Upload
roni-junior-simanjuntak
View
235
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
Rhinitis Vasomotor
Nanda Cendikia 102011025
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester 6
Fakultas Kedokteran UKRIDA 2011
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
www.ukrida.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rhinitis didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang melibatkan mukosa
hidung. Gejala-gejala rhinitis meliputi sumbatan pada hidung, hiperirratabilitas dan
hipersekresi.1 Rhinitis bisa disebabkan oleh bermacam-macam kondisi yang berbeda-beda
alergi maupun non-alergi. Insidensi rhinitis terlihat meningkat di kawasan eropa tepatnya
setelah revolusi industri. Satu dari lima orang Amerika diperkirakan menderita rhinitis.1,2
Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan
proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea.
Etiologi dari rhinitis vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan
dari saraf autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan
hipersekresi. Menejemen pengelolaan pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan
menghindari penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi
sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal. 1,3
Dalam praktek sehari - hari, seringkali muncul salah anggapan bahwa penyebab
rhinitis adalah alergi. Akibatnya tipe rhinitis yang lain (non alergik rhinitis/rhinitis vasomotor
dan mixed rhinitis) sering kali tidak terdiagnosa. Hal ini perlu menjadi perhatian karena
diagnosis yang tidak tepat menyebabkan pengobatan tidak memuaskan.2
Adanya kemiripan gejala antara rhinitis vasomotor dan rhinitis alergika menyebabkan
dokter umum sebagai primary care sering tidak tepat dalam menegakkan diagnosa. Pada
rhinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes yang (+) dan tes allergen yang (+).
Sedangkan yang alergik murni mempunyai skin tes yang (+) dan allergen yang jelas. 1,3,5
1 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun, sedangkan
pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan terbanyak diderita
oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58 juta penduduk amerika
menderita rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-alergika dan 26 juta menderita rinitis
tipe campuran. 1,4
Dengan demikian diharapkan dokter menjadi lebih teliti dalam melakukan anamnesa
dan mempertimbangkan apakah rinitis pada pasien adalah benar – benar sebagai rinitis
alergika, rinitis vasomotor atau rinitis tipe campuran. Sehingga pengobatan yang digunakan
memberikan hasil yang optimal.1,4,6
Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.1 Rinitis vasomotor adalah
gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan
hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.2 Kelainan ini
merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan
vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic
rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.1,3,5 Rhinitis vasomotor mempunyai
gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien
mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin
walaupun jarang.1,6 Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat
gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih
dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung
temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan
jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai
gangguan oleh individu tersebut.1,3,4
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan
THT serta beberapa pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan jenis
rinitis lainnya.2,3 Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat ringannya gejala
dan dapat dibagi atas tindakan konservatif dan operatif.6,7
BAB II
2 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi
Rinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang
disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit ini termasuk dalam penyakit
rinitis kronis selain rinitis alergika. 8
Rinitis vasomotor adalah inflamasi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan
oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis
menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di
hidung. Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer. 3
Rinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat di hidung
menjadi membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus menjadi
hipersekresi. 4
2.2. Epidemiologi
Sebanyak 30 – 60 % dari kasus rhinitis sepanjang tahun merupakan kasus rhinitis
vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.9 Walaupun
demikian insidens pastinya tidak diketahui.2,5 Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4.3 Secara
umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 –21%.5
Sebanyak 21% menderita keluhan hidung non – alergi dan hanya 5% dengan keluhan
hidung yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non – alergi
dijumpai pada dekade ke 3.5
Sunaryo, dkk (1998) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di
RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus (1,38 %)
sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus (10,07 %). 9
2.3. Etiologi
Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan
keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu.1,2,5,10 Beberapa faktor
yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3
3 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi
dan bau yang merangsang.
3. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan
hipotiroidisme.
4. Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.
2.4. Patofisiologi
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari
kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis
sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi
sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai
penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem
parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler
disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi
cairan, edema dan kongesti.5,6,10
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel-sel seperti
sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin,
prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak
hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga
meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang
menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E
mediated) seperti pada rinitis alergi.10 Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga
berperan pada rhinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau
kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,
perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ).10
Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitis
vasomotor yaitu :4,10
1. Meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis
2. Mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis
3. Mengurangi peptide vasoaktif
4. Mencari dan menghindari zat-zat iritan
4 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
2.5. Patogenesis
Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluh-pembuluh
darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf parasimpatis. Tidak dijumpai
alergen terhadap antibodi spesifik seperti yang dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan ini
merupakan refleks hipersensitivitas mukosa hidung yang non – spesifik. Serangan dapat
muncul akibat pengaruh beberapa faktor pemicu.9,10
1. Latar belakang 2,10
- adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan sistem saraf otonom
dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung vasodilatasi dan
edema pembuluh darah mukosa hidung hidung
tersumbat dan rhinoroe.
