sakit kanker...”(P5)

Perubahan psikologis yang terjadi pada

anggota keluarga yang menderita kanker

adalah pasien tidak merasa rendah diri atau

minder.

Penyakit kanker mempengaruhi kualitas

hidup pasien. Pasien menjadi lebih pasif

selama di rumah sakit, mengalami isolasi

sosial, ketakutan eksistensial, dan

kekhawatiran terhadap keluarga terutama

pengasuhan anak, kecemasan tentang karir

kerja dan keuangan, dan memiliki harga diri

rendah (Šprah & Šoštarič, 2004).

Malas

“Ya mungkin ibu lebih males, tapi saya

maklumin aja karena ibu lagi sakit...Yang

biasanya maem sendiri masak sendiri,

sekarang minta disuapin terus, terus

biasanya rajin bersih-bersih rumah

sekarang banyak tidurnya.”(P6).

Respon keluarga ketika pasien malas

“Saya harus lebih perhatian sama ibu, kalau

ibu males ya biarkan saja kan ibu lagi sakit,

jadi saya yang ngerjain semua, nyuapin ibu,

bersih-bersih rumah.”(P6).

Perubahan psikologis lain yang terjadi pada

penderita kanker adalah pasien lebih malas.

Ketika sebelum sakit, pasien selalu mandiri

dalam melakukan berbagai aktivitas seperti

makan, memasak, membersihkan rumah.

Setelah pasien sakit, pasien selalu meminta

keluarga untuk membantu penderita kanker

untuk menyuapi makan, dan partisipan juga

mengatakan bahwa pasien lebih sering tidur

Page 14: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

11

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

daripada beraktivitas. Cara keluarga untuk

mengatasi hal tersebut dengan memberikan

perhatian yang lebih besar kepada pasien,

mengerjakan semua pekerjaan rumah, dan

membantu kebutuhan pasien seperti makan.

Sikap keluarga terhadap penderita

kanker serviks yang mendapat

kemoterapi

Sikap keluarga dalam menghadapi penderita

kanker serviks yang mendapat kemoterapi

adalah keluarga sabar, rileks, berdoa kepada

Tuhan, berusaha untuk melaksanakan

pengobatan rutin, dan ikhlas.

Sabar

“...bolak balik terus, memang harus banyak

sabarnya.”(P2). “Dibuat sabar,”(P3). “Ya

harus banyak sabar.”(P4). “harus

sabar.”(P6). “Saya harus banyak bersabar

mba, ini cobaan dari Allah.”(P8).

Sikap partisipan terhadap keluarga yang

menderita kanker serviks adalah sabar. Hal

tersebut ditunjukkan dengan sikap partisipan

ketika menghadapi perubahan psikologis

yang terjadi pada penderita kanker seperti

marah, manja, dan selalu minta ditemani,

partisipan menghadapinya dengan

mendengarkan kemarahan pasien, selalu

memberikan apa yang diinginkan pasien,

menemani pasien selama perawatan, dan

menyikapi dengan sabar pengobatan dan

terapi kanker yang mengharuskan keluarga

untuk berulang kali kembali ke rumah sakit.

Rileks

“Dibuat rileks mba, tenang,”(P3). “Dibuat

santai mba...”(P7).

Sikap partisipan ketika menghadapi

penderita kanker serviks adalah rileks.

Keluarga menyikapi penderita kanker

serviks dengan rileks, dan tenang karena

menurut partisipan ketika partisipan tidak

tenang akan meningkatkan beban pikiran

yang dapat menimbulkan kesulitan pada

partisipan

Berusaha untuk melaksanakan

pengobatan rutin

“Pengobatan lama mba, tapi saya tetap

berusaha sebisa saya buat nyarikan obat,

apa yang dikatakan dokter saya lakukan,

pokoknya saya berusaha biar ibu cepat

sembuh...”(P2). “...Saya menjalani terus

pengobatan buat ibu biar ibu cepat

sembuh.”(P7).

Pengobatan dan terapi kanker serviks yang

lama akan membuat partisipan harus

menjalani pengobatan tersebut. Menurut

partisipan semua hal yang dikatakan dokter

yang berhubungan dengan pengobatan akan

partisipan lakukan seperti mengikuti jadwal

rutin kemoterapi, menemani pasien kontrol,

ketika dokter mengatakan untuk kembali ke

rumah sakit partisipan menemani pasien

kembali ke rumah sakit. Hal tersebut

partisipan lakukan untuk kesembuhan

anggota keluarganya yang menderita kanker

serviks

Berdoa kepada Tuhan

“...berdoa kepada Allah semoga ibu cepat

diberi kesembuhan...”(P3).

