8
MT-84 0660: Nurul T. Rohman dkk. REVIEW PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUMBER DAYA PASIR BESI MENJADI PRODUK BESI/ BAJA, PIGMEN, BAHAN KERAMIK, MAGNET, KOSMETIK, DAN FOTOKATALISTIK DALAM MENDUKUNG INDUSTRI NASIONAL Nurul Taufiqu Rochman 1 *, Agus Sukarto 2 , Etik Mardliyati 3 , Agus Haryono 4 , Abu Khalid Rivai 5 , Wisnu Ari Adi 5 , Akhmad Herman Yuwono 6 , Yuswono 1 , Seto Roseno 7 , Syoni Soepriyanto 8 , Lintong Sopandi Hutahaean 9 , Budi Prawara 10 , Radyum Ikono 11 , Suryandaru 12 , Dwi Wahyu Nugroho 12 , Tito Prastyo Rahman 12 , Nofrizal 12 1. Pusat Penelitian Metalurgi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2. Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 3. Pusat Teknologi Farmasi dan Medika, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 4. Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 5. Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) 6. Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia (UI) 7. Pusat Teknologi Material, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 8. Departemen Teknik Metalurgi, Institut Teknolog Bandung (ITB) 9. Balai Besar Keramik, Departemen Perindustrian 10. Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 11. Departemen Teknik Metalurgi, Sekolah Tinggi Teknologi Sumbawa (STTS) 12. Nanotechnology Research and Business Center Indonesia ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara penghasil pasir besi terbesar, namun hingga kini masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung industri nasional. Paper ini mereview hasil penelitian dalam konsorsium pasir besi yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pasir besi untuk diolah menjadi produk besi, pigmen, keramik, magnet, kosmetik dan fotokatalisis. Konsorsium ini dibagi menjadi 6 Working Group (WG). Hasil dari penelitian ini mendapatkan bahwa WG baja/besi telah menghasilkan contoh ingot besi dan baja ODS, sementara WG pigmen telah mengembangkan contoh pigmen hitam, merah, dan kuning. Pigmen merah telah memenuhi standar pengujian di salah satu industri cat nasional. Sementara WG keramik telah mengembangkan contoh keramik tahan impak, cawan keramik pembakaran, dan keramik Barium Titanat untuk aplikasi kapasitor. WG magnet telah membuat magnet campuran Fe2O3 dan BaCO3 dengan koersivitas tinggi, kemudian WG kosmetik dan fotokatalistik telah mengembangkan nanopartikel TiO2 untuk aplikasi lotion tabir surya yang telah lulus uji keamanan dan berpotensi untuk bekerja sama dengan industri kosmetik, dan juga nanopartikel Fe3O4 untuk aplikasi medis. Sebagai kesimpulan, pasir besi memiliki potensi yang besar dalam mendukung industri nasional apabila dimanfaatkan secara optimal dan terintegrasi, sehingga lebih bernilai ekonomis yang tinggi. Penelitian-penelitian lanjutan masih sangat diperlukan untuk menunjang hasil penelitian awal konsorsium ini, sehingga diharapkan agar produk-produk berbahan dasar pasir besi berskala industri dapat direalisasikan dalam waktu dekat. Kata Kunci: Pasir besi; Konsorsium; Besi; Pigmen; Keramik; Magnet; Kosmetik; Fotokatalistik I. PENDAHULUAN Industri manufaktur, meskipun dengan daya saing yang masih relatif rendah, merupakan penyumbang PDB terbesar dengan total kontribusi mencapai 27 % atau sekitar 1400 triliun rupiah pertahun (BPS, 2008). Penyebab utama rendahnya daya saing tersebut di antaranya adalah bahan baku industri tersebut yang merupakan komponen utama produksi (hingga 40 %) diperoleh sebagian besar atau hampir 90 % impor. Menurut laporan BPS (2008) impor bahan baku setengah jadi misalnya dari China, dilaporkan melebihi 100 triliun pada 2008. Di sisi lain, sektor pertambangan dan galian berkontribusi mencapai di atas 10 % atau sekitar 500 triliun rupiah di mana sumber daya alam (SDA) kita hanya dieksploitasi tanpa diolah lebih lanjut dan kelak kembali ke Indonesia dengan harga yang relatif jauh lebih mahal. SDA mineral ini merupakan sumber bahan

Roadmap Pasir Besi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

roadmap , iron sand , indonesian iron sand

Citation preview

  • MT-84 0660: Nurul T. Rohman dkk.

