28
RHABDOMYOSARCOMA SINONASAL Dewi Sinaga , Denny Satria Utama Bagian IKTHT- KL FK Unsri/ Departemen KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Abstrak Rhabdomyosarcoma adalah tumor ganas jaringan mesenkim berasal dari otot rangka, merupakan keganasan yang banyak ditemukan pada anak-anak. Tempat yang paling umum adalah regio kepala dan leher, saluran urogenital, lengan dan kaki. Penyebab pasti rhabdomyosarcoma tidak diketahui. Sekitar 10% rhabdomyosarcoma pada sinonasal. Manifestasi klinis pada sinonasal ditandai dengan hidung tersumbat dan perdarahan. Tomografi Komputer dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) penting untuk evaluasi tumor primer dan hubungannya terhadap struktur sekitarnya. Penatalaksanan yaitu operasi eksisi komplit, kemoterapi maupun radioterapi. Dilaporkan satu kasus laki-laki dewasa dengan rhabdomyosarcoma sinonasal yang dilakukan operasi maksilektomi medialis dengan pendekatan rinotomi lateral. Pascaoperasi ditemukan rekurensi yang sangat cepat muncul. Kata kunci : Rhabdomyosarcoma, Sinonasal, Operasi Abstract Rhabdomyosarcoma is a malignant tumor of mesenchymal tissue derived from skeletal muscle, is a malignancy is found in many children. The most common place is the region of the head and neck, urogenital tract, arms and legs. The exact cause of rhabdomyosarcoma is unknown. Approximately 10% of the sinonasal rhabdomyosarcoma. Clinical manifestations of sinonasal characterized by nasal congestion and hemorrhage. Computer tomography and MRI (Magnetic Resonance Imaging) is important for the evaluation of primary tumor and its relationship to surrounding structures. Treatment is complete excision surgery, chemotherapy or radiotherapy. Reported one case of adult 1

Rhabdomyosarcoma

  • Upload
    ekaefka

  • View
    45

  • Download
    10

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kasus

Citation preview

Page 1: Rhabdomyosarcoma

RHABDOMYOSARCOMA SINONASALDewi Sinaga, Denny Satria Utama

Bagian IKTHT- KL FK Unsri/Departemen KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang

AbstrakRhabdomyosarcoma adalah tumor ganas jaringan mesenkim berasal dari otot rangka, merupakan keganasan yang banyak ditemukan pada anak-anak. Tempat yang paling umum adalah regio kepala dan leher, saluran urogenital, lengan dan kaki. Penyebab pasti rhabdomyosarcoma tidak diketahui. Sekitar 10% rhabdomyosarcoma pada sinonasal. Manifestasi klinis pada sinonasal ditandai dengan hidung tersumbat dan perdarahan. Tomografi Komputer dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) penting untuk evaluasi tumor primer dan hubungannya terhadap struktur sekitarnya. Penatalaksanan yaitu operasi eksisi komplit, kemoterapi maupun radioterapi. Dilaporkan satu kasus laki-laki dewasa dengan rhabdomyosarcoma sinonasal yang dilakukan operasi maksilektomi medialis dengan pendekatan rinotomi lateral. Pascaoperasi ditemukan rekurensi yang sangat cepat muncul.

Kata kunci : Rhabdomyosarcoma, Sinonasal, Operasi

Abstract Rhabdomyosarcoma is a malignant tumor of mesenchymal tissue derived from skeletal muscle, is a malignancy is found in many children. The most common place is the region of the head and neck, urogenital tract, arms and legs. The exact cause of rhabdomyosarcoma is unknown. Approximately 10% of the sinonasal rhabdomyosarcoma. Clinical manifestations of sinonasal characterized by nasal congestion and hemorrhage. Computer tomography and MRI (Magnetic Resonance Imaging) is important for the evaluation of primary tumor and its relationship to surrounding structures. Treatment is complete excision surgery, chemotherapy or radiotherapy. Reported one case of adult males with sinonasal rhabdomyosarcoma is surgery rinotomi maxilectomy medial lateral approach. Postoperative recurrence was found that very quickly appear.

Key word : Rhabdomyosarcoma, Sinonasal, Operation

1

Page 2: Rhabdomyosarcoma

PENDAHULUAN

Rhabdomyosarcoma (RMS) adalah tumor ganas yang melekat pada otot

rangka yang berasal dari jaringan mesenkim. RMS merupakan keganasan yang

dapat terjadi pada setiap bagian tubuh. Tempat yang paling sering terkena adalah

pada regio kepala dan leher, saluran urogenital, lengan dan kaki. RMS merupakan

tumor jaringan lunak yang paling umum pada anak-anak dan merupakan peringkat

ketiga keganasan setelah neuroblastoma dan nephroblastoma. Nama lain dari

RMS adalah sarkoma jaringan lunak, rhabdomyosarkoma alveolar,

rhabdomyosarkoma embryonal, botryoides sarcoma.1-6

RMS pada regio kepala dan leher umumnya muncul pada orbita,

nasofaring, mastoid dan regio temporal serta rongga hidung dan sinus paranasalis

yang biasanya terjadi pada masa anak-anak. Jumlahnya sekitar 4-8% pada seluruh

tumor pediatrik. Penyebab RMS secara pasti tidak diketahui tetapi diduga karena

adanya mutasi genetik yang meningkatkan resiko terjadinya RMS. Gejala yang

timbul bervariasi tergantung pada lokasi tumor. Tumor di hidung menyebabkan

hidung tersumbat, perdarahan hidung, rinorea, atau masalah neurologis jika tumor

meluas ke intrakranial. Tumor yang meluas disekitar mata dapat menyebabkan

mata menonjol (proptosis), gangguan visus dan pembengkakan disekitar mata.

