Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Edisi Kedua Juli 2018
RINGKASAN RENCANA PENGELOLAAN
PT JATI DHARMA INDAH PLYWOOD INDUSTRIES
(PT JDIPI)
KABUPATEN NABIRE, PROPINSI PAPUA
2017-2020*
Edisi Ketiga Juni 2020
1
RINGKASAN RENCANA
PENGELOLAAN
PT JATI DHARMA INDAH PLYWOOD
INDUSTRIES (PT JDIPI),
KABUPATEN NABIRE, PROPINSI PAPUA
2017-2020*
SUMBER RUJUKAN:
1. Revisi RKUPHHK 2017-2026 PT JDIPI. Tahun 2017
2. Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Areal PT
JDIPI. Tahun 2017
3. Laporan Survey Sosial Berbasis Participatory Rural Apraisal
(PRA) IUPHHK HA PT JDIPI Kampung Topo Distrik Uwapa,
Kampung Bumi Mulya Distrik Wanggar, Kampung Bomopai
Distrik Yaro, Kampung Parauto Distrik Yaro, Kampung Makimi
Distrik Makimi, Kampung Orodoro Dastrik Yaro, Kampung
Urumusu Distrik Uwapa, dan Kampung Yaro Makmur Distrik
Yaro (Kabupaten Nabire Propinsi Papua). Tahun 2016.
4. Hasil Identifikasi Wilayah Ulayat Masyarakat pada Aeral PT
JDIPI. Tahun 2016
Edisi Ketiga Juni 2020
2
BAB V. Sistem monitoring pertumbuhan dan dinamika hutan;
19
BAB VI. Perlindungan lingkungan berdasarkan pada penilaian lingkungan; 21
A. Pemantauan iklim (curah hujan) 31
B. Pemantauan erosi tanah 31
C. Pemantauan sungai 31
D. Pemantauan dan Perlindungan terhadap ancaman perambahan,
DAFTAR ISI
Hal
Daftar Isi 2
Daftar Tabel dan Gambar 3
Kata Pengantar 4
BAB I. Tujuan-tujuan pengelolaan 5
BAB II. Sumberdaya hutan yang dikelola 8
A. Batasan-batasan lingkungan, 8
B. Status tata guna dan kepemilikan lahan, 9
C. Kondisi sosial ekonomi dan gambaran mengenai lahan-lahan
disekitarnya; 10
BAB III. Sistem silvikultur yang diterapkan 14
BAB IV. Pertimbangan penentuan tingkat penebangan tahunan 15
A. Ketersediaan Potensi Berdasarkan IHMB 15
B. Perhitungan Jatah Tebangan Tahunan Berdasarkan Riap (total jenis
komersil) 15
kebakaran hutan dan illegal logging 32
E. Perlindungan hama dan penyakit hutan 33
BAB VII. Rencana untuk identifikasi dan perlindungan jenis-jenis langka, terancam
dan hampir punah; 34
A. Jenis Flora/Tumbuhan yang langka, terancam dan hampir punah 34
B. Jenis Fauna/Satwaliar yang langka, terancam dan hampir punah 36
C. Perlindungan Flora-Fauna Langka, Terancam & Hampir Punah 39
BAB VIII. Pemilihan Teknik Pemanenan dan Peralatan yang Digunakan 40
Lampiran
1. Peta Konsesi PT JDIPI yang dioverlappingkan dengan RKU dan NKT 42
2. Peta Wilayah Adat yang Berada Dalam Konsesi PT JDIPI 43
3. Peta Komposit KBKT PT JDIPI 44
4. Peta Type Ekosistim 45
3
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Hal
Tabel 1. Sasaran Strategis Pengelolaan Hutan PT JDIPI 5
Tabel 2. Pembagian Zonasi Kawasan Berdasarkan Fungsi Hutan (Hutan Produksi 8
dan Hutan Produksi terbatas) di PT JDIPI
Tabel 3. Keadaan Hutan pada Areal Kerja IUPHHK PT JDIPI berdasarkan Peta Hasil 10
Penafsiran Citra Satelit
Tabel 4. Nama-nama suku dan marga di kampung-kampung di dalam dan sekitar 12
areal IUPHHK –HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries
Tabel 5. Proyeksi Sisa Tebangan yang Diizinkan dengan Perhitungan Riap PUP 16
Tabel 6. Penyesuaian Rencana JPT Riap dengan Batasan RKU yang disahkan 16
Tabel 7. Rencana Pembagian Blok Tebangan dan Pemanenan PT JDIPI (2017 – 18
2026)
Tabel 8. Ringkasan Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI 22
Tabel 9. Jenis-jenis Tumbuhan Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal 34
Konsesi PT. JDIPI Beserta Status Perlindungannya.
Tabel 10. Jenis-jenis Satwaliar Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal PT. 35
JDIPI Beserta Status Perlindungannya.
Gambar 1. Merawan (Hopea spp) 35
Gambar 2. Landak papua (Zaglossus bruijnii) 38
5
No Kegiatan Sasaran/Tujuan
Periode 2017-2020
1. Tata Batas Areal Kerja TBT seluruhnya adalah ± 347.71 Km, yang sudah
ditata batas sepanjang 62.60 Km (18.00%);
sepanjang 285.11 Km (82.00%) belum ditata batas.
2. Zonasi Areal kerja Terwujudnya pembagian zone kerja di kawasan
hutan produksi seluas 139.470 Ha berupa :
▪ Kawasan Lindung seluas 20.868 Ha,
▪ Areal bukan untuk produksi seluas 2.685 Ha.
▪ Dengan demikian diperoleh areal efektif untuk
produksi seluas 115.917 Ha
3. Sistem Silvikultur (TPTI) Terwujudnya pelaksanaan silvikultur TPTI pada
seluruh areal seluas ± 139.470 Ha dan pada
seluruh areal efektif untuk unit produksi seluas ±
115.917 ha
4. IHMB Terlaksanakannya kegiatan IHMB seluruh areal
kerja IUPHHK
BAB I
TUJUAN PENGELOLAAN
Dalam melakukan pemanfaatan sumberdaya hutan, PT JDIPI memiliki tujuan
memanfaatkan sumberdaya hutan alam produksi secara lestari dengan memperhatikan
aspek kelestarian usaha, keseimbangan lingkungan dan social-budaya, secara rasional
dan terukur. Dalam mengelola hutannya, PT JDIPI memiliki visi sebagai berikut:
V I S I
Mengelola Hutan dengan Menjamin Kelestarian Produksi, Ekologi dan Sosial yang
Mampu Memberikan Kontribusi terhadap Profitalitas Perusahaan dan Pembangunan.
M I S I
1. Mewujudkan kepastian hukum kawasan produksi sebagai unit usaha IUPHHK yang
efektif dan efisien,
2. Meningkatkan kualitas dan keanekaragaman sumber daya hutan sehingga memiliki
tingkat produktifitas yang tinggi sebagai hutan produksi lestari,
3. Menghormati hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan hutan dan
meningkatkan partisipasi aktif para stake holders serta distribusi manfaat yang adil,
merata, dan berkesinambungan,
4. Menerapkan sistem manajemen hutan dan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) dalam kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan
perundangan dan tuntutan pasar global
5. Melaksanakan standar FSC (Forest Stewardship Council) dalam pengelolaan hutan
secara konsisten.
Adapun sasaran strategis yang ingin dicapai dapat dilihat dalam matrik berikut:
Tabel 1. Sasaran Strategis Pengelolaan Hutan PT JDIPI
No Kegiatan Sasaran/Tujuan
Periode 2017-2020
5. Penataan Areal Kerja Memudahkan kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan pengawasan agar berjalan
tertib dan efisien. Terlaksananya pembagian areal
kerja ke dalam blok RKT dan petak-petak tebangan.
Rencana PAK selama 4 tahun dilakukan terhadap
areal seluas ± 22.251 Ha.
6. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)
Mengetahui keadaan penyebaran pohon,
komposisi jenis dan volume blok tebangan
pada areal efektif. Rencana ITSP selama 4 tahun
seluas ± 22.251 Ha
7. Pembukaan Wilayah Hutan
(PWH) Tersedianya prasarana wilayah bagi kegiatan
pengelolaan hutan. Terbukanya jaringan jalan untuk
mendukung kegiatan eksploitasi dan pembinaan
selama 4 tahun
sepanjang 178.01 Km, terdiri dari:
Jalan Utama : 66.75 Km
Jalan Cabang : 111.26 Km
8. Penebangan Terpenuhinya rencana tebangan selama 4 thn
sebagai berikut :
- Luas Tebangan: 18.042 Ha
- Volume : 712.665,31 m3
9. Pembinaan hutan Meningkatnya kualitas dan kuantitas tegakan pada kawasan bekas tebangan, sehingga berfungsi sebagai penghasil kayu secara lestari. Rencana pembinaan selama jangka RKU periode 2017 – 2020 :
Pengadaan Bibit :
- Pengayaan : ± 1.732.008 btg
- Rehabilitasi : ± 2.435.636 btg
Penanaman :
- Pengayaan : luas ± 2.831 Ha dgn jumlah bibit
± 1.358.791 btg
- Rehabilitasi : luas ± 1.415 ha dengan jumlah
bibit ± 1.910.800 btg
10. Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Hutan Pemanfaatan kayu selama 4 tahun (2017-2020) secara maksimal untuk memenuhi target suplai bahan baku industri terkait;
Rencana industri sendiri: 677.032,05 m3
Rencana pasar lokal : 35.633,27 m3
11 Sertifikasi PHAPL Mempertahankan pencapaian Nilai Baik pada
setiap Penilikan Sistem PHPL
Mempertahankan Sertifikat FSC dalam setiapa
kegaiatan Surveillance
12 Perluasan Areal Kerja Diperolehnya areal perluasan dengan luas ± 60.000
Ha di areal sekitar PT JDIPI saat ini
6
7
Managemen PT JDIPI memiliki komitment yang tinggi dalam mengelola sumberdaya
hutan yang menjadi tanggungjawabnya menuju pada pengelolaan yang
bertanggungjawab dan lestari, sesuai dengan misi dan visi perusahaan. Untuk
mewujudkan tujuan pengelolaan tersebut, PT JDIPI telah melakukan identifikasi dan
analisa beberapa aspek. Yaitu
Identifikasi potensi sumber daya alam hutan melalui survey Inventarisasi Hutan
Menyeluruh Berkala (IHMB) dan penyusunan Dokumen Rencana Kerja Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) periode 2017-2026.
Identifikasi nilai-nilai konservasi tinggi yang terdapat dalam kawasan melalui
survey identifikasi Nilai Konservasi Tinggi (NKT)
Analisa kondisi social kemasyarakatan melalui kegiatan survey Participatory
Rural Appraisal (PRA) disemua desa-desa yang berada disekitar kawasan konsesi.
