Upload
ifaj-aiman
View
867
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kkkkk
Citation preview
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PRAJABATAN GOLONGAN III
Drs. Salamoen Soeharyo, MPA Dra. Nasri Effendy, M.Sc
Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006
Hak Cipta ©©©© Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188 Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia Jakarta – LAN – 2006 142 hlm: 15 x 21 cm ISBN: 979 – 8619 – 83 – 8
iii
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 – 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggungjawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS.
iv
Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin. Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, Desember 2006 KEPALA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUNARNO
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1
A. Deskripsi Singkat................................................. 1
B. Manfaat Pembelajaran ......................................... 1
C. Tujuan Pembelajaran ........................................... 1
BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN NEGARA .................................. 3
A. Pengertian............................................................ 3
B. Penyelenggaraan Kekuasaan
Pemerintahan Negara........................................... 4
C. Rangkuman.......................................................... 6
D. Latihan/Diskusi.................................................... 6
BAB III PENYELENGGARAAN TATA
KEPEMERINTAHAN YANG BAIK
(GOOD GOVERNANCE) .......................................... 7
A. Pengertian dan Pemahaman
Tata Kepemerintahan Yang Baik
(Good Governance) ............................................. 7
B. Upaya Mewujudkan Tata Kepemerintahan
vi
Yang Baik (Good Governance) ........................... 10
C. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah .......... 18
D. Peradilan Tata Usaha Negara............................... 24
E. Rangkuman .......................................................... 26
F. Latihan ................................................................. 28
BAB IV PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN................................... 29
A. Asas Peraturan Perundang-undangan .................. 29
B. Jenis dan Hierarki Peraturan
Perundang-undangan ........................................... 33
C. Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang................................ 36
D. Kerangka Peraturan Perundang-undangan........... 41
E. Rangkuman .......................................................... 42
F. Latihan ................................................................. 43
BAB V LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH ................ 44
A. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah ..................................... 45
B. Urusan Pemerintah Yang Menjadi
Kewenangan Daerah ............................................ 48
C. Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat .................... 51
D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah ................. 74
E. Lembaga Perekonomian Negara.......................... 81
vii
D. Rangkuman.......................................................... 85
D. Latihan................................................................. 87
BAB VI HUBUNGAN PRESIDEN DENGAN
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA LAINNYA
DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN NEGARA ................................. 88
A. Hubungan Presiden Dengan MPR....................... 88
B. Hubungan Presiden Dengan DPR........................ 89
C. Hubungan Presiden Dengan DPD ....................... 90
D. Hubungan Presiden Dengan BPK........................ 90
E. Hubungan Presiden Dengan MA......................... 91
F. Hubungan Presiden Dengan MK......................... 91
G. Hubungan Presiden Dengan Bank Indonesia............. 92
H. Rangkuman.......................................................... 93
I. Latihan................................................................. 93
BAB VII PROSES MANAJEMEN PEMERINTAHAN .......... 95
A. Perencanaan......................................................... 95
B. Pengorganisasian ................................................. 98
C. Pelaksanaan ......................................................... 102
D. Pengawasan ......................................................... 114
E. Rangkuman.......................................................... 126
F. Latihan................................................................. 128
viii
BAB VIII PENUTUP.................................................................. 130
A. Tes........................................................................ 130
B. Tindak Lanjut....................................................... 131
REFERENSI ............................................................................. 132
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Mata Diklat Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia membahas pengertian sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara RI, penyelenggaraan tata
kepemerintahan yang baik (good governance), pembentukan
peraturan perundang-undangan, lembaga-lembaga pemerintah,
hubungan Presiden dengan lembaga-lembaga negara lainnya
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, dan proses
manajemen pemerintahan dengan mengacu kepada UUD 1945
dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
B. Manfaat Pembelajaran
Dengan mempelajari mata Diklat ini peserta Diklat akan
memperoleh pengetahuan tentang Pelaksanaan Sistem
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan RI yang
diharapkan dapat mendukung pelaksanaan tugas peserta.
C. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan
mampu memahami hal ikhwal tentang sistem
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
2
penyelenggaraan pemerintahan negara kesatuan Republik
Indonesia.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan
mampu:
a. Menjelaskan sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara;
b. Menjelaskan tata kepemerintahan yang baik (good
governance);
c. Menjelaskan pembentukan peraturan perundangan;
d. Menjelaskan lembaga-lembaga pemerintah;
e. Menjelaskan hubungan Presiden dengan lembaga-
lembaga negara lainnya dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara;
f. Menjelaskan proses manajemen pemerintahan.
3
BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN NEGARA
A. Pengertian Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara pada hakikatnya
merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan
negara dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan
Pemerintahan Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara ialah sistem bekerjanya Pemerintahan sebagai fungsi
yang ada pada Presiden.
Pada dasarnya Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
tidak membicarakan Sistem Penyelenggaraan Negara oleh
Lembaga-lembaga Negara secara keseluruhan. Dalam arti
sempit, istilah Penyelenggaraan Negara tidak mencakup
lembaga-lembaga Negara yang tercantum dalam UUD 1945.
Sedangkan dalam arti luas, istilah penyelenggaraan negara
mengacu pada tataran supra struktur politik (lembaga negara dan
lembaga pemerintah), maupun pada tataran infrastruktur politik
(organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan). Dengan
demikian, yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara sebenarnya adalah mekanisme bekerjanya
lembaga eksekutif, yang dipimpin oleh Presiden baik selaku
Kepala Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
4
B. Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan
Negara
Menurut UUD 1945, Presiden adalah sebagai penyelenggara
atau pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Dalam
melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang
Wakil Presiden. Selain itu, dalam menjalankan fungsinya
Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara, dimana setiap
Menteri Negara membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan. Menteri-menteri Negara ini diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
Sebagai Kepala Lembaga Eksekutif atau Kepala Pemerintahan,
Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang dan
menetapkan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan
Undang-undang sebagaimana mestinya. Presiden tidak dapat
membekukan dan atau membubarkan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
Dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sebagai Kepala Negara, Presiden:
1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Udara, dan Angkatan Laut;
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain dengan persetujuan DPR;
3. Dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan
akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
5
perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan
persetujuan DPR ;
4. Menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat
keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang ;
5. Mengangkat Duta dan Konsul. Dalam mengangkat Duta,
memperhatikan pertimbangan DPR ;
6. Menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan DPR ;
7. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung (MA) ;
8. Memberi abolisi dan amnesti dengan memperhatikan
pertimbangan DPR ;
9. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan
yang diatur dengan Undang-undang ;
10. Membentuk Dewan Pertimbangan yang bertugas memberi
nasehat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya
diatur dengan Undang-undang;
11. Membahas rancangan Undang-undang untuk mendapatkan
persetujuan bersama DPR;
12. Mengesahkan Rancangan Undang-undang yang telah
disetujui bersama DPR untuk menjadi Undang-undang.
13. Dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, Presiden berhak
menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti
Undang-undang;
14. Mengajukan Rancangan Undang-undang APBN untuk
dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD (Dewan Perwakilan Daerah);
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
6
15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah
dipilih oleh DPR atas dasar pertimbangan DPD;
16. Menetapkan Calon Hakim Agung yang diusulkan Komisi
Yudisial dan telah mendapat persetujuan DPR untuk
menjadi Hakim Agung ;
17. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial
dengan persetujuan DPR ;
18. Menetapkan dan mengajukan anggota hakim konstitusi.
C. Rangkuman Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara tidak
membicarakan sistem penyelenggaraan negara oleh lembaga-
lembaga negara secara keseluruhan akan tetapi adalah
membicarakan mekanisme bekerjanya lembaga-lembaga
eksekutif yang dipimpin oleh Presiden baik selaku Kepala
Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.
D. Latihan/Diskusi 1. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara?
2. Apa saja tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan
sebagai Kepala Negara?
3. Mengapa Menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada
DPR?
7
BAB III PENYELENGGARAAN TATA
KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
A. Pengertian dan Pemahaman Tata Kepemerintahan Yang Baik (GOOD GOVERNANCE)
Sejalan dengan kemajuan masyarakat dengan peningkatan
permasalahannya, birokrasi cenderung terus semakin besar.
Akibatnya adalah timbul masalah kuantitas dan kualitas
birokrasi yang semakin lama semakin serius, termasuk beban
negara menjadi terus bertambah berat. Keadaan ini diperparah
dengan datangnya era globalisasi, yang merupakan era semakin
luas dan tajamnya kompetisi antar bangsa. Globalisasi
menimbulkan masalah yang harus di atasi agar kepentingan
nasional tidak dirugikan, di lain pihak menimbulkan pula
peluang yang perlu dimanfaatkan untuk kemajuan dan
kepentingan nasional. Namun hal itu tidak mungkin mampu
dihadapi dan ditanggulangi lagi oleh pemerintah sendiri.
ESCAP mengartikan governance sebagai proses pengambilan
keputusan dan proses diimplementasikan atau tidak
diimplementasikannya keputusan: “the process of decision
making and the process by which the decision are implemented
(or not implemented)”. Istilah governance menurut ESCAP
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
8
dapat digunakan dalam beberapa konteks, seperti “corporate
governance”, “ international governance”, “ national
governance” dan “local governance”.
Osborn dan Gaebler (1992: 24) mendefinisikan governance
sebagai proses dimana kita memecahkan masalah kita
bersama dan memenuhi kebutuhan masyarakat “the process
in which we solve our problem collectivelly and meet the society
needs”. Meuthia Ganie – Rahman (Jakarta Post 26-10-1999: 2),
mendefinisikan governance sebagai “pengelolaan sumber daya
ekonomi dan sosial yang melibatkan negara dan sektor non
pemerintah dalam suatu usaha kolektif”.
Governance melibatkan berbagai pelaku, pelaku-pelaku yang
berkepentingan atau stakeholder, yang pada dasarnya terdiri atas
negara atau pemerintah dan non pemerintah atau masyarakat,
yang tergantung dari permasalahan dan peringkat
pemerintahannya dapat meliputi kalangan yang sangat luas dan
beraneka ragam seperti organisasi politik, LSM, organisasi
profesi, dunia usaha/swasta, koperasi, individu dan bahkan
lembaga internasional. Oleh karena itu, UNDP (PT. Wahana…,
1999: 14) juga menyebutkan bahwa governance yang baik
sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara
negara, sektor swasta dan masyarakat.
Berhubung dengan keterlibatan berbagai pihak: negara, dunia
usaha dan masyarakat tersebut, maka antara lain UNDP (ibid)
mengemukakan ciri governance yang baik adalah:
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
9
1. Partisipasi, bahwa setiap warga negara baik langsung mau
pun melalui perwakilan, mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan dalam pemerintahan;
2. Aturan hukum ( rule of law), kerangka hukum harus adil
dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama untuk hak
asasi manusia;
3. Transparansi, yang dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi. Informasi dapat diperoleh oleh mereka yang
membutuhkan serta dapat dipahami dan dimonitor;
4. Ketanggapan (responsiviness), yang berarti bahwa berbagai
upaya lembaga dan prosedur-prosedur harus berupaya untuk
melayani setiap stakeholder dengan baik, aspiratif;
5. Orientasi pada konsensus. Governance yang baik menjadi
perantara kepentingan-kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih
luas;
6. Kesetaraan (equity). Semua warga negara, mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan atau
mempertahankan kesejahteraannya;
7. Efektifitas dan efisiensi, penggunaan sumber-sumber daya
secara berhasilguna dan berdayaguna.
Demikianlah kini istilah “good governance” telah menjadi
perhatian orang dimana-mana.
Dalam bahasa Indonesia telah ada tiga terjemahan untuk
governance: kepemimpinan (Sofyan Effendi, lihat Bintoro),
pengelolaan (Sofyan Wanandi; Meuthia Ganie Rachman) dan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
10
penyelenggaraan (Bondan Gunawan). Mengingat istilah
governance dapat digunakan dalam beberapa konteks seperti
dikemukakan oleh ESCAP di atas, dan untuk negara/pemerintah
mestinya public governance, maka istilah pengelolaan dan
penyelenggaraan nampaknya lebih tepat. Akan tetapi
dikaitkan dengan istilah yang ada dalam UUD 1945
penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan negara
nampaknya untuk kita, dalam penyelenggaraan negara/
pemerintahan, lebih baik governance diterjemahkan sebagai
penyelenggaraan.
BAPPENAS, melalui Tim Pengembangan Kebijakan Nasional
menyatakan bahwa “istilah tata kepemerintahan yang baik mulai
banyak dikenal di tanah air sejak tahun 1997, ketika krisis
ekonomi terjadi di Indonesia. Tata kepemerintahan yang baik
merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif sesuai
dengan cita-cita terbentuknya suatu masyarakat madani.
Selain sebagai suatu konsepsi tentang penyelenggaraan peme
rintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu
gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara
pemerintah, dunia usaha/swasta, dan masyarakat”.
B. Upaya Mewujudkan Tata Kepemerintahan
Yang Baik (Good Governance)
Upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik
membutuhkan komitmen kuat, daya tahan, dan waktu yang
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
11
tidak singkat karena diperlukan pembelajaran, pemahaman,
serta implementasi nilai-nilai tata kepemerintahan yang baik
secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk oleh
aparatur pemerintah dan masyarakat luas. Di samping itu,
perlu adanya kesepakatan bersama serta rasa optimistik yang
tinggi dari seluruh komponen bangsa bahwa penyelenggaraan
tata kepemerintahan yang baik dapat diwujudkan demi
pencapaian masa depan bangsa dan negara yang lebih baik.
Untuk itu, Bappenas melalui Tim Pengembangan Kebijakan
Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik, menyatakan bahwa
dalam upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik perlu
diperhatikan prinsip-prinsip Tata Kepemerintahan Yang
Baik dengan indikator minimal dan perangkat pendukung
indikatornya sebagai berikut:
1. Wawasan Kedepan (Visionary): a. Indikator Minimal:
1) Adanya visi dan strategi yang jelas dan mapan
dengan menjaga kepastian hukum;
2) Adanya kejelasan setiap tujuan kebijakan dan
program;
3) Adanya dukungan dari pelaku untuk mewujudkan
visi.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Peraturan/kebijakan yang memberikan kekuatan
hukum pada visi dan strategi;
2) Proses penentuan visi dan strategi secara
partisipatif.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
12
2. Keterbukaan dan Transparansi (Openness and
Transparancy) a. Indikator Minimal:
1) Tersedianya informasi yang memadai pada setiap
proses penyusunan dan implementasi kebijakan
publik;
2) Adanya akses pada informasi yang siap, mudah
dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan
informasi;
2) Pusat/balai informasi ;
3) Website (e-government, e-procurement, dsb);
4) Iklan layanan masyarakat ;
5) Media cetak ;
6) Papan pengumuman.
3. Partisipasi masyarakat (Participation): a. Indikator Minimal:
1) Adanya pemahaman penyelenggara negara tentang
proses/metode partisipatif;
2) Adanya pengambilan keputusan yang didasarkan
atas konsensus bersama.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Pedoman pelaksanaan proses partisipatif;
2) Forum konsultasi dan temu publik, termasuk forum
stakeholder ;
3) Media massa nasional maupun media lokal sebagai
sarana penyaluran aspirasi masyarakat;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
13
4) Mekanisme/peraturan untuk mengakomodasi
kepentingan yang beragam.
4. Tanggung Gugat (Accountability):
a. Indikator Minimal:
1) Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan
standar prosedur pelaksanaan;
2) Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau
kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Mekanisme pertanggungjawaban;
2) Laporan tahunan;
3) Laporan pertanggungjawaban;
4) Sistem pemantauan kinerja penyelenggara negara;
5) Sistem pengawasan;
6) Mekanisme reward and punishment.
