36
1 BAB I PENDAHULUAN Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu gangguan tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat. Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik. 1  Tidak semua obat dapat mengakibatkan reaksi alergi ini. Hanya beberapa golongan obat yang 1% hingga 3% dari seluruh pemakainya akan mengalami erupsi obat alergi atau erupsi obat. Obat-obatan tersebut yaitu; obat anti inflamasi non steroid (OAINS), antibiotik; misalnya penisilin dan derivatnya, sulfonamid, dan obat- obatan antikonvulsan. 1,2  Gejala klinis erupsi obat sangat bervariasi dan tidak spesifik untuk obat tertentu. Satu macam erupsi dapat disebabkan berbagai macam obat, dan satu obat dapat menimbulkan berbagai macam erupsi. Gejala klinis erupsi obat dapat berupa gejala ringan sampai berat. Gejala yang berat dihubungkan dengan angka mortalitas yang tinggi. Erupsi kulit merupakan gejala yang paling sering, dapat berupa urtikaria,  pruritus, d ermatitis kontak, purpura, eritema multiforme,  fixed drug eruption (FDE), atau yang reaksi yang lebih berat berupa dermatitis eksofoliatif dan erupsi vesikobulosa seperti pada sindrom Steven Johnson (SJS) atau Toxic Epidermal  Necrolysis (TEN). Oleh karena itu, derajat keparahan erupsi obat dibagi menjadi dua, yaitu kelompok non SJS/TEN dan kelompok SJS/TEN. 1,2,3  Data di Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 100.000 ribu jiwa meninggal setiap tahunnya karena erupsi obat yang serius. Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya erupsi obat adalah umur, jenis kelamin, adanya penyakit yang mendasari, dan dosis obat. 3  Karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas dari erupsi obat, perlu ditegakkan diagnosis yang tepat. Harus dilakukan anamnesis yang baik dari penyebab

Responsi Erupsi Obat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

contoh responsi

Citation preview

Page 1: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 1/36

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan

suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu gangguan

tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat. Erupsi obat alergi

atau allergic drug eruption ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang

terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik.1 

Tidak semua obat dapat mengakibatkan reaksi alergi ini. Hanya beberapa

golongan obat yang 1% hingga 3% dari seluruh pemakainya akan mengalami erupsi

obat alergi atau erupsi obat. Obat-obatan tersebut yaitu; obat anti inflamasi non

steroid (OAINS), antibiotik; misalnya penisilin dan derivatnya, sulfonamid, dan obat-

obatan antikonvulsan.1,2

 

Gejala klinis erupsi obat sangat bervariasi dan tidak spesifik untuk obat

tertentu. Satu macam erupsi dapat disebabkan berbagai macam obat, dan satu obat

dapat menimbulkan berbagai macam erupsi. Gejala klinis erupsi obat dapat berupa

gejala ringan sampai berat. Gejala yang berat dihubungkan dengan angka mortalitas

yang tinggi. Erupsi kulit merupakan gejala yang paling sering, dapat berupa urtikaria, pruritus, dermatitis kontak, purpura, eritema multiforme,  fixed drug eruption (FDE),

atau yang reaksi yang lebih berat berupa dermatitis eksofoliatif dan erupsi

vesikobulosa seperti pada sindrom Steven Johnson (SJS) atau Toxic Epidermal 

 Necrolysis (TEN). Oleh karena itu, derajat keparahan erupsi obat dibagi menjadi dua,

yaitu kelompok non SJS/TEN dan kelompok SJS/TEN.1,2,3

 

Data di Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 100.000 ribu jiwa meninggal

setiap tahunnya karena erupsi obat yang serius. Beberapa faktor yang berhubungan

dengan terjadinya erupsi obat adalah umur, jenis kelamin, adanya penyakit yang

mendasari, dan dosis obat.3 

Karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas dari erupsi obat, perlu

ditegakkan diagnosis yang tepat. Harus dilakukan anamnesis yang baik dari penyebab

Page 2: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 2/36

2

erupsi obat karena manifestasi klinis yang ditimbulkan mirip dengan gangguan kulit

lainnya. Hal ini sangat dibutuhkan untuk memberikan tatalaksana yang tepat bagi

 penderita dengan tujuan memperbaiki prognosis dan menurunkan angka morbiditas

dan mortalitasnya.2,3 

Page 3: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 3/36

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Erupsi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau

metabolitnya yang terjadi selama atau setelah pemberian obat.2 

2.2 Epidemiologi

Belum didapatkan angka kejadian yang pasti terhadap kasus erupsi alergi

obat, tetapi berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, studi epidemiologi, uji

klinis terapeutik obat dan laporan dari dokter, diperkirakan kejadian alergi obat

adalah 2% dari total pemakaian obat-obatan atau sebesar 15-20% dari keseluruhan

efek samping pemakaian obat-obatan. .Angka kejadian erupsi obat di Klinik Alergi

Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM tahun 2009 adalah sebesar 

0,07 % dengan manifestasi terbanyak pada kulit. Insiden erupsi obat pada pasien anak 

yang menjalani rawat inap berkisar antara 0,5 – 4,51 % pada beberapa penelitian dan

 pada pasien anak yang menjalani rawat jalan adalah antara 0,7-2,7%.3 

Hasil survei prospektif sistematik yang dilakukan oleh  Boston Collaborative

 Drug Surveillance Program menunjukkan bahwa reaksi kulit yang timbul terhadap

 pemberian obat adalah sekitar 2,7% dari 48.000 pasien yang dirawat pada bagian

 penyakit dalam dari tahun 1989 sampai 2008. Sekitar 3% seluruh pasien yang dirawat

di rumah sakit ternyata mengalami erupsi kulit setelah mengkonsumsi obat-obatan.3 

2.3 Faktor Risiko

Faktor-faktor yang memperbesar risiko timbulnya erupsi obat adalah:2,3,4

 

a.  Jenis kelamin

Wanita mempunyai risiko untuk mengalami gangguan ini jauh lebih tinggi

 jika dibandingkan dengan pria. Walaupun demikian, belum ada satupun ahli yang

mampu menjelaskan mekanisme ini.

