Upload
muhammad-farizal-ariansyah
View
8
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kerang Hijau
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerang hijau (Perna viridis) adalah salah satu sumberdaya
hayati yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena kerang hijau mudah dan relatif cepat dalam
pembudidayaannya. Kerang hijau dapat berkembang pesat di
daerah yang memiliki masukan bahan organik yang tinggi. Hal
tersebut dikarenakan kerang tersebut termasuk ke dalam jenis
hewan penyaring (filter feeder), dimana cara mendapatkan
makanan dengan cara memompa air melalui rongga mantel
sehingga mendapatkan partikel-partikel yang ada dalam air.
Selain itu, kerang hijau (Perna viridis) memiliki kandungan
gizi yang tinggi untuk dikonsumsi, yaitu terdiri dari 49,8 % air,
21,9 % protein, 14,5 % lemak, 18,5 % karbohidrat dan 4,3 % abu
sehingga menjadikan kerang hijau sebanding dengan daging
sapi, telur maupun daging ayam karena 100 gram daging kerang
hijau ini mengandung 100 kalori (Liliandari dan Aunurohim,
2013).
Namun, dalam pembudidayaan kerang hijau haruslah
diperhatikan penentuan lokasinya dan kondisi perairan yang
sesuai dengan hidup kerang hijau. Karena jika hal tersebut tidak
diperhatikan, maka akan memunculkan dampak bagi lingkungan
maupun bagi kesehatan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana klasifikasi dan morfologi kerang hijau (Perna
viridis).
1
2. Bagaimana habitat dan kebiasaan makan kerang hijau (Perna
viridis).
3. Bagaimana siklus hidup kerang hijau (Perna viridis).
4. Bagaimana budidaya kerang hijau (Perna viridis).
5. Bagaimana dampak keramba kerang hijau (Perna viridis)
terhadap lingkungan.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari isi makalah ini adalah mengenalkan pada
mahasiswa aspek biologi kerang hijau (Perna viridis) serta
dampak dari budidaya kerang hijau bagi lingkungan dan
manusia.
Sedangkan tujuan dari isi makalah ini adalah mahasiswa
khususnya dapat mengerti dan menjelaskan aspek biologi kerang
hijau (Perna viridis) dan dampak budidaya terhadap lingkungan
dan manusia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kerang Hijau (Perna viridis)
Menurut Cappenberg (2008), kerang hijau (Perna viridis)
merupakan binatang lunak yang termasuk dalam kelas bivalvia
atau pelecypoda yang memiliki ciri-ciri yaitu bentuk kaki
merupakan pelebaran dari bagian tubuh yang berbentuk pipih
lateral seperti kapak kecil, memiliki dua cangkang yang tipis dan
simetris yang dapat dibuka tutup, memiliki persendian yang
halus, dan otot aduktor pada bagian anterior. Pada kerang hijau
yang dewasa, memiliki byssus yang kuat untuk menempel.
Kerang hijau dapat mencapai panjang maksimum 16,5 cm, tetapi
umumnya berukuran 8 cm.
Klasifikasi Perna viridis Linnaeus 1758 menurut
Cappenberg (2008) adalah sebagai berikut:
Kerajaan (Kingdom) : Animalia
Filum (Phylum) : Moluska
Kelas (Class) : Bivalvia
Sub klas (Sub Class) : Lamellibranchiata
Bangsa (Ordo) : Anisomyria
Induk suku (Super family) : Mytilacea
Suku (Family) : Mytilidae
Anak Suku (Sub family) : Mytilinae
Marga (Genus) : Perna
3
Jenis (Species) : Perna viridis Linnaeus 1758
Gambar 1. Bagian-bagian tubuh kerang hijau (Perna viridis)
Menurut Siddall (1980) dalam Cappenberg (2008), bentuk
cangkang kerang hijau agak meruncing pada bagian belakang,
pipih pada bagian tepi dan dilapisi periostrakum pada bagian
tengang cangkang. Pada fase juvenil, warna cangkangnya hijau
cerah dan pada fase dewasa warna cangkang mulai memudar
dan menjadi coklat dengan warna hijau pada tepi cangkang.