Berdasarkan hasil identifikasi tersebut maka PT JDIPI menyusun rencana kelola
(Management Plan) bagi kegiatan operasional lapangan yang akan menjadi acuan
dalam bekerja bagi staff di lapangan, khususnya untuk memenuhi standar pengelolaan
hutan FSC (Forest Stewardship Council) untuk periode 2017-2020.
Manajemen Plan ini disusun pada saat proses perluasan IUPHHK-HA sesuai Surat
Persetujuan Prinsip Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 20/1/S-IUPHHK-
HA/PMDN/2018 tanggal 04 Juni 2018, untuk selanjutnya akan disesuaikan kembali
setelah Surat Keputusan Perluasan dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal RI. Sebagai Tambahan Informasi, PT. JDPI telah melaksanakan pemenuhan
komitmen proses perluasan dengan memperoleh : Ijin Lingkungan dari Kepala Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Propinsi Papua No. 31 Tahun
2018 tanggl 17 Oktober 2018. Ijin Lingkungan sebagaimana dimaksud adalah Ijin
Lingkungan untuk kegiatan perluasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam
Hutan Alam (IUPHHK-HA) dari seluas 139.470 Ha menjadi seluas 198.270 Ha.
Persetujuan perluasan areal hingga saat ini masih berproses di Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
8
BAB II
SUMBERDAYA HUTAN YANG DIKELOLA
A. Batasan-batasan lingkungan
PT JDIPI memiliki total luas 139.470 Ha. Ada pembagian zonasi kawasan
pengelolaan diperhitungkan dengan membagi areal dalam kawasan lindung, areal
tidak efektif dan areal efektif. Dalam perincian perhitungannya menggunakan dasar
sesuai penyusunan zonasi dari buku Revisi Rencana Kelola Usaha IUPHHK HA PT
JDIPI berbasis IHMB (Periode 2017-2020) yang disahkan oleh Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan SK.1856/MenLHK-PHPL/UPH/HPL.1
/3/2017 dan dengan dikombinasikan dari Hasil identifikasi terhadap kawasan
lindung sesuai hasil studi mengenai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
(KBKT).
Tabel 2. Pembagian Zonasi Kawasan berdasarkan RKU dan Identifikasi KBKT
di PT JDIPI.
No
Tata Ruang IUPHHK-HA
RKU Dokumen
HCV Selisih
(NKT Mikro)
Ha Ha Ha
1 Luas areal SK 139,470 139,470
2 Luas Areal dikelola 139,470 139,470
3 Kawasan lindung
- Buffer HL 6,948 7,042 94
- Sempadan Sungai 3,927 4,914 987
- Kelas Lereng 286 7,700 7,414
- KPPN 729 588 (141)
- KPSL 561 561 -
- Kebun Benih + Air Terjun - 45 45
- Situs Budaya - 18 18
Jumlah 3 12,451 20,868 8,417
4 Areal Tidak Efektif
- Base Camp/TPk/TPn/Persemaian 28 28
- Jalan 2,330 2,330
- Kebun Benih 206 161
- PUP * 166 166
Jumlah 4 2,730 2,685
5 Areal efektif 124,289 115,917
- VF Efektif 38,436 34,078
- LOA Efektif 85,852 81,839 Catatan :
- *) Luas PUP seluruhnya adalah seluas 294 Ha, namun 128 Ha tidak menjadi pengurang luas
efektif karena tutupannya masih berupa Hutan Virgin forest
- Selisih NKT mikro maksudnya adalah selisih kawasan lindung dalam RKU terhadap hasil
penetapan KBKT yang telah diidentifikasi secara lebih detail
9
B. Status tata guna dan kepemilikan lahan,
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 69/Kpts-II/1997 tanggal 31 Januari
1997 PT JDIPI melaksanakan pemanfaatan hutan seluas ± 207.410 ha yang
terletak di kelompok hutan Sungai Jarau, Sungai Legare, Sungai Wamma dan
Sungai Bumi Kabupaten Nabire Provinsi Papua yang dahulu termasuk
Kabupaten Paniai, Provinsi Irian Jaya.
Sehubungan areal UPHHK HA ini mempunyai fungsi hutan APL seluas 32.842 Ha,
maka berdasarkan surat nomor 522/532/SET tanggal 6 April 2011, nomor
522/048/SET tanggal 5 Juni 2011 dan nomor 525/504/SET tanggal 22 September
2011, Bupati Nabire mengajukan permohonan kepada Menteri Kehutanan untuk
mengeluarkan APL dari areal kerja UPHHK-HA PT JDIPI untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Nabire.
Berdasarkan surat nomor S.538/Menhut-VI/2011 tanggal 11 Juni 2011
Menteri Kehutanan telah memberikan persetujuan usulan Bupati Nabire sesuai
peraturan perundangan yang berlaku. Mengacu pertimbangan di atas, maka
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan menerbitkan perubahan areal kerja
PT JDIPI tersebut, dengan mengeluarkan APL, dari seluas ± 207.410 Ha
menjadi seluas ± 163.930 Ha dengan keputusan No. SK.457/Menhut-
II/2012 mengenai perubahan atas keputusan Menteri Kehutanan No. 69/Kpts-
II/1997 tanggal 31 Januari 1997 tentang Pemberian HPH (sekarang IUPHHK-HA)
kepada PT JDIPI atas areal HP seluas ± 207.410 Ha (dua ratus tujuh ribu
empat ratus sepuluh) Hektar di Provinsi Papua.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
melalui SK No:8/1/IUPHHK-HA/PMDN/2016, tanggal 21 Juni 2016. PT JDIPI
memperoleh Perpanjangan Izin Pemanfaatan Hutan seluas 139.470 Ha dengan
Jangka waktu pemanfaatan yang diberikan adalah 30 tahun terhitung mulai 31
Januari 2017 sampai dengan 30 Januari 2046.
Berdasarkan Peta Administrasi Pemerintahan Provinsi Papua Skala
1:250.000, areal kerja PT JDIPI secara administratif pemerintahan termasuk di
Kecamatan Uwapa, Wanggar, Legare dan Yaur Kabupaten Nabire Provinsi
Papua.
Secara geografis areal PT JDIPI terletak pada 135°04’” - 135°51” BT dan 03°08” -
03°42” LS, pada kelompok hutan S. Jarau, Legare, Wamma, Bumi, Sima, dan
Wanggar (wilayah Sub DAS Waren). Adapun secara fisik batas areal kerja adalah
sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Negara dan Hutan Lindung.
Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Legare dan Hutan Negara.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Negara dan Hutan Lindung.
Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung.
10
Tabel 3. Keadaan Hutan pada Areal Kerja IUPHHK PT JDIPI berdasarkan Peta
Hasil Penafsiran Citra Satelit
Peta konsesi PT JDIPI berdasarkan status fungsi hutannya dan overlapping dengan
KBKT dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Berdasarkan hasil identifikasi hak ulayat masyarakat didalam dan sekitar areal PT
JDIPI, diketahui terdapat 11 kepemilikan hak ulayat oleh marga/suku,
Yaitu:
1. Ulayat Alex Tinal
2. Ulayat Dina Mekey
3. Ulayat Jhon Kerow
4. Ulayat Johanes Kogoya
5. Ulayat Suku Mee/Wate
6. Ulayat Suku Wate II
7. Ulayat Suku Wate Marga Raiki
8. Ulayat Suku Wate Marga Money
9. Ulayat Suku Makimi
10. Ulayat Suku Mee
11. Ulayat Suku Yerisiam
Kegiatan PRA telah dilakukan untuk 8 kampung yang diperkirakan terkena dampak
pengelolaan 10 tahun pertama operasional PT JDIPI. Secara lengkap lokasi
kampung-kampung dan wilayah hak ulayat marga dalam kawasan PT JDIPI dapat
dilihat dalam Lampiran 2.
C. Kondisi sosial ekonomi dan gambaran mengenai lahan-lahan
disekitarnya; Di dalam dan sekitar areal PT JDIPI, teridentifikasi sebanyak 22 kampung (desa)
yang tersebar di 6 distrik (kecamatan). Kampung-kampung tersebut sebagian besar
terletak di luar areal PT JDIPI dengan jarak bervariasi antara 1 km - 13 km dari
batas konsesi. Meski kampung terletak di luar areal IUPHHK, akan tetapi terdapat
kelompok masyarakat kampung tersebut yang memiliki hubungan sosial ekonomi
dan budaya dengan areal PT JDIPI. Hubungan masyarakat dengan sumber daya
11
hutan tersebut dalam bentuk kepemilikan hak ulayat, keberadaan kegiatan PT
JDIPI di wilayah kampung seperti jalan angkutan kayu, base camp, atau log pond,
atau kegiatan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat seperti berburu, mencari
ikan, mencari hasil hutan bukan kayu, dan lain-lain. Sebagian besar kampung
tersebut berada di sebelah utara areal IUPHHK, yakni antara areal IUPHHK dengan
pantai. Kampung-kampung di Distrik Uwapa berada di tengah areal IUPHHK PT
JDIPI, akan tetapi pemukiman dan areal sekitarnya yang berstatus Areal
Penggunaan Lain (APL) telah dikeluarkan dari areal IUPHHK.
Secara administrasi pemerintahan, areal PT JDIPI terletak di Kabupaten Nabire,
Provinsi Papua meliputi 15 Distrik (kecamatan) dan 85 kampung (desa) termasuk 3
kampung persiapan. Adapun kampung dan distrik di dalam dan sekitar areal
IUPHHK-HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries yaitu:
1) Distrik Wanggar: Kampung Wanggar Sari, Wanggar Makmur, Karadiri, Wiraska,
Bumi Mulya;
2) Distrik Yaro: Kampung Ororodo, Parauto, Yaro Makmur, Bomopai, Wangar
Pantai;
3) Distrik Uwapa: Kampung Topo, Urumusu, Topo Jaya, Gamei Jaya, Argo Mulyo,
Marga Jaya, Gamei Biru
4) Distrik Nabire Barat: Kampung Kalisemen, Bumi Raya;
5) Distrik Yaur: Kampung Wami, Sima;
6) Distrik Makimi: Kampung Makimi.
Data BPS (2015), menyebutkan jumlah penduduk di Kabupaten Nabire tercatat
sebanyak 137.776 jiwa (31.745 rumah tangga). Jumlah penduduk di 6 distrik
sekitar areal IUPHHK PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries sebanyak 32.928
jiwa (8.144 rumah tangga). Adapun jumlah penduduk di kampung-kampung di
dalam dan sekitar areal IUPHHK PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries tercatat
sebanyak 22.116 jiwa (5.521 rumah tangga). Berdasarkan jenis kelamin, penduduk
terdiri dari laki-laki 11.740 jiwa dan perempuan 10.376 jiwa dengan rasio 113.