- Disebut juga “ rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) “
- Merupakan respon non - spesifik terhadap perubahan - perubahan lingkungannya, berbeda
dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat allergen
nya.
- tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE
( IgE-mediated hypersensitivity )
2. Pemicu (triggers) : 2,10
- Alkohol
- Perubahan temperatur / kelembapan
- Makanan yang panas dan pedas
- Bau – bauan yang menyengat ( strong odor )
- Asap rokok atau polusi udara lainnya
- Faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas
- Penyakit – penyakit endokrin
- Obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral
2.6. Gejala Klinis
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan
rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau
5 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari
satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi.1,2,6,7,10
Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan
tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata.1,2,6,7 Gejala dapat memburuk pada pagi hari
waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga
oleh karena asap rokok dan sebagainya.1 Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus
yang jatuh ke tenggorok ( post nasal drip ).10
Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2 golongan,
yaitu golongan obstruksi (blockers) dan golongan rinore (runners / sneezers). Prognosis
pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan
rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk
memastikan diagnosisnya.1
2.7. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan
disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi
dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.1,6,10Beberapa pasien hanya
mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak
mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.3
Contoh anamnesis pada kasus ini antara lain seperti;
apakah hidung anda tersumbat ? terus menerus atau hilang timbul ? satu atau dua-
duanya ? mulut dan tenggorokan kering ?
apakah keluar hingus ? keluarnya waktu pagi hari, musim tertentu, atau tidak
beraturan ? salah satu atau keduabelahnya ? darah ? nanah ? bau ? bentuk sekret ?
apakah ada bersin ?
riwayat alergi ? riwayat infeksi ? rokok/alkohol ? trauma ?
adakah nyeri di muka/kepala?
apakah keluar darah dari hidung ?
apakah ada gangguan penciuman ?
6 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
sakit gigi ? pemakaian obat lama ?
2.8. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan THT biasanya didapatkan pembengkakan pada mukosa dan
hipertrofi konka inferior juga sering dijumpai. Sedangkan struktur normal dan tidak ada
tanda-tanda infeksi.5
2.9. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua ( karakteristik ), tetapi
dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak
rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.1,7,10 Pada
rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip. 10
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig
E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung,
akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya
sel neutrofil dalam sekret.1,2,7,10
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan
mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.1
Tabel 1. Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor 5
Riwayat Penyakit - Tidak berhubungan dengan
7 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
musim.
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-
anak ( - )
- Timbul sesudah dewasa.
- Keluhan gatal dan bersin ( - )
Pemeriksaan THT - Struktur abnormal ( - )
- Tanda – tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior sering
dijumpai.
Radiologi X-Ray/CT - Tidak dijumpai bukti kuat
keterlibatan sinus.
- Umumnya dijumpai penebalan
mukosa.
Bakteriologi - Rinitis bakterial ( - )
Tes Alergi Ig E total - Normal
Prick test - Negatif atau positif lemah
RAST - Negatif atau positif lemah
2.10. Diagnosis Kerja
Pada kasus ini saya mengambil rinitis vasomotor sebagai diagnosis kerja, karena
seorang wanita berumur 26 tahun ini mengalami gejala yang sama dengan rinitis vasomotor,
yaitu mengalami hidung tersumbat bergantian pada lubang hidung kanan dan kiri sejak 1
minggu yang lalu (perubahan posisi), sekret encer dan serous, gejala memburuk di pagi hari.
Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan mukosa konkha inferior cavum nasi dekstra tampak
hipertrofi dan berwrna gelap yang nampak pada rhinitis vasomotor.
2.11. Diagnosis Banding
1. Rinitis alergi
2. Rinitis infeksiTabel 2. Perbedaan Karakteristik antara Rhinitis Alergi dan Rhinitis Vasomotor.10
Karakteristik Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor8 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
Mulai serangan Belasan tahun Dekade ke 3 – 4
Riwayat terpapar allergen ( +)
Riwayat terpapar allergen ( - )
Etiologi Reaksi Ag - Ab terhadaprangsangan spesifik
Reaksi neurovaskuler terhadapbeberapa rangsangan mekanis ataukimia, juga faktor psikologis
Gatal & bersin Menonjol Tidak menonjol
Gatal dimata Sering dijumpai Tidak dijumpai
Test kulit Positif Negatif
Sekret hidung Peningkatan eosinofil Eosinofil tidak meningkat
Eosinofil darah Meningkat Normal
Ig E darah Meningkat Tidak meningkat
Neurektomin. vidianus
Tidak membantu Membantu
2.12. Penatalaksanaan
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan
gejala yang menonjol.
Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1-3,5,6,10
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung
tersumbat. Contohnya: Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine (oral) serta
Phenylephrine dan Oxymetazoline ( semprot hidung ).
- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.
- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin
dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya
digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan.
Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone
- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya. Contoh :
Ipratropium bromide ( nasal spray )
3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :
- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat
( chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical cautery ).9 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
- Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior turbinate ).
- Bedah beku konka inferior ( cryosurgery ).
- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection).
- Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy ).
- Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan pemotongan pada n.
vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan
pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka
kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Tabel 3. Terapi Operatif Terhadap Rhinitis Vasomotor 5
Simptom Jenis Terapi Prosedur
Obstruksi hidung
Rhinorhoea
Reduksi konka
Reseksi konka
Vidian neurectomy
- Kauterisasi konka ( chemical atau
electrical )
- Diatermi sub mukosa
- Bedah beku ( cryosurgery )
- Turbinektomi parsial atau total
- Turbinektomi dengan laser ( laser
turbinectomy )
- Eksisi nervus vidianus
- Diatermi nervus vidianus
2.12. Komplikasi10
1. Sinusitis
2. Eritema pada hidung sebelah luar
3. Pembengkakan wajah
2.13. Prognosis
Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik
dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan.10
BAB III
KESIMPULAN10 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
Rhinitis vasomotor adalah suatu inflamasi pada mukosa hidung yang bukan
merupakan proses alergi, non infeksius dan menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan
rhinorea. Etiologinya dipercaya sebagai akibat ketidakseimbangan saraf otonom pada
mukosa hidung sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.
Rhinitis vasomotor sering ditemukan pada usia > 20 tahun dan terbanyak diderita oleh
perempuan. Diagnosa rhinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil
pemeriksaan skin test mengingat kemiripan gejala yang juga dimiliki oleh rhinitis alergika.
Rhinitis vasomotor mempunyai hasil skin test yang (-) dan test allergen yang (-).
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya rinitis vasomotor antara lain:
Perubahan temperatur ruangan
Parfum
Aroma masakan
Kelembaban udara
Aroma masakan yang terlalu kuat
Asap rokok
Debu
Polusi udara
Stress fisik dan psikis
Adapun kesimpulan yang dapat dirangkum dari uraian kepustakaan di atas adalah sebagai
berikut:
1. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa hidung
dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang dijumpai adanya
bersin – bersin.
2. Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf
otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu.
3. Biasanya dijumpai setelah dewasa ( dekade ke – 3 dan 4 ).
11 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip dengan
rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan - pemeriksaan yang teliti untuk
menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya terutama rinitis alergi dan mencari faktor
pencetus yang memicu terjadinya gangguan vasomotor.
5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat
dilakukan tindakan operatif.
DAFTAR PUSTAKA
12 | R h i n i ti s V a s o m o t o r
1. Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar, Ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2003. h. 107 – 8.
2. Sanico A, Togias A. Noninfectious, nonallergic rhinitis (NINAR). Dalam: Lalwani KA,Ed.
Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery second edition. New
York: Lange McGrawHill Comp, 2007.p. 112-117.
3. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed. Otolaryngology Head
and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp, 2003.p. 269 – 87.
4. Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A. Vasomotor rhinitis
following trauma to the nose. Ann Otorhinolaryng 1999; 108:208-10.
5. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott-
Brown’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-Heinemann, 2003. p. 4/9/1 – 17.
6. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC,
Jakarta, 1986, h. 183 – 8.
7. Bernstein JM. Peran Hipersensitivitas Dengan Perantaraan Ig E Pada Otitis Media dan
Rinitis. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke –13. Jakarta
: Binarupa Aksara, 1994 . h. 176 – 9.
8. Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam :
Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke –13. Jakarta : Binarupa
Aksara, 2003 . h. 1 – 25.
9. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XII,
Semarang, 28 - 30 Oktober, 1999.
10. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket
Reference. 2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p. 210-3.
13 | R h i n i ti s V a s o m o t o r