    REVIEW PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUMBERDAYA PASIR BESI MENJADI PRODUK BESI/ BAJA, PIGMEN, BAHAN KERAMIK, MAGNET, KOSMETIK, DAN FOTOKATALISTIK DALAM

    MENDUKUNG INDUSTRI NASIONAL

    Nurul Taufiqu Rochman1*, Agus Sukarto2, Etik Mardliyati3, Agus Haryono4, Abu Khalid Rivai5, Wisnu Ari Adi5, Akhmad Herman Yuwono6, Yuswono1, Seto Roseno7, Syoni Soepriyanto8, Lintong Sopandi Hutahaean9, Budi Prawara10, Radyum

    Ikono11, Suryandaru12, Dwi Wahyu Nugroho12, Tito Prastyo Rahman12, Nofrizal12

    1. Pusat Penelitian Metalurgi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)2. Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

    3. Pusat Teknologi Farmasi dan Medika, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)4. Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

    5. Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)6. Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia (UI)

    7. Pusat Teknologi Material, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)8. Departemen Teknik Metalurgi, Institut Teknolog Bandung (ITB)

    9. Balai Besar Keramik, Departemen Perindustrian10. Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

    11. Departemen Teknik Metalurgi, Sekolah Tinggi Teknologi Sumbawa (STTS)12. Nanotechnology Research and Business Center Indonesia

    ABSTRAK

    Indonesia merupakan salah satu negara penghasil pasir besi terbesar, namun hingga kini masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung industri nasional. Paper ini mereview hasil penelitian dalam konsorsium pasir besi yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pasir besi untuk diolah menjadi produk besi, pigmen, keramik, magnet, kosmetik dan fotokatalisis. Konsorsium ini dibagi menjadi 6 Working Group (WG). Hasil dari penelitian ini mendapatkan bahwa WG baja/besi telah menghasilkan contoh ingot besi dan baja ODS, sementara WG pigmen telah mengembangkan contoh pigmen hitam, merah, dan kuning. Pigmen merah telah memenuhi standar pengujian di salah satu industri cat nasional. Sementara WG keramik telahmengembangkan contoh keramik tahan impak, cawan keramik pembakaran, dan keramik Barium Titanat untuk aplikasi kapasitor. WG magnet telah membuat magnet campuran Fe2O3 dan BaCO3 dengan koersivitas tinggi, kemudian WG kosmetik dan fotokatalistik telah mengembangkan nanopartikel TiO2 untuk aplikasi lotion tabir surya yang telah lulus uji keamanan dan berpotensi untuk bekerja sama dengan industri kosmetik, dan juga nanopartikel Fe3O4 untuk aplikasi medis. Sebagai kesimpulan,pasir besi memiliki potensi yang besar dalam mendukung industri nasional apabila dimanfaatkan secara optimal dan terintegrasi, sehingga lebih bernilai ekonomis yang tinggi. Penelitian-penelitian lanjutan masih sangat diperlukan untuk menunjang hasil penelitian awal konsorsium ini, sehingga diharapkan agar produk-produk berbahan dasar pasir besi berskala industri dapat direalisasikan dalam waktu dekat.

    Kata Kunci: Pasir besi; Konsorsium; Besi; Pigmen; Keramik; Magnet; Kosmetik; Fotokatalistik

    I. PENDAHULUANIndustri manufaktur, meskipun dengan daya saing

    yang masih relatif rendah, merupakan penyumbang PDB terbesar dengan total kontribusi mencapai 27 % atau sekitar 1400 triliun rupiah pertahun (BPS, 2008). Penyebab utama rendahnya daya saing tersebut di antaranya adalah bahan baku industri tersebut yang merupakan komponen utama produksi (hingga 40 %) diperoleh sebagian besar atau

    hampir 90 % impor. Menurut laporan BPS (2008) impor bahan baku setengah jadi misalnya dari China, dilaporkan melebihi 100 triliun pada 2008. Di sisi lain, sektor pertambangan dan galian berkontribusi mencapai di atas 10 % atau sekitar 500 triliun rupiah di mana sumber daya alam (SDA) kita hanya dieksploitasi tanpa diolah lebih lanjut dan kelak kembali ke Indonesia dengan harga yang relatif jauh lebih mahal. SDA mineral ini merupakan sumber bahan

  • MT-850660: Nurul T. Rohman dkk.

    baku yang dapat diolah menjadi bahan baku industri setengah jadi pengganti impor guna keperluan industri nasional.

