Sak Trauma Kapitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sak trauma

Citation preview

Cedera Kepala

Cedera Kepala

Definisi

Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu masalah kesehatan pada daerah kepala yang didapat / dialami sebagai akibat suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (baik fisik, mental maupun sosial).

Cedera pada kepala dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu cedera kepala ringan dimana penderita sadar dan berorientasi baik (GCS 1415), cedera kepala sedang dimana penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah sederhana ( GCS 9 13 ) dan cedera kepala berat dimana penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena kesadaran yang menurun ( GCS 3 8 ). Penderita dinyatakan koma bila GCS < 8 ( Protap RS Bethesda, 2000 ).

2. Patofisiologi Cedera Kepala

Cedera kepala yang disebabkan oleh benturan kepala dapat menimbulkan selain fraktur juga terjadi perdarahan otak. Benturan kepala dapat mengakibatkan commotio cerebri, contosio cerebri atau laceratio. Pada comotio cerebri dapat terjadi retrograde amnesia dan loss of memory. Hal ini terjadi karena adanya sequale di otak dan juga disertai trauma mental. Sequale yang terjadi dapat menyerupai gejala-gejala penyakit epilepsi. ( N. Poltak, Huwae, Benny, 1978 ).

Cedera pada kepala dapat mengakibatkan bahaya langsung terhadap otak. Pada beberapa cedera kepala, otak tidak mengalami kerusakan tetapi pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak dapat mengalami cedera dan pecah yang akan menyebabkan gangguan pada otak. Juga pada beberapa cedera otak dapat menyebabkan gangguan pada jaringan lunak otak yang disebut oedema cerebral.

Apabila tidak tertangani dengan baik dapat terjadi beberapa komplikasi yaitu peningkatan tekanan intrakranial akibat perdarahan atau oedema cerebral dalam fase akut yang dapat menyebabkan kematian, dan meningitis atau abses otak sebagai akibat infeksi yang masuk melalui fraktur terbuka atau luka.

Dalam jangka panjang komplikasi yang dapat terjadi adalah kerusakan otak dapat mempengaruhi beberapa fungsi neurologis seperti bicara, mendengar, keseimbangan, ingatan, koordinasi, epilepsi, sakit kepala kronis, kelumpuhan atau kelemahan bagian atau beberapa bagian tubuh misal hemiplegi, perubahan semangat dan konsep diri. ( Health Service Development Unit, 1988 ).

3. Penatalaksanaan Cedera Kepala

Cedera kepala sering terjadi akibat kecelakaan dan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan anatomi dimana peringkat cedera kepala dapat dibagi atas kulit kepala (scalp), tengkorak ( skull ), selaput otak ( meningen ), otak, cairan serebrospinal, tentorium yang membagi kepala atas supratentorial ( dimana terdapat fossa anterior dan medium ) dan infratentorium dimana terdapat fosa posterior. Bila terjadi cedera kepala maka pertama-tama harus dilakukan adalah penilaian dengan prioritas fungsi utama ABC, kemudian baru dilakukan penilaian kesadaran dan Glasgow. Cedera kepala dapat dibagi atas fraktur kranii, cedera otak yang difus, trauma otak fokal. Cedera otak fokal dapat dibagi atas kontosio serebri dan perdarahan intrakranial. Berbagai gejala akibat dari cedera kepala adalah kejang di samping letargi yang disebabkan oleh hipoksia. Dalam beberapa keadaan dapat terjadi hipertermi.

Pada cedera kepala selain dari faktor mempertahankan fungsi ABC dan menilai status neurologi, maka faktor yang harus diperhatikan pula adalah mengurangi iskemi serebri yang terjadi. Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa oksigenasi cerebral yang baik diperlukan untuk mencegah terjadinya cedera sekunder (Nuss-Ann, 2002 ).

Menurut protap Rumah Sakit Bethesda, 2000, penatalaksanaan pasien cedera kepala bertujuan untuk mencegah kematian / menyelamatkan jiwa, dan mencegah timbulnya cacat neurologi menetap yang diakibatkan cedera kepala.