Tumor di telinga dapat menyebabkan rasa sakit, gangguan pendengaran, dan

pembengkakan disekitar telinga, atau adanya otitis media berulang.1-5,7,8

Pemeriksaan penunjang dapat menggunakan Tomografi Komputer (TK)

dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Diagnosis defenitif ditegakkan

berdasarkan analisis histologik, mikroskop elektron transmisi dan tes untuk

transkripsi otot spesifik. Penatalaksanaan untuk tumor sinonasal adalah dengan

eksisi luas komplit untuk tumor primer dan dilanjutkan dengan kemoterapi dan

radioterapi. Komplikasi yang sering terjadi adalah adanya metastase jauh dengan

keterlibatan parameningeal yang beresiko terjadinya penyebaran subarakhnoid.

Pada regio sinonasal RMS biasanya memiliki prognosis yang buruk karena

sulitnya operasi eksisi secara komplit.1,3,5,8-10

KEKERAPAN

2

Page 3: Rhabdomyosarcoma

RMS merupakan keganasan yang sangat agresif karena sering terjadi

metastasis dini sebelum gejala invasi lokal muncul. Jumlahnya sekitar 4-8% dari

seluruh tumor pediatrik dan menduduki peringkat ke tiga yang tersering di

diagnosis sebagai tumor ekstrakranial pada masa anak-anak sesudah

neuroblastoma dan nephroblastoma secara berturut-turut. Sekitar 250 kasus baru

didiagnosis di AS setiap tahunnya dan merupakan tumor solid ekstrakranial pada

anak yang sering dijumpai. Tumor ini berasal dari mesenkim embrional yang

berasal dari otot rangka yang tidak dapat dibedakan (undifferentiated). Sekitar

40% tumor RMS berasal dari kepala dan leher. Dari semua tempat pada kepala

dan leher, mata adalah tempat yang paling sering terlibat (35%). Tempat kedua

yang umumnya terkena adalah nasofaring (25%) di ikuti hidung dan sinus

paranasal (10%) dan telinga tengah termasuk tulang temporal dan mastoid (10%).

RMS sinonasal melibatkan tempat non-orbital parameningeal yang terlibat lebih

agresif sifatnya dibandingkan yang muncul ditempat lain. Suatu penelitian oleh

MD Anderson Cancer Center dilaporkan 37 pasien anak dan dewasa dengan RMS

sinonasal.1,5-8,10

RMS sinonasal pada anak-anak 40% kasus muncul pada anak usia lebih 5

tahun, 70% sebelum usia 12 tahun, pada bayi kurang dari 1 tahun sekitar 10-15%

kasus. Kepustakaan yang lain menyatakan distribusi umur adalah bimodal, yang

pertama puncaknya antara 2-5 tahun dan puncak kedua adalah antara 15-19 tahun.

Insidensi terjadinya kasus pada laki-laki lebih sering daripada wanita dengan

perbandingan 1,3:1. Kejadian RMS berkisar 4-7 juta anak pertahun usia 15 tahun

atau lebih muda. Di Amerika serikat sekitar 250 kasus baru di diagnosis setiap

tahunnya sebagai RMS setelah neuroblastoma dan tumor willis. Insidensi RMS

pada populasi Asia lebih rendah dibandingkan populasi kulit putih dari negara-

negara barat. Ada suatu peningkatan insiden pada pasien dengan

neurofibromatosis, sindrom Beckwith-Wiedermann, sindrom Li-Fraumeni.1,3,5,6,8

Di bagian THT-KL RSMH Palembang periode Januari 2009 sampai Juni

2012 dilaporkan 1 kasus rhabdomyosarcoma sinonasal pada laki-laki usia 31

tahun.

3

Page 4: Rhabdomyosarcoma

ANATOMI

Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan

yang kurang menguntungkan. Secara garis besar hidung dibagi atas hidung bagian

luar dan dalam. Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan

prosesus horizontal os palatum. Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis

superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan

korpus os sphenoid. Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus

frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang

merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os

palatum dan lamina pterigoideus medial.11,12

Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari tiga sumber utama yaitu:

(1) Arteri etmoidalis anterior, (2) arteri etmoidalis posterior, cabang dari arteri

oftalmika dan (3) arteri sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna

yang berasal dari arteri karotis eksterna. Septum bagian superior anterior dan

dinding lateral hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoidalis anterior, arteri

etmoidalis posterior yang kecil hanya mendarahi daerah yang kecil di regio

superior posterior. Kedua arteri etmoidalis setelah meninggalkan arteri oftalmika,

menyeberangi lamina kribrosa dan masuk hidung melalui foramen etmoid anterior

dan posterior, disertai oleh serabut saraf pasangannya.11-14

Arteri septi posterior mempunyai tiga cabang utama, satu untuk bagian

posterior, satu untuk bagian inferior dan satu lagi untuk bagian tengah dan

posterior septum. Cabang-cabang yang sampai dibagian inferior anterior septum

akan beranastomosis bebas dengan cabang arteri labialis superior untuk septum

dan aa.palatina mayor. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan

berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena pada vestibulum dan struktur luar

hidung mempunyai hubungan dengan sinus kavernosus melalui vena oftalmika

superior. Dinding vena-vena besar dan arterial pada mukosa hidung tidak

mengandung serat elastik.11-13

KLASIFIKASI

4

Page 5: Rhabdomyosarcoma

Tumor ini muncul dari mesenkim embrional, mempunyai asal yang sama

sebagai otot rangka. Pengklasifikasian RMS berdasarkan histologinya adalah

untuk menentukan terapi dan prognostik. Secara konvensional RMS

diklasifikasikan atas 3 tipe secara histologis yaitu tipe embrional (dengan varian

botryoid), tipe alveolar dan tipe pleomorfik. RMS tipe embrional kehilangan

rantai homozigot pada kromosom 11p15 lokasi faktor pertumbuhan II insulin.