Jumlah penduduk per kampung bervariasi antara 258 jiwa atau 91 rumah tangga
(Gamei Biru) sampai 4.077 jiwa atau 931 rumah tangga (Kalisemen). Kampung-
mapung penduduk asli atau transmigrasi lokal seperti Ororodo, Parauto, Bomopai,
Wanggar Pantai, Topo, Urumusu, dan Sima pada umumnya berpenduduk lebih
sedikit (< 500 jiwa) dibanding penduduk kampung-kampung transmigrasi.
Kampung-kampung transmigrasi didominasi oleh pendatang dari Jawa, Sulawesi,
Sumatera, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan lain-lain. Kampung transmigrasi
seperti Kalisemen, Bumi Raya, Wiraska, Bumi Mulya, Waggar Sari memiliki jumlah
penduduk > 1.000 jiwa.
Mata pencaharian penduduk umumnya sesuai dengan karakteristik wilayah kajian
yang terbagi kedalam wilayah pantai, pegunungan, serta antara pesisir dan
pegunungan. Mata pencaharian masyarakat di kampung-kampung daerah pantai
seperti Kampung Wanggar Pantai, Sima, dan Makimi sebagian besar sebagai
petani dan nelayan (mencari ikan di laut). Masyarakat di kampung-kampung daerah
pegunungan seperti Ororodo, Parauto, Topo, dan Urumusu sebagian besar sebagai
12
No.
Nama Kampung
Etnis
1 Ororodo Suku Mee Ororodo terdiri dari marga Mekei, Madai, Yupi, Makai, Boma, Labou, Kegou,
2 Bomopai Suku Mee, terdiri dari marga Kegou, Madai, Tebai, Yupi, Minai, Gabou, Magai, Mabui, Dou, Pokuai
3 Yaro Suku Mee, terdiri dari Marga Kogoya, Kerow, Murip, Makai, Magai, Matun, Kegoi, Tebai, Kulua, Degei, Tibakotu, Bogum, Tabuni, Minae. Selain itu ada juga Suku Dani, Jawa, Toraja, Ambon, Sanger, Manado
4 Parauto Suku Mee (pindahan dari pegunungan), antara lain teridiri dari Marga Makai, Madai, Kegoi.
5 SPB Wanggar
Sari
Suku Wate, terdiri dari marga Hao, Monei, Raiki,
Warami, Wa’I, Ha’I, Nanoor.
Mee, terdiri dari marga Degey, Kerouw, Makay, Mote,
Petege, Kegou, Mekei, Kayame, Iyai, Magai,
Maday, Tebay, Yupi, Kotouki.
Selain itu juga terdapat pendatang dari Jawa, Bugis,
Ambon.
6 Wanggar Pantai
Suku Wate, terdiri dari marga Hao, Monei, Raiki
7 Wiraska Suku Dani marga Kogoya, Jawa, Bugis, Ambon, NTT.
8 Topo Suku Mee, Marga Madai, Magai, Kotoki, Tebai, Tawai,
Yupi, Kegie, Makai, Degei, Iyai, Wake
9 Urumusu Suku Mee, terdiri dari Marga Madai, Magai, Tebai, Tawai,
Yupi, Kegite, Wake, Makai, Degey, Iyai.
Suku lain : Biak, Serui, Merauke, Mapia, Panu,
Wagate
petani dan pemungut hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sementara itu, masyarakat
di kampung-kampung di daerah transmigrasi antara pesisir dan pegunungan seperti
Wanggar Makmur, Wiraska, Wanggar Sari, Bumi Mulia, mayoritas memiliki mata
pencaharian sebagai petani, dan khusus di kampung yang menjadi pusat
perekonomian lokal seperti Kalisemen dan Bumi Raya sebagian sebagai pedagang
dan jasa transportasi. Mata pencaharian selain petani, nelayan, pencari hasil hutan
dan pedagang, adalah mencari emas, mencari batu/pasir, PNS/pegawai honorer,
karyawan/buruh perusahaan, tukang kayu, tukang batu, buruh tani, dan lain-lain.
Pemungutan hasil hutan terutama dilakukan oleh masyarakat asli Papua, baik yang
bermukim di kampung-kampung tradisional maupun transmigrasi. Kegiatan
pemungutan hasil hutan terutama adalah berburu binatang, mencari ikan di sungai-
singai di dalam hutan, menokok (mengekstraksi) sagu pada kelompok masyarakat
yang mengkonsumsi sagu, mencari kayu, mencari buah-buahan dan lain-lain.
Tabel 4. Nama-nama suku dan marga di kampung-kampung di dalam dan sekitar
areal IUPHHK –HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries
No.
Nama Kampung
Etnis
10 Kalisemen Suku Wate terdiri dari marga Raiki, Hao sedangkan
warga pendatang berasal dari suku Dani, Ekari, Monei,
Serui, Biak, Sorong (ayamaru), Jawa, Bugis, Bali, NTT,
NTB, Maluku
11 Makimi Suku Aiwai terdiri dari Marga Wopairi, Erari,
Womas, Yoweni, Sakuatore, Hombobiar.
13
14
BAB III
SISTEM SILVIKULTUR YANG DITERAPKAN
Pada areal berhutan yang efektif untuk produksi Penerapan system silvikultur yang
dipilih adalah system silvikulutur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dengan alasan
kondisi tegakan hutan alam yang tidak seumur dan sebagian besar merupakan areal
bekas tebangan dengan kondisi hutan yang relative masih baik. Daur penerapan
system TPTI yang akan diterapkan adalah 30 tahun dengan limit pohon komersial yang
dipanen adalah 40 cm up untuk Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi yang dapat di
Konversi (HPK), sedangkan pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) limit diameter pohon
yang dipanen adalah 50 cm up.
Adapun tahapan kegiatan TPTI yang akan dilakukan adalah sesuai dengan Peraturan
Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor P.09/VI-SET/2009 tanggal 21 Agustus 2009.
Sebagai berikut:
Penataan Areal Kerja (PAK), dilakukan paling lambat di Et-2.
Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP), dilakukan paling lambat di ET-1.
Pembukaan Wilayah Hutan (PWH), paling lambat di ET-1.
Pemanenan dilakukan pada tahun tebang berjalan (ET-0).
Perapihan dilakukan pada Et+1.
Pengadaan Bibit dilakukan pada ET+2.
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pengayaan dilakukan pada ET+3, ET+4
dan ET+5.
Pembebasan Pohon Binaan dilakukan pada ET+3 dan ET+6.
Perlindungan dan Pengamanan Hutan (terus menerus).
Sedangkan pada areal non hutan (tanah kosong) sistem silvikultur yang akan dilakukan
adalah kegiatan pengayaan dan rehabilitasi. Jenis-jenis yang akan ditanam dalam areal
tersebut adalah jenis-jenis tanaman lokal yang berguna bagi masyarakat.
15
BAB IV
PERTIMBANGAN PENENTUAN TINGKAT PENEBANGAN TAHUNAN
A. Ketersediaan Potensi Berdasarkan IHMB
Berdasarkan hasil IHMB yang dilakukan pada tahun 2011, menunjukkan bahwa
petak-petak yang terdapat di areal PT JDIPI sebagain besar memiliki potensi
kayu yang masih dapat dimanfaatkan (diameter 40 cm ke atas untuk jenis-jenis
yang komersial dan berkualitas baik), terdapat seluas ± 113.256 ha (72,65 % dari
luas efektif) merupakan areal dengan potensi antara 3.186 - 15.932 m3/petak dan
selebihnya dengan potensi di bawah 3.186 m3/petak. Rata-rata kerapatan tegakan
kelompok komersil untuk kelas diameter 40 cm ke atas sebanyak ± 21,84
pohon/ha dengan volume ± 53,72 m3/Ha dan kelas diameter 50 cm ke atas
sebanyak ± 12,29 pohon/ha dengan volume ± 40,64 m3/Ha.
PT. JDIPI telah melakukan pembaharuan terhadap data ketersediaan potensi
dengan menyelesaikan kegiatan IHMB tahun 2019. Hasil IHMB tahun 2019 dipakai
sebagai dasar untuk penyusunan Rencana Kerja Umum periode 2021 – 2030 yang
akan mulai berlaku pada tahun 2021, sebagai kelanjutan dari Rencana Kerja Umum
periode 2017 – 2020. Rencana Karya Umum 2021 – 2030 telah mendapatkan
pengesahan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup melalui Surat
Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Produksi No. SK.3169/MenLHK-
PHPL/UHP/HPL.1/5/2020 tanggal 14 Mei 2020. Pembahasan lebih detail mengenai
hasil IHMB dan Rencana Kerja Umum tahun 2021 – 2030 akan bahas dalam
Manajemen Plan periode berikutnya.
B. Perhitungan Jatah Tebangan Tahunan Berdasarkan Riap (total jenis
komersil)
Perhitungan jatah tebangan tahunan dengan menggunakan dasar Riap tebangan
diformulasikan dengan memperhatikan hal-hal sbb:
Riap diameter jenis komersil adalah sebesar 0.664 cm/thn/btg dalam 30 tahun
kenaikan diameter adalah 19.93 cm/btg, dengan volume 0.035 m3/btg/thn.
Proyeksi yang digunakan adalah 30 tahun
Batas limit diameter 40 cm pada HP dan 50 pada HPT, demi memperhatikan unsur
kehati-hatian, diameter yang ditetapkan pada rotasi berikutnya adalah 50 cm
Berkaitan dengan hal di atas, Jumlah pohon (N) yang diproyeksikan dapat
ditebang pada rotasi berikutnya (30thn kemudian) adalah pohon dengan
diameter 32 cm.
Berdasarkan data PUP, N (32 cm up) = 185 btg/3 ha ≈ 61.67 btg/ha
Proyeksi volume = Riap volume jenis komersil (m3/btg/thn) X N pohon (btg/ha)
= 0.035 m3/btg/thn X 61.67 btg/ha
= 2.15 m3/thn/ha
16
Jatah penebangan Tahunan (JPT seluruh jenis komersil)
Sediaan tegakan = Etat Luas (ha/thn) X Proyeksi volume (m3/thn) X Rotasi (thn)
= 4,198 ha/thn X 2.15 m3/thn X 30 thn
= 271,835.193 m3/thn
JPT jenis komersil = Sediaan tegakan X FE X FP
= 271,835.193 m3/thn X 0.85 X 0.8
= 184,847.931 m3/thn
Keterangan :
- Angka riap diperoleh berdasarkan perhitungan data Pertumbuhan tegakan dalam Petak Ukur Permanen
dengan data ulangan 5 tahun.
- Angka nilai faktor eksploitasi sebesar 0,85 berdasarkan hasil penelitian angka faktor eksploitasi dengan
kerja sama balitbang bogor yang dilakukan di PT Jati Dharma Indah Plywood dan telah mendapatkan
persetujuan dari kementerian lingkungan hidup dan kehutanan melalui surat nomor : S.119/PHPL/UHP/
HPL.1/2/2017 tanggal 14 Februari 2017.
