18
Sejarah Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW Hijrah yang berarti perpindahan dianggap sebagai salah satu ibadah dengan nilai pahala yang tinggi. Dalam banyak ayat al- Quran Allah Swt menjelaskan kemuliaan ibadah ini dan menjanjikan ganjaran yang berlipat ganda kepada mereka yang berhijrah. Sebab, selain kesulitan yang dihadapi seorang muhajir baik kesulitan karena meninggalkan negeri asal, kesulitan di negara baru dan banyak hal lain, hijrah juga dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara agama dan risalah ilahi yang terakhir ini. Hijrah ke Ethiopia/Habasyah Perlawanan kaum quraisy yang semakin meningkat dan penyiksaan yang semakin kejam terhadap pengikut-pengikut Nabi Muhammad SAW mendorong beliau untuk memerintahkan kaum muslimin berangkat ke negeri Habsyi/Ethiopia. Pilihan Nabi Muhammad SAW jatuh kepada negeri Habsyi didasarkan atas pengetahuannya sendiri bahwa al- Najasyi (Negus) yang berkuasa di negeri tersebut adalah orang yang adil lagi bijaksana dan orang Quraisy tidak punya pengaruh yang besar di negeri tersebut. Hijrah yang pertama dalam sejarah Islam ditandai dengan berangkatnya sepuluh orang laki-laki dan empat orang perempuan ke negeri Habsyi. Peristiwa ini terjadi pada tahun 615 M dan mengandung pengertian perpindahan dari dar al harbi (daerah rawan permusuhan/perang) ke dar al amni (daerah aman). Sementara itu, Nabi Muhammad tetap tinggal di Mekah mengajak kaumnya untuk menyembah Allah dan menerima ajaran yang dibawanya. Usaha Nabi Muhammad ini tidak sia-sia. Terbukti beberapa tokoh masyarakat Quraisy masuk Islam. Di antaranya Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Nabi Muhammad yang masuk Islam pada tahun keenam kenabian dan Umar bin Khattab. Dengan masuknya kedua tokoh besar Quraisy ini kekuatan Islam semakin bertambah. Kekejaman kafir Quraisy semakin menjadi-jadi dan korban penyiksaan bertambah banyak. Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan kembali kepada umatnya untuk hijrah ke Habasyah menyusul saudara mereka yang telah terlebih dahulu pergi ke sana. Pemberangkatan pertama yang berhasil itu menyebabkan pengikut-pengikut Nabi Muhammad yang lain menyusul sehingga jumlahnya mencapai 83 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Beberapa orang yang berangkat hijrah tersebut di antarnya adalah, Utsman bin Affan, Ruqayyah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Ja’far bin Abu Thalib. Setelah sampai di negeri Habasyah, mereka mendapat sambutan yang baik dari raja Najasyi (Negus). Perlakuan raja Najasyi terhadap kaum muslimin sangat baik. Ia mengijinkan umat muslim untuk beribadah dengan sebaik-baiknya. Nafsu kaum Quraisy Mekah untuk mematahkan semangat perjuangan nabi Muhammad SAW sangat besar, sehingga mereka mengutus Amr bin Ash dan Amr bin al- Walid membawa hadiah untuk raja Najasyi. Mereka berharap permintaan mereka agar umat muslim dikembalikan ke Mekah dikabulkan oleh raja Najasyi karena umat muslim yang dianggap pengacau agama dan perusak kekeluargaan serta kehormatan Quraisy. Kemudian, raja Najasyi mempertemukan kaum muslim dan utusan kafir Qurasiy untuk dimintai penjelasan yang sebenarnya. Wakil umat Islam ketika itu adalah Ja’far bin Abu Thalib yang menjelaskan kepada raja Najasyi perihal yang sebenarnya. Di tempat inilah dan di hadapan raja beserta para penasehat agamanya, Ja'far menjelaskan maksud kedatangannya ke Habasyah. Putra Abu Thalib ini dengan tegas mengatakan bahwa dia dan rombongannya, bukanlah budak yang lari dari tuannya atau pembunuh yang lari dari tebusan darah. Mereka lari dari Mekah hanya untuk menyelamatkan diri dari penyiksaan dan tekanan yang dilakukan para pemuka Quresy terhadap mereka. Mereka dianggap layak mendapat perlakuan buruk karena telah menyembah Tuhan yang Esa dan menolak sujud kepada berhala. Penjelasan Ja'far bin Abi Thalib berhasil mematahkan makar utusan Quresy. Raja Najasyi memerintahkan untuk mengembalikan semua hadiah yang dikirim Quresy kepadanya. Utusan Mekah-pun meninggalkan negeri 1

Sejarah Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW Ke Madinah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sejarah Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW Ke Madinah

Citation preview

Sejarah Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW

Hijrah yang berarti perpindahan dianggap sebagai salah satu ibadah dengan nilai pahala yang tinggi. Dalam banyak ayat al-Quran Allah Swt menjelaskan kemuliaan ibadah ini dan menjanjikan ganjaran yang berlipat ganda kepada mereka yang berhijrah. Sebab, selain kesulitan yang dihadapi seorang muhajir baik kesulitan karena meninggalkan negeri asal, kesulitan di negara baru dan banyak hal lain, hijrah juga dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara agama dan risalah ilahi yang terakhir ini.

Hijrah ke Ethiopia/Habasyah

Perlawanan kaum quraisy yang semakin meningkat dan penyiksaan yang semakin kejam terhadap pengikut-pengikut Nabi Muhammad SAW mendorong beliau untuk memerintahkan kaum muslimin berangkat ke negeri Habsyi/Ethiopia. Pilihan Nabi Muhammad SAW jatuh kepada negeri Habsyi didasarkan atas pengetahuannya sendiri bahwa al-Najasyi (Negus) yang berkuasa di negeri tersebut adalah orang yang adil lagi bijaksana dan orang Quraisy tidak punya pengaruh yang besar di negeri tersebut.

Hijrah yang pertama dalam sejarah Islam ditandai dengan berangkatnya sepuluh orang laki-laki dan empat orang perempuan ke negeri Habsyi. Peristiwa ini terjadi pada tahun 615 M dan mengandung pengertian perpindahan dari dar al harbi (daerah rawan permusuhan/perang) ke dar al amni (daerah aman).

Sementara itu, Nabi Muhammad tetap tinggal di Mekah mengajak kaumnya untuk menyembah Allah dan menerima ajaran yang dibawanya. Usaha Nabi Muhammad ini tidak sia-sia. Terbukti beberapa tokoh masyarakat Quraisy masuk Islam. Di antaranya Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Nabi Muhammad yang masuk Islam pada tahun keenam kenabian dan Umar bin Khattab. Dengan masuknya kedua tokoh besar Quraisy ini kekuatan Islam semakin bertambah.