Sedangkan pada bagian dalam cangkang berwarna hijau
kebiruan, memiliki garis ventral yang agak cekung dan memiliki
ligamen yang menguhubungkan kedua cangkang kanan dan kiri.
Pada bagian mulut, terdapat gigi yang berpautan, yaitu satu
pada cangkang sebelah kanan dan 2 pada cangkang kiri.
2.2 Habitat dan Kebiasaan Makan Kerang Hijau (Perna
viridis)
Romimohtarto dan Juwana (1999) dalam Cappenberg
(2008) menyatakan bahwa bivalvia memiliki tiga cara hidup,
yaitu: (1) membuat lubang pada substrat seperti cacing kapal
“Teredo navalis”; (2) melekat pada substrat dengan segmen
seperti tiram (Cassostrea sp.); (3) melekat pada substrat dengan
benang byssus (bissal threads) seperti kerang hijau (Perna
4
viridis). Kerang hijau hidup di perairan estuari, teluk dan daerah
mangrove dengan pasir berlumpur dan salinitas yang tidak
terlalu tinggi. Umumnya kerang hijau hidup menempel dan
bergerombol pada dasar substrat yang keras, dan hidup
bergantung pada ketersediaan zooplankton, fitoplankton dan
material yang kaya kandungan organik. Tan (1975) dalam
Cappenberg (2008) juga menambahkan bahwa benih kerang
hijau menemel pada kedalaman 1,50 – 11,70 meter dan
kedalaman yang ideal adalah 2,445 – 3,96 meter.
Menurut Suryono (2006), Perna viridis mendapatkan
makanan dengan cara menyaring partikel dari perairan. Makanan
kerang hijau yang berupa mikroalga masuk ke dalam rongga
mulut setelah disaring dengan cilia yang terdapat di labilal palp
sehingga air yang mengandung makanan terbawa masuk ke
dalam rongga mantel. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan
kerang hijau sangat dipengaruhi oleh kelimpahan plankton.
Sedangkan menurut Sivaligam (1977) dalam Yulianda dan
Yonvitner (2011), kerang hijau merupakan organisme intertidal
yang umumnya terdapat di perairan dekat muara sungai.
Biasanya hidup kerang hijau menempel pada substrat dengan
bantuan byssus. Kerang hijau dapat hidup baik pada kedalaman
sekitar 1 – 7 meter. Pertumbuhan optimumnya yaitu pada kondisi
perairan dengan salinitas 27 – 35 ppt, suhu 26 – 32 oC, pH 6,0 –
8,2 dan oksigen terlarut 6 mg/l.
2.3 Siklus Hidup Kerang Hijau (Perna viridis).
Menurut Cappenberg (2008), perkembangan kerang hijau
mulai dari larva hingga dewasa sangat dipengaruhi oleh salintas,
yaitu 21 – 33 ppt sehingga larva akan tumbuh dengan baik.
Kerang hijau umumnya dioecious, yaitu induk jantan dan betina
terpisah dan pembuahan terjadi di luar tubuh. Telur yang dibuahi
umumnya berukkuran 50 µm. Sekitar 10 – 15 menit setelah
5
pembuahan, terbentuk polar body pertama dan 15 menit
berikutnya terbentuk polar body kedua. Cleavage I selesai pada
30-45 menit dengan terbentuknya 2 buah sel yang berukuran
tidak sama. Cleavage II dimulai dengan terjadinya pembelahan
micromere selama 15 menit kemudian dan akhir dari cleavage II
di tandai dengan terbentuknya tahapan 4 sel yang
membutuhkan waktu 60-75 menit. Blastula yang berenang bebas
terbentuk dalam waktu 3-4 jam. Embrio pada tahap ini
mempunyai cilia yang bergetar jika ia berenang dalam air. Pada
tahap ini disebut tahap gastrulasi yang selesai setelah 7-8 jam
dengan terbentuknya larva trochopore (antara 12-15 jam).