Tabel 5. Proyeksi Sisa Tebangan yang Diizinkan dengan Perhitungan Riap PUP
Uraian Volume Jenis Komersil (m3) Keterangan
JPT riap hasil perhitungan 184,847.93 JPT yang diizinkan dalam 4 tahun 739,391.72 Realisasi tebangan 136,645.87 RKT 2017 136,645.87 Sisa Rencana tebang 602,745.85 RKT 2018 210,789.85 RKT 2019 199,029.69 RKT 2020 192,926.31
Penyesuaian perlu dilakukan terhadap proyeksi JPT total di atas dengan pertimbangan
bahwa total JPT tahunan yang diizinkan dalam RKU lebih kecil dari hasil perhitungan
proyeksi berdasarkan riap tebangan dan sisa realisasi produksi, dalam upaya kehati-
hatian dan wujud kepatuhan terhadap dokumen legal yang disahkan, perhitungan JPT
seluruh jenis komersil dibatasi sesuai dengan JPT yang ditetapkan dalam RKU yang
disahkan dan dengan dikurangi oleh luasan KBKT Mikro yang sudah terditeksi secara
langsung di lapangan berdasarkan hasil studi HCV.
Tabel 6. Penyesuaian Rencana JPT Riap dengan Batasan RKU yang disahkan dan
KBKT yang ada
Uraian Volume SeluruhKomersil (m3) Keterangan JPT yang ditetapkan 1,721,347.90 JPT berdasarkan RKU Realisasi tebangan
RKT 2011 103,783.75 CO RKT 2016
RKT 2012 70,543.26 CO RKT 2014
RKT 2013 67,336.30 CO RKT 2014 RKT 2014 123,141.05 RKT 2015 170,340.15 RKT 2016 166,469.51 RKT 2017 136,645.87
17
Rencana produksi 488,286.06 RKT 2018 160,737.37 Sesuai RKU
RKT 2019 158,149.76 * RKU : 164,855.79
RKT 2020 169,398.93** RKU : 181,426.63 Keterangan :
- Pengurangan tertimbang Luas dgn Petimbangan NKT Mikro 163.16 Ha
- Pengurangan tertimbang Luas dgn Petimbangan NKT Mikro 257.76 Ha
Tabel 7. Rencana Pembagian Blok Tebangan dan Pemanenan PT JDIPI berdasarkan data RKU (2017 – 2020)
Blok RKT
Fungsi Hutan Sediaan Tegakan pd saat IHMB
(M3/Ha) riap sd thn
tebang
Sediaan Tegakan pd saat tebang
(M3/Ha) total sediaan (m3) JPT
maksimum HP HPT
∑ 40 cm up 50 cm up 40 cm up 50cm up VF LoA ∑
Vf oa Vf Loa Vf LoA Vf LoA Vf LoA Vf LoA 2017 - 115 1,806 3,974 5,895 - 2,342 91,115 182,808 28,883 - 3,151 91,115 208,099 91,115 211,250 302,365 205,608.30 2018 - - 3,051 1,197 4,248 - - 154,058 67,746 23,787 - - 154,058 82,375 154,058 82,375 236,433 160,774.59 2019 - - 1,536 2,475 4,011 - - 76,604 145,875 25,271 - - 76,604 165,831 76,604 165,831 242,435 164,855.79 2020 - - 1,145 2,743 3,888 - - 70,956 171,390 27,219 - - 70,956 195,848 70,956 195,848 266,804 181,426.63
JUMLAH - 115 7,539 10,389 18,042 - 2,342 392,733 567,818 105,161 - 3,151 392,733 652,152 392,733 655,304 1,048,037 712,665.31
18
19
BAB V
SISTEM MONITORING PERTUMBUHAN DAN DINAMIKA HUTAN
Berdasarkan hasil survey identifikasi NKT yang dilakukan dalam kawasan konsesi PT
JDIPI (Tahun 2016) ditemukan tipe hutan, sebagai berikut :
a. Ekosistem hutan hujan dataran rendah
b. Ekosistem hutan sub-pegunungan
c. Zone ecotone peralihan hutan hujan dataran rendah dan sub pegununungan
d. Zone ecotone habitat aquatik dengan habitat teresterial dengan habitat utama
disekitar sempadan sungai
Sistem monitoring pertumbuhan dan dinamika hutan yang dikembangkan adalah:
a. Pengamatan kawasan hutan produksi sebelum dan sesudah kegiatan pemanenan.
Dalam sistem pengamatan ini dilakukan dengan metode transek dan ITT (berupa
plot permanen) sehingga dinamika hutan akan termonitor secara periodik. Adapun
data/ informasi yang dimonitor adalah :
- Jenis flora-fauna terutama jenis-jenis yang temasuk dalam kategori terancam,
hampir punah dan endemic (CITES, IUCN), serta dilindungi berdasarkan Permen
LHK No P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
- Kerapatan jenis flora-fauna
- Indek Nilai Penting Jenis (NPJ) untuk memantau dominansi setiap jenis flora di
setiap tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang dan pohon).
- Indeks Shanon (H’) untuk memantau tingkat kemantaapan habitat/regenerasi.
- Kondisi fauna terutama untuk mamalia, burung, dan repthile
Pengamatan ini untuk memantau kondisi regenerasi dan suksesi hutan,
keanekaragaman genetic, jenis dan ekosistem serta analisa siklus alami yang
mempengaruhi produktifitas eskositem hutan yangan ada. Lokasi plot pemantauan
akan ditempatkan pada blok RKT (atau bekas tebangan) dan keterwakillan dari
setiap jenis ekosistem hutan yang ada. Tatawaktu pemantauan adalah Et-1, Et+1
dan setiap tiga tahun setelah pengukuran Et+1
b. Pengamatan KPPN, sempadan sungai dan KBKT lainnya (misalnya habitat gua).
Data yang dipantau dan tujuan pemantauan sama dengan pengamatan di kawasan
hutan produksi. Adapun tatawaktu pemantauannya adalah setahun sekali. Kegiatan
pembuatan dan pengamatan KPN dilakukan berdasarkan SK Dirjen PH No. 3361/IV-
BPH/1994 tanggal 18 September 1994 tentang Pengukuran Areal Konservasi dan
Penelitian Plasma Nutfah.
c. Metode pemantauan riap tegakan di bekas tebangan (LOA) dengan metode PUP.
PT JDIPI akan melakukan pemantauan pertumbuhan riap tegakan di bekas
tebangan dengan cara membuat plot-plot permanen dengan ukuran 24 ha setiap
plotnya. Plot pemantaun riap ini dibuat setiap lima blok RKT. Untuk PUP seri
20
pertama akan dilakukan pengukuran sebagai berikut: lima tahun pertama setiap
tahun dan periode lima tahun berikutnya hingga akhir daur setiap 2 tahun sekali.
Sedangkan PUP seri selanjutnya (kedua, ketiga dst) pengukuran data dilakukan
setiap dua tahun sekali.
Data akhir dari pemantauan riap di PUP ini adalah diketahuinya Current Annual
Increment (CAI, m3/ha/tahun) dan Mean Annual Increment (MAI, m3/ha/tahun)
actual di hutan bekas tebangan PT JDIPI.
Plot PUP untuk memonitor riap dibuat sesuai dengan standar dari Departemen
Kehutanan (SK Badan Penilitian dan Pengembangan Kehutanan No. 38/Kpts/VIII-
HM.3/1993 tanggal 9 Juni 1993 tentang pedoman pembuatan dan pengukuran Petak
Ukur Permanen atau PUP untuk pemantauan pertumbuhan riap hutan alam tanah
kering bekas tebangan).
21
BAB VI
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN BERDASARKAN PENILAIAN
LINGKUNGAN
Berdasarkan hasil identifikasi NKT, diketahui bahwa kawasan konsesi PT JDIPI adalah
kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna. Hampir
semua atribut nilai konservasi tinggi terdapat di dalam kawasan ini, yang juga memiliki
fungsi-fungsi jasa lingkungan penting serta merupakan kawasan yang penting untuk
memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ada di sekitar kawasan. Begitu juga
dengan kawasan budaya yang penting untuk masyarakat lokal dijumpai di dalam
kawasan ini. Ringkasan Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI.
Tabel 8. Ringkasan Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT Atribut
Luas Dalam
Konsesi (Ha)
1 Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting
1.1 Kawasan yang mempunyai atau
memberikan fungsi pendukung
keanekaragaman hayati bagi
kawasan lindung dan/atau
konservasi
Ada Di dalam Areal IUPHHK-HA PT. JDIPI terdapat wilayah mempunyai
atau memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi
kawasan lindung dan/atau konservasi yang terdiri dari:
- KPPN seluas 715,91 Ha,
- Kawasan sempadan sungai seluas 4.489,99 Ha
- Kawasan dengan kelas lereng lebih dari 40 % seluas 18.580,87 Ha
- Kawasan penyangga di sepanjang batas yang bersinggungan
dengan hutan lindung seluas 9.581,62 Ha
19.479
1.2 Spesies hampir punah Ada Berdasarkan informasi dan hasil temuan di lapangan, ditemukan
satwa yang tergolong dalam status Critically Endangered (CR) atau
kritis yaitu Landak papua (Zaglossus bruijni) dan Hopea ferruginea
Parijs. Habitat flora dan fauna berstatus CR tersebut berada di hutan
tropis perbukitan hingga hutan pegunungan.
Informasi mengenai Landak Papua (Zaglossus bruijni) didukung oleh
data persebaran IUCN, dimana jenis satwa tersebut persebarannya
menjangkau luasan hingga menjangkau areal konsesi PT. JDIPI.