Kehilangan kontrol transkripsi dipercaya sebagai hasil pada perluasan autonom

faktor pertumbuhan ini. Sekitar 85% RMS pada kepala dan leher adalah tipe

embrionik (termasuk botyroid RMS) dan 15% tipe alveolar. RMS alveolar adalah

tipe histologi kedua tersering pada regio kepala dan leher. Alveolar RMS

memiliki suatu karakteristik translokasi t (2,13)(q35,q14), penggabungan gen

PAX3 dan FKHR. PAX7 merupakan gen yang penting lainnya pada

perkembangan neuromuskular awal, juga terlihat aktivasi autonom yang

menyebabkan disregulasi sel pertumbuhan.1,5,8,10,15,16

Pleomorfik RMS adalah peringkat ke 3 yang sering di diagnosis. Jenis ini

bentuknya lebih berbeda dan sering dijumpai pada usia dewasa. Selain itu ada

juga pembagian RMS berdasarkan tipe histologinya yaitu : baik (favorable),

sedang (intermediate), tidak baik (unfavorable). Tipe favorable sekitar 5%

termasuk sarkoma botryoid dan variasi Spindle cell. Tipe intermediate (50%)

adalah tipe embrional, tipe unfavorable (20%) termasuk tipe alveolar dan tumor

undifferentiated. Tumor tipe alveolar muncul dari ekstremitas, batang tubuh, dan

perineum. Tumor undifferentiated berasal dari ekstremitas dan pada regio kepala

dan leher.1,3,5,7,8 RMS regio sinonasal jenis yang dominan adalah tipe alveolar,

sebagian subtipe solid alveolar. Sel tumor sinonasal sering ditemukan dalam

bentuk undifferentiated, bentuk tampilan suatu solid alveolar.1,17

ETIOPATOGENESIS

Penyebab RMS tidak diketahui secara pasti. Ini adalah tumor yang sangat

jarang dan hanya beberapa ratus kasus baru pertahun di seluruh AS. Beberapa

anak dengan cacat lahir tertentu ada peningkatan resiko dan beberapa keluarga

memiliki mutasi gen yang meningkatkan resiko, namun sebagian besar anak-anak

5

Page 6: Rhabdomyosarcoma

dengan RMS tidak memiliki faktor resiko yang diketahui. Massa sinonasal pada

pediatrik dilaporkan muncul dari suatu kelainan kongenital, perkembangan, atau

proses neoplasma. Neurofibromatosis tipe I, sindrom Bechwith wiedermann,

sindrom Garlin’s nevoid basal sel dan sindrom Rubenstein Taybi dilaporkan

berkaitan dengan kejadian RMS. Penggunaan alkohol dan obat-obat adiktif secara

rutin oleh orang tua sebelum konsepsi juga berhubungan dengan peningkatan

resiko berkembangnya RMS.4,5,8

DIAGNOSIS

Diagnosis RMS sering terlambat karena kurangnya gejala dan biasanya

nyerinya juga minimal. Diagnosis dini sangat penting karena RMS adalah tumor

agresif yang menyebar dengan cepat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3

Anamnesis dan pemeriksaan Fisik

Gejala yang sering muncul bervariasi tergantung lokasi tumor (tumor

primer), usia pasien, dan ada atau tidak ada metastase penyakit. Mayoritas gejala

secara sekunder merupakan efek kompresi oleh tumor atau oleh munculnya

massa. Secara klinis tumor ini nyerinya minimal atau timbul dengan gejala dan

tanda yang tidak spesifik. Tumor ini muncul sebagai suatu gambaran yang tidak

jelas, massa homogen berkaitan dengan remodeling tulang dan destruksi tulang.