5. Supremasi Hukum (Rule of Law): a. Indikator Minimal:
1) Adanya kepastian dan penegakkan hukum;
2) Adanya penindakan setiap pelanggar hukum;
3) Adanya pemahaman mengenai pentingnya
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Sistem yuridis yang terpadu/terintegrasi
(kepolisian, kejaksaan, pengadilan);
2) Reward and punishment yang jelas bagi aparat
penegak hukum (kepolisian, kejaksaan,
kehakiman);
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
14
3) Sistem pemantauan lembaga peradilan yang objektif,
independen, dan mudah diakses publik (ombudsman);
4) Sosialisasi mengenai kesadaran hukum.
6. Demokrasi (Democracy): a. Indikator Minimal:
1) Adanya kebebasan dalam menyampaikan aspirasi
dan berorganisasi;
2) Adanya kesempatan yang sama bagi setiap anggota
masyarakat untuk memilih dan membangun
konsensus dalam pengambilan keputusan kebijakan
publik.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
Peraturan yang menjamin adanya hak dan kewajiban
yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk turut
serta dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.
7. Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and
Competency): a. Indikator Minimal:
1) Berkinerja tinggi;
2) Taat asas;
3) Kreatif dan inovatif;
4) Memiliki kualifikasi di bidangnya.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Standar kompetensi yang sesuai dengan fungsinya;
2) Kode etik profesi;
3) Sistem reward and punishment yang jelas;
4) Sistem pengembangan SDM;
5) Standar dan indikator kinerja.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
15
8. Daya Tanggap (Responsiveness):
a. Indikator Minimal:
1) Tersedianya layanan pengaduan dengan prosedur
yang mudah dipahami oleh masyarakat;
2) Adanya tindak lanjut cepat dari laporan dan
pengaduan.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Standar pelayanan publik;
2) Prosedur dan layanan pengaduan hotlin ;
3) Fasilitas komunikasi dan informasi.
9. Keefesienan dan Keefektifan (Efficiency and
Effectiveness): a. Indikator Minimal:
1) Terlaksananya administrasi penyelenggaraan
negara yang berkualitas dan tepat sasaran dengan
penggunaan sumber daya yang optimal;
2) Adanya perbaikan berkelanjutan;
3) Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan
fungsi organisasi/unit kerja.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Standar dan indikator kinerja untuk menilai
efisiensi dan efektifitas pelayanan;
2) Survei-survei kepuasan stakeholders.
10. Desentralisasi (Decentralization): a. Indikator Minimal:
Adanya kejelasan pembagian tugas dan wewenang
dalam berbagai tingkatan jabatan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
16
b. Perangkat Pendukung Indikator:
Peraturan perundang-undangan mengenai:
1) Struktur organisasi yang tepat dan jelas;
2) Job description (uraian tugas) yang jelas.
11. Kemitraan Dengan Dunia Usaha Swasta dan
Masyarakat (Private Sector and Civil Society
Partnership): a. Indikator Minimal:
1) Adanya pemahaman aparat pemerintah tentang pola
kemitraan;
2) Adanya lingkungan yang kondusif bagi masyarakat
kurang mampu (powerless) untuk berkarya;
3) Terbukanya kesempatan bagi masyarakat/dunia
usaha swasta untuk turut berperan dalam
penyediaan pelayanan umum;
4) Adanya pemberdayaan institusi ekonomi
lokal/usaha mikro, kecil, dan menengah, serta
koperasi.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Peraturan-peraturan dan pedoman yang mendorong
kemitraan pemerintah-dunia usaha swasta-
masyarakat;
2) Peraturan-peraturan yang berpihak pada masyarakat
kurang mampu;
3) Program-program pemberdayaan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
17
12. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan
(Commitment to Reduce Inequality): a. Indikator Minimal:
1) Adanya langkah-langkah atau kebijakan yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar bagi
masyarakat yang kurang mampu (subsidi silang,
affirmative action, dan sebagainya);
2) Tersedianya layanan-layanan/fasilitas-fasilitas
khusus bagi masyarakat tidak mampu;
3) Adanya kesetaraan dan keadilan gender;
4) Adanya pemberdayaan kawasan tertinggal.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Peraturan-peraturan yang berpihak pada pember
dayaan gender, masyarakat kurang mampu, dan
kawasan tertinggal;
2) Program-program pemberdayaan gender, masyara
kat kurang mampu, dan kawasan tertinggal.
13. Komitmen pada Lingkungan Hidup (Commitment to
Environmental Protection): a. Indikator Minimal:
1) Adanya keseimbangan antara pemanfaatan sumber
daya alam dan perlindungan/konservasinya;
2) Penegakan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan;
3) Rendahnya tingkat pencemaran dan kerusakan
lingkungan;
4) Rendahnya tingkat pelanggaran perusakan
lingkungan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
18
b. Perangkat Pendukung Indikator:
1) Peraturan dan kebijakan yang menjamin
perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan
ling kungan hidup;
2) Forum kegiatan peduli lingkungan ;
3) Reward and punishment dalam pemanfaatan
sumber daya dan perlindungan lingkungan hidup.
14. Komitmen pada Pasar Yang Fair (Commitment to
Fair Market): a. Indikator Minimal:
1) Tidak ada monopoli;
2) Berkembangnya ekonomi masyarakat;
3) Terjaminnya iklim kompetisi yang sehat.
b. Perangkat Pendukung Indikator:
Peraturan-peraturan mengenai persaingan usaha yang
menjamin iklim kompetisi yang sehat.
C. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang
berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggung jawab, telah
diterbitkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).
Pelaksanaannya lebih lanjut didasarkan atas Pedoman
Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara
(Keputusan Kepala LAN No. 589/ IX/6/4/1999 dan telah
dirubah dengan Keputusan Kepala LAN No. 239/IX/6/8/2003).
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
19
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan
kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggung jawaban atau menjawab dan menerangkan
kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Berdasarkan pengertian ini, maka
semua instansi pemerintah, badan dan lembaga negara di
pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing
harus memahami lingkup akuntabilitasnya masing-masing,
karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan
juga kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.
2. Prinsip-Prinsip Akuntabilitas
Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi
pemerintah, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf
instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi
agar akuntabel;
b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin
penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
20
c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan;
d. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta
hasil dan manfaat yang diperoleh;
e. Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai
katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah
dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik
pengukuran kinerja dan penyusunan laporan
akuntabilitas.
Di samping itu, akuntabilitas kinerja harus pula menyajikan
penjelasan tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan
rencana serta keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian
sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
pengukuran kinerja dimulai dari perencanaan strategis dan
berakhir dengan penyerahan laporan akuntabilitas kepada
pemberi mandat (wewenang). Dalam pelaksanaan
akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian dan komitmen
yang kuat dari atasan langsung instansi yang
memberikan akuntabilitasnya, lembaga perwakilan dan
lembaga pengawasan, untuk mengevaluasi akuntabilitas
kinerja instansi yang bersangkutan.
3. Perencanaan Strategis Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk
melaksanakan mandat. Perencanaan strategis instansi
pemerintah memerlukan integrasi antara keahlian sumber
daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
21
tuntutan perkembangan lingkungan strategis, nasional dan
global. Analisis terhadap lingkungan organisasi, baik internal
maupun eksternal merupakan langkah yang sangat penting
dalam memperhitungkan kekuataan (strengths), kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan tantangan/kendala
(threats) yang ada. Analisis terhadap unsur-unsur tersebut
sangat penting dan merupakan dasar bagi perwujudan visi
dan misi serta strategi instansi pemerintah.
Dengan perkataan lain, perencanaan strategis yang disusun
oleh suatu instansi pemerintah harus mencakup: (1)
pernyatan visi, misi, strategi, dan faktor-faktor keberhasil an
organisasi; (2) rumusan tentang tujuan, sasaran dan uraian
aktivitas organisasi; dan (3) uraian tentang cara mencapai
tujuan dan sasaran tersebut. Dengan visi, misi, dan strategi
yang jelas maka diharapkan instansi pemerintah akan dapat
menyelaraskan dengan potensi, peluang dan kendala yang
dihadapi. Perencanaan strategis bersama dengan
pengukuran kinerja serta evaluasinya merupakan
rangkaian sistem pengukuran kinerja yang penting.
4. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas. Sebenarnya pengukuran kinerja punya makna
ganda, yaitu pengukuran kinerja sendiri dan evaluasi kinerja.
Untuk melaksanakan kedua hal tersebut, terlebih dahulu
harus ditentukan tujuan dari suatu program secara
keseluruhan. Setelah program didesain, haruslah sudah
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
22
termasuk penciptaan indikator kinerja atau pengukuran
keberhasilan pelaksanaan program, sehingga dengan
demikian dapat diukur dan dievaluasi tingkat keberhasilan
nya.
Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan
strategis dengan akuntabilitas. Suatu instansi pemerintah
dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau
indikator-indikator atau ukuran-ukuran pencapaian yang
mengarah pada perencanaan misi. Tanpa adanya pengukuran
kinerja sangat sulit dicari pembenaran yang logis atau
pencapaian misi organisasi instansi. Sebaliknya dengan
disusunnya perencanaan strategis yang jelas, perencanaan
operasional yang terukur, maka dapat diharapkan tersedia
pembenaran yang logis dan argumentasi yang memadai
untuk mengatakan suatu pelaksanan program berhasil atau
tidak. Dalam pengukuran kinerja perlu adanya:
a. Penetapan Indikator Kinerja
Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifi
kasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem
pengumpulan dan pengolahan data/informasi untuk
menentukan capaian tingkat kinerja kegiatan/program.
b. Penetapan Capaian Kinerja
Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk
mengetahui dan menilai capaian indikator kinerja
pelaksanaan kegiatan/program dan kebijakan yang telah
ditetapkan oleh suatu instansi pemerintah.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
23
5. Evaluasi Kinerja Setelah tahap pengukuran kinerja dilalui, berikutnya adalah
tahap evaluasi kinerja. Tahapan ini dimulai dengan
menghitung nilai capaian dari pelaksanaan perkegiatan.
Kemudian dilanjutkan dengan menghitung capaian kinerja
dari pelaksanaan program didasarkan pembobotan dari setiap
kegiatan yang ada di dalam suatu program.
6. Pelaporan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
harus disampaikan oleh instansi-instansi dari Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Penyusunan laporan harus mengikuti
prinsip-prinsip yang lazim, suatu laporan harus disusun
secara jujur, objektif dan transparan. Di samping itu perlu
pula diperhatikan prinsip-prinsip:
a. Prinsip pertanggungjawaban, sehingga harus cukup
jelas hal–hal yang dikendalikan maupun yang tidak
dikendalikan oleh pihak yang melaporkan harus dapat
di mengerti pembaca laporan;
b. Prinsip pengecualian, yang dilaporkan yang penting
dan terdepan bagi pengambilan keputusan dan
pertanggungjawaban instansi yang bersangkutan
instansi yang bersangkutan seperti keberhasilan dan
kegagalan, perbedaan realisasi dan target;
c. Prinsip manfaat yaitu manfaat laporan harus lebih
besar daripada biaya penyusunan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
24
Selanjutnya, perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan
yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat
dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan
cermat), dalam bentuk yang menarik (tegas dan konsisten,
tidak kontradiktif), berdaya banding tinggi, berdayasaing,
lengkap, netral, padat dan terstandarisasi. Agar LAKIP
dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan
tanpa mengabaikan keunikan masing-masing instansi
pemerintah. Penyeragaman ini paling tidak dapat mengurangi
perbedaan cara pengkajian yang cenderung menjauhkan
pemenuhan prasyarat minimal akan informasi yang
seharusnya dimuat dalam LAKIP. Penyeragaman juga
dimaksudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin, sehingga
perbandingan atau evaluasi dapat dilakukan secara memadai.
LAKIP dapat dimasukkan dalam ketegori laporan rutin,
karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan setahun sekali.
D. Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap
sengketa Tata Usaha Negara. Negara Republik Indonesia adalah
negara hukum yang dinamis, bertujuan mewujudkan tata
kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram,
serta tertib. Dalam tata kehidupan yang demikian itu, dijamin
persamaan warga negara di dalam hukum. Dalam usaha
mewujudkan tujuan tersebut di atas, sesuai dengan sistem
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
25
pemerintahan negara yang dianut dalam UUD 1945, melalui
aparaturnya di bidang Tata Usaha Negara, Pemerintah
diharuskan berperan aktif dan positif.
Pemerintah wajib secara terus menerus membina,
menyempurnakan, dan menertibkan aparatur tersebut agar
menjadi aparatur yang efisien, efektif, bersih dan
berwibawa yang dalam melaksanakan tugasnya selalu
berdasarkan hukum dengan dilandasi semangat dan sikap
pengabdian bagi masyarakat.
Sadar terhadap peran aktif dan positif tersebut di atas,
Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah untuk
menghadapi timbulnya benturan kepentingan, perselisihan atau
sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan
warga masyarakat. Sengketa yang terjadi antara Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga negara ini
disebut sengketa Tata Usaha Negara.
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibentuk berdasarkan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara
melengkapi 3 peradilan lain yang sudah lama ada di bawah
Mahkamah Agung yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama dan
Peradilan Militer, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
26
Kehakiman. PTUN diciptakan untuk menyelesaikan sengketa
antara Pemerintah dengan warga Negaranya. Dalam hal ini
sengketa timbul sebagai akibat dari adanya tindakan-tindakan
Pemerintah yang melanggar hak warga negaranya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa PTUN diadakan dalam rangka
memberi perlindungan kepada rakyat. Dengan kata lain tujuan
PTUN sebenarnya tidak semata-mata untuk memberikan
perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, melainkan juga
untuk melindungi hak-hak masyarakat.
Di samping itu dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan negara yang bersih, efisien dan efektif telah
dikembangkan pula berbagai pengawasan. Keseluruhan sistem
pengawasan tersebut akan diuraikan dalam Bab VII.
E. Rangkuman
Penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik sudah menjadi
suatu tuntutan dan kebutuhan universal yang tidak dapat
ditunda-tunda lagi. Upaya mewujudkan tata kepemerintahan
yang baik membutuhkan komitmen kuat, daya tahan, waktu
yang relatif panjang. Karena itu diperlukan pembelajaran,
pemahaman, serta implementasi nilai-nilai tata kepemerintahan
yang baik secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk
oleh aparatur pemerintah dan masyarakat luas.
Berbagai kebijakan pendukung untuk mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik telah dikeluarkan pemerintah
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
27
Indonesia baik dalam era reformasi maupun sebelum reformasi.
Kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan
dalam era reformasi seperti TAP MPR No. XI/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; UU No. 28 Tahun 1999 yang
juga tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Instruksi Presiden No. 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).
Adapun peraturan perundangan yang dikeluarkan pemerintah
sebelum era reformasi yang berkaitan dengan upaya perwujudan
tata kepemerintahan yang baik adalah UU No. 8 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diubah dengan UU
No. 9 Tahun 2004.
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) adalah
perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara
periodik.
Sedangkan Peradilan Tata Usaha Negara ini dimaksudkan untuk
menyelesaikan sengketa antara Pemerintah dengan warga
negaranya yang mencari keadilan terhadap sengketa tata usaha
negara. Jadi PTUN dibentuk sebenarnya untuk memberi
perlindungan kepada hak warga negara dan masyarakat.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
28
F. Latihan 1. Penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (good
governance) perlu melibatkan semua pihak yang terkait
(stakeholder) yang pada dasarnya terdiri dari 3 sektor. Apa
saja sektor-sektor itu dan jelaskan peranan masing-masing
sektor tersebut!
2. Apakah prinsip-prinsip penyelenggaraan tata kepemerintahan
yang baik (good governance) ini menurut UNDP?
3. Menurut Bappenas apa saja upaya yang diperlukan untuk
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik di Indonesia?
Sebutkan pula prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan beserta
indikator-indikator minimal dan perangkat pendukung
indikatornya!