Kekejaman kafir Quraisy semakin menjadi-jadi dan korban penyiksaan bertambah banyak. Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan kembali kepada umatnya untuk hijrah ke Habasyah menyusul saudara mereka yang telah terlebih dahulu pergi ke sana. Pemberangkatan pertama yang berhasil itu menyebabkan pengikut-pengikut Nabi Muhammad yang lain menyusul sehingga jumlahnya mencapai 83 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Beberapa orang yang berangkat hijrah tersebut di antarnya adalah, Utsman bin Affan, Ruqayyah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Jafar bin Abu Thalib.

Setelah sampai di negeri Habasyah, mereka mendapat sambutan yang baik dari raja Najasyi (Negus). Perlakuan raja Najasyi terhadap kaum muslimin sangat baik. Ia mengijinkan umat muslim untuk beribadah dengan sebaik-baiknya. Nafsu kaum Quraisy Mekah untuk mematahkan semangat perjuangan nabi Muhammad SAW sangat besar, sehingga mereka mengutus Amr bin Ash dan Amr bin al-Walid membawa hadiah untuk raja Najasyi. Mereka berharap permintaan mereka agar umat muslim dikembalikan ke Mekah dikabulkan oleh raja Najasyi karena umat muslim yang dianggap pengacau agama dan perusak kekeluargaan serta kehormatan Quraisy.

Kemudian, raja Najasyi mempertemukan kaum muslim dan utusan kafir Qurasiy untuk dimintai penjelasan yang sebenarnya. Wakil umat Islam ketika itu adalah Jafar bin Abu Thalib yang menjelaskan kepada raja Najasyi perihal yang sebenarnya. Di tempat inilah dan di hadapan raja beserta para penasehat agamanya, Ja'far menjelaskan maksud kedatangannya ke Habasyah. Putra Abu Thalib ini dengan tegas mengatakan bahwa dia dan rombongannya, bukanlah budak yang lari dari tuannya atau pembunuh yang lari dari tebusan darah. Mereka lari dari Mekah hanya untuk menyelamatkan diri dari penyiksaan dan tekanan yang dilakukan para pemuka Quresy terhadap mereka. Mereka dianggap layak mendapat perlakuan buruk karena telah menyembah Tuhan yang Esa dan menolak sujud kepada berhala. Penjelasan Ja'far bin Abi Thalib berhasil mematahkan makar utusan Quresy. Raja Najasyi memerintahkan untuk mengembalikan semua hadiah yang dikirim Quresy kepadanya. Utusan Mekah-pun meninggalkan negeri Habasyah. Untuk kaum muhajirin ini, Najasyi memberikan izin tinggal di negerinya dengan aman dan damai sampai kapanpun juga. Menurut suatu riwayat, setelah raja Najasyi menerima kebenaran Islam, ia pun masuk Islam.

Pemboikotan Terhadap Bani Hasyim

Utusan Quraisy yang kembali dari Habsyi pulang dengan rasa kecewa. Di Mekah, kaum kafir Quresy semakin kalap, kala menyaksikan jumlah mereka yang masuk agama Islam semakin bertambah. Pembesar-pembesar Mekah semisal Hamzah bin Abdul Mutthalib juga telah mengumumkan keislamannya. Hal ini membuat para pemuka Quresy berpikir untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi membunuh Muhammad tidaklah mudah. Sebab, bagaimanapun juga, bani Hasyim yang termasuk kelompok bangsawan Quresy tidak akan setuju.

Quresy membujuk Abu Thalib yang dipandang sebagai pelindung utama Rasulullah agar bersedia menerima uang tebusan dua kali lipat dari tebusan biasa, dan membiarkan Muhammad dibunuh. Pembunuhnya akan dipilih dari orang di luar Quresy. Dengan demikian, pembunuhan atas diri Muhammad tidak akan berbuntut pada perang saudara di Mekah. Usulan tersebut dipandang Abu Thalib sebagai tanda keseriusan Quresy untuk membunuh Nabi. Akhirnya Abu Thalib memanggil seluruh anggota keluarga bani Hasyim agar berkumpul di lembah Abu Thalib untuk melindungi Muhammad dari upaya teror yang direncanakan Quresy terhadapnya.

Bulan Muharram tahun ke-7 kenabian, kaum kafir Quresy menyusun sebuah perjanjian yang berisi pemboikotan terhadap bani Hasyim. Berdasarkan perjanjian ini, segala bentuk jual beli, pernikahan dan hubungan dengan bani Hasyim dilarang. Pemboikotan ini telah menyebabkan bani Hasyim yang berada di lembah Tsaqib atau syi'b Abu Thalib kesulitan mendapatkan bahan pangan dan keperluan hidup lainnya.

Pemboikotan ini dimaksudkan untuk memaksa bani Hasyim khususnya Abu Thalib, agar bersedia menyerahkan Muhammad kepada Quresy untuk dibunuh. Tekad mereka untuk menghabisi nabi terakhir ini, sedemikian kuat sehingga Abu Thalib memperkuat penjagaan atas diri Rasulullah. Di malam hari, Abu Thalib memerintahkan salah seorang dari bani Hasyim untuk tidur di pembaringan Rasulullah, demi menjaga keselamatan Nabi bergelar al-Amin ini.

Kondisi serba sulit ini berlangsung selama tiga tahun. Selama itulah, mereka yang berada di dalam syi'b bergelut dengan rasa lapar dan keterasingan. Pekik tangis anak-anak bayi dari keluarga bani Hasyim yang kelaparan terkadang terdengar sampai ke luar lembah itu. Bagi sebagian orang Quresy, keadaan ini sungguh menyiksa batin mereka. Karena itu, mereka sepakat untuk mencabut boikot atas bani Hasyim.

Tahun Duka Cita dan Dakwah ke Thoif

Pada tahun kesembilan kenabian, setelah bani Hasyim keluar dari syib Abu Thalib dan terlepas dari pemboikotan, Partner tercinta Nabi Muhammad SAW yakni isterinya Khadijah dan pelindungnya yang disegani kaum Quraisy yaitu pamannya Abu Thalib meninggal dalam waktu yang hampir bersamaan. Betapa tidak, di saat kaum Quresy berniat membunuh beliau, Abu Thalib siap berkorban untuk melindungi Rasulullah. Di saat kaum kafir memboikot Nabi secara ekonomi, Khadijah menginfakkan seluruh hartanya untuk perjuangan Islam. Tahun 10 kenabian disebut oleh Rasulullah sebagai amul huzn yang berarti tahun kesedihan karena kepergian dua insan pembela risalah kenabian. Hal ini membuat semakin beranilah masyarakat kafir Quraisy dalam menyakiti Nabi. Maka tahun kesepuluh kenabian disebut sebagai Tahun Duka Cita (Aamul Khuzn). Kehilangan kedua orang tersebut merupakan problem baru Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan dawah islamiyah di Mekah.