    SDA mineral pasir besi dengan total lebih dari 2 miliar ton (Kemenperin, 2007) dan tersebar di sepanjang pantai selatan Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara Barat, dan lain sebagainya dengan kandungan utama besi oksida, titania, silika dan alumina merupakan sumber bahan baku industri besi/ baja, pigmen, keramik, kosmetik, fotokatalistik dan lain sebagainya yang hingga kini masih belum ditangani secara terintegrasi.

    Produk dari pengolahan pasir besi utamanya dapat berupa besi ingot/ baja, logam titanium, pigmen TiO2, black oxide Fe3O4 untuk toner, powder Al2O3.SiO2 untuk keramik, Nano TiO2 dan Fe3O4 untuk farmasi dan medika dengan estimasi harga per kg bertutur-turut 9000,-, 300.000,-, 50.000,-, 12.000,-, 2.000,-, 2.000.000,- dan 1.000.000,- rupiah. Dengan mengolah SDA pasir besi, maka nilai tambah dapat ditingkatkan hingga 10 hingga 20.000 kali lipat dan dapat digunakan untuk produk pengganti impor sehingga meningkatkan daya saing industri nasional. Pengolahan SDA pasir besi menjadi berbagai produk khususnya besi/ baja, pigmen cat anti karat, dan keramik khusus dapat secara langsung menunjang program nasional MP3EI di mana akan membutuhkan sumber bahan baku besi/ baja struktur dalam pembangunan jalan, jembatan, pabrik-pabrik kimia, rumah, gedung perkantoran dan alat transportasi serta berbagai produk rumah tangga. Sementara itu, berbagai produk lainnya seperti kosmetik, farmasi, magnet, coating anti radar dan lainnya juga merupakan kebutuhan strategis yang mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi.

    Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk konsorsium yang terdiri dari 11 institusi riset teknis, 2 institusi jejaring dan 4 industri mitra yang berminat menggunakan produk hasil riset ini. Tujuan utama dari penelitian dalam konsorsium ini adalah untuk menjawab tantangan pengolahan SDA mineral pasir besi secara terintegrasi guna meningkatkan daya saing industri lokal. Pada paper ini, akan di-review beberapa hasil penelitian dalam konsorsium ini dan membahas potensi pemanfaatan pasir besi secara terintegrasi.

    II. METODOLOGIGambar 1 menunjukkan alur target produk yang

    akan diperoleh pada konsorsium penelitian ini. Adapun metode penelitian secara garis besar adalah pencucian dan pemisahan pasir besi dari pengotor organik, Al2O3 dan SiO2secara fisik termasuk magnet separator (Paten P2 Fisika, LIPI), sehingga diperoleh konsentrat besi oksida yang mengandung ilmenite hingga 50-55 %. Al2O3.SiO2 yang diperoleh digunakan untuk membuat keramik khusus dan cawan untuk pembakaran. Adapun besi konsentrat dimillingterlebih dahulu hingga 325 mesh dan sebagian di-pellet

    dengan campuran batubara, bentonite dan kapur sebelum direduksi dalam tungku dengan suhu 900-1300C sehingga menjadi besi sponge dengan kapasitas 100 kg/ hari yang siap dilebur untuk menghasilkan ingot besi dan slag kaya TiO2. Ingot besi diproses kembali dengan tungku induksi menjadi produk besi cor atau baja. Sebagian besi konsentrat berukuran 300 mesh di-leaching dengan menggunakan baik asam HCl maupun H2SO4 dan diperoleh TiO2 dengan kadar sekitar 90 % dan larutan garam besi yang akan diendapkan dengan larutan basa, guna memperoleh Fe3O4. TiO2konsentrat dimurnikan kembali dan dibuat menjadi larutan TiCl4 sebagai bahan baku nanopartikel TiO2 untuk aplikasi kosmetik, pigmen, pelapisan keramik dan fotokatalistik. Pembuatan contoh produk kosmetik dengan TiO2 dan uji efisiensi, efikasi dan toksisitas dilakukan di laboratotium dan mitra industri untuk mendukung data produk kosmetik

    Baja

    Gambar 1. Alur target produk hasil dalam penelitian konsorsium pengembangan teknologi pengalahan pasir besi.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. WG Besi/Bajaa. Pembuatan Besi Ingot

    Gambar 2 menunjukkan foto (a) pellet pasir besi dicampur dengan 3% bentonit, dan 15% karbon dan (b) sponge besi/metal besi sebagai hasil pembakaran pada suhu 13000C ditahan 3 jam.