4. Apa pengertian akuntabilitas yang resmi dianut pemerintah
dan apa prinsip-prinsipnya?
5. Mengapa Peradilan Tata Usaha Negara juga merupakan
upaya yang diperlukan dalam mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik?
29
BAB IV PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum. Keseluruhan aspek penyelenggaraan
pemerintahan negara dalam pelaksanaannya diatur dengan dan
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.
Hal ini dimaksudkan untuk:
1. Menjamin kepastian hukum, karena Indonesia adalah negara
hukum;
2. Melindungi masyarakat dari tindakan aparatur dan pihak lain yang
sewenang-wenang;
3. Melindungi aparatur dari tindakan masyarakat yang melawan
hukum.
A. Asas Peraturan Perundang-Undangan Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik yang meliputi:
1. Kejelasan Tujuan Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
30
2. Kelembagaan atau Organisasi Pembentuk yang
Tepat Setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan
yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut
dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh
lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
3. Kesesuaian antara Jenis dan Materi Muatan Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
4. Dapat Dilaksanakan Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis
maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan Setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang
benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6. Kejelasan Rumusan Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-
undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi,
serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti,
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaannya.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
31
7. Keterbukaan Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan
mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan
pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demi
kian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan materi muatan Peraturan perundang-undangan
mengandung asas:
1. Pengayoman Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka
menciptakan ketentraman masyarakat.
2. Kemanusiaan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak
asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
dan penduduk Indonesia secara proporsional.
3. Kebangsaan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang
pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip
negara kesatuan Republik Indonesia.
4. Kekeluargaan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam
setiap pengambilan keputusan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
32
5. Kenusantaraan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah
Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan
yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila.
6. Bhinneka Tunggal Ika Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan
golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya
yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Keadilan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara tanpa kecuali.
8. Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan
Pemerintahan Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak
boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan
latar belakang, antara lain; agama, suku, ras, golongan,
gender, atau status sosial.
9. Ketertiban dan Kepastian Hukum Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui
jaminan adanya kepastian hukum.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
33
10. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan. Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,
antara kepentingan individu dan masyarakat dengan
kepentingan bangsa dan negara.
B. Jenis Dan Hierarkhi Peraturan Perundang-Undangan
1. Jenis Dalam ketentuan Pasal 7 Undang-undang No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis
peraturan perundang-undangan meliputi: UUD Negara RI
1945; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden;
dan Peraturan Daerah.
Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana
tersebut di atas, diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Adapun jenis peraturan perundang-undangan selain
sebagimana tersebut di atas, antara lain adalah peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh MPR; DPR; DPD; MA;
MK; BPK; Gubernur BI; Menteri; DPRD Provinsi; DPRD
Kabupaten/Kota; Gubernur; Bupati/Walikota; Kepala
Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
34
Undang-undang atau Pemerintah atas perintah Undang-
undang; Kepala Desa atau yang setingkat.
2. Hierarki Yang dimaksud hierarki adalah penjenjangan setiap jenis
peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada
asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Kekuatan hukum
peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan
hierarkinya.
Hierarki peraturan perundang-undangan sesuai dengan Pasal
7 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 adalah:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan
Perundang-undangan.
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu)
Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi
muatan yang harus diatur dengan UU atau peraturan
pemerintah pengganti undang-undang adalah: hak-hak
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
35
asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara;
pelaksanaan dan penegakkan kedaulatan negara serta
pembagian kekuasaan negara; wilayah negara dan
pembagian daerah; kewarganegaraan dan kependudukan;
dan keuangan negara.
c. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang
undangan yang ditetapkan oleh Presiden berisi materi
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mesti
nya.
d. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh Presiden berisi materi yang
diperintahkan oleh UU atau materi untuk melaksanakan
Peraturan Pemerintah.
e. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Materi
muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Peraturan Daerah yang dimaksud meliputi:
1) Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan
Gubernur. Termasuk dalam Peraturan Daerah
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
36
Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus
serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua;
2) Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota bersama
Bupati/Walikota;
3) Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh
badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama
dengan kepala desa atau nama lainnya.
C. Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-
Undang
Tata cara mempersiapkan RUU diatur dalam Keputusan
Presiden No. 188 Tahun 1998. Dalam Keppres ini diatur tentang
Prakarsa Penyusunan RUU; Panitia Antar Departemen dan
Lembaga; Konsultasi RUU; Penyampaian RUU kepada DPR;
Tata Cara Pembahasan RUU yang disusun oleh DPR;
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Undang-
Undang.
1. Prakarsa Penyusunan RUU Menteri atau pimpinan LPND selanjutnya disebut Pimpinan
Lembaga dapat mengambil prakarsa penyusunan RUU
untuk mengatur masalah yang menyangkut bidang tugasnya.
Prakarsa ini wajib dimintakan persetujuan lebih dahulu
kepada Presiden dengan dilengkapi penjelasan mengenai
konsepsi pengaturan yang meliputi: latar belakang dan tujuan
penyusunan; sasaran yang ingin diwujudkan; pokok pikiran,
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
37
lingkup atau obyek yang akan diatur, dan jangkauan dan arah
pengaturan.
Untuk pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan
yang akan dituangkan dalam RUU, Menteri atau Pimpinan
Lembaga pemrakarsa penyusunan UU wajib
mengkonsultasikan terlebih dahulu konsep tersebut dengan
Menteri Kehakiman (dalam Kabinet Indonesia Bersatu:
Menteri Hukum dan HAM) dan Pimpinan lembaga lainnya
yang terkait.
Apabila keharmonisan, kebulatan dan kemantapan konsepsi
tidak dapat dihasilkan dalam forum konsultasi, maka Menteri
Kehakiman dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga
pemrakarsa bersama-sama Menteri Sekretaris Negara
melaporkannya kepada Presiden untuk mendapatkan
keputusan.
Sebaliknya dalam hal telah diperoleh keharmonisan,
kebulatan dan kemantapan konsepsi, Menteri atau Pimpinan
Lembaga pemrakarsa secara resmi mengajukan permintaan
persetujuan prakarsa penyusunan RUU kepada Presiden.
2. Panitia Antar Departemen dan Lembaga Berdasarkan persetujuan dari Presiden atas prakarsa
penyusunan RUU, Menteri atau Pimpinan Lembaga
pemrakarsa membentuk Panitia Antar Departemen dan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
38
Lembaga yang diketuai pejabat yang ditunjuk untuk
menyusun RUU tersebut.
Permintaan keanggotan Panitia dilakukan langsung oleh
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa kepada Menteri
Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, Menteri atau
Pimpinan Lembaga yang terkait dengan materi yang akan
diatur.
Surat keputusan Pembentukan Panitia Antar Departemen dan
Lembaga ditetapkan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal
diterimanya surat Menteri Sekretaris Negara mengenai
persetujuan pemrakarsa. Kepala Biro Hukum atau Kepala
Satuan Kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang
perundang-undangan pada Departemen atau Lembaga
pemrakarsa, secara fungsional bertindak sebagai
Sekretaris Panitia Antar Departemen.
3. Konsultasi RUU Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa menyampaikan
RUU yang dihasilkan Panitia kepada Menteri Kehakiman
dan Menteri atau Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait,
untuk memperoleh pendapat dan pertimbangan terlebih
dahulu. Pendapat dan pertimbangan dapat pula dimintakan
kepada Perguruan Tinggi dan organisasi di bidang sosial,
politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya sesuai
kebutuhan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
39
Penyampaian pendapat dan pertimbangan dilakukan paling
lambat 30 hari kerja sejak diterimanya pemintaan pendapat
dan pertimbangan tersebut.
Apabila RUU tersebut telah memperoleh kesepakatan,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa mengajukan
RUU tersebut kepada Presiden. Kemudian Menteri Sekretaris
Negara melaporkan RUU kepada Presiden dan sekaligus
mempersiapkan Amanat Presiden bagi penyampaiannya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Penyampaian RUU kepada DPR Dalam Amanat Presiden kepada pimpinan DPR ditegaskan
hal-hal yang dianggap perlu, antara lain:
a. Sifat penyelesaian RUU yang dikehendaki ;
b. Cara penanganan atau pembahasannya, dalam hal RUU
yang disampaikan lebih dari satu ;
c. Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam
pembahasan RUU di DPR.
Amanat Presiden disampaikan juga kepada Wakil Presiden,
para Menteri Koordinator, Menteri atau Pimpinan Lembaga
Pemrakarsa dan Menteri Kehakiman (dalam Kabinet
Indonesia Bersatu, 2004-2009 disebut Menteri Hukum dan
HAM).
Apabila dalam pembahasan di DPR terdapat masalah yang
bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
40
serta arah RUU, Menteri yang mewakili Presiden wajib
terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden dengan
disertai saran pemecahan yang diperlukan untuk memperoleh
keputusan.
5. Tata Cara Pembahasan RUU Yang Disusun dan
Disampaikan Oleh DPR. RUU yang disusun oleh DPR dan disampaikan kepada
Presiden dilaporkan oleh Menteri Sekretaris Negara
disertai saran mengenai Menteri yang akan ditugasi untuk
mengkoordinasikan pembahasannya dengan Menteri atau
Pimpinan Lembaga lain yang terkait. Tata cara selanjutnya
sama seperti tata cara yang telah disebutkan pada butir 2, 3,
dan 4.
6. Pengesahan, Pengundangan & Penyebarluasan UU Menteri Sekretaris Negara menyiapkan naskah RUU yang
telah disetujui DPR dan selanjutnya diajukan kepada
Presiden guna memperoleh pengesahan (persetujuan
bersama). Bila RUU yang telah disetujui tersebut tidak
ditanda-tangani Presiden dalam jangka waktu paling lambat
30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU
tersebut tetap sah dan menjadi UU dan wajib diundangkan.
Kemudian Menteri Sekretaris Negara mengundangkan UU
tersebut dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara.
Sedangkan Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa
berkewajiban secepatnya menyebar luaskan jiwa, semangat
dan substansi UU tersebut kepada masyarakat.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
41
7. Ketentuan Lain-Lain Persetujuan pemrakarsa penyusunan RUU juga merupakan
persetujuan bagi penyusunan Rancangan Peraturan
Pemerintah, Rancangan Keputusan Presiden (Perpres) dan
peraturan lainnya, yang pelaksanaannya dilakukan sebagai
satu kesatuan kegiatan.
Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya
diselesaikan paling lambat satu tahun setelah pengundangan
UU yang bersangkutan.
D. Kerangka Peraturan Perundang-Undangan
Kerangka peraturan perundang-undangan terdiri atas: judul,
pembukaan, batang tubuh, penutup, penjelasan (jika diperlukan)
dan lampiran (jika diperlukan).
1. Judul a. Judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun
pengundangan atau penetapan dan nama Peraturan
Perundang-undangan ;
b. Nama peraturan perundang-undangan dibuat secara
singkat dan mencerminkan isi peraturan perundang-
undangan;
c. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang
diletakkan ditengah marjin tanpa diakhiri tanda baca.
2. Pembukaan a. Frase Dengan Rahmat Tuhan YME;
b. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan;
c. Konsiderans;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
42
d. Dasar Hukum;
e. Diktum.
3. Batang Tubuh a. Ketentuan Umum;
b. Materi Pokok Yang Diatur;
c. Ketentuan Pidana (jika diperlukan);
d. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan);
e. Ketentuan Penutup.
4. Penutup a. Penjelasan (jika diperlukan);
b. Lampiran (jika diperlukan).
E. Rangkuman
Keseluruhan aspek penyelenggaraan pemerintahan negara dalam
pelaksanaannya diatur dengan dan berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang dimaksudkan agar ada jaminan
kepastian hukum, ada perlindungan masyarakat dari tindakan
aparatur dan pihak lain yang sewenang-wenang dan juga agar
aparatur terlindungi dari tindakan masyarakat yang melawan
hukum.
Oleh karena itu, agar setiap peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh lembaga-lembaga negara atau pejabat yang
berwenang berkualitas dan tidak bertentangan satu sama lain
maka dalam pembentukannya perlu memperhatikan asas
pembentukan, asas tentang materi muatannya, jenis dan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
43
hierarkinya, dan tata cara mempersiapkan rancangan undang-
undangnya.
F. Latihan
1. Apakah konsekuensi bahwa Indonesia adalah negara hukum
dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara?
2. Apa perlunya ada ketetapan tentang Hierarki Peraturan
Perundang-undangan?
3. Dalam strata kebijakan publik, kebijakan Menteri adalah
kebijakan pelaksanaan, sebagai penjabaran kebijakan umum
yang ditetapkan oleh Presiden. Bagaimana dalam
hubungannya dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?
4. Mengapa dalam penyusunan RUU dan RPP semua instansi
terkait perlu diikutsertakan?
44
BAB V LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah
membentuk lembaga-lembaga pemerintahan seperti Departemen,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Lembaga-Lembaga
lainnya. Pada dasarnya lembaga-lembaga pemerintah ini dapat dibagi
dua, yaitu lembaga-lembaga pemerintah tingkat Pusat dan
lembaga-lembaga pemerintah tingkat Daerah. Lembaga-lembaga
penyelengara pemerintahan negara tersebut merupakan aparatur
pemerintah atau disebut juga sebagai birokrasi pemerintah. Presiden
bersama-sama lembaga-lembaga pemerintah menyelenggarakan
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional.
Tugas umum pemerintahan adalah tugas-tugas atau urusan-urusan
pemerintahan yang sejak dahulu dilaksanakan oleh pemerintah
dimana saja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masyarakat, seperti pemeliharaan keamanan dan ketertiban,
penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain.
Sedangkan tugas pembangunan adalah tugas-tugas atau urusan-
urusan dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan.
Dengan adanya lembaga-lembaga pemerintah ini, maka urusan-
urusan pemerintahan akan terbagi habis ke dalam lembaga lembaga
pemerintahan yang ada. Akan tetapi tidak harus setiap urusan
pemerintahan diwadahi dalam satu lembaga pemerintahan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
45
A. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
pemerintah adalah urusan-urusan yang menyangkut
terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara
keseluruhan.
Urusan pemerintahan yang menjadi Urusan Pemerintah tersebut
adalah:
1. Politik Luar Negeri , antara lain meliputi:
a. Mengangkat pejabat politik dan menunjuk warga negara
untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional;
b. Menetapkan kebijakan luar negeri;
c. Melaksanakan perjanjian dengan negara lain;
d. Menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri.
2. Pertahanan, antara lain meliputi:
a. Mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata;
b. Menyatakan damai dan perang;
c. Menyatakan negara atau sebagai wilayah negara dalam
keadaan bahaya;
d. Membangun dan mengembangkan sistem pertahanan
negara dan persenjataan;
e. Menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara
bagi setiap warga negara.
3. Keamanan, antara lain meliputi:
a. Mendirikan dan membentuk kepolisian negara;
b. Menetapkan kebijakan keamanan nasional;
c. Menindak setiap orang yang melanggar hukum negara;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
46
d. Menindak kelompok atau setiap organisasi yang
kegiatannya melanggar keamanan negara.
4. Moneter dan Fiskal, antara lain:
a. Mencetak uang dan menentukan nilai mata uang;
b. Menetapkan kebijakan moneter;
c. Mengendalikan peredaran uang.
5. Yustisi, antara lain:
a. Mendirikan lembaga peradilan;
b. Mengangkat hakim dan jaksa;
c. Mendirikan lembaga permasyarakatan;
d. Menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian,
memberi grasi, amnesti, abolisi, membentuk Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang
berskala nasional.
6. Agama, antara lain:
a. Menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara
nasional;
b. Memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu
agama;
c. Menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan
kehidupan keagamaan.
Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat
concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya
dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian
setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
47
urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian
urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian
urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota.
