Upload
kertiyasa-komang
View
1.038
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Restrukturisasi
2.1.1 Pengertian Restrukturisasi
Perusahaan perlu mengevaluasi kinerjanya serta melakukan
serangkaian perbaikan, agar tetap tumbuh dan dapat bersaing. Perbaikan
ini akan dilaksanakan secara terus menerus, sehingga kinerja
perusahaan makin baik dan dapat terus unggul dalam persaingan, atau
minimal tetap dapat bertahan. Salah satu strategi untuk memperbaiki
dan memaksimalkan kinerja perusahaan adalah dengan cara
restrukturisasi. Restrukturisasi dapat berarti memperbesar atau
memperkecil struktur perusahaan. Menurut beberapa ahli, definisi
restrukturisasi adalah sebagai berikut:
Restrukturisasi, sering disebut sebagai downsizing atau
delayering, melibatkan pengurangan perusahaan di bidang tenaga kerja,
unit kerja atau divisi, ataupun pengurangan tingkat jabatan dalam
struktur oganisasi perusahaan. Pengurangan skala perusahaan ini
diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas (David,F, 1997)
Strategi restrukturisasi digunakan untuk mencari jalan keluar bagi
perusahaan yang tidak berkembang, sakit atau adanya ancaman bagi
organisasi, atau industri diambang pintu perubahan yang signifikan.
Pemilik umumnya melakukan perubahan dalam tim unit manajemen,
perubahan strategi, atau masuknya teknologi baru dalam perusahaan.
Selanjutnya sering diikuti oleh akuisisi untuk membangun bagian yang
kritis, menjual bagian yang tidak perlu, guna mengurangi biaya akuisisi
secara efektif. Hasilnya adalah perusahaan yang kuat, atau merupakan
transformasi industri. Strategi restrukturisasi memerlukan tim
manajemen yang mempunyai wawasan untuk melihat ke depan, kapan
perusahaan berada pada titik undervalued atau industri pada posisi yang
matang untuk transformasi. Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk
6
memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan (Bramantyo,
2004).
2.1.2 Tujuan Restrukturisasi
Menurut Bramantyo (2004) restrukturisasi perusahaan bertujuan
untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Bagi
perusahaan yang telah go public, maksimalisasi nilai perusahaan
dicirikan oleh tingginya harga saham perusahaan, dan harga tersebut
dapat bertengger pada tingkat atas. Bertahannya harga saham tersebut
bukan permainan pelaku pasar atau hasil goreng menggoreng saham,
tetapi benar-benar merupakan cermin ekspektasi investor akan masa
depan perusahaan. Sejalan dengan perusahaan yang sudah go public,
harga jual juga mencerminkan ekspektasi investor atas kinerja masa
depan perusahaan. Sedangkan bagi yang belum go public,
maksimalisasi nilai perusahaan dicerminkan pada harga jual perusahaan
tersebut.
2.1.3 Jenis-Jenis Restrukturisasi
Menurut Bramantyo (2004) restrukturisasi dapat dikategorikan ke
dalam tiga jenis : restrukturisasi portofolio/asset; restrukturisasi
modal/keuangan; dan restrukturisasi manajemen/organisasi.
A. Restrukturisasi Portofolio/Asset
Menurut Bramantyo (2004), restrukturisasi portofolio
merupakan kegiatan penyusunan portofolio perusahaan supaya
kinerja perusahaan menjadi semakin baik. Yang termasuk ke dalam
portofolio perusahaan adalah setiap aset, lini bisnis, divisi, unit usaha
atau SBU (Strategic Business Unit), maupun anak perusahaan.
B. Restrukturisasi Modal/Keuangan
Menurut Bramantyo (2004), restrukturisasi keuangan atau modal
adalah penyusunan ulang komposisi modal perusahaan supaya
kinerja keuangan menjadi lebih sehat. Kinerja keuangan dapat
dievaluasi berdasarkan laporan keuangan, yang terdiri dari: neraca,
Rugi/Laba, laporan arus kas, dan posisi modal perusahaan.
