Review Jurnal Eutrophication Model

  • Upload
    rumagia

  • View
    80

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Eutrofikasi wilayah pesisir merupakan fenomena yang baru ditemukan (Nixon 1995), dan penelitian ilmiah tentang gangguan manusia baru berkembang dalam beberapa decade, sehingga model konseptual kita terhadap masalah ini terus mengalami perkembangan. Dalam tulisan ini, digambarkan dua tahapan evolusi/perubahan pada model konseptual tersebut dalam hal bagaimana hingga pengayaan nutrient mengganggu ekosistem pesisir, dan diakhiri dengan gambaran bagi masa depan, saran kritis, pertanyaan yang harus dijawab pada saat kita bekerja untuk mengembangkan dan memperluas pemahaman kita terhadap masalah lingkungan yang kompleks ini. Pengujian terhadap model konseptual dirancang sebagai pembanding/penyeimbang terhadap tinjauan umum dari eutrofikasi di wilayah pesisir (misal dalam Smetacek et al. 1991, Gray 1992, Vollenweider 1992, Heip 1995, Nixon 1995, Jørgensen & Richardson 1996, National Research Council 2000).

Citation preview

PENGEMBANGAN MODEL KONSEPTUAL DARI MASALAH EUTROFIKASI PESISIR

PENDAHULUANPada akhir abad ke-20 salah satu prestasi ilmu pengetahuan kita yang penting secara jelas telah disampaikan bahwa populasi manusia telah merubah sistem yang ada di bumi. Beberapa perubahan tersebut terjadi pada tingkatan yang luar biasa. Kita mengetahui dengan pasti bahwa, aktifitas manusia telah merubah fungsi lahan, habitat, kandungan kimia atmosfir bumi dan air, tingkatan dan keseimbangan proses biogeokimia, dan keragaman makhluk hidup di planet ini (misal dalam Vitousek et al. 1997). Salah satu bentuk gangguan manusia telah mengakibatkan pergerakan element nutrient seperti nitrogen dan fosfat melalui pembukaan lahan, produksi dan penggunaan pupuk, pembuangan limbah, produksi hewan, dan pembakaran bahan bakar minyak (misal dalam Nixon 1995). Sebagai hasil dari aktifitas tersebut, air permukaan dan air tanah diseluruh dunia mengalami peningkatan senyawa N dan P jika dibandingkan dengan kandungannya pada pertengahan abad ke-20. Pergerakan senyawa N dan P telah mengakibatkan peningkatan senyawa tersebut di perairan pesisir, dan kesuburan ekosistem pesisir pada saat ini menjadi masalah lingkungan yang serius karena keberadaanya sebagai stimulus dalam pertumbuhan tanaman dan mengganggu keseimbangan antara produksi dan metabolism senyawa organic di wilayah pesisir.Eutrofikasi wilayah pesisir merupakan fenomena yang baru ditemukan (Nixon 1995), dan penelitian ilmiah tentang gangguan manusia baru berkembang dalam beberapa decade, sehingga model konseptual kita terhadap masalah ini terus mengalami perkembangan. Dalam tulisan ini, digambarkan dua tahapan evolusi/perubahan pada model konseptual tersebut dalam hal bagaimana hingga pengayaan nutrient mengganggu ekosistem pesisir, dan diakhiri dengan gambaran bagi masa depan, saran kritis, pertanyaan yang harus dijawab pada saat kita bekerja untuk mengembangkan dan memperluas pemahaman kita terhadap masalah lingkungan yang kompleks ini. Pengujian terhadap model konseptual dirancang sebagai pembanding/penyeimbang terhadap tinjauan umum dari eutrofikasi di wilayah pesisir (misal dalam Smetacek et al. 1991, Gray 1992, Vollenweider 1992, Heip 1995, Nixon 1995, Jrgensen & Richardson 1996, National Research Council 2000).

