If you can't read please download the document
Upload
vodung
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
STATUS PERSONAL SPV DALAM KASUS PENERBITAN SURAT UTANG PIUTANG PT INDAH KIAT PULP & PAPER TBK.
(PUTUSAN PENGADILAN BENGKALIS NOMOR 05/0DT.G/2003/PN.BKS.)
SKRIPSI
IRFANO ADONIS 0503001545
Program Kekhususan VI (Hukum Tentang Hubungan Transnasional)
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
DEPOK DESEMBER, 2008
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS............................................ LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH................................... vii ABSTRAK................................................................................................... viii DAFTAR ISI................................................................................................ ix 1. PENDAHULUAN................................................................................
1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul...................................................... 1 1.2. Pokok Permasalahan........................................................................ 4 1.3. Metode Penelitian............................................................................ 1.4. Sistematika Penulisan......................................................................
2. SPV (SPECIAL PURPOSE VEHICLE) SEBAGAI SUATU
BENTUK BADAN HUKUM DAN PENGGUNAANNYA............... 8 2.1. SPV dalam Kerangka Perusahaan Transnasional............................. 10
2.1.1. Kewarganegaraan Perusahaan............................................. 2.1.1.1. Pertautan yang Lebih Signifikan Daripada
Kewarganegaraan............................................... 16 2.1.1.2. Pengertian Khusus Kewarganegaraan
Perusahaan dari Perjanjian Internasional........... 21 2.1.1.3. Perlindungan Diplomatik Perusahaan dalam
Perlindungan Terhadap Pemegang Saham atauAnak Perusahaan Melawan Negara Inkorporasi.........................................................
26 2.1.1.4. Pseudo-foreign Corporations............................
2.1.2. Piercing the Corporate Veil................................................. 34 2.1.2.1. Pengertian Piercing the Corporate Veil............. 34 2.1.2.2. Piercing the Corporate Veil dalam Perusahaan
Transnasional..................................................... 38
2.2. Bentuk-bentuk SPV dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.......................................................................................... 43 2.2.1. SPV dan Pengaturan Beneficial Owner dalam Peraturan
Perpajakan............................................................................ 45
2.2.2. SPV di dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan................ 47 2.2.3. SPV di dalam Undang-undang Surat Berharga Syariah
Negara.................................................................................. 48 2.2.4. SPV sebagai Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun
Aset (KIK-EBA) dalam Pasar Modal.................................. 2.3. SPV dalam Struktur Sekuritisasi Aset Pada Umumnya................... 51
i ii iii iv
1
4 6
13
30
50
Universitas Indonesia i
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
3. PENGGUNAAN SPV (SPECIAL PURPOSE VEHICLE) DALAM PERJANJIAN PENERBITAN SURAT UTANG PT. INDAH KIAT PULP & PAPER TBK.............................................................. 55
3.1. Kasus Penerbitan Surat Utang PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk................................................................................................... 55
3.1.1. Para Pihak............................................................................ 3.1.2. Posisi Kasus......................................................................... 3.1.3. Putusan dan Pertimbangan Hukum...................................... 62
3.2. Penerapan Teori Status Personal Badan Hukum Dalam HukumPerdata Internasional pada Kasus Perjanjian Penerbitan Surat Utang PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk Dalam Menentukan Hukum yang Berlaku.......................................................................
68 3.2.1. Peran Badan Hukum Pengendali SPV (Special Purpose
Vehicle) dalam Transaksi..................................................... 72 3.2.2 Status Personal SPV (Special Purpose Vehicle) Sebagai
Perusahaan Transnasional Dalam Transaksi........................ 75 3.2.2.1. Pertautan yang Lebih Signifikan dari
Kewarganegaraan Inkorporasi........................... 3.2.2.2. Prinsip Teritorial Objektif dalam
Extraterritorial Jurisdiction............................... 77 3.2.2.3. Konsep Economic Commitment Test................. 3.2.2.4. Prinsip Unitary Basis dalam Perusahaan
Transnasional..................................................... 78 3.2.2.5. Pengertian Khusus Kewarganegaraan
Perusahaan dari Perjanjian Internasional........... 79 3.2.2.6. Perlindungan Diplomatik Perusahaan dalam
Melindungi Pemegang Saham atau Anak Perusahaan Melawan Negara Inkorporasi.........
3.2.2.7. Pseudo-foreign corporations............................. 3.3. Kedudukan PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. dengan SPV
(Special Purpose Vehicle)-nya dalam perjanjian penerbitan suratutang pada Pengadilan Negeri Bengkalis........................................
4. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 92
4.1. Kesimpulan...................................................................................... 4.2. Saran................................................................................................
DAFTAR REFERENSI............................................................................. 96
55 56
76
77
81 82
84
92 94
Universitas Indonesia ii
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
ABSTRAK
Nama : Irfano Adonis Program Studi : Hukum Judul Skripsi : Status Personal SPV Dalam Kasus Penerbitan Surat Utang PT
Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (Putusan Pengadilan Negeri Bengkalis No. 05/PDT.G/2003/PN.BKS.)
Dalam rangka pembiayaan PT. IKPP mengeluarkan surat utang global melalui SPV-nya yang berbadan hukum Belanda. SPV ini menerbitkan surat utang, dimana aset-aset PT. IKPP dijadikan jaminan. Dalam proses pembayaran surat utang tersebut, PT. IKPP menggugat kreditur di Pengadilan Negeri Bengkalis. Dalam pertimbangannya Hakim melihat secara khusus keberadaan SPV ini dianggap mengesampingkan hukum Indonesia, dan juga dalam transaksi tersebut PT. IKPP memiliki posisi sebagai penjamin sekaligus debitur, sehingga Pengadilan memutuskan perjanjian tersebut batal demi hukum. Pembahasan kasus akan menitikberatkan pada penggunaan SPV dalam perjanjian dikaitkan dengan teori-teori modern badan hukum dalam Hukum Perdata Internasional, dan konsep perusahaan transnasional. Kata kunci: Special Purpose Vehicle, status personal, perusahaan transnasional, global notes
ABSTRACT
Name : Irfano Adonis Study Program: Law Judul Skripsi : Status Personal of SPV in The Case of Global Notes Issuance by
PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (Pengadilan Negeri Bengkalis Court Decisions No. 05/PDT.G/2003/PN.BKS.)
PT. IKPP issued Global Notes through its Netherland-incorporation-SPV. This SPV issued the notes with PT. IKPP assets as the collateral. In the proccess of payment, PT. IKPP sued the creditors in Pengadilan Negeri Bengkalis. In the Court, Judges specifically saw that the existence of SPV in the agreement of global notes issuance is eluding Indonesian Law. Judges also opine that PT. IKPP possesing position as a Guarantor and a Debtor all at once, so the Court decided that the agreement is null and void. The focus of this study is the corporation modern theories in Private International Law and also Transnational Corporations aspect, in the uses of SPV in the agreement. key words: Special Purpose Vehicle, status personal, transnational corporations, global notes
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul
Dalam dunia pasar modal internasional, SPV (Special Purpose Vehicle)
adalah suatu instrumen yang digunakan oleh badan hukum dalam melakukan
sekuritisasi aset.1 Salah satu sekuritisasi aset yang sangat umum adalah penerbitan
surat utang internasional atau global notes atau global bonds.2 Dalam penerbitan
global notes yang menerbitkannya adalah SPV dari suatu perusahaan, tetapi
perusahaan itu sendiri menggunakan asetnya sebagai jaminan dalam perjanjian
penerbitannya. Di beberapa negara pembentukan dan pelaksanaan SPV diatur oleh
parlemen ataupun dibawah regulator moneter dan fiskal.3
Penggunaan SPV di Indonesia lebih dikenal terkait dengan privatisasi dan
divestasi yang dilakukan Pemerintah atas kepemilikannya di berbagai perusahaan
1 Marck Sellick Legal and Structural Issues dalam Asset Backed Securities, (Toronto:
Insight, 1995), hal. 65. Sekuritisasi aset atau asset securitization diartikan sebagai suatu bentuk pembiayaan yang melibatkan proses pengumpulan asset-aset seperti hipotik, piutang, atau pinjaman, lalu mengkonversikan aset-aset ini menjadi efek yang dapat diperdagangkan dalam pasar modal. 2 Global Bonds, , diunduh tanggal 17 September 2008. A bond issued and traded outside the country whose currency it is denominated in, and outside the regulations of a single country; usually a bond issued by a non-European company for sale in Europe.
3 SPV Act The Answqer to the Philippine NPL problem?, , diunduh tanggal 11 September 2008. Di Filipina SPV diatur dalam Republic Act (RA) No. 9182 The Special Purpose Vehicle (SPV) Act of 2002.
State Bank of Pakistan,, diunduh tanggal 11 September 2008. Di Pakistan SPV diatur oleh bank sentral mereka State Bank of Pakistan dalam BPD Circular No.31.
Securitisation rules in Singapore, , diunduh tanggal 11 September 2008. Di Singapore SPV diatur oleh Monetary Authority of Singapore Rules.
Asset Securitization: Switzerland By Franois Rayroux and Matthias Oertle of Lenz & Staehelin, Geneva, , diunduh tanggal 11 September 2008. Di Swiss aturan mengenai SPV diatur oleh beberapa peraturan seperti pasal 184 Swiss Code of Obligations relating to the sale of goods dan general listing requirements of the Swiss Exchanges.
Universitas Indonesia 1
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
2
terutama seperti BCA dan Indosat.4 SPV lazimnya berbentuk badan hukum.
Dalam istilah hukum perusahaan di Indonesia, SPV adalah anak perusahaan atau
perusahaan terkendali atau perusahaan terafiliasi.5
Dalam penerbitan global notes, SPV yang digunakan adalah SPV yang
didirikan di luar wilayah hukum induk perusahaan didirikan yaitu off-shore SPV
(untuk selanjutnya akan disebut sebagai SPV saja). Perusahaan yang memiliki
SPV ini dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan transnasional, yang dalam
beberapa peristiwa tertentu dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional.6
Dalam perkembangannya banyak sekali diskusi dan penelitian teori perusahaan
transnasional, secara khusus mengenai hubungan kepemilikan saham. Hubungan
tersebut menyebabkan hukum Negara dari induk perusahaan dapat dikenakan
kepada SPV, bahkan atas tindakan SPV di luar Negara tersebut.7
Contoh kasus mengenai penerbitan global notes oleh SPV yang dipilih
penulis sebagai studi kasus pada penulisan ini adalah kasus penerbitan surat utang
internasional global PT. Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP). Pada tahun 1994 IKPP
melakukan sekuritisasi aset dengan menjual global notes sebesar 500 juta USD
(United States Dollar). Seperti skema sekuritisasi aset secara umum yang sedikit
dijelaskan di awal bab ini, dalam perjanjian penerbitan global notes ini yang
bertindak sebagai penerbit (issuer) adalah SPV dari IKPP yaitu Indah Kiat
International Finance Company B.V. (IKBV). IKPP menggunakan asetnya
4 Special Purpose Vehicle (SPV), , diunduh tanggal 1 April 2008. 5 Pengertian mengenai anak perusahaan, perusahaan terkendali, dan perusahaan terafiliasi
dalam peraturan perundang-undangan Indonesia akan dijelaskan tersendiri lebih mendalam pada pembahasan awal 2.2. tentang Bentuk-bentuk SPV dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia hal. 43-45 laporan penelitian ini. 6 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar, Cet. 4, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005), hal. 78-79.