Tumor-ini dapat massif sehingga penentuan lokasi tumor primer menjadi sulit

ditentukan. Tumor di hidung atau tenggorok dapat menyebabkan perdarahan,

hidung tersumbat, masalah menelan, atau masalah neurologis jika meluas ke

intrakranial. Tumor disekitar mata dapat menyebabkan mata menonjol, gangguan

pengelihatan dan pembengkakan di sekitar mata. Tumor di telinga dapat

menyebabkan rasa sakit, gangguan pendengaran atau bengkak. Pemeriksaan fisik

lengkap harus dilakukan. Pengujian dilakukan untuk mendiagnosis kondisi ini

termasuk diantaranya biopsi dari tumor, TK sinus paranasal, TK dada untuk

melihat perluasan, biopsi sumsum tulang, scan tulang untuk mencari penyebaran

tumor, MRI, dan lain-lain.3,4,9,17

Pemeriksaan Penunjang

6

Page 7: Rhabdomyosarcoma

Pemeriksaan awal untuk endoskopik dan evaluasi radiografi sangat

dianjurkan untuk mencegah keterlambatan diagnostik. TK dan MRI merupakan

pemeriksaan non invasif untuk mengevaluasi munculnya dan perluasan tumor

pada kepala dan leher. TK dengan potongan aksial dan koronal merupakan pilihan

modalitas untuk kelainan hidung dan sinus paranasal. Perluasan tumor dapat

diukur dan hubungannya dengan struktur sekitar dapat dievaluasi. Remodeling

tulang diduga sebagai suatu tumor jinak atau lambat tumbuh, destruksi tulang dan

hilangnya jarak jaringan lunak merupakan indikasi keganasan. Pada pemeriksaan

MRI tumor ini terlihat isointens pada otot pada T1WI dan pada T2WI terlihat

hipointens pada otot. Obliterasi lapisan lemak sepanjang dinding sinus maksila

posterolateral, fossa pterygopalatin dan fossa infratemporal adalah tanda yang

sangat sensitif dari perluasan tumor. Perbatasan tumor-otot pterygoid dapat jelas

digambarkan dengan MRI. Ketebalan mukosa, penyumbatan sekresi dan tumor

lebih jelas dibedakan dengan MRI daripada TK. Evaluasi untuk perineural,

perivaskular, atau perluasan lokal ke dalam ruang jaringan lunak sekitarnya dan

sistem saraf pusat adalah lebih baik dan lebih unggul dengan MRI. PET Scan

(Positron Emission Tomography) dapat membantu mengungkapkan lokasi sel

tumor dalam tubuh menggunakan zat radioaktif yang disuntikkan ke pembuluh

darah. Scan tulang untuk mendeteksi metastasis ke tulang dari tumor yang muncul

dalam organ yang berbeda.7-9,11,18

Pemeriksaan lainnya termasuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi tumor

dapat dilakukan dengan aspirasi biopsi atau biopsi dari operasi. Aspirasi sumsum

tulang dari biopsi untuk menilai apakah RMS telah menyebar ke sumsum tulang.

Namun diagnosis defenitif dari beberapa massa sinonasal yang di identifikasi

memerlukan biopsi, evaluasi endoskopi dan gambaran preoperatif adalah

instrumental dalam mencegah cedera iatrogenik. Diagnosis juga dapat ditegakkan

dengan mikroskop cahaya, imunohistokimia, mikroskop elektron atau tes

molekular ‘reverse-transcriptase polymerase chain reaction’ (RT-PCR).1,6,7,18

Stadium dibagi oleh variasi histologi, lokasi primer, dan perluasan

penyakit mempunyai suatu pengaruh yang penting dalam pemilihan terapi dan

prognosis. Sistem staging untuk RMS sinonasal adalah berdasarkan UICC

7

Page 8: Rhabdomyosarcoma

(International Union Against Cancer), TNM (Tumor, Nodul, Metastasis) dan IRS

(Intergroup Rhabdomyosarcoma Study System). Menurut stadium berdasarkan

IRS sebagai berikut: 1) stadium I yaitu penyakit terlokalisir, reseksi komplit. IA

bila terbatas pada organ atau asal dari otot. IB infiltrasi berdampingan disebelah

organ atau asal dari otot, kelenjar limfe regional tidak terlibat. 2) stadium II yaitu

penyakit terlokalisir dengan penyakit residual mikroskopis atau penyakit regional

dengan atau tanpa penyakit mikroskopis (tidak ada residual yang besar). IIA

Tumor direseksi secara luas dengan residual mikroskopis, pembesaran kelenjar

limfe tidak ada. IIB penyakit residual komplit direseksi dimana kelenjar limfe

dapat terlibat dan atau meluas tumornya kedalam organ yang berdekatan. IIC

penyakit regional dengan keterlibatan kelenjar limfe secara luas direseksi tetapi

dengan kejadian penyakit residual mikroskopis. 3) stadium III reseksi inkomplit

atau biopsi dengan penyakit residual yang besar. 4) stadium IV adanya metastase

jauh saat ditegakkan diagnosis.2,3,5

Sistem staging berdasarkan TNM tahun 2002 terbagi untuk kavum nasi

dan sinus etmoid dan sinus maksila. Untuk kavum nasi dan sinus etmoid yaitu T1

terbatas pada satu sisi dengan atau tanpa invasi tulang. T2 bila melibatkan dua sisi

pada satu regio atau perluasan ke regio yang berdekatan. T3 adalah perluasan ke

dinding medial, lantai orbita, sinus maksila, palatum atau lempeng kribriformis.

T4 melibatkan mata, kulit, basis kranii, nervus kranialis, sinus sphenoid atau sinus

frontal, pterygoid dan nasofaring. Untuk sistem sinus maksilaris untuk T1 bila

terbatas pada mukosa. T2 melibatkan infrastruktur. T3 melibatkan jaringan

subkutaneus, dinding posterior, lantai orbita dan etmoid. T4 melibatkan mata,

kulit, basis kranii, nervus kranialis, sinus sphenoid atau sinus frontal, pterygoid,

nasofaring.19,20

HISTOPATOLOGI

Pada pemeriksaan mikroskopis dari alveolar rhabdomyosarcoma tampak

kelompokan sel-sel yang dibatasi oleh septa-septa jaringan ikat fibrous yang tebal

yang mempunyai gambaran seperti alveolar pada paru yang irregular. Sel-sel yang

terletak pada bagian perifer alveolar tersusun satu lapis dan melekat pada septa.