Pengalaman kanker akan menjadi tantangan

bagi kesejahteraan spiritual seseorang.

Tampilan kunci dari kesejahteraan spiritual

meliputi hubungan yang harmonis, energi

yang kreatif, dan kepercayaan akan adanya

kekuatan yang lebih tinggi. Hubungan

merupakan hal yang penting bagi penderita

kanker, hubungannya dengan tuhan,

kekuatan yang lebih tinggi, alam, keluarga,

atau komunitas (Potter & Perry, 2009).

Partisipan menyikapi pengobatan dan

perubahan yang terjadi pada penderita

kanker serviks dengan cara berdoa kepada

Allah agar pasien diberi kesembuhan.

Ikhlas

“ini cobaan dari Allah harus diterima

dengan ikhlas.”(P6).

Dalam menyikapi pengobatan pada

penderita kanker serviks partisipan

mengatakan bahwa hal tersebut merupakan

cobaan dari Allah yang harus diterima

dengan ikhlas.

Dampak penyakit kanker serviks dengan

kemoterapi terhadap perubahan peran

keluarga.

Dampak penyakit kanker serviks dengan

kemoterapi terhadap parubahan peran

keluarga adalah penghasilan keluarga

berkurang, urusan rumah tangga

terbengkalai, pengasuhan keluarga

terbangkalai.

Penghasilan keluarga berkurang

“ibu pedagang, ibu yang kerja cari uang,

jadi ya berubah banget mba, dari kebutuhan

ekonomi, keuangan, saya kan belum kerja

mba masih kuliah, sekarang harus lebih

berhemat, kebanyakan sekarang bergantung

dengan hasil kerjaannya kakak saya.”(P1).

“ibu sudah gak bisa ke sawah, jadi sekarang

penghasilan keluarga kan turun mba, bapak

saya harus kerja lebih keras lagi saya juga

harus bisa bagi keuangan dari hasil kerja

Page 15: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

12

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

saya buat kebutuhan rumah sama kebutuhan

adik-adik saya...”(P5).

Riwayat kanker secara signifikan

mempengaruhi kesempatan dan kemampuan

penderita kanker dalam bekerja dan sering

mengalami keterbatasan kerja akibat kondisi

kesehatannya. Jika kanker tersebut

mempengaruhi kemampuan kerja seseorang,

penghasilan bagi keluarganya juga akan

menurun. Penderita dan keluarga juga harus

mengeluarkan biaya yang tinggi untuk

pengobatan, alat medis, dan biaya asuransi.

Bagi penderita kanker yang memiliki

penghasilan rendah, masalah ini semakin

besar jika tidak memiliki asuransi atau hanya

memiliki asuransi yang kecil (Hewitt,

Greenfield, & Stovall, 2005).

Dampak penyakit kanker terhadap keluarga

adalah penghasilan keluarga berkurang. Hal

tersebut disebabkan karena penderita kanker

serviks juga berperan sebagai pencari

nafkah. Walaupun sebagian besar dari

partisipan menggunakan BPJS tetapi

keluarga mengatakan bahwa kebutuhan

untuk kehidupan sehari-hari terasa sulit

karena penghasilan keluarga menurun.

Urusan rumah tangga terbengkalai

“Saya ya membantu ngerawat ibu setiap

hari, masak, nyuci, bersih-bersih rumah

juga saya...”(P1). “kesulitan sedikit pas

saya bersih-bersihin rumah, masak,

biasanya yang nungguuin anak saya ibu,

tapi sekarang harus pinter bagi-bagi waktu

biar bisa ngurus rumah, orang tua, anak,

sama suami.”(P3). “saya juga harus lebih

bisa ngatur waktu buat ngurusin rumah

sama adik-adik. Dulu kan ibu yang biasanya

ngurusin adik sama ngurusin rumah,

sekarang kan gak mungkin saya biarin ibu

saya kerja berat.”(P5). “Ibu dulu sebelum

sakit jualan, sekarang setelah sakit ya ga

mungkin to mba nyuruh ibu kerja lagi, jadi

semua Kerjaan ibu ya digantiin sama anak-

anak nya mba, nyari uang, ngurus rumah

semuanya anaknya yang ngerjain. Gantian

ibu yang istirahat biar cepat sembuh. Kita

sebagai anak ya harus ngertiin orang

tua.”(P6).