Page 4: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 4/36

4

 b.  Sistem imunitas

Erupsi alergi obat lebih mudah terjadi pada seseorang yang mengalami

 penurunan sistem imun. Pada penderita AIDS misalnya, penggunaan obat

sulfametoksazol justru meningkatkan risiko timbulnya erupsi eksantematosa 10

sampai 50 kali dibandingkan dengan populasi normal.

c.  Usia

Alergi obat dapat terjadi pada semua golongan umur terutama pada anak-

anak dan orang dewasa. Pada anak-anak mungkin disebabkan karena

 perkembangan sistem immunologi yang belum sempurna. Sebaliknya, pada orang

dewasa disebabkan karena lebih seringnya orang dewasa berkontak dengan bahan

antigenik. Umur yang lebih tua akan memperlambat munculnya onset erupsi obat

tetapi menimbulkan mortalitas yang lebih tinggi bila terkena reaksi yang berat.

d.  Dosis

Pemberian obat yang intermiten dengan dosis tinggi akan memudahkan

timbulnya sensitisasi. Tetapi jika sudah melalui fase induksi, dosis yang sangat

kecil sekalipun sudah dapat menimbulkan reaksi alergi. Semakin sering obat

digunakan, semakin besar pula kemungkinan timbulnya reaksi alergi pada

 penderita yang peka.

e.  Infeksi dan keganasan

Mortalitas tinggi lainnya juga ditemukan pada penderita erupsi obat berat

yang disertai dengan keganasan.

f.  Atopik 

Faktor risiko yang bersifat atopi ini masih dalam perdebatan.

g.  Reaksi Obat Sebelumnya

Hipersensitivitas terhadap obat tidak sama dalam jangka waktu yang tidak 

terbatas. Pasien dengan riwayat hipersensitivitas mempunya tendensi lebih tinggi

untuk terjadinya sensitivitas terhadap obat baru.

Page 5: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 5/36

5

2.4 Etiologi

Untuk dapat mengetahui obat yang menyebabkan erupsi perlu dilakukan

anamnesis yang cermat. Namun, hal ini sulit dilakukan karena satu obat dapat

menimbulkan berbagai macam erupsi, dan sebaliknya, satu erupsi dapat disebabkan

oleh berbagai macam obat. Selain itu, erupsi obat obat pada anak-anak memiliki

manifestasi klinis yang mirip seperti gangguan kulit yang disebabkan oleh virus atau

 bakteri.3 

Suatu obat dikatakan definitif sebagai agen kausatif erupsi obat apabila

memenuhi beberapa kriteria, yakni : terdapat urutan temporal yang wajar 

ditemukannya kadar obat di dalam cairam tubuh, diikuti suatu respon terhadap obat

tersebut, terjadi perbaikan setelah penghentian obat, dan reaksi muncul kembali

setelah pajanan ulang.4 

Tabel 1. Pola Reaksi Klinis dan Obat Tersangka3 

Tabel 1.

Eksantema 

Ampisilin, Penisilin

Phenilbutazone

Sulfonamid

Phenitoin

Karbamazepin

Gold

Allopurinol

Erupsi Linchenoid :

Anti malaria

 Beta blockers

Chlorpropamide

Methyl dopa

Penisilamin

Phenilbutazone

Streptomisin.

Eritema multiforme and Steven 

Johnson Syndrome: 

Trimetoprim

Penisilin

Griseofulvin

Page 6: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 6/36

6

Tetrasiklin

 NSAID

Anticonvulsant

Tokxicepidermal necrolysis 

Allopurinol

Aspirin

Penicillin

Phenytoin

Sulfasalazine

Acneform eruptions :

Corticosteroids

Anabolic steroids

Androgens (in female)

Oral contraceptives

Iodides and bromides

Lithium

Isoniazid

2.5 Patofisiologi

Erupsi obat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme imunologis dan

mekanisme non imunologis. Umumnya erupsi obat timbul karena reaksi

hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Obat dan metabolit obat

 berfungsi sebagai hapten, yang menginduksi antibodi humoral. Reaksi ini juga dapat

terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena toksisitas obat,

over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme.5

Tabel 2. Reaksi imunologis dan non imunologis6

Tipe Contoh

Imunologis

Reaksi tipe I ( IgE-mediated )

Reaksi tipe II (sitotoksik)

Reaksi tipe III (kompleks imun)

Reaksi tipe IV (delayed , cell-mediated )

Anafilaksis akibat antibiotik ß-laktam

Anemia hemolitik akibat penisilin

Serum sickness akibat globulin anti-

timosit

Dermatitis kontak akibat antihistamin

topikal

Page 7: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 7/36

7

Aktivasi sel T spesifik 

 Fas/fas ligand-induced apoptosis 

Lain-lain

 Morbiliform rash akibat sulfonamid

Steven-Johnson syndrome

Toxic epidermal necrolysis

 Drug-induced lupus like syndrome

Sindrom hipersensitivitas antikonvulsan

Non imunologis

Dapat diprediksi 

Efek samping farmakologis

Efek samping farmakologis sekunder 

Toksisitas obat

Interaksi obat

Overdosis obat

Tidak dapat diprediksi

Pseudo alergi

Idiosinkrasi

Intoleran

Mulut kering karena antihistamin

Thrush akibat antibiotik 

Hepatotoksik akibat metotreksat

Kejang akibat teofilin ketikamengkonsumsi eritromisin

Kejang akibat overdosis lidokain

Reaksi anafilaksis akibat radiokontras

Anemia hemolitik pada pasien dengan

defisiensi G6PD setelah terapi primakuin

Tinitus setelah pemberian aspirin dosis

rendah

a. Mekanisme Imunologis

Tipe I (Reaksi anafilaksis)

Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang

mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari

obat tidak menimbulkan reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang

sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang

 pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, heparin

dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam-macam efek,

misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah timbulnya

syok.2,7

Page 8: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 8/36

8

Tipe II (Reaksi Autotoksik)

Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan antigen yang melekat pada sel.

Aktivasi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan

lisis.2,7

Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)

Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen

antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam

 jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem komplemen

merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai akibatnya, akan

terjadi kerusakan jaringan.2,7

 

Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)

Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan

reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12-48

 jam setelah pajanan terhadap antigen.2,7

b. Mekanisme Non Imunologis

Reaksi " Pseudo-allergic" menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibody-

dependent . Salah satu obat yang dapat menimbulkannya adalah aspirin dan kontras

media. Teori yang ada menyatakan bahwa ada satu atau lebih mekanisme yang

terlibat; pelepasan mediator sel mast dengan cara langsung, aktivasi langsung dari

sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada metabolisme enzim asam

arachidonat sel.8

Efek kedua, diakibatkan proses farmakologis obat terhadap tubuh yang dapat

menimbulkan gangguan seperti alopesia yang timbul karena penggunaan kemoterapi

anti kanker. Penggunaan obat-obatan tertentu secara progresif ditimbun di bawah

kulit, dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan lain seperti

hiperpigmentasi generalisata diffuse.8

Page 9: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 9/36

9

c. Unknown Mechanisms  

Selain dua mekanisme diatas, masih terdapat mekanisme lain yang belum

dapat dijelaskan.8

2.6 Perjalanan Penyakit

Penggolongan alergi obat dapat didasarkan pada selang waktu timbulnya

gejala-gejala alergi sesudah pemberian obat sebagai berikut:

Tabel 3. Pengelompokan erupsi yang timbul berdasarkan waktu1

Segera Cepat Lambat Sangat lambat

UrtikariaHipotensi

Asma

Edema laring

UrtikariaErupsi morbiliformis

Edema laring

UrtikariaEksantema

Serum sickness

 Drug fever 

Anemia hemolitik Trombositopenia

Granulositopenia

Sindroma Steven-Johnson

Gagal ginjal akut

Sindroma lupus

Cholestatic jaundice

Reaksi alergik yang segera (immediate), terjadi dalam beberapa menit dan

ditandai dengan urtikaria, hipotensi dan syok. Bila reaksi itu membahayakan jiwa

maka disebut syok anafilaksis. Reaksi yang cepat (accelerated ) timbul dari 1 sampai

72 jam sesudah pernberian obat dan kebanyakan bermanifestasi sebagai urtikaria.

Kadang-kadang berupa rash morbilliform atau edema laring. Reaksi yang lambat

(late) timbul lebih dari 3 hari. Diperkirakan reaksi jenis cepat dan lambat ini

ditimbulkan oleh antibodi IgG, tetapi beberapa reaksi hemolitik dan eksantema

dihubungkan dengan antibodi IgM.6

2.7 Manifestasi Klinis

Perlu diketahui bahwa erupsi alergi obat yang timbul akan mempunyai

kemiripan dengan gangguan kulit lain pada umumnya, gangguan itu diantaranya;

Page 10: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 10/36

10

a. Urtikaria

Kelainan kulit terdiri atas urtika yang tampak eritem disertai edema akibat

tertimbunnya serum dan disertai rasa gatal. Bila dermis bagian dalam dan jaringan

subkutan mengalami edema, maka timbul reaksi yang disebut angioedema.

Angioedema ini biasanya unilateral dan nonpruritus, dapat hilang dalam jangka waktu

1-2 jam. Tetapi kadang dapat bertahan selama dua sampai lima hari. Pelepasan

mediator inflamasi dari suatu aktifasi yang bersifat non imunologis juga dapat

menimbulkan reaksi urtikaria. Urtikaria dan angioedema sangat berhubungan dengan

Ig-E sebagai suatu respon cepat terhadap penisilin maupun antibiotik lainnya. Obat

lain misalnya angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dalam jangka waktu

satu jam juga dapat menimbulkan urtikaria.2,3

Gambar 1. Urtikaria yang disebabkan oleh penggunaan penisilin5

Page 11: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 11/36

11

b. Eritema

Kemerahan pada kulit akibat melebarnya pembuluh darah. Warna merah akan

hilang pada penekanan. Ukuran eritema dapat bermacam-macam. Jika besarnya

lentikuler maka disebut eritema morbiliformis, dan bila besarnya numular disebut

eritema skarlatiniformis.2

c. Dermatitis medikamentosa

Gambaran klinisnya memberikan gambaran serupa dermatitis akut, yaitu

efloresensi yang polimorfik, membasah, berbatas tegas. Kelainan kulit menyeluruh

dan simetris.2

d. Purpura

Purpura ialah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan pada kulit yang

tidak hilang bila ditekan. Purpura dapat timbul bersama-sama dengan eritem dan

 biasanya disebabkan oleh permeabilitas kapiler yang meningkat.2

e. Erupsi eksantematosa

Lebih dari 90% erupsi obat yang ditemukan berbentuk erupsi eksantematosa.

Erupsi yang muncul dapat berbentuk morbiliformis atau makulopapuler. Pada

mulanya akan terjadi perubahan yang bersifat eksantematosa pada kulit tanpa

didahului blister ataupun pustulasi. Erupsi bermula pada daerah leher dan menyebar 

ke bagian perifer tubuh secara simetris dan hampir selalu disertai pruritus. Erupsi

 baru muncul sekitar satu minggu setelah pemakaian obat dan dapat sembuh sendiri

dalam jangka waktu 7 sampai 14 hari. Pemulihan ini ditandai dengan perubahan

warna kullit dari merah terang ke warna coklat kemerahan, yang disertai dengan

adanya deskuamasi kulit.2,3

Erupsi eksantematosa dapat disebabkan oleh banyak obat termasuk penisilin,

sulfonamid, dan obat antiepiletikum. Dari hasil data laboratorium diketahui bahwa T

sel juga ikut terlibat dalam reaksi ini karena sel T dapat menangkap jenis obat tanpa

Page 12: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 12/36

12

 perlu memodifikasi protein dari hapten.3

Jika kelainan ini timbul berkali-kali

ditempat yang sama maka disebut eksantema fikstum.2 

Tabel 3. Beberapa obat yang menimbulkan erupsi eksantematosa7

Alopurinol

Antimikrobial: sefalosporin, penisilin, klorampenikol, eritromisin, gentamisin,

amfoterisin, obat anti tuberkulosis, asam nalidiksik, nitrofurantoin, sulfonamid

Barbiturat

Kaptopril

Karbamasepin

FurosemidGold salts 

Lithium

Fenotiasin

Fenilbutason

Fenitoin

Tiasid

Tempat predileksi disekitar mulut, terutama di daerah bibir dan daerah penis

 pada laki-laki, sehingga sering disangka penyakit kelamin. Apabila adanya residif di

tempat yang sama maka disebut dengan eksantema fikstum.2

Gambar 2. Sejumlah papul berwarna pink pada daerah dada disebabkan oleh

 penggunaan obat golongan sefalosporin.5

Page 13: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 13/36

13

f. Eritema nodosum

Kelainan kulit berupa eritema dan nodus-nodus yang nyeri disertai gejala

umum berupa demam, dan malaise. Tempat perdileksi ialah di regio ekstensor 

tungkai bawah.2

g. Eritroderma

Eritroderma pada penderita alergi obat berbeda dengan eritroderma pada

umumnya yang biasanya disertai eritem dan skuama. Pada penderita alergi obat

terlihat adanya eritema tanpa skuama, skuama justru baru akan timbul pada stadium

 penyembuhan.2

Page 14: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 14/36

14

h. Erupsi pustuler

Ada dua jenis erupsi, pertama erupsi akneiformis dan kedua Pustulosis

Eksantematosa Generalisata Akut (PEGA). Erupsi Akneiformis dihubungkan dengan

 penggunaan obat seperti iodida, bromida, ACTH, glukokortikoid, isoniazid,

androgen, litium dan actinomisin. Erupsi timbul pada daerah-daerah yang atipikal

seperti lengan dan kaki berbentuk monomorf berbentuk akne tanpa disertai komedo.3