8

Page 9: Rhabdomyosarcoma

Sel-sel yang terletak pada bagian sentral cendrung tersusun lebih renggang dan

mengalami diskohesi. Pada tumor ini juga terdapat bagian yang solid yang tidak

berbentuk alveolar yang terdiri dari sel-sel tumor yang padat. Secara histogenesis

berasal dari sel-sel otot lurik. Ruang alveolar berisi sel-sel ganas yang bebas,

lebih agresif daripada bentuk embrional.8,16

Diagnosis defenitif dari tumor yang berdifrensiasi buruk memerlukan

penggunaan kombinasi analisis histologi, mikroskop elektron transmisi dan uji

untuk faktor transkripsi otot spesifik seperti MyoD family. Munculnya

sarcomeres, actin, myosin, dan garis filamen tipis oleh ribosom pada mikroskop

elektron adalah diagnosis untuk RMS. Diagnosis defenitif dari hasil biopsi

biasanya ditemukan spindle cell atau small round blue cell dan ekspresi faktor

transkripsi seperti myogenin dan MyoD regulator secara imunohistokimia.5,16

DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding RMS termasuk tumor jinak dan ganas seperti limfoma

maligna, tumor round cell seperti olfactory neuroblastoma, ewing’s tumor, tumor

primitif neuroektodermal (PNET), dan carcinoma undifferentiated.1,5,8

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari RMS sinonasal ini adalah kompleks dan merupakan

multimodalitas. Terapi biasanya dikombinasi antara operasi, radioterapi dan

kemoterapi. Stadium awal dengan gambaran histologi yang jelas dapat diterapi

dengan operasi radikal, sedangkan untuk tumor yang meluas dapat dilakukan

kemoradiasi. Regimen kemoterapi yang biasa dipakai adalah vincristin,

actinomycin, cyclophosfamide, dan adriamycin adalah sediaan yang paling sering

digunakan.1,5,16,20

Operasi pada regio sinonasal merupakan modalitas utama terapi.

Perkembangan operasi plastik rekonstruksi yang diikuti operasi radikal pada regio

sinonasal menunjukkan hasil fungsional dan kosmetik yang lebih baik dan lebih

dapat diterima. Sisa tumor mikroskopis dapat dire-eksisi, jika analisa bedah beku

menunjukkan garis tepi negatif, tambahan radioterapi tidak perlu diberikan.

9

Page 10: Rhabdomyosarcoma

Sebagai alternatif kemoterapi dan radioterapi dapat digunakan untuk penyakit

residual mikroskopis sesudah reseksi.3,7,16

KOMPLIKASI

RMS sinonasal dapat meluas metastasenya dan melibatkan multiorgan.

Tempat metastase yang sering adalah paru-paru, tulang, dan sumsum tulang, hati,

dan ginjal. Komplikasi terapi dapat terjadi mulai dari yang paling rendah.

Komplikasi pada pemberian kemoterapi intensif dapat menyebabkan komplikasi

akut berat dengan toksik kematian pada akhir terapi muncul pada 5-12 % pasien.

Neoplasma sekunder (muncul 2,4%) seperti acute myeloid leukemia, acute

lymphoblastic leukemia dapat berkembang pada 3-4 tahun terapi. Kardiomiopati

(1,6%), sindrom Fanconi (6%), dan kerusakan ginjal adalah konsekuensi potensial

kemoterapi. Radioterapi memiliki komplikasi lambat yang serius seperti

terhambatnya perkembangan pada anak-anak (48%), growth retardation (35%),

kesulitan belajar dan mendengar (16%).6-8

PROGNOSA

Faktor-faktor yang berkaitan dengan survival (poorer survival) mulai

onset munculnya penyakit pada dewasa, histologi tipe alveolar dan

penatalaksanaan dengan kemoterapi sistemik kurang dari 1 tahun biasanya buruk.

Untuk pasien yang diterapi dengan kombinasi radioterapi dan kemoterapi dengan

atau tanpa operasi angka harapan hidup selama 5 tahun adalah 60%, sedangkan

bila tidak diterapi rata-rata 44%. Kelangsungan hidup 5 tahun untuk stadium I

adalah 90%, stadium II (kelompok klinis I dan II) adalah 77%, untuk stadium II

(kelompok klinis III) adalah 65% dan untuk stadium III (kelompok I, II, III)

adalah 55%, stadium IV prognosis buruk. Prognosis untuk penyakit rekuren

adalah buruk. Secara umum RMS sinonasal memiliki prognosis yang buruk

karena sulitnya reseksi tumor secara komplit. Beberapa kepustakaan juga

menyatakan apapun tipe histologinya, diagnosis RMS sinonasal memiliki

prognosis buruk karena lokasi tumor parameningeal sehingga memiliki tendensi

untuk meluas secara intrakranial.1,3,4,6,8

10

Page 11: Rhabdomyosarcoma

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 31 tahun datang ke poliklinik THT RSMH

Palembang pada tanggal 14 Februari 2011 (pasien merupakan konsul dari bagian

Mata). Pada anamnesis didapatkan keluhan utama timbul benjolan di hidung

kanan yang makin lama makin membesar sejak 4 bulan yang lalu disertai hidung

tersumbat, mudah berdarah, dan adanya penurunan penciuman pada hidung

sebelah kanan, disertai pembesaran mata kanan sejak 3 bulan yang lalu. Mata

kanan sudah tidak dapat melihat lagi sejak lebih kurang 2 bulan yang lalu. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kompos mentis, TD 120/80

mmHg, nadi 80 x/menit, temperatur 37°C. Pemeriksaan telinga kanan tidak

tampak kelainan, telinga kiri: liang telinga lapang, perforasi subtotal pada

membran timpani, sekret tidak ada. Pada hidung: rongga hidung lapang, tampak

massa di kavum nasi dekstra warna merah muda, mudah berdarah, permukaan

berdengkul-dengkul. Pada tenggorok arkus faring simetris, uvula ditengah, tonsil

T1-T1 tenang, tidak hiperemis. Tidak ditemukan pembesaran KGB.