Selama pasien sedang dalam terapi kanker,

partisipan harus menggantikan tugas

penderita kanker seperti mengurus rumah

tangga, merawat penderita kanker setiap

hari, melakukan pekerjaan rumah tangga, hal

tersebut menyebabkan perkerjaan keluarga

menjadi bertambah sehingga partisipan

harus membagi waktu untuk mengurus anak

dan suami, dan juga mengurus saudara

kandung dan ayah.

Keluarga yang merawat penderita kanker

kemungkinan mengalami “Role Overload”

atau ketidakseimbangan dan ketidakwajaran

dalam hal jumlah pekerjaan yang meningkat

ketika merawat penderita kanker. Anggota

keluarga yang merawat pasien akan

mengambil tanggung jawab sebagai

pengurus rumah tangga dan berperan

sebagai pengasuh anggota keluarga yang

lain. (Otis-Green & Juarez, 2012).

Pengasuhan keluarga terbengkalai

“biasanya yang nungguuin anak saya ibu,

tapi sekarang harus pinter bagi-bagi waktu

biar bisa ngurus orang tua, anak, sama

suami.”(P3). “kan kondisi ibu sakit. Istri

saya juga masih punya buyut mba, usianya

hampir 100-an tahun, jadi yang nungguin

ibu kan memang harus saya, istri saya di

rumah ngurus buyutnya sama anak, kan

biasanya ibu saya juga sering ngurusin anak

saya, jadi bingung mba, jadi saya sama istri

saya harus bagi tugas.”(P4). “saya juga

harus lebih bisa ngatur waktu buat ngurusin

rumah sama adik-adik. Dulu kan ibu yang

biasanya ngurusin adik sama ngurusin

rumah, sekarang kan gak mungkin saya

biarin ibu saya kerja berat.”(P5). “Saya

kerepotan mba mikirin harus ngurus rumah

sama ngurus ibu saya yang sakit stroke,

biasanya istri saya yang ngerawat ibu saya,

sekarang saya harus ngurus istri sama ibu,

istri saya kan gak boleh kerja berat.”(P8)

Ketika salah satu anggota keluarga

menderita kanker, keluarga akan berusaha

mempertahankan fungsi inti keluarga seperti

mempertahankan lingkungan emosional dan

fisik yang aman, mengurangi ancaman

kejadian yang traumatik, dan mengasuh dan

mendukung anggota keluarga yang lain

(Lewis, 2006).

Dampak penyakit kanker terhadap

perubahan peran keluarga diantaranya

adalah partisipan menggantikan peran pasien

sebagai pengasuh keluarga. Beberapa

partisipan sudah berkeluarga, setelah pasien

sakit, partisipan merasa kesulitan dalam

mengasuh anak karena biasanya pasien yang

mengasuh anak dari partisipan. selain itu

partisipan juga harus mengasuh orang tua

dari pasien, partisipan juga merasa pekerjaan

mengurus rumah lebih berat karena selain

bekerja mencarai nafkah partisipan harus

Page 16: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

13

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

mengasuh saudara-saudara kandung yang

masih kecil..

Koping keluarga dalam menghadapi

penderita kanker serviks yang mendapat

kemoterapi

Koping keluarga dalam menghadapi

penderita kanker serviks yang mendapat

kemoterapi yaitu mencari dukungan sosial,

mencari hiburan, mencari informasi,

mengontrol perasaan, melihat segi positif

dari masalah, dukungan spiritual.

Mencari dukungan sosial

“...saya lebih tenang dapat dukungan dari

temen-temen.”(P1). “...ngobrol sama orang-

orang, kan di warung yang deket moewardi

rame, jadi sekalian kenalan sambil ngobrol,

kan sesama nunggu pasien.”(P2).

Koping keluarga dalam menghadapi bebagai

masalah yang terjadi selama merawat

penderita kanker serviks yang mendapat

kemoterapi di antaranya adalah mencari

dukungan sosial dengan cara mengobrol

dengan teman, mengobrol dengan sesama

penunggu pasien dan berbagi pengalaman

bersama orang-orang tersebut.

Mencari hiburan

“Keluar, beli makan sambil ngopi...”(P2).

“Kalau sedih, mumet saya ngatasinya ya

nyari hiburan mba, kadang saya ke lantai

bawah buat nonton tv, kalau gak telpon atau

sms temen-temen saya biar bisa ngobrol

sambil gojek.”(P3). “Ya ibu saya tinggal

dulu jalan keluar bentar mba, nonton.”(P4).

“Paling keluar ngopi, mainan hp.”(P6).

Koping keluarga ketika menghadapi

penderita kanker serviks dengan cara

mencari hiburan untuk mengatasi berbagai

perasaan yang timbul selama merawat

pasien. Hal tersebut diungkapkan partisipan

bahwa mereka mencari hiburan dengan

membeli makan dan minum kopi, menonton

televisi, menggunakan telepon genggam

sebagai media hiburan, mengobrol dan

bercerita humor dengan teman melalui sms

dan telepon.