PADA AWALNYA : MODEL KONSEPTUAL PERTAMAData time series dalam Gambar 1 menunjukkan syarat yang jelas tentang peningkatan konsentrasi nitrat 3 sungai pada daerah yang berbeda di Amerika Utara dan Eropa. Trend peningkatan konsentrasi N tersebut ditunjukkan dari perubahan kimiawi nitrat (N dan P) dari sungai akibat perkembangan jaman. Mekanisme dasar dari perubahan tersebut ditunjukkan dengan jelas (misal dalam Puckett 1995, Jaworski et al. 1997, National Research Council 2000) dan berkaitan langsung dengan aktivitas manusia yang menggerakan dan berakselerasi dengan pergerakan N dan P dari lapisan litosfer ke lapisan hidrosfer. Kepedulian awal terhadap aktivitas manusia ini pertama kali termotivasi dari ekosistem air tawar akibat pengayaan nutrient, serta studi tentang eutrofikasi sungai-danau lebih difokuskan pada ekologi air tawar dan penelitian geokimianya dalam era 1960-an. Nixon (1995) mengingatkan kita bahwa masalah ini tidak menjadi fokus pada penelitian estuasi atau perairan pesisir, sehingga terdapat kekurangan pemahaman selama beberapa dekade sebelum masalah eutrofikasi pesisir ditetapkan menjadi perhatian dalam masalah sosial dan ilmu pengetahuan. Kemudian secara alamiah, model konseptual awal terhadap masalah eutrofikasi pesisir dikembangkan pertama kali oleh ahli limnologi. Sebagaimana yang akan kita lihat, terdapat perbedaan mendasar dalam tingkatan sistem dalam merespon pengayaan nutrient di danau jika dibandingkan dengan di ekosistem estuary-pesisir.

Gambar 1.Tiga contoh yang menunjukkan trend perubahan skala dari peningkatan konsentrasi nitrat di sungai.Salah satu hasil dari aktivitas manusia dalam pengayaan N dan P di daerah sungai telah mengakibatkan meningkatnya masukan elemen-elemen tersebut ke wilayah pesisir. Diantara daerah estuari dan ekosistem pesisir-laut yang diamati secara berkelanjutan, kebanyakan telah mengungkap trend skala perubahan yang signifikan dari keberadaan N dan/atau P. Empat contoh dalam Gambar 2 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi N dan P, diakibatkan oleh 2 faktor atau lebih, sejak era 1960-an hingga 1990 di Barat Daya Laut Hitam, bagian tengah Laut Baltik, Laut Kepulauan (bagian utara Baltik), dan di perairan Irlandia. Ketika diteliti secara keseluruhan, data nutrient yang ada menyediakan bukti yang kuat tentang perubahan yang cepat pada kesuburan ekosistem pesisir dalam paruh terakhir abad ke-20. Analisis retrospektif menunjukkan bahwa gelombang pertama dari eutrofikasi pesisir sebenarnya dimulai pada abad ke-19 ketika aktifitas industi meningkatkan muatan sungai pada N dan P ke wilayah pesisir di bagian barat Eropa (Billen et al. 1999). Pada kondisi alamiahnya, ekosistem pesisir memiliki konsentrasi N atau P yang cukup rendah untuk membatasi pertumbuhan produksi dan akumulasi biomassa. Oleh karenanya, pertanyaan utamanya adalah: Bagaimana pengayaan terhadap N atau P, yang menghasilkan peningkatan keberadaan N atau P, merubah fungsi biogeokimia dan struktur komunitas biologi di daerah estuari dan perairan pesisir? Pertanyaan utama ini lebih luas dari eutrofikasi itu sendiri, yang secara langsung dinyatakan sebagai peningkatan suplai dari material organik (Nixon 1995). Dalam tulisan ini kata eutrofikasi digunakan pada masalah umum untuk menggambarkan beragamnya respon biogeokimia dan ekologi, baik secara langsung maupun tidak langsung, bagi pengayaan antropogenik terhadap ekosistem pada wilayah yang mengubungkan darat dan luat.

Gambar 2.Empat contoh gambar yang menunjukkan trend skala perubahan dari peningkatan konsentrasi N dan P di perairan pesisir. (a) konsentrasi nitra rata-rata tahunan di muara Sungai Danube dan konsentrasi fosfat rata-rata tahunan di perairan pesisir Rumania di Laut Hitam; (b) konsentrasi nitrat dan fosfat di dasar pada bagian tengah Laut Baltik; (c) konsentrasi total dari N dan P di bagian luar Laut Kepulauan, bagian utara Baltik; (d) konsentrasi total dari N dan reaksi penguraian P pada pertengahan musim dingin (Januari-Februari) di bagian tengah Laut Irlandia.Ahli limnologi menjawab pertanyaan ini dengan membangun sebuah fungsi gejala-respon, dimana respon ini merupakan pengukuran terhadap perubahan keberadaan P (nutrient yang sangat terbatas di air tawar) dan respon terhadap pengukuran perubahan produktifitas atau biomassa fitoplankton. Pendekatan ini menghasilkan sejumlah model empiris yang dibangun dari pengukuran gejala dan respon dari zona-temperate di danau dalam jumlah yang besar. Contoh klasik yang digunakan adalah model empiris dari Vollenweider (1976), digambarkan kembali seperti pada Gambar 3.