Berdasarkan data dalam laporan keuangan perusahaan, akan dapat
7
diketahui tingkat kesehatan perusahaan. Kesehatan perusahaan dapat
diukur berdasar rasio kesehatan, yang antara lain: tingkat efisiensi
(efficiency ratio), tingkat efektifitas (effectiveness ratio),
profitabilitas (profitability ratio), tingkat likuiditas (liquidity ratio),
tingkat perputaran aset (asset turn over), leverage ratio dan market
ratio. Selain itu, tingkat kesehatan dapat dilihat dari profil risiko
tingkat pengembalian ( risk return profile).
C. Restrukturisasi Manajemen/Organisasi
Menurut Bramantyo (2004), restrukturisasi manajemen dan
organisasi, merupakan penyusunan ulang komposisi manajemen,
struktur organisasi, pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan masalah managerial dan organisasi.
Dalam hal restrukturisasi manajemen/organisasi, perbaikan kinerja
dapat diperoleh melalui berbagai cara, antara lain dengan
pelaksanaan yang lebih efisien dan efektif, pembagian wewenang
yang lebih baik sehingga keputusan tidak berbelit-belit, dan
kompetensi staf yang lebih mampu menjawab permasalahan di setiap
unit kerja.
Menurut Adler (2011) restrukturisasi dapat dikelompokkan
menjadi empat kelompok besar, yaitu yang pertama restrukturisasi
aset meliputi akuisisi, merger, divestasi. Kedua, restrukturisasi
kepemilikan meliputi spin-off, split-ups, equity carve-out. Ketiga,
restrukturisasi hutang meliputi exchange offers, kebangkrutan,
likuidasi. Keempat, restrukturisasi joint venture.
2.1.4 Penyebab Terjadinya Restrukturisasi
Menurut Bramantyo (2004) alasan suatu korporasi melakukan
restrukturisasi, antara lain:
a. Masalah Hukum/Desentralisasi
Undang-undang no.22/1999 dan no.25/1999 telah mendorong
korporasi untuk mengkaji ulang cara kerja dan mengevaluasi
hubungan kantor pusat, yang kebanyakan di Jakarta, dengan anak-
anak perusahaan yang menyebar di seluruh pelosok tanah air.
8
Keinginan Pemerintah Daerah untuk ikut menikmati hasil dari
perusahaan-perusahaan yang ada di daerah masing-masing
menuntut korporasi untuk mengkaji ulang seberapa jauh wewenang
perlu diberikan kepada pimpinan anak-anak perusahaan supaya
bisa memutuskan sendiri bila ada masalah-masalah hukum di
daerah.
b. Masalah Hukum/Monopoli
Perusahaan yang telah masuk dalam daftar hitam monopoli,
dan telah dinyatakan bersalah oleh Komisi Pengawasan Persaingan
Usaha (KPPU)/pengadilan, harus melakukan restrukturisasi agar
terbebas dari masalah hukum. Misalkan, perusahaan harus melepas
atau memecah divisi supaya dikuasai pihak lain, atau menahan laju
produk yang masuk ke daftar monopoli supaya pesaing bisa
mendapat porsi yang mencukupi.
c. Tuntutan pasar
Konsumen dimanjakan dengan semakin banyaknya produsen.
Apalagi dalam era perdagangan bebas, produsen dari manapun
boleh ke Indonesia. Hal ini menuntut korporasi untuk memenuhi
tuntutan konsumen, yang antara lain menyangkut :1) kenyamanan
(convenience), 2) kecepatan pelayanan (speed), 3) ketersediaan
produk (conformity), dan 4) nilai tambah yang dirasakan oleh
konsumen (added value). Tuntutan tersebut bisa dipenuhi bila
perusahaan paling tidak mengubah cara kerja, pembagian tugas,
dan sistem dalam perusahaan supaya mendukung pemenuhan
tuntutan tersebut.
d. Masalah Geografis
Korporasi yang melakukan ekspansi ke daerah-daerah sulit
dijangkau, perlu memberi wewenang khusus kepada anak
perusahaan, supaya bisa beroperasi secara efektif. Demikian juga
jika melakukan ekspansi ke luar negeri, korporasi perlu
mempertimbangkan sistem keorganisasian dan hubungan induk-
9
anak perusahaan supaya anak perusahaan di manca negera dapat
bekerja baik.