Mencari informasi

“...saya sering banyak tanya ke perawat

tentang pengobatannya.”(P3). “...saya cari

di internet efek kemoterapi jelek-jelek

semua...”(P5).

Koping keluarga dalam menghadapi

berbagai situasi dan perasaan yang muncul

selama merawat penderita kanker serviks

yang mendapat kemoterapi dengan mencari

informasi. Ketika perasaan takut muncul

partisipan sering bertanya kepada perawat

tentang pengobatan dan terapi pasien, dan

menggunakan internet untuk mencari

informasi tentang efek kemoterapi.

Keluarga yang merawat penderita kanker

membutuhkan bantuan informasi tentang

bagaimana melakukan perawatan pasien

seperti transportasi pasien, monitoring

gejala, perawatan pribadi seperti (mandi,

makan, dan berpakaian), kebutuhan nutrisi

yang diperlukan pasien, monitoring status

penyakit dan pengobatan, kunjungan dokter,

dan kebutuhan biaya pengobatan (Given,

Given, & Kozachik, 2001).

Mengontrol perasaan

“Perasaan kayak gitu pasti ada terus mba,

jadi saya meyakinkan diri saya sendiri kalau

dengan saya berusaha terus buat ngobatin

ibu, ibu saya pasti sembuh...”(P5). “Rasa

sedih tu gak bakalan hilang mba, saya

bakalan sedih terus selama ibu belum

sembuh, yang penting sedihnya jangan

berlarut-larut...”(P6). “Selalu sabar aja

mba, jangan dipendam, nanti kalau

dipendam malah susah sendiri.”(P6).

Ketika merawat penderita kanker serviks

yang mendapat kemoterapi, berbagai macam

perasaan muncul seperti perasaan sedih yang

timbul selama merawat pasien. Hal tersebut

menyebabkan partisipan menggunakan

koping dengan cara mengontrol perasaan

berupa mengatasi hal tersebut dengan

meyakinkan diri sendiri bahwa jika

partisipan terus berusaha untuk merawat

pasien selama pengobatan dan terapi kanker

pasien pasti sembuh, tidak terlalu larut

dalam kesedihan, selalu sabar dan tidak

memendam perasaan.

Salah satu koping keluarga yang digunakan

untuk mengatasi penderita kanker serviks

adalah dengan cara mengendalikan diri

sendiri untuk menekan perasaan yang tidak

diinginkan dan terlibat dalam pemikiran

yang lebih positif selama mengasuh pasien.

Dengan menggunakan strategi koping

tersebut keluarga menjadi lebih optimis dan

mencoba untuk memberikan harapan positif

kepada pasien. Keluarga berbicara tentang

pentingnya bersikap positif dan keyakinan

bahwa mereka mampu memikul tanggung

jawab yang diberikan kepada mereka. Tetapi

di sisi lain, mereka merasa kehilangan,

kurang mendapat dukungan, mereka hanya

memiliki sedikit waktu untuk diri mereka

Page 17: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

14

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

sendiri dan tidak memiliki waktu untuk

bersenang-senang (Duci & Tahsini, 2012).

Melihat segi positif dari masalah

“...Pas sebelum ibu sakit mba, waktu

keluarga buat kumpul itu jarang, pada sibuk

sendiri-sendiri, sekarang setelah ibu sakit

pas setelah magrib bisa nonton bareng-

bareng, makan bareng, ada hal positif yang

bisa diambil dari sakitnya ibu.”(P5).

Koping keluarga dalam menghadapi situasi

yang terjadi selama terapi kanker

diantaranya adalah melihat segi positif dari

masalah. Hal tersebut ditunjukkan dengan

pernyataan partisipan bahwa sebelum

anggota keluarganya menderita kanker

serviks, waktu untuk kumpul keluarga jarang

karena setiap anggota keluarga punya

kesibukan masing-masing. Setelah terdapat

anggota keluarga yang menderita kanker

serviks, waktu kumpul keluarga lebih sering

seperti menonton bersama setelah sholat

maghrib, dan juga makan bersama.

Ketidakpastian dari penyakit kanker dan

kenyataan bahwa orang yang dicintai

mengalami penyakit kanker menyebabkan

keluarga penderita kanker merasa kesulitan

untuk mengatasi hal tersebut. Karena hitu,

beberapa keluarga penderita kanker

memanfaatkan dan menghargai waktu yang

ada untuk bersama dengan penderita kanker

dan tidak berkecil hati terhadap realitas di

masa depan (Stajduhar, Filles, & Barwich,

2008).