Dilakukan pemeriksaan penunjang dengan foto polos toraks tanggal 19

Februari 2011 kesan normal toraks, foto polos orbita dan water’s no 363 kesan:

soft tissue massa melewati daerah kavum nasi dekstra, sinus maksilaris dekstra

dan orbita dekstra, saran: CT Scan SPN. Dilakukan CT Scan SPN tanggal 22

Februari 2011, no 5022, kesan: Suspek malignansi pada sinus maksilaris kanan,

meluas ke kavum nasi kanan, kavum orbita kanan, sinus etmoidalis kanan dan

sinus sfenoidalis kanan serta sinus frontalis kanan. Pasien ditegakkan dengan

diagnosis massa sinonasal dekstra dan massa di regio orbita dekstra. Kemudian

dilakukan biopsi kavum nasi tanggal 23 Februari 2011 no.741/A/2011 kesan :

Inflamatory polip pada kavum nasi dekstra. Tanggal 8 Maret 2011 dilakukan

biopsi ulang pada kavum nasi kesan: Jaringan granulasi pada kavum nasi.

Pasien direncanakan operasi bersama dengan bagian mata. Dari bagian

Mata direncanakan eksentrasi orbita dekstra, dan rencana di bagian THT dengan

tindakan Maksilektomi parsial medialis dengan pendekatan rinotomi lateral. Pada

tanggal 11 Maret 2011 dilakukan tindakan operasi bersama antara bagian Mata

dan THT. Intraoperatif setelah dilakukan eksenterasi orbita kanan oleh bagian

11

Page 12: Rhabdomyosarcoma

Mata dilanjutkan dengan tindakan Maksilektomi parsial medialis. Dilakukan insisi

secara Weber Ferguson. Flap pipi dipisahkan dari maksila sampai subperios.

Tampak dinding depan dan medial antrum maksila sebagian sudah mengalami

destruksi. Terlihat massa berwarna merah muda dan mudah berdarah dengan

bagian-bagian yang nekrosis dan bagian-bagian seperti gambaran polip baik pada

antrum maksila maupun kavum nasi kanan. Dilakukan evakuasi massa pada

antrum maksila dan kavum nasi dekstra dengan tetap mempertahankan mukosa

yang sehat. Perdarahan diatasi dengan cara ligasi dan kauterisasi. Penutupan luka

lapis demi lapis dengan menggunakan benang multifilament 3/0 rounded

absorble. Kutis ditutup dengan jahitan subkutan menggunakan benang

monofilament 4/0 cutting non absorble. Tampon posterior dipasang, dilanjutkan

tampon anterior 5/5. Operasi dinyatakan selesai. Pascaoperasi pasien diberikan

antibiotik Ceftriaxon 2x1gr, Ketorolak 1 ampul drip, Asam traneksamat 3x 500

mg intravena, Ranitidin 2x 1 ampul intravena dan diet cair melalui OGT.

Hari pertama pascaoperasi, keadaan pasien baik, keluhan nyeri daerah

wajah, bengkak pada daerah wajah minimal, terapi masih dilanjutkan. Hari kedua

pascaoperasi dilakukan pengangkatan tampon posterior dan tampon maksila dan

tampon anterior bertahap, tidak tampak perdarahan aktif. Hari ketiga

pascaoperasi dilakukan pengangkatan seluruh tampon anterior dan pelepasan

OGT, keluhan nyeri pada wajah minimal, keadaan umum pasien baik. Terapi

masih dilanjutkan ditambah pemberian cuci hidung dengan larutan NaCl

fisiologis. Hari ke 4 pasien rawat jalan.

Hari kedelapan pascaoperasi pasien kontrol ke poli THT, keluhan nyeri

daerah wajah tidak ada lagi. dilakukan pengangkatan jahitan post insisi. Luka

operasi menutup sempurna. Pasien diterapi dengan Cefixime 2x100mg, Asam

mefenamat 3x 500mg, cuci hidung NaCl fisiologis 2x sehari. Minggu kedua

pascaoperasi pasien kontrol tidak ada keluhan, hidung tersumbat tidak ada, pasien

selanjutnya kontrol kebagian mata, tampak jaringan granulasi mulai tumbuh pada

rongga mata. Hasil PA tanggal 12 Maret 2011 no. 997/A/2011, Sediaan dari

kavum nasi dan sinus maksila dekstra, kesan: Alveolar rhabdomyosarcoma. Hasil

PA dari sediaan orbita dekstra no. 976/A/2011, kesan: Malignant

12

Page 13: Rhabdomyosarcoma

hemangiopericytoma, DD: Alveolar rhabdomyosarcoma, saran pemeriksaan IHK

LCA dan CD 34.