Dengan kata lain bahwa Pemerintah dapat:
a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;
b. Melimpahkan sebagai urusan pemerintahan kepada Gubernur
selaku Wakil Pemerintah; atau
c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah
dan/atau pemerintahan dengan berdasarkan asas tugas
pembantuan.
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent
secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah
Kabupaten dan Kota, maka disusun kriteria yang meliputi:
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan
mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan
pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Kriteria Eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian
urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat
yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka
urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan
Kabupaten/Kota, apabila regional menjadi kewenangan
Provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan
Pemerintah.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
48
Kriteria Akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian
urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat
pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah
tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan
dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan
demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber
daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan
ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai
dalam penyelenggaraan bagian urusan.
B. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Daerah Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan
wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah
urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar
seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan
hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan
urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan
potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang
meliputi:
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
49
2. Perencanaan, pemanfataan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial;
7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/ kota;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/ kota;
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota;
12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
50
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah Kabupaten/Kota merupakan urusan yang berskala
kabupaten/kota meliputi:
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Perencanaan, pemanfataan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penyelenggaraan pendidikan;
7. Penanggulangan masalah sosial;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan;
12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan
meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
51
Gambar V.1: Pembagian Urusan Pemerintahan Provinsi,
Kabupaten/Kota
Sumber: Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
C. Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa
Pemerintah Pusat atau Pemerintah adalah Presiden RI yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara RI. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, lembaga-lembaga pemerintah
tingkat pusat meliputi: Kementerian Negara, Lembaga
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
52
Pemerintah Non Departemen (LPND), Kesekretariatan yang
membantu Presiden; Kejaksaan Agung; Perwakilan RI di Luar
Negeri; Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara
RI (Polri); Badan/Lembaga Ekstra Struktural.
1. Kementerian Negara Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Negara, disebutkan bahwa Kementerian
Negara terdiri dari Kementerian Koordinator, Kementerian
Negara yang berbentuk Departemen dan Kementerian
Negara.
a. Kementerian Koordinator
Kedudukan
Kementerian Koordinator adalah unsur pelaksana
Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Tugas
Kementerian Koordinator mempunyai tugas membantu
Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan
penyusunan kebijakan, serta mensikronkan pelaksanaan
kebijakan di bidangnya.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian
Koordinator menyelenggarakan fungsi:
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
53
1) Koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan
di bidangnya;
2) Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
3) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagai
mana dimaksud pada huruf 1) dan 2);
4) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawabnya;
5) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
6) Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh
Presiden;
7) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan
pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu di bawah pimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada tiga
Kementerian Koordinator, yaitu: Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;
dan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat.
a). Kementerian Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan mengkoordinasikan:
Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar
Negeri, Departemen Pertahanan; Departemen Hukum
dan HAM; Kejaksaan Agung; BIN; TNI; POLRI;
dan Instansi yang dianggap perlu.
b). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
mengkoordinasikan: Departemen Keuangan; Depar
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
54
temen Energi dan SDM; Departemen Perindustrian;
Departemen Perdagangan; Departemen Pertanian;
Departemen Kehutanan; Departemen Perhubungan;
Departemen Kelautan dan Perikanan; Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Departemen
Pekerjaan Umum; Departemen Kominfo;
Kementerian Negara Ristek; Kementerian Negara
Koperasi dan UKM; Kementerian Negara
Pembangunan Daerah Tertinggal; dan Instansi yang
dianggap perlu.
c). Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat mengkoordinasikan: Departemen Kesehatan;
Departemen Diknas; Departemen Sosial;
Departemen Agama; Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata; Kementerian Negara Lingkungan Hidup;
Kementerian Negara PP; Kementerian Negara PAN;
Kementerian Negara Perumahan Rakyat; Kementeri
an Negara Pemuda dan Olah Raga; dan Intansi lain
yang dianggap perlu.
Susunan Organisasi
Kementerian Koordinator dibantu oleh:
1) Sekretariat Kementerian Koordinator;
2) Deputi;
3) Staf Ahli;
4) Di lingkungan Kementerian Koordinator dapat
diangkat tiga orang Staf Khusus Menteri (Perpres
No.62 Tahun 2005).
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
55
b. Departemen
Kedudukan
Departemen adalah unsur pelaksana Pemerintah yang
dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas
Departemen mempunyai tugas membantu Presiden
dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan.
Fungsi
Dalam pelaksanaan tugasnya, Departemen
menyelenggarakan fungsi:
1) Perumusan kebijakan nasional, kebijakan
pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidangnya;
2) Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan
bidang tugasnya;
3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawabnya;
4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan
pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009) ada 20
(dua puluh) Departemen, yaitu:
1) Departemen Dalam Negeri;
2) Departemen Luar Negeri;
3) Departemen Pertahanan;
4) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia;
5) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
56
6) Departemen Perindustrian;
7) Departemen Perdagangan;
8) Departemen Pertanian;
9) Departemen Kehutanan;
10) Departemen Perhubungan;
11) Departemen Kelautan dan Perikanan;
12) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
13) Departemen Pekerjaan Umum;
14) Departemen Kesehatan;
15) Departemen Pendidikan Nasional;
16) Departemen Sosial;
17) Departemen Agama;
18) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata;
19) Departemen Komunikasi dan Informatika;
20) Departemen Keuangan.
Susunan Organisasi
Departemen terdiri dari:
1) Menteri;
2) Sekretariat Jenderal, bertugas melaksanakan
pembinaan dan koordinasi pelaksanan tugas dan
administrasi Departemen;
3) Direktorat Jenderal, bertugas melaksanakan
rumusan dan pelaksanaan kebijakan serta
standardisasi teknis di bidangnya;
4) Inspektorat Jenderal, bertugas melaksanakan
pengawasan fungsional;
5) Badan dan/atau Pusat;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
57
6) Staf Ahli;
7) Di lingkungan Departemen dapat diangkat 3 (tiga)
orang Staf Khusus Menteri (Perpres No.62 Tahun
2005).
Departemen yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang tidak diserahkan kepada Daerah
dapat membentuk Instansi Vertikal yang ditetapkan
dengan Peraturan Presiden. Departemen secara selektif
dapat membentuk UPT sebagai pelaksana tugas teknis
operasional dan/atau tugas teknis penunjang.
c. Kementerian Negara
Kedudukan
Kementerian Negara adalah unsur pelaksana pemerintah
yang dipimpin oleh Menteri Negara yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas
Kementerian Negara mempunyai tugas membantu
Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di
bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Negara
menyelenggarakan fungsi:
1) Perumusan kebijakan nasional di bidangnya;
2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
mengabdi tanggung jawabnya;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
58
4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan
perimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden.
Berdasarkan Perpres No. 62 Tahun 2005, Kementerian
Negara Koperasi dan UKM, Kementerian Negara
Perumahan Rakyat, dan Kementerian Negara Pemuda
dan Olah Raga, di samping melaksanakan fungsi-fungsi
sebagaimana tersebut di atas, juga melaksanakan fungsi
teknis pelaksanaan/fungsi operasionalisasi kebijakan di
bidang masing-masing.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu, Kementerian Negara
terdiri dari:
1) Kementerian Negara Riset dan Teknologi;
2) Kementerian Negara Koperasi dan UKM;
3) Kementerian Negara Lingkungan Hidup;
4) Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan;
5) Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara;
6) Kementerian Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal;
7) Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas (Kepres No. 171/M/
Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Kepres No.
187/M/Tahun 2005);
8) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
59
9) Kementerian Negara Perumahan Rakyat;
10) Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga.
Susunan Organisasi
Kementerian Negara dibantu oleh:
1) Sekretariat Kementerian Negara;
2) Deputi;
3) Staf Ahli;
4) Dilingkungan Kementerian Negara dapat diangkat 3
(tiga) orang Staf Khusus Menteri (Perpres No. 62
Tahun 2005).
d. Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
LPND diatur dengan Keppres No. 103 Tahun 2001 yang
telah enam kali mengalami perubahan terakhir
perubahannya dengan Peraturan Presiden No. 64 Tahun
2005.
Kedudukan
LPND dalam Pemerintahan Negara RI adalah lembaga
pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan
tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. LPND berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas
LPND mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan tertentu dari Presiden sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Perpres No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan
Kelima atas Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
60
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja LPND, pada Pasal 3
menyebutkan bahwa LPND terdiri dari:
1) Lembaga Administrasi Negara (LAN);
2) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI);
3) Badan Kepegawaian Negara (BKN);
4) Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas);
5) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas);
6) Badan Pusat Statistik (BPS);
7) Badan Standarisasi Nasional (BSN);
8) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN);
9) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN);
10) Badan Intelijen Negara (BIN);
11) Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG);
12) Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN);
13) Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional
(LAPAN);
14) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL);
15) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP);
16) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);
17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT);
18) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);
19) Badan Pertanahan Nasional (BPN);
20) Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM);
21) Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS);
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
61
22) Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
Sesuai dengan Perpres No. 64 Tahun 2005, masing-
masing LPND melaksanakan tugasnya dikoordinasikan
oleh Menteri, yang meliputi:
1) Menteri Dalam Negeri bagi BPN;
2) Menteri Pertahanan bagi LEMHANAS dan
LEMSANEG;
3) Menteri Perdagangan bagi BKPM;
4) Menteri Kesehatan bagi BPOM dan BKKBN;
5) Menteri Pendidikan Nasional bagi PERPUSNAS;
6) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
bagi LAN, BKN, BPKP, dan ANRI;
7) Menteri Negara Riset dan Teknologi bagi LIPI,
LAPAN, BPPT, BATAN, BAPETEN, BAKOSUR
TANAL, dan BSN;
8) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
bagi BPS;
9) Menteri Perhubungan bagi BMG.
Dalam Keppres No. 103 Tahun 2001, Susunan Organisasi
LPND diatur sebagai berikut:
1) Kepala;
2) Bila dipandang perlu Kepala dapat dibantu oleh
seorang Wakil Kepala;
3) Sekretariat Utama, sebagai pelaksana fungsi
staf/penunjang dan mengkoordinasikan perencanaan,
pembinaan dan pengendalian terhadap program
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
62
administrasi dan sumber daya yang dipimpin oleh
seorang Sekretaris Utama;
4) Deputi, pelaksana fungsi lini dan membawahi
direktorat dan/atau pusat. Direktorat digunakan
sebagai nomenklatur unit yang fungsinya Pembinaan.
Sedangkan Pusat untuk unit yang fungsinya
pelaksanaan;
5) Unit pengawasan dapat berbentuk Inspektorat
Utama atau Inspektur, dan bertugas untuk
melaksanakan pengawasan fungsional.
e. Kesekretariatan Yang Membantu Presiden
1) Sekretariat Negara
Berdasarkan Kepres No. 117 Tahun 2000, Sekre
tariat negara adalah lembaga pemerintah yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas
untuk memberikan dukungan staf dan pelayanan
administrasi kepada Presiden selaku Kepala Negara
dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan
negara. Sekretariat Negara dipimpin oleh Sekretaris
Negara.
2) Sekretariat Kabinet
Berdasarkan Kepres No. 111 Tahun 2000, Sekretariat
Kabinet adalah lembaga pemerintah yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas
memberikan dukungan staf dan pelayanan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
63
administrasi kepada Presiden selaku Kepala
Pemerintahan dalam menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan negara. Sekretariat Kabinet dipimpin
oleh Sekretaris Kabinet.
f. Kejaksaan Agung
Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka di
bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
Undang-Undang. Kejaksaan adalah satu dan tidak
terpisahkan.
Pelaksanaan kekuasaan negara bidang penuntutan ini
diselenggarakan oleh Kejaksaaan Agung, Kejaksaan
Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara RI
dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan
negara RI.
Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi
dan dasar hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Kejaksaan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupa
ten/Kota yang dasar hukumnya meliputi wilayah daerah
kabupaten/kota yang dasar hukumnya meliputi wilayah
daerah kabupaten/kota.
Dalam hal tertentu di daerah hukum kejaksaan negeri
dapat dibentuk cabang Kejaksaan Negeri.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
64
a. Tugas dan Wewenang
Umum
1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas
dan wewenang:
a) Melakukan penuntutan;
b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan putusan lepas bersyarat;
d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan UU;
e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk
itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan kepengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
2) Di bidang perdata dan tata usaha negara,
kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk
dan atas nama negara atau pemerintah.
3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman
umum, kejaksaan turut menyelenggarakan
kegiatan:
a) Peningkatan kesadaran hukum;
b) Pengamanan kebijakan penegakkan hukum;
c) Pengawasan peredaran barang cetakan;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
65
d) Pengawasan aksi kepercayaan yang dapat
membahayakan masyarakat dan Negara;
e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau
penodaan agama;
f) Penelitian dan pengembangan hukum serta
statistik kriminal.
4) Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang
lain berdasarkan Undang-Undang.
5) Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana
yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi NAD sesuai
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
Khusus
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
1) Menetapkan serta mengendalikan kebijakan
penegakkan hukum dan keadilan dalam ruang
lingkup tugas dan wewenang kejaksaan.
2) Mengefektifkan proses penegakkan hukum yang
diberikan oleh Undang-undang.
3) Mengesampingkan perkara demi kepentingan
umum.
4) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum
kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana,
perdata, dan tata usaha negara.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
66
5) Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada
Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi
perkara pidana.
6) Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk
masuk atau keluar wilayah NKRI karena
keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
g. Perwakilan RI di Luar Negeri
Perwakilan RI di luar negeri adalah satu-satunya
Aparatur yang mewakili kepentingan Negara RI secara
keseluruhan di negara lain atau pada Organisasi
Internasional, dan dapat berupa Kedutaan Besar RI
(KBRI), Konsulat Jenderal RI (KONJENRI), Konsulat
RI, Perutusan Tetap RI (PTRI) pada PBB maupun
Perwakilan RI tertentu yang bersifat sementara.
Perwakilan RI terdiri atas Perwakilan Diplomatik dan
Perwakilan Konsulat.
1) Perwakilan Diplomatik
Cakupan kegiatan Perwakilan Diplomatik
menyangkut semua kepentingan Negara RI dan
wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara
penerima atau yang bidang kegiatannya meliputi
bidang kegiatan suatu Organisasi Internasional.
Perwakilan Diplomatik terdiri atas Kedutaan
Besar RI dan Perwakilan Tetap RI yang dipimpin
oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh dan bertanggung jawab kepada
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
67
Presiden selaku Kepala Negara melalui Menteri
Luar Negeri.
Tugas Pokok Perwakilan Diplomatik adalah
mewakili Negara RI dalam melaksanakan hubungan
diplomatik dengan negara penerima atau Organisasi
Internasional serta melindungi segenap kepentingan
negara dan warga negara RI di negara penerima
sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ditetapkan
dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku termasuk hukum dan tata cara hubungan
internasional.
2) Perwakilan Konsuler
Kegiatan Perwakilan Konsuler meliputi semua
kepentingan negara RI di bidang konsuler dan
mempunyai wilayah kerja tertentu dalam wilayah
negara penerima.
Perwakilan Konsuler terdiri atas Konsulat
Jenderal RI dan Konsulat RI yang dipimpin oleh
Konsul Jenderal dan Konsul, yang bertanggung
jawab kepada Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh, bertanggung jawab langsung
kepada Menteri Luar Negeri.
Tugas Pokok Perwakilan Konsuler adalah mewakili
negara RI dalam melaksanakan hubungan konsuler
dengan negara penerima di bidang perekonomian,
perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
68
pengetahuan serta mengeluarkan izin prinsip
penanaman modal asing di Indonesia untuk Menteri
Luar Negeri atas nama Menteri yang bertanggung
jawab di bidang investasi sesuai dengan kebijakan
pemerintah yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
h. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Peran, tugas, susunan dan kedudukan TNI secara pokok-
pokoknya diatur dalam TAP No. VI/MPR/2000 tentang
Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia; TAP No. VII/ MPR/2000
tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan kemudian
diatur dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004
tentang Tentara Nasional Indonesia.