Gambar 3.Model empiris hubungan konsentrasi klorofil-a pada bagian tengah permukaan air di danau terhadap masukan fosfor Lp (g P m-2 yr-1), akibat pengaruh hidrolik qs (m3 m-2 yr-1) dan rata-rata kedalaman z (m).Penanganan awal terhadap masalah eutrofikasi pesisir terinspirasi dari pendekatan tipe Vollenweider. Walaupun para ahli limnologi telah mengeksplorasi berbagai aspek lainnya dari masalah eutrofikasi danau, panduan model konseptual sangat kuat dipengaruhi oleh hubungan empiris dan penekanan pada 1 gejala dan 1 set respon yang saling berhubungan. Kita dapat menggambarkan model konseptual Fase I ini dengan sebuah skema sederhana (Gambar 4) dimana tingkat pemasukan nutrient akan mengakibatkan peningkatan pertumbuhan populasi fitoplankton dan akumulasi biomassa.

Gambar 4.Diagram skematik dari tahap awal (Fase I) model konseptual dari eutrofikasi pesisir, yang menekankan pada gejala pemasukan nutrient dan keterkaitan responnya dengan stimulasi produktifitas primer fitoplankton dan akumulasi biomassa. Besarnya respon sesuai dengan pemasukan nutrient.Stimulasi terhadap tingkat pertumbuhan fitoplankton akan mengarah pada ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi alga, diikuti dengan penambahan sedimentasi dari produksi material organik dari alga, stimulasi dari dokomposisi dan konsumsi oksigen dari mikroba, dan penurunan oksigen pada lapisan bawah perairan setelah terjadinya stratifikasi suhu dalam musim semi dan musim panas. Penelitian awal dari eutrofikasi pesisir dirancang berdasarkan model konseptual ini, dengan penekanan pada pengukuran gejala (seperti konsentrasi atau perubahan nutrient) dan responnya (seperti pengukuran biomassa fitoplankto, produktifitas primer, tingkat konsentrasi atau konsumsi oksigen).Perairan tawar dan sistem perairan laut memiliki bentuk yang berbeda pada siklus nutrient, yang mengarah pada perbedaan relativitas pentingnya N dan P sebagai elemen pembatas. Fosfat secara umum dianggap sebagai elemen pembatas bagi sistem produktifitas primer dalam air tawar, dan nitrogen dianggap sebagai elemen pembatas dalam sistem air laut. Perdebatan alot dan demi kepentingan pengetahuan telah memotivasi penelitian untuk menjawab pertanyaan : Elemen pembatas mana yang sangat penting di estuari? Perdebatan tersebut diperluas untuk memperhatikan pertanyaan : Apa pengertian yang tepat untuk pembatas? (Dalam konteks eutrofikasi pesisir, Howarth [1988] mendefenisikan pembatas nutrient sebagai pembatas pada tingkat potensial dari produksi primer). Ketentuan umum di atas merupakan sebuah hasil dari perbedaan siklus biogeokimia dari N dan P dalam perairan tawar dan asin, termasuk didalamnya : (1) besarnya kepentingan fiksasi nitrogen (sumber N) dalam sistem air tawar, untuk sebuah alasan yang tidak sepenuhnya dipahami; dan (2) besarnya efisiensi sedimen dalam sistem perairan tawar yang mengiikat dan membatasi P dibandingkan