Pada tahun kesepuluh kenabian ini penderitaan yang dialami Nabi dan para sahabat semakin parah. Maka Nabi Muhammad berencana untuk pergi ke Thaif untuk mencari bantuan keluarganya yang ada di Thaif. Penguasa di negeri itu adalah keturunan Tsaqif yang masih kerabat dekatnya. Keturunan Tsaqif yang berkuasa bergelar Kinanah, bergelar Abu Jalil, Masud yang bergelar Abul Kulal dan Habib. Ketiganya adalah anak dari Amr bin Umair bin Auf al-Tsaqafi..

Nabi Muhammad SAW memasuki Thaif disertai oleh Zaid bin Harist. Nabi Muhammad memasuki perkampungan orang-orang Thaif dan memperkenalkan islam kepada mereka. Nabi Muhammad mengajak orang-orang Thaif seperti beliau mengajak orang-orang di Mekah. Ajakan Nabi Muhammad membuat orang-orang Thaif marah dan mengusir mereka serta melemparinya dengan batu. Harapan Nabi Muhammad terhadap Thaif tidak terpenuhi. Akibat kekurangajaran warga Thaif, malaikat Jibril mendatangi Rasulullah dan meminta izin untuk menghukum mereka. Tetapi nabi yang oleh Allah disebut sebagai orang yang penyayang ini menolak sambil mengatakan, "Ya Allah ampunilah kaumnya, karena mereka tidak mengetahui kebenaran yang aku bawa." Nabi Muhammad mendoakan mereka supaya mereka diampuni oleh Allah dan dapat memberikan hidayah kepada kaumnya itu. Nabi Muhammad yakin penduduk Thaif belum memahami hakekat ajaran-ajaran yang dibawanya.

Nabi Muhammad mengira bahwa di kota ini beliau akan mendapatkan bantuan, namun kenyataannya beliau dihina, diusir, dan dilempari batu oleh penduduk Thaif karena hasutan Abu Jahal, hingga beliau terluka. Dengan pakaian yang berlumuran darah dan penuh luka, Nabi Muhammad meninggalkan Thaif, menghindari kejaran penduduk Thaif. Kemudian beliau beristirahat di sisi kebun anggur milik dua bersaudara Uthbah dan Syaibah, anak Rabiah. Nabi Muhammad menengadahkan muka ke langit mengadukan nasib yang dideritanya kepada Allah dan berkata: Ya Alloh, hanya Engkau tempat aku mengadukan kelemahanku, ya Allah Engkau Maha Penyayang, Pelindung orang-orang yang lemah. Aku berlindung kepada-Mu.

Ketika keluarga Rabiah sedang memerhatikan kemalangan yang diderita Nabi Muhammad. Lalu mereka memerintahkan kepada budaknya yang bernama Addas, seorang yang beragama Nasrani, untuk mengambilkan buah anggur dari kebun dan memberikannya kepada Nabi Muhammad. Sebelum Nabi Muhammad memakan anggur itu, beliau mengucapkan Bismillah. Mendengar ucapan itu, Addas merasa heran karena belum pernah mendengar kalimat itu di Thaif. Lalu Nabi menanyakan asal-usul Addas dan agamanya. Addas pun menjawab bahwa ia berasal dari negeri Niniveh dan beragama Nasrani. Nabi Muhammad pun bertanya lagi: Dari negeri Yunus anak Matta? Addas pun menimpalinya dengan pertanyaan: Dari mana kenal Yunus anak Matta? Nabi pun menjawab: Dia saudaraku, dia seorang nabi, dan aku juga seorang nabi. Saat itu juga Addas membungkuk dan mencium telapak tangan Nabi.

Suatu peristiwa amat penting juga telah terjadi pada diri Nabi Muhammad SAW semasih berada di Mekah. Peristiwa tersebut dikenal dalam ejarah islam dengan Isra Miraj. Peristiwa itu terjadi setahun sebelum hijrah tepatnya 27 Rajab 621 M. Pada peristiwa ini Allah SWT memperlihatkan tanda-tanda keagungan dan kekuasaan-Nya sebagai hiburan untuk Nabi Muhammad yang sedang dirundung kesedihan. Peristiwa ini memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada Nabi Muhammad. Selain itu, dia juga menerima perintah untuk melaksanakan sholat 5 waktu dalam sehari semalam.

Rupanya, peristiwa ini menjadi koreksi bagi umat islam yang beriman. Siapa yang beriman dengan mantap dan siapa saja yang rapuh imannya. Terbukti setelah Nabi Muhammad menyampaikan peristiwa Isra Miraj ada diantara para pengikutnya yang murtad. Sementara ada pula yang semakin mantap dank arena kecintaannya kepada Nabi Muhammad mereka berani melakukan Hijrah ke daerah yang dianggap lebih aman.

Persiapan Hijrah ke Madinah

Nabi Muhammad kembali ke mekah dalam keadaan sedih. Di Mekah Nabi Muhammad selalu berfikir daerah mana yang cocok untuk menyiarkan Islam selain Mekah. Setelah kembali ke kota Mekah, Nabi memfokuskan dakwahnya kepada suku-suku Arab lainnya yang berdatangan ke kota itu untuk melaksanakan ibadah haji. Dalam keadaan sedih karena perlakuan orang-orang Quraisy serta kehilangan orang-orang yang dicintainya Nabi Muhammad sempat mendapatkan peluang baru dari Yatsrib.

Pada tahun 620 M Nabi Muhammad sempat bertemu 6 orang Yastrib dari kabilah Aus dan kabilah Khazraj yang berziarah ke Mekah. Dari situlah, beliau berkenalan dengan orang-orang Aus dan Khazraj, penduduk kota Yatsrib yang kemudian berubah nama menjadi Madinah. Di Yatsrib, suku Aus dan Khazraj merupakan musuh bebuyutan yang sejak lama terlibat perang saudara. Di kota itu, hidup pula suku-suku beragama Yahudi yang sering mengabarkan kepada mereka akan kedatangan Nabi di akhir zaman.

Dalam pertemuannya tersebut Nabi menyeru kepada mereka untuk ke agama Allah dan mereka menyambut dengan baik serta menyatakan masuk Islam pada saat itu juga. Orang-orang Yatrib yang telah menyatakan keislamannya di Mekah di tempat yang bernama Aqabah dan kemudian memberitahukan apa yang disaksikannya kepada masyarakat Yastrib. Kedatangan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah untuk mengajak manusia menyembah Allah dan menghentikan perselisihan diantara sesama manusia. Hal ini bertepatan sekali dengan permasalahan yang dihadapai masyrakat Yastrib yaitu perselisihan antara Bani Aus dan Bani Khazraj. Karena itu, mereka menyambut Islam dengan suka cita dengan harapan suku yang sudah 15 tahun berseteru tersebut dapat berdamai. Orang-orang Aus dan Khazraj yang telah menemukan seorang pemimpin yang dapat mengakhiri permusuhan di antara mereka, m enawarkan kepada Rasulullah Saw agar beliau bersedia berhijrah ke kota mereka.