7 American Law Institute, Corporate Nationality dalam S.J. Rubin and Don Wallace, Jr. (eds), United Nations Library on Transnational Corporation Volume 19 (Transnational Corporations and National Law), (London: Routledge, 1994), hal. 64. In some circumstances, other states may treat as analogous to nationality the fact that the shares of a corporation are substantially owned by nationals of that state. The state having such links to a corporation may treat the corporation as its nationals at least for some purposes. In some circumstances, the state may prescribe law for the corporation even in regard to acts committed outside the states territory.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
3
sebagai jaminan (guarantor) atas global notes IKBV yang dibeli oleh BANK OF
AMERICA, sebuah trustee dari New York.8
Pada 2004 IKPP menggugat trustee dan kreditur di Pengadilan Negeri
Bengkalis. Salah satu gugatannya adalah ia memiliki posisi sebagai penjamin dan
debitur atas satu transaksi utang tersebut, sehingga perjanjian tersebut dianggap
batal demi hukum.9 Dalam pertimbangannya hakim Pengadilan Negeri Bengkalis
menyatakan pendirian IKBV sebagai subjek hukum Belanda adalah cara untuk
mengesampingkan ketentuan otoritas perpajakan dan pasar modal Indonesia.10
Pertimbangan ini diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi Riau (No.
40/PDT/2004/PTR) dan Mahkamah Agung (No. 381K/PDT/2006), yang juga
dilampirkan dalam laporan penelitian ini.
Dengan pertimbangan Hakim, disebutkan bahwa IKPP menjaminkan
dirinya sendiri, yang pada kenyataannya, berdasarkan perjanjian yang ada IKPP
menjaminkan IKBV. Hakim menyatakan juga adanya pengesampingkan
keberlakuan hukum pajak Indonesia dan otoritas Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) pada perjanjian penerbitan ini, maka disimpulkan bahwa yang
melakukan penerbitan global notes adalah wajib pajak dan subjek hukum
Indonesia, dalam hal ini adalah IKPP. Dalam hal ini keberadaan IKBV sebagai
badan hukum Belanda menjadi bias dalam pertimbangan Hakim.
Dalam Hukum Perdata Internasional dikenal adanya status personal badan
hukum dan doktrin-doktrin modern hukum perusahaan seperti piercing the
corporate veil. Penerapan kedua konsep tersebut akan menjadi pembahasan dalam
menyelesaikan permasalahan terbias-nya hukum yang berlaku bagi SPV badan
8 Menurut Trust Indenture Act 1939, trustee disini adalah suatu pihak yang ditunjuk oleh penerbit surat utang melalui perjanjian untuk memberi sertifikasi atas surat utang global yang diterbitkan, menentukan saat-saat pembayaran bunga atas kupon yang diserahkan bersamaan dengan surat utang global kepada investor, menyediakan dan menyimpan dana-dana untuk keperluan setiap pembayaran oleh penerbit, dan juga sebagai wakil pemegang surat utang yang mengajukan tuntutan kepada penerbit manakala penerbit cedera janji. Lihat Gunawan Widjaja (a), Transplantasi Trusts dalam KUH Perdata, KUHD, dan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia, Ed.1. Cet.1, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 303-304.
9 Pengadilan Negeri Bengkalis, Putusan Nomor 05/PDT.G./2003/PN.BKS., TENTANG DUDUKNYA PERKARA, 14-15. 10 Ibid., TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA DALAM POKOK PERKARA, hal 293-294.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
4
hukum Belanda dalam kasus penerbitan global notes IKPP ini. Penulis juga akan
membahas lebih lanjut bagaimana teori-teori seputar perusahaan transnasional
dapat diterapkan dalam kasus ini sebagai sebuah kunci tambahan bagi posisi
IKBV dalam hukum perdata internasional Indonesia.
Oleh karena itu, penulis memilih judul Status Personal SPV Dalam
Kasus Penerbitan Surat Utang PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (Putusan
Pengadilan Negeri Bengkalis No. 05/PDT.G/2003/PN.BKS.)
1.2. Pokok-pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang pemilihan judul diatas, berikut ini
adalah beberapa pokok permasalahan yang diharapkan akan terjawab:
a. Hukum manakah yang berlaku bagi SPV dalam transaksi penerbitan surat
utang di negara tempat SPV tersebut didirikan?
b. Bagaimanakah hubungan hukum suatu badan hukum yang bertindak
sebagai penjamin dan debitur dalam transaksi penerbitan surat utang oleh
SPV-nya?
1.3. Metode Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.11 Oleh
karena itu, data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari bahan kepustakaan.12 Alat pengumpulan data yang dipergunakan
dalam penulisan ini adalah studi dokumen. Studi dokumen yaitu alat
pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis.13 Dilihat dari kekuatan
mengikatnya, data sekunder digolongkan ke dalam sumber-sumber seperti:14
11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, (Jakarta: UI-Press, 1986), hal
52.
12 Ibid., hal. 11-12.
13 Ibid., hal. 21.
14 Sri Mamudji, et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2005), hal. 30-31.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
5
1. Sumber Hukum Primer
Sumber hukum primer dalam penulisan ini yaitu bahan-bahan hukum yang
mengenai status personal badan hukum, doktrin-doktrin modern hukum
perusahaan, dan konsep hukum perusahaan transnasional dimana dalam hal ini
antara lain:
1. Burgerlijk Wetboek, diambil dari Engelbrecht, De Wetboeken, Wetten en
Verordeningen, Benevens De Grondwet Van De Republiek Indonesie,
(Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 1989).
2. Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 1, LN No. 13 Tahun
1995, TLN No. 3587;
3. Undang-undang Tentang Pasar Modal, UU No. 8, LN No. 64 Tahun 1995,
TLN No. 3608;
4. Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40, LN No. 106
Tahun 2007, TLN No. 4756;
5. Undang-undang Tentang Surat Berharga Syariah Negara, UU No. 19, LN.
No. 70 tahun 2008, TLN. No. 4852;
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Pembiayaan Sekunder
Perumahan, Perpres No. 19, LN. No. 21 Tahun 2005, TLN. No. 4479;
7. Peraturan Pemerintah Tentang Pendirian Perusahaan Penerbit Surat
Berharga Syariah Negara, PP No. 56, LN. No. 117 Tahun 2008, TLN. No.
4887;
8. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Tentang Peraturan Nomor
IX.K.1 Tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset,
No. Kep-28/PM/2003;
9. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Tentang Peraturan Nomor IX.H.1 Tentang Pengambilalihan Perusahaan
Terbuka, No. Kep-259/BL/2008;
10. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Tentang Penentuan Status Beneficial
Owner Sebagaimana Dimaksud Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda Antara Indonesia dengan Negara Mitra, No. SE-03/PJ.03/2008;
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
6
2. Sumber Hukum Sekunder
Sumber hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan
sumber hukum primer. Dalam penulisan ini yaitu buku-buku mengenai status
personal badan hukum, doktrin-doktrin modern hukum perusahaan, dan konsep
hukum perusahaan transnasional, artikel dari surat kabar harian, jurnal, artikel dari
internet, tesis, disertasi, dan makalah.
3. Sumber Tertier
Sumber tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap sumber
primer dan sumber sekunder. Dalam penulisan ini yang digunakan adalah kamus
Blacks Law Dictionary.
Oleh karena data yang digunakan adalah data sekunder, maka metode
pendekatan dalam menganalisa data yang digunakan dalam penulisan ini adalah
metode kualitatif.15
1.4. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah melakukan pembahasan mengenai status personal
SPV dalam kasus penerbitan surat utang PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk., maka
penulis membagi laporan penelitian ini menjadi 4 (empat) bab.
Bab Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang pemilihan judul,
yaitu penggunaan SPV sebuah instrumen yang tidak biasa di Indonesia. Sehingga
untuk memanfaatkannya diperlukan integrasi doktrin dan konsep yang tersedia
dalam hukum perusahaan internasional ke dalam hukum perusahaan Indonesia.
Dalam penjelasan latar belakang ini dijabarkan mengenai proses penerbitan global
notes IKPP dalam perjanjian penerbitannya serta perkara yang timbul berkenaan
dengan posisi IKPP dengan SPV-nya dalam perjanjian tersebut. Bab Pendahuluan
juga menjelaskan pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti, metode
penelitian, serta sistematika penulisan yang digunakan.
Bab kedua akan dijelaskan SPV sebagai badan hukum dan penggunaannya.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kerangka atau konsep perusahaan
transnasional terhadap keberadaan SPV, seperti kewarganegaraan perusahaan dan
bagaimana doktrin piercing the corporate veil tumbuh dalam praktek
15 Ibid., hal. 67.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
7
perkembangan perusahaan transnasional. Dalam membahas kewarganegaraan
perusahaan, akan dibahas secara mendalam mengenai pertautan yang lebih
signifikan daripada kewarganegaraan, pengertian kewarganegaran dalam
perjanjian internasional, perlindungan diplomatik perusahaan dalam perlindungan
terhadap pemegang saham atau anak perusahaan melawan negara inkorporasi, dan
juga konsep pseudo-foreign corporations. Akan dipaparkan juga konsep-konsep
SPV dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Pada bagian akhir bab ini
akan dipaparkan mengenai peran SPV dalam sekuritisasi aset, karena model kasus
yang digunakan di dalam skripsi ini adalah penggunaan SPV dalam sekuritisasi.