9.361
22
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT Atribut
Luas Dalam
Konsesi (Ha)
1.3 Kawasan yang merupakan habitat
bagi populasi spesies yang
terancam, penyebaran terbatas
atau dilindungi (Permen LHK No
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/
12/2018) yang mampu bertahan
hidup (viable population)
Ada Wilayah PT. JDIPI merupakan habitat bagi spesies kategori tersebut,
yaitu:
Satwa Liar:
Mamalia
- Kalong/Pteropus vampyrus (App II, LC)
- Kalong/Pteropus spp. (App II, LC)
- Kuskus Abu-abu/Phalanger orientalis (App II, LC)
- Kuskus totol/Spilocuscus maculatus (P.106/2018, App II, LC)
- Kangguru pohon/Dendrolagus inustus (P.106/2018, VU)
- Landak papua/Zaglossus bruijni (App II, CR)
Aves
- Kasuari gelambir-ganda/Casuarius casuarius (P.106/2018, VU)
- Kuntul Perak/Egretta intermedia (LC)
- Kuntul kerbau/Bubulcus ibis (LC)
- Baza pasifik/Aviceda subcristata (P.106/2018, App II, LC)
- Elang ekor-panjang/Henicopernis longicauda (P.106,App II,LC)
- Elang bondol/Haliastur indus (P.106/2018, App II, LC)
- Elang alap coklat/Accipiter fasciatus (P.106/2018, App II, LC)
- Elang alap kelabu/Accipiter cirrhocephalus (P.106 ,App II, LC)
- Elang alap pucat-sosonokan/ Accipiter poliochepalus (P.106/
2018, App II, LC)
- Elang alap meyer/ Accipiter meyerianus (P.106/2018,App II,LC)
- Alap-alap coklat/ Falco berigora (P.106/2018, App II, LC)
- Alap-alap laying/ Falco cenchroides (P.106/2018, App II, LC)
- Maleo kerah-coklat/ Talegalla jobiensis (P.106/2018, LC)
- Mambruk Victoria/ Goura victoria (P.106/2018, App II, VU)
- Perkici pelangi/Trichoglossus haematodus (P.106/2018, App II,
LC)
22.435
23
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT
Atribut Luas Dalam
Konsesi (Ha)
- Kasturi kepala-hitam/ Lorius lory (P.106/2018, App II, LC)
- Perkici dagu-merah/ Charmosyna placentis (P.106/2018, App II,
LC)
- Nuriara dada-jingga/ Opopsitta gulielmitertii (App II, LC)
- Nuriara mata-ganda/ Opopsitta diophthalma (App II, LC)
- Nurikate topi-kuning/ Micropsitta keiensis (P.106/2018, App II,
LC)
- Kakatua raja/ Probosciger aterrimus (App II, LC)
- Kakatua koki/ Cacatua galerita (App II, LC)
- Nuri bayan/ Eclectus roratus (P.106/2018, App II, LC)
- Nuri pipi-merah/ Geoffroyus geoffroyi (P.106/2018, App II, LC)
- Serindit papua/ Loriculus aurantiifrons (P.106/2018, App II, LC)
- Rajaudang erasia/ Alcedo atthis (LC)
- Kukabura perut-merah/ Dacelo gaudichaud (LC)
- Cekakak torotoro/ Halcyon torotoro (LC)
- Cekakak sungai/ Halcyon chloris (LC)
- Julang papua/ Rhyticeros plicatus (P.106/2018, App II, LC)
- Paok hijau/ Pitta sordida (P.106/2018, LC)
- Burung madu hitam/ Leptocoma sericea (LC)
- Cikukua tanduk/Philemon buceroides (LC)
- Cendrawasih mati-kawat/ Seleucidis melanoleuca (P.106/2018
App II, LC)
- Cendrawasih kecil/ Paradisaea minor (P.106/2018, App II, LC)
24
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT Atribut
Luas Dalam
Konsesi (Ha)
Reptil
- Biawak/Varanus sp. (App II)
- Buaya-air tawar-irian/ Crocodylus novaeguineae (P.106/2018,
App II, LC)
- Buaya muara/ Crocodylus porosus (P.106/2018, App II, LC)
- Sanca semak/ Morelia amethistina (App II)
- Sanca Pohon hijau / Morelia viridis (P.106/2018, App II, LC)
- Liasis spp (App II, LC)
Flora
- Pulai/ Alstonia scholaris (LC)
- Anggrek tebu/ Grammatophyllum speciosum (App II)
- Kantung semar/ Nepenthes mirabilis (App II, LC)
- Kantung semar/ Nepenthes ampullaria ( App II, LC)
- Merawan/ Hopea ferruginea Parijs (CR)
1.4 Kawasan yang merupakan habitat
bagi spesies atau sekumpulan
spesies yang digunakan secara
temporer
Ada Letak PT. JDIPI yang merupakan bagian dari area EBA (Endemic
Bird Area) Dataran Rendah di Daerah Kepala Burung dan di
dalamnya terdapat kawasan karst maka kawasan PT. JDIPI
berpotensi menjadi tempat untuk berkembang biak atau bersarang,
berlindung, menghindar, atau migrasi secara lokal (refugium) bagi
suatu jenis pada saat musim kemarau yang panjang untuk minum,
banjir ataupun kebakaran lahan. Kategori endemik yang ditemui
berasal dari jenis Avifauna antara lain Anispuyuh ajax (Cinclosoma
ajax) dan Cabai papua (Dicaeum petrocale). Kawasan Bernilai
Konservasi Tinggi (KBKT) – NKT 1.4 difokuskan pada daerah
kawasan Karst dan Kawasan Sempadan Sungai Wanggar.
610,16
25
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT Atribut
Luas Dalam
Konsesi (Ha)
2 Kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami
2.1 Kawasan bentang alam luas
yang memiliki kapasitas untuk
menjaga proses dan dinamika
ekologi
Ada Berdasarkan interpretasi citra landsat dan hasil ground check, dilihat
bentang alam yang merupakan suatu kesatuan kawasan berhutan
yang kompak terdapat di areal konsesi PT. JDIPI yaitu Daerah inti
(core area) dan sebagian daerah inti menurut rencana tata ruang
masuk ke dalam Kawasan Lindung. Kawasan bentang alam luas di
areal PT. JDIPI tersebut memiliki kapasitas untuk menjaga proses
dan dinamika ekologi.
15.982
2.2 Kawasan alam yang berisi dua
atau lebih ekosistem dengan
garis batas yang tidak terputus
(berkesinambungan)
Ada Wilayah PT. JDIPI memiliki tutupan lahan berupa hutan dan
berdasarkan ketinggiannya tersebar mulai dari 0 mdpl – 1.500 mdpl
dan tergolong ke dalam ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah
sampai dengan hutan sub pegunungan. Kedua tipe ekosistem
tersebut saling berkesinambungan.
Selain ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah sampai dengan
hutan sub pegunungan, di wilayah PT. JDIPI juga ditemukan daerah
peralihan (ekotone) yaitu berupa Habitat akuatik (sungai) dengan
Habitat terestrial (hutan) berupa kawasan sempadan sungai.
Perbedaan ekosistem dapat dilihat dari vegetasi yang didominasi oleh
tumbuhan pionir yang terletak antara ekotone tersebut seperti
beberapa spesies Mahang (Macaranga spp), Sukun hutan (Artocarpus
elasticus), Binuang (Octomeles sumatrana), dll.
7.668
26
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT
Atribut Luas Dalam
Konsesi (Ha)
2.3 Kawasan yang mengandung
populasi dari perwakilan spesies
alami
Ada Di wilayah PT. JDIPI terdapat areal yang bersinggungan dengan
hutan lindung sehingga diperlukan adanya daerah yang dijadikan
sebagai daerah penyangga hutan lindung. Di wilayah PT. JDIPI
terdapat :
- kawasan yang mengandung populasi spesies yang memerlukan ruang habitat luas dengan kepadatan rendah seperti jenis Julang Papua (Rhyticeros plicatus)
- kawasan yang mengandung populasi predator tingkat tinggi
seperti jenis Elang Bondol (Haliastur indus)
- keberadaan jenis-jenis yang tergantung terhadap keberadaan tajuk
(canopy) hutan seperti jenis Kuskus (Phalanger orientalis dan
Spilocuscus maculatus)dan Kangguru pohon (endrolagus inustus)
Kawasan yang mengandung populasi dari perwakilan spesies alami
yang terdapat di dalam areal PT. JDIPI berupa hutan lahan kering
primer, sempadan sungai, kelas lereng > 40%, KPPN, penyangga
hutan lindung dan karst.
25.296
3 Kawasan yang mempunyai
ekosistem langka atau
terancam punah
Potensi
al Ada
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ditemukan Ekosistem Karst berupa gua di Petak Kerja 40AT, 41AT, 48AQ dan 48AS (dapat dilihat pada foto di Lampiran 5). Oleh karena itu, meskipun berdasarkan perubahan penutupan lahan dan luasan ekosistem tidak teridentifikasi kawasan NKT 3, namun dengan ditemukannya beberapa gua karst di areal konsesi PT. JDIPI dan berdasarkan prinsip kehati-hatian, maka NKT 3 potensial ada di areal IUPHHK-HA PT. JDIPI.
-
27
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT Atribut
Luas Dalam
Konsesi (Ha)
4 Kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami
4.1 Kawasan atau ekosistem yang
penting sebagai penyedia air dan
pengendalian banjir bagi
masyarakat hilir
Ada Hutan yang berada di areal PT. JDIPI berdasarkan daerah aliran
sungai dan posisi kawasannya berperan dalam menyediakan air
melalui kemampuannya sebagai regulator air yang bermula dari
fungsi hutan sebagai penyerap air hujan. Selain fungsi penting
sebuah kawasan berdasarkan letakan DAS, di dalam areal PT.
JDIPI juga terdapat dua ekosistem hutan atau lahan lain yang
memiliki peran dalam siklus hidrologi lokal yang luar biasa penting
dan perlu diperhatikan secara khusus, yaitu berupa ekosistem
riparian dan ekosistem karst.
Beberapa sungai yang dimanfaatkan oleh masyarakat hilir :
- Sungai Wanggar - Sungai Yaro - Sungai Cemara - Sungai Papaya
13.067
4.2 Kawasan yang penting bagi
pengendalian erosi dan
sedimentasi
Ada Secara lanskap, PT. JDIPI akan menjadi kawasan yang penting bagi
pengendalian erosi dan sedimentasi bagi masyarakat yang ada di
bagian hilir. Dari hasil kajian berdasarkan permodelan GIS, sebagian
areal PT. JDIPI memiliki tingkat kerawanan erosi dari tinggi
(kelerengan 25-40% dan tanah podsolik) sampai sangat tinggi
(kelerengan >40%)
66.788,3
28
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT Atribut
Luas Dalam
Konsesi (Ha)
4.3 Kawasan yang berfungsi
sebagai sekat alam untuk
mencegah meluasnya
kebakaran hutan dan lahan
Ada Di areal IUPHHK-HA PT. JDIPI terdapat areal yang mampu
berperan sebagai sekat bakar alami untuk mencegah meluasnya
kebakaran hutan dan lahan. Areal tersebut berupa hutan yang
berada di ketinggan >700 Mdpl yang kondisinya relatif masih lebat
dan lembab serta berupa sungai-sungai yang mengandung air
sehingga mampu mencegat atau menghambat pergerakan atau
menjalarnya api jika terjadi kebakaran hutan.
Beberapa sungai yang dapat dijadikan sebagai sekat bakar alami
diantaranya :
- Sungai Bumi
- Sungai Wanggar
- Sungai Yaro
- Sungai Wami
- Sungai Bambu
- Sungai Lagari
8.053,81
5 Kawasan yang mempunyai fungsi
penting untuk pemenuhan
kebutuHan dasar masyarakat lokal
ADA Di areal IUPHHK PT JDI terdapat areal yang memiliki fungsi penting
untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa binatang buruan dan ikan
sungai (protein hewani), kayu untuk pembangunan/perbaikan rumah,
serta air sungai untuk air minum dan mandi, cuci, kakus (MCK).