Peristiwa pengislaman orang-orang Yastrib ini juga diikuti perjanjian kesetiaan mereka kepada agama Allah. Perjanjian itu dikenal dengan perjanjian Aqabah pertama. Diantara orang yang menyatakan keislamannya terdapat seorang wanita yang bernama Afrah binti Abid bin Tsalabah. Ubadah bin Samit, salah seorang peserta perjanjian menceritakan materi perjanjian sebagai berikut kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, kami tiada akan mencuri, kami tiada kan berzina, kami tiada akan membunuh anak-anak kami, tiada akan fitnah memfitnah, dan tiada akan mendurhakai Nabi Muhammad pada sesuatu yang tidak kami kehendaki

Perkembangan selanjutnya lebih menambah keyakinan Nabi Muhammad SAW akan bahwa orang Yastrib bersungguh-sungguh terhadap Islam. Mereka datang kembali pada 622 M dengan maksud mengadakan perjanjian Aqabah 2 sekaligus mengundang beliau untuk berhijrah ke Yastrib. Dibanding perjanjian yang pertama, perjanjian ini mempunyai ciri tersendiri. Perjanjian Aqabah 2 diikuti 75 orang dari Yastrib dan Nabi didampingi pamannya yang bernama Hamzah. Isi perjanjian kesetiaan yang diucapkan tidak jauh berbeda dengan isi perjanjian kesetiaan yang sebelumnya. Namun yang menarik dari perjanjian ini adalah peserta yang memeluk agama islam semakin banyak. Dalam dua kali perjanjian yang terjadi, Nabi mendapatkan kesan bahwa Islam telah siap berkembang pesat di Yastrib.

Tersebarnya berita tentang masuk Islamnya sekelompok penduduk Yatsrib (Madinah), membuat orang-orang kafir Quraisy semakin meningkatkan tekanan terhadap orang-orang Mukmin di Makkah. Karena fakta ini dan sesuai dengan tawaran itu, serta dengan perintah Allah Swt, Rasul Saw memerintahkan kaum muslimin Mekah untuk berhijrah ke Yastrib dengan sembunyi-sembunyi agar tidak dihadang oleh musuh. Para sahabat pun segera mempersiapkan diri. Orang pertama yang dicadangkan berangkat adalah Abu Salamah bin Abdul Saat dan isterinya Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah). Namun takdir Allah menentukan lain, Ummu Salamah bertahan di Makkah. Namun akhirnya dia keluar satu tahun kemudian bersama puteranya Salamah diiringi Utsman bin Abi Thalhah yang ketika itu belum masuk Islam.Hal berbeda dilakukan oleh Umar bin Khattab yang justru mengumumkan terlebih dahulu rencananya untuk berangkat ke pengungsian kepada orang-orang kafir Makkah. Tak ada seorangpun dari sahabat Nabi yg berhijrah terang2an kecuali Umar bin Khattab itulah penuturan Ali bin Abi Thalib. Jika para sahabat2 lain sewaktu Hijrah melakukannya dengan cara sembunyi2 agar terhindar dari gangguan Quraisy lain halnya dengan Umar yang sengaja Hijrah secara terang2an. Sesungguhnya, hijrah Rasulullah secara sembunyi dan Umar yang secara terang2an adalah karena apa yang dilakukan Nabi sebagai pensyariatansehingga hal ini bisa menjadi syariat yang bisa ditiru umat untuk menampakkan kekuatan dan kemuliaan islam

Umar r.a. bukan juga tanpa perhitungan. Ia mengambil pedang, busur, dan anak panahnya seakan siap untuk berperang. Umar tidak lantas langsung Hijrah menuju Madinah. Ia berbelok terlebih dahulu menuju Kabah dimana kaum Quraisy yang sangat membenci Islam saat itu juga sedang berkumpul di sekitar Kabah. Dia terlebih dahulu melakukan thawaf dan mengerjakan Shalat di maqom Nabi Ibrahim. Kaum Quraisy tak lepas perhatiannya pada Umar yang sejak tadi memperhatikannya dengan geram.

Umarpun sadar bahwa ia sedang diperhatikan kaum Quraisy. Umar berkata dengan suara lantang pada mereka Hai wajah wajah yang telah ingin Allah hinakan..!! Barang siapa yang ingin anaknya menjadi yatim, yang ingin ibunya celaka, dan yang ingin istrinya menjanda..maka temui aku besok di balik lembah ini!! ujar Umar menantang mereka. Sesungguhnya, aku besok akan pergi berhijrah sambung Umar

Tak terdengar suara apapun dari mereka kaum Quraisy setelah mendengar tantangan Umar | tak ada yang berani angkat bicara , yang ada mereka hanya terpana, kemudian berangsur angsur meninggalkan Kabah. Jadilah besok jumlah yang Hijrah terbanyak diantara orang2 yang hijrah ke Madinah dalam satu kelompok. Umar berhijrah bersama kaum dhuafa dari kaum muslimin | yang semuanya berada dalam perlindungan Umar.

Abdullah bin Masud berkata kami berada dalam keadaan hina hingga dia Umar masuk islam. Abdullah melanjutkan Demi Allah, tidaklah kami mampu mengerjakan shalat dalam Kabah sampai Umar masuk Islam, baru kami melakukannya Bahkan Allah menurunkan firman nya ketika Umar masuk Islam [QS.Al-Anfal:61] yang Rasulullah pun berdoa agar Allah memuliakannya untuk Islam diantara dua Umar Sebelumnya rasulullah telah berdoa Ya Allah, kuatkanlah islam dengan masuknya salah satu dari dua Umar. Yang dimaksud adalah Umar bin Khattab dan Umar bin Hasyim (Abu Jahal).

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Saad bin Abi Waqqash ra., dia berkata, Rasulullah saw. bersabda: Wahai Ibnul Khaththab, demi Dzat Yang jiwaku ada di Tangan Nya, sekali-sekali syetan tidak akan melalui suatu jalan yang akan engkau lewati.Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Dia berkata: Rasulullah saw. bersabda:Tidak ada satu malaikat pun di langit yang tidak menghormati Umar, dan tidak ada satu syetanpun yang ada di atas bumi kecuali dia akan takut kepada Umar.Selain itu Umar dijuluki dengan Al Faruq yang artinya pembeda. Dari Ibnu Umar ra. bahwa RasuluLlah saw. bersabda:Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran di lidah dan hati Umar.(HR. Tirmidzi)

Proses Hijrah Rosululloh SAW

Perpindahan kaum muslimin secara sembunyi-sembunyi akhirnya diketahui oleh kaum Quraisy karena kosongnya beberapa bagian kota Mekah dari kehidupan. Sementara pengikut-pengikutnya meninggalkan Mekah, Nabi Muhammad bertahan di Mekah bersama Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib. Keduanya menunggu perintah Rasulullah yang juga sedang menunggu perintah Allah bila masa yang tepat untuk keluar meninggalkan Makkah.