sedimen dalam perairan laut. Model konseptual dari pentingnya N dan P sangat didominasi oleh penelitian pada daerah temperate, sehigga tidak dapat diaplikasikan secara langsung pada ekosistem perairan tropis yang memiliki frekuensi keterbatasan P yang sangat besar.Berpedoman pada model konseptual yang terinspirasi dari penelitian danau yang memberikan catatan bahwa sebuah unit akan meningkat akibat gejala yang ditimbulkan oleh masukan nitrogen akan meningkat pada respon yang berkaitan dengan fitoplankton (Gambar 4). Catatan ini didasarkan pada model empiris yang ditampilkan dalam Gambar 3. Penelitian awal pada eutrofikasi pesisir melibatkan penggunaan organisme mesocosmos untuk mengukur respons level sistem terhadap berbagai perlakuan pengayaan nutrient (N).Sebagai contoh, Meeuwig (1999) mengembangkan model empiris yang menggambarkan keberagaman biomassa fitoplankton diantara 15 estuari di Kanada sebagai fungsi dari penggunaan lahan di sempadan sungai. Model tersebut menunjukkan bahwa perolehan klorofil, per unit masukan N, adalah 10 kali lebih kecil dari rata-rata perolehan klorofil yang diperoleh dari metode yang digunakan di daerah danau. Pengamatan yang penting ini memunculkan kemungkinan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara danau dan estuari dalam transformasi pelepasan N kedalam biomassa alga.Inkonsistensi kedua yang ditemukan dari kompilasi dari pengukuran gejala dan respon dari sebagian besar estuaria, menunjukkan bahwa terdapat korelasi umum yang lemah antara gejala masukan nutrient dan respon biomassa fitoplankton atau produktifitas primer. Bentuk paling komprehensif dari kompilasi estuaria sejauh ini dikemukakan oleh Borum (1996), yang digambarkan kembali dalam Gambar 5. Untuk 51 estuari yang diamati, hanya 36% dari keragaman produktifitas primer fitoplankton yang berhubungan dengan tingkat masukan N. Hasil ini diperoleh dari berbagai lokasi penelitian yang dilakukan selama 2 hingga 3 dekade terakhir, yang menyarankan bahwa Fase I dari model konseptual kemungkinan tidak dapat diaplikasikan, setidaknya dalam konteks memahami bagaimana gejala perubahan masukan nutrient dan mengakibatkan respon umum dari biomassa atau produktifitas primer dari fitoplankton di estuaria. Pastinya terdapat hubungan mendasar antara proses masukkan N dan kondisi dasar dari alga terkait masalah eutrofikasi. Akan tetapi, perbandingan estuari oleh Borums (1996) menyatakan bahwa tingkat masukkan N, secara tunggal, merupakan prediktor yang kurang bagi tingkat produksi alga. Masalah ini pastilah melibatkan pertimbangan terhadap adanya proses/faktor tambahan lainnya. Pengukuran dalam Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat bebeapa estuari/ekosistem pesisir dengan masukan N yang tinggi tetapi rendah dalam produktifitas primernya, dan lainnya dengan tingkat masukan yang rendah tetapi memiliki produktifitas primer yang tinggi.

