12
SEJARAH KABUPATEN LAMANDAU A. KABUPATEN LAMANDAU DI MASA LALU Pada tahun 1918 terdapatlah sebuah dusun/dukuh sangat kecil yang dihuni oleh 10 kepala keluarga, yang menempati enam rumah. Nama Nanga Bulik diberikan kepada dukuh ini, karena tempat pemukiman sekelompok penduduk itu berada di muara/nanga Sungai Bulik. Secara historis, dukuh/dusun ini merupakan pedukuhan masyarakat dari kerajaan Kotawaringin yang termasuk wilayah Raja Kotawaringin, yang bernama Sultan Balaluddin. Kesultanan Kotawaringin dan pemerintah kolonial Belanda terpingsut oleh kekayaan sumberdaya alam dukuh ini, sehingga mereka merasa perlu untuk menempatkan seorang perwakilan kerajaan, yang pada waktu itu dipercayakan kepada salah seorang pangeran, yaitu Pangeran Jangkang untuk mengendalikan tata kehidupan masyarakat sebagai seorang pasedor atau setingkat pembantu camat, dengan wilayah kekuasaan meliputi desa-desa yang berada di DAS Lamandau, Bulik, Menthobi,

SEJARAH KABUPATEN LAMANDAU - lamandaukab.go.idlamandaukab.go.id/portal/files/download/PROFIL KABUPATEN TAHUN 2015...Kaya Patinggi Agung Mangku Arai atau lebih popular dengan panggilan

Embed Size (px)

Citation preview

SEJARAH KABUPATEN LAMANDAU

A. KABUPATEN LAMANDAU DI MASA LALU

Pada tahun 1918 terdapatlah sebuah dusun/dukuh sangat kecil yang dihuni oleh

10 kepala keluarga, yang menempati enam rumah. Nama Nanga Bulik diberikan

kepada dukuh ini, karena tempat pemukiman sekelompok penduduk itu berada

di muara/nanga Sungai Bulik. Secara historis, dukuh/dusun ini merupakan

pedukuhan masyarakat dari kerajaan Kotawaringin yang termasuk wilayah Raja

Kotawaringin, yang bernama Sultan Balaluddin. Kesultanan Kotawaringin dan

pemerintah kolonial Belanda terpingsut oleh kekayaan sumberdaya alam dukuh

ini, sehingga mereka merasa perlu untuk menempatkan seorang perwakilan

kerajaan, yang pada waktu itu dipercayakan kepada salah seorang pangeran,

yaitu Pangeran Jangkang untuk mengendalikan tata kehidupan masyarakat

sebagai seorang pasedor atau setingkat pembantu camat, dengan wilayah

kekuasaan meliputi desa-desa yang berada di DAS Lamandau, Bulik, Menthobi,

Palikodan, Belantikan, Delang, dan Batangkawa atau yang kita kenal dengan

Kecamatan Bulik, Lamandau, dan Delang.

Pertimbangan-pertimbangan penempatan perwakilan kerajaan melukiskan

betapa strategisnya letak geografis untaian desa itu bagi kerajaan dan sekaligus

bagi pemerintah kolonial Belanda, bukan saja secara ekonomis dan politik, tetapi

juga secara sosiologis dan kultural. Pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Nanga Bulik merupakan titik sentral yang bisa dijangkau baik melalui jalur

sungai maupun jalur darat dari desa-desa di sekitarnya dan merupakan pintu

gerbang perekonomian masyarakat dari DAS Lamandau, Bulik, Menthobi,

Palikodan, Belantikan, Delang, dan Batangkawa.

2. Posisi Nanga Bulik sangat strategis serta didukung oleh berbagai sumberdaya

alam yang berlimpah baik hasil hutan, perkebunan, peternakan, dan

pertambangan maupun flora dan fauna yang bisa dimanfaatkan sebagai

sumber kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dari ketujuh DAS yang

berada di wilayah pasedor Nanga Bulik tersebut.

3. Eratnya ikatan sejarah dan tali persaudaraan yang dapat dilihat dari asal-usul

dan adat istiadat yang serumpun. Hal ini merupakan modal dasar rasa

kebersamaan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari

sejarah peradaban manusia, khususnya sejarah peradaban masyarakat

pedalaman Bulik, Lamandau, dan Delang (BULANG).

4. Untuk lebih mempermudah serta mendekatkan jangkauan pelayanan

pemerintah kerajaan Kotawaringin kepada masyarakat pedalaman saat itu.