    Gambar 2. Pellet pasir besi a. sebelum dibakar, b. sesudah dibakar.

  • MT-86 0660: Nurul T. Rohman dkk.

    Gambar 3 menunjukkan foto contoh besi ingot sebanyak 100 kg yang telah dihasilkan dari proses pengecoran dengan komposisi sponge 20% dan skrap 80%. Pada proses peleburan slag yang terbentuk masih cukup banyak (Gambar 4) sehingga tidak memungkinkan untuk peningkatan konsentrasi sponge dalam peleburan. Penggunaan induksi furnace kemungkinan belum optimal pada proses peleburan ini karena suhu peleburan tidak terlalu tinggi. Pada langkah penelitian selanjutnya perlu dilakukan peleburan menggunakan arc furnace yang dapat mencapai suhu tinggi.

    b. Pembuatan Baja ODSGambar 5 menunjukkan foto pellet baja ODS (a) setelah

    dikompaksi dan (b) setelah sintering. Hasil uji kekerasan menunjukkan bahwa sampel hasil sintering ini memiliki kekerasan yang baik yaitu 726 VHN. Hasil ini di atas kekerasan baja poda umumnya yaitu sekitar 150-250 VHN dan berada pada kekerasan baja ODS umumnya yaitu 400-800 VHN seperti ditunjukkan pada tabel 1.

    Gambar 5. Sampel berbentuk pellet a. setelah kompaksi, b. setelah sintering

    Tabel 1. Uji kekerasan sampel (Pasir besi-1%Y2O3)

    2. WG PigmenGambar 6 menunjukkan hasil pembuatan pigmen

    berbasis besi oksida setelah pasir besi didestruksi dengan

    asam sulfat (a) pigmen black oxide (Fe3O4) dengan penambahan ammonia sedangkan (b) pigmen black oxide dengan penambahan NaOH. Warna pigmen hitam dengan penambahan ammonia menghasilkan warna yang lebih tajam dibandingkan dengan penambahan NaOH.

    Gambar 6 (d, e, dan f) menunjukkan pigmen merah (Fe2O3) dengan variasi suhu kalsinasi dan lama kalsinasi 650 oC 4 jam, 700 oC 4 jam, dan 750 oC 2 jam. Warna merah pada gambar 6e lebih tajam dibandingkan pada gambar 6d dan 6f. Gambar 6 (f, g, dan h) menunjukkan pigmen warna kuning (Fe2O3.H2O) dengan variasi suhu dan lama kalsinasi 200 oC 4 jam, 250 oC 3 jam, dan 320 oC 2 jam.

    Gambar 6. a. Black oxide menggunakan amoniak; b. Black oxide menggunakan NaOH; c. Red oxide suhu 650 oC 4 jam; d. Red oxide suhu 700 oC 4 jam; e. Red oxide suhu 750 oC 2 jam; f. Yellow oxide suhu 200 oC 4 jam; g. Yellow oxide suhu 250 oC 3 jam; h. Yellow oxide suhu 320 oC 2 jam.

    Tabel 2. Hasil pengukuran pelebaran korosi pada cross cut plat

    Catatan: Data pengukuran dalam milimeter (mm)

    Pigmen merah Fe2O3 dilakukan uji anti korosi pada cat di PT. Sigma Utama. Pada sampel standar dengan pigmen Fe2O3 komersil menghasilkan pelebaran korosi 0,75 mm. Nilai ini masih dalam batas yang diizinkan oleh ISO dan ASTM. Sedangkan, hasil yang diperlihatkan oleh sampel

  • MT-870660: Nurul T. Rohman dkk.

    pigmen yang dibuat menghasilkan pelebaran korosi di bawah standar (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa semua sampel pigmen yang dibuat berpeluang untuk digunakan sebagai anti korosi