Gambar 5. Produksi tahunan produktifitas primer fitoplankton versus masukan tahunan N untuk perairan pantai dan mesocosmos. Bentuk kurva merupakan fungsi y = 244+175log(x) (r2 = 0.36; n = 51)

PENGEMBANGAN TERKINI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP MODEL KONSEPTUAL KONTEMPORERSalah satu pendekatan yang paling berarti bagi komunitas limnologi dari penelitiannya tentang eutrofikasi danau adalah kegunaan dari penelitian seluruh ekosistem yang secara sistematis dapat digunakan dalam penelitian objek danau terhadap berbagai perlakuan yang berbeda dari masukan nutrient. Sejak era 1970-an, ketika masalah pengayaan nutrient menjadi salah satu poin dari pengetahuan estuari-pesisir, telah dilakukan pengumpulan data pengamatan baik yang terbaru maupun sebelumnya, dan digunakan mendapatkan konsep terbaru tentang bagaimana pengayaan nutrient antropgenik mengakibatkan perubahan di wilayah pesisir. Kebanyakan dari data time series tersebut diperoleh dari beberapa wilayah pesisir di dunia (misalnya Laut Baltik, pesisir Laut Utara [North Sea], Laut Adriatik, Laut Hitam, Teluk Chesapeak, bagian utara Teluk Meksiko), sehingga gambaran kita sangat bias berdasarkan sistem-sistem tersebut. Walaupun data time series perorangan tidak menyediakan bukti yang cukup tentang gangguan tersebut, pengamatan penuh yang telah dikumpulkan selama paruh terakhir abad ke-20 telah menyediakan bukti bahwa beberapa estuaria dan ekosistem pesisir telah dan sedang mengalami perubahan akibat adanya masukan tambahan dari nitrogen atau fosfat. Pada bagian ini akan ditampilkan beberapa contoh untuk menggambarkan model dari perubahan yang terdeteksi melalui serangkaian pengamatan, dan contoh tersebut akan digunakan untuk membentuk sebuah representasi skema dari model konseptual saat ini (Fase II) dari eutrofikasi pesisir.Biomassa Fitoplankton dan Produktifitas PrimerKita mulai dengan konsep bahwa, sejak tingkat pertumbuhan alga secara alamiah sering dibatasi oleh keberadaan N atau P, sehingga pengayaan di estuari dan perairan pesisir oleh elemen-elemen tersebut akan mengakibatkan peningkatan pada pertumbuhan, akumulasi biomassa, dan produktifitas primer dari komunitas fitoplankton. Walaupun nampaknya terlalu langsung dan mudah diuji, terdapat sedikit data time series yang mencatat trend dari perubahan biomassa fitoplankton yang kebetulan sama dengan trend peningkatan konsentrasi nutrient. Tiga contoh yang ditunjukkan dalam Gambar 6, sebagai rangkaian dari pengukuran klorofil-a di Laut Irlandia dan Laut Dutch Wadden dan sebagi bentuk perubahan rata-rata konsentrasi klorofil di bagian bawah Teluk Chesapeake. Rangkaian data tersebut sama dengan analisis Borums (1996) yang menunjukkan perbedaan hubungan sistem anatara gejala peningkatan nutrient dan respon dari peningkatan biomassa fitoplankton.

Gambar 6.Tiga grafik contoh yang menunjukkan trend peningkatan biomassa fitoplankton (konsentrasi klorofil-a secara tahunan atau rata-rata dekade) dalam ekosistem pesisir: (a) bagian tengah Laut Irlandia; (b) Laut Dutch Wadden di Marsdiep; (c) bagian bawah Teluk Chesapeake.Hanya terdapat sedikit data jangka panjang dari produktifitas primer, tetapi 4 contoh dalam Gambar 7 menunjukkan trend dari peningkatan produktifitas primer fitoplankton di bagian utara Adriatik, Laut Belt, Laut Wadden, dan di perairan pesisir Danish (Kattegat). Selain ke-4 data tersebut, sangat sulit untuk menemukan data yang mendokumentasikan secara jelas tentang peningkatan produktifitas primer fitoplankton.Sebuah contoh dalam Gambar 8, menunjukkan kedalaman profil dari material karbon organik pada inti sedimen yang diambil dari Teluk Chesapeake. Walaupun tidak terdapat program untuk mengukur secara langsung perubahan produktifitas primer di Teluk Chesapeake sejak paruh pertama abad ini, profil inti dari karbon organik menunjukkan adanya peningkatan setiap waktunya, yang sejalan dengan hipotesis bahwa produktifitas primer telah mengalami peningkatan sejak permulaan abad ini. Analisis terbaru dari bagian sedimen yang berasal dari Teluk Chesapeake telah menggunakan silica-biogenik dan lipid sebagai sumber biomarker untuk memastikan bahwa penambahan akumilasi carbom pada sedimen merupakan hasil dari peningkatan masukan dari alga yang menghasilkan material organik (Zimmerman & Canuel 2000). Metabolisme alga yang menghasilkan material organik, baik yang berada di dalam sedimen dan permukaan sedimen, mengkonsumsi oksigen dan terdapat pengukuran oksigen terlarut (dissolved oxygen) yang dapat menyediakan data pengganti yang lebih jauh dalam penilaian terhadap peningkatan produksi sistem. Contoh dari Telut Kiel, Kattegat, dan perairan pesisir Swedia di tunjukkan dalam Gambar 9.

Gambar 7.Empat gambar contoh yang mengggambarkan peningkatan produktifitas primer fitoplankton dalam skala dekade: (a) produksi primer tahunan di Teluk Katela, bagian utara Laut Adriatik; (b) produktifitas primer rata-rata harian pada musim panas di Halskov Rev, Laut Belt; (c) produktifitas primer tahunan di Laut Dutch Wadden di Marsdiep; (d) produktifitas primer rata-rata bulanan di bagian selatan Kattegat, perbandingan siklus rata-rata tahunan untuk periode 1954 hingga 1960 dan 1984 hingga 1993.