Areal hutan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan kayu
perkakas untuk rumah dan areal berburu meliputi seluruh areal
IUPHHK. Namun areal tersebut dapat dilakukan penebangan pohon
karena penebangan dilakukan dengan system tebang pilih (selective
cutting), kecuali areal yang tettapkan sebagai kawasan lindung.
4.4901)
29
NKT Definisi / Pengertian Status
NKT Atribut
Luas Dalam
Konsesi (Ha)
Sungai yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan dasar untuk
mencari ikan sekaligus sumber air minum dan MCK adalah : Sungai
Yaro, Sungai Topo, Sungai Dingin, Sungai Lepki. Sedangkan sungai
yang khusus untuk mencari ikan adalah Sungai Wangar, Sungai
Hamora, Sungai Bambu, Sungai Pepaya, Sungai Bumi.
6 Kawasan yang mempunyai
fungsi penting untuk identitas
budaya tradisional komunitas
lokal
ADA Gunung Anjing dan Gunung Dogou. - 2)
Keterangan : 1) Angka luas areal NKT 5 di dalam konsesi PT JDI yang dicantumkan adalah khusus areal NKT yang harus dilindungi dari kegiatan pemanfaatan hasil hutan
kayu, yakni berupa badan air dan sempadan sungai. Adapun areal berburu dan pemanfaatan kayu untuk kebutuhan kayu perkakas masyarakat meliputi seluruh areal IUPHHK,
kecuali untuk pemanfaatan kayu perkakas adalah areal yang ditetapkan sebagai kawasan lindung; 2) Luas areal situs budaya belum dapat ditetapkan karena masih terdapat
perbedaan antar tokoh/kelompok masyarakat. Luas NKT 6 akan ditetapkan melalui proses pemetaan partisipatif sebelum lokasi tersebut dilakukan penebangan.
30
31
Terhadap kawasan lindung PT JDIPI melakukan kegiatan tatabatas di lapangan yang
dilakukan secara bertahap berdasarkan perkiraan dampak yang terjadi akibat
penebangan yang dilakukan di blok tebangan. Sedangkan kegiatan diblok tebangan
(RKT), PT JDIPI menerapkan Reduce Impact Logging (RIL) sehingga kegiatan
minimalisasi dampak lingkungan dapat dilakukan.
Untuk memastikan kegiatan pengelolaan hutan khususnya dari kegiatan pemanenan
hutan memberikan dampak lingkungan yang minimal maka PT JDIPI mengembangkan
system pemantuan lingkungan yang terpadu dari aspek iklim, tanah, dan sungai).
Adapun peta hasil identifikasi NKT PT JDIPI, termasuk tipe-tipe ekosistem hutan yang
ditemukan dapat dilihat dalam Lampiran 4.
A. Pemantauan Iklim (Curah Hujan):
Pemantauan iklim yang dilakukan adalah pemantauan curah hujan. Alat pemantauan curah
hujan dipasang pada lokasi yang strategis dan cukup representative terhadap kawasan
konsesi. Data yang diamati adalah tingkat curah hujan (mm/tahun) dan jumlah hari hujan
dalam setahun. Periode pengambilan dan pencatatan data dilakukan setiap hari (ada atau
tidak ada hujan).
B. Pemantauan Erosi Tanah:
Pemantauan erosi tanah dilakukan untuk mengetahui tingkat erosi yang terjadi akibat
kegiatan pemanenan. (ton/ha/tahun). Metode yang digunakan adalah metode
pemantauan bak erosi (4 x 11m) yang dipasang pada lokasi dengan
mempertimbangkan faktor kelerengan. Faktor lereng dimaksud dibedakan atas
kelerengan datar (0 – 8 %), landau (8 – 15 %), bergelombang (15 – 25 %) dan curam (25
– 40 %).
C. Pemantauan Sungai:
Pemantauan sungai dilakukan pada sungai-sungai utama yang diperkirakan terkena
dampak dari kegiatan pemanenan hutan. Sungai-sungai yang diamati secara periodik
adalah : S. Wanggar, S. Homora dan S. Kali Bumi. Mengingat areal kerja PT. JDIPI
dilewati oleh sungai sungai besar tersebut, maka penempatan lokasi untuk pengamatan
kualitas air sungai dilakukan dengan mempertimbangkan hal hal sbb :
1. In let dan out let sungai, diartikan sebagai pintu masuk sungai ke dalam areal dan
pintu keluar sungai di areal kerja.
2. Karakteristik Sub DAS Anak sungai yang terdapat di areal kerja yang terkena dampak
secara langsung akibat kegiatan eksploitasi Hutan.
Data dan informasi yang dimonitor adalah fluktuasi debit air sungai (m3/det dan
kualitas fisik-kimia air sungai dengan menggunakan standar kualitas air sungai. Analisa
debit air sungai dan sedimentasi dilakukan di base camp dengan menggunakan analisa
sederhana di laboratorium tanah-air mini.
Sedangkan pemantauan kualitas fisik-kimia air sungai dilakukan setiap enam bulan
sekali dengan cara mengirimkan sample air sungai ke laboratorium yang terakreditasi.
32
D. Pemantauan dan Perlindungan terhadap Ancaman Perambahan, Kebakaran
Hutan dan Ilegal Logging:
D.1 Kebakaran Hutan:
Melakukan program penyuluhan pencegahan kebakaran hutan bagi
karyawan dan masyarakat
Membentuk dan melatih team pemadam kebakaran beserta pengadaan
peralatan pemadaman kebakaran hutan (mobil tangki air, peralatan
pemadaman api)
Memasang papan-papan pengumuman tentang bahaya api pada tempat
yang strategis dan rawan kebakaran hutan
Memonitor potensi titik api saat musim kering dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang berhubungan dengan pemenatauan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
D.2 Pencurian Kayu dan Perburuan Flora-Fauna yang Dilindungi atau Status Critical Endangered atau Langka :
Melakukan patroli keamanan hutan, yang bisa dilakukan oleh perusahaan
dan atau bersama pihak lain (misalnya masyarakat, instansi pemerintah
atau aparat keamanan)
Menjalankan program sosialisasi perlindungan hutan terhadap kegiatan
illegal logging atau perburuan flora fauna yang dilindungi atau status Critical
Endangered atau langka
Pemasangan papan-papan pengumuman terkait informasi pencegahan
illegal logging dan perburuan. Serta sosialisasi jenis-jenis flora dan fauna yang
dilindungi oleh UU dan aturan global.
Memberikan tanda-tanda khusus pada tumbuhan yang dilindungi baik
karena status konservasinya atau karena peran pentingnya bagi habitat
ekosistem yang ada (misalnya sebagai sumber pakan atau tempat berkembang
biak fauna) sehingga tumbuhan tersebut tidak diganggu atau ditebang saat
penebangan. Pemberian tanda khusus dilakukan saat kegiatan PAK atau
ITSP, atau Pola sarad dengan memberikan label kuning.
Melakukan penandaaan khusus pada wilayah-wilayah tertentu yang memiliki
nilai konservasi tinggi. Seperti KPPN, Kebun benih, lokasi keterwakilan
suatu tipe ekosistem tersendiri (rawa, mangrove, karst). Kemudian
dipetakan dan dikeluarkan dari areal produksi/pemanenan.
Memberikan sangsi bagi karyawan yang melakukan pelanggaran terhadap
aturan perlindungan tersebut.
Merekrut dan melatih karywan agar memiliki keahlian dalam
mengidentifikasi dan mempelajari perilaku flora-fauna sehingga bisa terintegrasi
dalam pengelolaan hutan (pemanenan)
33
D.3 Perambahan Hutan:
Melakukan patroli keamanan hutan, yang bisa dilakukan oleh perusahaan
dan atau bersama pihak lain (misalnya masyarakat, instansi pemerintah
atau aparat keamanan)
Melakukan identifikasi awal bersama masyarakat terhadap akses dan
pembukaan wilayah hutan bagi kepentingan masyarakat lokal
Merekrut dan melatih karyawan agar memiliki keahlian dalam bidang kelola
social sehingga karyawan tersebut memiliki keahlian dan pengalaman
dalam menjadi fasilititor dalam menyusun program kegiatan sosial bersama
masyarakat, mediator jika terjadi konflik dengan masyarakat serta penyuluh
kegiatan pertanian/peternakan bagi masyarakat lokal
E. Perlindungan Hama dan Penyakit Hutan
Walaupun sampai saat ini tidak ada identifikasi serangan hama dan penyakit terhadap
tanaman alami didalam kawasan hutan maupun di persemaian PT JDIPI tetap
melakukan rancangan strategi pencegahan dan perlidungan hama dan penyakit hutan.
E.1 Persemaian:
Tidak menggunakan bahan kimia untuk tindakan pencegah dan
penanganan hama-penyakit tanaman di persemaian.
Sedapat mungkin menggunakan tindakan manual dalam mencegah dan
menangani serangan hama-penyakit tanaman di persemaian.
Jika terjadi serangan hama-penyakit tanaman di persemaian dalam skala
besar, sebelum dilakukan penanganan yang bersifat massif dan jika
mengharuskan menggunakan bahan kimia, maka PT JDIPI akan melakukan
konsultasi dengan para pakar yang relevan dan FSC Indonesia terkait
implementasi FSC Pesticides Policy: Guidence on Implementation FSC-
GUI-30-001 Version 2-1 EN. May 5. 1007.
E.2 Dalam Kawasan Hutan:
Sampai saat ini tidak ditemukan serangan hama dan penyakit yang terjadi dalam
skala besar dan mengancam kesehatan hutan dalam kawasan hutan PT JDIPI.
Namun terdapat literature yang menyebutkan bahwa rusa adalah salah satu hewan
pemakan daun-daun muda khususnya dari jenis merbau (dimana merbau
merupakan salahsatu jenis pohon yang dipanen oleh PT JDIPI). Walaupun
demikian tidak ditemukan serangan hewan rusa dalam jumlah besar yang
menyebabkan permudaan/semai merbau terancam pertumbuhannya.
Kegiatan-kegiatan tersebut diatas ditujukan agar bisa memberikan output dan informasi
penting yang akan dijadikan bahan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan/efektivitas
system pengelolaan hutan. Hasil analisa akan dijadikan masukan bagi tindakan
perbaikan dalam pengelolaan hutan di PT JDIPI. Analisa data-data lingkungan tersebut
akan dilakukan setiap setahun sekali.
34
BAB VII
RENCANA IDENTIFIKASI DAN PERLINDUNGAN JENIS-JENIS
LANGKA, TERANCAM DAN HAMPIR PUNAH
A. Jenis Flora/Tumbuhan yang Langka, Terancam dan Hampir Punah:
Identifikasi NKT telah dilakukan di Tahun 2016 dan selesai pada April 2017. Berdasarkan
hasil kegiatan identifikasi NKT tersebut ditemukan habitat flora di kawasan areal konsesi
PT JDIPI bervariasi mulai dari semak belukar sampai hutan. Flora yang ditemukan
sebanyak 380 spesies flora yang terbagi kedalam 17 famili. Spesies flora tersebut terdiri
dari habitus pohon 234 spesies, perdu 4 spesies, terna sebanyak 37 spesies, liana 4
spesies, epifit 43 spesies, dan bambu 2 spesies.