Dukungan spiritual

“Saya berdoa semoga ibu cepat

sembuh.”(P1). “...terus berdoa...”(P5).

“...Lebih banyak berdoa kepada Allah,

banyak beribadah.”(P6). “Kuncinya itu satu

mba serahkan semuanya kepada Allah, kita

sudah berusaha semampunya, berdoa,

sabar, jadi sisanya biar Allah yang

menentukan.”(P7). “saya cuman bisa sabar

dan berdoa, pasrahkan semua kepada

Allah.”(P8).

Strategi koping yang digunakan keluarga

ketika menghadapi penderita kanker serviks

adalah dengan mencari dukungan spiritual

dengan cara berdoa kepada Allah agar

pasien cepat diberi kasembuhan.

Dukungan keluarga terhadap penderita

kanker serviks yang mendapat

kemoterapi

Dukungan keluarga terhadap penderita

kanker serviks yang mendapat kemoterapi

berupa memberikan semangat, memberikan

motivasi, memberi nasehat, memberikan

dukungan dengan cara selalu merawat

penderita kanker, selalu menemani pasien

ketika berobat, dan memenuhi keinginan

pasien.

Memberikan semangat

“Saya selalu menyemangatin ibu...”(P1).

“Dikasih semangatnya biasanya dengan

omongan mba, ibu harus lebih bersabar,

dengan kasih sayang juga.”(P3).

“Menyemangatin ibu, kalau ibu lagi males

ke rumah sakit, saya bilang ke ibu kalau

mau sembuh harus berobat.”(P6). “Ya

bilang ke ibu mba biar ibu semangat.”(P7).

Dukungan keluarga terhadap penderita

kanker serviks yang mendapat kemoterapi

dengan cara memberikan semangat kepada

pasien dengan memberi pernyataan agar

pasien lebih bersabar, selain itu partisipan

memberikan kasih sayang agar pasien lebih

semangat.

Memberikan motivasi

“memberi ibu motivasi, saya juga lebih

perhatian sama ibu, ibu pasti cepat sembuh,

terus nanti bisa datang buat nemenin saya

wisuda.”(P1). “Dulu pas awal-awal ibu

sakit, ibu sering bilang wah aku sebentar

lagi mati, sebentar lagi mati, sering banget

bilang gitu, saya tu sering bilang sama ibu

jangan mikir kayak gitu, jangan berpikir

negatif, kalau dari kita berpikir positif kalau

sakitnya pasti sembuh, maka sembuhnya

juga cepat, tapi kalau kita mikir wah aku

mesti gak sembuh mesti sakit terus, itu kan

bikin tubuh ngedrop, orang sehat aja kalau

mikir berat-berat bisa sakit, jadi saya

bilangin gitu.”(P5). “Saya meyakinkan ibu

kalau ibu pasti sembuh...”(P6).

Keluarga memberikan dukungan kepada

penderita kanker serviks dengan cara

memberikan motivasi. Keluarga

memberikan motivasi dengan cara

mengatakan kepada penderita kanker serviks

untuk selalu berpikir positif karena dengan

berpikir positif pasien akan lebih cepat

sembuh dan jika berpikir negatif akan

menimbulkan sakit yang lebih parah,

memotivasi penderita kanker serviks dengan

cara meyakinkan bahwa pasien pasti

sembuh.

Memberikan nasehat

“Saya bilangin ibu untuk bersabar,

berusaha terus biar ibu cepa sembuh. Saya

bilang ke ibu juga banyak-banyak berdoa,

beribadah, serahkan semuanya kepada

Page 18: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

15

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

Allah, kalau di rumah saya bilang ke ibu

jangan kerja yang berat-berat, banyak

istirahat.”(P2). “saya selalu menyuruh ibu

untuk terus rajin berobat, kontrol. Pokoknya

yang penting ibu sembuh.”(P4). “Saya juga

sering bilang jangan sedih, jangan berkecil

hati, kan kalau penyakit tuhan yang beri,

kita gak minta dan gak bisa menolak, saya

bilang sama ibu kita syukuri aja apa yang

dikasih Tuhan, memang harus sakit seperti

ini jadi diambil hikmahnya, mungkin kita

harus lebih deket sama keluarga, bisa lebih

deket lagi sama Tuhan.”(P5). “Saya selalu

menyuruh istri saya agar lebih bersabar

dalam menghadapi penyakitnya.”(P8).