Gambar 8.Perkembangan material organik C dalam sedimen pada lapisan mesohaline di Teluk Chesapeak, dibentuk dari bagian inti sedimen.

Gambar 9.Tiga grafik contoh yang menunjukkan trend penurunan konsentrasi oksigen terlarut dalam skala deakde di perairan dasar dari ekosistem pesisir : (a) Teluk Kiel; (b) bagian selatan Kattegat; (c) konsentrasi minimum tahunan DO di Askerfjord, Swedia. Respon Pada SedimenData rekaman dari inti sedimen terhadap sedimentasi karbon organik di Teluk Chesapeake (Gambar 9) mengingatkan kita bahwa bagian pelagis dan bentik dari ekosistem perairan laut dangkal sangat berkaitan erat, sehingga respon terhadap pengayaan nutrient dapat dilihat pada perubahan dari bentos. Hampir (25 hingga 50%) dari material organic C, N dan P dihasilkan dari fitoplankton yang tenggelam ke lapisan bentik yang dimineralisasi oleh proses aerobik dan anaerobik (Jrgensen 1996). Tingkat endapan dari material organic mempengaruhi kedalaman pertemuan antara oksik dan anoksik dengan sedimen, demikian juga dengan konsentrasi oksigen dalam perairan di atas sedimen. Ketika terjadi peningkatan pada suplay material organik akibat pengayaan nutrient, metobolisme mikroba bentik terstimulus dan menyebabkan perubahan dramatis pada susunan kimia sedimen, pelepasan nutrient, dan tingkat konsumsi oksigen. Dalam tulisannya tentang respon bentos, Jrgensen (1996) menyimpulkan bahwa sedimen dan komunitas bentik, merupakan bagian ekosistem pesisir yang sangat sensitif terhadap eutrofikasi dan hypoxia.Respon dari Biota LainnyaBoleh jadi respon yang paling langsung dari pengayaan nutrient adalah perubahan kesetimbangan dari energi-energi tertentu yang membentuk komunitas tumbuhan, termasuk didalamnya selektifitas yang progresif bagi laju pertumbuhan alga (fitoplankton, mikrofitobenthos, makroalga yang hidupnya singkat) yang mampu beradaptasi pada kondisi nutrient yang tinggi, dibarengi dengan berkurangnya pertumbuhan organisme tumbuhan dan makroalga sejati yang hanya mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang rendah nutrient (Duarte 1995, Borum 1996). Mungkin data kuantitaf terbaik dari perubahan yang terjadi di habitat litoral adalah data dari Cades (1984) yang mengamati biomassa mikrofitobenthos dan produktifitas primer di bagian barat dari Laut Dutch Wadden (Gambar 10). Kedua data menunjukkan trend positif yang signifikan dari tahun 1968 hingga 1981, dan Cades (1984) menginterpretasikan trend tersebut sebagai respon terhadap pengayaan nutrient.

Gambar 10.Trend peningkatan (a) biomassa (klorofil-a) dan (b) produktifitas primer dari mikrofitobenthos pada rataan pasut di bagian barat dari Laut Dtch Wadden.Sejalan dengan meningkatnya biomassa fitoplankton, kecerahan perairan mengalami penurunan secara proporsional dan mengurangi ketersediaan energi matahari (misalnya pada Gambar 11) dapat menjadi respon tidak langsung yang membatasi habitat bagi tanaman bentik. Keberadaan habitat bagi makroalga juga mengalami pengurangan ketika transparansi air menjadi berkurang. Pengaruh langsung dan tidak langsung lainnya akibat terjadinya proses pengayaan adalah adanya energi-energi tertentu untuk merubah komunitas tumbuhan, termasuk didalamnya toksisitas dari ammonium bagi eelgrass (Zostera marina: van Katwijk et al. 1997), dan berkurangnya silikon terlarut (dissolved silicon) yang mungkin menjadi salah satu faktor penyebab berkurangnya tumbuhan lamun secara global.Borum (1996) menyarankan bahwa efek yang paling penting dari pengayaan nutrient pada produktifitas primer di wilayah pesisir yang dangkal adalah untuk mempengaruhi perubahan secara kualitatif dalam keseimbangan di antara komponen autotrofik dari dominansi makroalga sejati serta lamun menjadi dominasi makroalga ephermal dam mikroalga pelagis. Peningkatan komunitas tanaman tersebut merubah secara luas kualitas habitat bagi hewan. Pada habitat sub-litoral atau intertidal, akumulasi biomassa dari makroalga terkontaminasi mengakibatkan perubahan pada dasar perairan dan terperangkap pada butiran halus sedimen dan mengurangi kemampuan bertahan hidup pada invertebrata, hilangnya beberapa cadangan makanan dan invertebrata suspensionfeeding seperti amphipoda dan polychaeta, dan mengurangi kelimpahan pemangssa invertebrata seperti ikan dan burung pantai. Pengayaan nutrient di perairan tropis dan sub-tropis telah meningkatkan produksi mikroalga, yang mengarah pada pertumbuhan yang berlebihan dari mikroalga dan mematikan terumbu (coral).

