Sejarah Candi Candi Trowulan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUANSEJARAH CANDI CANDI TROWULAN1. LATAR BELAKANG Kerajaan Majapahit pada masa jayanya meliputi wilayah Nusantara bahkan sampai seluruh Asia Tenggara. Beberapa artefak dan puluhan situs arkeologi di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto menjadi saksi nyata kekuasaan Kerajaan Majapahit. Bukti tersebut tersimpan di museum balai penyelamatan arca di Trowulan. Bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan berupa bangunan candi sampai kolam segaran dengan berbagai mitos. Untuk bangunan candi meliputi candi Jati Pasar (gapura wringin lawang), candi Brahu, candi Tikus, candi Gentong dan Bajang Ratu, serta objek wisata patung Buddha tidur. Bangunan pertama yang biasanya dikunjungi wisatawan yakni gapura Wringin Lawang. Terletak di Dukuh Wringin Lawang, Desa Jati Pasar, Kecamatan Trowulan. Disebut gapura Wringin Lawang karena berbentuk gapura dan seperti pintu (lawang dalam bahasa Jawa), dan didekatnya dulu tumbuh pohon beringin (wringin, Jawa). Bangunan tersebut berfungsi sebagai gerbang luar dari kompleks bangunan lainya. Selain sejumlah candi (Jati Pasar, Brahu, Tikus, Gentong dan bajang ratu) di Trowulan juga terdapat wihara Mahavihara Mojopahit. Terletak di Desa Bejijong, di wihara inilah patung Buddha Tidur berukuran jumbo berwarna kuning keemasan tersebut tersimpan. Eksotika patung Buddha tertidur ini menjadi ikon wisata tersendiri bagi penikmat wisata sejarah Trowulan. Bahkan ada yang mengatakan,

belum lengkap kesan yang didapat jika belum mengunjungi patung Buddha tertidur ini.

2. TUJUANTernyata peninggalan Kerajaan Majapahit ini menjadi berkah tersendiri bagi warga Trowulan, karena menjadi salah satu daerah peninggalan Kerajaan Majapahit. Trowulan menjadi objek wisata yang begitu diminati sebagian besar wisatawan lokal maupun mancanegara. Hal ini menjadi peluang bisnis yang menguntungkan bagi warga Trowulan yang sebagian besar mata pencaharian warga sebagai perajin patung, pembuat suvenir, pedagang di dekat objek wisata, dan pemandu wisata Wisatawan yang memiliki hobi memancing bisa menyalurkan hobinya di kolam segaran sepuasnya tanpa dipungut biaya. Diduga dulunya kolam ini juga berfungsi sebagai waduk dan penampung air, merupakan wujud kemampuan kerajaan Majapahit akan teknologi bangunan basah. Para ahli memerkirakan kolam ini sama dengan telaga yang disebutkan dalam kitab Negarakertagama.

3. RUMUSAN MASALAH

BAB II ISI CANDI CANDI DI TROWULAN1. CANDI WRINGINLAWANG

Candi Wringinlawang terletak di Dukuh Wringinlawang, Desa Jati Pasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, tepatnya 11 km dari Mojokerto ke arah Jombang. Konon dahulu di dekat candi terdapat pohon beringin yang besar sehingga candi ini dinamakan Candi Wringinlawang (dalam bahasa Jawa, wringin berarti beringin, lawang berarti pintu). Tidak banyak yang diketahui tentang masa pembangunan maupun fungsi candi ini. Dalam tulisan Raffles tahun 1815, bangunan kuno ini disebut dengan nama Gapura Jati Paser. Sebutan itu kemungkinan berkaitan dengan nama desa tempat candi itu berada. Dalam tulisan Knebel tahun 1907, gapura ini disebut sebagai 'Gapura Wringinlawang.' Wringinlawang merupakan candi bentar, yaitu gapura tanpa atap. Candi bentar biasanya berfungsi sebagai gerbang terluar dari suatu kompleks bangunan. Menilik bentuknya, Gapura Wringinlawang diduga merupakan gapura menuju salah satu kompleks bangunan yang berada di kota Majapahit. Gapura Wringinlawang telah mengalami pemugaran yang dilaksanakan sejak tahun 1991 sampai dengan tahun 1995. Keseluruhan bangunan yang menghadap timur-barat