Jenis flora yang teridentifikasi di lapangan didominasi oleh Bintangur (Callophyllum
inophyllum), Jambu-jambuan (Syzygium sp), Resak (Vatica rassak), Pala (Myristica sp),
Matoa (Pometia pinnata), dan Merbau (Intsia bijuga). Kondisi vegetasi di lokasi kajian
memiliki tipe habitat yang hampir sama, yaitu habitat hutan dataran rendah. Perbedaan
vegetasi ditemukan sedikit pada ketinggian yang mencapai 700 mdpl, semak belukar
yang cukup terbuka. Semak belukar terbentuk karena dahulunya adalah jalan logging
oleh perusahaan sebelumnya yang tidak digunakan lagi. Vegetasi tersebut didominasi
oleh jenis paku resam (Dicranopteris linearis). Perbedaan vegetasi juga ditemukan di titik
13 petak kerja 38BD yang merupakan hutan sekunder yang di dominasi oleh jenis
Macaranga sp. Hal ini karena dulunya ada aktivitas pertambangan di daerah tersebut.
Diduga terdapat jenis flora yang berdasarkan Red List IUCN masuk kategori CR / Critical
Endangered (kritis) sebanyak 1 jenis yaitu Hopea ferruginea Parijs (Merawan). Disamping itu
terdapat beberapa jenis agathis, yang salah satunya diduga Agathis labillardieri, yang
berdasarkan Permen LHK No P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 termasuk
spesies yang dilindungi.
Tabel 9. Jenis-jenis Tumbuhan Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal
Konsesi PT. JDIPI.
No Nama Ilmiah Nama Daerah Famili Permen LHK CITES IUCN
P.106 / 2018
1 Hopea ferruginea Parijs Merawan Dipterocarpaceae TD TT CR
2 Agathis labillardieri Agathis Araucariaceae D TT LC
Keterangan:
Status perlindungan spesies menurut tata aturan di Indonesia mengacu Permen LHK No
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Status
konservasi internasional berdasarkan IUCN Redlist Tahun 2015; Status peraturan perdagangan
international berdasarkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild
Fauna and Flora). Keterangan Status Satwaliar : D = Dilindungi, TD = Tidak dilindungi, TT = Tidak
Terdaftar, App.= Appendix, CR = Critically Endangered (kritis), EN = Endangered (genting), VU =
Vulnerable (rentan) NT = Near Threatened (Hampir terancam) LC = Least Concern (resiko rendah), DD =
Data Deficient (kurang data)
35
1. Informasi mengenai Merawan (Hopea ferruginea Parijs) yang Termasuk Kategori
Critical Endangered (CR)
Pohon Merawan (Hopea ferruginea Parijs)
merupakan jenis dipterokarpaceae berupa pohon
menjulang (emergent trees), dapat tumbuh hingga
mencapai tinggi 41 meter dengan pertumbuhan
yang lambat, biasanya ditemukan di ekosistem
hutan dataran rendah dengan tanah yang subur
dan kanopi tajuk yang cukup rapat (biasanya
tumbuh pada ketinggian 400-750 mdpl) dengan
kondisi iklim basah dan kelembaban yang tinggi
dengan rata-rata curah hujan tahunan mencapai
2.000 mm dan musim kemarau yang pendek.
Habitat utamanya adalah di hutan tropis
perbukitan hingga hutan pegunungan.
Ciri lainnya adalah memiliki buah bersayap dua
dengan warna kuning pucat kemerahan, biji buah
biasanya mengandung resin. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, Hopea ferruginea
ditemukan di titik 6 yang merupakan daerah
ekoton.
Gambar 1. Merawan (diduga Hopea ferruginea Parijs)
Sebagai langkah awal pengelolaan, PT JDIPI melakukan studi litelature untuk
mengetahui deskripsi mengenai spesies Hopea tersebut. Berdasarkan kajian pustaka
dengan merujuk pada buku Tree Flora Of Indonesia Checklist For Irian Jaya diperoleh
hasil bahwa Hopea ferruginea Parijs tidak termasuk dalam checklist penyebaran di
Pulau Irian jaya.
Untuk mengetahui struktur, penyebaran dan kepastian spesies Hopea yang ada di areal
kerja PT JDIPI dilakukan kerjasama penelitian dengan Balai Litbang Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Manokwari dan Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Melalui Surat Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari nomor :
S198/MENLHK/BP2LHKM/Um/07/2018 diperoleh hasil bahwa jenis Merawan yang
selama ini ini dikenal dengan spesies Hopea yang ada di PT JDIPI adalah Hopea
iriana, Hopea Celtidifolia, dan Hopea papuana. Sementara berdasarkan hasil
identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia menunjukkan bahwa jenis merawan yang dimaksud adalah
Hopea novoguinesnsis Slooten.
36
2. Informasi mengenai Agatis (Agathis labillardieri) yang Termasuk Kategori
Spesies Dilindungi
Pohon agatis (Agathis labillardieri) masuk famili araucariaceae, berupa pohon setinggi
60 m, lingkar 2 m. Kulit cokelat tua. Mahkota dengan cabang diagonal ke atas. Cabang
berbentuk silindris, cabang sekunder diratakan. Daun oblong-lanceolate atau elips,
panjang 7,5-10 cm dengan lebar 1,8-3 cm, mengkilap di bawah, tumpul puncak atau akut
tumpul, tangkai daun 5-7 mm dengan lebar 2-3 mm. Strobili jantan lebar silinder, pada
gagang pendek gemuk 1-2 mm panjang, panjang 1,8-3 cm dengan lebar 1-1,5 cm;
mikrosporofil umbonat, kepala dengan ug rugulosa persegi panjang 1 mm. Kerucut
betina berbentuk bulat, panjang 7,5-8,5 cm dengan lebar 6 cm, kehijauan; sisik
mengandung, sudut. Benih panjang 1 cm kali lebar 8 mm, dengan sayap kecil yang
berbeda.
Distribusi dan ekologi spesies agatis meliputi Papua (Indonesia) dan Papua Nugini.
Terdapat dua spesies agatis, yaitu A. labillardieri terjadi di sebelah barat (dan utara)
Gunung Hagen (sekitar 144,2 ° BT), sedangkan A. robusta subsp. nesophila terjadi di
sebelah timur sana (de Laubenfels 1988). Sebagian besar tegakan terjadi di daerah
pegunungan, pada ketinggian 200 hingga 1700 m di atas tanah berpasir, oligotrofik
dengan drainase yang buruk hingga agak terurai. Juga dilaporkan pada batuan
ultramafik di Pulau Biak dan Japen di Papua (Indonesia) dan di anak-anak sungai
selatan Sungai Sepik di Papua Nugini, dan pada batu kapur di berbagai lokasi lain.
Agathis labillardieri dalam dafar merah IUCN masuk kategori Risiko Rendah / Kurang
Kepedulian (Least Concern), tetapi statusnya tidak dinilai sejak 1998. Berdasarkan
Permen LHK No P.106/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/12/2018, jenis Agathis labillardieri
termasuk yang dalam daftar jenis yang dilindungi.
Berdasarkan hasil determinasi jenis agathis yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia teridentifikasi agathis yang berasal dari PT. JDI,
ada dua jenis, yaitu Agathis sp dan Agathis labillardieri. Selanjutnya berdasarkan
identifikasi yang dilakukan oleh Dr. Ir. Dwi Tyaningsih Adriyanti, MP pakar dari
Universitas Gajah Mada, didasarkan atas organ-organ vegetatif sesuai prosedur
morfologi, teridentifikasi 2 jenis agathis, yaitu Agathis spathulata dan Agathis labillardieri.
B. Jenis Fauna/Satwa Liar yang Langka, Terancam dan Hampir Punah
Fauna di areal konsesi PT. JDIPI ditemukan sebanyak 102 jenis, dari 50 famili, dengan
rincian: mamalia 13 jenis (10 famili), burung 73 jenis (32 famili), serta reptil dan amphibi
16 jenis (8 famili). Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya memiliki nilai konservasi
penting.
Berdasarkan statusnya, jenis-jenis satwa liar yang termasuk dilindungi oleh Pemerintah
Indonesia berdasarkan Permen LHK No P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 sebanyak
29 jenis (mamalia sebanyak 3 jenis dan burung sebanyak 23 jenis, dan reptil sebanyak 3
jenis).
37
Tabel 10. Jenis-jenis Satwa liar Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal PT. JDIPI.
No Nama Ilmiah Nama Indonesia Famili Permen LHK CITES IUCN
P.106/2018
A. Mamalia
1 Spilocuscus maculatus Kuskus totol Phalangeridae D App II LC
2 Dendrolagus inustus Kangguru pohon Macropodidae D TT VU
3 Zaglossus bruijni
Landak Papua Tachyglossidae
D
App II
CR
B. Burung
1 Casuarius casuarius
Kasuari gelambir-
ganda Casuariidae
D
TT
VU
2 Aviceda subcristata Baza pasifik Accipitridae D App II LC
3 Henicopernis
longicauda Elang ekor-
panjang Accipitridae D App II LC
4 Haliastur indus Elang bondol Accipitridae D App II LC
5 Accipiter fasciatus
Elangalap coklat Accipitridae
D
App II
LC
6 Accipiter cirrhocephalus Elangalap kelabu Accipitridae D App II LC
7 Accipiter poliochepalus Elangalap pucat-
sosonokan Accipitridae D App II LC
8 Accipiter meyerianus Elangalap meyer Accipitridae D App II LC
9 Falco berigora
Alapalap coklat Falconidae
D
App II
LC
10 Falco cenchroides Alapalap laying Falconidae D App II LC
11 Talegalla jobiensis
Maleo kerah-
coklat Megapodiidae
D
TT
LC
12 Goura victoria Mambruk Victoria Columbidae D App II VU
13 Trichoglossus
haematodus Perkici pelangi Psittacidae D App II LC
14 Lorius lory Kasturi kepala-
hitam Psittacidae D App II LC
15 Charmosyna placentis Perkici dagu-
merah Psittacidae D App II LC
16 Micropsitta keiensis Nurikate topi-
kuning Psittacidae D App II LC
17 Eclectus roratus Nuri bayan Psittacidae D App II LC
18 Geoffroyus geoffroyi Nuri pipi-merah Psittacidae D App II LC
19 Loriculus aurantiifrons Serindit papua Psittacidae D App II LC
20 Rhyticeros plicatus Julang papua Bucerotidae D App II LC
21 Pitta sordida
Paok hijau Pittidae
D
TT
LC
22 Seleucidis melanoleuca Cendrawasih
mati-kawat Paradisaeidae D App II LC
23 Paradisaea minor
Cendrawasih kecil Paradisaeidae
D
App II
LC
No Nama Ilmiah Nama Indonesia Famili Permen LHK CITES IUCN
P.106/2018
C. Reptil
1 Crocodylus
novaeguineae Buaya-air tawar-
irian Crocodylidae D App II LC
2 Crocodylus porosus
Buaya muara Crocodylidae
D d
App II
LC
3 Morelia viridis
Sanca-pohon hijau Pythonidae
D d
App II
LC
Keterangan:
Sistem taxonomi dan penamaan burung berdasarkan Daftar Burung Indonesia No.2; Untuk status
perlindungan spesies menurut tata aturan di Indonesia (PP) mengacu pada Permen LHK No
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Status
konservasi internasional berdasarkan IUCN Redlist Tahun 2015; Status peraturan perdagangan
international berdasarkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna
and Flora).