Gambar 11.Contoh dari trend penurunan transparansi air (kedalaman Secchi pada musim dingin) di kepulauan land, bagian utara Laut Baltik.Diaz & Rosenberg (1995) menyimpulkan bahwa, tidak ada variabel lingkungan seperti pentingnya ekologi pada ekosistem pesisir pantai yang mengalami perubahan secara drastis dalam periode waktu yang singkat seperti oksigen terlarut. Sementara lingkungan yang mengalami hypoxia dan anoxia telah ada dalam skala waktu geologi, keberadaannya di peraran dangkal di wilayah pesisir dan estuaria semakin meningkat, dan kebanyakan dipercepat oleh adanya aktifitas manusia. Masalah ekologi yang terkait dengan keberadaan rendahnya oksigen semakin meningkat dalam skala global. Gray (1992) menunjukkan serangkaian respon terhadap perkembangan hypoxia yang terdiri dari : berkurangnya ikan-ikan demersal yang sensitif (cod, whiting) ketika konsentrasi oksigen berkurang 20 hingga 40% dari titik jenuhnya; hilangnya ikan bentik lainnya (dabs, flounder) pada titik jenuh 15%; kematian bivalvia, ehinodermata dan krustasea pada titik jenuh 10%; dan hilangnya keragaman bentik secara ekstrim pada kondisi titik jenuh oksigen berada < 5% dimana hanya terdapat spesies invertebrata yang resisten /mampu bertahan pada kondisi ini (Capitella, Polydora).Meskipun sulit untuk menentukan hubungan langsung antara pengayaan terhadap perubahan komunitas invertebrata dan trofik level yang tinggi, Pihl (1994) telah mendokumentasikan perubahan jangka panjang dari rantai makanan pada proses pemangsaan ikan-ikan dasar dari Kattegat dan mengaitkan perubahan proses tersebut kedalam komposisi spesies macrofauna bentik yang telah digambarkan sebelumnya. Ia menyimpulkan bahwa, Stress yang berulang-ulang dari hypoxia kemungkinan mendorong pemangsaan spesies berukuran kecil dengan siklus hidup yang pendek, yang akan mendukung kehadiran ikan-ikan yang berukuran kecil. Dengan demikian, alternatif sumber makanan dan dampak langsung dari hypoxia dapat mengakibatkan peningkatan dominasi pada spesies-spesies ikan demersal. Model konseptual kita saat ini sudah termasuk hipotesis bahwa pengayaan nutrient dapat menyebabkan perubahan pada energi-energi tertentu yang mengatur keragaman biologis pada seluruh tingkatan trofik yang ada dalam rantai makanan di pesisir.Rasio Nutrien dan Komposisi Komunitas FitoplanktonModel konseptual pertama menjelaskan hubungan antara kuantitas sederhana seperti total masukan N dan ketersediaan stok klorofil. Topik kunci dari penelitian pesisir saat ini berkisar pada rasio dari N, P, dan Si serta pengaruh perubahan rasio nutrient pada sumberdaya tertentu untuk kelompok produktifitas tertentu pula. Pembatasan dilakukan pada rasio Si dan N (atau P) sebagai unsur pembatas yang potensial bagi diatom, karena aktifitas manusia secara selektif meningkatkan masukan N dan P, tetapi tidak Si, ke perairan pesisir. Data time seri menunjukan trend dari peningkatan konsentrasi N umumnya juga menunjukkan trend penurunan rasio Si:N.Rasio Si:N dimulai pada nilai > 1 dan kemudian turun pada rasio konsisten 1. Diatom membutuhkan Si dan N pada rasio sekitar 1. Ketika rasio Si:N turun dari >1 ke