Fase larva akan berakhir ditandai dengan tertutupnya
bagian yang lunak oleh cangkang diikuti dengan adanya velum
yang bercilia kuat dan fase ini disebut veliger dengan ukuran
rata-rata 65 x 80 mm. Larva yang sudah bermetamorfosa akan
memiliki cangkang yang sama dengan cangkang kerang hijau
dewasa. Di bawah ini adalah gambar perkembangan sel telur
kerang hijau setelah dibuahi hingga selesai metamorfosa (Tan,
1975 dalam Cappenberg, 2008).
6
Gambar 2. Siklus hidup kerang hijau (Perna viridis)
2.4 Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis)
Menurut Suryono (2006), kerang hijau mempunyai potensi
besar untuk dimanfaatkan, karena populasinya cukup besar di
perairan Indonesia. Budidaya kerang hijau relatif mudah
dilakukan di perairan pantai. Kerang hijau merupakan organisme
filter feeder dimana makanan utamanya adalah mikroalga dan
makanan tambahannya berupa zat organik terlarut dan bakteri.
Menurut Wisnawa (2013), untuk mewujudkan kegiatan
budidaya laut yang berhasil guna dan berdaya guna untuk
komoditas kerang hijau (Perna viridis), maka penentuan lokasi
yang sesuai dengan kondisi perairan yang diharapkan perlu
diperhatikan. Penentuan lokasi tersebut didasarkan pada
parameter biofisik lingkungan dan analisa spasial mengenai
kesesuaian lahan di perairan laut. Berdasarkan syarat kualitas
perairan untu budidaya, suhu yang baik untuk pertumbuhan
kerang hijau adalah 24 – 30 oC. Material dasar perairan juga hal
yang penting bagi kerang hijau. Hal ini berkenaan dengan
kebiasaan hidup dan sifat fisiologisnya. Dan kerang hijau dapat
hidup pada substrat batu karang, rataan terumbu karang dan
substrat keras lainnya.
Setyono (2005) dalam Setyono (2007) menyatakan bahwa
untuk usaha budidaya kekerangan di laut diperlukan wadah
khusus sesuai dengan jenis kerang dan teknik budidaya yang
dipilih. Untuk kerang hijau, diperlukan tali dan tonggak untuk
menempel, diperlukan keranjang untuk menempatkan oyster,
dan diperlukan drum serta pipa PVC sebagai shelter untuk
budidaya abalon. Dan penentuan teknik budidaya kekerangan
sangat tergantung pada kondisi ekonomi (modal), ekologi
(lingkungan), geografi, dan bahkan kondisi politik (keamanan).
Ada tiga teknik budidaya kekerangan, yaitu:
7
1. Budidaya di darat di dalam kolam atau bak (land based
farming)
2. Pembesaran dalam kurungan (containment rearing)
3. Pemeliharaan di dasar laut (ocean-floor or sea ranching)
2.5 Dampak Keramba Kerang Hijau (Perna viridis)
terhadap Lingkungan
Menurut Clark (1986) dalam Suryono (2006), Perna viridis
merupakan organisme yang hidup menetap di substrat perairan
dan makan dengan cara menyaring makanan pada perairan.
Perna viridis juga mempunyai kemampuan untuk mengakumulasi
logam berat. Sehingga dengan adanya limbah logam berat
seperti Pb dan Cu akan terakumulasi pada tubuh kerang hijau
dan akan mengganggu proses pengambilan makanannya.
Jika keadaan ini berlangsung terus menerus dalam jangka
waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan
kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme kerang hiijau
(Perna viridis) (Purba et al., 2014). Adriyani dan Trias (2009),
kerang hijau adalah biota yang tahan terhadap Cadmium (Cd).
Logam ini diserap dan tertimbun di jaringannya dan mengalami
proses biotransformasi dan bioakumulasi. Apabila kerang dengan
kadar logam Cd tinggi tersebut dikonsumsi manusia, maka dalam
tubuh manusia akan terjadi proses biomagnifikasi dan dapat
mengganggu fungsi organ tubuh manusia.