e. Perubahan kondisi korporasi
Perubahan kondisi korporasi sering menuntut manajemen
untuk mengubah iklim supaya perusahaan semakin inovatif dan
menciptakan produk atau cara kerja yang baru. Iklim ini bisa
diciptakan bila perusahaan memperbaiki manajemen dan aspek-
aspek keorganisasian, misalnya kondisi kerja, sistem insentif, dan
manajemen kinerja.
f. Hubungan holding-anak perusahaan
Korporasi yang masih kecil dapat menerapkan operating
holding system, dimana induk dapat terjun ke dalam keputusan-
keputusan operasional anak perusahaan. Semakin besar ukuran
korporasi, holding perlu bergeser dan berlaku sebagai supporting
holding, yang hanya mengambil keputusan-keputusan penting
dalam rangka mendukung anak-anak perusahaan supaya berkinerja
baik. Semakin besar ukuran korporasi, induk harus rela bertindak
sebagai investment holding, yang tidak ikut dalam aktifitas, tetapi
semata-mata bertindak sebagai “pemilik” anak-anak perusahaan,
menyuntik ekuitas dan pinjaman, dan pada akhir tahun meminta
anak-anak perusahaan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya
dan menyetor dividen.
g. Masalah Serikat Pekerja
Era keterbukaan, yang diikuti dengan munculnya undang-
undang ketenaga kerjaan yang terus mengalami perubahan
mendorong para buruh untuk semakin berani menyuarakan
kepentingan mereka.
h. Perbaikan Image Korporasi
Korporasi sering mengganti logo perusahaan dalam rangka
menciptakan image baru, atau memperbaiki image yang selama ini
melekat pada stakeholders korporasi. Sebagai contoh, beberapa
10
tahun lalu, PT Garuda Indonesia mengganti logo perusahaan
supaya image korporasi mengalami perubahan.
i. Fleksibilitas Manajemen
Manajemen seringkali merestrukturisasi diri supaya cara kerja
lebih lincah, pengambilan keputusan lebih cepat, perbaikan bisa
dilakukan lebih tepat guna. Restrukturisasi ini biasanya berkaitan
dengan perubahan job description, kewenangan tiap tingkatan
manajemen untuk memutuskan pengeluaran, kewenangan dalam
mengelola sumber daya (temasuk SDM), dan bentuk organisasi. PT
Kimia Farma melakukan restrukturisasi organisasi, dengan
memisah unit apotik supaya manajemen menjadi semakin lincah
dan fokus beroperasi.
j. Pergeseran kepemilikan
Pendiri korporasi biasanya memutuskan untuk melakukan go
public setelah si pendiri menyatakan diri sudah tua, tidak sanggup
lagi menjalankan korporasi seperti dulu. Perubahan paling
sederhana adalah mengalihkan sebagian kepemilikan kepada anak-
anaknya. Tapi cara ini seringkali tidak cukup.
k. Akses modal yang lebih baik
PT Indosat menjual sebagian sahamnya di Bursa Efek New
York (NYSE) dengan tujuan supaya akses modal menjadi lebih
luas. Dengan demikian, perusahaan tersebut tidak harus membanjiri
BEJ dengan sahamnya setiap kali membutuhkan modal. Sebagai
dampak tindakan ini, struktur kepemilikan otomatis berubah.
Menurut Williamson dalam Adler (2011), ada empat filsafat yang selalu
dibahas beberapa akademisi mengapa melakukan tindakan restrukturisasi,
yaitu restrukturisasi untuk posisi, restrukturisasi untuk platform,
restrukturisasi kompetensi, dan restrukturisasi sebagai sebuah pilihan.
Berdasarkan penelitian Yeung dan Brockbank dalam Adler (2011)
terhadap 160 eksekutif perusahaan besar di California menunjukkan terdapat
tiga faktor utama yang mendorong dilakukan restrukturisasi, yaitu
11
pengurangan biaya, meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, dan
perubahan budaya perusahaan.