Keterangan Status Satwaliar : D = Dilindungi, TD = Tidak dilindungi, TT = Tidak Terdaftar, App.= Appendix,
CR = Critically Endangered (kritis), EN = Endangered (genting), VU = Vulnerable (rentan) NT = Near
Threatened (Hampir terancam) LC = Least Concern (resiko rendah), DD = Data Deficient (kurang data)
Daftar satwa liar yang dilindungi tersebut, masuk dalam CITES, Appendix II sebanyak 2
jenis mamalia, 20 jenis burung dan 3 jenis reptil. Adapun berdasarkan daftar Red List
IUCN masuk kategori VU / Vulnerable (rentan) sebanyak 1 jenis mamalia dan 2 jenis
burung, masuk kategori LC / Least Concern (resiko rendah) sebanyak 1 jenis burung, 21
jenis burung dan 3 jenis reptil dan masuk kategori atau CR / Critically Endangered
(terancam punah) 1 jenis mamalia, yaitu landak papua (Zaglossus bruijnii) yang biasanya
ditemukan dihabitat Hutan tropis perbukitan hingga hutan pegunungan.
Informasi mengenai Landak Papua (Zaglossus bruijnii) yang Termasuk Kategori
Critical Endangered (CR)
Hasil temuan di lapangan, ditemukan
spesies fauna yang masuk kriteria
hampir punah, yaitu: Landak papua
(Zaglossus bruijnii), dengan status
Critically Endangered (CR) atau kritis.
Berdasarkan data persebaran IUCN,
Landak papua (Zaglossus bruijnii)
memiliki persebaran terbatas di
semenanjung kepala burung Papua.
Landak papua biasanya ditemukan di
daerah-daerah
hutan yang jarang terjamah (IUCN, 2016). Landak papua merupakan salah satu jenis
mamalia yang berkembang biak dengan bertelur, hidup pada ketinggian 1.000 - 4.000 mdpl
dengan habitat berupa padang rumput alpin dan hutan yang lembab (Wikipedia). Landak
papua atau biasa dikenal sebagai Echidna moncong panjang barat (Long-beaked Echidna)
memiliki duri seperti landak, meskipun ekidna bukan termasuk ke dalam kelompok landak.
38
Gambar 2. Landak papua (Zaglossus bruijnii), sumber:
http://www.biolib.cz/en/image/id175458/
39
Memiliki ciri tubuh berukuran kecil dan ditumbuhi rambut kasar dan duri. Ukuran Echidna
dewasa bervariasi dengan panjang tubuh antara 30-55 cm, panjang ekor antara 7-9 cm,
berat tubuh antara 3-6 kg. Echidna jantan dewasa biasanya memiliki berat tubuh 6 kg, dan
yang betina sekitar 4,5 kg. Echidna adalah hewan nokturnal (aktif pada malam hari) dan
penyendiri (soliter). Data sebaran IUCN menunjukkan areal persebaran landak papua di
konsesi PT. JDIPI berada pada ketinggian 500-1000 mdpl.
Sebagai langkah awal terhadap upaya pengelolaan terhadap Echidna, PT JDIPI melakukan
studi bersama Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari untuk melakukan
identifikasi keberadaan Echidna di areal kerja PT JDIPI. Berdasarkan laporan hasil survey
Ekidna di PT JDIPI yang merupakan lampiran dari surat nomor : S201/MENLHK/BP2LHKM/
Um/07/2018 tanggal 20 Juli 2018 disebutkan bahwa Satwa Echidna (Zaglossus spp) tidak
berhasil ditemukan pada areal kerja IUPHHK-HA PT. JDIPI saat survei lapangan dilakukan.
C. Perlindungan Flora-Fauna Langka, Terancam dan Hampir Punah;
Untuk mendukung kegiatan perlindungan flora dan fauna yang dilindungi (langka,
terancam dan hampir punah), PT JDIPI melakukan beberapa kegiatan yang bersifat
terpadu/integrated :
a. Melakukan penandaan batas petak yang jelas, termasuk batas kawasan
lindung/konservasi yang penting bagi perlindungan tanah, air dan habitat hutan.
Yaitu penandaan batas yang jelas untuk kawasan NKT, sempadan sungai, KPPN,
Kebun Bibit, keterwakilan tipe tipe ekosistem yang ada (4 tipe) dan kawasan
lindung/konservasi lainnya.
b. Melakukan penandaan pohon-pohon komersil yang boleh dan yang tidak boleh
ditebang dengan memberikan label yang berbeda (produksi dengan barcode warna
kuning). Pemberian label pohon komersil ini dilakukan pada 2 tahun sebelum
penebangan. Pemberian label kuning mendadak pohon tersebut merupakan pohon
inti dan atau pohon yang harus dilindungi/tidak ditebang karena status yang
CR/dilindungi UU, pohon pakan penting bagi satwa atau pohon tembat berkembang
biak dls.
c. Dalam kegiatan pemanenan kayu: mengimplementasikan perencanan Reduce
Impact Logging (RIL) dengan cara implementasi pola sarad untuk kegiatan
penebangan dan penyaradan, implementasi RIL di kegiatan penebangan dan
penyaradan, tidak menebang jenis-jenis yang dilindungi (langka, terancam dan
hampir punah) dan tidak merusak kawasan-kawasan lindung atau konservasi yang
telah ditetapkan.
d. Membuat sudetan disetiap bekas jalan sarad
e. Melakukan kegiatan rehabilitas dan pengayaan jenis-jenis yang dilindungi (langka,
terancam dan hampir punah)
f. Melakukan monitoring flora dan fauna dibekas blok tebangan RKT dan keterwakilan
semua tipe ekosistem hutan yang ada (4 jenis).
g. Melarang perburuan flora-fauna yang dilindungi (langka, terancam dan hampir
punah)
h. Memberikan sosialisasi dan pelatihan untuk lebih mengenal flora-fauna dilindungi
(langka, terancam dan hampir punah)
40
BAB VIII
PEMILIHAN TEKNIK PEMANENAN DAN PERALATAN YANG
DIGUNAKAN
PT JDIPI menerapkan sistem pemanenan berdampak lingkungan rendah atau Reduce
Impact Logging System (RIL). Sistem pemanenan RIL yang dipilih adalah ground based
skidding dengan menggunakan bulldozer. Dalam sistem RIL tersebut sebelum dilakukan
penebangan dan pemanenan petak tebang harus dilakukan perencanaan pola sarad
terlebih dahulu dengan tujuan untuk meminimalisasi dampak kerusakan tanah, air dan
tegakan hutan serta untuk efisiensi pemanenan hutan. Dimana ketersediaan peta
pemanenan atau peta polasarad harus tersedia yang menggambarkan informasi mengenai:
a. Batas petak/blok termasuk batas kawasan lindung seperti sempadan sungai,
perlindungan NKT dan lain sebagainya.
b. Kondisi topografi, sungai dan alur dalam setiap blok tebangan
c. Jaringan pola sarad dan lokasi-lokasi TPn
d. Jaringan jalan angkutan kayu, lokasi jembatan dan gorong-gorong
e. Posisi pohon-pohon yang akan ditebang
Tanda-tanda lapangan dipasang sehingga menjadi panduan kegiatan pembukaan wilayah
hutan atau pemanenan yang lakukan oleh operator alat berat.
Pohon-pohon komersial yang akan dipanen adalah pohon-pohon yang sudah diberi
tanda barcode kuning. Penandaan ini dilakukan pada 2 tahun sebelum blok RKT
ditebang. Penebangan dilakukan pada diameter 50 cm up.
Penebangan dilakukan dengan cara membuat jalan sarad terlebih dahulu oleh operator
traktor/skidding sesuai dengan pola jalan sarad yang ada. Kegiatan penebangan
dilakukan setelah jalan sarad dibuat dan menjadikan jalan sarad tersebut sebagai
panduan untuk mementukan arah rebah pohon sehingga kerusakan tegakan hutan
dapat diminimalkan karena manuver traktor skidding menjadi berkurang. Selain itu
kegiatan winching diwajibkan dalam kegiatan skidding untuk mengurangi dampak
kerusakan tanah dan pembukaan wilayah hutan. Perlindungan terhadap sempadan
sungai dan alur sangat diutamakan dalam kegiatan penebangan dan penyaradan kayu.
Penanganan pasca pemanenan (penebangan dan penyaradan) di blok bekas tebangan
dilakukan dengan mewajibkan operator penyaradan membuat sudetan (cross
drain/water cross) di eks jalan sarad dengan tujuan untuk mengurangi laju erosi dijalan
sarad. Dengan adanya sudetan (cross drain/water cross) maka air hujan yang
membawa material tanah akan dibelokkan dahulu ke lantai hutan yang masih
mengandung tumbuhan bawah, serasah maupun pepohonan yang akan
menyaring/menahan material tanah sehingga menjadi minimal yang masuk ke sungai.
41
Selain itu kegiatan penanaman cover crop dan jenis-jenis cepat tumbuh segera
dilakukan di eks lokasi pemanenan untuk mempercepat penutupan lantai hutan (dalam
upaya meminimalkan erosi).
Adapun peralatan pemanenan yang digunakan oleh PT JDIPI dalam implementasi
kegiatan pemanenannya adalah :
a. Perencanaan hutan:
Compass, clinometer, GPS, computer/ laptop
b. Pemanenan (RIL)
Buldoser, chainsaw, excavator, dump truck, motor grader, wheel loader,
truck tanki, logging truck, ponton dan kapal penarik, serta mobil kecil
untuk transportasi
Lampiran 1. Peta Konsesi PT JDIPI yang dioverlappingkan dengan RKU dan NKT
42
Lampiran 2. Peta Wilayah Adat yang Berada Dalam Konsesi PT JDIPI
43
Lampiran 3. Peta Komposit KBKT PT JDIPI
44
Lampiran 4. Peta Type Ekosistem
45