Penyakit Pustulosis Eksantema Generalisata Akut (PEGA) memberikan

gambaran pustul miliar non folikular yang eritematosa disertai purpura dan lesi

menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul bila seseorang mengalami demam tinggi

(>380C). Pustul tersebut cepat menghilang dalam jangka waktu kurang dari 7 hari

kemudian diikuti oleh deskuamasi kulit. Pada pemeriksaan histopatologis didapat

 pustul intraepidermal atau subkorneal yang dapat disertai edema dermis, vaskulitis,

infiltrat polimorfonuklear perivaskuler dengan eosinofil atau nekrosis fokal sel-sel

keratinosit. Walaupun demikian, penyakit ini sangat jarang terjadi.2

i. Erupsi bulosa

Erupsi bulosa ini ditemukan pada  pemphigus foliaceus,  fixed drug eruption 

(FDE), erythema multiforme major (EM-major), SSJ dan TEN

  Pemphigus.

Obat yang dapat menyebabkannya adalah golongan penisilin dan

golongan thiol.  Drug-induced bullous pemphigoid  dapat terlihat dalam

 beberapa bentuk. Dimulai dari urtikaria hingga terbentuk bulla yang luas

dengan melibatkan kavitas mukosa mulut, dapat juga berupa beberapa bulla

dalam ukuran sedang atau berupa plak dan nodul yang disertai skar dan bulla.

Gangguan ini dapat muncul kembali pada 35-50 persen kasus sebagai

 pemphigus foliaceus.3,7

  Fixed Drug Eruption (FDE).

Lesi baru akan timbul satu minggu sampai dua minggu setelah paparan

 pertama kali dan akan diikuti timbul lesi berikutnya dalam jangka waktu 24

Page 15: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 15/36

15

 jam. FDE ini akan terlihat sebagai makula yang soliter, eritematosa dan

 berwarna merah terang dan dapat berakhir menjadi suatu plak edematosa. Lesi

 biasanya akan muncul di daerah bibir, wajah, tangan, kaki dan genitalia.

Apabila penderita memakan obat yang sama, maka FDE akan muncul kembali

ditempat yang sama. Histologisnya, FDE serupa dengan erythema multiformis

yang ditandai dengan adanya limfosit di dermal-epidermal  junction dan

 perubahan degeneratif dari epitel yang disertai diskeratosis. FDE kronis

memberikan gambaran acanthosis, hiperkeratosis, dan hipergranulosis dan

dapat ditemukan eosinofil dan neutrofil. Terdapat peningkatan jumlah sel T

helper dan sel T supresor pada tempat lesi.2,3,7

Gambar 3. Makula erimatosa yang berbatas tegas di daerah lengan pada

 penderita FDE5

  Eritema multiformis merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada kulit

dan/atau selaput lendir dengan tanda khas berupa lesi iris (target lesion).

Gambar 4. Eritema Multiformis5

Page 16: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 16/36

16

  Sindrom Stevens-Johnson (ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom

mukokutaneaokular, eritema multiformis tipe Hebra, eritema multiforme

mayor, eritema bulosa maligna) adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema,

vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir 

orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai

 buruk.3,7

 

   Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) adalah penyakit kulit akut dan berat

dengan gejala khas berupa epidermolisis yang menyeluruh, disertai kelainan

 pada selaput lendir di orifisium genitalia eksterna dan mata. Kelainan padakulit dimulai dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel

dan disertai purpura di wajah, ekstremitas, dan badan. Kelainan pada kulit

dapat disertai kelainan pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi dan

ekskoriasi. Lesi kulit dimulai dengan makula dan papul eritematosa kecil

(morbiliformis) disertai bula lunak (flaccid) yang dengan cepat meluas dan

 bergabung. Pada NET yang penting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu

epidermis terlepas dari dasarnya dengan gambaran klinisnya menyerupai luka

 bakar.2,3

 

Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolsky positif pada kulit

yang eritematosa, yaitu jika kulit ditekan dan digeser maka kulit akan

terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada tempat yang sering terkena

Page 17: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 17/36

17

tekanan, yakni punggung, aksila, dan bokong. Pada sebagian pasien kelainan

kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura tanpa disertai erosi, vesikel, dan

 bula. Pada NET, kuku dapat terlepas dan dapat terjadi bronkopneumonia.

Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan di traktus gastrointestinal. Umumnya

 NET terjadi pada orang dewasa. NET merupakan penyakit berat dan sering

menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau

sepsis.7

2.8 Diagnosis

Diagnosis erupsi obat sering sulit dibuktikan walaupun dugaan sudah kuat.

Dasar diagnosis yang terpenting adalah anamnesis rinci tentang berbagai hal penting.

Gejala klinis umumnya tidak khas, kecuali beberapa bentuk erupsi kulit seperti

 pruritus generalisata, urtikaria, erupsi fikstum, atau reaksi anafilaksis yang memenuhi

kriteria anamnesis.

Dasar diagnosis erupsi obat alergi adalah:2

 

1. Anamnesis yang teliti mengenai:

a. Obat-obatan yang dipakai

 b. Kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah

masuknya obat

c. Rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris.

2. Kelainan kulit yang ditemukan:

a. Distribusi : menyeluruh dan simetris

 b. Bentuk kelainan yang timbul

3. Pemeriksaan penunjang

a. In vivo : uji kulit dan uji provokasi

 b. In vitro

Penegakkan diagnosis harus dimulai dari pendeskripsian yang akurat dari

 jenis lesi dan distribusinya serta tanda ataupun gejala lain yang menyertainya. Data

mengenai semua jenis obat yang pernah dimakan pasien, dosisnya, data kronologis

mengenai cara pemberian obat serta jangka waktu antara pemakaian obat dengan

Page 18: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 18/36

18

onset timbulnya erupsi harus ikut dikumpulkan. Tetapi ada kalanya hal ini sulit untuk 

dievaluasi, terutama pada penderita yang mengkonsumsi obat yang mempunyai

waktu paruh yang lama atau mengalami erupsi reaksi obat yang bersifat persisten.1

 