Dukuh sangat kecil ini mengalami sejarah titik balik secara politik yang

pertama pada 1920, yakni ketika pemerintah kolonial Belanda meningkatkan

status kewilayahan Nanga Bulik dari sekadar wilayah yang dipimpin oleh seorang

pasedor menjadi wilayah onder distrik (setingkat kecamatan) dengan Onder

Erens Sandan sebagai onder pertama. Secara berkelanjutan, order distrik

mengalami pergantian, yaitu Onder Martin Assan, Onder Saman, dan Onder Gusti

Hamidan. Sesuai dengan perkembangan zaman, pada 1939 istilah Onder Distrik

Nanga Bulik diubah menjadi Kecamatan Nanga Bulik dengan wilayah yang sama

dengan Wilayah Onder Distrik dan merupakan satu-satunya kecamatan yang ada

di Kotawaringin pada saat itu. Camatnya diangkat/dipilih oleh raja Kotawaringin

dari putra terbaik Kecamatan Nanga Bulik kelahiran Kudangan, yang bernama

PANGARUH. Ia memiliki jasa dan ketokohan, sehingga beliau diberi gelar Mas

Kaya Patinggi Agung Mangku Arai atau lebih popular dengan panggilan Camat

Maskaya. Kepemimpinan Maskaya Pangaruh telah menghantarkan Kecamatan

Nanga Bulik sampai pada alam kemerdekaan, yaitu sampai dengan 1952.

Dukuh Nanga Bulik terus berevolusi secara sosial politik untuk untuk tidak

berlama-lama ”melandau.” Evolusi ini didasari oleh etos juang, toleransi dan

kebersamaan untuk menjadi dukuh ini tempat hidup yang makin layak bagi

penduduknya. Semangat dan etos inilah yang kemudian menjadi modal dasar

pembangunan dukuh sangat kecil ini pada masa kemerdekaan sampai menjadi

sebuah kabupaten. Kemerdekaan 1945 mengantar Kecamatan Nanga Bulik ke

Orde Lama; sebuah era yang ditandai oleh penataan kembali tatanan kehidupan

berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Tujuannya adalah untuk menghadapi masalah dan tantangan baru era

kemerdekaan. Dalam konteks penataan kembali itulah, pada 1952 Kewedanaan

Pangkalan Bun (dulu Kesultanan Kotawaringin) menata kembali tata

pemerintahan dan kemasyarakatan di wilayah Kewedanaan Pangkalan Bun

dengan membentuk empat kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Kotawaringin Barat dengan ibukota Sukamara.

2. Kecamatan Kotawaringin Selatan dengan ibukota Pangkalan Bun.

3. Kecamatan Kotawaringin Utara dengan ibukota Tapin Bini.

4. Kecamatan Kotawaringin Timur dengan ibukota Nanga Bulik.

Dinamika pemerintahan dan kemasyarakatan terus berlangsung pada

tahun-tahun berikutnya. Tepatnya pada 1960, Kewedanaan Pangkalan Bun

dimekarkan menjadi Daerah Swatentra Tingkat II dengan nama Kabupaten

Kotawaringin Barat.

Seiring dengan perubahan tersebut, setiap kecamatan di atas mengalami

hal sama. Kecamatan Kotawaringin Barat dimekarkan menjadi Kewedanaan

Sukamara, Kecamatan Kotawaringin Selatan menjadi Kewedanaan Pangkalan

Bun. Sedangkan Kotawaringin Utara dan Kecamatan Kotawaringin Timur

digabung menjadi Kewedanan Nanga Bulik, yang meliputi wilayah desa-desa di

sepanjang DAS Lamandau, Bulik, Menthobi, Palikodan, Belantikan, Delang,

Batangkawa, dan bahkan termasuk Desa Kenawan dan Laman Baru (sekarang

masuk wilayah Kecamatan Balai Riam Kabupaten Sukamara).

Yang ditunjuk sebagai Wedana pertama adalah Akhmad Said, yang

digantikan oleh Y.M. Nahan sebagai Wedana kedua dan terakhir. Kemudian,

Kewedanaan Nanga Bulik (bukan Kewedanaan Bulik) berakhir pada 1965 dan

kembali menjadi wilayah Kecamatan Bulik.

Era 1960-an kembali mengantar Kecamatan Bulik ke dalam konteks

politik pemerintahan baru. Begitupun Kecamatan Penataan pemerintahan daerah

di seluruh Indonesia dilakukan melalui penetapan Undang-Undang Nomor 5

tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Melalui UU ini,

daerah-daerah eks Kewedanaan ditingkatkan menjadi Wilayah Administratif

(Pembantu Bupati).