Setelah Nabi Muhammad melihat pengikutnya sudah tidak ada di tanah Mekah, maka Nabi Muhammad SAW meninggalkan Mekah di tengah-tengah kesibukan dan seriusnya orang Quraisy untuk membunuh dirinya. Kaum Quraisy berencana untuk membunuh Nabi Muhammad SAW pada malam hari. Hal ini direncanakan karena ketakutan orang Quraisy akan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Yastrib untuk memperkuat diri di sana. Pihak Musyrikin yang mengetahui para sahabat Rasulullah telah pergi membawa harta, anak, dan isteri mereka ke negeri Aus dan Khazraj (Madinah), meyakini bahwa negeri tersebut akan membela dan melindungi Rasulullah. Oleh itu mereka khawatir, jika Rasulullah kemudian menyusul, niscaya umat Islam akan mempunyai kekuatan. Maka sebelum hal itu terjadi, mereka bersepakat untuk membunuh Rasulullah.

Bermusyawarahlah kaum kafir Quraisy di Darun Nadwah. Mereka merumuskan cara yang diambil untuk membunuh Rasululah saw. yang diketahui belum berangkat bersama rombongan para sahabat. Rapat memutuskan untuk mengumpulkan seorang algojo dari setiap kabilah guna membunuh Nabi saw. bersama-sama. Pertimbangannya ialah, keluarga besar Nabi (Bani Manaf) tidak akan berani berperang melawan semua suku yang telah mengutus algojonya masing-masing. Kelak satu-satunya pilihan yang mungkin ambil oleh Bani Manaf ialah rela menerima diyat (denda pembunuhan) atas terbunuhnya Nabi. Keputusan bersama ini segera dilaksanakan dan para algojo telah berkumpul di sekeliling rumah Nabi saw. Mereka mendapat instruksi: Keluarkan Muhammad dan rumahnya dan langsung pengal tengkuknya dengan pedangmu!

Semua rencana yang digendakan oleh orang Quraisy dengan izin Allah terdengar oleh Nabi Muhammad SAW sehingga dia dapat mempersiapkan segala sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan lebih dini. Memang tidak ada orang yang menyangsikan bahwa Nabi Muhammad SAW menggunakan kesempatan itu untuk hijrah tetapi karena begitu kuatnya dia menyimpan rahasia sehingga tidak ada seorangpun yang mengetahui, sekalipun itu Abu Bakr.

Ketika dia sudah mengetahui keadaan Quraisy dan kaum Muslimin sudah tidak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil Nabi Muhammad berkeinginan untuk hijrah ke Yastrib. Dalam dia menantikan perintah Tuhan yang mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah mengijinkan dia hijrah.

Suatu siang, datanglah Rasulullah ke rumah Abu Bakar dan berkataKeluarkanlah siapa pun yang ada di rumahmu. Kata Abu Bakar, Mereka adalah keluargamu juga, wahai Rasulullah. Rasulullah berkata, Allah telah mengizinkan saya Hijrah.. Abu Bakar berkata, Saya yang akan menyertaimu, wahai Rasulullah? Kata Rasulullah, Ya.

Ali di Tempat Tidur Nabi

Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuh Rosululloh malam itu sudah mengepung rumahnya, karena dikhawatirkan dia akan lari. Pada malam pengepungan itu Nabi saw. tidak tidur dan beliau membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya pula supaya sepeninggalnya Rosululloh SAW hijrah nanti Ali harus tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Sekalipun dalam kepungan para pemuda Quraisy, atas izin Allah Nabi Muhammad SAW berhasil keluar dari rumahnya dengan menaburkan pasir ke muka para pemuda Quraisy yang sedang mengepung rumah beliau seraya berkata: alangkah kejinya mukamu.

Tidak lama setelah Nabi Muhammad meninggalkan rumahnya, para pemuda yang sudah disiapkan kaum Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mereka puas karena beranggapan bahwa Nabi Muhammad belum lari. Mereka semua tidak mengetahui kalau Nabi Muhammad telah keluar dari rumahnya dan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib di tempat tidurnya. Para pemuda Quraisy akhirnya masuk ke rumah beliau dengan penuh nafsu untuk membunuh tetapi mereka hanya mendapatkan Ali bin Abi Thalib yang sedang tidur. Mereka kecewa dan tidak percaya dengan segala hal yang terjadi. Hal ini terjadi hanya karena pertolongan Allah.

Di Gua Tsur

Rasulullah dan Abu Bakar berangkat pada hari Kamis tanggal 1 Rabiul Awwal tahun kelima puluh tiga dari kelahiran Nabi saw. Menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu mereka Nabi Muhammad SAW sudah keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Tsur. Jalan yang ditempuh oleh mereka berdua adalah jalan yang tidak mungkin dilewati manusia. Hal ini dilakukan supaya para pemuda Quraisy yang mengejar tidak berfikiran untuk mengejarnya melalui jalan itu. Pada waktu itu tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan. Jalan sebelah kanan merupakan jalan yang tidak mungkin ditempuh manusia karena banyaknya tebing yang ada.

Ibnul Qayyim mengisahkan (Zadul Maad 3/54), Al-Hakim (dalam Al-Mustadrak) dari Umar, menceritakan bahawa Rasulullah dan Abu Bakar berangkat menuju gua Tsur. Dalam perjalanan itu, kadang-kadang Abu Bakar berjalan di depan, kadang di belakang Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah bertanya, dan Abu Bakar menjawab, Wahai Rasulullah, kalau saya teringat pengintai dari depan, saya sengaja berjalan di depan, kalau saya ingat kepada para pengejar, maka saya berjalan di belakang. Kata Rasulullah, Apakah kau ingin jika terjadi sesuatu, engkau yang mengalaminya, bukan aku? Kata Abu Bakar, Ya. Demikianlah, keduanya sampai dan bersembunyi di dalam gua Tsur, di sebuah gunung di bawah Mekah kemudian masuk ke dalamnya.

Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah bin Abu Bakr, kedua orang puterinya Aisyah dan Asma, dan pembantu mereka Amir bin Fuhaira. Bila hari sudah sore Asma, datang membawakan makanan buat mereka. Tugas Abdullah sehari-hari berada di tengah-tengah Quraisy sambil mendengar-dengarkan permufakatan mereka terhadap Nabi Muhammad SAW serta apa yang dikatakan orang tentang mereka itu siang hari dan pada malam harinya disampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW beserta ayahnya. Sebelum fajar ia sudah kembali ke Makkah sehingga seolah-olah ia selalu berada di Makkah.

Amir hanya bertugas menggembalakan kambing Abu Bakr dan ketika menjelang sore diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah bin Abu Bakr keluar kembali dari tempat mereka maka datang Amir yang mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejaknya. Ketika hari sudah sore Asma datang membawakan makanan yang cocok buat mereka Rasulullah SAW dan ayahnya. Seperti itulah para ahli sejarah menggambarkan keadaan Nabi Muhammad dan Abu Bakr ketika mereka berada di gua Tsur.

Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga hari (Jumat, Sabtu, dan Ahad). Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa mengenal lelah. Betapa tidak. mereka melihat bahaya sangat mengancam kalau mereka tidak berhasil menyusul Nabi Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan pihak Yatsrib. Selama kedua orang itu berada dalam gua, tiada hentinya Nabi Muhammad SAW menyebut Nama Allah. Kepada-Nya dia menyerahkan nasibnya dan kepada-Nya pula segala persoalan akan kembali. Abu Bakr memasang telinga dengan benar-benar ketika berada di dalam gua. Ia ingin mengetahui adakah orang-orang yang sedang mengikuti jejak mereka itu berhasil.

Lolosnya Nabi saw. dari kepungan yang ketat itu membuat kalangan Quraisy hiruk pikuk mencari. Jalan Makkah-Madinah dilacak. Tetapi mereka gagal menemukan Nabi saw. Kemudian mereka menelusuri jalan Yaman-Madinah. Pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka dengan membawa pedang dan tongkat sambil mondar-mandir mencari ke segenap penjuru. Tidak jauh dari gua Tsur, mereka bertemu dengan seorang penggembala, kemudian bertanya. Apakah kalian melihat Muhammad? Penggembala itu pun menjawab, Mungkin saja mereka dalam gua itu, tetapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke sana. Ketika mendengar jawaban gembala itu Abu Bakr keringatan. Abu Bakr khawatir jika para pemuda Quraisy akan menyerbu ke dalam gua. Dia menahan napas, tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Allah. Abu Bakar merasa sangat khawatir akan keselamatan Nabi. Ketika itu Abu Bakar berkata sebagaimana disebutkan dalam hadis Anas bin Malik, Wahai Rasulullah, seandainya salah seorang dari mereka melihat ke bawah, nescaya mereka melihat kita.. Rasulullah bersabda, Bagaimana menurutmu dengan (keadaan) dua orang di mana Allah adalah yang ketiganya. Janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita, (Sahih, Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Kemudian orang-orang Quraisy datang menaiki gua itu, tetapi kemudian ada yang turun lagi. Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua? tanya kawan-kawannya. Sebagian dari mereka menjawab Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir, jawabnya. Saya juga melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di sana.Jadi tidak mungkin mereka berada di situ. Nabi Muhammad SAW makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakr makin ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad berbisik di telinganya: Jangan bersedih hati, Allah bersama kita. Demikanlah, kalau saja mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat beliau berdua. Tetapi orang-orang Quraisy itu makin yakin bahwa dalam gua itu tak ada manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Tak ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu surut kembali.

Pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk dibunuh itu serta tentang cerita gua ini datanglah firman Allah: Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (QS . 8. Al Maidah:30)

Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu dia berkata kepada temannya itu: Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita! Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana. (Quran, 9: 40)

Berangkat Ke Yastrib

Pada hari ketiga, mereka berdua sudah mengetahui bahwa situasi sudah tenang kembali mengenai diri mereka. Orang yang disewa sebagai penunjuk jalan datang membawakan unta kedua orang itu serta untanya sendiri. Abu Bakar menyewa Abdullah bin Uraiqith Ad-Daily untuk menunjukkan jalan yang tidak biasa menuju Madinah. Sebelum peristiwa itu Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqith seorang kafir yang dapat dipercaya dan bekerja sebagai pemandu sampai nanti tiba waktunya diperlukan. Ia diupah oleh Abu Bakar (RA) datang ke goa ini, setelah hari ke-tiga, membawa dua ekor onta.

Pada waktu itu Abu Bakar (RA) menawarkan satu dari onta itu kepada Nabi (SAW) sebagai hadiah. Namun beliau (SAW) memaksa membeli onta itu. Abu Bakar (RA) pun akhirnya bersedia menerima pembayaran sebesar empat ratus dirham untuk onta itu. Onta inilah yang kemudian dikenal sebagai onta Rasulullah (SAW) yang dinamai Quswa.

Asma puteri Abu Bakr juga datang membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tidak ada sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itulah dia diberi nama dzatun-nitaqain (yang bersabuk dua).

Karena mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali membuntuti mereka maka dalam perjalanan ke Yatsrib Nabi Muhammad dan Abu Bakr mengambil jalan yang tidak pernah dilalui manusia. Dengan dipandu oleh Abdullah bin Ariqat, mereka berdua memulai perjalanan menuju Madinah. Amar juga menyertai perjalanan mereka.

Abdullah bin Uraiqit dari Banu Duil sebagai penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, penunjuk jalan membawa mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan yang paling sedikit dilalui orang. Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan dan rasa lelah. Mereka hanya percaya bahwa Allah akan menolong mereka. Hanya karena adanya iman kepada Alloh Swt membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.

Kisah Suraqah bin Jusyum

Orang Quraisy mengadakan sayembara bagi siapa saja yang dapat menyerahkan Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar r.a atau dapat menunjukkan tempat mereka maka hadiah seratus ekor unta dan kehormatan menantinya. Wajar sekali hal ini menarik hati masyarakat pada waktu itu. Mereka sangat giat mencari Rasululloh Saw. Tidak lama setelah sayembara diadakan, tersiar kabar bahwa ada seseorang yang melihat serombongan dengan tiga unta di daerah Bani Mudlij. Ternyata dugaan mereka tidak meleset dan mereka yakin itu adalah Muhammad dan rombongan. Waktu itu Suraqah bin Malik bin Jusyum hadir dan mengatakan mungkin mereka keluarga si fulan dengan maksud mengelabui orang Quraisy, sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Dipacunya kudanya ke arah yang disebutkan tadi seorang diri.

Tidak lama kemudian Suraqah bin Juyum mendatangi tempat yang dimaksud dan dia menemukan Nabi Muhammad beserta kedua temannya sedang beristirahat di bawah naungan sebuah batu besar sembari menyantap bekal yang diberikan oleh Asma, putri Abu bakr. Abu Bakar yang mengetahuinya berkata, Ya Rasulullah, lihat Suraqah bin Malik mengikuti kita. Rasulullah pun berdoa. Pada saat itu, kekuasaan Allah ditunjukkan. Setiap kali Suraqa bin Jusyum mendekati rombongan Nabi Muhammad kudanya selalu tersungkur dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya.. Hal itu berulang sampai empat kali. Suraqah yang percaya kepada dewa berfikir bahwa itu adalah pertanda buruk sehingga dia mengurungkan niatnya. Kemudian ia menyarungkan pedangnya dalam keadaan diliputi perasaan kagum dan yakin, dia benar-benar berhadapan dengan seorang Nabi yang menjadi Rasul Allah. Ia mohon kepada Nabi agar berkenan menolong mengangkat kudanya yang tak dapat bangun karena kakinya terperosok ke dalam pasir. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil: Saya Suraqah bin Jusyum! Tunggulah, saya mau bicara. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.. Setelah ditolong oleh Nabi, dimintanya kepada Rosululloh supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkan kepadanya. Suraqah kemudian menyerahkan tambahan bekalan makanan kepada Rasulullah, namun Rasulullah menolak secara halus sambil mengatakan, Tidak. Tapi alihkan perhatian para pengejar dari kami. Maka setelah itu setiap kali bertemu dengan para pencari jejak rombongan Rasulullah, Suraqah selalu mengatakan: Saya sudah mencarinya dan tidak terlihat yang kalian cari. Demikianlah, awalnya dia berusaha menangkap Rasulullah dan Abu Bakar, namun akhirnya dia menjadi pelindung. Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi melalui pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh pasir Sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah curam. Mereka tidak mendapatkan sesuatu yang akan menaungi diri mereka dari letupan panas tengah hari, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau dari yang akan menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman yang begitu mendalam kepada Tuhan. Selama tujuh hari terus-menerus mereka berjalan. Mereka hanya beristirahat di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena adanya ketenangan hati kepada Allah dan adanya kedip bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu, membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Mereka selalu yakin jika allah akan selalu bersama mereka.