Tabel 4. Rangkuman penilaian yang harus dilakukan

Karakteristik 

klinis

Tipe lesi primer 

Distribusi dan jumlah lesi

Keterlibatan membran mukosa

Tanda dan gejala yang timbul: demam, pruritus, perbesaran limfonodus

Faktor 

kronologis

Catat semua obat yang dipakai pasien dan waktu pertama pemakaiannya

Waktu ketika timbulnya erupsi

Interval waktu saat pemberian obat dengan munculnya erupsi kulit

Respon terhadap penghentian agen yang dicurigai menjadi penyebab

Respon saat dilakukan pemaparan kembali

Literatur Data yang dikumpulkan oleh perusahaan obat

Daftar pemakaian obat dengan peringatan

Bibliografi obat

Sumber: Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. VolumeOne. 2nd edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003. p:

333-352

2.9 Uji Laboratorium 

a. Uji in vivo

Uji kulit yang tepat dilakukan memakai bahan yang bersifat imunogenik yaitu

determinan antigen dari obat atau metabolitnya. Bahan uji kulit harus bersifat non

iritatif untuk menghindari positif palsu. Uji ini manfaatnya sangat terbatas karena baru

sedikit sekali determinan antigen obat yang sudah diketahui dan tersedia untuk uji

kulit. Dengan uji kulit hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap makro molekul:

Page 19: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 19/36

19

insulin, antisera, ekstrak organ, sedang untuk mikromolekul sejauh ini hanya dapat

diidentifikasi alergi terhadap penisilin saja.

Uji provokasi dapat memastikan diagnosis alergi obat, tetapi merupakan

 prosedur diagnostik terbatas karena mengandung resiko yang berbahaya yaitu

terjadinya anafilaksis sehingga hanya dianjurkan dilakukan ditempat yang memiliki

fasilitas dan tenaga yang memadai. Karena itu maka uji provokasi merupakan indikasi

kontra untuk alergi obat yang berat misalnya anafilaksis, sindroma Steven Johnson,

dermatitis eksfoliatif, kelainan hematology, eritema vesiko bulosa. Uji provokasi

dilakukan setelah eliminasi yang lamanya tergantung dari masa paruh setiap obat.

 b. Uji in vitro

Uji in vitro untuk alergi obat lebih lazim digunakan dalam penelitian.

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain IgG dan IgM spesifik, uji aglutinasi dan lisis

sel darah merah, RAST, uji pelepasan histamin,uji sensitisasi jaringan (basofil/lerkosit

serta esai sitokin dan reseptor sel), sedangkan pemeriksaan rutin seperti IgE total dan

spesifik, uji Coomb’s, uji komplemen dan lain-lain bukanlah untuk konfirmasi alergi

obat.

Kesulitan yang terbesar dalam membuat diagnosis adalah untuk mengetahui

apakah benar ada hubungan antara manifestasi klinis dengan pemberian obat dan

apakah gejala klinis tersebut bukan merupakan bagian dari perjalanan penyakitnya

sendiri yang sedang diobati.

2.10 Penatalaksanaan

Dasar utama penatalaksanaan alergi obat adalah penghentian obat yang

dicurigai kemudian mengatasi gejala klinis yang timbul. Seperti pada penyakit

immunologis lainnya, pengobatan erupsi obat adalah dengan menetralkan atau

mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh.

Epinephrine adalah terapi pilihan pada reaksi anafilaksis. Untuk alergi obat

 jenis lainnya, dapat digunakan pengobatan simptomatik dengan antihistamin dan

Page 20: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 20/36

20

kortikosteroid. Penghentian obat yang dicurigai menjadi penyebab harus dihentikan

secepat mungkin. Tetapi, pada beberapa kasus adakalanya pemeriksa dihadapkan dua

 pilihan antara risiko erupsi obat dengan manfaat dari obat tersebut.1,6

a. Penatalaksanaan Umum

• Melindungi kulit. Pemberian obat yang diduga menjadi penyebab erupsi

kulit harus dihentikan segera.1,4

• Menjaga kondisi pasien dengan selalu melakukan pengawasan untuk 

mendeteksi kemungkinan timbulnya erupsi yang lebih parah atau relaps

setelah berada pada fase pemulihan.1,4

• Menjaga kondisi fisik pasien termasuk asupan nutrisi dan cairan tubuhnya.

Berikan cairan via infus bila perlu. Pengaturan keseimbangan

cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat

menelan akibat lesi di mulut dan tenggorok serta kesadaran dapat

menurun. Untuk itu dapat diberikan infus, misalnya berupa glukosa 5%

dan larutan Darrow.1,9

• Transfusi darah bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari;

khususnya pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan

 purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000

mg intravena sehari dan hemostatik . 9

b. Penatalaksanaan Khusus

Manifestasi klinis ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus.

Untuk pruritus, urtikaria atau edema angionerotik dapat diberikan antihistamin

misalnya, diphenhidramin, loratadin atau cetirizine dan kalau kelainan cukup luas

diberikan pula adrenalin subkutan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3

mg/dosis.

  Diphenhidramin diberikan dengan dosis 0,5 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam. CTM

diberikan dengan dosis 0,09 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.

Page 21: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 21/36

21

  Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis, 1

kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari.

  Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1

kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

  Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun : 30

mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari,

4kali/hari.

Bila gejala klinis sangat berat misalnya dermatitois eksfoliatif, ekrosis

epidermal toksik, sindroma Steven Johnson, vaskulitis, kelainan paru, kelainan

hematologi harus diberikan kortikosteroid serta pengobatan suportif dengan menjaga

kebutuhan cairan dan elektrolit, tranfusi, antibiotik profilaksis dan perawatan kulitsebagaimana pada luka bakar untuk kelainan-kelainan dermatitis eksfoliatif, nekrosis

epidermal toksik dan Sindroma Steven Johnson.

  Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal

 pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai

0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari.

  Steroid parenteral yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison

dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul

rumatan prednison oral.

Perawatan lokal segera dilakukan untuk mencegah perlekatan, parut atau

kontraktur. Reaksi anafilaksis harus mendapat penatalaksanaan adekwat secepatnya.

Kortikosteroid topikal diberikan untuk erupsi kulit dengan dasar reaksi tipe IV dengan

memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Pemilihan sediaan dan macam

obat tergantung luasnya lesi dan tempat.