Awalnya, peningkatan status kewilayahan ini memberi harapan bagi

masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau, dan Delang (Delang adalah hasil

pemekaran Kewedanaan Tapin Bini pada 1960) yang merupakan eks wilayah

Kewedanaan Nanga Bulik. Tetapi harapan tidak menjadi kenyataan, karena

kewedanaan Nanga Bulik tidak dijadikan Wilayah Pembantu Bupati. Selain itu, UU

tersebut juga sarat dengan nuansa sentralistiknya, sehingga harapan untuk dapat

mengatur urusan rumah tangganya sendiri juga harus dikubur dalam-dalam.

Harapan untuk lebih leluasa dan otonom mengelola urusan rumah

tangganya sendiri dan memberi pelayanan publik yang lebih baik akhirnya

tumbuh kembali pada era reformasi. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 dinilai

sudah tidak sesuai lagi dengan semangat zaman dan bertentangan dengan

semangat demokratisasi. Undang-Undang tersebut diganti Undang-Undang

Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang baru ini

memberi peluang seluas-luasnya bagi pemekaran daerah.

Peluang ini dimanfaatkan sebaiknya-baiknya oleh para tokoh masyarakat

setempat untuk mewujudkan cita-citanya membentuk daerah otonom sendiri.

Setelah melalui proses yang panjang dan perjuangan berat, akhirnya pada 2002

Pemerintah pada 10 April 2002 menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten

Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang

Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi

Kalimantan Tengah

B. SEJARAH PEMBENTUKAN KABUPATEN LAMANDAU

Kabupaten Lamandau merupakan bekas wilayah

kewedanaan Bulik yang terdiri dari Kecamatan Bulik,

Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang.

Pembentukan Kabupaten Lamandau diawali dengan

pertemuan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin

Barat seluruh Camat serta tokoh masyarakat se-Kabupaten Kotawaringin Barat di

Aula Kantor Bupati Kotawaringin Barat pada tanggal 3 Nopember 1999 yang

mensosialisasikan Rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk

memekarkan Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pada pertemuan tersebut dihadiri oleh unsur masyarakat dan Pemerintah

Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Delang. Secara khusus dapat dicatat,

bahwa utusan-utusan tersebut dari :

1. Kecamatan Bulik : 1) Nubari B. Punu, BA (Camat Bulik) 2) H. Arsyadi Madiah (tokoh masyarakat) 3) Darmawi Juwahir (tokoh masyarakat)

2. Kecamatan Delang : Untuk Kecamatan Delang diwakili oleh Drs. Kardinal (Camat Delang)

3. Kecamatan Lamandau : Untuk Kecamatan Lamandau diwakili oleh Silas Kadongkok, BA selaku Camat Lamandau.

Pada pertemuan tersebut dijelaskan tentang rencana Pemerintah

Kabupaten Kotawaringin Barat meningkatkan status daerah Pembantu Bupati

Sukamara menjadi Kabupaten Sukamara, sehingga Kotawaringin Barat

dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kotawaringin Barat dengan

Ibukotanya Pangkalan Bun dan Kabupaten Sukamara dengan Ibukotanya

Sukamara. Termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukamara adalah Kecamatan

Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang.

Mencermati kebijakan tersebut, utusan dari Kecamatan Bulik dan

Kecamatan Delang mengambil sikap Abstain.

Di pihak lain, masyarakat pedalaman Kotawaringin Barat yang berada di

perantauan khususnya di Palangka Raya merasa prihatin dengan kondisi

pembangunan di Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang

yang tertinggal dari daerah lain di Kotawaringin Barat, sekaligus mencermati

adanya rencana penggabungan ketiga Kecamatan tersebut dengan Sukamara.

Atas keprihatianan tersebut, maka Drs. Nahson Taway, Drs. Iba

Tahan,MS., Ir. Farintis Sulaiman dan Charles Rakam, S.Pd mengadakan Studi

Kualitatif ”Pembentukan Kabupaten Lamandau” sebagai respon terhadap

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Studi ini dibicarakan dalam pertemuan

Kerukunan Tamuai Kotawaringin Barat di Palangkaraya pada tanggal 7 Nopember

1999. Hasil pertemuan tersebut antara lain agar hasil studi kualitatif

pembentukan Kabupaten Lamandau disosialisasikan kepada masyarakat

Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang dan diusulkan kepada Pemerintah

Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pada tanggal 10 Nopember 1999, atas prakarsa Drs. Nahson Taway, para

tokoh masyarakat yang berasal dari Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan

Kecamatan Delang mengadakan pertemuan di Pangkalan Bun.