    3. WG Keramik

    a. Pembuatan Keramik tahan ImpakGambar 7 menunjukkan prototipe keramik tahan

    impak yang merupakan campuran dari Aluminium fine powder (Al2O3), Calcined silica (SiO2), Titanium oxide (TiO2)dan Zirconium oxide (ZrO2). Hasil uji tekan yang diperoleh seperti dapat dilihat pada Tabel 3., untuk sampel yang dilakukan sintering pada 14000 C, hasil kuat tekan yang diperoleh memperlihatkan adanya variasi hasil dari ketiga material yang diperoleh. Untuk sampel dengan sintering 15000 C, hasil uji tekan memperlihatkan variasi hasil yang lebih besar, dengan nilai kuat tekan ultimate terkecil terbesar346 MPa dan nilai kuat tekan ultimate maximum untuk sampel dengan sintering 14000 C sebesar 228 MPa variasi nilai puncak dari gaya tekan relatif masih cukup besar. Hasil kuat tekan ultimate yang masih besar ini, terutama sampeldengan sintering 15000 C mencerminkan belum standardnya pembuatan sampel.

    Gambar 7. Foto prototipe Keramik tahan impak

    Tabel 3. Hasil Uji Tekan Spesimen Material Keramik Tahan Impak

    b. Pembuatan Cawan Keramik Pembakaran

    Gambar 8 menunjukkan prototipe keramik pembakaran. Hasil uji ketahanan slag dan kejut suhu pada Tabel 4

    menunjukkan krusibel memiliki ketahanan yang kurang baik terhadap slag terak besi, tetapi memiliki ketahanan yang baik terhadap slag aluminium. Sedangkan hasil uji kejut suhu menunjukkan krusibel tahan terhadap kejut suhu sampai diatas 7 siklus pada unjuk kerja suhu 1100 oC, tidak menunjukkan retak-retak atau pecah yang berarti.

    Gambar 8. Prototipe keramik suhu tinggi

    Tabel 4 Sifat fisis dan termalSuhu bakar

    Sifat fisis dan termalApp.

    Porosity (%)Kejut suhu

    Slag test

    1300 oC 35,00 4 siklus tembus

    1350 oC 40,00 7 siklus tembus

    c. Pembuatan keramik fungsi dielektrik

    Gambar 9 menunjukkan prototipe Barium Titanat yang memiliki konstanta dielektrik yang dapat divariasikan dengan beberapa perubahan variabel. Hasil pengukuran konstanta dielektrik menunjukkan bahwa peningkatan temperatur sintering, penambahan ceria (CeO2), dan peningkatan %mol TiO2 dapat meningkatkan nilai konstanta dielektrik seperti yang ditunjukkan pada gambar 10.

  • MT-88 0660: Nurul T. Rohman dkk.

    Gambar 9. Prototipe keramik fungsi dielektrik

    Gambar 10.Kurva Komposisi TiO2 vs Konstanta Dielektrik

    4. WG MagnetGambar 11 menunjukkan prototipe magnet permanen

    barium heksaferit. Hasil pengukuran sifat magnetik ditunjukkan pada tabel 5.

    Gambar 11. Prototipe magnet

    Koersivitas suatu bahan yang tinggi menunjukkan sifat magnet dari suatu bahan tidak akan mudah hilang. Pada bahan ini, koersivitas (Hc) diperoleh sebesar 1680 Oe. Dari nilai Mr, Ms dan Hc, dapat disimpulkan bahan ini dapat digunakan untuk membuat magnet permanen.

    Tabel 5. Data hasil pengukuran sifat magnetic dengan VSM

    5. WG Kosmetik dan fotokatalistika. Nanopartikel TiO2

    Tabel 6 menunjukkan hasil analisis XRF pada variasi penambahan Fe. Terlihat peningkatan kadar TiO2 setelah proses hidrolisis dari 35.46 menjadi 75.48 %. Di samping itu, terjadi penurunan kadar Fe pada proses hidrolisis dari 52.87menjadi 2.6 % dan turun sampai 1.5 % ketika proses hidrolisis ditambahan seeding Fe pada larutan TiOSO4.

    Tabel 6. Hasil Analisis XRF pada ilmenit dan TiO2 hasil hidrolisis

    Gambar 12 menunjukkan hasil morfologi TEM nanopartikel TiO2 yang berpori sudah mulai terlihat dengan menggunakan penambahan surfaktan F127 pada suhu kalsinasi 170 oC.