Bab ketiga menjelaskan mengenai penggunaan SPV dalam perjanjian
penerbitan surat utang PT. Indah Kiat Pulp & Paber Tbk. Bab ini akan
menguraikan mengenai perkara penerbitan surat utang internasional (global notes)
IKPP dilanjutkan dengan gugatan perdata dengan melihat secara khusus gugatan
kepada posisi IKPP sebagai penjamin dan debitur dalam perjanjian. Pada bab ini
akan dilihat penerapan teori status personal badan hukum dalam Hukum Perdata
Internasional atas keberadaan SPV dalam perkara tersebut. Dan terakhir
membahas mengenai bagaimana kedudukan IKPP seharusnya dengan melihat
kepada konsep dan doktrin hukum perusahaan internasional.
Dalam bab Kesimpulan dan Saran penulis akan menyimpulkan bagaimana
penerapan konsep perusahaan transnasional dan doktrin modern hukum
perusahaan terhadap pertimbangan dan keputusan hakim Indonesia dalam
menyelesaikan perkara, dan memberikan saran terhadap permasalahan tersebut.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
Bab 2
SPV (SPECIAL PURPOSE VEHICLE) SEBAGAI SUATU BENTUK BADAN HUKUM DAN PENGGUNAANNYA.
Special Purpose Vehicle (SPV) merupakan istilah yang menjadi populer
sejak mencuatnya kasus skandal keuangan internasional yang melibatkan
perusahaan transnasional ENRON di Amerika Serikat tahun 2001. SPV atau yang
disebut juga Special Purpose Company atau Special Purpose Entity adalah suatu
entitas yang menjadi "bankruptcy-remote entity" bagi perusahaan atau individu
yang mendirikannya dengan tujuan khusus seperti sekuritisasi aset, penerbitan
surat hutang, atau akuisisi aset. Selain itu SPV juga merupakan sarana melakukan
financial engineering, memiliki manfaat beragam dari meminimalisir pajak
sampai menyembunyikan kewajiban. Dalam dunia hukum perusahaan
internasional, istilah SPV dikenal juga dengan istilah lain seperti pseudo-foreign
corporations, direct conduit company, dan shell company.
Direct conduit company adalah anak perusahaan yang dibentuk
berdasarkan kesepakatan untuk menghindari pembayaran pajak berganda dari
penerimaan, dimana sebuah holding company akan didirikan di Negara yang
memiliki perjanjian pajak dengan kedua Negara (Negara induk dan anak
perusahaan), yang akan berfungsi sebagai pipa penyambung penerimaan dari anak
perusahaan kepada induk perusahaan.1 Shell company adalah perusahaan yang
tidak memiliki kegiatan bisnis apapun dan tidak memiliki aset-aset, biasanya
memiliki fungsi untuk mempermudah suatu perusahaan listing2 di bursa efek,
menghindari dari kewajiban membuat laporan keuangan, dan untuk
menyembunyikan identitas seseorang atau suatu institusi.3 Sedangkan pseudo-
1 Direct Conduit Company, , diunduh tanggal 17 September 2008.
2 Bursa Efek Jakarta, Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Tentang Peraturan Nomor I.A Tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat, No. Kep-305/BEJ/07-2004, Pasal I angka (16). Listing adalah pencantuman suatu Efek dalam daftar Efek yang tercatat di Bursa sehingga dapat diperdagangkan di Bursa.
3 Shell company, , diunduh tanggal 17 September 2008.
Universitas Indonesia 1
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
2
foreign corporations adalah suatu badan hukum yang didirikan di satu Negara dan
semua atau sebagian besar transaksi bisnisnya berada di Negara lainnya.4
Dasar hubungan hukum yang terjadi antara perusahaan pendiri dan SPV-
nya dapat dijelaskan dalam pendekatan holding-subsidiary. Dalam pendekatan
SPV sebagai subsidiary atau anak perusahaan pihak yang mendirikannya disebut
sebagai holding company. Holding company merupakan suatu perusahaan yang
dinamakan perusahaan induk dimana perusahaan itu mengendalikan kegiatan
perusahaan-perusahaan lainnya.5 Holding Company dapat diartikan juga sebagai
perusahaan yang memiliki cukup banyak saham dengan hak suara perusahaan lain
untuk mengawasi kebijakan dan manajemennya.6 Pengertian menurut
Encyclopedia of Banking and Finance memberikan definisi: A parent
corporation that owns all or the majority of the stock of its constituent
subsidiaries, or corporations where leisure holding of stock in other corporation
is based on control and investment motives.7
Harry Simmon dalam bukunya Advanced Accounting menyebutkan
parent company adalah suatu perusahaan yang memegang saham perusahaan lain
dan mengendalikan aktivitas perusahaan tersebut. Apabila suatu perusahaan
didirikan secara khusus untuk tujuan memiliki saham perusahaan lain dan untuk
mengendalikan aktivitasnya maka disebut holding company.8
Karena perusahaan yang dibawah pengendalian holding company
dinamakan anak perusahaan atau (perusahaan) subsidiary, maka SPV adalah
4 Domicile of A Pseudo-foreign Corporation: A Comparative Study Between American
and Indian Position, , diunduh tanggal 17 September 2008.
5 K. Smith dan D.J. Keane, Company Law, 3rd edition (London: McGraw Hill Inc., 1980),
hal. 746. Dikutip dari Sigit Russeno, Skripsi untuk memenuhi gelar Sarjana Hukum, Tinjauan HPI Penggunaan SPV/SPE dalam Bentuk Badan Hukum Sebagai Upaya Penghindaran Pajak, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 48.
6 Joel G. Siegel. Dan Jae K. Shim, Kamus Istilah Akuntansi (Jakarta: Media Elex Komputindo, 1996), hal. 221. Dikutip dari Sigit Russeno, Op. Cit.
7 Terjemahan bebasnya adalah Induk perusahaan yang memiliki seluruh atau sebagian
besar saham dari anak perusahaannya, atau perusahaan yang memiliki kebebasan mengendalikan saham perusahaan lain berdasarkan atas tujuan investasi dan pengendalian.
8 Harry Simon dan W.E. Karen Brock, Advanced Accounting (Taipe: Meyya publication, 1989), hal. 194. Dikutip dari Sigit Russeno, Op. Cit., hal. 49.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
3
subsidiary yang didirikan dengan tujuan khusus dimana saham (dengan hak
suara)-nya dimiliki dalam jumlah banyak oleh perusahaan pendiri sehingga
kebijakan dan manajemennya diawasi dan aktivitasnya dikendalikan oleh
perusahaan pendiri tersebut.9
2.1. SPV (Special Purpose Vehicle) Dalam Kerangka Perusahaan
Transnasional
Dalam penerbitan global notes,10 maka SPV yang digunakan adalah SPV
yang didirikan di luar wilayah hukum tempat induk perusahaan didirikan atau
yang biasa disebut off-shore SPV. Induk perusahaan membentuk anak perusahaan
atau perusahaan terkendali atau perusahaan terafiliasi di Negara tempat global
notes tersebut akan diterbitkan. Biasanya Negara yang dipilih adalah Negara yang
secara ekonomis memiliki keringanan pajak ataupun Negara yang memiliki
Double Tax Agreement (DTA) atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) dengan Negara tempat induk perusahaan didirikan. Skema ini
menyebabkan perusahaan yang memiliki off-shore SPV (untuk selanjutnya akan
ditulis SPV saja) dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan transnasional.
John H. Dunning, meletakkan beberapa pandangan awal mengenai teori
keberadaan Transnational Corporations (TNC) atau perusahaan transnasional dan
memberi definisi Transnational corporations are enterprises which own or
control value-added activities in two or more countries. The usual mode of
ownership and control is by foreign direct investment.11
9 Pengertian dalam jumlah banyak di Indonesia diartikan sebagai lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya, dan dikendalikan memiliki arti kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya. Lihat Indonesia (a), Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, No. 1, LN. No. 13 Tahun 1995, TLN. No. 3587, penjelasan pasal 29.
10 Pengertian dari global notes sudah dijelaskan pada catatan kaki bab pertama. A bond issued and traded outside the country whose currency it is denominated in, and outside the regulations of a single country; usually a bond issued by a non-European company for sale in Europe.
11 John H. Dunning, Introduction: The Nature of Transnational Corporations and their Activities dalam John H. Dunning (editor), United Nations Library on Transnational Corporations Volume 1 (The Theory of Transnational Corporations), (London: Routledge, 1993), hal. 1. Terjemahan bebasnya adalah Perusahaan transnasional adalah perusahaan yang memiliki atau mengontrol value-added activities di dua negara atau lebih. Biasanya cara kepemilikan dan pengontrolannya dengan investasi (asing) langsung.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
4
Karena kontrol dan kepemilikannya berbentuk penanaman modal langsung atau
dimiliki secara langsung oleh induk perusahaan, maka dalam konsep ini SPV
dapat dimasukan ke dalam definisi value-added activities di atas.
Banyak sekali bentuk hukum dari perusahaan transnasional ini. Peter
Muchklinski, membedakan klasifikasi bentuk-bentuk hukum Multinational
Enterprises atau MNE, dalam hal ini memiliki pengertian sama dengan
perusahaan transnasional dan untuk selanjutnya akan ditulis perusahaan
transnasional saja, dari berbagai aspek ekonomi dan hukum:
a) Contractual Forms;
b) Equity Based Corporate Groups;
c) Joint Ventures;
d) Informal Alliances between MNEs;
e) Publicly Owned MNEs;
f) Supranational Forms of International Business.12
Contractual forms (bentuk berdasarkan perjanjian) adalah bentuk bisnis
yang tidak memerlukan pendirian subsidiary di negara tuan rumah, untuk
mencapai persediaan pasar asing.13 Kontrak yang mengikat secara hukum
menawarkan bermacam-macam pilihan, dalam hal ini mulai dari penjualan ekspor
satuan sampai consortia (perjanjian kerja sama) internasional yang rumit dan
permanen.14 Hubungan kontrak ini dapat dibedakan antara kontrak yang ditujukan
kepada distribusi dan yang ditujukan kepada produksi.15 Bentuk yang paling
umum dari perusahaan transnasional adalah equity based corporate group
(kelompok perusahaan berdasarkan ekuitas), yaitu kelompok perusahaan yang
dikontrol dengan erat yang dihubungkan oleh saham-saham yang dimiliki oleh
induk perusahaan atau holding companies tingkat menengah mereka.16
12 Peter Muchlinski, Multinational Enterprises and The Law, (Massachusetts: Blackwell,
1999), hal. 62.