Kedudukan
Sesuai dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004
kedudukan TNI diatur sebagai berikut:
1) Dalam pengesahan dan penggunaan kekuatan
militer , TNI berkedudukan di bawah Presiden.
2) Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta
dukungan administrasi; TNI di bawah koordinasi
Departemen Pertahanan.
TNI terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan
Laut, dan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan
tugasnya secara merata atau gabungan di bawah
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
69
pimpinan Panglima. Tiap-tiap angkatan (AD, AL, dan
AU) mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.
Peran
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan
yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan
kebijakan dan keputusan politik negara.
Fungsi
Sebagai alat pertahanan negara, TNI berfungsi sebagai:
1) penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer
dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri
terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa.
2) penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagai
mana tersebut butir 1.
3) pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang
terganggu akibat kekacauan keamanan.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, TNI merupakan
komponen utama Sistem Pertahanan Negara.
Tugas Pokok
TNI mempunyai tugas pokok untuk:
1) menegakkan kedaulatan Negara;
2) mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
3) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
70
Susunan Organisasi
Organisasi TNI terdiri dari:
1) Markas Besar TNI yang membawahkan: Markas
Besar TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI
Angkatan Laut, dan Markas Besar TNI Angkatan
Udara;
2) Markas Besar TNI terdiri dari: Unsur Pimpinan,
Unsur Pembantu Pimpinan, Unsur Pelayanan, Badan
Pelaksana Pusat, dan Komando Utama Operasi;
3) Markas Besar Angkatan terdiri atas Unsur Pimpinan,
Unsur Pembantu Pimpinan, Unsur Pelayanan, Badan
Pelaksana Pusat, dan Komando Utama Pembinaan.
TNI dipimpin oleh seorang Panglima yang diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat
persetujuan DPR.
Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf
Angkatan dan berkedudukan di bawah Panglima serta
bertanggung jawab kepada Panglima. Kepala Staf
Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas
usul Panglima.
i. Kepolisian Negara RI (POLRI)
Peran, tugas, susunan dan kedudukan POLRI,
sebagaimana TNI secara pokok-pokoknya diatur dalam
TAP No. VI/MPR/2000 dan TAP No. VII/MPR/2000.
Kemudian diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
71
Peran dan Tugas POLRI
POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat.
Selain tugas pokok tersebut di atas, POLRI juga
melaksanakan tugas bantuan:
1) dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada
TNI yang diatur dengan undang-undang;
2) turut secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan
kejahatan internasional sebagai anggota
International Criminal Police Organization –
Interpol;
3) membantu secara aktif tugas pemeliharaan
perdamaian dunia (peace keeping operation) di
bawah bendera PBB.
Susunan dan Kedudukan POLRI:
1) POLRI merupakan Kepolisian Nasional yang
organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat
pusat sampai tingkat daerah;
2) POLRI berada di bawah Presiden;
3) POLRI dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara RI
(KAPOLRI) yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
72
4) Anggota POLRI tunduk pada kekuasaan peradilan
umum.
j. Lembaga Kepolisian Nasional
1) Presiden dalam menetapkan arah kebijakan
Kepolisian Negara RI dibantu oleh Lembaga
Kepolisian Nasional, yang dibentuk oleh Presiden
yang diatur dengan undang-undang.
2) Lembaga Kepolisian Nasional memberikan
pertimbangan kepada Presiden dalam
pengangkatan dan pemberhentian KAPOLRI.
Keikutsertaan POLRI dalam penyelenggaraan negara:
1) POLRI bersikap netral dalam politik dan tidak
melibatkan diri pada kegiatan politis praktis;
2) Anggota POLRI dapat menduduki jabatan diluar
kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun
dari dinas kepolisian.
k. Badan / Lembaga Ekstra Struktural
Badan/Lembaga Ekstra Struktural pada dasarnya adalah
badan/lembaga yang bersifat penunjang dan/atau
pelengkap tatanan organisasi pemerintahan yang
melaksanakan fungsi-fungsi khusus di bidang tertentu
untuk menunjang pelaksanaan urusan pemerintahan.
Badan/ Lembaga ini secara organik tidak termasuk
dalam struktur organisasi Kementrian Negara
(Kementerian Koordinator, Departemen, Kementerian
Negara) dan atau LPND. Badan/Lembaga Ekstra
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
73
Struktural dapat dipimpin atau di Ketuai oleh Menteri,
bahkan Presiden atau Wakil Presiden.
Badan/Lembaga ini mempunyai karakteristik yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang
signifikan terletak pada dasar hukum pembentukannya.
Nomenklatur yang digunakan juga beragam seperti:
Dewan, Badan, Komisi, Komite, Lembaga, dan Tim.
Badan/Lembaga Ekstra Struktural yang terbentuk:
1) Dewan, antara lain: Dewan Ekonomi Nasional,
Dewan Ketahanan Pangan, Dewan Maritim
Nasional, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
2) Badan, antara lain: Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Pengungsi (BAKORNAS PBP), Badan Koordinasi
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BKPTKI),
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, Badan
Pertimbangan dan Pendidikan Nasional.
3) Komisi, antara lain: Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan
Umum (KPU), Komisi Ombudsman, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
4) Komite, antara lain: Komite Kebijakan Sektor
Keuangan, Komite Nasional Keselamatan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
74
Transportasi, Komite Olah Raga Nasional, Komite
Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran.
5) Lembaga, antara lain: Lembaga Sensor Film,
Lembaga Koordinasi Pangan Dalam Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.
D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah
Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Sedangkan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. Dengan demikian lembaga pemerintah
tingkat daerah disebut perangkat daerah sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu
oleh perangkat daerah.
Secara umum perangkat daerah terdiri dari:
1. Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan
koordinasi, diwadahi dalam Lembaga Sekretariat.
2. Unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat
spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah.
3. Unsur pelaksana urusan daerah, diwadahi dalam
Lembaga Dinas Daerah.
Perangkat Daerah Provinsi terdiri dari:
1. Sekretariat Daerah;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
75
2. Sekretariat DPRD;
3. Dinas Daerah; dan
4. Lembaga Teknis Daerah.
Perangkat Daerah Kabupaten / Kota, terdiri atas:
1. Sekretariat Daerah;
2. Sekretariat DPRD;
3. Dinas Daerah;
4. Lembaga Teknis Daerah;
5. Kecamatan; dan
6. Kelurahan.
Sekretariat Daerah
Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris
Daerah Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas
usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan
oleh Gubernur atas usul Bupati/ Walikota sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi persyaratan dan karena kedudukannya Sekretaris
Daerah sebagai pembina Pegawai Negeri Sipil di daerahnya.
Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban
membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, Sekretaris Daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
76
Sekretariat DPRD
Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris
DPRD diangkat dan diberhentikan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD.
Tugas Sekretaris DPRD adalah:
1. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;
2. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;
3. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD;
4. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang
diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan kemampuan keuangan daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat DPRD secara teknis
operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab
kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Dinas
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah
yang dipimpin oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas diangkat dan
diberhentikan oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil
yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
Lembaga Teknis Daerah
Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas
kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
77
daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis daerah berbentuk
badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.
Badan, Kantor, atau Rumah Sakit Umum Daerah masing-masing
dipimpin oleh Kepala yang diangkat oleh Kepala Daerah dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul
Sekretaris Daerah.
Kepala Badan, Kepala Kantor, atau Kepala Rumah Sakit Umum
Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui
Sekretaris Daerah.
Kecamatan
Kecamatan dibentuk di wilayah Kebupaten/Kota dengan
peraturan daerah (Perda) dengan berpedoman pada peraturan
pemerintah.
Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati
atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
Di samping itu, Camat juga menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan yang meliputi:
1. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentuan dan
ketertiban umum;
3. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakkan peraturan
perundang-undangan;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
78
4. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
5. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
di tingkat kecamatan;
6. Membina penyelenggaraan pemerintahan dasar dan/atau
kelurahan;
7. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan
pemerintahan daerah atau kelurahan.
Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota dari pegawai negeri sipil yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi
persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Camat dibantu oleh
Perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.
Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada Camat.
Kelurahan
Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan peraturan
daerah (Perda) pada Peraturan Pemerintah.
Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/ Walikota.
Di samping itu, Lurah mempunyai tugas:
1. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;
2. Pemberdayaan masyarakat;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
79
3. Pelayanan masyarakat;
4. Penyelenggaraan ketentuan dan ketertiban umum;
5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari
pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Lurah dibantu oleh
perangkat kelurahan dan bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui Camat. Perangkat kelurahan
bertanggung jawab kepada Lurah. Untuk kelancaran pelaksanaan
tugas lurah, pada kelurahan dapat dibentuk lembaga lainnya
sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk
suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang
perlu ditangani. Akan tetapi tidak berarti bahwa setiap
penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk atau
diwadahi dalam organisasi tersendiri.
Besaran organisasi atau susunan organisasi perangkat
daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor:
1. Kemampuan keuangan;
2. Kebutuhan daerah;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
80
3. Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus
diwujudkan;
4. Jenis dan banyaknya tugas;
5. Luas wilayah kerja dan kondisi geografis;
6. Jumlah dan kepadatan penduduk;
7. Potensi daerah yang bertahan dengan urusan yang akan
ditangani;
8. Sarana dan prasarana penunjang tugas.
Dengan demikian kebutuhan organisasi perangkat daerah bagi
masing-masing daerah tidak selalu sama.
Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu
(beban tugas, cakupan wilayah, jumlah pegawai) dan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah (catatan: pada waktu penulisan
modul ini Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah adalah PP No. 8 Tahun 2003 dalam proses
Revisi karena akan disesuaikan dengan makna Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 dan kondisi obyektif lainnya).
Pengendalian penataan organisasi perangkat daerah dalam
arti: penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
simplifikasi dilakukan oleh:
1. Pemerintah untuk perangkat daerah provinsi, dan
2. Gubernur untuk perangkat daerah Kabupaten/ Kota.
Dengan tetap berpedoman pada Peraturan pemerintah.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
81
E. Lembaga Perekonomian Negara Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara juga
dikenal adanya lembaga perekonomian negara yang disebut
dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD).
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) BUMN saat ini diatur dengan UU No.19 Tahun 2003.
BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan,
merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam Sistem
Perekonomian Nasional, di samping usaha swasta dan
koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN,
Swasta dan Koperasi melaksanakan peran saling mendukung
berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem
perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan
barang dan/atau jasa yang dipasarkan dalam rangka
mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.
Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor
dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum
diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga
mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan
publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar,
dan turut membantu pengembangan usaha kecil/
koperasi.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
82
BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan
negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis
pajak, dividen dan hasil privatisasi.
2. Maksud dan Tujuan Pendirian BUMN Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 19 Tahun
2003, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan
perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan
negara pada khususnya;
b. Mengejar keuntungan;
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
pengendalian barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi
dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak;
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum
dapat diselesaikan oleh sektor swasta dan koperasi;
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada
pengusaha golangan ekonomi lemah, koperasi dan
masyarakat.
3. Jenis BUMN BUMN terdiri dari: Perusahaan Perseroan (Persero) dan
Perusahaan Umum (Perum).
a. Perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi
dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 %
(lima puluh satu persen). Sahamnya dimiliki oleh
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
83
Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya
mengejar keuntungan.
b. Perusahaan Perseroan Terbuka yang selanjutnya
disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal
dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria
tertentu atau Persero yang melakukan penawaran
umum yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal.
Terhadap Persero Terbuka berlaku segala ketentuan dan
prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas
sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas.
Maksud dan Tujuan Pendirian Persero adalah
1) Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu
tinggi dan berdaya saing kuat;
2) Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai
perusahaan.
Organ Persero adalah: Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Direksi, dan Komisaris.
c. Perusahaan Umum (Perum) adalah BUMN yang
seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi
atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan
perusahaan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
84
Maksud dan Tujuan pendirian Perum adalah untuk
kemanfaatan umum berupa pengendalian barang
dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip
pengolahan perusahaan yang sehat.
Organ Perum adalah: Menteri, Direksi, dan Dewan
Pengawas.
d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004; Pasal 177
disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat memiliki
BUMD yang pembentukan penggabungan, pelepasan
kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan
dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Perusahaan Daerah dibentuk berdasarkan Undang
undang No. 5 Tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah
dan yang dimaksud adalah semua perusahaan yang
modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain
dengan atau berdasarkan undang-undang. Perusahaan
Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah.
Pembinaan umum terhadap Perusahaan Daerah
dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
85
Agar pengelolaan Perusahaan Daerah dapat
diselenggarakan secara efisien, efektif dan produktif,
sehingga benar-benar dapat menunjang perwujudan
otonomi seluas-luasnya, maka sambil menunggu
berlakunya undang-undang yang baru tentang
Perusahaan Daerah, sudah diterbitkan Instruksi Menteri
Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990 tentang Perubahan
Bentuk Badan Usaha Milik Daerah kedalam dua bentuk,
yaitu Perumda dan Perseroda.
a. Perumda (Perusahaan Umum Daerah – Public
Corporation/Service)
Didirikan dengan maksud, tujuan dan sifat usahanya
adalah mengutamakan penyelenggaraan pelayanan
umum (public service) di samping mencari
keuntungan sebagai sumber pendapatan asli daerah,
dengan tetap berpegang teguh pada: (1) syarat-syarat
efisiensi dan efektivitas, (2) prinsip-prinsip ekonomi
perusahaan dan (3) pelayanan yang baik pada
masyarakat.
b. Perseroda (Perusahaan Perseroan Daerah)
Maksud dan tujuan usaha Perseroda adalah untuk
memupuk keuntungan dalam arti baik pelayanan dan
pembinaan organisasinya harus secara efektif dan
efisien dengan orientasi bisnis.
F. Rangkuman
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara
pemerintah membentuk lembaga-lembaga pemerintah baik di
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
86
tingkat pusat maupun di tingkat daerah dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang terkait.
Setiap lembaga-lembaga pemerintah melaksanakan urusan
pemerintahan tertentu. Urusan-urusan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat adalah politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal, yustisi, dan agama.
Sedangkan urusan-urusan yang menjadi kewenangan daerah
terbagi kedalam dua pula, yaitu: urusan wajib dan urusan
pilihan.
Lembaga pemerintah tingkat pusat meliputi: Kementerian
Koordinator, Departemen, Kementerian Negara, LPND,
Kesekretariatan yang membantu Presiden, Kejaksaan Agung,
Perwakilan RI di Luar Negeri, TNI, POLRI, Lembaga Ekstra
Struktural. Lembaga pemerintah tingkat daerah meliputi:
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga
Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Lembaga
Perekonomian Negara meliputi: Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Derah. BUMN berbentuk Persero dan
Perum. Sedangkan BUMD berbentuk Persero dan Perumda.
Dasar utama penyusunan lembaga-lembaga pemerintah dalam
bentuk organisasi baik di tingkat pusat maupun di daerah adalah
adanya urusan pemerintahan yang harus ditangani. Namun tidak
semua urusan-urusan pemerintahan tersebut dibentuk dalam
organisasi tersendiri.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
87
G. Latihan
1. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat?
2. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah?
3. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah
tingkat Pusat?
4. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah
tingkat Daerah?
5. Apa tujuan dibentuknya Lembaga Perekonomian Negara?
88
BAB VI HUBUNGAN PRESIDEN DENGAN
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA LAINNYA DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN NEGARA
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terjadi hubungan
antara Presiden dengan Lembaga-Lembaga Negara yang lain.
Hubungan tersebut diatur dalam UUD 1945, UU No. 22 Tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD; UU
No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; UU No. 5 Tahun
2004 tentang MA, UU No. 5 Tahun 1973 tentang BPK; UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; dan peraturan perundang-
undangan lain yang terkait.