  • MT-890660: Nurul T. Rohman dkk.

    Gambar 12 Hasil analisis TEM sampel nanopartikel TiO2 a, b dan c.

    b. Nanopartikel Fe3O4Pada gambar 13, dari hasil analisa SEM menunjukkan

    struktur morfologi Fe3O4 dari pasir besi sebelum dilakukan proses sintesis masih terlihat seperti bongkahan, sedangkan setelah dilakukan proses sintesa dengan variasi suhu (T room, 40oC dan 80oC) terjadi perubahan struktur morfologi yang terlihat bentuk-bentuk bulat meskipun masih ada sebagian yang bongkahan. Sedangkan untuk Fe3O4 yang disintesa dilapisi dextrin dengan variasi suhu (T room, 40oC dan 80oC) menunjukkan struktur morfologi yang terlapisi oleh dextrin.

    Gambar 13. Analisa SEM pada nanopartikel Fe3O4 dari pasir besi, a. Fe3O4 dari pasir besi, b. Fe3O4 setelah sintesis T room, c. Fe3O4setelah sintesis T=40oC, d. Fe3O4 setelah sintesis T=80oC, e. Fe3O4Coated dextrin T room, f. Fe3O4 Coated dextrin T=40oC, g. Fe3O4Coated dextrin T=80oC

    Gambar 14. Ukuran nanopartikel Fe3O4 metode kopresipitasi dari pasir besi

  • MT-90 0660: Nurul T. Rohman dkk.

    Gambar 15. Ukuran nanopartikel Fe3O4 metode kopresipitasi suhu 80oC

    Dari gambar 14 dan 15 distribusi ukuran partikel diperoleh dari analisa ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer Beckman Coulter. Pada gambar 14nanopartikel Fe3O4 dari pasir besi memiliki keseragaman ukuran yang lebih besar dari ukuran nanopartikel Fe3O4yang bersumber Fe2+ / Fe3+ sebesar 268,1 397,2 nm dengan polidispersiti indeks 0,617. Sedangkan dari gambar 15, menunjukkan ukuran nanopartikel Fe3O4 sebesar 56,9 15,7 nm dengan polidepersiti indeks 0,233. Hal ini menunjukkan bahwa nanopartikel Fe3O4 dari Fe2+/Fe3+ memiliki sifat lebih monodispersif dari Fe3O4 yang telah disintesa dari pasir besi, karena Fe3O4 yang disintesa dari pasir besi mempunyai nilai polidispersiti indeks lebih dari Fe3O4 yang disintesa dari dari Fe2+/Fe3. Nanopartikel Fe3O4 ini memiliki potensi untuk digunakan pada aplikasi medis.

    c. Aplikasi nano partikel TiO2 pada kosmetikGambar 16 menunjukkan sedian lotion yang

    mengandung nanopartikel TiO2. Nanopartikel TiO2 dalam kosmetik digunakan sebagai bahan aktif UV blocker pada sediaan kosmetik sehingga kulit akan terhindar radiasi sinar UV.

    Gambar 16. Sediaan lotion

    IV. KESIMPULAN DAN SARANDari serangkaian hasil penelitian yang telah dijalankan oleh Konsorsium Pasir Besi di atas, dapat diperhatikan bahwa tiap WG telah menunjukkan hasil penelitian yang signifikan dengan menggunakan bahan dasar pasir besi. WG baja/besi telah menghasilkan contoh ingot besi dan baja ODS namun slag yang terbentuk pada pembuatan besi ingot masih banyak sehingga masih perlu dilakukan optimasi, sementara WG pigmen telah mengembangkan contoh pigmen hitam, merah, dan kuning. Pigmen merah telah memenuhi standar pengujian di salah satu industri cat nasional. Pengujian anti korosi pada pigmen hitam dan pigmen kuning masih akan dikerjakan. Sementara WG keramik telah mengembangkan contoh keramik tahan impak yang memiliki kekuatan mekanik yang cukup baik dan cawan keramik pembakaranyang memiliki sifat termal yang baik, serta keramik Barium Titanat yang memiliki fungsi dielektrik yang baik. WG magnet telah membuat magnet campuran Fe2O3 dan BaCO3dengan koersivitas tinggi, kemudian WG kosmetik dan fotokatalistik telah mengembangkan nanopartikel TiO2untuk aplikasi lotion tabir surya yang telah lulus uji keamanan dan berpotensi untuk bekerja sama dengan industri kosmetik, dan juga nanopartikel Fe3O4 untuk aplikasi medis. Penelitian-penelitian lanjutan masih diperlukan untuk menunjang hasil penelitian awal konsorsium ini, sehingga diharapkan agar produk-produk berbahan dasar pasir besi berskala industri dapat direalisasikan dalam waktu dekat.

