Upload
bianda-adeti-patriajaya
View
13
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
.
Citation preview
PRESENTASI KASUSRHINOSINUSITIS MAKSILARIS
Nama : Bianda Adeti PatriajayaNIM : 20090310159
Dosen Pembimbing:dr. Asti Widuri, SpTHT-KL
STASE ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. Lilik
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 49 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Banguntapan, Yogyakarta
Tanggal Pemeriksaan : 21 April 2015
No. Rekam medik : 6259xx
II. ANAMNESA
Keluhan utama : Hidung tersumbat
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke poliklinik THT RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan hidung tersumbat yang sudah
berlangsung selama 3 minggu yang lalu. Pasien juga mengaku terdapat cairan
kental warna kekuningan tidak berbau yang keluar dari hidung pasien. Pasien juga
mengeluh hidung tersumbat serta nyeri di sekitar dahi dan menyebar ke kedua
pipi. Keluhan pasien tidak disertai demam tinggi. Sebelumnya pasien tidak pernah
mengalami hidung tersumbat dan bersin-bersin pada pagi hari setelah bangun
tidur.
Pasien tidak pernah mengalami trauma pada daerah muka, benjolan pada
hidung, perdarahan lewat hidung, dan tidak mengalami sakit gigi.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah berobat ke poliklinik THT 2 bulan yang lalu dengan
keluhan yang sama. Pasien membaik dengan obat namun ketika obat habis,
keluhan timbul kembali.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat asma pada penderita dan keluarga disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 120/85mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
T : 36,8C
Status Generalis
Kepala : Simetris
Mata : - Konjungtiva : Tidak anemis
- Sklera : Tidak ikterik
- Pupil : Isokor, Central
Leher : Lihat status lokalis
Toraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Edema (-/-)
Sianosis (-/-)
Status Lokalis
Telinga
Bagian KelainanAuris
Dextra Sinistra
Preaurikula
Kelainan
kongenital
Radang
tumor
Trauma
Nyeri tekan tragus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Aurikula
Kelainan
kongenital
Radang
tumor
Trauma
-
-
-
-
-
-
-
-
Retroaurikula
Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks
Fistula
Fluktuasi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Canalis
Acustikus
Externa
Kelainan
kongenital
Sekret
Serumen
Edema
Jaringan granulasi
Massa
-
-
Ada
-
-
-
-
-
Ada
-
-
-
Membrana
Timpani
Warna
Intak
Reflek cahaya
Putih keabuan
(+)
(+)
Putih keabuan
(+)
(+)
Cavum timpani
Tes PendengaranAuris
Dextra Sinistra
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach :
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Hidung
PemeriksaanNasal
Dextra Sinistra
Keadaan Luar Bentuk dan
Ukuran
Massa
Kulit
Dalam batas normal
-
Sikatriks (-)
Dalam batas normal
-
Sikatriks (-)
Rhinoskopi
anterior
Mukosa
Sekret
Krusta
Concha inferior
Septum
Polip/tumor
Hiperemis
+
-
Edema +
Hiperemis
+
-
Edema +
Tidak ada deviasi
- -
Rhinoskopi
posterior
Mukosa
Koana
Sekret
Torus tubarius
Fossa
Rosenmuller
Massa / tumor
Post nasal drip
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
+
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
-
+
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
+
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
-
Palpasi
Sinus Paranasal
Massa,
Nyeri tekan,
Nyeri lepas
Sinus Frontalis - / + / -
Sinus Maxillaris - / + / + - / +/ +
Sinus Ethmoidalis - / - / - - / - / -
Mulut Dan Orofaring
Bagian Keterangan
Mulut
Mukosa mulut
Lidah
Gigi geligi
Uvula
Halitosis
Tenang
Bersih, Simetris
Caries (-)
Simetris / tidak deviasi
(+)
Tonsil Mukosa
Besar
Tenang / tidak hiperemis
T1 – T1 Tenang
Faring Mukosa
Granula
Tenang / tidak hiperemis
(-)
Laring Epiglotis Tidak diperiksa
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba membesar
Massa : Tidak ada
IV. DIAGNOSA KERJA
Rhinosinusitis Maxillaris Dextra
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi : -
VI. PENATALAKSANAAN
1. Antibiotik : Ciprofloxacin 500mg 2x/hari selama 5 hari
2. Decongestan : Rhinos SR tab 2x/hari selama 5 hari
3. Analgetik : Paracetamol 500mg 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak
lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada
anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada
usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-
sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat, sinus
terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang
mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret
disalurkan ke dalam rongga hidung.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferior ialah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior
dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum
etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi
rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-
kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi
tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi
mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drainase kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum
yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan
pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke
empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum
etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan
akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan
kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh
sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang.Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm
dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-
lekuk. Tidak adanya gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus
pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan
oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi
dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui
ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian dari
sinus etmoid anterior.1,2
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi
sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm,
tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian
posterior.1,2
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di
antara konka media dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-
sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya
di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior
biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior
dari perlekatan konka media.1,2
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan
atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan
pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalag 2 cmn tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya
bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di
bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan
tampak sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.1,2
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi)
dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah
pons.1,2
Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM),
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,
resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan
ostium sinus maksila.1,2
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai
Gambar 1 : sinus paranasal12
fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Namun ada beberapa pendapat yang dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal
yakni :1,2
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini ialah karena
ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan
rongga hidung.Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan
kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya
akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala,
sehingga teori dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai
resonator yang efektif.Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara
dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus
6. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya
kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif
untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi
karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
RHINOSINUSITIS
Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal.Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis.Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan
infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri.Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus
paranasal.Sinusitis diberi nama sesuai dengansinus yang terkena. Bila mengenai
beberapasinusdisebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis
disebutpansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empatsinus yaitu sinus
maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak
di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2
Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps 2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology
(BSACI) Rhinosinusitis Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters
(JTFPP), dan Clinical Practice Guidelines : Adult Sinusitis (CPG:AS), 4
diantaranya sepakat untuk mengadopsi istilah rinosinusitis sebagai pengganti
sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih untuk tidak menggunakan
istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih tepat untuk digunakan
mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung hingga ke dalam
sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada sinus
ethmmoid anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang terjadi
tanpa diiringi inflamasi dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang
mengadopsi istilah rinosinusitis tetap mengakui bahwa istilah rinosinusitis
maupun sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian, mengingat istilah
rinosinusitis baru saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade terakhir.10
Klasifikasi
Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling
sederhana adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala.
Rinosinusitis didefinisikan akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI,
JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila durasi gejala berlangsung selama 4
minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis diklasifikasikan sebagai subakut
apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12 minggu, sedangkan definisi
dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu hingga 8 minggu.
Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang (recurrent)
sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa
gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP mendefinisikan rinosinusitis
akut berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk
rinosinusitis kronik, hampir semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis kronik
merupakan gejala rinosinusitis yang menetap selama 12 minggu atau lebih,
kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis yang menetap selama 8
minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.10
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskenesia silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit
fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang
timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
sinus.1,2
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto
polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan
kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia. 1
Penyebab sinusitis dibagi menjadi:
1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung.Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan
sinusitis.Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan
lain-lain.Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi
edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa sinus yang membengkak
menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel
permukaan, dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi.Sering menyebabkan sinusitis
adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).Bakteri
penyebab adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza,
Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis
dan lain-lain.
Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan
oleh adanya kerusakan pada gigi.1,2
Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis
kronik.Dasar sinus maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi,
bahkan kadang-kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal
mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah
dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila
kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas
berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus
dicabut dan dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria
anaerob. Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila.1
Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu
keadaan yang jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan
meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat
imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,
neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis
jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis
Aspergillus dan Candida.1
Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus
seperti berikut :Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi
antibiotik. Adanya gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya
membran berwarna putih keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli
membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk yang invasif dan non-
invasif.Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut fulminan
dan invasif kronik indolen.Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke
jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak
terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia,
pemakain steroid yang lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang
rendah dan invasi pembuluh darah meyebabkan penyebaran jamur menjadi
sangat cepat dan merusak dinding sinus, jaringan orbita dan sinus
kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum warna biru-
kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.Sering kali
berakhir dengan kematian.1
Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan
ganguan imunologik atau metabolik seperti diabetes.Bersifat kronik
progresif dan bisa menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi
gejala klinisnya tidak sehebat gejala klinis pada fulminan kerana
perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-gejalanya sama seperti
sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan bercak-bercak
kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur.
Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di
dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi
tulang.Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis
kronik berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-
kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan
materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus
di dalam sinus.1
Epidemiologi
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak
signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak
ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.Diperkirakan setiap
tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk pengobatan
rinosinusitis.Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka
kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, data dari
DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada
pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada
musim dingin atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-
meatal.Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius.Lapisan mukosa yang melapisi
sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan
serous profunda.Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri
maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi
sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan.Cairan mukus secara alami menuju ke ostiumuntuk dikeluarkan jika
jumlahnya berlebihan. 1
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium
sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi
silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang
kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang
baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan
bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia
tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous.Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya
sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen.Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan
terapi antibiotik.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan
dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.
Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan
menyebabkan sinusitis. 1
Manifestasi Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan
nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke
tenggorok (post nasal drip).Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam
dan lesu.1
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred
pain) .nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang
kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau kepala
menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis maksila kadang-kadang terdapat nyeri
alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang
dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-
kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Sakit kepala kronik
b. Post-nasal drip
c. Batuk kronik
d. Ganguan tenggorok
e. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachius
f. Ganguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), brokietakasis, serangan
asma yang meningkat dan sulit diobati.
Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebakan gastroenteritis. 1
Working Diagonsis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan
posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
ethmoidalis posterior dan sfenoid).Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus
medius.Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of
Otolaryngology – Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis
yang disebut Task Force on Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan
atas gejala klinis yang dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk
diagnosis rhinosinusitis.3
RINOSINUSITIS
Major Symptoms Minor Symptoms
Facial pain/pressure Headache
Facial congestion/fullness Fever (non acute)
Nasal obstruction/blockage Halitosis
Nasal discharge/purulence/discolored
posterior drainage
Fatique
Hyposmia/anosmia Dental pain
Purulence on nasal exam Cough
Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness
a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for
diagnosis in the absence of another symptom or sign.
b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history
for diangosis in the absence of another symptom or sign.
Tabel 1: Bagan Task force on Rhinosinusitis 19963
Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor
atau 1 mayor dan 2 faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika
adanya 1 faktor mayor atau 2 atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan
kemungkinan di mana rinosinusitis perlu di masukkan ke dalam diagnosa
banding. 3
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan.Foto polos
posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus
besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,air-
fluid level , atau penebalan mukosa. Rontgen sinus dapat menunjukkan kepadatan
parsial pada sinus yang terlibat akibat pembengkakan mukosa atau dapat juga
menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus. Pilihan lain dari rontgen
adalah ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari paparan radiasi. 3
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan mampu memberikan
gambaranyang bagus terhadap penebalan mukosa, air-fluid level, struktur tulang,
dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau
pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.3,4
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena
pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik.
Namun, MRI dapat membedakan sisa mukus dengan massa jaringan lunak dimana
nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu, MRI akan sangat membantu untuk
membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi oleh sekret. 3,4
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi
wajah,karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang
sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas
kegunaannya.Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat digunakan untuk
pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus ethmoid
yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus
media dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media
sesuai dengan aspirasi sinus yang mana merupakan baku emas. Karena
pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka
kultur dianjurkan. 3,4
Differential Diagnosis
Dokter perlu memahami keluhan pasien yang menggambarkan sinus
mereka bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan
sinus.Banyak kondisi yang mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala
yang harus dipertimbangkan.Sindrom sakit kepala bisa termasuk tension
headache, migrain, cluster headache atau arteritis temporal.Pada keluhan sakit
mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan
strabismus.Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan
temporomandibular juga harus dipertimbangkan.Sakit kepala mungkin disebabkan
dari kontak septum hidung dengan salah satu konka, disebut sakit kepala
rhinologic(rhinologic headache). Kontak tersebut bisa dikurangkan dengan
pengobatan vasomotor atau rinitis alergi, dapat memperbaiki sakit kepala pada
beberapa pasien.Pasien yang mempunyai sinus sejati mungkin memiliki rhinitis
alergi atau oklusi sinus karena neoplasma.Neoplasma yang sering adalah
karsinoma epitel nasofaring yang biasanya berasal dari sel skuamosa.Kejadian ini
lebih banyak di negara Mediterania dan Timur Jauh.Faktor genetik dan
lingkungan juga mungkin memainkan peranan. DNA virus Epstein-Barr telah
dideteksi pada tumor dan kondisi premaligna, dan beberapa kelompok antigen
limfosit manusia(HLA) juga telah diidentifikasi.5
Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan
rinosinusitis yaitu :6
Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan
nekrosis fokal dan reaksi granulomatosa. Penyakit ini pada awalnya
mempengaruhi saluran pernapasan, tetapi dapat juga berkembang
melibatkan organ lain.