A. Hubungan Presiden Dengan MPR
1. Presiden dan wakil Presiden dilantik oleh MPR;
2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil
Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR;
Jika MPR dan DPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden
dan Wakil Presiden bersumpah atau berjanji di hadapan
Pimpinan MPR disaksikan oleh Pimpinan MA;
3. Apabila Wakil Presiden berhalangan, Presiden dan/atau DPR
dapat meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk
memilih Wakil Presiden;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
89
4. Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR
sebelum habis masa jabatannya, baik apabila telah terbukti
telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;
5. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden, MPR
memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh
Presiden;
6. Presiden dan Wakil Presiden menyampaikan penjelasan
dalam sidang paripurna MPR sebelum MPR memutuskan
usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden;
7. Presiden meresmikan keanggotaan MPR dengan Keputusan
Presiden.
B. Hubungan Presiden Dengan DPR
1. Presiden bekerjasama dengan DPR, tetapi tidak
bertanggungjawab kepada DPR dan tidak dapat membekukan
dan/atau membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat
memberhentikan Presiden;
2. DPR berkewajiban mengawasi tindakan-tindakan Presiden
dalam menjalankan UU;
3. Sebelum memangku jabatannya Presiden dan wakil Presiden
bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-
sungguh di hadapan MPR atau DPR;
4. DPR bersama Presiden menjalankan fungsi legislatif;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
90
5. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain;
6. Presiden mengangkat duta dan menerima penempatan duta
dari negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR;
7. Presiden memberi amnesti, abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR;
8. Presiden menetapkan Hakim Agung dan meresmikan
anggota BPK yang telah diplih dan disetujui DPR dan 3
orang hakim konstitusi yang diajukan DPR serta mengangkat
dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan
persetujuan DPR.
C. Hubungan Presiden Dengan DPD
1. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-
undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya dan belanja negara, pajak,
pendidikan dan agama yang dilaksanakan oleh Presiden;
2. Presiden meresmikan keanggotaan DPD;
3. Pimpinan DPD berkonsultasi dengan Presiden sesuai putusan
DPD.
D. Hubungan Presiden Dengan BPK
1. BPK memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara;
2. Presiden meresmikan Anggota BPK dari calon-calon yang
telah dipilih dan disetujui oleh DPR.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
91
E. Hubungan Presiden Dengan MA
1. MA dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum
kepada Presiden, baik diminta maupun tidak;
2. MA memberikan nasehat hukum kepada Presiden/ Kepala
Negara untuk pemberian/penolakan grasi dan rehabilitasi;
3. Hakim agung ditetapkan oleh Presiden atas calon yang
diusulkan oleh Komisi Yudisial dan telah disetujui DPR;
4. MA mengajukan tiga calon untuk ditetapkan sebagai Hakim
Konstitusi oleh Presiden.
F. Hubungan Presiden Dengan MK
1. MK memberikan putusan tentang dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden;
2. Presiden menetapkan hakim konstitusi;
3. Putusan MK mengenai pengujian Undang-Undang terhadap
UUD 1945 disampaikan kepada Presiden;
4. Putusan MK mengenai sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
disampaikan kepada Presiden;
5. Putusan MK mengenai perselisihan hasil Pemilu
disampaikan kepada Presiden.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
92
G. Hubungan Presiden Dengan Bank Indonesia (BI) 1. BI bertindak sebagai pemegang Kas Pemerintah;
2. Untuk dan atas nama Pemerintah, BI dapat menerima
pinjaman luar negeri, menatausahakan serta menyelesaikan
tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak
luar negeri;
3. Pemerintah wajib meminta pendapat BI dan atau
mengundangnya dalam sidang kabinet yang membahas
masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan
dengan tugas BI, atau masalah lain yang termasuk
kewenangan BI;
4. Di samping wajib berkonsultasi dengan DPR, dalam hal
pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara,
Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan BI;
5. BI dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang
diterbitkan Pemerintah;
6. BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang
negara, kecuali di pasar sekunder dinyatakan batal demi
hukum;
7. BI dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. Dalam
hal BI melanggar ketentuan tersebut, perjanjian pemberian
kredit kepada Pemerintah itu batal demi hukum;
8. Rapat Dewan Gubernur untuk menetapkan kebijakan Umum
di bidang moneter dapat dihadiri oleh seorang menteri atau
lebih yang mewakili Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak
suara;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
93
9. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan
diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sedangkan
Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR;
10. Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum tahun
anggaran, Dewan Gubernur menyampaikan anggaran BI
yang telah ditetapkan Pemerintah dan DPR.
H. Rangkuman
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, Presiden/
Pemerintah mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga
negara lain, sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, dan
berbagai Undang-Undang yang terkait.
I. Latihan
1. Dalam UUD 1945, dimana fungsi pengawasan oleh DPR
terhadap Presiden/Pemerintah, itu disebutkan? Dan
pengawasan apakah yang dilakukan oleh DPR itu?
2. Mengapa dikatakan bahwa DPR bersama Presiden
mengajukan fungsi legislatif?
3. Apakah MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil
Presiden?
4. Apa peran Mahkamah Konstitusi dalam hal pemberhentian
Presiden?
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
94
5. Apakah DPD dapat melakukan pengawasan pelaksan an UU
yang dilakukan Presiden selain pelaksanaan UU mengenai
Otonomi Daerah? Pengawasan apa saja selain pelaksanaaan
UU mengenai Otonomi Daerah yang dapat dilakukan oleh
DPD terhadap Presiden?
6. Mengapa BI dikatakan sebagai pemegang kas pemerintah?
95
BAB VII PROSES MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
Dalam modul ini uraian tentang proses manajemen pemerintahan
mencakup empat aspek, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan.
A. Perencanaan Landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah Undang-
Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan
tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan
melibatkan masyarakat. Perencanaan Pembangunan Nasional
terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara
terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan
pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
96
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:
1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan;
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik
antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi
pemerintah maupun antar Pusat dan Derah;
3. Menjamin keterkaitan dan konstitusi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat;
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara
efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Sebagai tindak lanjut dari UU No. 25 Tahun 2004 ini, Presiden
mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional
Tahun 2004 – 2009.
RPJM Nasional Tahun 2004 – 2009 merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang
dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004.
RPJM Nasional ini menjadi pedoman bagi:
1. Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga;
2. Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah;
3. Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
97
Tahap-Tahap Perencanaan Pembangunan:
1. Penyusunan Rencana Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu
sistem rencana yang siap untuk ditetapkan, yang terdiri dari 4
(empat) langkah yaitu:
a. Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat
teknokratik, menyeluruh, dan terukur;
b. Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan
rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada
rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan;
c. Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan
rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing
jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan
pembangunan;
d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2. Penetapan Rencana Menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak
untuk melaksanakannya.
Menurut UU No. 25 Tahun 2004, Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional/Daerah (20 Tahun) ditetapkan
sebagai UU/Perda, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional/Daerah (5 Tahun) ditetapkan sebagai
Perpres/Kepala Daerah, dan Rencana Pembangunan
Tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Perpres/
Kepala Daerah.
3. Pengendalian Pelaksanaan Rencana Dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan
sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
98
melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian
selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Selanjutnya, Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan
menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana
pembangunan dari masing-masing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah
sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
4. Evaluasi Pelaksanaan Rencana Bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara
sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan
informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan
kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan
berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum
dalam dokumen rencana pembangunan.
B. Pengorganisasian Fungsi pengorganisasian sangat erat kaitannya dengan fungsi
perencanaan. Pengorganisasan dapat diartikan sebagai
penetapan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan,
pengelompokkan tugas-tugas dan pembagian pekerjaan
kepada setiap pegawai dan penetapan hubungan-hubungan
kerja. Misalnya jika pengorganisasian dilaksanakan dengan baik,
maka organisasi yang dihasilkannyapun akan lebih baik dan
tujuan organisasi relatif akan mudah dicapai.
Untuk membentuk atau menyempurnakan
organisasi/kelembagaan perlu diperhatikan prinsip
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
99
pengorganisasian dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional
lainnya seperti ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dari hasil analisis jabatan.
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
21 Tahun 1990 tentang Pedoman dan Proses Pembentukan atau
Penyempurnaan Kelembagaan di lingkungan Instansi Pemerintah
Pusat, Perwakilan RI diluar negeri dan pemerintah di Daerah,
disebutkan prinsip-prinsip pengorganisasian sebagai berikut:
1. Prinsip Pembagian Habis Tugas Prinsip ini dimaksudkan agar supaya tugas pokok dan fungsi
pemerintah terbagi habis dalam Departemen-Departemen dan
Lembaga-Lembaga Non Departemen, sehingga
bagaimanapun cara yang dipergunakan untuk menyusun
organisasi aparatur pemerintah secara fungsional, ada yang
mengurus dan bertanggung jawab atas setiap fungsi.
2. Prinsip Perumusan Tugas Pokok dan Fungsi Yang
Jelas Usaha yang sungguh-sungguh harus dilaksanakan untuk
menjamin bahwa tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah
adalah jelas, sehingga dapat dihindarkan timbulnya duplikasi,
ataupun overlapping atau paling tidak dapat dikurangi.
3. Prinsip Fungsionalisasi Prinsip fungsionalisasi dimaksudkan di dalam
penyelenggaraan pemerintahan ada organisasi yang secara
fungsional bertanggung jawab atas sesuatu bidang dan tugas
pemerintahan dan prinsip ini juga menentukan batas-batas
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
100
kewenangannya. Dalam kerjasama dengan instansi lain
fungsionalisasi menentukan instansi mana yang harus
memprakarsai kerjasama tersebut.
4. Prinsip Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi Mengingat bahwa tidak ada satupun kegiatan pemerintahan,
baik tugas umum pemerintahan maupun pembangunan yang
sepenuhnya dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi
pemerintah saja, maka mutlak diperlukan organisasi yang
benar-benar sadar terhadap kerjasama dengan instansi lain.
Lebih-lebih kegiatan pembangunan pada dasarnya harus
ditangani secara multi fungsional dan interdisipliner, baik di
dalam perumusan kebijakan maupun pelaksanaannya.
Kebijakan-kebijakan yang dirumuskan oleh berbagai instansi
harus serasi satu sama lainnya (mutually consistent policies).
5. Prinsip Kontinuitas Pelaksanaan kegiatan pemerintah yang efektif dan efisien
akan lebih terjamin apabila ada kontinuitas dalam perumus
an kebijakan, perencanaan penyusunan program dan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional. Aparatur
pemerintah tidak seharusnya menggantungkan diri pada
individu pejabat tetapi kepada kelangsungan kelembagaan.
6. Prinsip Lini dan Staf Bentuk organisasi yang dipandang baik yaitu apabila
menggunakan bentuk lini dan staf. Bentuk ini dipandang
cocok untuk digunakan di Indonesia terutama karena dengan
bentuk lini dan staf terdapat pembagian tugas dan fungsi
yang jelas antara unit-unit organisasi yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan tugas pokok organisasi dengan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
101
unit-unit organisasi yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan kegiatan yang bersifat penunjang.
7. Prinsip Kesederhanaan Organisasi yang efektif adalah organisasi yang bentuknya
sederhana dalam arti bahwa bentuknya disesuaikan dengan
tugas pokok dan fungsi, besar kecilnya organisasi itu
ditentukan oleh beban kerja yang harus dilaksanakan.
8. Prinsip Fleksibilitas Fleksibilitas menghendaki agar organisasi dapat mengikuti
dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan
keadaaan sehingga dapat dihindari kekacauan dalam
pelaksanaan tugasnya.
9. Prinsip Pendelegasian Wewenang Yang Jelas Mengingat luasnya wilayah Republik Indonesia dan
mengingat pula kondisi geografisnya, maka perlu ada
pendelegasian wewenang pelaksanaan tugas-tugas umum
pemerintahan maupun pembangunan kepada unit organisasi
atau pejabat pada eselon ditingkat bawah untuk bertindak
secara efektif tanpa setiap kali memerlukan petunjuk dari
pusat.
10. Prinsip Pengelompokkan Yang Homogen Karena sedemikian luasnya tugas-tugas yang harus dilakukan
oleh pemerintah baik tugas umum pemerintahan maupun
pembangunan, maka sudah barang tentu tidak semua tugas
tersebut dapat dituangkan kedalam bentuk Departemen
pemerintahan atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Oleh karena itu, sesuai pula dengan prinsip kesederhanaan
maka pengelompokkan tugas-tugas harus diusahakan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
102
sehomogen mungkin, karena dengan demikian maka prinsip
KIS akan dapat diterapkan dengan lebih mudah.
11. Prinsip Rentang/Jenjang Pengendalian Mengingat terbatasnya kemampuan seseorang
pimpinan/atasan untuk mengadakan pengendalian terhadap
bawahannya, maka perlu diperhitungkan secara rasional
dalam menentukan jumlah unit atau orang yang di bawahkan
oleh seorang pejabat pimpinan.
12. Prinsip Akordion Pada prinsipnya kegiatan pemerintah baik berupa tugas
umum pemerintahan maupun pembangunan dapat diperluas
atau dipersempit sesuai dengan beban kerja/kondisi dan
situasi, demikian pula susunan organisasinya.
C. Pelaksanaan Dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan, setiap aparatur pemerintah atau lembaga-lembaga
pemerintah bertugas melaksanakan sebagian tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan di bidang masing-masing.
Namun demikian tujuan dan sasaran yang harus dicapai oleh
pemerintah selalu menyangkut kegiatan-kegiatan atau tugas lebih
dari satu aparatur pemerintah. Oleh karena itu dalam pencapaian
tujuan atau sasaran tersebut perlu dilakukan pendekatan multi
fungsional. Artinya bahwa setiap persoalan harus ditinjau dari
berbagai fungsi aparatur pemerintah yang terkait, baik antar dan
antara instansi ditingkat pusat maupun daerah. Dengan demikian
setiap pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
103
pembangunan mau tidak mau melibatkan berbagai aparatur
pemerintah yang terkait sebagaimana dimaksud di atas.
Sehubungan dengan itu baik dalam rangka pelaksanaan tugas-
tugas umum pemerintahan maupun dalam rangka menggerakkan
dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kegiatan aparatur
pemerintah perlu dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk
mencegah timbulnya tumpang tindih, perbenturan,
kesimpangsiuran dan atau kekacauan. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pemerintahan, koordinasi
antar kegiatan aparatur pemerintah harus dilakukan.
Atas dasar hal tersebut maka koordinasi dalam pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan pada hakekatnya merupakan
upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan
menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang
saling berkaitan, beserta segenap gerak, langkah dan
waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran
bersama. Koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari proses
perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada
pengawasan dan pengendaliannya.
1. Jenis Koordinasi Koordinasi dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan
dapat dibedakan atas:
a. Koordinasi hierarkis (vertical) yang dilakukan oleh
seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi
pemerintah terhadap pejabat (pegawai) atau instansi
bawahannya. Misalnya Kepala Biro terhadap Kepala
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
104
Bagian dalam lingkungannya, Direktur Jenderal terhadap
Kepala Direktorat dan sebagainya.
b. Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh seorang
pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi
lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasar kan asas
fungsionalisasi. Dalam Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal di Daerah, koordinasi ini disebut dengan
koordinasi instansional. Koordinasi ini dapat dibedakan
atas koordinasi fungsional horizontal, koordinasi
fungsional diagonal dan koordinasi fungsional terito
rial.
1) Koordinasi fungsional horizontal, dilakukan oleh
seorang pejabat atau suatu unit/instansi terhadap
pejabat atau unit/instansi lain yang setingkat.
Misalnya Sekretaris Jenderal mengkoordinasikan
para Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan
Kepala Badan dalam menyusun rencana
dilingkungan departemennya. Dinas Kesehatan
mengkoordinasikan kegiatan Dinas Pendidikan dan
Pengajaran, Dinas Kebersihan dan lain-lain yang
mempunyai kaitan tugas dengan pelaksanaan
program kesehatan.