Menurut Engelbart dalam Rivai (2010) alasan organisasi melakukan
restrukturisasi berubah:
Inovasi dalam produk, teknologi, bahan, proses kerja, struktur organisasi,
dan budaya organisasi
Baru dan pergeseran pasar
Tindakan pesaing global, nilai-nilai kekuatan bekerja, permintaan, dan
keragaman
Peraturan dan etika kendala dari lingkungan
Individu pengembangan dan transisi
2.2 Pengembangan Efektifitas Organisasi
Pendekatan pengembangan organisasi (Organization development
approach) dimaksudkan untuk mengerakkan seluruh organisasi agar
berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi sambil meningkatkan prestasi kerja
dan kepuasan para anggota organisasi. Menurut Gibson (1987) dari The
Laboratory Approach to Organizational Development menunjukkan definisi
pengembangan organisasi sebagai suatu strategi normative, redukasi yang
dimaksudkan untuk mempengaruhi system kepercayaan, nilai, dan sikap di
dalam organisasi sehingga organisasi tersebut lebih mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan yang cepat dalam teknologi, dalam lingkungan
industry dan masyarakat pada organisasi yang seringkali dimulai,
dimudahkan dan dikukuhkan oleh perubahan normative dan keperilakuan.
Menurut Siswanto (2005), berdasarkan definisi yang diajukan di atas,
terdapat beberapa hal yang memerlukan deskripsi lebih spesifik berikut ini.
1. Proses pemecahan permasalahan (Problem solving process) mengacu paa
metode organisasi untuk menghadapi ancaman dan peluang dalam
lingkungannya.
2. Melalui proses pembauran (Renewal process), manajer organisasi dapat
mengadaptasi gaya pemecahan permasalaan dan tujuannya agar cocok
dengan tuntutan perubahan lingkungan organisasi. Dengan demikian, salah
satu tujuan pengembangan organisasi adalah memperbaiki proses
12
pembaruan diri organisasi hingga manajer dapat lebih cepat mengadopsi
gaya manajemen yang tepat untuk permasalahan yang baru dihadapinya.
3. Manajemen kolaboratif (Collaborative management) berarti manajemen
melalui peran serta bawahan dan pembagian otoritas, dan bukan melalui
penerapan otoritas secara hierarkis.
4. Budaya (Culture) merujuk pada pola aktivitas, interaksi, norma, nilai,
sikap, dan perasaan yang umum.
5. Kaji tindak (Action research) mengacu pada cara agen perubahan
pengembangan organisasi berusaha untuk mengetahui aspek apa dari
organisasi yang perlu diperbaiki dan bagaimana organisasi dapat dibantu
untuk melakukan perbaikan.
Pengembangan organisasi sebagai suatu istilah yang digunakan dalam
praktik manajemen kontemporer memiliki karakteristik sebagai berikut.
a) Pengembangan organisasi adalah direncanakan
b) Pengembangan organisasi berorientasi pada permasalahan
c) Pengembangan organisasi mencerminkan suatu pendekatan system
d) Pengembangan organisasi merupakan bagian integral dari proses
manajemen
e) Pengembangan organisasi bukan suatu strategi yang siap pakai
f) Pengembangan organisasi memusatkan perhatian kepada kemajuan
g) Pengembangan organisasi berorientasi pada tindakan
h) Pengembangan organisasi berdasarkan pada teori dan praktik yang sehat
Hasil penelitian Peters dan Waterman dalam Siswanto (2005) yang
dilakukan terhadap perusahaan besar seperti IBM, Du Pont, 3M, McDonald,
serta Procter dan Cambia ditemukan delapan karakteristik yang menunjukkan
efektivitas suatu organisasi, yaitu :
1. Mempunyai bias terhadap tindakan dan penyelesaian pekerjaan;
2. Selalu dekat dengan para pelanggan agar dapat mengerti secara penuh
kebutuhan pelanggan;
3. Mereka memberi para karyawan mereka suatu tingkat otonomi yang tinggi
dan memupuk semangat kewirausahaan (entrepreneur spirit);
4. Berusaha meningkatkan produktivitas lewat partisipasi para karyawannya;
13
5. Para karyawan mengetahui apa yang diinginkan perusahaan dan para
manajer terlibat aktif pada masalah di semua tingkat;
6. Mereka selalu dekat dengan usaha yang mereka ketahui dan pahami;
7. Memiliki struktur organisasi yang luwes dan sederhana dengan jumlah
orang yang minimum dalam aktivitas staf pendukung;
8. Menggabungkan control yang ketat dan disentralisasi untuk mengamankan
nilai inti perusahaan dengan control yang longgar di bagian lain untuk
mendorong pengambilan risiko serta inovasi (Robbin, 1994) dalam
Siswanto (2005).