Satu bulan pascaoperasi pasien mengeluh mulai tumbuh lagi benjolan di

hidung sebelah kanan, pipi sebelah kanan juga mulai membengkak sejak 2

minggu terakhir, nyeri tidak dijumpai, sering keluar darah dari hidung. Pada

pemeriksaan fisik keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah

120/80 mmHg, pernafasan 22x/menit, temperatur 37°C. Pemeriksaan telinga

kanan tidak tampak kelainan, telinga kiri: liang telinga lapang, perforasi subtotal

pada membran timpani, sekret tidak ada. Pada hidung: rongga hidung lapang,

tampak massa di kavum nasi dekstra warna merah kecoklatan, mudah berdarah,

permukaan berdengkul-dengkul, massa keluar dari kavum nasi dekstra. Tampak

pipi sebelah kanan juga membengkak. Pada tenggorok arkus faring simetris, uvula

ditengah, tonsil T1-T1 tenang, tidak hiperemis. Tidak ditemukan pembesaran

KGB. TK Sinus Paranasal tanggal 18 Mei 2011, Tampak soft tissue massa berasal

dari dalam sinus maksilaris dekstra, dinding sinus maksilaris dekstra semuanya

sudah destruksi, massa tumor menonjol keluar, massa tumor meluas ke kavum

nasi dekstra, massa masuk kedalam sinus etmoid dekstra dan sinus sfenoid

dekstra, massa juga masuk ke rongga orbita dekstra, kesan: Karsinoma sinus

maksilaris dekstra dengan perluasan seperti tersebut diatas.

Tanggal 9 juni 2011 dilakukan operasi kedua dengan tindakan

Maksilektomi medial dengan pendekatan rinotomi lateral. Intraoperatif, setelah

dilakukan identifikasi lapangan operasi, infiltrasi dengan pehacain pada regio

wajah. Insisi dilakukan dengan cara Weber Ferguson yaitu sekitar 1-2 mm

dibawah palpebra inferior sampai celah nasomaksila dan menelusuri lipatan ala

nasi dekstra. Flap pipi dipisahkan dari maksila sampai subperios. Ala nasi

dielevasi sehingga kavum nasi terlihat jelas. Terlihat massa berwarna merah

kecoklatan dan mudah berdarah dengan bagian-bagian yang nekrosis baik pada

antrum maksila maupun kavum nasi kanan. Dilakukan evakuasi massa pada

antrum maksila dan kavum nasi dekstra. Perdarahan diatasi dengan cara ligasi dan

kauterisasi. Dilakukan antrostomi intranasal untuk melancarkan drainase.

Dilakukan pemasangan tampon maksila, deviasi septum diperbaiki dengan

13

Page 14: Rhabdomyosarcoma

menggunakan cunam walsham dan spekulum hidung panjang. Penutupan luka

lapis demi lapis dengan menggunakan benang multifilament 3/0 rounded

absorble. Tampon posterior dipasang, dilanjutkan tampon anterior 5/5. Operasi

dinyatakan selesai.

Pascaoperasi diberikan Cefriaxon 2x 1 gr, Ketorolak 2x 1ampul intravena,

Asam traneksamat 3x500mg intravena. Hari pertama pascaoperasi bengkak pada

wajah masih ditemukan, perdarahan aktif tidak ada, nyeri wajah minimal, terapi

masih dilanjutkan. Hari kedua pascaoperasi dilakukan pengangkatan tampon

kavum nasi dan tampon maksila seluruhnya. Hari ke tiga sampai hari keenam

pascaoperasi keluhan keluar darah bercampur lendir dari rongga hidung kanan,

terapi masih diteruskan ditambah dengan cuci hidung dengan NaCl fisiologis

setiap hari.

Dilakukan staging dengan pemeriksaan USG abdomen kesan tidak ada

metastase, pemeriksaan CCT 87%, pemeriksaan Echocardiografi EF 63%.

Didapatkan stadiumnya adalah T4N0M0 dan direncanakan kemoterapi dengan

regimen Paclitaxel-Cisplatin. Pasien menolak untuk dilakukan kemoterapi dan

memilih pengobatan alternatif.

DISKUSI

Dilaporkan satu kasus Rhabdomyosarcoma sinonasal pada laki-laki usia

31 tahun. Ini merupakan kasus yang sangat jarang pada usia dewasa. Berdasarkan

kepustakaan RMS banyak dijumpai pada masa anak-anak dimana ± 40% muncul

pada usia lebih dari 5 tahun dan ± 70% pada usia sebelum 12 tahun. Kepustakan

yang lain menyebutkan bahwa puncak insidensi tertinggi pada usia 2-5 tahun dan

puncak kedua tertinggi yaitu pada usia 15-19 tahun dan belum ada laporan kasus

yang melaporkan kejadian rhabdomyosarcoma sinonasal pada usia dewasa. Pada

kasus ini RMS terjadi pada regio sinonasal dekstra dan orbita dekstra. Sesuai

kepustakaan predileksi yang paling sering dari lokasi RMS pada regio kepala dan

leher yaitu orbita, nasofaring, telinga tengah dan mastoid dan yang terakhir adalah

14

Page 15: Rhabdomyosarcoma

sinonasal (± 10%). Pada kasus ini juga sulit ditentukan lesi primer apakah dari

sinonasal yang meluas ke orbita atau sebaliknya dari orbita meluas ke sinonasal.