2) Koordinasi fungsional diagonal, dilakukan oleh
seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau
instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi
bukan bawahannya. Misalnya Biro Keuangan pada
Sekretariat Jenderal mengkoordinasikan kegiatan-
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
105
kegiatan Bagian Keuangan dari Sekretariat
Direktorat Jenderal dalam lingkungan departemen
yang bersangkutan, Badan Kepegawaian Negara
mengkoordinasikan Biro-Biro Kepegawaian pada
Departemen atau Instansi Pemerintah lainnya dalam
bidang Kepegawaian;
3) Koordinasi fungsional teritorial , dilakukan oleh
seorang pejabat pimpinan atau instansi lainnya yang
berada dalam suatu wilayah (teritorial) tertentu
dimana semua urusan yang ada dalam wilayah
(teritorial) tersebut menjadi wewenang atau tanggung
jawab pejabat/pimpinan yang bersangkutan.
Misalnya, koordinasi yang dilakukan oleh
Administrator Pelabuhan, koordinasi oleh Pembina
Lokasi Transmigrasi yang belum diserahkan kepada
pemerintah daerah, koordinasi oleh Gubernur selaku
kepala wilayah, wakil Pemerintah Pusat terhadap
instansi-instansi vertikal yang ada diwilayahnya.
2. Pedoman Koordinasi Beberapa hal yang perlu diperhatikan atau dipedomani dalam
koordinasi antara lain:
a. Koordinasi sudah harus dimulai pada saat perumusan
kebijakan;
b. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja
mana yang secara fungsional berwenang dan
bertanggungjawab atas sesuatu masalah;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
106
c. Pejabat atau instansi yang secara fungsional berwenang
dan bertanggungjawab menangani sesuatu masalah,
berkewajiban memprakarsai penyelenggaraan
koordinasi;
d. Perlu kejelasan wewenang, tanggung jawab dan tugas
unit/instansi yang terkait;
e. Perlu dirumuskan program kerja organisasi secara jelas
yang memperlihatkan keserasian kegiatan di antara
satuan-satuan kerja;
f. Perlu ditetapkan prosedur dan tata cara melaksanakan
koordinasi;
g. Perlu dikembangkan komunikasi dan konsultasi timbal-
balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan
kerjasama;
h. Koordinasi akan lebih efektif apabila pejabat yang
berkewajiban mengkoordinasikan mempunyai
kemampuan kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi;
i. Dalam pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana
koordinasi yang paling tepat.
3. Sarana atau Mekanisme Koordinasi a. Kebijakan
Kebijakan sebagai alat koordinasi memberikan arah
tujuan yang harus dicapai oleh segenap organisasi atau
instansi sebagai pedoman, pegangan atau bimbingan
untuk mencapai kesepakatan sehingga tercapai
keterpaduan, keselarasan dan keserasian dalam
pencapaian tujuan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
107
b. Rencana
Rencana dapat digunakan sebagai alat koordinasi karena
di dalam rencana yang baik tertuang secara jelas,
sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, orang yang
melaksanakan dan alokasi.
c. Prosedur dan Tata Kerja
Prosedur dan tata kerja pada prinsipnya dapat digunakan
sebagai alat untuk kegiatan yang sifatnya berulang-
ulang. Prosedur dan tata kerja dapat digunakan sebagai
alat koordinasi karena di dalamnya memuat ketentuan
siapa melakukan apa, kapan dilaksanakan dan dengan
siapa harus berhubungan. Untuk itu prosedur perlu
dituangkan dalam manual, petunjuk pelaksanaan
(juklak), petunjuk teknis (juknis) atau pedoman kerja
agar mudah diikuti oleh semua pihak-pihak yang
berkepentingan.
d. Rapat (Briefing)
Untuk menyatukan bahasa dan saling pengertian
mengenai sesuatu masalah, rapat dapat digunakan
sebagai sarana koordinasi. Rapat sabagai sarana
koordinasi digunakan uuntuk memberikan pengarahan,
memperjelas atau menegaskan kebijakan sesuatu
masalah.
e. Surat Keputusan Bersama (SKB)/Surat Edaran
Bersama (SEB)
Untuk memperlancar penyelesaian sesuatu kegiatan
yang tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi,
dapat diterbitkan Surat Keputusan Bersama atau Surat
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
108
Edaran Bersama. Sarana koordinasi ini sangat efektif
dalam mewujudkan kesepakatan dan kesatuan gerak
dalam pelaksanaan tugas antara dua atau lebih instansi
yang terkait. Namun demikian, SKB/SEB perlu
ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis yang disusun oleh masing-masing
instansi secara serasi dan saling menunjang.
f. Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas atau
Satuan Tugas
Apabila sesuatu kegiatan yang dilakukan bersifat
kompleks, mendesak, multisektor, multidisiplin,
multifungsi sehingga asas fungsionalisasi secara teknis
operasional sulit dilaksanakan, maka untuk lebih
memantapkan koordinasi dapat dibentuk Tim, Panitia,
Kelompok Kerja, Gugus Tugas atau Satuan Tugas yang
bersifat sementara dengan anggota-anggota dari
berbagai instansi terkait.
g. Dewan atau Badan
Dewan atau Badan sebagai sarana koordinasi, untuk
menangani masalah yang sifatnya kompleks, sulit dan
terus menerus, serta belum ada sesuatu instansi yang
secara fungsional menangani atau tidak mungkin
dilaksanakan oleh sesuatu instansi fungsional yang
sudah ada. Misalnya, Dewan Ketahanan Pangan, Dewan
Maritim Nasional, Badan Pertimbangan Pendidikan
Nasional, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS
PBP).
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
109
h. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap
(SAMSAT atau One Roof System) dan Sistem
Pelayanan Satu Pintu (One Door Service):
1) SAMSAT dibentuk untuk memperlancar dan
mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat
yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu atap.
Misalnya dalam pengurusan surat-surat kendaraan
bermotor, pelayanan pembayaran pajak kendaran
bermotor dan bea balik nama diberikan oleh Dinas
Pendapatan Daerah, asuransi kecelakaan lalu lintas
oleh Perum Asuransi Jasa Raharja, sedangkan
pengurusan surat-surat kendaraan bermotor seperti
BPKB dan plat nomor serta STNK diberikan
kepolisian, yang semuanya dilakukan pada satu
tempat;
2) Sistem pelayanan satu pintu diselenggarakan untuk
memperlancar dan mempercepat pelayanan
kepentingan masyarakat oleh satu instansi yang
mewakili berbagai instansi lain yang masing-masing
mempunyai kewenangan tertentu atas sebagian
urusan yang harus diselesaikan. Misalnya dalam
proses penanaman modal yang dilakukan oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal;
3) Baik pelayanan satu atap maupun satu pintu
dimaksudkan juga untuk mempermudah masyarakat
dalam mengurus kepentingannya yang melibatkan
berbagai instansi.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
110
4. Pelaksanaan Koordinasi dalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
a. Sidang Kabinet
Sidang Kabinet adalah suatu forum koordinasi tertinggi
yang dipimpin langsung oleh Presiden. Sidang Kabinet
itu ada dua macam:
1) Sidang Kabinet Paripurna yaitu Sidang Kabinet
lengkap yang dihadiri oleh seluruh anggota Kabinet
dan pejabat-pejabat lain yang dianggap perlu oleh
Presiden.
2) Sidang Kabinet Terbatas yaitu Sidang Kabinet
yang dihadiri oleh Menteri-menteri tertentu sesuai
dengan bidang yang akan dibahas. Sidang Kabinet
ini dihadiri pula oleh pejabat lainnya yang bukan
Menteri yang ditunjuk oleh Presiden.
b. Rapat di Lingkungan Menteri Koordinator
Oleh karena menteri-menteri yang harus
dikoordinasikan oleh Presiden jumlahnya banyak,
dengan beraneka ragam permasalahan, maka Presiden
mengangkat Menteri Koordinator, seperti dalam Kabinet
Indonesia Bersatu sekarang ini ada Menteri Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan; Menteri Koordinator
Perkonomian; dan Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat. Rapat-rapat Menteri Koordinator sesuai dengan
bidangnya dipimpin oleh Menko yang bersangkutan
dengan dihadiri oleh Menteri dan pejabat-pejabat lain
bukan Menteri yang tugasnya berkaitan erat dengan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
111
bidang permasalahan yang sedang dibahas. Hasil rapat-
rapat Menteri Koordinator yang dipimpin oleh Menteri
Koordinator ini dilaporkan kepada Presiden.
c. Koordinasi antara Departemen/Instansi pemerintah
Tingkat Pusat
Dilaksanakan antara Departemen/Instansi Pemerintah
Tingkat Pusat yang satu dengan Departemen/Instansi
Pemerintah Tingkat Pusat lainnya, yang dalam pelaksa
naannya dapat terjadi baik tanpa wadah tertentu,
maupun dengan menggunakan suatu wadah seperti
Rapat Koordinasi Sektor-sektor, Panitia-panitia Antar-
Departemen dan lain-lain.
Pola koordinasi tersebut berlaku pula untuk koordinasi
antara suatu satuan organisasi dalam suatu
Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat dengan
satuan organisasi Departemen/Instansi Pemerintah
Tingkat Pusat lainnya. Peningkatan koordinasi tersebut
merupakan suatu keharusan dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.
d. Koordinasi Aparatur Pemerintah Pusat di Luar
Negeri
Untuk melaksanakan kebijakan hubungan Luar Negeri
antara lain dibentuk perwakilan Pemerintah Republik
Indonesia di Luar Negeri yang pembinaannya dilakukan
oleh Departemen Luar Negeri.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
112
Sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia,
perwakilan-perwakilan di luar negeri itu mempunyai
hubungan fungsional dengan instansi-instansi
Pemerintah Tingkat Pusat. Jika dipandang perlu instansi-
instansi tersebut dapat mempunyai Atase di dalam
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri di
Negara-negara tertentu sesuai dengan kebutuhan, seperti
Atase Kebudayaan, Atase Pertahanan, setelah
berkonsultasi dengan Departemen Luar Negeri. Dalam
pelaksanaan tugasnya di Luar Negeri, para Atase
tersebut dikoordinasikan oleh Kepala Perwakilan RI
setempat.
e. Koordinasi Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah
Daerah
1) Selaku aparatur pusat yang secara fungsional
membantu Presiden dalam urusan-urusan daerah
pada umumnya, Menteri Dalam Negeri
a) Secara fungsional horizontal mengkoordinasikan
departemen dan instansi tingkat pusat lainnya
sepanjang mengenai masalah-masalah umum di
daerah;
b) Secara fungsional diagonal mengkoordinasikan
provinsi, kabupaten dan kota.
2) Menteri/Departemen dan instansi teknis
melakukan koordinasi baik terhadap instansi pusat
lainnya (koordinasi fungsional horizontal) maupun
terhadap provinsi, kabupaten dan kota (koordinasi
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
113
fungsional diagonal) sepanjang mengenai bidang
tugas pokoknya.
f. Koordinasi Tingkat Daerah
1) Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat
melakukan koordinasi fungsional teritorial di
samping terhadap instansi vertikal, juga terhadap
Bupati dan Walikota;
2) Kepala Daerah, di samping mengkoordinasikan
aparatur daerahnya sendiri (koordinasi hierarkis),
berwenang pula secara operasional
mengkoordinasikan instansi-instansi lain yang
berada di daerahnya (koordinasi fungsional
teritorial).
5. Koordinasi dan Hubungan Kerja Koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua hal yang
tidak identik, namun sulit untuk dibedakan secara tegas,
apalagi dipisahkan. Untuk mengefektifkan koordinasi
mutlak diperlukan adanya hubungan kerja, baik formal
maupun informal.
Koordinasi selalu bersifat hubungan kerja, namun
demikian, hubungan kerja tidak selalu bersifat
koordinatif , karena hubungan kerja dapat pula bersifat
konsultatif dan informatif saja.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
114
D. Pengawasan Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang
merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan
menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas
organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai
dengan rencana, kebijakan, instruksi dan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan sebagai fungsi
manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap
pimpinan pada tingkat manapun. Hakekat pengawasan adalah
untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan,
pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan
kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta
pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Jenis-Jenis Pengawasan
a. Pengawasan Melekat (Waskat)
Waskat menurut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989
adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan
langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau
represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut
berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana
kegiatan dan peraturan perundangan yang berlaku.
Berhasil tidaknya pencapaian tujuan dan pelaksanaan
tugas-tugas suatu organisasi, atau baik buruknya citra
suatu organisasi dalam pandangan masyarakat adalah
merupakan tanggung jawab atasan langsung/pimpinan
nya. Demikian pula, masalah-masalah yang telah, sedang
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
115
dan mungkin akan dihadapi, termasuk bagaimana
kualitas orang-orang yang ada dalam organisasi
semuanya menjadi tanggungjawab pimpinan untuk
menyelesaikan dan membinanya sebaik mungkin.
Setiap pimpinan instansi pemerintah ataupun pimpinan
satuan/unit kerja termasuk pimpinan proyek, pimpinan
kelompok kerja yang ada dalam organisasi tersebut
memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang melekat
pada dirinya mengawasi pelaksanaan kegiatan diorgani
sasinya. Untuk itu pimpinan harus selalu berusaha sedini
mungkin dapat memonitor dan mengetahui kemungkinan
akan terjadinya penyimpangan, hambatan, kesalahan dan
atau kegagalan dari pelaksanaan tugas-tugas satuan kerja
yang dipimpinnya dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi secara keseluruhan.
Selanjutnya pimpinan berkewajiban pula untuk secepat
mungkin mengadakan langkah-langkah tindak lanjut
(follow up) guna dapat meniadakan dan mencegah
terjadinya atau berlanjutnya keadaan tersebut. Pimpinan
juga perlu berusaha untuk mempertahankan hal-hal yang
sudah baik, dan bahkan bila masih mungkin juga
meningkatkannya. Semuanya itu hanya dapat
diwujudkan dengan baik, kalau pimpinan melakukan
pengawasan sendiri dengan sebaik-baiknya atas kegiatan
organisasi dan bawahan yang dipimpinnya.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
116
Sasaran Waskat:
1) Meningkatkan disiplin, prestasi kerja, pencapaian
sasaran pelaksanaan tugas;
2) Menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan
wewenang;
3) Menekan hingga sekecil mungkin kebocoran,
pemborosan keuangan negara dan segala bentuk
pungutan liar;
4) Mempercepat penyelesaian perizinan dan
peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
5) Mempercepat penyusunan kepegawaian sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku.
Prinsip-Prinsip Pokok Waskat
Agar pelaksanaan Waskat dapat tercapai dengan baik,
maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pokoknya, yaitu:
1) Berjenjang
Pada prinsipnya Waskat dilakukan secara berjenjang.
Namun demikian setiap pimpinan pada saat-saat
tertentu dapat melakukan Waskat pada setiap jenjang
yang ada di bawahnya.
2) Kesadaran dan Kewajiban
Waskat harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan
secara sadar dan wajar sebagai salah satu fungsi
manajemen yang penting dan tak terpisahkan dari
perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
117
3) Pencegahan
Waskat lebih diarahkan pada usaha pencegahan
terhadap penyimpangan, karena itu perlu ada sistem
yang jelas yang dapat mencegah terjadinya
penyimpangan. Dalam setiap fungsi manajemen
perlu dilakukan Waskat untuk menjamin agar tujuan
dapat dicapai secara efisien dan efektif.
4) Pembinaan
Waskat harus bersifat membina, karena itu
penentuan adanya suatu penyimpangan harus
didasarkan pada kriteria yang jelas dan
penyimpangan tersebut harus dapat dideteksi sedini
mungkin.
5) Obyektif
Tindak lanjut terhadap temuan-temuan dalam
Waskat harus dilakukan secara tepat dan tertib,
didasarkan pada penilaian yang obyektif melalui
analisis yang cermat sesuai dengan kebijakan dan
peraturan perundangan yang berlaku termasuk tindak
lanjut berupa penghargaan bagi pegawai yang
berprestasi baik.