Ataksia - telangiektasia merupakan gangguan autosomal resesif yang
berhubungan dengan sinusitis berulang, infeksi paru, bronkiektasis,
fibrosis paru, tracheomegalli, berkurangnya jaringan limfoid dan atrofi
cerebellar.
Cystic fibrosis adalah gangguan autosomal resesif yang berhubungan
dengan pernapasan, GI, kelainan jantung dan sinus.
Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan
autosomal resesif yang terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau
konsolidasi paru, sinusitis, bronkiektasis dan sindrom Kartagener.
Sindrom Kartagener adalah penyakit autosomal resesif yang berhubungan
dengan sinusitis, situs inversus, infeksi pernafasan berulang dan
bronkiektasis.
Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung
mengisi rongga hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat
memberikan penampilan berkarakteristik pada pemeriksaan imaging.
Penyakit ini sangat berkait erat dengan asma.
Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-
linked, resesif dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan
infeksi berulang saluran pernapasan dan atau pneumonia, sinusitis dan
mastoiditis.
Sindrom Kuku Kuning (Yellow-nail syndrome)dikaitkan dengan efusi
pleura berulang,efusi perikardial, chylothorax, bronkiektasis dan sinusitis.
Sindrom Muda (Young Syndrome) dikaitkan dengan azoospermia sekunder
pada obstruksi epididimis dan infeksi saluran pernapasan berulang dan
sinusitis.
Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada etiologi dari gejala rhinosinus. Tujuan terapi
sinusitis adalah:
a) Mempercepat penyembuhan,
b) Mencegah komplikasi
c) Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase dan
ventilasi sinus-sinus pulih alami.6,1
Medika Mentosa
1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana mayoritas
pasien dapat membaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan antibiotik.7
2. Gejala awal dari infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati dengan
obat-obatan lokal atau obat-obatan over-the-counter (OTC).
3. Irigasi dengan larutan salin normal direkomendasikan.
4. Dekongestan topikal, seperti oxymetazoline, dikombinasikan dengan
dekongestan oral, seperti pseudoephedrine, dapat membantu hidung
tersumbat dan untuk drainase. Pasien dinasihatkan tidak menggunakan
vasokonstriktor nasal topikal untuk jangka masa yang panjang karena
adanya risiko rinitis medikamentosa.Drainase medis dicapai dengan
vasokonstriktor topikal dan sistemik. Vasokonstriktor alpha-adrenergik per
oral termasuk pseudoefedrin dan fenilefrin bisa digunakan selama 10-14
hari untuk mengembalikan fungsi mukosiliar dan drainase menjadi
normal. Vasokonstriktor alpha-adrenergik per oral bisa menyebabkan
hipertensi dan takikardi, maka mereka dikontraindikasikan pada pasien
dengan penyakit kardiovaskular. Obat ini juga dikontraindikasikan pada
atlit yang mau berkompetisi karena peraturan pertandingannya.
Vasokonstriktor topikal (Oxymetazoline hydrochloride) membantu
drainase menjadi baik, tetapi harus digunakan maksimal 3-5 hari, dengan
peningkatan risiko rebound congestion, vasodilatasi dan rinitis
medikamentosa bila digunakan untuk periode yang lama.5,6,7
5. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan dari
komunitas (community-acquired bakteri), antibiotik mengurangi durasi
penyakit dan membantu membasmi infeksi. Berdasarkan uji klinis,
amoksisilin, doxycycline, atau trimethoprim-sulfametoksazol merupakan
antibiotik yang disukai dan direkomendasikan selama 10 sampai 14 hari.