    DAFTAR PUSTAKA[1] Abu Khalid Rivai, Shigeru Saito, Chiaki Kato, Masao

    Tezuka, Kenji Kikuchi, Akihiko Kimura,Corrosion Behavior of High Cr-ODS Steels in Flowing Lead-Bismuth at JLBL-1, Atomic Energy Society of Japan-AESJ Fall Meeting 2009, Sendai 16-18 September, (2009).

    [2] Azwar Manaf. Kegiatan Litbang Pasir Besi (Iron Sand) di Universitas Indonesia, Seminar Lokakarya Pemanfaatan Bahan Baku Lokal untuk Industri baja Nasional, PT Krakatau Steel, Cilegon, Februari, 2005.

    [3] Nurul T. R., K. Yamada, K. Hamaishi, and H. Sueyoshi, Methods for Removing Pb from Copper Alloys (2003). Japan Patent 2003-176348.

    [4] Nurul Taufiqu Rochman dan Agus Sukarto Wismogroho. Mesin Pemisah Magnetik, alat pemisah pasir besi dari pengotornya. Paten Sederhana No. S00200600244, 30 November 2006.

    [5] Nurul T. R., K. Yamada, R. Fujimoto, S. Suehiro and H. Sueyoshi, Effects of Microstructural Factors and Alloying Elements on Dezincification of Brass, Journal of Advanced Science, Vol. 13, No. 3 (2002) p. 277-280.

    [6] Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral, BPPT, Pemanfaatan Pasir Besi sebagai salah satu alternative

  • MT-910660: Nurul T. Rohman dkk.

    Penyediaan Bahan Baku Industri Besi Baja Nasional, makalah dalam Seminar Lokakarya Pemanfaatan Bahan Baku Lokal untuk Industri Baja Nasional, PT Krakatau Steel, Cilegon, Februari, 2005.

    [7] Pramusanto, Tanjung F., Koesnadi, Muljono D., Satrio M.A. dan Subandi,A.,Potensi Pemanfaatan Bijih Besi Lokal untuk Kemandirian Industri Baja Nasional, Proseding Seminar Sehari bidang Logam MMI 2000, Jakarta, 2000.

    [8] Gonzales, L.M., Frossberg, K.S.E, Utilization of a Vanadium-Containing Titanomagnetite: Possibilities of a Benefication-Based Approach , Trans. Inst. Min. Mettal (sect. C: Mineral Process, Extr. Metall), 110, May-August 2001.

    [9] Panggabean L, Utilization of Jogjakarta Iron Sand Deposit, Indonesia Mining Association Symposium, Jakarta 1997.

    [10] Rudi Subagja,Pengalaman Pusat Penelitian Metalurgi LIPI dalam Penelitian Pemanfaatan Bijih Besi Titan, Seminar Lokakarya Pemanfaatan Bahan Baku Lokal untuk Industri Baja Nasional, PT Krakatau Steel, Cilegon, Februari, 2005.

    [11] Weiss, F.J., Goksel, A., Kaiser, F.T.,Production of hot metal from carbon-bearing iron okside pellets by pellTech (PTC) process, Iron and Steel Engineer, Feb, 1086, hal. 34-40.

    [12] Jamali, A., Jafri, K., Marsus, Warsoyo, Amin, M. Pengolahan Bijih Besi Halus menjadi Hot Metal, Laporan Teknis Bagian Proyek Otomotif, Transportasi dan Energi, 2002, Bandarlampung, 2003.

    [13] Tinnis, W.L., Lepinki, J.A., Copfle J.T.,The Midre RHF Process, A Simple, Economic Ironmaking Proc., Indonesia Seminar on Alternative Technologies, Jakarta, Nopember 1990, halaman 3/1-18.

    [14] Lu W.K, Huang, D.F., The Evolution of Ironmaking Process Based on coal Containing Iron Ore agglomerates, ISIJ International, Vol.41, No.8, 2001,pp.807-812.