13 Ibid. 14 Ibid. 15 Ibid., hal. 63. 16 Ibid., hal. 65.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
5
Joint venture (patungan usaha) melibatkan kerja sama dari dua atau lebih
induk perusahaan yang terhubung, melalui venture tersebut, dalam usaha untuk
mendapatkan kegiatan perdagangan umum, keuangan, ataupun teknis.17 Tidak
seperti hubungan holding-subdiary, dimana dikontrol oleh satu perusahaan
dominan, joint venture biasanya melibatkan kontrol saham oleh beberapa
perusahaan, dan diperlakukan sebagai suatu perusahaan asosiasi untuk keperluan
akuntansi. Informal Alliances between MNEs (persekutuan informal antar
perusahaan transnasional) mengambil bentuk penggabungan perusahaan
transnasional dimana perusahaan-perusahaan induk bermaksud secara penuh
untuk mengintegrasikan kegiatan bisnis mereka, dan dimana joint holding dari
aset-aset kelompok membutuhkan kegunaan dari struktur equity based untuk
memfasilitasi integrasi kepemilikan secara internasional dan untuk memastikan
keuntungan dari konsep tanggung jawab terbatas.18
Walaupun adanya tekanan zaman terhadap privatisasi,19 tetap masih tersisa
sejumlah perusahaan transnasional signifikan yang dimiliki negara, baik sebagian
atau seluruhnya. Publicly owned MNEs (perusahaan transnasional milik negara)
dapat muncul melalui salah satu dari dua jalan, yaitu apakah itu perusahaan milik
negara yang mengadopsi strategi ekspansi secara internasional, atau
menasionalisasi sebuah perusahaan transnasional yang sudah ada.20 Bentuk
terakhir dari klasifikasi ini, Supranational Forms of International Business
(bentuk-bentuk supra-nasional dari bisnis internasional), melibatkan bentuk-
bentuk yang dibentuk di bawah hukum-hukum yang diadopsi oleh organisasi
regional, ditujukan untuk pendorongan dari kerja sama antara perusahaan-
perusahaan lebih dari satu negara anggota organisasi tersebut.21 Bentuk ini juga
17 Ibid., hal. 72. 18 Ibid., hal. 74. 19 Indonesia (b), Undang-undang Tentang Badan Usaha Milik Negara, No. 19, LN. No. 70 Tahun 2003, TLN. 4297, Pasal 1 angka (12). Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. 20 Ibid., hal. 75. Publicly-owned disini menurut Muchlinski adalah state-owned enterprise atau perusahaan yang (sahamnya) dimiliki negara. 21 Ibid., hal. 76.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
6
membedakan public international corporation dengan publicly owned MNEs,
sehingga tidak ada kebingungan antara dua bentuk bisnis internasional yang
berbeda ini.
Contractual forms dapat mengontrak sebuah perusahaan SPV yang
berdasar pada sebuah kontrak produksi atau distribusi, dan publicly owned MNEs
dapat menyebabkan negara memiliki perusahaan SPV yang berdiri di luar negara
tersebut. Namun karena SPV dibentuk untuk tujuan tertentu, seperti sekuritisasi
aset; penerbitan surat hutang; atau akuisisi aset, oleh sebuah induk perusahaan
yang memiliki dan mengontrolnya dalam hubungan kepemilikan saham (ekuitas),
maka bentuk hukum perusahaan transnasional yang tepat untuk SPV adalah equity
based corporate groups.
Di dalam konsep SPV sebagai perusahaan transnasional terdapat
perusahaan yang didirikan di lebih dari satu negara, maka dari itu akan dibahas
aspek hukum kewarganegaraan perusahaan. Dan karena ada hubungan holding-
subsidiary dalam konsep ini maka akan dibahas juga aspek hukum perusahaan
yang melekat pada hubungan tersebut yaitu piercing the corporate veil.
2.1.1. Kewarganegaraan Perusahaan
Perusahaan adalah organisasi atau asosiasi yang dibentuk untuk tujuan
komersil, sosial, atau tujuan-tujuan lainnya yang diatur dalam hukum perdata
suatu Negara dan keberadaannya diakui sebagai badan hukum oleh hukum
tersebut. Menurut beberapa pendapat ahli hukum, Chidir Ali menyimpulkan
pengertian badan hukum mencakup:
a) perkumpulan orang (organisasi),
b) dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum,
c) mempunyai harta kekayaan tersendiri,
d) mempunyai pengurus,
e) mempunyi hak dan kewajiban
f) dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.22
Di Indonesia Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Yayasan diakui sebagai
badan hukum di Indonesia oleh UU. Tetapi menurut jurisprudensi dan pendapat 22 Chidir Ali, Badan Hukum, Cet. 2, (Bandung: PT. Alumni, 1991), hal. 21.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
7
para ahli yang berlaku, partnership seperti firma dan CV adalah badan hukum
terpisah yang artinya bisa memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para
mitra.23 Dalam sistem common law, partnership dianggap sebagai badan yang
tidak dapat memiliki kewarganegaraan, tetapi di beberapa Negara civil law
partnership adalah badan hukum sehingga dapat memiliki kewarganegaraan.24
Dalam kewarganegaraan perusahaan ada 3 teori yang banyak digunakan sebagai
penentu permasalahan ini:
a) Teori inkorporasi. Menurut prinsip ini badan hukum tunduk kepada
hukum tempat ia didirikan atau dibentuk. Teori ini dianut oleh negara
dengan sistem hukum common law.
b) Teori tempat kedudukan secara statutair. Yang berlaku adalah hukum
dari tempat dimana menurut statutair-nya badan hukum mempunyai
kedudukan. Dalam praktiknya tempat kedudukan statutair adalah juga
sekaligus tempat dididirikannya badan hukum (inkorporasi).
c) Teori manajemen efektif. Menurut prinsip ini yang berlaku adalah
tempat dimana badan hukum memiliki tempat kedudukan kantor
pusat yang efektif (siege social). Teori ini dianut oleh negara-negara
dengan sistem hukum civil law.25
Di Indonesia, teori kewarganegaraan perusahaan yang digunakan adalah teori
inkorporasi dan manajemen efektif secara akumulatif.26
Persoalan mengenai paham kewarganegaraan perusahaan menimbulkan
banyak pendapat yang menentangnya, karena tidak ada keuntungan apa-apa dari
menguraikan kewarganegaraan kepada badan hukum dan karena banyak
23 I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2005), hal. 49 dan 53.
Firma adalah bentuk permitraan yang pada umumnya digunakan dalam bidang komersial seperti usaha perdagangan dan pelayanan. CV atau yang biasa disebut Persekutuan Komanditer adalah suatu perusahaan yang didirikan oleh satu orang atau beberapa orang secara tanggung-menanggung, bertanggung jawab untuk seluruhnya atau bertanggung jawab secara solider, dengan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang.
24 Chidir Ali, Op. Cit., hal. 22. 25 Sudargo Gautama (a), Hukum Perdata Internasional (Jilid III Bagian I Buku ke-7), Ed.
2, Cet. 2, (Bandung: PT Alumni, 2004), hal. 337.
26 Indonesia (c), Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, No. 40, LN. No.106 Tahun 2007, TLN. No.4756, pasal 5.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
8
digunakan hanya sebagai kepentingan hukum publik kepada Negara nasional
bersangkutan.27 Namun apabila paham ini dibatalkan pada tujuan-tujuan hukum
publik dan dirumuskan sebagai hubungan suatu badan hukum dengan suatu
Negara lain, maka tidak akan menjadi sebuah permasalahan. Kewarganegaraan
dari perusahaan menjadi penting di bawah hukum internasional untuk berbagai
macam tujuan. Contohnya adalah sebuah Negara bertanggung jawab atas cedera
yang dialami perusahaan asing, dan Negara dari perusahaan itu dapat mengajukan
klaim atas cedera tersebut. Negara juga dapat menggunakan yurisdiksinya untuk
menerapkan hukumnya atas tindakan perusahaan berkewarganegaraan Negara
tersebut diluar wilayah Negara tersebut. Kewarganegaraan perusahaan menjadi
relevan ketika negara-negara menagih treaty rights atas warga negaranya.28
Ada beberapa perkembangan mengenai pandangan kewarganegaraan
perusahaan dalam prakteknya di dunia atau khususnya di Amerika Serikat yang
hukum perusahaannya berkembang. Walaupun pertumbuhan investasi asing
langsung telah dibalap oleh negara-negara Eropa dan Jepang sejak tahun 1980-an,
tetapi Amerika Serikat adalah negara yang menjadi rumah dari perusahaan
transnasional yang signifikan terbanyak di dunia.29 Karena itu perkembangan dari
hukum perusahaan di Amerika Serikat dapat menjadi acuan bagi prinsip
kewarganegaraan perusahaan.
2.1.1.1. Pertautan yang Lebih Signifikan Daripada Kewarganegaraan
Karena sebuah perusahaan memiliki kewarganegaraan dari Negara tempat
dia didirikan, biasanya perusahaan tidak memiliki kewarganegaraan lebih dari
satu Negara. Tetapi pertautan selain kewarganegaraan mungkin akan menjadi
penting untuk berbagai macam tujuan, seperti tujuan-tujuan yang telah disebutkan
pada paragraf sebelumnya. Untuk keadaan tertentu, Negara lain dapat
memperlakukan setara dengan kewarganegaraan fakta-fakta bahwa:
27 Ibid., hal. 333.
28 American Law Institute, Op. Cit., hal 64.
29 Linda A. Mabry, Multinational corporations and U.S. technology policy: Rethinking
the concept of corporate nationality dalam Georgetown Law Journal Volume 87 February 1999, (Georgetown Law Journal Association, 1999), hal. 570 dan 579.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
9
a) saham dalam jumlah yang besar dari sebuah perusahaan dimiliki dari
warga Negara dari Negara tersebut, contohnya apabila sebuah perusahaan
A yang merupakan warga negara X memiliki saham dalam jumlah besar
atas perusahaan B (warga negara Y);
b) perusahaan dikendalikan dari sebuah kantor di dalam Negara tersebut,
contohnya apabila perusahaan B (warga negara Y) dikendalikan dari
kantor di dalam negara X; atau
c) perusahaan memiliki sebuah principal place of business di Negara
tersebut, contohnya perusahaan B (warga Negara Y) memiliki tempat
bisnis utama di negara X.30
Negara yang memiliki pertautan tersebut (negara X) kepada sebuah perusahaan
(perusahaan B, warga negara Y) dapat memperlakukan perusahaan tersebut
seperti warga negaranya sendiri paling tidak untuk tujuan-tujuan tertentu. Bahkan
dalam keadaan tertentu Negara dapat mengenakan hukumnya untuk perusahaan
tersebut untuk tindakan-tindakan yang dilakukan diluar negara tersebut.31
Negara Perancis (menganut teori tempat manajemen efektif atau siege
social) mengatur bahwa perusahaan yang dikendalikan di negara lain, walaupun
dikendalikan dari Perancis, tidak diakui sama sekali di mata hukum Perancis
apabila prosedur pendirian perusahaan Perancis tidak pernah dipenuhi.32 Klaim
negara untuk mengontrol aktivitas perusahaan asing yang sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh perusahaan negara tersebut dapat dilihat dalam kasus
FRUEHAUF CORP. melawan MASSARDY di Court Appeal Paris tahun 1965.