ini terbuat dari bata merah. Fondasi gapura berbentuk segi empat dengan ukuran 13 x 11,50 m. Sebelum dipugar belahan selatan gapura masih utuh, berdiri tegak dengan ketinggian 15,50 m., sementara belahan utara hanya tersisa 9 meter. Di sisi kiri dan kanan tangga naik menuju celah di antara kedua belahan gapura terdapat dinding penghalang setinggi sekitar 2 m. Celah di antara kedua belahan gapura cukup lebar. Tidak tampak ukiran atau relief di dinding candi. Atap candi berbentuk piramida bersusun dengan puncak persegi. Bentuk atap maupun hiasan pola piramida terbalik pada atap candi mirip dengan yang terdapat di Candi Bajangratu.

CANDI TIKUSSalah satu peninggalan purbakala di Jawa Timur dari masa pemerintahan kerajaan Majapahit adalah Candi Tikus. Pendirian bangunan diperkirakan pada abad XIV dan merupakan peninggalan termuda yang terdapat di Trowulan. Candi ini mempunyai keistimewaan antara lain dibangun di bawah permukaan tanah dan di sekitarnya, pada kedalaman kurang lebih 3,5 meter dan tidak terdapat arca dewa maupun arca perwujudan bahkan tiada petunjuk/tanda adanya arca. Bila hendak masuk atau mencapai lantai candi harus menuruni tangga terlebih dulu Selain itu Candi Tikus disebut juga sebagai candi pemandian atau petirthaan karena ada struktur kolem pemandian atau pertirthaan dan pancuran serta dibangun menjadi satu dengan candinya. Candi Tikus ini terletak di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Jaraknya tiga kilometer di tenggara Balai Penyelamatan (Site Museum) atau delapan kilometer ke barat daya dari pusat kota Mojokerto; empat kilometer dari jalan Madiun-Surabaya. Candi Tikus disebut demikian karena menurut ceritera rakyat setempat, waktu ditemukan banyak tikus yang bersarang di tempat itu dan sewaktu penduduk menggarap sawahnya selalu rusak akibat adanya tikus yang merusak tanaman padi mereka.

ARSITEKTUR Candi ini mulai kembali dalam panggung sejarah pada tahun 1914, setelah digali dari timbunan tanah yang menutupinya. Waktu itu seorang bupati Mojokerto bernama R.A.A. Kromodjojo Adinegoro melaporkan bahwa ada penemuan berupa miniatur candi pada kuburan rakyat. Sejak itulah banyak ahli mulai mengadakan penelitian mengenai candi tersebut. Candi ini merupakan replika Gunung Meru, sedangkan gunung tersebut selalu dihubungkan dengan air amerta (air kehidupan) untuk semua makhluk. Secara mitologi Gunung Meru merupakan ceritera pemutaran lautan susu. Jika konsep yang melatar belakangi perwujudan banguna dikaitkan dengan ciri bentuk yang ada pada Candi Tikus, maka tujuan pembangunan candi tersebut ialah untuk melambangkan adanya air yang keluar dari gunung. Secara umum Candi Tikus berdenah segi empat dengan ukuran 22,50 x 22,50 meter, tinggi (dari lantai sampai menara candi induk) 5,20 meter. Arah hadap ke utara dengan azimuth 20 derajat dan tangga masuk terdapat di sebelah utara. Bangunan candi dibuat dari bahan bata dengan ukuran 8 x 21 x 36 cm, sedangkan untuk jaladwara (pancuran air) dibuat dari batu andesit. Jaladwara yang terdapat di Candi Tikus ini berjumlah 46 dengan bentuk makara dan padma, selain itu juga terdapat saluran-saluran air baik saluran air masuk maupun saluran untuk pembuangan air.