Prinsip umum penatalaksanaan erupsi obat adalah dimulai dengan

kortikosteroid potensi rendah. Krim mempunyai kelebihan lebih mudah dioles, baik 

untuk lesi basah tetapi kurang melindungi kehilangan kelembaban kulit. Salep lebih

melindungi kehilangan kelembaban kulit, tetapi sering menyebabkan gatal dan

folikulitis. Sediaan semprotan digunakan pada daerah kepala dan daerah berambut

lain. Pada umumnya steroid topikal diberikan setelah mandi, tidak diberikan lebih

Page 22: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 22/36

22

dari 2 kali sehari. Tidak boleh memakai potensi medium sampai tinggi untuk daerah

kulit yang tipis misalnya muka, leher, ketiak dan selangkangan.

2.11 Prognosis

Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat

 penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa

 bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Steven

Johnson, prognosis sangat tergantung pada luas kulit yang terkena. Prognosis buruk 

 bila kelainan meliputi 50-70% permukaan kulit.2,4,9

Dengan penatalaksanaan yang baik, prognosis alergi obat adalah baik bahkan

untuk alergi obat yang berat sekalipun. Dapat terjadi perlekatan kulit, kontraktur,

simblefaron, kebutaan bila tindakan tidak tepat dan terlambat dilakukan. Angka

kematian dilaporkan 1 dari 10.000 kejadian, pada sindroma Steven Johnson kematian

sebesar 5-15%.

Page 23: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 23/36

23

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

 Nama : MSU

Tanggal Lahir : 7 November 2007

Umur : 5 tahun 5 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Alamat : Br. Satra, Desa Satra, Kec. Kintamani, Kab. Bangli

MRS : 12 April 2013

Tanggal pemeriksaan : 16 April 2013

3.2. Anamnesis (Heteroanamnesis)

3.2.1. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama : Luka pada bibir 

Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke RSUD Singaraja dengan

keluhan luka pada bibir pada tanggal 12 April 2013 pukul 18.00 WITA.

Keluhan muncul pada tanggal 11 April 2013. Luka seperti luka bakar,

mengelupas, dengan kulit yang berwarna merah, terasa perih, sakit dan tidak 

gatal. Orang tua pasien mengatakan luka pada bibir tersebut terjadi mendadak.

Luka pada bibir menyebabkan pasien tidak bisa makan. Pasien juga mengalami

 bintik-bintik kemerahan di kaki yang kemudian menyebar ke tubuh dah wajah

sejak tanggal 8 April 2013.

Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah nyeri perut dan kembung.

Keluhan dirasakan sejak hari Senin tanggal 8 April 2013. Nyeri perut dirasakan

terus-menerus. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Page 24: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 24/36

24

3.2.2. Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien sempat mengalami demam pada tanggal 11 April 2013. Demam

menurun setelah diberikan obat penurun panas. Suhunya tidak diukur.

Pasien mengeluh kuning pada seluruh tubuh sejak 2 minggu sebelum

MRS. Awalnya pasien berobat ke Puskesmas di daerah Bangli tapi tidak 

mendapatkan pengobatan. Lalu pasien dibawa ke RSUD Singaraja. Diberi obat

3 macam. Ibu pasien hanya dapat menyebutkan 2 macam obat, yaitu kurvit dan

 biostrum. Obat-obatan tersebut diminum hingga saat sebelum MRS. Keluhan

kuning dikatakan sudah berkurang dari sebelumnya.

Orang tua beranggapan bahwa pasien alergi terhadap ikan laut dan

santan karena pada hari Selasa, tanggal 9 April 2013, setelah mengkonsumsi

ikan dan santan, pasien mengalami gatal dan merah-merah dimulai dari kaki

lalu menyebar ke badan dan yang paling parah adalah di mulut.

3.2.3 Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Keluarga mengatakan tidak ada riwayat alergi pada orang tua dan

saudara. Riwayat penyakit sistemik sepeti diabetes mellitus, hipertensi,

 penyakit jantung, atau ginjal disangkal.

3.2.4. Riwayat Pengobatan

Pasien dibawa ke dokter dengan keluhan demam pada tanggal 11 April

2013 dan diberi obat penurun panas dan puyer. Keluhan dikatakan membaik.  

Pasien sempat dibawa ke Puskesmas pada dengan keluhan kuning tapi

di sana tidak diberikan obat. Lalu pasien dibawa ke RSUD Singaraja dan diberi

3 macam obat. Keluhan kuning dikatakan sudah berkurang. 

Untuk keluhan luka di bibir pasien belum pernah mecari pengobatan.

Pasien langsung dibawa ke RSUD Singaraja. 

3.2.5. Riwayat Persalinan

Pasien lahir normal pervaginam dibantu oleh bidan dengan berat badan

lahir 3.000 gram. Panjang badan lahir lupa. Pasien segera menangis setelah

dilahirkan.

Page 25: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 25/36

25

3.2.6. Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan umur (BCG 1 kali, Polio 4

kali, Hepatitis B 4 kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali).

3.2.7. Riwayat Nutrisi 

Pasien mengkonsumsi ASI ekskusif sampai 14 bulan dengan frekuensi

 pemberian sesuai kebutuhan yaitu sekitar 6-8 kali per hari. Pasien tidak ada

mengkonsusi susu formula. Pasien mengkonsumsi bubur susu sejak usia 6

 bulan dengan frekuensi 3 kali sehari. Dan mulai mengkonsumsi makanan

dewasa sejak umur 1 tahun.

3.2.8. Riwayat Tumbuh Kembang

1.  Personal Sosial

-  Menyikat gigi tanpa bantuan : 4 tahun

-  Berpakaian tanpa bantuan : 4 tahun

-  Mengingat nama teman : 3 tahun

-  Mencuci dan mengeringkan tangan : 2 tahun

-  Menggunakan sendok atau garpu : 18 bulan

2.  Motorik Halus/Adaptif 

-  Menggambar 6 bagian tubuh manusia : 5 tahun

-  Menggambar 3 bagian tubuh manusia : 4 tahun

3.  Bahasa

-  Mengartikan 7 kata : 5 tahun

-  Menyebutkan 2 lawan kata : 5 tahun

-  Menyebutkan 4 warna : 4 tahun

-  Berbicara lancar : 3 tahun

4.  Motorik Kasar 

-  Berdiri 1 kaki 6 detik : 5 tahun

-  Lompat : 3.5 tahun

-  Melempar bola : 3 tahun

Menendang bola : 18 bulan

3.2.9. Riwayat Alergi

Page 26: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 26/36

26

Riwayat alergi pada pasien disangkal

3.2.10. Riwayat Sosial

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Kakak pasien dalam

keadaan sehat. Ayah dan Ibu bekerja sebagai petani. Penghasilan mereka

dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pasien tinggal

 bersama keluarganya di sebuah rumah. Lingkungan rumah dikatakan bersih dan

 jauh dari tetangga. Pasien suka bermain di kebun dan kadang-kadang tidak 

memakai sandal.