Klaim dari Amerika Serikat untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan dari sebuah
perusahaan karena mayoritas sahamnya dimiliki oleh sebuah induk perusahaan
Amerika Serikat, melawan klaim dari Perancis atas keberlakuan hukum Perancis
karena siege social-nya berada di Perancis.
30 American Law Institute, Loc. Cit. 31 Jason S. Bell, Violation of International Law and Doomed U.S. Policy: An Analysis of
The Cuban Democracy Act dalam University of Miami Inter-American Law Review Volume 25 Fall 1993, (University of Miami, 1993), hal 107.
32 American Law Institute, Loc. Cit.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
10
Fruehauf Corp. adalah perusahaan Detroit, Amerika Serikat, yang
memiliki 2/3 (dua pertiga) saham dari Fruehauf-France, S.A. dan lima dari
delapan dewan direksi perusahaan Perancis ini adalah warga negara Amerika
Serikat.33 The United States Treasury Department atau Departemen Keuangan
Amerika Serikat mengeluarkan perintah langsung kepada Fruehauf corp untuk
mencegah Fruehauf-France melanjutkan proses penjualan 60 buah van (mini bus)
kepada perusahaan Perancis lainnya yang akan menjual van-van tersebut ke Cina,
tetapi pembeli menolak pembatalan kontrak tersebut.34 Pada masa itu atau
tepatnya tahun 1960-an Amerika Serikat sedang melakukan embargo perdagangan
ke Cina daratan.35 Takut pembatalan kontrak secara sepihak akan mencemarkan
nama Fruehauf-France, Direktur-direktur Perancis menuntut direktur-direktur
Amerika Serikat dan juga Fruehauf Corp. di pengadilan Perancis, dan pengadilan
Perancis memutuskan bahwa penjualan tetap diselesaikan.36 Michael Gordon
memberi komentar terhadap kasus pengiriman van-van Fruehauf Corp ini: On
the other hand, there was no real economic or security interest in the United
States in seeing to it that these buses were not delivered. They were not, after all,
military vehicles. They were just buses.37 Maka dari itu kepentingan ekonomi
(dan juga keamanan) menjadi sebuah pertimbangan penting dalam keberlakuan
hukum secara extraterritorial, walaupun yang menang adalah hukum lokal karena
siege social-nya kebetulan lokal.
i. Exclusive Territorial Jurisdiction
Selain ketiga alasan di atas ada alasan ke-empat yaitu sebuah perkembangan baru
bagi pertautan setara kewarganegaraan, prinsip exclusive territorial juridiction
33 Cindy G. Buys, United States Economic Sanctions: The Fairness of Targeting Persons From Third Countries dalam Boston University International Law Journal Volume 17, (Trustees of Boston University, 1999), hal. 256-257. 34 Ibid., hal. 257. 35 Michael W. Gordon, Second Annual International Business Law Symposium: Trading with Cuba: The Cuban Democracy Act and Export Rules dalam Florida Journal of International Law Volume 8, (Florida Journal of International Law, 1993), hal. 343. 36 Cindy G. Buys, Loc. Cit. 37 Michael W. Gordon, Loc. Cit.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
11
atau biasa disebut extraterritorial jurisdiction.38 Kebiasaan hukum internasional
mengenal 4 (empat) dasar jurisdiksi yang memberikan kemungkinan terhadap
extraterritorial jurisdiction ini, yaitu prinsip nasionalitas, prinsip universalitas,
prinsip perlindungan, dan prinsip personalitas pasif.39
Prinsip nasionalitas adalah prinsip yang paling umum diterima bagi
pengecualian extraterritorial jurisdiction ini. Di bawah prinsip ini, sebuah negara
dapat mengatur tindakan warga Negara-nya baik di dalam maupun di luar teritori
negara terebut. Perusahaan, sebuah ciptaan hukum suatu negara, dipertimbangkan
sebagai warga negara dari negara inkorporasi. Sama halnya dengan individu,
negara lain dapat menolak kewarganegaraan perusahaan ketika tidak ditemukan
genuine link antara perusahaan dengan negara inkorporasi.40 Prinsip
universalitas memberikan semua negara jurisdiksi atas serangan yang
membahayakan kepentingan komunitas internasional, seperti pembajakan dan
kejahatan perang.41 Prinsip perlindungan memberikan suatu negara jurisdiksi atas
tindakan extraterritorial asing yang mengarah kepada keamanan negara atau
integritas dari fungsi negara.42 Prinsip personalitas pasif mengizinkan suatu
negara untuk menggunakan jurisdiksinya atas asing yang melakukan kejahatan
terhadap warga negara-nya di luar teritori negara tersebut.43
Ada prinsip yang lebih luas daripada keempat prinsip di atas dalam
memberikan landasan bagi extraterritoriality jurisdiction dalam The Third
Restatement of the Foreign Relations of the United States,44 yaitu prinsip
38 Extraterritorial Jurisdiction adalah jurisdiksi suatu negara yang melewati batas teritorial kedaulatan hukum negara tersebut. Dalam hukum internasional (publik), prinsip ini seperti kekebalan hukum lokal yang diberikan kepada premises dari staf diplomatik.
39 Allen DeLoach Stewart, New World Ordered: The Asserted Extraterritorial Jurisdiction of The Cuban Democracy Act of 1992 dalam Louisiana Law Review Volume 53 March 1993, (Louisiana Law Review, 1993), hal. 1394. 40 Ibid. 41 Ibid., hal. 1395. 42 Ibid. 43 Ibid.
44 Khususnya section 414 tentang Jurisdiction with Respect to Activities of Foreign Branches and Subsidiaries.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
12
territorial objektif. Prinsip ini memberikan jurisdiksi negara bagi aktivitas
subsidiary asing negara tersebut, apabila aktivitas tersebut memiliki efek yang
substansial bagi regulating state.45 Jadi doktrin efek ini-lah yang dijadikan batas
bagi negara untuk memberlakukan hukumnya kepada subsidiary asing perusahaan
yang berkewarganegaraan mereka. Dan doktrin ini juga telah diterima secara
umum.46
Selain prinsip-prinsip jurisdiksi di atas, kita dapat melihat juga
perkembangan teori kewarganegaraan di dalam prakteknya yang menuju
extraterritoriality jurisdiction. Dalam praktek hukum di Amerika Serikat,
kewarganegaraan perusahaan ditentukan oleh faktor tempat perusahaan didirikan
atau kewarganegaraan dari pemilik atau individu yang dianggap mengontrol
kegiatannya dan dikenal dengan control test.47 Tetapi pada perkembangannya,
muncul pendapat untuk mengadopsi economic commitment test dimana
kewarganegaraan perusahaan dilihat dari faktor struktur, organisasi, dan sarana
operasional dari perusahaan.48 Economic commitment test melihat kepada 4
faktor, yaitu: lokasi geografis dari aset-aset utama perusahaan; sifat alami aset-
aset tersebut; struktur organisasional perusahaan, memfokuskan kepada hal-hal
yang dapat mempengaruhi proses pembuatan keputusan perusahaan dengan cara-
cara yang relevan dengan tujuan kegiatan terebut; dan terakhir apakah perusahaan
adalah secara fakta dikendalikan pemerintah asing; dan bahkan kewarganegaraan
pekerja juga pantas dipertimbangkan.49
ii. Prinsip Unitary Basis Pada Perusahaan Transnasional
Sistem hukum domestik biasanya membagi lagi perusahaan transnasional
kedalam komponen perusahaan yang terpisah, berkewarganegaraan sesuai dengan
45 Jason S. Bell, Loc. Cit., hal. 108-109. Prinsip ini menjadikan prinsip extraterritoriality
jurisdiction terhadap subsidiary asing dalam U.S. Cuban Democracy Act 1992 menjadi kontroversi, karena Amerika Serikat juga menerapkan embargo ekspor ke Kuba bahan makanan dan peralatan panen yang tidak memiliki efek yang substansial di Amerika Serikat.
46 Allen DeLoach Stewart, Loc. Cit., hal. 1393.
47 Linda A. Mabry, Loc. Cit., hal. 566.
48 Ibid., hal 567.
49 Ibid., hal. 593-594.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
13
aturan-aturan yang ada di atas. Mereka mengharuskan setiap transaksi antara
perusahaan-perusahaan terafiliasi harus mengikuti prinsip arms length, yaitu
transaksi tersebut dilakukan dengan anggapan mereka tidak berafiliasi, sehingga
tidak ada permasalahan conflict of interest.50 Hukum Amerika Serikat
mengharuskan sebuah perusahaan transnasional yang berbasis di Amerika Serikat
untuk membuat pembukuannya berdasarkan konsolidasi yang menggambarkan
kegiatan-kegiatan subsidiary-nya baik yang domestik maupun asing.51
Beberapa negara bahkan menegaskan pajak bagi perusahaan transnasional
berdasarkan unitary basis yang (tidak seperti arms length test) menganggap
mereka tidak berguna apabila dipisahkan menjadi komponen yang terpisah.52
Dalam kasus First Nat. City Bank melawan Banco Para El Commercia Exterior
de Cuba, Pengadilan mengesampingkan pemisahan badan hukum dari sebuah
Bank (Negeri) Kuba yang menuntut sebuah Bank Amerika Serikat, sehingga bank
tersebut dianggap alter-ego dari pemerintah Kuba berdasarkan prinsip ekuitas
yang dikenal secara internasional.53
Sistem hukum beberapa negara yang menjadi tuan rumah perusahaan
transnasional telah memberlakukan teori-teori yang memandang subsidiary lokal
sebagai bagian satu kesatuan perusahaan, dan menarik kesimpulan bahwa semua
aset dari perusahaan harus dapat dijangkau bagi kewajiban subsidiary. Cia-Swift
sebuah perusahaan Argentina, yang 100% sahamnya dimiliki oleh Deltec
perusahaan berkewarganegaraan Bahamas, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan
Argentina.54 Lalu pengadilan memperluas tanggung jawab sampai kepada badan
50 Bryan A. Garner, Blacks Law Dictionary, 8th Edition, (St. Paul: West, 2004), arms
lenght: adj. Of or relating to dealings between two parties who are not related or not on close terms and who are presumed to have roughly equal bargaining power; not involving a confidential relationship (an arm's-length transaction does not create fiduciary duties between the parties).