Pilihan lain termasuk macrolide seperti azitromisin atau klaritromisin, atau
sefalosporin generasi kedua/ketiga.5 Antibiotik dan dekongestan
merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14
hari meskipun gejala klinik sudah hilang. 1
Antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan gejala yang
disebabkan oleh bakteri.Namun, gejala rinosinusitis bakteri biasanya tidak
berbeda dari yang disebabkan oleh virus.Simptom yang menunjukkan
rinosinusitis bakteri termasuk demam, malaise seluruh badan dan sakit
kepala pada bagian frontal unilateral.Selain itu rinosinusitis bakteri juga
merupakan tanda komplikasi dini dan terjadi pada pasien berisiko
(immunodeficiency, usia lanjut, dll).Infeksi bakteri harus dipertimbangkan
jika gejala memburuk atau gagal untuk membaik dalam 7-10 hari. Karena
adanya peningkatan resistensi penisilin pada bakteri patogen utama pada
rinosinusitis, jadi pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan. Pada pasien
yang tidak beresiko resisten, amoksisilin merupkan terapi lini pertama.
Alternatif lini pertama yang lain termasuk trimethoprimsulfamethoxazole
atau doxycycline.7
6. Flurokuinolon mungkin juga berguna, tetapi belum disetujui untuk
populasi anak. Penggunaan selama 10 hari dapat memberikan
pemberantasan 90 %.5
7. Jika tidak ada perbaikan gejala klinis seperti penurunan batuk, penurunan
nanah hidung, resolusi demam atau berkurangnya hidung tersumbat,
standar pendekatan adalah dengan antibiotik lini kedua dengan spektrum
yang lebih luas dan diberikan lebih lama.Jika responnya kurang pada
antibiotik lini pertama, maka antibiotik harus beralih ke cakupan yang
lebih luas. Antibiotik lini kedua termasuk amoksisilin-asam klavulanat,
sefalosporin dan makrolida.5,7
8. Respons klinis dan pengobatan biasanya tergantung individual.5
9. Parameter praktis oleh Joint Task Force on Practice Parameters for
Allergy and Immunology menetapkan penilaian respons gejala setelah 3-5
hari terapi dan diteruskan untuk tambahan 7 hari jika ada perbaikan.
Namun, jika tiada respon, antibiotik seharusnya ditukar.7
10. Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan
lebih tinggi. Kortikosteroid yang digunakan intranasal bisa efektif dengan
melemahkan respon inflamasi, meskipun pada saat ini manfaat mereka
masih tidak menyakinkan. Penggunaan kortikosteroid sistemik mungkin
memiliki kelebihan dibandingkan dengan penggunaan intranasal, seperti
tingkat terapeutik yang tinggi dan tidak ada risiko pelepasan buruk
disebabkan oleh penyumbatan hidung. Review Cochrane baru-baru ini
yang mengenai terapi kortikosteroid sistemik untuk rinosinusitis akut,
melaporkan obat ini mempunyai efek mengguntungkan jangka pendek.5,8
11. Pengobatan tambahan lainnya termasuk mucoevacuants untuk menipis
sekresi lendir. Ini termasuk guaifenesin dan kalium iodida. Golongan
mukolitik (guaifenesin) secara teori mempunyai manfaat seperti
menipiskan sekresi mukus dan memperbaiki drainase. Ia jarang digunakan
untuk praktek klinis pengobatan sinusitis akut.6,7
12. Belum data tersedia yang menunjukkan bahwa antihistamin bermanfaat
pada sinusitis akut. Antihistamin mungkin berbahaya karena ia
mengeringkan membran mukus dan menurunkan klirens sekresi.