Dari hasil penelitian ditemukan berbagai

macam dukungan keluarga terhadap

penderita kanker serviks selama kemoterapi

di antaranya adalah partisipan memberikan

dukungan dengan cara memberikan nasehat

kepada pasien. Partisipan mengatakan

kepada pasien untuk selalu bersabar dan

berusaha untuk terus rajin berobat agar

pasien diberi kesembuhan, mengatakan

kepada penderita kanker serviks untuk

berdoa, beribadah, dan berserah diri kepada

Allah, partisipan juga menasehati agar

pasien tidak bekerja terlalu berat, banyak

beristirahat, tidak berkecil hati, penyakit itu

tuhan yang memberi sehingga tidak bisa

ditolak dan diambil saja hikmahnya.

Selalu merawat penderita

“Pokoknya ngikutin perintah dokter mba,

saya membantu yang saya bisa buat

perawatan dan pengobatan ibu...terus

kebutuhan ibu saya bantu, kayak makan, ke

kamar mandi saya bantu.”(P2). ““apa yang

dokter bilang ya harus dituruti, jangan

sampai ibu sakitnya tambah parah, saya

juga udah ngasih tenaga dan waktu saya

buat ngerawat ibu.”(P4). “saya juga sudah

semampu saya berusaha merawat ibu,

menemani ibu di rumah sakit, dari

pengobatan pertama sampai pengobatan

terakhir. Semuanya itu buat kesembuhan

ibu. Biar ibu sehat lagi kayak dulu.”(P5).

“...memberikan apa yang istri saya

butuhkan seperti makan, membantu ke

kamar mandi.”(P8).

Dukungan lain yang diberikan keluarga

kepada penderita kanker serviks selama

kemoterapi adalah selalu merawat penderita.

Partisipan mendukung pasien dengan selalu

merawat dan melakukan apa yang

diperintahkan dokter untuk pengobatan dan

terapi pasien. Partisipan juga memberikan

dukungan dengan memenuhi kebutuhan

logistik pasien seperti membantu makan,

membantu ke kamar mandi, dan

memberikan tenaga dan waktu untuk

perawatan pasien, selalu menemani dan

merawat pasien selama pengobatan di rumah

sakit.

Selalu menemani pasien ketika berobat

“...saya temani kontrol, saya temani di

rumah sakit.”(P2). “apa yang bisa saya

berikan, saya kasih ke ibu, walaupun

mungkin bukan dalam bentuk uang, saya

temani ibu, saya rawat ibu ketika di rumah

sakit, saya selalu menyuruh ibu untuk terus

rajin berobat, kontrol. Pokoknya yang

penting ibu sembuh.”(P4). “saya juga sudah

semampu saya berusaha merawat ibu,

menemani ibu di rumah sakit, dari

pengobatan pertama sampai pengobatan

terakhir. Semuanya itu buat kesembuhan

ibu. Biar ibu sehat lagi kayak dulu.”(P5).

“...selalu menemani ibu ketika

dirawat...”(P6). “Saya juga selalu

menemani istri saya saat di rumah

sakit...”(P8).

Dukungan yang diberikan keluarga terhadap

penderita kanker serviks selama kemoterapi

adalah selalu menemani pasien ketika

kontrol dan saat berobat di rumah sakit.

Memenuhi keinginan pasien

“Terus juga apa pengennya ibu saya

usahain biar bisa kesampaian. Jadi bisa

nyenengin ibu lah.”(P3). “apa yang ibu

pengen kalau saya mampu saya

berikan.”(P4).

Memenuhi keinginan pasien merupakan

salah satu bentuk dukungan keluarga

terhadap penderita kanker serviks selama

kemoterapi. Partisipan berusaha memenuhi

keinginan pasien untuk menyenangkan hati

pasien.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti

mengambil kesimpulan bahwa :

1. Respon keluarga terhadap penderita

kanker serviks yang mendapat

kemoterapi adalah keluarga merasa

sedih, khawatir, takut, lelah, jenuh,

pusing, kasihan, dan susah.

2. Keluarga menyikapi perubahan dan

pengobatan penderita kanker serviks

selama kemoterapi dengan sabar,

Page 19: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

16

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

rileks, berusaha untuk melakukan

pengobatan rutin, berdoa kepada

Tuhan, dan ikhlas.

3. Dampak penyakit kanker serviks

dengan kemoterapi terhadap perubahan

peran keluarga adalah penghasilan

keluarga berkurang, urusan rumah

tangga terbengkalai, pengasuhan

keluarga terbengkalai.