Somerfield (2000) menyatakan bahwa budidaya kerang
hijau menyebabkan pengkayaan organik dan menyebabkan
munculnya sedimen pada dasar perairan. Hal ini menyebabkan
bahan kasar dan organik pada sedimen meningkat. Oleh karena
itu, nematoda yang hidup di dasar perairan akan mengalami
penurunan kelimpahan populasi. Selain itu, limbah padat yang
mengendap di sedimen dapat berdampak pada ekosistem bentik,
yaitu mengubah struktur populasi makrofauna.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan, dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan kelas bivalvia yang
mempunyai ciri-ciri yaitu memiliki dua cangkang yang tipis
dan simetris, memiliki persendian, byssus dan cangkang
yang berwarna hijau. Kerang hijau merupakan filter feeder
yang dapat hidup pada kedalaman sekitar 1 – 7 meter
dengan salinitas 27 – 35 ppt, suhu 26 – 32 oC, pH 6,0 – 8,2
dan oksigen terlarut 6 mg/l.
Siklus hidup kerang hijau yaitu kerang dewasa akan
menghasilkan sel telur dan sperma kemudian membentuk
polar body I dan II. Lalu masuk ke tahap 2 sel, 4 sel dan sel
banyak. Kemudian menjadi blastula lalu menjadi larva.
Larva akan bermetamorfosa menjadi kerang dewasa.
Penyesuaian lokasi untuk budidaya kerang hijau
berdasarkan parameter biofisik lingkungan dan analisa
spasial mengenai kesesuaian lahan di perairan laut.
9
Kerang hijau menyerap limbah logam berat dan
terakumulasi dalam tubuhnya. Lalu kerang hijau tersebut
akan mengganggu fungsi organ manusia jika dikonsumsi.
Budidaya kerang hijau juga menyebabkan terbentuknya
sedimen di dasar perairan sehingga mengurangi
kelimpahan populasi nematoda.
3.2 Saran
Diharapkan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati
dalam mengkonsumsi kerang hijau. Dan lebih menjaga
lingkungan perairan agar tidak tercemar limbah logam berat.
DAFTAR PUSTAKA
Adriyani, R. dan Trias M. 2009. Kadar logam berat cadmium,
protein dan organoleptik pada daging bivalvia dan
perendaman larutan asam cuka. J. Penelit. Med. Eksakta.
8(2): 152-161.
Cappenberg, H. A. W. 2008. Beberapa aspek biologi kerang hijau.
Oseana. 33(1): 33-40.
Liliandari, P. dan Aunurohim. 2013. Kecepatan filtrasi kerang
hijau Perna viridis terhadap Chaetoceros sp. dalam media
logam tercemar kadmium. Jurnal Sains dan Seni Pomits.
2(2): 149-154.
Purba, C.; Ali R. dan Jusup S. 2014. Kandungan logam berat Cd
pada air, sedimen dan daging kerang hijau (Perna viridis) di
perairan Tanjung Mas Semarang utara. Journal of Marine
Research. 3(3): 285-293.
Setyono, D. E. D. 2007. Prospek usaha budidaya kekerangan di
Indonesia. Oseana. 32(1): 33-38.
Somerfield, P. J. 2000. The effects of green mussel Perna viridis
(L.) (Mollusca: Mytilidae) culture on nematoda community
10
structure in the gulf of Thailand. The Raffles Bulletin of
Zoology. 48(2): 263-272.
Suryono, C. A. 2006. Kecepatan filtrasi kerang hijau Perna viridis
terhadap Skeletonema sp. pada media tercemar logam
berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu). Ilmu Kelautan. 11(3):
153-157.
Wisnawa, I G. Y. 2013. Studi pemetaan kesesuaian budidaya
kerang hijau (Perna viridis) menggunakan data citra satelit
dan SIG di perairan laut Tejakula. Jurnal Sains dan
Teknologi. 2(2): 239-243.
Yulianda, F. dan Yonvitner. 2011. Laju pertumbuhan dan
penempelan kerang hijau (Perna viridis, Linn, 1789). Jurnal
Moluska Indonesia. 2(2): 81-88.
11