Kisah Ummu Mabad

Ibnul Qayyim menceritakan Rombongan Rasulullah meneruskan perjalanan dan singgah di kemah Ummu Mabad, yang tinggal di padang pasir (dan suka) memberi makan dan minum para musafir yang singgah di tempatnya. Rombongan singgah di sana dan menanyakan apa gerangan yang dimilikinya. Ummu Mabad mengatakan tidak ada kecuali kambing yang jauh dari tempat gembala sehingga kondisinya kurus. Seterusnya Rasulullah minta izin untuk memerah susunya. Ummu Mabad pun mengizinkan.

Rasulullah dengan menyebut nama Allah, mengusap susu kambing tersebut lalu berdoa. Memancarlah susu kambing itu yang kemudian ditampung dalam sebuah bejana. Baginda menyuruh Ummu Mabad minum, setelah itu para sahabatnya, baru kemudian baginda sendiri. Setelah semua puas, baginda memenuhi bejana itu kembali dan meninggalkannya di sana, kemudian meneruskan perjalanan. Tidak lama kemudian, Abu Mabad suami Ummu Mabad pulang dan terheran-heran melihat bejana yang penuh dengan air susu. Dia bertanya dari mana ini susu itu datangnya? Ummu Mabad mengatakan bahawa baru saja singgah seorang lelaki penuh berkat dengan sifat demikian dan demikian. Mendengar keterangan isterinya, Abu Mabad segera meyakini bahawa orang itulah yang dicari-cari kaum Quraisy. Dan dia bertekad seandainya mempunyai peluang akan menemui lelaki itu.

Surutnya Kesyirikan di Madinah

Tersebarnya Islam di Madinah dan keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin bahkan berani mempermainkan berhala-berhala kaum musyrik di sana. Seseorang yang bernama Amr bin Jamuh mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Madinah biasa dipakai tempat buang air.

Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada Amr mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan berhala Manat milik Amr itu, dan diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: Kalau kau memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau. Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi. Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia, ia pun masuk Islam.

Singgah di Quba

Di tengah perjalanan menuju Madinah, Rasulullah singgah di Quba, sebuah desa yang terletak dua mil di selatan Madinah, tempat Kultsum bin Al-Hidmi di perkampungan Bani Amr bin Auf. Menurut para ahli sejarah Muslim, Rasulullah (SAW) tiba di Quba pada tanggal 16 Juli 632 M. yang mana berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender Hijriyah. Di sana Beliau membangun sebuah Masjid pertama dalam sejarah Islam. Di tempat ini Ali bin Abi-Talib ra menyusul, setelah mengembalikan barang-barang amanat yang dititipkan oleh rasululloh Saw kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Ali ra menempuh perjalanannya ke Madinah dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk menyusul saudara-saudaranya seagama.

Beliau singgah di Quba selama empat hari untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Madinah. Pada Jumat pagi beliau berangkat dari Quba dan tiba di perkampungan Bani Salim bin Auf, di Wadi Ranuna yang terletak antara Quba dan Madinah persis pada waktu shalat Jumat lalu beliau membangun sebuah Masjid.. Lalu shalatlah beliau di sana. Inilah Jumat pertama dalam Islam, dan karena itu khutbahnya pun merupakan khutbah yang pertama.

Muhammad SAW Memasuki Madinah

Jarak mereka dengan Yastrib kini sudah dekat sekali. Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi Muhammad dan sahabatnya sudah tersiar di Yastrib. Penduduk kota sudah mengetahui betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari kaum Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu, semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka yang belum pernah melihatnya meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka semakin rindu ingin bertemu. Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang terkemuka Yatsrib yang sebelum itu belum pernah melihat Nabi Muhammad sudah menjadi pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja.

Kedatangan beliau telah dinanti-nantikan masyarakat Madinah. Pagi hari mereka berkerumun di jalanan, setelah tengah hari barulah mereka bubar. Begitulah penantian mereka beberapa hari sebelum kedatangan Nabi. Sementara kaum Muslimin Yastrib menunggu kedatangan Nabi Muhammad, seorang Yahudi yang ketika memanjat rumahnya untuk suatu keperluan, melihat bayangan dari jauh dan tidak dapat menahan dirinya. Dengan lantang dia berteriak bahawa yang ditunggu-tunggu telah datang karena mengetahui apa yang sedang dilakukan penduduk Yatsrib itu lalu berteriak kepada mereka Hai, Banu Qaila, ini dia kawan kamu datang!. Nabi Muhammad sampai di Yastrib pada hari Jumat pada tanggal 12 Rabiul Awal. Kaum Muslimin datang dan masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang.

Ketika Rasulullah sampai di Madinah, sebenarnya kaum muslimin di Madinah masih ramai yang belum mengenali Rasulullah dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Selepas melihat seseorang meneduhi seorang yang lain daripada terik matahari, mereka mengenai yang diberikan teduhan itu adalah Rasulullah. Pada hari kedatangan Nabi dan Abu Bakar, masyarakat Madinah sudah menunggu berjubel di jalan yang akan dilalui Nabi lengkap dengan regu genderang. Mereka mengelu-elukan Nabi dan genderang pun gemuruh diselingi nyanyian yang sengaja digubah untuk keperluan penyambutan itu: Bulan purnama telah muncul di tengah-tengah kita, dari celah-celah bebukitan. Wajiblah kita bersyukur, atas ajakannya kepada Allah. Wahai orang yang dibangkitkan untuk kami, kau datang membawa sesuatu yang ditaati.