51 American Law Institute, Loc. Cit., hal. 70. 52 Ibid.
53 United States Supreme Court, FIRST NATIONAL CITY BANK v. BANCO PARA EL COMERCIO EXTERIOR DE CUBA, Decision of 17 June 1983, hal. 633-634. 54 Reuven S. Avi-Yonah, National Regulation of Multinational Enterprises: An Essay on Comity, Extraterritoriality, and Harmonization dalam Columbia Journal of Transnational Law Volume 42, (Columbia Journal of Transnational Law Association, Inc., 2003), hal. 15-16.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
14
hukum Deltec karena menganggap Cia-Swift adalah satu kesatuan unit ekonomi
(economic unit) dengan Deltec.55
Dalam kasus The Wood Pulp, The European Court of Justice (ECJ)
mengeluarkan putusan pada Desember 1988 yang menganut doctrine effect.56
Bahkan perusahan-perusahaan dalam Wood Pulp Cartel yang terlibat dalam kasus
price fixing tidak ada yang memiliki afiliasi di dalam European Community,
hanya sebatas mengekspor ke dalam saja. Pengadilan banding akhirnya mengakui
keberlakuan prinsip teritorial objektif yang menjadi dasar bagi prinsip doctrine
effect, bahkan memodifikasinya.57
2.1.1.2. Pengertian Khusus Kewarganegaraan Perusahaan dari Perjanjian
Internasional
i. Convention on the Settlement of Investment Disputes between
States and Nationals of other States (ICSID Convention)
ICSID (International Centre for Settlement of Invesment Disputes) adalah
institusi otonomi internasional yang dibentuk dibawah konvensi ICSID (atau
konvensi Washington) dengan 150 negara anggota. Tujuan utama ICSID adalah
memfasilitasi konsiliasi dan arbitrase dari sengketa investasi internasional.
Konvensi ini adalah perjanjian multilateral yang diformulasikan oleh Direktur
Eksekutif The World Bank, dan mulai berlaku pada 14 Oktober 1966.58 Konvensi
ini mencoba untuk menghapuskan halangan kepada aliran investasi internasional
yang disebabkan oleh resiko non-komersial dan absennya metode internasional
khusus untuk penyelesaian sengketa investasi. ICSID memainkan peranan penting
55 Ibid. Satu kesatuan unit ekonomi diterjemahkan dengan unified structure of decision and interest which makes (the Deltec enterprise) a single unit. 56 James J. Friedberg, The Convergence of Law in An Era of Political Integration: The Wood Pulp Case and The Alcoa Effects Doctrine dalam University of Pittsburgh Law Review Volume 52, (University of Pittsburgh Law Review, 1991), hal. 319. 57 Ibid., hal. 320. Doctrine effet telah dijelaskan pada pembahsan A.1.1. diatas. Disebut memodifikasi karena doctrine effect seharusnya berlaku terhadap subsidiary dari negara yang menerapkan doktrin ini. 58 About ICSID, , diunduh tanggal 20 November 2008.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
15
dalam wilayah investasi dan perkembangan ekonomi internasional dan
dipertimbangkan sebagai institusi arbitrase internasional terdepan dalam
pengabdiannya terhadap penyelesaian sengketa antara investor dengan negara.59
Konvensi ini memberikan pengertian bahwa investor yang bersengketa
adalah pribadi hukum yang bukan warga negara dari (pihak) negara yang
bersengketa.60 Tetapi pribadi hukum warga negara dari negara yang bersengketa,
yang karena kontrol asing diperlakukan berkewarganegaraan lain, dapat juga
menjadi pihak investor yang bersengketa.61 Dibawah ketentuan ini, perusahaan
lokal yang dikontrol oleh pemilik asing diberikan hak untuk menuntut negaranya
sendiri, karena telah disepakati dalam konvensi ini bahwa perusahaan lokal harus
diperlakukan seperti warga negara lain karena kontrol asingnya.62 Letco,
perusahaan yang didirikan di bawah hukum Republik Liberia tetapi dikendalikan
dan dimiliki secara 100% oleh warga negara Perancis, mengajukan tuntutan
melawan pemerintah Liberia atas pelanggaran perjanjian konsensi.63 ICSID
menyatakan bahwa Letco sangatlah jelas berada dalam kontrol asing dilihat dari
100% kepemilikan dari dokumen resmi pemerintah Liberia dan juga kontrol
efektif dari warga negara Perancis yang terlihat dari struktur pengambilan
keputusan mereka.64
59 Ibid. 60 Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States 1965, pasal 25 ayat (2) huruf (a).
61 Ibid., pasal 25 ayat (2) huruf (b). 62 Gabriel Bottini, Indirect Claims Under The ICSID Convention dalam University of
Pennsylvania Journal of International Law Volume 29 Spring 2008, (Trustees of the University of Pennsylvania, 2008), hal 569-570. 63 International Centre for Settlement of Investment Disputes, LIBERIAN E. TIMBER CORP. V. REPUBLIC OF LIBERIA, 2 ICSID (Worldbank) 346 (1986). 64 Mary L. Moreland, Foreign Control And Agreement Under ICSID Article 25(2)(b): Standards for Claims Brought by Locally Organized Subsidiaries Against Host States dalam Currents: International Trade Law Journal Volume 9, (Currents: International Trade Law Journal, 2000), hal. 19.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
16
ii. United Nations Conference on the Law of The Sea (UNCLOS) III
1982
UNCLOS 1982 adalah sebuah perjanjian internasional yang mengatur
semua aspek tradisional dari penguasaan dan penggunaan lautan samudra.
Konvensi ini ditandatangani pada 10 Desember 1982, setelah negosiasi lebih dari
150 negara yang mewakili seluruh regional di dunia selama 14 tahun.65 Konvensi
ini mulai berlaku pada 16 November 1994, dan menjadi sumber hukum utama
hukum laut secara internasional sejak saat itu. Dalam UNCLOS juga dijelaskan
bahwa selain Enterprise66, badan hukum yang dapat memohon hak untuk
eksplorasi dan eksploitasi di The Area67, adalah badan hukum dari negara-
negara anggota UNCLOS atau dikontrol secara efektif oleh warga negara dari
negara-negara tersebut.68 Jadi badan hukum walaupun bukan Enterprise (organ
dari Authority69), namun dikendalikan secara efektif oleh warga negara salah
satu negara anggota, dapat memohon hak eksplorasi dan eksploitasi karena
diperlakukan berkewarganegaraan salah satu negara anggota.
iii. Perjanjian Bilateral
Perbedaan pengertian mengenai kewarganegaraan perusahaan terkadang
ditemukan dalam perjanjian bilateral seperti perjanjian pajak, perjanjian
persahabatan, perdagangan, dan navigasi (treaties of Friendship, Commerce, and
Navigation atau biasa disebut FCN Treaty), dan dalam klaim penyelesaian
65 1982 United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS), , diunduh tanggal 20 November 2008. 66 The Enterprise shall be the organ of the Authority. UNITED NATIONS CONVENTIONS ON THE LAW OF THE SEA 1982, pasal 170. 67 The Area and its resources are the common heritage of mankind. No State shall claim or exercise sovereignty or sovereign rights over any part of the Area or its resources, nor shall any State or natural or juridical person appropriate any part thereof. No such claim or exercise of sovereignty or sovereign rights nor such appropriation shall be recognized. All rights in the resources of the Area are vested in mankind as a whole, on whose behalf the Authority shall act. Ibid., pasal 136-137.
68 Ibid., pasal 153 ayat (2) huruf (b) dan pasal 4 annex III.
69 There is hereby established the International Seabed Authority. All States Parties are ipso facto members of the Authority. Ibid., pasal 156.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
17
perjanjian. Amerika Serikat termasuk yang banyak memiliki perjanjian-perjanjian
bilateral seperti ini.
a. Perjanjian Pajak
Umumnya di dalam perjanjian-perjanjian pajak (tax treaties)
Amerika Serikat, mendefinisikan United States Corporation sebagai
satu dibentuk atau dijalankan di bawah hukum Amerika Serikat atau di
bawah negara lain atau teritori dari Amerika Serikat.70 Dalam perjanjian
penghindaran pajak berganda antara Amerika Serikat dengan Jerman tahun
1954, German Company didefinisikan juga mencakup juridical persons
dan entitas yang diperlakukan sebagai juridical persons untuk tujuan-
tujuan pajak dibawah hukum negara Republik Federal Jerman.71
Sedangkan dalam perjanjian pajak Amerika Serikat dan Perancis tahun
1968, French Corporation juga mencakup entitas yang diperlakukan
sebagai badan perusahaan di bawah hukum pajak Perancis, yang mana
adalah resident di dalam Perancis untuk tujuan pajak Perancis.72
b. FCN Treaty (Friendship-Commerce-navigation)