2.3 Kinerja
Pengertian kinerja menurut beberapa ahli : Kinerja adalah hasil dari
proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari
karyawan serta organisasi yang bersangkutan (Mangkuprawira dan Hubeis,
2007)
Menurut Mangkunegara (2004), kinerja merupakan hasil kerja kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bentuk
kinerja dapat berwujud (kuantitas) dan tidak berwujud (kualitas), yang
semuanya mengacu pada mutu sumber daya manusia dalam melakukan
pekerjaannya. Kinerja berperan penting bagi perusahaan, sehingga harus
dikelola dengan baik.
Menurut Rivai (2010) kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Kinerja merupakan
perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Menurut Helfert (1996) dalam Rivai (2010) kinerja adalah suatu tampilan
keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu,
merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional
perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki.
14
2.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Individu
Menurut Cokroaminoto (2007), kinerja organisasi merupakan hasil
interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam
organisasi. Untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi kinerja
individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum
faktor fisik dan non fisik sangat mempengaruhi. Berbagai kondisi
lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja.
Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya
faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan difokuskan
pada lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat
melekat dengan sistem manajerial perusahaan.
Menurut Gibson (1987), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu,
variabel organisasi, dan variabel psikologis. Kelompok variabel individu
terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan
demografis. Menurut Gibson (1987), variabel kemampuan dan ketrampilan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja
individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak
langsung.
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap,
kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987)
banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnya dan variabel demografis. Kelompok variabel organisasi
menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan,
imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Dari hasil studi Lazer dan Wikstrom dalam Rivai (2010) terhadap
formulir penilaian kinerja 125 perusahaan yang ada di USA. Faktor yang
paling umum muncul di 61 perusahaan adalah pengetahuan tentang
pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama,
pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan,
komunikasi, intelegensi (kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian,
sikap, usaha, motivasi, dan organisasi.
15
Menurut Melcher (1994) faktor-faktor struktural yang mempengaruhi
perilaku dalam organisasi, yaitu ukuran, arus kerja, kompleksitas tugas,
rintangan-rintangan ruang fisik, hubungan wewenang formal, sistem kontrol
formal, sistem informasi formal.
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2. Penelitian terdahulu
No Penulis Variabel Hasil
1 Deviani
(2010)
indikator-indikator
restrukturisasi seperti ukuran
(struktur dan jumlah
karyawan), arus kerja,
kompleksitas tugas,
kewenangan formal, kontrol
formal, dan sistem komunikasi
Restrukturisasi berhubungan
positif dengan kinerja
karyawan
2 Nanik
(2010)
batasan pembagian tugas,
fungsi, peran, dan
kewenangannya yang diikuti
adanya kegiatan sosialisasi
yang efektif
implementasi kebijakan
restrukturisasi organisasi
perangkat daerah di
Provinsi DKI Jakarta
belum dilaksanakan secara
optimal. Adapun faktor
yang mempengaruhi
implementasi kebijakan
tersebut adalah: komunikasi
dan koordinasi yang
belum efektif, sumber
daya khususnya sumber
daya manusia yang belum
memadai dan struktur
birokrasi DKI
16
Lanjutan Tabel 2
No. Penulis Variabel Hasil
Jakarta yang menganut
otonomi tunggal sehingga
lebih kompleks karena
Provinsi memiliki aparat
pelaksana sampai ke tingkat
wilayah.
3 Rahma (2004) Menghubungkan variabel
dari restrukturisasi
organisasi dengan
pengukuran kinerja
modal manusia (Human
Capital Revenue, Human
Capital ROI, Human
Capital Cost) dengan
produktivitas dan
profitabilitas perusahaan
Restrukturisasi organisasi
PT. Sucofindo yang
berlangsung pada tahun
2001-2002 berjalan cukup
baik sehingga kinerja modal
manusia dan kinerja
perusahaan (produktivitas
dan profitabilitas) pada
tahun 2003 setelah
transformasi mulai bergerak
positif.