3.2.11. Riwayat Operasi

Riwayat operasi pasien disangkal.

3.2.12. Riwayat Transfusi Riwayat transfusi pasien disangkal.

3.2.13. Penilaian Nyeri

Pasien tidak mengeluh nyeri.

3.3. Pemeriksaan Fisik 

3.3.1. Status Present (16 April 2013)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis (E4M5V5)

Tinggi Badan : 108 cm

Berat Badan : 20 kg

BBI : 19,1 kg

GCS : 14/14

 Nadi : 80 x/ menit

Respirasi : 24 x/ menit

Temp Aksila : 36,8 C

Page 27: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 27/36

27

3.3.2. Status General (16 April 2013)

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva pucat (-), Ikterus (+), Refleks pupil (+/+)

isokor 

THT

Telinga : Serumen (-)

Hidung : Napas Cuping Hidung (-)

Tenggorokan : Hiperemi Faring (-)

Bibir : Krusta Hitam Tebal

Leher : Kaku Kuduk (-), Pembesaran Kelenjar (-)

Thorax : Simetris (+), Retraksi (-)

Jantung : S1S2 Normal, Reguler, Murmur (-)

Pulmo : Suara Napas Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-),

Wheezing (-/-)

Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) Normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat (+), Sianosis (-), Edema (-)

Capillary Refill Time < 2 Detik 

Kulit : terdapat krusta kecil tipis berwarna kecoklatan pada

ekstremitas atas, ekstremitas bawah, punggung, dan

 badan.

3.3.3. Status Antropometri (WHO anthro)

Berat Badan : 20 Kg

Tinggi Badan : 108 cm

Lingkar Kepala : 51 cm

Lingkar Lengan Atas : 18 cm

Berat Badan Ideal : 19.1 Kg

BMI : 17.1

Status Gizi (WHO AnthroPlus) :

Page 28: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 28/36

28

-  Berat berdasarkan umur : Z 0.34

-  Tinggi berdasarkan umur : Z -0.79

-  BMI berdasarkan umur : Z 1.12

-  Interpretasi : Gizi Baik 

3.4. Pemeriksaan Penunjang

1.  Tanggal 12 April 2013

Darah Lengkap

Komponen Hasil Unit Nilai Normal

WBC 7,9 K/UL 4- 10

 Neu 50,8 18,30-47,10Lym X10~3/µL 30,00-64,30

Mon X10~3/µL 0,00-7,10

Eos X10~3/µL 0,00-5,00

Bas X10~3/µL 0,00-0,70

RBC 4,06 M/UL 4,0-5,0

HGB 11,4 g/dL 12,0-15,0

Hct 32,7 % 37-43

MCV 80,7 fL 100

MCH 28,0 Pg 26-34

MCHC 34,7 % 32-36

RDW-CV 15,2 % 11,5-14,5

PLT 361 K/UL 150-450

MPV 5,5 fL

2.  Tanggal 15 April 2013 jam 12.50

Pemeriksaan Imunologi

Pemeriksaan Hasil

HbsAg Negatif 

Page 29: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 29/36

29

Pemeriksaan Bilirubin

Nama

MetodeHasil Unit Evaluasi Min Max

Total

Bilirubin8,99 mg/dl Tinggi 0 1

Bilirubin

Direk 7,11 mg/dl Tinggi 0 0,2

AST GOT 97,7 U/L Tinggi 0 31ALT GPT 76,0 U/L Tinggi 0 32

3.  Tanggal 16 April 2013

Pemeriksaan Imunologi

Pemeriksaan Hasil

HbsAg Negatif 

Pemeriksaan Kimia Darah

Pemeriksaan Hasil Unit Evaluasi Min Max

Urea UV 27 Mg/dl 10 50

Creatinine 0.51 Mg/dl 0.5 0.9

AST GOT 137.9 U/L Tinggi 0 31

ALT GPT 115.2 U/L Tinggi 0 32

Bilirubin Total 7.95 Mg/dl Tinggi 0 1

Bilirubin Direct 5.44 Mg/dl Tinggi 0 0.2

Cholesterol PAP 388 Mg/dl Tinggi 0 200

Page 30: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 30/36

30

3.5. Diagnosa

Erupsi Obat + Gizi Baik 

3.6. Terapi

  Kebutuhan cairan 1500 ml/hari

-  IVFD D5 ½ NS 900 ml/hari ~ 13 tetes makro/menit

-  Mampu minum 600 ml

  Kebutuhan kalori 1800 kkal/hari, protein 20 g/hari

  Metilprednisolon 50mg/kg/kali ~ 3 x 50 g

  Interhistin 0,5 mg/kg/kali ~ 3 x 6,5 mg ~ 3 x cth ½

  Curcuma 3 x 250mg

  Methioson 2 x 1

  Monitoring vital sign

  KIE :

-  Jelaskan mengenai penyakit pasien kepada orangtua nya.

-  Agar orangtua mencatat nama semua obat dan kandungannya yang sempat

dikonsumsi oleh pasien.

- Apabila pasien berobat agar orangtua membawa catatan tersebut danmenjelaskan kepada dokter yang mengobati bahwa pasien memiliki riwayat

alergi obat.

3.7. Catatan Perkembangan Pasien 

TANGGAL S O A P

16/4/ 2013 Minum (+)

Gatal (-)

Status Present:

KU: Baik 

Kes:Compos

Mentis

RR: 24 x/menit

 N: 80 x/menit

Observasi

Ikterus et

causa Suspek 

Heptitis Akut

+ Erupsi

Obat

•Kebutuhan

cairan 1500

ml/hari

- IVFD D5 ½

 NS 900

ml/hari ~ 13

Page 31: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 31/36

31

Tax: 36.8 C

BB: 20 Kg

Status General :

Kepala:

 Normocephali

Mata : Pucat (-),

Ikterus (+/+),

THT: NCH (-)

Bibir:Krusta

hitam tebal

Thoraks: simetris(+), Retraksi (--)

Cor:S1S2

 Normal, reguler,

murmur (-)

Pulmo:

Bronkovesikuler,

Rhonki(-),

Wheezing (-)

Abdmen:

distensi(-),

Bising Usus(+)

 Normal

Ekstremitas:

akral hangat (+)

CRT < 2”

tetes

makro/menit

-Mampu

minum 600

ml

•Kebutuhan

kalori 1800

kkal/hari, protein

20 g/hari

•Metilprednisolon

50mg/kg/kali ~ 3x 50 g

•Interhistin 0,5

mg/kg/kali ~ 3 x

6,5 mg ~ 3 x cth

½

•Curcuma 3 x

250mg

•Methioson 2 x 1

17/4/2013 Gatal (+)