6) Terus Menerus
Waskat harus merupakan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai
kegiatan rutin sehari-hari dalam rangka pelaksanaan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
118
7) Sistematis
Waskat harus dilaksanakan secara tertib dan teratur,
mengikuti prosedur dan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
8) Diterministik
Waskat merupakan pengawasan yang pokok dan
menentukan, sedangkan pengawasan-pengawasan
lainnya menunjukkan keberhasilan Waskat.
Di samping memperhatikan prinsip-prinsip Waskat,
dalam pelaksanaan Waskat baik pimpinan manapun
bawahan harus pula berpedoman pada Sarana Waskat
(Sarwaskat), yaitu: struktur organisasi, kebijakan
pelaksanaan, rencana kerja, prosedur kerja dan
pencatatan hasil kerja dan pelaporan.
Dengan berpedoman pada Sarwaskat ini, pimpinan dapat
dengan mudah memastikan:
1) Apakah bawahan telah bekerja sesuai dengan bidang
pekerjaan, wewenang dan tanggung jawabnya;
2) Apakah bawahan telah melaksanakan
tugas/pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab
dengan hasil yang baik.
b. Pengawasan Fungsional (Wasnal)
Wasnal adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparat/pegawai yang tugas pokoknya khusus membantu
pimpinan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
119
Wasnal pada dasarnya bersifat intern. Oleh karena itu,
aparat Wasnal dalam suatu instansi secara umum disebut
Satuan Pengawasan Intern (SPI).
Pada dasarnya peranan SPI atau aparat wasnal hanyalah
membantu pimpinan agar dapat melakukan
manajemennya, melakukan Waskat atau
pengendaliannya dengan baik. Dengan demikian, SPI
melaksanakan pengawasan atas nama pimpinan.
Beda dengan Waskat, aparat Wasnal tidak berwenang
mengambil tindak lanjut sendiri. Untuk hal-hal yang
bersifat teknis dan tidak prinsipil, aparat wasnal dapat
langsung memberikan petunjuk-petunjuk perbaikan.
Tetapi untuk hal-hal yang prinsipil, aparat Wasnal hanya
berkewajiban melaporkan temuannya kepada pimpinan
disertai saran-saran tindak lanjutnya. Tindak lanjut
merupakan wewenang pimpinan, Oleh karena itu Wasnal
bukan pengendalian. Walaupun Waskat ditingkatkan,
Wasnal tetap masih diperlukan.
Dilingkungan instansi pemerintah, aparat Wasnal dapat
dibedakan, sebagai berikut:
1) Aparat Wasnal Intern Instansi, meliputi:
a) Inspektorat Jenderal di Departemen;
b) Inspektorat/Inspektorat Utama di LPND;
c) Badan Pengawas Daerah Provinsi,
Kabupaten/Kota;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
120
d) Satuan Pengawas Intern di berbagai
BUMN/BUMD.
2) Aparat Wasnal Ekstern Instansi/Intern
Pemerintah
BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan).
c. Pengawasan Teknis Fungsional
Setiap instansi berkewajiban untuk melakukan
pengawasan agar kebijakan-kebijakan
Negara/Pemerintah, sesuai dengan bidang tugas
pokoknya masing-masing, ditaati oleh masyarakat
dan/atau aparatur. Pengawasan ini merupakan
konsekwensi dari pelaksanaan asas fungsionalisasi dan
merupakan fungsi lini/operasional, dari instansi tersebut.
Sesuai dengan bidang tugas pokoknya, berkaitan dengan
pengawasan dalam rangka asas fungsionalisasi, instansi
Pemerintah dapat dibedakan menjadi:
a. Pengawasan yang ditujukan kepada aparatur saja,
yaitu pengawasan yang dilakukan oleh instansi-
instansi pemerintah yang secara keseluruhan
melaksanakan fungsi staf, misalnya:
1) Kantor MENPAN, di bidang pendayagunaan
aparatur;
2) BKN, di bidang kepegawaian;
3) LAN, di bidang Diklat Pegawai Negeri dan
Litbang Administrasi Negara;
4) Ditjen Anggaran, di bidang anggaran;
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
121
5) Bappenas, di bidang perencanaan pembangunan
nasional.
b. Pengawasan yang ditujukan kepada masyarakat dan
aparatur, yaitu instansi-instansi pemerintah yang
secara keseluruhan berkewajiban melaksanakan
fungsi pengayoman, pelayanan dan pemberdayaan
kepada masyarakat, yang pada dasarnya juga
mencakup Aparatur Pemerintah sendiri. Misalnya
yang dilakukan oleh:
a) Dinas Tata Kota, mengenai bangunan;
b) BPN, mengenai pertanahan;
c) Depdikbud, mengenai pendidikan sekolah, baik
sekolah negeri/swasta, termasuk kedinasan;
d) Kepolisian, mengenai keamanan dan ketertiban.
d. Pengawasan Legislatif (Wasleg) atau Pengawasan
Politik (Waspol)
Berdasarkan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, DPR
memiliki fungsi legislatif, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan.
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD,
masing-masing fungsi ini dijelaskan sebagai berikut:
Fungsi Legislatif adalah fungsi membentuk Undang-
Undang yang dibahas dengan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
122
Fungsi Anggaran adalah fungsi menyusun dan
menetapkan APBN bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
Fungsi Pengawasan adalah fungsi melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan UUD Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang dan peraturan
pelaksanannya.
Dalam Pasal 20A ayat (2), dikatakan bahwa dalam
melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan
pendapat.
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003, masing-
masing hak ini dijelaskan sebagai berikut:
Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta
keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan
pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak
luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah
atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi ditanah air
atau situasi dunia internasional disertai dengan
rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
123
dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
Setiap pejabat/instansi berkewajiban memberi tanggapan
terhadap pandangan, kritik, saran ataupun pertanyaan
dari DPR/DPRD, dengan sebaik-baiknya. Pandangan,
kritik, saran ataupun pertanyaan itu harus dimanfaatkan
sebagai masukan baik bagi pelaksanaan waskat maupun
wasnal, termasuk dalam rangka mengambil langkah-
langkah tindak lanjut. Pandangan, kritik, saran, temuan,
pertanyaan dari DPR/DPRD harus dijadikan salah satu
indikator keberhasilan Waskat dan Wasnal pada
khususnya, dan pelaksanaan tugas pemerintahan dan
pembangunan pada umumnya.
e. Pengawasan Masyarakat (Wasmas)
Pengawasan masyarakat (Wasmas) atau kontrol sosial
adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat
sendiri atas penyelenggaraan pemerintahan dan pemba
ngunan. Wasmas perlu sekali ditumbuh kembangkan,
sehingga merupakan pengawasan yang efisien dan
efektif. Adapun alasan-alasannya, antara lain adalah
seperti berikut:
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
124
1) Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan
demokrasi, dimana kedaulatan ditangan rakyat.
Pegawai Negeri bukan saja unsur aparatur negara
dan abdi negara, tetapi sekaligus juga abdi
masyarakat;
2) Keberhasilan penyelenggaraan negara antara lain
tergantung kepada partisipasi seluruh rakyat.
Wasmas merupakan suatu bentuk partipasi
masyarakat tersebut;
3) Salah satu arah kebijakan bidang penyelenggara
negara adalah membersihkan penyelenggara negara
dari praktek KKN dengan memberikan sanksi
seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan
intern dan fungsional serta pengawasan masyarakat
dan mengembangkan etika dan moral.
4) Wasmas diperlukan karena keterbatasan kemampuan
Waskat dan Wasnal. Wasmas mendukung
keberhasilan Waskat dan Wasnal.
5) Tujuan pengembangan Wasmas yang sehat dan
positif adalah makin tumbuh dan meningkatnya
tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu aparatur
pemerintah berkewajiban untuk selalu memberikan
kesempatan agar masyarakat mampu melaksanakan
Wasmas atau kontrol sosial dengan sebaik-baiknya.
Bagaimanapun kecilnya nilai informasi yang
disampaikan, Wasmas harus diperhatikan dan
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
125
dihargai pula. Surat kaleng sekalipun misalnya, perlu
mendapat perhatian, karena seringkali informasi
yang disampaikan ternyata memang benar dan sangat
berharga.
Kriteria Wasmas yang baik
Wasmas yang baik antara lain memiliki kriteria
berikut:
1) Obyektif tidak bersifat memfitnah;
2) Dimaksudkan untuk adanya perbaikan;
3) Memberitahukan faktanya dengan jelas dan
lengkap dengan bukti-buktinya;
4) Memberitahukan bentuk-bentuk pelanggaran,
penyimpangan, penyelewenangan,
penyalahgunaaan wewenang, kesalahan atau
kelemahan yang terjadi;
5) Menjelaskan patokan-patokan yang dilanggar;
6) Memuat saran-saran;
7) Jelas identitas yang menyampaikannya.
Memang tidak dapat selalu diharapkan, Wasmas
memenuhi kriteria tersebut. Adalah kewajiban
instansi untuk berusaha melengkapi, memperjelas,
memastikan kebenaran serta mengungkapnya lebih
lanjut, sehingga dapat diambil langkah-langkah
tindak lanjut yang tepat.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
126
f. Pengawasan Yudikatif
Salah satu fungsi Mahkamah Agung adalah mengawasi
peraturan perundangan yang antara lain dilaksanakan
dengan:
1) Menguji secara material terhadap peraturan
perundangan di bawah Undang-Undang;
2) Menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan
di bawah Undang-Undang apabila bertentangan
dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan
bersifat formal untuk menguji UU terhadap UUD 1945.
Dengan demikian, Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi memiliki wewenang sekaligus kewajiban
untuk melakukan pengawasan ekstern terhadap
pemerintah. Pengawasan ini sangat penting, karena
negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga:
1) Dapat dicegah penyalahgunaan wewenang baik yang
disengaja maupun tidak;
2) Kepastian dan tertib hukum dapat diwujudkan
dengan baik.
E. Rangkuman Proses manajemen pemerintahan negara pada dasarnya meliputi
empat aspek, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
127
Perencanaan pembangunanan Nasional dasar hukumnya adalah
UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Sistem perencanaan pembangunan
nasional bertujuan untuk; mendukung koordinasi antar pelaku
pembangunan; menjamin terciptanya integrasi; sinkronisasi dan
sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi
pemerintah maupun antara pusat dan daerah; menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi
masyarakat; tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Pengorganisasian dapat diartikan sebagai penetapan pekerjaan-
pekerjaan yang harus dilaksanakan, pengelompokkan tugas dan
pembangunan pekerjaan kepada setiap pegawai dan penetapan
hubungan kerja. Agar pengorganisasian dapat dilaksanakan
dengan baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip pengorganisasian.
Pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan pada
dasarnya terbagi habis kepada setiap aparat pemerintah atau
lembaga-lembaga pemerintah. Dengan kata lain bahwa setiap
aparat pemerintah atau masing-masing lembaga-lembaga
pemerintah melaksanakan sebagian urusan-urusan pemerintahan
di bidangnya masing-masing. Agar pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan tersebut berjalan dengan baik maka sangat
diperlukan koordinasi yang baik pula.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
128
Koordinasi sudah harus dimulai sejak penyusunan kebijakan dan
perencanaan. Pada dasarnya koordinasi ada dua jenis, yaitu
koordinasi vertikal dan koordinasi fungsional. Koordinasi
fungsional dapat dibedakan atas koordinasi fungsional horizontal,
koordinasi fungsional diagonal, dan koordinasi fungsional
teritorial.
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara secara
menyeluruh koordinasi dapat dilaksanakan melalui: sidang
kabinet; rapat-rapat koordinasi oleh Menko; rapat-rapat
koordinasi antar Departemen ditingkat pusat dan daerah, rapat
koordinasi antara aparat pusat dan aparat daerah, dan lain-lain.
Pengawasan, yang pada dasarnya adalah kegiatan pimpinan yang
berupaya agar tugas-tugas terlaksana sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan atau dapat mencapai hasil sebagaimana yang
diharapkan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terdapat berbagai
jenis pengawasan seperti: pengawasan melekat; pengawasan
fungsional; pengawasan teknis fungsional; pengawasan legislatif;
pengawasan masyarakat; dan pengawasan yudikatif.
F. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional? Dan apa pula yang dimaksud
dengan RPJM Nasional?
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
129
2. Mengapa pengorganisasian diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara? Sebutkan pula
prinsip-prinsip pengorganisasian.
3. Mengapa koordinasi sangat diperlukan dalam pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan?
4. Apa saja fungsi DPR dan apa saja hak yang dimiliki DPR
dalam rangka pelaksanaan pengawasan bagi pemerintah?
5. Mengapa Waskat merupakan pengawasan intern yang paling
pokok?
6. Bagaimana sikap aparat pemerintah sebaiknya dalam
menghadapi Wasmas?
130
BAB VIII PENUTUP
A. Tes Dari uraian yang telah disajikan dalam Bab II sampai dengan
Bab VII, diharapkan peserta dapat memahami pengertian dari
beberapa hal penting dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Sebagai salah satu sarana untuk mengukur keberhasilan
pembangunan tersebut, di bawah ini disiapkan bahan tes yang
dapat membantu peserta.
1. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Sistem
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara berdasarkan UUD
1945?
2. Berdasarkan sistem pemerintahan negara tersebut, apakah
kedudukan Presiden itu kuat?
3. Apakah arti pentingnya UU No. 28 Tahun 1999 dalam pene
rapan Tata Kepemerintahan Yang Baik (good governance)?
4. Apakah akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah itu?
5. Apakah yang dimaksud dengan hukum dasar dalam
ketatanegaraan RI? Mengapa?
6. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara Departemen dan
Lembaga Pemerintah Non Departemen!
7. Apakah “Presiden dapat diberhentikan oleh MPR”?
8. Mengapa pengawasan melekat merupakan pengawasan yang
paling pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara?
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
131
9. Apakah perbedaan antara BPK dan BPKP, baik dari segi
kelembagaan maupun fungsinya?
B. Tindak Lanjut
Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara mencakup bahasan
yang sangat luas. Apa yang telah diuraikan dalam Bab II sampai
dengan Bab VII di muka, baru memberikan pengertian tentang
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan beberapa hal
yang penting saja. Masih banyak lagi hal-hal penting yang tidak
disampaikan dalam modul ini. Ada diantaranya yang telah
menjadi mata pelajaran tersendiri dalam Diklat ini. Di samping
itu ada pula bagian-bagian lain yang menjadi mata Diklat pada
Program Diklat jenjang yang lebih tinggi.
Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara ini, peserta dianjurkan
untuk mempelajari, antara lain:
� bahan bacaan yang telah digunakan untuk menulis modul ini,
sebagaimana tersebut dalam referensi.
� Modul mata pelajaran lain seperti tentang kepegawaian,
administrasi keuangan dan lain-lain.
132
REFERENSI
Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.
Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia.
Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara.
Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Peradilan
Tata Usaha Negara.
Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Nasional.
Modul Diklat Prajabatan Golongan III
133
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia.
TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 –
2009.
Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Negara.
Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima
Atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam
Atas Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang
Unit Organisasi dan Tugas eselon I Lembaga Pemerintah
Non Departemen.
Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam
Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
134
Kedududkan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Oraganisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.
Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat
Kabinet.
Keputusan Presiden No. 117 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara.
Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pengawasan.
Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pengawasan Melekat.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 20 Tahun
1990 tentang Pedoman dan Proses Pembentukan
Kelembagaan di Lingkungan Instansi Pusat, Perwakilan,
Republik Indonesia di Luar Negeri dan Pemerintah
Daerah.
Bappenas, Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata
Kepemerintahan Yang Baik.
Lembaga Administrasi Negara RI, Modul Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.