Prosedur penatalaksanaan pasien cedera kepala terdiri dari :

Primary Survey dan resusitasiPasien dinilai secara cepat dan efisien. Antara anamnesa, identifikasi faktor yang mengancam vitalitas, dan pengobatan kondisi darurat. Hal ini dapat dilakukan secara simultan / bersamaanAnamnesa : riwayat trauma, biomekanik trauma, ada / tidak gangguan kesadaran sebelum / saat / sesudah trauma.Pemeriksaan awal dan resusitasi :

Airway yaitu tindakan untuk membebaskan jalan nafas tanpa melupakan keamanan vertebra servikalis. Pada penderita dalam keadan koma, amankan dan pertahankan airway dengan intubasi endotrakheal sesuai prosedur.

Breathing yaitu penilaian terhadap pernafasan dan ventilasi. Hiperventilasi moderat untuk mengembalikan hiperkarbia, pertahankan PCO2 antara 25 35 mmHg ( 3,3 4,7 kPa )

Circulation yaitu tindakan penilaian dan kontrol terhadap sirkulasi dan perdarahan. Atasi syok secara agresif dan cari penyebabnya.Resusitasi dengan larutan garam fisiologis, RL, atau larutan isotonik yang tidak mengandung dekstrosa. Jangan menggunakan larutan hipotonik.Hindari hipovolemia dan overhidrasi ( tujuan normovolemia )

Disability merupakan pemeriksaan status neurologi dengan menghitung nilai GCSExposure dilakukan dengan cara baju penderita dibuka, periksa seluruh tubuh, jaga jangan sampai hipotermi / kedinginan

Secondary Survey

Lakukan pemeriksaan rinci dari kepala sampai dengan ujung jari kaki, tanda-tanda vital, pemeriksaan neurologi.Bila problem klinis bukan trauma kepala / lebih dari satu organ segera rujuk ke bidang terkait ( team work ).Bila problem klinis hanya trauma kepala , maka dinilai apakah pasien sadar atau tidak.Penderita tidak sadar / koma / GCS < 8, dilakukan pemeriksaan CT Scan tanpa foto polos kepala.Penderita sadar maka dilakukan penilaian apakah ada / tidak jejas di kepalaBila tidak ada jejas, tetapi terdapat gejala neurologi lain dilakukan tindakan pemeriksaan dengan CT ScanBila tidak ada jejas dan tidak ada gejala neurologi lain maka pasien dapat dipulangkanBila ada jejas, luka tembak dilakukan pemeriksaan foto kepala. Bila tidak didapatkan peluru dan gejala neurologi positif dilanjutkan dengan pemeriksaan CT ScanIndikasi CT Scan pada cedera kepalaGejala neurologi positifAdanya brill hematoma / hematoma di belakang telingaPada kasus cedera kepala akut, atau dengan lucid interval positif, dalam waktu paling lama 1 jam sudah harus ada hasil pemeriksaanBila CT Scan positif ada perdarahan dan ada indikasi emergensi, dilaporkan / konsul ke dr konsulen / spesialis bedah syaraf, dan dilakukan persiapan operasi sesuai prosedurBila indikasi emergensi negatif dilakukan observasi di ROS ( ruang observasi sementara atau perawatan ( IMC ) dilakukan penilaian terhadap GCS, keluhan dan tanda-tanda peninggian tekanan intra cranial, gejala neurologi lainnya.Setiap cedera kepala harus disertai pemeriksaan foto polos cervical C1 C7Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, gula darah sewaktu, ureum cratinin, elektrolit, analisa gas darah, sesuai indikasi.

Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap seperti tersebut di atas pasien dapat dipulangkan jika ada indikasi. Indikasi untuk dipulangkan adalah :

Penderita yang secara klinis belum menunjukan tanda-tanda yang mencurigakan, dan akan dipulangkan, perlu diperhatikan dari tempat kediaman mudah untuk kembali ke rumah sakitObat yang diberikan / dibawa pulang. Jangan diberi obat penenang / obat tidur, diberi analgetika murni untuk mengatasi nyeri ( tidak campuran dengan hipnotik / sedatif / antihistamin )Agar dalam 6 jam pertama ada orang yang mengawasi dan membangunkan / mengajak bicara setiap 1 2 jam sekali. Bila baik observasi lebih jarang. Apabila ada tanda-tanda mencurigakan (pasien susah dibangunkan, mengorok, muntah hebat, sakit kepala memberat, timbul kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejang) maka disarankan agar dibawa kembali ke rumah sakit.

Dari protab tersebut dapat disusun suatu bagan tatalaksana pasien cedera kepala sebagai berikut :

ANAMNESIS

Primary Survey

RESUSITASI

Gangguan Fungsi Vital Ya

Tidak

Secondary Survey

Trauma Simple Bidang Terkait

Trauma Multiple Team Work

Trauma Kepala ( SSP )

Tidak Pasien Sadar Ya

Luka Tembak Ya Jejas di kepala Tidak Gejala Neurologi Lain

Ya Positif Negatif

Negatif X-ray Positif

Gejala Neurologi Positif CT SCAN Positif Kasus Bedah Syaraf

Ya Tidak

Negatif Indikasi emergensi DIRUJUK

Meburuk Negatif Positif

Tidak OBSERVASI OPERASI

Membaik

Positif FISIOTERAPI

REHABILITASI

Keluhan neurology Ya Sekuele Motorik

Negatif Pemeriksaan Neurologi

Lanjutan

Tidak PULANG

Bagan II : Bagan algoritme tatalaksana pasien cedera kepala

( Protap RS Bethesda , 2000 )

D. Kategori Kegawatan

Sedangkan untuk pasien cedera kepala kategori kegawatannya dinilai berdasarkan data-data klinis yang tampak. Kategori dan tanda-tanda klinis yang ada antara lain :

a. Kategori I yaitu pasien resusitasi

Merupakan pasien yang memerlukan resusitasi segera,seperti pasien dengan epidural atau subdural hematom, pasien cedera kepala berat dengan gangguan sistem pernafasan, gangguan sistem peredaran darah atau pasien dengan penurunan kesadaran. Dengan gejala-gejala awal paling serius seperti tingkat kesadaran yang tertekan atau menurun, tanda-tanda neurologis fokal atau cedera tembus, dilakukan konsultasi bedah saraf dan CT scan emergensi

b. Kategori II yaitu pasien emergensi

Merupakan pasien yang bila tidak dilakukan segera pertolongan akan menjadi lebih buruk, seperti pasien cedera kepala disertai dengan tanda-tanda syok, disertai mual-mual atau muntah, disertai dengan amnesia retrogard. Dengan tanda-tanda awal seperti muntah, intoksikasi alkohol atau obat, amnesia post traumatika, atau tanda-tanda adanya fraktura basilar atau depressed, tindakan yang dianjurkan termasuk peningkatan pengamatan ketat, pertimbangan untuk CT scan atau radiografi foto polos serta konsultasi bedah saraf

c. Kategori III yaitu pasien urgen

Merupakan pasien cerdera kepala dengan disertai keadaan lain seperti luka robek, rasa pusing, yang memerlukan bedah minor dengan tanda-tanda dan gejala-gejala awal minimal seperti nyeri kepala, pusing, atau laserasi scalp, dianjurkan dipulangkan kelingkungan yang dapat dipertanggung-jawabkan untuk pengamatan, dengan tidak memerlukan radiografi tengkorak

d. Kategori IV yaitu pasien semi urgen

Merupakan pasien dengan keadaan seperti rasa pusing ringan, luka lecet atau luka yang superfisial.

e. Kategori V yaitu pasien false emergensi

Merupakan pasien yang datang ke IGD bukan dengan indikasi kegawatan menurut medis tetapi merasa gawat seperti kecelakaan atau cedera kepala tanpa keluhan secara fisik ( Departement of Emergency Medicine, 1999 ).