Hasil pertemuan adalah mengusulkan (melalui surat) kepada DPRD

Kabupaten Kotawaringin Barat, Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat, DPRD

Propinsi Kalimantan Tengah dan Gubernur Kalimantan Tengah, agar wilayah

bekas Kewedanaan Bulik (Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan

Kecamatan Delang) disatukan menjadi sebuah Kabupaten baru yaitu “Kabupaten

Lamandau” dengan berdasarkan/melampirkan hasil studi kualitatif pembentukan

Kabupaten Lamandau yang ditulis oleh keempat penulis di atas. Adapun

usul/surat tersebut ditandatangani oleh 8 (delapan) orang atas nama masyarakat

pedalaman BULANG (Bulik, Lamandau dan Delang yaitu :

1. C.S Phaing ( Almarhum ) 2. Drs. Nahson Taway 3. Drs. Don F. Ringkin 4. Harigano Ringkas 5. Musringin 6. Sama DJ. Mamud (Almarhum) 7. Helkia Penyang 8. Tommy Hermal Ibrahim.

Pada tanggal 17 Nopember 1999, Drs. Iba Tahan, MS, Inte Sartono, SH,

Markos DJ. Mamud, S.Hut, Charles Rakam, S.Pd melakukan ekspose melalui SKH

Kalteng Pos untuk menjelaskan keinginan masya masyarakat pedalaman

Kotawaringin Barat untuk menyatukan Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau

dan Kecamatan Delang dalam Kabupaten Lamandau (SKH Kalteng Pos tanggal 18

Nopember 1999, halaman 2).

Pada tanggal 20 Nopember 1999, beberapa tokoh masyarakat yang

tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Pedalaman (FKMP) Kecamatan

Bulik yaitu H. Muchlisin, H. ArsyadiMadiah, Andreas Nahan, S.IP, Darmawi

Juwahir dan Thedan Usith mengumpulkan dan mengadakan pertemuan dengan

tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda. Pada pertemuan tersebut

dihadiri pula oleh Tommy Hermal Ibrahim (Anggota DPRD KotawaringinBarat)

sebagai salah satu penandatangan surat usulanPembentukan Kabupaten

Lamandau tertanggal 10 Nopember 1999 tersebut di atas.

Dari hasil pertemuan tanggal 20 Nopember tersebut dilaksanakan jajak

pendapat (polling) dari tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, cendekiawan

dan para pemerhati di Kecamatan Bulik dengan 3 (tiga) alternatif pilihan yaitu :

1. Setujukah anda, bergabung dengan Kabupaten Sukamara ? 2. Setujukah anda, apabila kita tetap bergabung dengan Kabupaten

Kotawaringin Barat ? 3. Setujukah anda apabila kita mengusulkan pembentukan Kabupaten baru hasil

pemekaran dengan Nanga Bulik sebagai Ibu Kota Kabupatennya ? Dari hasil polling saat itu ternyata menunjukkan bahwa 97,36% setuju

dengan pilihan yang ketiga yaitu mengusulkan pembentukan Kabupaten sendiri.

Dari hasil polling inilah kemudian yang mendasari gerak dan langkah

perjuangan pembentukan Kabupaten Lamandau di tingkat lokal Kecamatan Bulik,

Delang dan Lamandau disamping dukungan para tokoh Bulik, Lamandau dan

Delang yang berada di luar daerah.

Kemudian pada saat Penjabat Gubernur Kalimantan Tengah Bapak

Rapiudin Hamarung bersama dengan Bupati Kotawaringin Barat beserta Pejabat

Pemerintah lainnya berkunjung di Nanga Bulik pada tanggal 6 Januari 2000,

masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang kembali menyatakan sikap

secara utuh dan tegas agar ketiga kecamatan tersebut digabung dalam sebuah

Kabupaten baru yaitu Kabupaten Lamandau.

Selanjutnya atas prakarsa FKMP – BULANG pada tanggal 8 Juli 2000 di

Nanga Bulik tepatnya di Gedung Kartawana/Eks Kantor DPRD Kabupaten

Lamandau atau Kantor KPUD, dilaksanakan Musyawarah Besar Masyarakat

Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang, untuk menyatukan Visi dan Misi

pemekaran Kabupaten Lamandau serta dalam rangka membentuk Panitia

Persiapan Pembentukan Kabupaten Lamandau (P3KL) dengan Mozes Pause, SH

sebagai Ketua Umum dan Tommy Hermal Ibrahim sebagai Sekretaris Umum P3KL

yang ditugasi untuk menyusun komposisi dan personalia P3KL serta melanjutkan

perjuangan pembentukan Kabupaten Lamandau.

Setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD Kabupaten Kotawaringin

Barat serta Bupati Kotawaringin Barat, maka pada tanggal 15 Oktober 2001, oleh

Bupati Kotawaringin Barat di Hotel Wisata Jakarta dilakukan Expose terhadap

rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau dan Sukamara di depan Tim

Independen Ditjen PUOD Depdagri bersama Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin

Barat, Bapak T.A. Zailani turut hadir pada saat Ekpose tersebut Anggota DPRD

Provinsi Kalimantan Tengah dari Dapil Kotawaringin Baratyaitu :

1. Bapak HM. San Marwan 2. Bapak Ir. Kemal Masri Peserta / utusan ekspose yaitu :

1. Drs. Daud Juanda (Asisten I Kabupaten Kotawaringin Barat) 2. Drs. Wahyudi,M.Si. (Bappeda Kabupaten Kotawaringin Barat) Adapun perwakilan dari P3KL yaitu :

1. Mozes Pause, SH 2. H. Muchlisin 3. Tommy Hermal Ibrahim 4. Andereas Nahan, S.IP 5. H. Arsyadi Madiah 6. H. Burhan 7. Drs. Frans Evendi.

Sekembalinya dari Jakarta hasil ekspose tersebut kemudian

disosialisasikan kepada masyarakat Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan

Kecamatan Delang pada tanggal 5 Pebruari 2002 di Nanga Bulik.

Setelah dilakukan pembahasan serta kajian yang mendalam serta atas

petunjuk dan Ridho dari Tuhan Yang Maha Esa, maka akhirnya rencana

Pembentukan Kabupaten Lamandau telah disahkan melalui Undang – Undang

Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten

Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,

Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di

Propinsi Kalimantan Tengah di Jakarta.

Pada sa’at pengesahan Undang – undang tersebut dihadiri pula oleh Unsur P3KL

yaitu :

1. Drs. Iba Tahan, MS 2. H. Arsyadi Madiah 3. Idar Y.Kunum 4. H. Burhan 5. Ibramsyah Ambran

6. Darmawi Juwahir 7. Syubandi H 8. Vicentius Huang 9. Drs. Frans Evendi 10. Imanuel Gerzon 11. Luyen K. Antang 12. Effendi Buhing.

Kemudian pada tanggal 8 Juli 2002 oleh Gubernur Kalimantan Tengah

atas nama Menteri Dalam Negeri di depan Sidang Paripurna DPRD Propinsi

Kalimantan Tengah di Palangka Raya dilaksanakan Acara Pelantikan Bapak Drs.

Regol Cikar sebagai Penjabat Bupati Lamandau

Pada Bulan Juli 2002, aktivitas Kantor Bupati Lamandau yang beralamat di Jl. Tjilik

Riwut No. 10 Nanga Bulik (Eks Kantor Camat Bulik) mulai dibuka dengan jumlah

personil sebanyak 6 (Enam) orang berdasarkan Instruksi Penjabat Bupati

Lamandau nomor: 824/01/Peg/2002 Tentang Penunjukan Pegawai Yang

Diperbantukan Pada Kantor Bupati Lamandau.

Ketujuh orang tersebut adalah :

1. Drs. Kardinal 2. Andreas Nahan, S.IP 3. Ganti P.Kanisa, S.STP 4. Triadi Eka Asi Jayadiputera S.STP 5. H. Arsyadi Madiah 6. Abdul Rasyid Syahrul 7. Cahyono

Setelah melalui perjuangan serta proses yang cukup panjang, akhirnya Kabupaten

Lamandau dapat terbentuk. Untuk menunjukan rasa syukur atas terwujudnya

perjuangan tersebut, maka pada tanggal 3 Agustus 2003 dilaksanakan Acara

Syukuran Pembentukan Kabupaten Lamandau yang dihadiri oleh salah seorang

tokoh kebanggaan/putera asli kelahiran Kabupaten Lamandau yaitu Wakil

Gubernur Kalimantan Tengah (Bpk. Drs. Nahson Taway), Biro Tata Praja Setda

Propinsi Kalimantan Tengah dan Bupati Kotawaringin Barat serta masyarakat

Kabupaten Lamandau dengan mengambil tempat di Bundaran baru Bukit Hibul

yang merupakan rencana areal perkantoran kabupaten. Dalam acara syukuran

tersebut, sekaligus dilakukan penyerahan Hibah Lahan Perkantoran dari

masyarakat Nanga Bulik seluas 350 hektar untuk keperluan areal perkantoran

tersebut.

Acara syukuran tersebut yang dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus 2002

kemudian dicanangkan sebagai hari jadi Kabupaten Lamandau, yang pada tanggal

3 Agustus 2015 ini genap berusia 13 tahun.