Ditinjau dari sudut arsitektur bangunan candi terbagi menjadi enam bagian, yaitu bangunan induk, kolam (dua) dinding, teras (tiga tingkat), tangga utama, lantai dasar dan pagar. BANGUNAN INDUK Bentuk bangunan ini makin ke atas makin kecil dan dikelilingi oleh delapan candi yang lebih kecil bagaikan puncak gunung yang dikelilingi delapan puncak yang lebih kecil. Bangunan menempel pada sisi selatan teras terbawah. Luasnya 7,65 x 8,75 meter dan tinggi 5,20 meter. Pada dinding batur terdapat pancuran air. Secara horizontal bangunan induk dibagi menjadi tiga bagian mencakup kaki, tubuh dan atap. Kaki bangunan berbentuk segi empat, dengan profil kaki berpelipit. Pada lantai atas kaki bangunan terdapat saluran air dengan ukuran 17 cm dan tinggi 54 cm serta mengelilingi tubuh, sedangkan pada sisi luar terdapat jaladwara. Selain jaladwara terdapat pula menara-menara yang disebut menara kaki bangunan karena adanya bagian kaki bangunan. Ukuran menara 80 x 80 cm. Pada lantai atas kaki bangunan ini berdiri tubuh bangunan dengan denah segi empat, sedangkan di bawah susunan batanya terdapat pula kaki tubuh tempat berdiri menara yang disebut menara tubuh pada keempat sudut dan ukurannya sama dengan menara kaki. Selain itu di bagian tengah setiap dinding tubuh terdapat bangunan menara yang lebih besar dan berukuran 100 x 140 cm, tinggi 2,78 meter. Salah satu dari menara itu ada yang menempel pada dinding tubuh. KOLAM Di sebelah timur laut dan barat laut bangunan induk terletak dua bangunan yang berbentuk kolam dan disebut kolam barat dan kolam timur. Kolam ini terdapat di kanan dan kiri tangga masuk. Masing-masing berukuran panjang 3,50 meter, lebar 2 meter, tinggi, 1,50 meter dan tebal dinding 0,80 meter.

Pada sisi utara dinding kolam bagian dalam terdapat tiga jaladwara dengan ketinggian kurang lebih 80 cm dari lantai kolam. Bagian luar kolam sisi selatan terdapat tangga masuk ke bilik kolam, lebar 1,20 meter, sedangkan bagian dalamnya terdapat semacam pelipit setebal 3,50 cm. Di atas dan bawah tangga masuk sisi timur ada dua saluran air.

DINDING TERAS Bangunan dinding ini terdiri atas tiga teras yang mengelilingi bangunan induk dan kolam. Fungsi teras sebagai penahan desakan air dari sekitarnya karena bangunan ada di bawah permukaan tanah, juga sebagai penahan longsor. Dinding teras pertama berukuran 13,50 x 15,50 meter, sedangkan lebar lantai teras 1,89 meter. Kaki teras ini berpelipit dan di bagian atas susunan batanya terdapat pancuran air berbentuk padma dan makara, sedangkan di bawah lantai teras terdapat saluran air berukuran 0,20 meter dan tinggi 0,46 meter. Saluran ini berhubungan dengan saluran yang ada pada bangunan induk dan diperkirakan bahwa saluran tersebut dipergunakan untuk mengalirkan air yang berasal dari bangunan induk tersebut, keluar melalui pancuran yang terdapat di bagian dalam dinding kolam sisi utara. Dinding teras tingkat dua berukuran 17,75 x 19,50 meter. Lebar lantai 1,50 meter dan tingginya 1,42 meter serta tebal dinding teras tersebut sebanyak 17 lapis bata. Dinding teras tingkat tiga mempunyai ukuran 21,25 x 22,75 meter dengan lebar lantai 1,30 meter, tinggi dinding 1,24 meter, sedangkan tebal tinding 10 lapis bata. TANGGA UTAMA Tangga utama ini merupakan tangga menuju ke bangunan induk dan bilik kolem. Panjang tangga 9,50 meter, lebar 3,50 meter dan tinggi 3,50 meter. Pada sisi

timur dan barat tangga teras satu dan teras dua terdapat pipi tangga yang menutupi jalan masuk ke teras satu dan dua.