4. Koping keluarga dalam menghadapi

penderita kanker serviks selama

kemoterapi adalah dengan mencari

dukungan sosial, mencari hiburan,

mencari informasi, mengontrol

perasaan, melihat segi positif dari

masalah, dan dukungan spiritual.

5. Dukungan keluarga terhadap penderita

kanker serviks yang mendapat

kemoterapi adalah dengan memberikan

semangat, memberikan motivasi,

memberikan nasehat, selalu merawat

penderita kanker, selalu menemani

pasien ketika berobat, dan memenuhi

keinginan pasien.

Saran

Penelitian ini meneliti tentang respon dan

koping keluarga terhadap penderita kanker

serviks yang mendapat kemoterapi.

berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan

peneliti maka peneliti memberikan saran

kepada :

1. Praktisi kesehatan

Berbagai kekhawatiran dan masalah

yang dihadapi penderita kanker serviks

dan keluarganya menjadi hal yang

perlu diantisipasi oleh praktisi

kesehatan terutama perawat. Keluarga

sering merasa dirinya tidak siap dalam

mengahadapi kanker. Praktisi

kesehatan perlu memberikan informasi

dan edukasi terkait dengan hal yang

perlu diantisipasi oleh penderita

kanker dan keluarga. Karena kanker

dapat mempengaruhi kualitas hidup

pasien dan keluarganya maka perlu

adanya pengkajian untuk mengetahu

kebutuhan psikologis, sosial, dan

spiritual klien dan keluarga. Sehingga

keluarga merasa lebih mampu

menghadapi penderita kanker serviks

selama proses terapi kanker.

2. Peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat

meneliti secara lebih terperinci tentang

respon dan koping keluarga dalam

menghadapi penderita kanker serviks

yang mendapat kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson-Hanley, C., Sherman, M. L.,

Riggs, R., Agocha, V. B., &

Compas, B. E. (2003).

Neuropsychological Effects of

Treatments for Adults with cancer:

A Meta-Analysis and Review of the

Literature. Journal of the

International Neuropsychological

Society , 9 (7), 967-982.

Anwar, M., Baziad, A., & Prabowo, R. P.

(2011). Ilmu Kandungan. Jakarta:

PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Baker-Glenn, E. A., Park, B., Granger, L.,

Symonds, P., & Mitchell, A. J.

(2011). Desire for Psychological

Support in Cancer Patients with

Depression or Distress: Validation

of a Simple Help Question .

Psycho-Oncology , 525-531.

Berger, A. M., Parker, K. P., Young-

McCaughan, S., Mailory, G. A.,

Barsevick, A. M., Beck, S. L., et al.

(2005). Sleep/Wake Disturbances

in People With Cancer and Their

Caregivers: State of the Science.

Oncology Nursing Forum , 3 (26),

98-120.

Danim, S. (2002). Menjadi Peneliti

Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Dantes, N. (2012). Metode Penelitian.

Yogyakarta: Andi Offset.

Deshields, T. L., Rihanek, A., Potter, P.,

Zhang, Q., kuhrik, M., Kuhrik, N.,

et al. (2012). Psychosocial Aspects

of Caregiving : Perceptions of

Cancer Patients and Family

Caregivers. Support Care Cancer ,

349-356.

Duci, V., & Tahsini, I. (2012). Perceived

Social Support and Coping Styles

as Moderators for Levels of

Anxiety, Depression, and Quality

of Life in Cancer Caregivers: A

Page 20: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

17

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

Literature Review. European

Scientific Journal , 8 (11), 160-173.

Friedman, M. M. (1998). Keperawatan

Keluarga Teori dan Praktik. (I.

Debora, & Y. Asy, Penerj.) Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Given, B. A., Given, C. W., & Kozachik, S.

(2001). Family Support in

Advanced Cancer. CA Cancer

Journal for Clinicians , 51 (4), 213-

231.

Globocan 2012 (IARC). (2012). Dipetik

Maret 10, 2014, dari International

Agency for Research on Cancer

(IARC):

http://globocan.iarc.fr/pages/fact_sh

eets_cancer.aspx

Gross, R. (2013). Psychology The Science of

Mind and Behaviour (6th Edition

ed.). (H. P. Soetjipto, & S. M.

Soetjipto, Penerj.) Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Grunberg, S. M. (2004). Chemotherapy-

Induce Nausea and Vomiting:

Detection, and Treatment-How are

we doing? The Journal of

Supportive Oncology , 2, 1-12.

Halgin, R. P., & Whitbourne, S. K. (2010).

Psikologi Abnormal (Perspektif

Klinis pada Gangguan Psikologis).

(A. Tusya'ni, L. S. Sembiring, P. G.