Perjanjian-perjanjian FCN biasanya memperlakukan sebuah
perusahaan bukan warga negara salah satu contracting party sehingga
tidak dapat mendapatkan keuntungan apapun dalam perjanjian tersebut
apabila perusahaan tersebut sahamnya dikendalikan oleh negara lain (third
country atau negara ke-tiga. Dalam perjanjian FCN antara Amerika Serikat
dan Perancis pada tahun 1960, perusahaan-perusahaan yang dibentuk di
bawah hukum dan regulasi yang berlaku di dalam teritori salah satu dari
contracting party (Amerika Serikat dan Perancis) harus diperlakukan
sebagai companies73 daripadanya dan juga status hukum mereka harus
70 American Law Institute, Loc. Cit., hal. 67.
71 United States (a), Convention Between the United States of America and the Federal Republic of Germany for the Avoidance of Double Taxation With Respect to Taxes on Income (US Treaty T.I.A.S. No. 3133, 5 U.S.T. 2768, 1954 WL 43360), pasal II angka (1) huruf (f). 72 United States (b), Convention Between the United States and France With Respect to Taxes on Income and Property (US Treaty T.I.A.S. No. 6518, 19 U.S.T. 5280, 1968 WL), pasal 2. 73 United States (c), Convention of Establishment Between the United States of America and France (U.S. Treaty T.I.A.S. No. 4625, 11 U.S.T. 2398, 1960 WL 57354), pasal XIV (4). Companies means:
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
18
diakui dalam teritori contracting party yang lain.74 Dan contracting party
tersebut dapat me-reserve (mencabut sebagian dari perjanjian) keuntungan
dari perjanjian (kecuali pengakuan terhadap status hukum dan akses
kepada pengadilan), kepada setiap perusahaan yang dimana warga negara
third country secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan
kepentingannya dalam hal kepemilikan saham dan pimpinannya.75
Definisi perusahaan dalam perjanjian FCN Amerika Serikat
dengan Jepang tercermin dari kasus Sumitomo Shoji America, Inc.,
perusahaan yang didirikan di New York dan wholly-owned (dimiliki
seluruhnya) oleh perusahaan Jepang. Pengadilan distrik New York
memandang bahwa pengertian companies pada perjanjian FCN76 adalah
sebuah prinsip inkorporasi, sehingga yang masuk ke dalam pengertian ini
adalah kantor cabang, bukan subsidiary dari perusahaan Jepang.77 Namun
pengadilan Appeal menganggap bahwa wholly-owned subsidiary dapat
dimasukkan ke dalam pengertian companies dalam perjanjian FCN,
sama halnya dengan kantor cabang (dari perusahaan Jepang) yang
beroperasi di Amerika Serikat.78 Pengadilan Appeal ini menyertai dengan
a) as concerns the United States of America, corporations, partnerships, limited liability
companies, and other entities having legal personality, whether or not with limited liability, but for pecuniary profit;
b) as concerns France, socits civiles, socits en nom collectif, associations en participation, socits en commandite simple, socits en commandite par actions, socits anonymes, socits responsabilit limite and, in general, entities having legal personality for pecuniary profit.
74 Ibid., pasal XIV (5). 75 Ibid., pasal XIII. 76 United States (d), Treaty of Friendship, Commerce and Navigation Between the United States of America and Japan (US Treaty T.I.A.S. No. 2863, 4 U.S.T. 2063, 1953 WL 44533), Pasal XXII ayat (3). Companies means corporations, partnerships, companies and other associations, whether or not with limited liability and whether or not for pecuniary profit. Companies constituted under the applicable laws and regulations within the territories of either Party shall be deemed companies thereof and shall have their juridical status recognized within the territories of the other Party. 77 United States District Court South District New York (a), AVIGLIANO v. SUMITOMO SHOJI AMERICA, INC., 473 F.Supp. 506, 5 Juni 1979, hal. 510. 78 United States Court of Appeals Second Circuit (a), AVIGLIANO v. SUMITOMO SHOJI AMERICA, INC., 638 F.2d 552, 9 Januari 1981, hal. 555-556.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
19
3 alasan mengapa subsidiary dimasukkan kedalam pengertian
companies perjanjian FCN ini.79
c. Perjanjian Klaim Penyelesaian Sengketa
Dalam klaim penyelesaian sengketa perjanjian bilateral biasanya
kewarganegaraan didasarkan kepada kepemilikan saham, contohnya
adalah perjanjian bilateral antara Amerika Serikat dan Polandia pada tahun
1960.80 Dalam lampiran perjanjian ini dinyatakan bahwa yang
mendapatkan dana pengganti akibat nasionalisasi negara Polandia adalah
aset yang secara berkelanjutan dimiliki secara langsung oleh badan hukum
yang berada di bawah hukum Amerika Serikat atau negara lain atau entitas
politik lainnya, dimana 50% atau lebih dari seluruh saham atau
kepentingan proprietary-nya dimiliki oleh warga negara Amerika
Serikat.81
2.1.1.3. Perlindungan Diplomatik Perusahaan dalam Melindungi Pemegang
Saham atau Anak Perusahaan Melawan Negara Inkorporasi
Sebuah negara memiliki hak untuk mewakili dan mengusahakan
perlindungan diplomatik bagi perusahaan yang memiliki kewarganegaraannya
selayaknya warga negaranya sendiri. Namun negara penerima juga berhak untuk
menolak perlindungan negara tersebut apabila perusahaan tidak memiliki genuine
link dengan negara tersebut.82 Dalam putusan ICJ pada second phase, dalam kasus
79 Ibid., hal. 556. Pertama, pengadilan distrik seharusnya melihat perjanjian FCN ini untuk melindungi investasi asing secara umum dan tidak dibatasi oleh investasi asing melalui kantor cabang. Kedua, perusahaan Jepang dapat saja dengan mudah mengelak dari pendapat pengadilan distrik dengan cara merubah wholly-owned subsidiary-nya menjadi kantor cabang. Dan yang terakhir, sejak pasal VI(4), VII(1), and VII(4) dari perjanjian memberikan subsidiary secara eksplisit perlindungan dan hak-hak, maka mengeluarkan mereka dari hak-hak dalam pasal VII adalah "crazy-quilt pattern."
80 American Law Institute, Loc. Cit.
81 United States (e), Agreement Between The Government of the United States of America and the Government of the Polish People's Republic Regarding Claims of Nationals of The United States (U.S. Treaty T.I.A.S. No. 4545, 11 U.S.T. 1953, 1960 WL 57278), pasal A Huruf (b) Annex.
82 American Law Institute, Loc. Cit., hal 65. Tidak memiliki genuine link diartikan perusahaan didirikan di negara tersebut hanya untuk kenikmatan hukum atau legal convenience (negara tax heaven) dan/atau perusahaan tidak memiliki hubungan yang berarti dengan negara tersebut seperti properti, pendirian kantor atau pembukaan perdagangan atau industri, aktivitas bisnis yang penting, atau kediaman yang berarti dari pemegang saham.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
20
mengenai Barcelona Traction, Light and Power Company, Limited (Belgia
melawan Spanyol) pada 1962, pengadilan menolak tuntutan Belgia.83 Tuntutan
yang diajukan ke pengadilan pada 19 Juni 1962 ini lahir dari keputusan pailit di
Spanyol atas Barcelona Traction, sebuah perusahaan yang didirikan di Kanada.
Tujuan dari tuntutan Belgia ini adalah untuk mencari ganti rugi atas kerugian yang
dialami warga negaranya, pemegang 88% saham Barcelona Traction, dari
tindakan pailit yang dilakukan kepada Barcelona Traction oleh organ negara
Spanyol (yang menurut mereka berlawanan dengan hukum internasional).84
Pengadilan menemukan bahwa Belgia kekurangan dasar hukum untuk
menggunakan perlindungan diplomatik pemegang saham terhadap sebuah
perusahaan Kanada, berkenaan dengan tindakan yang diambil melawan
perusahaan tersebut di Spanyol.85
Penolakan diplomasi ini disebabkan karena adanya aturan umum dalam
dunia Internasional bahwa atas tindakan melawan hukum terhadap perusahaan
foreign capital, negara dari perusahaan lah yang boleh melakukan diplomasi dan
menuntut ganti rugi.86 Namun ICJ juga merumuskan pengecualian terhadap aturan
umum ini, yaitu apabila:
a) badan hukum perusahaan terbukti sudah dianggap mengalami kematian
hukum atau ceased to exist; dan
b) negara dari perusahaan kekurangan kapasitas untuk melakukan
perlindungan.87
Kasus Barcelona Traction akhirnya memberikan preferen kepada negara
tempat berdirinya perusahaan (Kanada) daripada negara dengan pertautan yang
lebih banyak (Belgia), dalam hal mewakili perusahaan melawan negara ketiga 83 Case Concerning Barcelona Traction, Light and Power Company, Limited, Judgement of 5 February 1970 (second phase), , diunduh pada 23 Oktober 2008. 84 Ibid. 85 Ibid.
86 International Court of Justice (a), CASE CONCERNING THE BARCELONA TRACTION, LIGHT AND POWER COMPANY, LIMITED (SECOND PHASE) Judgement of 5 February 1970, hal. 46-47 (Delivers Judgement), poin. 88. 87 Ibid., hal. 40 (Delivers Judgement), poin. 64.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
21
(Spanyol, negara yang memailitkan perusahaan).88 Seperti yang telah dijelaskan
dalam pengecualian di atas, pemegang saham baru bisa melakukan penuntutan
apabila perusahaan telah mengalami kematian dalam hukum atau ceased to
exist di negara tempat ia didirikan.89 Tetapi ICJ menegaskan dalam putusannya
bahwa negara Belgia dapat saja melakukan tindakan hukum belakangan melawan
Kanada, dan dalam situasi yang berbeda dapat saja diajukan klaim atas
pelanggaran direct rights pemegang saham.90
Apabila kematian dalam hukum diartikan sebagai kehilangan status
subyek hukum, maka kematian dalam hukum dapat diartikan menurut hukum:
tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum; tidak berwenang bertindak
menjadi pendukung hak; dan tidak mempunyai hak dan kewajiban.91 Dalam hal
pailit maka perusahaan masih dapat melakukan perbuatan hukum dalam bidang
hukum kekayaan, walaupun kurator dapat meminta pembatalan atas perbuatan
hukum tersebut.92 Namun di Indonesia pencabutan terhadap putusan pailit yang
telah berkekuatan hukum tetap, dan harta pailit perusahaan tetap tidak cukup
untuk membayar biaya kepailitan, maka perusahaan dianggap bubar atau dalam
hal ini tidak memiliki kewenangan subyek hukum seperti di atas atau mengalami
kematian dalam hukum.93
Sebuah negara tidak dapat memaksa perusahaan yang didirikan di negara
tersebut, untuk lebih dulu melepaskan hak atas perlindungan dari negara induk
perusahaan atau negara pemegang saham induk perusahaan.94 Namun ada
pengecualian terhadap perlindungan diplomatik seperti ini, yaitu ketentuan
pelepasan hak atas perlindungan negara dalam calvo clause, dimana dalam
88 Ibid., hal. 3 (Introduction).
89 Gabriel Bottini, Loc. Cit., hal. 586. 90 International Court of Justice (a), Op. Cit., hal. 48-49 (Delivers Judgement), poin. 95.
91 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cet.5, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal 227-228. 92 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Cet.2, (Malang: UMM Press, 2007), hal 112. 93 Indonesia (c), Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, No. 40, LN. No.106 Tahun 2007, TLN. No.4756, pasal 142 ayat (1) huruf (d).