Gejala klinis utama pada kasus ini adalah hidung tersumbat dan

perdarahan hidung, juga adanya proptosis pada mata kanan serta terjadi penurunan

visus yang berlangsung cepat. Sesuai kepustakaan gejala klinis pada regio

sinonasal adalah hidung tersumbat dan perdarahan hidung sedangkan gejala orbita

yaitu proptosis dan penurunan visus. Jenis RMS berdasarkan histologi pada kasus

ini adalah Alveolar RMS. Sesuai kepustakaan tipe alveolar adalah jenis yang

paling sering pada sinonasal. Dan berdasarkan kepustakaan juga dikatakan bahwa

tipe alveolar dan undifferentiated memiliki prognosis yang buruk.

Kriteria IRS kasus ini termasuk grup III dan berdasarkan sistem TNM,

kasus ini stadiumnya adalah T4N0M0. Kasus ini ditatalaksanai dengan tindakan

operatif yaitu maksilektomi medialis dengan eksenterasi orbita. Sesuai

kepustakaan modalitas utama massa sinonasal adalah operatif. Penyulit dari RMS

sinonasal adalah eksisi massa secara komplit oleh karena massa tumor melekat

pada otot rangka selain itu tingkat rekurensi dan faktor pertumbuhan tumor yang

sangat cepat sehingga sebaiknya kasus ini diterapi lanjut dengan kemoterapi dan

atau radioterapi. Berdasarkan kepustakaan untuk massa yang tidak dieksisi secara

komplit sebaiknya penatalaksanaan dilanjutkan dengan kemoterapi atau radiasi,

namun pada pasien ini tidak dilanjutkan kemoterapi/ radioterapi karena pasien

menolak untuk dikemoterapi dan memilih untuk pengobatan alternatif.

15

Page 16: Rhabdomyosarcoma

DAFTAR PUSTAKA

1. Herrmann BW, Sotelo C, Eisenbeis JF. Pediatric Sinonasal

Rhabdomyosarcoma. Three cases and a review of the literature. Am. J.

Otolaryngol. 2003;24:174-180.

2. Gnegus. Kanker ganas ‘ Rhabdomyosarcoma’. Available from :

http://www.shuoong.com/medicine-and-health/comparative-medicine/kan

ker-ganas-rhabdomyosarcoma/2009

3. Doherty GM. Tumor in Childhood. In Current Diagnosis and treatment.

Otolaryngology head and neck surgery. 3th ed. 2012 : p1203-4

4. Helman MD, Dagner R. Rhabdomyosarcoma. ‘An overview’. Pediatric

Oncology Branch national cancer institute of health. Bethesda, USA.1998

5. Shabahang M, Kadir M, Saleh M, Tasmin FE. Metastasis of sinonasal

rhabdomyosarcoma to breast. The Breast Journal. 2008;6:591-600

6. Gabriel G, Calzada. Malignant tumors of the nose and paranasal cavity. In:

Rhinology and Facial plastic Surgery. Berlin, Heidelberg.2009: p392

7. Ahmed AA, Tsokos M. Sinonasal Rhabdomyosarcoma in children and

young adults. International journal of surgical pathology.2007: 160-165

8. Leroy X. Aberrant diffuse expression of synap to physin in a sinonasal

alveolar rhabdomyosarcoma. Pathology. 2007;39 (2):275-276

9. Fyrmpas G, Wurm J, Athanassiadout F. Management of pediatric

sinonasal rhabdomyosarcoma. The journal of laryngology and otology.

2009;123:990-96

10. Galera H, Sanchez J, Rios J, Demingo EJ. Sinonasal radiation associated

osteosarcoma after combined therapy for rhabdomyosarcoma of the nose.

Auris Nasus Larynx. 2001;28:261-264

11. Hilger PA. Hidung: Anatomi dan fisiologi terapan. Buku ajar penyakit

THT. edisi 6: Jakarta : Adam Boies Higler, 1997. h 173-183.

12. Ballenger JJ. Aplikasi klinis anatomi dan fisiologi hidung dan sinus

paranasal. Edisi 13. Philadephia : Stephen Yeh, 1994 ;h 1-15.

16

Page 17: Rhabdomyosarcoma

13. Lee KJ. The nose and paranasal sinuses. In Essential Otolaryngology Head

and Neck Surgery. 9th Ed. 1999: p365-371

14. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan, Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 6.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2007. h 145-147

15. Frederic B, Zhang PJ, Feldman, Michael D, Virginia A. Embryonal and

Alveolar rhabdomyosarcoma of parameningeal sites in adults: a report of

13 cases. International journal of surgical pathology. 2009;17:22-30

16. Walterhouse D, Watson A. Optimal management strategies for

rhabdomyosarcoma in children. Pediatric drugs. 2007;9(6):391-400

17. Michael D. Rhabdomyosarcoma. Available from:

http://www.righthealth.com/Alveolar rhabdomyosarcoma/2010

18. Rhabdomyosarcoma-Rhabdomyosarcoma. Available from: http://www.

mayoclinic.org/rhabdomyosarcoma/2002

19. Lee KJ. Pediatric Otolaryngology. In Essential Otolaryngology Head and

Neck Surgery. 9th Ed. 1999: p818, 1068

20. Bayle, Byron. Pediatric Malignancies. In : Head and Neck Surgery

Otolaryngology. 4th ed. 2006 : p 1360-66

17

Page 18: Rhabdomyosarcoma

18