Gayatri, & P. Nurdina, Penerj.)

Jakarta: Salemba Medika.

Herdiansyah, H. (2012). Metodologi

Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-

Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba

Humanika.

Hewitt, M., Greenfield, S., & Stovall, E.

(2005). From Cancer Patient to

Cancer Survivor: Lost in

Transition. Institute of Medicine

and National Research Council.

Washington, D.C.: The National

Academies Press.

Hidayat, A. A. (2008). Metode Penelitian

Keperawatan dan Teknik Analisis

Data. Jakarta: Salemba Medika.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

(2012, Oktober 25). Dipetik

Desember 2, 2013, dari Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia:

http://www.depkes.co.id

Lapau, B. (2012). Metode Penelitian

Kesehatan : Metode Ilmiah

Penulisan Skripsi, Tesis, dan

Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia.

Lewis, F. M. (2006). The Effects of Cancer

Survivorship on Families and

Caregivers. The American Journal

of Nursing , 106 (3), 20-25.

Mason, M. (2010). Sample Size and

Saturation in PhD Studies Using

Qualitative Interviews. Forum

Qualitative

Sozialforschung/Forum:

Qualitative Social Research , 11, 1-

12.

Mellon, S., Northouse, L. L., & Weiss, L. K.

(2006). A Population-Based Study

of the Quality of Life of Cancer

Survivors and Their Family

Caregivers. Cancer Nurs , 120-131.

Moeloek, F. A., & Nuranna, L. (2006).

Standar Pelayanan Medik Obstetri

dan Ginekologi. Perkumpulan

Obstetri dan Ginekologi Indonesia

(hal. 130-135). Jakarta: POGI.

Muhlisin, A. (2012). Keperawatan

Keluarga. Yogyakarta: Gosyen

Publishing.

Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasar-

Dasar Keperawatan Jiwa

Pengantar dan Teori. Jakarta:

Salemba Medika.

Norwitz, E. R., & Schorge, J. O. (2008). At a

Glance Obstetri & Ginekologi.

Jakarta: Erlangga.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Otis-Green, S., & Juarez, G. (2012).

Enhancing the Social Well-Being

Page 21: RESPON DAN KOPING KELUARGA TERHADAP PENDERITA …eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdfKoping keluarga dalam menghadapi penderita kanker serviks selama kemoterapi adalah dengan

18

Respon dan Koping Keluarga terhadap Penderita Kanker Serviks yang

mendapat Kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi (Fika Kharisma)

of Family Caregivers. Semin Oncol

Nurs , 28 (4), 246-255.

Parkin, D. Max; Bray, Freddie; Ferlay, J.;

Pisani, Paola. (2005). Global

Cancer Statistics, 2002. CA Cancer

Journal for Clinicians , 55, 91-92.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009).

Fundamental of Nursing, 7th

edition. Singapore: Elsevier Inc.

Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Schumacher, K. L., Stewart, B. J., Archbold,

P. G., Caparro, M., Mutale, F., &

Agrawal, S. (2008). Effects of

Caregiving Demand, Mutuality, and

Preparedness on Family Caregiver

Outcomes During Cancer

Treatment. Oncology Nursing

Forum , 35 (1), 49-56.

Sobur, A. (2009). Psikologi Umum.

Bandung: Pustaka Setia.

Šprah, L., & Šoštarič, M. (2004).

Psychosocial Coping Strategies in

Cancer Patients. Radiology and

Oncology , 38 (1), 35-42.

Stafford, L., & Judd, F. (2011). Long Term

Quality of Life in Australian

Women Previously Diagnosed with

Gynaecologic Cancer. Support

Care Cancer , 2047-2050.

Stajduhar, K., Filles, G., & Barwich, D.

(2008). Family Caregiver Coping

in End-of-Life Cancer Care.

Victoria: Canadian Cancer Society.

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku

Keperawatan Jiwa. (R. P. Kapoh,

& E. K. Yudha, Penerj.) Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Waggoner, S. E. (2003). Cervical Cancer.

The Lancet , 2217-2219.

Ying, C. Z., Ching, S. S., & Loke, A. Y.

(2011). Quality of Life in Cervical

Cancer Survivor: A Review of

Literature and Directions for Future

Research. Oncology Nursing

Forum , 38 (2), 109-115.

*Fika Kharisma: Mahasiswa S1

Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol

Post 1 Kartasura

** Winarsih Nur Ambarwati, S. Kep, Ns.

ETN. M. Kep: Dosen Keperawatan FIK

UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura.

**Rina Ambarwati, S.Kep., Ns: Dosen

Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol

Post 1 Kartasura