Upload
noorgianilestari
View
5
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dermatitis
Citation preview
Etiopatogenesis
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit
yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak dan
penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya penyakit ini
(yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan yang berlemak,
tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,2
Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea), meskipun
peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini. Seborrhea
merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun dermatitis
seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea
tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun
akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi
terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik
dan insidensinya mencapai puncaknya pada umur 18 – 40 tahun, dan kadang-kadang
pada umur tua. Tingginya insiden dermatitis seboroik pada bayi baru lahir setara
dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada usia tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa bayi yang baru lahir memiliki kelenjar sebasea dengan tingkat sekresi sebum
yang tinggi. Pada masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara dermatitis seboroik
dengan peningkatan produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis seboroik
pada bayi, hal tersebut normal ditemukan pada bulan pertama kehidupan, berbeda
dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi pada masa remaja dan dewasa. Pada
dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat antara peningkatan produksi sebum
dengan dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas kelenjar sebasea pada masa
awal pubertas, dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu kemudian. Meskipun
kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor predisposisi timbulnya
Dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan sukseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis
seboroik.2, 3, 4
Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah
wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan
kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di daerah
ini yaitu dermatitis seboroik dan Acne.3
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi
oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia.
Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik
akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur
itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Penelitian di Rosenberg
telah menunjukkan bahwa 2% ketokonazole kream dapat mengurangi jumlah dari
organism yang terdapat pada lesi di kulit kepala atau kulit yang berminyak, pada saat
yang bersamaan juga dapat menghilangkan gejala dermatitis seboroik. Penjelasan ini
dimana jamur yang menjadi penyebabnya dapat dilkakukan pencegahannya. Akan
tetapi, penelitian lain menunjukkan bahwa P. ovale dapat terjadi pada kulit kepala
yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini. Status seboroik sering
berasosiasi dengan meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak
terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.2,3
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai factor
predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress,
emosional, infeksi, atau defisiensi imun.2
Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress emosional
dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga menjadi
komplikasi dari Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea. Pengobatan
dari parkinson dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak seborrhea pertama
kali ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan ekskresi sebum yang normal.
Obat neuroleptik yang digunakan untuk menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya
haloperidol, dapat juga menginduksi terjadinya dermatitis seboroik.
Pengobatan
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan,
meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan,
misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.
Pada Bayi 3
1. Kulit kepala
Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air,
diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama
beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream, dan
pasta.
2. Area intertriginosa
Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam zinc lotion
atau zinc oil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau amphotericin B dapat
dicampur dengan pasta lembut.
Pada dewasa
1. kulit kepala
Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc pyrithion,
benzoyl peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat diperbaiki dengan
pemberian glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam salisilat dalam larutan air.
Tinctura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya memicu
terjadinya inflamasi dan harus dihindari.3
2. Wajah dan badan
Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan sabun.
Larutan alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak dianjurkan.
Glucocorticosteroid dosis rendah (hydrocortison) cepat membantu pengobatan
penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan dermatitis steroid,
rebound phenomenon steroid, steroid rosacea dan dermatitis perioral.3
Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi pada
pasien dengan AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus lebih hati-
hati dalam menangani pasien dengan resiko tinggi.
3. Antifungal
Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang baik. Biasanya
digunakan 2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang berbeda menunjukkan
75-95 % terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya ketokonazol dan itakonazol
yang dipelajari, imidazole yang lain seperti econazole, clotrimazol, miconazol,
oksikonazol, isokonazol, siklopiroxolamin mungkin juga efektif. Imidazol seperti obat
antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas, anti inflamasi dan menghambat
sintesis dari sel lemak.3
4. Metronidazole
Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk dermatitis
seboroik. Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan rosacea. Tidak
ada studi yang formal, dan obat ini hanya terdaftar sebagai pengobatan untuk rosacea.
Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman pribadi.3
Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg
sehari. Jika telah ada perbaiakn, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai
infeksi sekunder diberi antibiotic.
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi
aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%,
akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per kg berat
badan per hari, perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternayta efektif untuk
mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01)
yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8
minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
Pengobatan topical
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 – 3 kali scalp dikeramasi selama 5
– 15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan
krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk
D.S. ialah :
- ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
- resorsin 1-3%
- sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%
- Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus dengan
inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya
betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek
sampingnya.
- Krim ketokonasol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat
banyak P. ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya diapakai dalam krim.
Komplikasi
Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.
Erythroderma desquamativum (Leiner’s disease) 3
Komplikasi dari dermatitis pada bayi ini pertama kali dijelaskan oleh Leiner
pada tahun 1908 dimana waktu itu penyakit ini ditemukan pada bayi yang baru
lahir dan pada saat perwatan di rumah sakit dari umur bayi 6 sapai 20 minggu
yang terlihat sebagai dermatitis exfoliativa pada seluruh tubuh dengan tanda
kemerahan dan kulit yang terkelupas, biasanya sama seperti beberapa type dari
dermatitis seboroik.
Penyakit ini biasanya dimulai dari bagian sekitar anus dan daerah ketiak, lalu terlihat
kulit terkelupas, area intertriginosa, leher, dan ekstremitas. Awal mulanya ditemukan
infalmasi kemerahan yang menyebar, yang meliputi seluruh tubuh. Semakin lama
kulit akan diliputi tumpukan kulit kering yang berwarna putih keabu-abuan.
Menyerang pada bayi yang baru lahir yang kebanyakan ditemukan pada
masyarakat yang miskin. Diare, muntah, dan infeksi berkelanjutan pasti akan
terjadi.
Gambar 4. Erythroderma desquamativum pada neonatus
Gambar 5. Penyakit Leiner
�Dermatitis seboroik berat dapat mengenai alis mata, kening, pangkal hidung, sulkus
nasolabialis, belakang telinga, daerah prestenal, dan daerah di antara skapula.
�Pada bentuk yang lebih berat lagi seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang
kotor, dan berbau tidak sedap.
Prognosis
Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang baik pada bayi
dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps pada orang dewasa. Tidak ada bukti
yang menyatakan bayi dengan dermatitis seboroik juga akan mengalami penyakit ini
pada saat dewasa. Pasien dermatitis seboroik dewasa dengan bentuk berat
kemungkinan dapat persisten.
DAFTAR PUSTAKA
1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S,
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketujuh. Cetakan pertama. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2015 : 200-2
2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K,
Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. six
edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 2009 : 1569-73
3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of
dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific
Publications ; 1992 : 545-51
4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama.
Jakarta : Hipokrates ; 1998 : 188-90
5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H,
et al. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga.
Surabaya : Airlangga University Press ; 2007 : 112-6
6. Arnold HL, Odom RB, James WD. Seborrheic dermatitis. Diseases of the
skin. Eighth edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 1990 : 194-98
7. Reeves JRT, Maibach H. Dermatitis seboroika. Atlas dermatologi klinik.
Cetakan pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1990 : 1-3
8. Clark AF, Hopkins TT. Dermatitis seboroik. In Moscella SL, Hurley HJ,
Dermatology, third edition. Fourth edition. United states of america : WB
Saunders Company ; 1992 : 465-72.