94 Jason S. Bell, Loc. Cit., hal. 110-111.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
22
perjanjian investasi diperjanjikan bahwa perusahaan melepaskan hak atas
perlindungan diplomatiknya.95
Pada 1981 Amerika Serikat dan Iran membuat sebuah persetujuan The
Claims Settlement Declaration of 1981 yang membentuk Iran-United States
Claims Tribunal mendefinisikan sebuah perusahaan berkewarganegaraan Iran
atau Amerika Serikat dilihat dari minimal kepemilikan saham lebih dari 50%.96
Dalam kasus Flexi-van Leasing, Inc. melawan Islamic Republic of Iran
pengadilan menetapkan prinsip kewarganegaraan perusahaan, bahwa perusahaan
Amerika Serikat harus memberi bukti nama dan alamat para pemegang saham
mereka dan bukti yang lebih detail bahwa lebih dari 50% saham mereka dimiliki
oleh warga negara Amerika Serikat.97
Peraturan perundang-undangan Amerika Serikat yang melarang partisipasi
asing dalam industri-industri seperti pengangkutan pantai, penyiaran radio
maupun televisi, dan penerbangan domestik telah menegaskan kewarganegaraan
perusahaan dilihat dalam kaitannya dengan kewarganegaraan pemegang saham
dan pimpinan perusahaan.98 Bahkan Federal Communications Commission (FCC)
menuntut Westinghouse Electric Co., sehubungan dengan permintaan atas izin
broadcast, untuk membuktikan lebih detail dari hanya sekedar membuktikan
bahwa 75% saham mereka tinggal di Amerika Serikat.99 Dengan bantuan saksi
ahli kemudian Westinghouse melakukan sebuah metode untuk menghitung
persentasi kontrol asing pada saham mereka, yang kemudian batas dalam
kepemilikan saham inilah menjadi sebuah tes dari kewarganegaraan
perusahaan.100
95 Bryan A. Garner, Op. Cit., Calvo clause: A contractual clause by which an alien
waives the right to invoke diplomatic immunity. Such a clause typically appears in a contract between a national government and an alien.
96 American Law Institue, Loc. Cit. 97 Monroe Leigh, Jurisdiction-Corporate Nationality dalam American Journal of
International Law Volume 77 July 1983, (American Journal of International Law, 1983), hal. 644. 98 American Law Institue, Loc. Cit., hal. 68. 99 Detlev F. Vagts, The Corporate Alien dalam Harvard Law Review Volume 74 June
1961, (Harvard Law review Association, 1961), hal. 1537.
100 Ibid., hal. 1538.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
23
2.1.1.4. Pseudo-foreign Corporations
Pseudo-foreign corporation adalah perusahaan yang memiliki karakter
utama lokal/domestik tetapi didirikan di negara asing.101 Di Amerika Serikat
sendiri pernah ada usaha untuk membuat undang-undang yang secara khusus
menggunakan istilah pseudo-foreign corporations kepada aturan-aturan tertentu
dari hukum perusahaan lokal. The General Statutes Commission dari North
Carolina menyerahkan kepada General Assembly pada tahun 1955 sebuah
rancangan New Business Corporation Act. S. Bill No. 49, yang memberi definisi
kepada pseudo-foreign corporations dan membuat beberapa aturan hukum
perusahaan lokal dapat diterapkan kepada perusahaan seperti itu.102 Instrumen
tersebut dinyatakan efektif pada 1 Juli 1957, tetapi aturan-aturan yang
berhubungan dengan pseudo-foreign corporations telah dikeluarkan.103
Pemisahan sudah seharusnya dibuat antara perusahaan pseudo-foreign dengan
perusahaan asing sebenarnya, ini akan terlihat apabila kita melihat kemungkinan
pembenaran secara teori untuk memperlakukan keduanya secara sama. Sangat
susah untuk mendukung bahwa pseudo-foreign corporations dapat berada dalam
jangkauan hukum lokal, tetapi perusahaan-perusahaan tersebut dapat bekerjasama
akan adanya pendekatan yang membuat pemisahan tersebut, walaupun pemisahan
ini belum dapat tergambar secara jelas dalam keputusan-keputusan mereka.
a. Pseudo-foreign-corporations dalam hukum negara chartering state
sebagai hukum yang mengatur
Satu kemungkinan mengapa pseudo-foreign corporations ini tidak
terjangkau hukum lokal adalah pandangan bahwa Anggaran Dasar (AD)
perusahaan adalah sebuah kontrak. Maka aturan dasar kebebasan berkontrak dan
pilihan hukum bagi kontrak haruslah berlaku, sehingga pemilihan tempat
pendirian menunjuk hukum di negara tempat pendirian tersebut sebagai hukum
101 Ervin R. Latty, Pseudo-foreign Corporations dalam S.J. Rubin and Don Wallace, Jr. (eds), United Nations Library on Transnational Corporation Volume 19 (Transnational Corporations and National Law), (London: Routledge, 1994), hal.72. 102 North Carolina Business Corporation Act, 1955 North Carolina Session Law 1432, Chapter 1371. 103 Ibid.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
24
yang berlaku. Lalu keabsahan dari kontrak tersebut ditentukan dari tempat
berlangsungnya kontrak, yaitu negara tempat inkorporasi. Kebebasan dalam AD
tetap memiliki batasan dalam bentuk aturan-aturan khusus yang diharuskan atau
dilarang oleh pengadilan maupun undang-undang. Sangatlah tidak logis apabila
hukum lokal secara otomatis dikeluarkan keberlakuannya hanya karena pihak-
pihak, dengan memilih negara inkorporasi, menerapkan kebebasan berkontrak
dalam hal hukum lokal tidak secara sepenuhnya membiarkan kebebasan
berkontrak.104 Supremasi eksklusif hukum dari negara inkorporasi mungkin
diberikan karena menghasilkan kepastian dan kemudahan aplikasi. Namun itu
bukan berarti hukum lokal bagi pseudo-foreign corporations akan mempersulit,
tetapi bukan berarti pula hukum tersebut berlaku penuh karena formalitas
prosedural adalah murni hukum negara inkorporasi. Doktrin yang menyebutkan
bahwa perusahaan adalah entitas terpisah dari para pemegang sahamnya
memanglah memberikan kemudahan dan kepastian, tetapi seringkali aplikasinya
tidak realistis.105 Penyelesaiannya adalah pemisahan entitas akan dikesampingkan
apabila sangat diperlukan untuk menghindari hasil yang tidak menyenangkan,
seperti apabila sebuah perusahaan memiliki modal yang terlalu tipis sehingga
pendiri dianggap tidak memiliki limited liability.106
b. Pseudo-foreign corporations sebagai pengecualian teori
inkorporasi
Sebagian besar pembicaraan hukum di Perancis memusat kepada konsep
dari kewarganegaraan dari sebuah perusahaan, yang akan mengatur hukum
personal yang dapat diterapkan kepada perusahaan. Seperti telah disebutkan
sebelumnya banyak para ahli yang mempertentangkan konsep nasionalitas ini,
namun terlepas dari apakah hukum yang mengatur perusahaan adalah melalui
konsep nasionalitas atau yang lain, faktor yang menentukan dalam menentukan
lokasi perusahaan adalah manajemen aktif atau social seat.107 Selalu ada
104 Elvin R. Latty, Loc. Cit., hal. 73-74. 105 Ibid., hal. 74. 106 Ibid., hal. 75. 107 Ibid., hal. 78. The concept of social seat is an attempt to get at the place where the center of the corporate activities mat be logically said to be-the brain or nerve center, if one
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
25
kelemahan untuk semua teori, begitu juga dengan social seat ini, tetapi jarang
sekali ada kejadian dimana markas eksekutif atau kantor utama tidak dapat
ditentukan, paling tidak diantara dua negara.
Walaupun adanya perbedaan pendapat mengenai doktrin diantara otoritas
hukum negara-negara, tetapi ada satu kebulatan suara atas satu hal yaitu tempat
inkorporasi tidak membuat pada kenyataannya mengatur hukum yang mengatur
perusahaan. Ervin R. Latty dalam artikelnya Pseudo-foreign corporations
menyebutkan dan menterjemahkan beberapa pandangan ahli hukum internasional
yang diambil dari buku mereka:108
It would permit the most notorious frauds, since a quick trip to London or Guernsey would suffice to fix the companys nationality....Nationality would thus depend on the founders arbitarty will, and this is very danger that case law...has sought to avoid. COPPER ROYER, SOCIETES ANONYMES 21 (3d ed. 1925). "Nationality cannot depend on the will of the founders .... Otherwise, it would be too easy for the founders to evade the laws that they deem too severe .... For the same reason the nationality of a company cannot depend, jure soli, on the country where ... the formalities or organization were accomplished. HOUPIN & BOSVIEUX, SOCIETES 223-24 (6th ed. 1928). "French case-law has never viewed the place of formation of the corporation as the determinative element serving as a base for the applicable law .... Since the founders would be able to form their corporation in any country they choose, the situation would be exactly as if one applied the rule of autonomy [i.e., let the incorporators arbitrarily choose the law for the corporation]. LOUSSOUARN, CONFLITS DE LOIS EN MATIERE DE SOCIETES 54,51 (1949). "One cannot permit the founders ... to decide at their pleasure whether the company they are forming shall be French or foreign. Otherwise, the founders could take the company out from under the provisions of the [French corporation] laws. These laws would thereby become a dead letter, to be evaded whenever they seem inconvenient. LYON-CAEN & RENAULT, TRAITE DE DROIT COMMERCIAL 1023-24 (5th ed. 1929).
may resort to anthropomorphic language. Perhaps a rough approximation, for our purpose, would be the main office or the executive headquarters. 108 Ibid., hal. 84.
Universitas Indonesia
Status personal..., Irfano Adonis, FH UI, 2009.
26
"Nationality cannot be fixed by the laws of the place where the act of incorporation took place since thereby the founders could ... elude the protective rules of the law .... SURVILLE, DROIT INTERNATIONAL PRIVE 720 (7th ed. 1925).
Percobaan untuk membawa urusan perusahaan dibawah hukum dari negara yang
salah dipandang sebagai penipuan hukum walaupun terbukti tidak adanya
maksud subjektif untuk menghindari atau menipu siapapun, jadi apabila social
seat adalah lokal maka inkorporasi di luar negeri tidak membuat perusahaan
menjadi asing untuk kebutuhan hukum perselisihan.109
Social seat harus diterapkan senyatanya, sehingga apabila social seat
sebenarnya adalah negara inkorporasi, walaupun secara logika semestinya
memiliki karakter lokal, maka perusahaan berhasil dianggap sebagai perusahaan
asing. Maka dari itu banyak penulis yang menyatakan bahwa social seat tidaklah
cukup hanya dengan yang nyata atau riil tetapi juga yang serius, yang berarti