Antihistamin bermanfaat untuk mengurangkan obstruksi ostiomeatal pada
pasien dengan alergi dan sinusitis akut; tetapi ia tidak direkomendasikan
untuk penggunaan rutin pada pasien sinusitis akut. Antihistamin mungkin
memburukkan drainase dengan terjadinya penebalan dan
tertumpuknya(pooling) sekresi sinonasal.6 Antihistamin tidak diberikan
rutin karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi
lebih kental. Bila ada alergi berat, sebaiknya diberikan antihistamin
generasi kedua.1
13. Peran antibiotik pada rinosinusitis kronis(CRS) masih dipertanyakan. Pada
penyakit ini sangat penting untuk mengidentifikasikan faktor penyebab
seperti rinitis alergi, kelainan struktur, immunodeficiency, asap tembakau
dan faktor lingkungan atau kerja. Menurut Kelompok Kerja 2008 tentang
CRS pada Dewasa, antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan sinus
drainase yang purulen. Lama pengobatan antibiotik masih kontroversial,
tapi pengobatan antibiotik untuk jangka panjang selama 3-6 minggu
mungkin lebih efektif daripada jangka waktu yang lebih pendek. Seperti
pada rinosinusitis akut, perawatan lain termasuk steroid topikal dan irigasi
sinus. Steroid oral jangka pendek mungkin bermanfaat dalam mengobati
CRS terutama CRSwNP(chronic rhinosinusitis with nasal polyps).
Evaluasi lebih lanjut diperlukan pada pasien yang gagal terapi medis dan
mungkin memerlukan intervensi bedah.
14. Pada AFRs(allergic fungal rhinosinusitis), operasi biasanya diperlukan
untuk menegakkan diagnosis dan menghapuskan mukus yang menebal.
Setelah intervensi bedah, diberikan kortikosteroid oral yang biasanya
ditampering off secara bertahap ke dosis terendah yang diperlukan untuk
mengendalikan simptom. Selain itu, semprotan hidung kortikosteroid
topikal digunakan untuk mengendalikan peradangan.
15. Pengobatan antibiotik kronis mungkin memerlukan cakupan anaerobik,
seperti klindamisin, amoksisilin/klavulanat, metronidazole yang
dikombinasikan dengan macrolide, atau moksifloksasin. Lamanya
pengobatan adalah 4 sampai 6 minggu. 7
16. Pasien sinusitis dengan penyebabnya dental atau mereka dengan discharge
yang berbau busuk, pengobatan anaerobik diperlukan dengan
menggunakan klindamisin atau amoksisilin dengan metronidazole.
17. Pasien dengan sinusitis nosokomial akut memerlukan pengobatan
intravena yang adekuat untuk organisme gram negatif. Antibiotik
aminoglikosida biasanya merupakan drug of choice karena mempunyai
cakupan yang baik pada gram negatif dan penetrasi sinus. Seleksi
antibiotik biasanya berdasarkan hasil kultur yang diambil dari sekresi
maksila.
18. Selain dari pembedahan, komplikasi sinusitis akut ditangani dengan
antibiotik intravena. Sefalosporin generasi ketiga (cefotaxime, ceftriaxone)
dengan kombinasi vancomycin yang memberikan penetrasi intrakranial
yang adekuat, merupakan pilihan pertama.6
19. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi
yang berat.1
Non Medika Mentosa
1. Pembedahan umumnya dicadangkan untuk pasien dengan kelainan
anatomi dan hanya setelah terapi medis maksimal gagal. Kriteria mutlak
untuk operasi meliputi setiap perluasan infeksi atau adanya tumor di
rongga hidung atau sinus. Indikasi relatif termasuk sinusitis bakteri akut
berulang, obstruksi oleh poliposis hidung, rinosinusitis kronis yang tidak
responsif terhadap pengobatan dan penyakit penyerta seperti asma yang
recalcitrant. Kerjasama yang erat dengan otolaryngologist berpengalaman
sangat penting dalam kasus-kasus yang sulit.Bedah sinus endoskopi
fungsional(BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik
yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua
jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.1,5
2. Jika perlu, dapat diberikan terapi seperti analgetik, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).1
Selain itu, simptomnya juga dapat dikurangkan dengan humidifikasi/vaporizer,
kompresi hangat, hidrasi yang adekuat dan nutrisi seimbang.6
Pencegahan
1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga
kebiasaan cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang
menderita pilek atau flu .