LANTAI DASAR Lantai dasar terdiri dari susunan bata yang mempunyai permukaan atau bidang datar di bagian atasnya, tersusun dari dua lapis bata dengan luas kurang lebih 100 meter persegi. Lantai ini tempat berdidi bangunan induk, kolam, dinding teras dan tangga utama. PAGAR TEMBOK LUAR Tembok ini ditemukan di sisi utara dan berjarak kurang lebih 0,80 meter dari dinding teras tiga dan menjadi satu dengan pintu gerbang yang terdapat di tangga masuk. Pemugarannya berlangsung hingga tahun 1989 dan diresmikan tanggal 21 September 1989 oleh Direktur Jenderal Kebudayaan.

CANDI BAJANG RATU Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Candi Bajang Ratuadalah sebuah gapura / candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi

bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.

CANDI BRAHU

Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di Jawa Timur. Lokasi persisnya ada di Dukuh Jamu Mente, Desa Bejijong atau sekitar 2 kilometer dari jalan raya Mojokerto, Jombang. Candi ini terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Candi Brahu dibangun dari batu bata merah, dibangun di atas sebidang tanah menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan punya ketinggian 20 meter. Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Budha. Candi ini didirikan pada abad 15 Masehi namun terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. ASAL NAMA

Menurut buku Bagus Arnawa, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu. KREMATORIUM Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939, Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih-lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.

SEKITAR CANDIMengutip buku Mengenal Peninggalan Majapahit di Daerah Trowulan oleh Drs IG Bagus Arnawa, dulu di sekitar candi ini banyak terdapat candi candi kecil yang sebagian sudah runtuh, seperti Candi Muteran, Candi Gedung, Candi Tengah, dan Candi Gentong. Saat penggalian dilakukan di sekitar candi, banyak ditemukan benda benda kuno macam alat alat upacara keagamaan dari logam, perhiasan dari emas, arca dan lain-lainnya.Patung Buddha Tidur di Trowulan Mojokerto

Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa di Trowulan, Mojokerto terdapat sebuah patung Buddha tidur. saya sendiri yang asli warga mojokerto baru tahu kalau ada patung Buddha tidur. maklum saya jarang berwisata..hehe.. patung Buddha tidur ini diyakini sebagai yang terbesar se-Indonesia. Hampir tiap hari patung yang berada di Mahavihara Mojopahit, Desa Bejijong itu ramai dikunjungi wisatawan baik dari daerah setempat maupung luar daerah.

Menurut kabar, Patung dengan warna keemasan panjang 22 meter, lebar 6 meter setinggi 4,5 meter ini dibuat oleh YM Viryanadi Maha Tera pada tahun 1993, dan terbuat dari beton yang dipahat perajin patung asal Trowulan.

Setiap harinya ada sekitar 20 biksu dan biksuni selalu setia membersihkan patung Buddha tersebut. Jika kondisi cat terlihat kusam, maka sesegera mungkin patung tersebut dicat kembali.

Menurut ceritanya, patung Buddha Tidur ini menggambarkan wafatnya Siddharta Gautama dan dibangun di atas kolam air melambangkan abunya dibuang ke laut. Patung menghadap ke arah selatan yang dianggap kiblatnya umat Buddha. Di sekeliling bawah patung juga terdapat relief-relief yang menceritakan tentang Budha itu sendiri.

Selain patung Buddha tidur, di dalam Mahavira Mojopahit, wisatawan juga dapat melihat miniatur Candi Borobudur. Patung kera sakti, dan beberapa

patung tokoh-tokoh dalam cerita Buddha juga menarik untuk dilihat. Di dinding belakang bangunan utama terdapat relief-relief besar yang menceritakan Buddha sedang mengamalkan ajarannya.

Mahavihara Mojopahit yang didirikan pada Minggu 31 Desember 1989 ini selain digunakan untuk beribadah umat Buddha juga terbuka untuk umum. Mahavihara Mojopahit diresmikan oleh Maha Sthavira Ashin Jinarakkhita dan Gubernur Jawa Timur, Soelarso.