Mual (-)

Status Present:

KU: Baik 

Kes:Compos

Observasi

Ikterus et

causa Suspek 

•Kebutuhan

cairan 1500

ml/hari

Page 32: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 32/36

32

Mentis

RR: 24 x/menit

 N: 72 x/menit

Tax: 360C

BB: 20 Kg

Status General :

Kepala:

 Normocephali

Mata : Pucat (-),

Ikterus (+/+),

THT: NCH (-)Bibir:Krusta

hitam tebal

Thoraks: simetris

(+), Retraksi (--)

Cor:S1S2

 Normal, reguler,

murmur (-)

Pulmo:

Bronkovesikuler,

Rhonki(-),

Wheezing (-)

Abdmen:

distensi(-),

Bising Usus(+)

 Normal

Ekstremitas:

akral hangat (+)

CRT < 2” 

Heptitis Akut

+ Erupsi

Obat

- IVFD D5 ½ NS

900 ml/hari ~ 13

tetes makro/menit

-Mampu minum

600 ml

•Kebutuhan

kalori 1800

kkal/hari, protein

20 g/hari

•Metilprednisolon

50mg/kg/kali ~ 3x 50 g

•Interhistin 0,5

mg/kg/kali ~ 3 x

6,5 mg ~ 3 x cth

½

•Curcuma 3 x

250mg

•Methioson 2 x 1

Page 33: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 33/36

33

18/4/2013 Gatal (+) Status Present:

KU: Baik 

Kes:Compos

Mentis

RR: 24 x/menit

 N: 60 x/menit

Tax: 360C

BB: 20 Kg

Status General :

Kepala:

 NormocephaliMata : Pucat (-),

Ikterus (+/+),

THT: NCH (-)

Bibir:Krusta

hitam tebal mulai

mengelupas

Thoraks: simetris

(+), Retraksi (--)

Cor:S1S2

 Normal, reguler,

murmur (-)

Pulmo:

Bronkovesikuler,

Rhonki(-),

Wheezing (-)

Abdmen:

distensi(-),

Bising Usus (+)

Observasi

Ikterus et

causa Suspek 

Hepatitis

Akut +

Erupsi Obat

•Kebutuhan

cairan 1500

ml/hari

- IVFD D5 ½ NS

900 ml/hari ~ 13

tetes makro/menit

-Mampu minum

600 ml

•Kebutuhan

kalori 1800

kkal/hari, protein20 g/hari

•Metilprednisolon

50mg/kg/kali ~ 3

x 50 g

•Interhistin 0,5

mg/kg/kali ~ 3 x

6,5 mg ~ 3 x cth

½

•Curcuma 3 x

250mg

Page 34: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 34/36

34

 Normal

Ekstremitas:

akral hangat (+)

CRT < 2” 

Page 35: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 35/36

35

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan dengan orang tua pasien

didapatkan bahwa pasien dikeluhkan mengalami luka pada bibir sejak tanggal 11

April 2013. Luka seperti luka bakar, mengelupas, dengan kulit yang berwarna merah,

terasa perih, sakit, dan tidak gatal. Luka terjadi secara mendadak dan membuat pasien

tidak bisa makan. Pasien juga mengalami bintik-bintik kemerahan di kaki yang

kemudian menyebar ke tubuh dan wajah sejak tanggal 8 April 2013.

Dari evaluasi didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran

kompos mentis, nadi 80x/menit, respirasi 24x/menit, suhu aksila 36,8oC, dan status

gizi pasien gizi baik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan krusta hitam tebal pada bibir 

serta kumpulan krusta kecil kecokelatan hampir di seluruh tubuh yang merupakan lesi

sekunder dari adanya vesikel atau bula yang pecah hingga menjadi erosi dan

ekskoriasi. Pada mata ditemukan adanya ikterus.

Pada pemeriksaan penunjang bilirubin didapatkan bilirubin total dan direk 

yang tinggi, serta AST GOT dan ALT GPT yang meningkat. Pada pemeriksaan kimia

darah didapatkn kolesterol PAP yang tinggi.Keluhan luka pada bibir dan bintik-bintik kemerahan pada pasien didapatkan

setelah pasien meminum obat, sehingga menurut teori pasien ini dapat didiagnosis

dengan erupsi obat.

Pasien ini diberikan terapi cairan IVFD D5 ½ NS 900 ml/hari ~ 13 tetes

makro/menit untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien yang hanya mampu minum

600 ml perhari. Diberikan diet nasi dengan kebutuhan kalori 1800 kkal/hari, protein

20 g/hari. Pasien diberikan metilprednisolon 50 mg/kg/kali ~ 3 x 50 g. pasien juga

diberikan interhistin 0,5 mg/kg/kali ~ 3 x 6,5 mg ~ 3 x cth ½ sebagai obat

antihistamin. Curcuma dan methioson diberikan sebagai obat hepatoprotektor karena

 pasien diduga menderita hepatitis. Obat yang diduga sebagai kausanya segera

dihentikan.

Page 36: Responsi Erupsi Obat

7/16/2019 Responsi Erupsi Obat

http://slidepdf.com/reader/full/responsi-erupsi-obat 36/36

DAFTAR PUSTAKA

1.  Roujeu JC, Stern R. Medical progress: severe cutaneous reactions to drugs.  N 

 Engl J Med. 2008;6:115-127.

2.  Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi V. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta : 2007.

3.  Cutaneous drug reactions case reports : from the world literature . Am J Clin

 Dermatol . 2003;4:511-521

4.  Alissa R, Segal, Kevin M, et al. Cutaneous reactions to drugs in Children.

Official Journal of The American Academy of Pediatrics. 2007:120;e1082.

5.  Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume

One. 2nd edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America.

2003. p: 333-352

6.  Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment Options. In:

American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003. Access on: June 3,

2007. Available at: www.aafp.org/afp 

7.  Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2nd ed.

Pharmaceutical Press. 2006. Access on: June 3, 2007. Available at:

http://drugsafety.adisonline.com/pt/re/drs/pdf  

8.  Andrew J.M, Sun. Cutaneous Drugs Eruption.In: Hong Kong Practitioner.

Volume 15. Department of Dermatology University of Wales College of 

Medicine. Cardiff CF4 4XN. U.K.. 1993. Access on: June 3, 2007. Available

at: http://sunzi1.lib.hku.hk/hkjo/view/23/2301319.pdf