2. Disarankan mendapatkan vaksinasi influenza tahunan untuk membantu
mencegah flu dan infeksi berikutnya dari saluran pernapasan bagian atas .
3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza),
oseltamivir (Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine
(Symmetrel), jika diambil pada awal gejala, dapat membantu mencegah
infeksi .
4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti
mengurangi durasi gejala pilek.
5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan
segar dan sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem
kekebalan tubuh .
6. Rencana serangan alergi musiman .
a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan,
menghindari alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari
alergen, obat bebas atau obat resep dapat membantu. OTC antihistamin
atau semprot dekongestan hidung dapat digunakan untuk serangan
akut.
b. Orang-orang yang memiliki alergi musiman dapat mengambil obat
antihistamin yang tidak sedasi(non sedative) selama bulan musim-
alergi.
c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim
alergi. Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara
dapat digunakan untuk menyaring alergen serta penggunaan humidifier
juga dapat membantu.
d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif dalam
mengurangi atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan
dikelola oleh ahli alergi secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi
sering terjadi pengurangan remisi penuh gejala alergi selama bertahun-
tahun.
7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan
supaya sekresi hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu
menjaga saluran hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen
infeksius. Menghirup uap dari semangkuk air mendidih atau mandian
panas beruap juga dapat membantu.
c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan
semprotan dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga
bagian sinus agar terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray
selama penerbangan.
8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis
harus menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi
seperti asap rokok dan menyelam di kolam diklorinasi.9
Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau
intrakranial.Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan paling sering
terjadi pada anak dan imunocompromised. Perluasan yang tidak terkendali dari
penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi struktur sekitarnya terutama
orbital dan otak.5,6
Komplikasi mungkin timbul dengan cepat.Komplikasi yang sering adalah
selulitis atau abses pada daerah preseptal atau orbita.Infeksi preseptal diobati
dengan antibiotik dan tidak diperlukan pembedahan. Komplikasi yang lain
mungkin memerlukan pengobatan pembedahan segera. Perluasan pada postseptal
mungkin terjadi dari penyebaran infeksi melalui lamina papyracea(lapisan kertas),
tulang tipis lateral pada sinus ethmoid.Sinus yang paling sering terkena adalah
sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila.Penyebaran infeksi melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh
darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis .Gejalanya meliputi
edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika
tidak diobati, dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan.Perluasan
pada intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural,
abses otak atau sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan
sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi
perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi intrakranial.1,5
Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott
bengkak(Pott’s puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal
menyebabkan dahi edema. Hal ini merupakan komplikasi akut yang
membutuhkan bedah drainase.Osteomelitis dan abses subperiostal paling sering
timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada
osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1,5
Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau
mucopyoceles.Mereka merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada
sinus.Sinus frontal adalah yang paling sering terlibat.Mereka lambat tumbuh dan
mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum gejala terjadi.Keterlibatan
sinus frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata, mengakibatkan
diplopia.Dekompresi sering menyebabkan hilangnya gejala. Erosi posterior oleh
mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak
dengan cystic fibrosis.5
Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan
bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru
disebut sinobronkitis. Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma
bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.1
Prognosis
Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya.
Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam
kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis
akut membaik secara spontan tanpa antibiotik.Perbaikan spontan pada sinusitis
virus adalah 98 %.Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik
yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.Tingkat kekambuhan
setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon
dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali.
Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat
menyebabkan komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous,
selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan
tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar
sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis
terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat
mengurangi infeksi sinus.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.150-4.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar
penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1994.h.173-240
3. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach
to the diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005.
Diunduh dari informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 .
4. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming
otolaryngology head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby;
2006.p.201.
5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy
and immunology. California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.
6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis.
7. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc.
2012 ;33 Suppl 1:24-7
8. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM,Sachs
APE.Systemic corticosteroid monotherapy for clinically diagnosed acute
rhinosinusitis: a randomized controlled trial. CMAJ. 2012; 184: 751-7
9. Cunha J P, Stoppler M C, Doerr S. Sinus infection. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_i
nfection_prevention
10. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for
the clinician: a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc.
2011; 86 (5): 427-43
11. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines
for acute and chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol.
2011;7(1):2