Orang-orang terkemuka di Madinah menawarkan diri supaya dia tinggal di rumah mereka dengan segala persediaan dan persiapan yang ada. Tetapi dia meminta maaf kepada mereka dan kembali ke atas unta betinanya sembari memasangkan tali kekang pada untanya. Kemudian dia berangkat melalui jalan-jalan di Yastrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan sepanjang jalan yang dilewatinya itu. Seluruh penduduk Yastrib, baik Yahudi maupun orang-orang Pagan menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota mereka. Mereka menyaksikan kehadiran seorang pendatang baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama 15 tahun bermusuhan dan berperang. Tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka pada saat ini, saat transisi sejarah yang akan menentukan tujuannya akan memberikan kemegahan dan kebesaran bagi kota mereka selama sejarah ini berkembang.

Disela-sela berbagai permintaan untuk tinggal, Nabi Muhammad berpikir untuk adil sehingga dia membiarkan untanya itu berjalan kemana yang dia inginkan. Sesampainya di sebuah tempat penjemuran kurma, di lahan terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari (RA), kepunyaan dua orang anak yatim dari Banun-Najjar, unta itu berhenti. Pada saat itulah Nabi Muhammad turun dari untanya dan bertanya: Kepunyaan siapa tempat ini? tanyanya. Mereka pun menjawab Kepunyaan Sahl dan Suhail bin Amr, jawab Maadh bin Afra. Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Untuk itu Nabi minta supaya keduanya sudi menjual tanah miliknya, namun mereka lebih suka menghadiahkannya. Tetapi beliau tetap ingin membayar harga tanah itu sebesar sepuluh dinar. Dengan senang hati Abu Bakar menyerahkan uang kepada mereka berdua.

Fakta ini membuat kaum muslimin Yastrib terkagum-kagum dengan keadilan-Nya. Setelah berincang-bincang Nabi Muhammad SAW meminta supaya di tempat untanya berhenti itu didirikan masjid dan tempat tinggalnya. Maka beliau (SAW) pun menetap di tempat itu sampai terselesaikannya pendirian Masjid Nabawi dan sebuah tempat berteduh untuk beliau. Seluruh sahabat bersama-sama Nabi (SAW) juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana juga mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba.

Setelah membersihkan tanah itu dari kuburan orang Islam dan pohon-pohon, mulailah tanah itu diratakan. Beberapa batang kurma ditebang dan disusun di arah kiblat masjid. Ukuran panjangnya (dari kiblat sampai ke belakang) ketika itu sekitar 100 hasta (kira-kira 50 meter). Begitu pula kedua sisinya, hampir sama. Sedangkan tapak pondasinya sekitar tiga hasta yang kemudian dibangun dengan bata. Rasulullah tidak duduk diam semasa pembinaan masjid ini dilakukan. Baginda bahkan ikut mengangkat dan memindahkan tanah. Atap masjid dibangun menggunakan pelepah-pelepah kurma. Berdirilah sebuah Masjid berdinding bata, berkayu batang korma dan beratap daun korma. Setelah itu baru dibangunkan rumah untuk isteri-isteri baginda.

Beberapa hari kemudian, istri Nabi (SAW); Saudah (RA); dua putri beliau Fatimah (RA) and Ummu Kulsum (RA), Usamah bin Zaid (RA), Aisyah (RA) dan Ummu Aiman (RA) juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar (RA). Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab (RA), baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.

Di Madinah, Rasulullah (SAW) memanjatkan doa (yang artinya) sebagai berikut, Wahai Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon, jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi kami. Tambahkanlah keberkahan didalam takaran (shaq dan mud) kami, dan pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke Juhfah. Allah (SWT) mengabulkan doa beliau dan beliaupun menetap di Madinah karena begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (Bukhari).

Mempersaudarakan Muhajirin dan Ansar

Selanjutnya Rasulullah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar di rumah Anas bin Malik. Ketika itu mereka berjumlah 90 orang. Mereka dipersaudarakan atas persamaan, saling mewarisi sampai terjadinya peristiwa Badar. Setelah Allah SWT menurunkan ayat : Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam kitab Allah (Al-Anfal: 75) maka pewarisan dikembalikan kepada hubungan darah dan tidak lagi berdasarkan ukhuwah diniyyah. Ibnu Katsir menerangkan dalam Tafsir-nya bahawa ayat ini menyatakan pewarisan diantara sesama kerabat lebih utama daripada saling mewarisi antara Muhajirin dan Ansar. Ayat ini menasikh (menghapus) hukum warisan sebelumnya yang berdasarkan hilf (perjanjian) persaudaraan yang terjadi diantara mereka. Kemudian Ibnu Katsir menukilkan riwayat dari Az-Zubair bin Al-Awwam yang dipersaudarakan dengan Kaab bin Malik, bahawa seandainya Kaab bin Malik meninggal dunia ketika itu, dialah yang akan mewarisinya. Lalu turunlah ayat dibawah. Begitu eratnya persaudaraan ini, Allah SWT menceritan tentang keadaan ini dalam firman-Nya. Dan orang-orang yang telah menempati Bandar Madinah dan telah beriman (yakni kaum Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberiakn kepada mereka (orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara daripada kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung, (Al-Hasyr: 9)

Ibnu Katsir menerangkan dalam Tafsirnya : Allah memuji orang-orang Ansar, menjelaskan betapa tinggi kedudukan, kemuliaan, kemurahan, tidak adanya kedengkian pada diri mereka, dan mereka mempunyai sikap suka mengutamakan serta mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri mereka sendiri meskipun mereka sangat memerlukan. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan pula betapa mereka mencintai orang-orang Muhajirin yang dating ke tempat mereka, yang kesemuanya itu didorong oleh kemuliaan peribadi meeka. Mereka tidak mendapatkan dalam diri mereka kedengkian terhadap kedudukan dan kemuliaan orang-orang Muhajirin, meskipun mereka disebut oleh Allah pertama kali (dalam ayat tersebut). Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik : Rasulullah mengundang orang-orang Ansar untuk dibagikan kepada mereka harta Bahrain, namun mereka berkata : Tidak, kecuali kalau engkau bagikan pula seperti itu kepada saudara-saudara kami kaum Muhajirin. Atau tidak sama sekali . Rasulullah berkata: Kalau begitu bersabarlah, sampai kalian bertemu denganku. Karena sesungguhnya kalian akan dapati adanya atsarah (sikap pemimpin yang mengutamakan diri sendiri) sepeninggalku.

Berkaitan dengan ayat tadi, disebutkan pula oleh Ibnu Katsir bagaimana para sahabat Ansar mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri mereka sendiri. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan : Abu Hurairah menceritakan: Ada seorang laki-laki datang menemui Rasulullah, kemudian baginda perintahkan supaya menemui isteri-isteri baginda. Namun kata mereka : Kami tidak punya sesuatu kecuali air (minum). Kemudian Rasulullah berkata : Siapa yang menjamu tamu ini? Tiba-tiba seorang sahabat Ansar berkata : Saya, wahai Rasulullah. Maka berangkatlah dia membawanya ke rumah Sahabat Ansar ini berkata kepada isterinya : Muliakan (jamulah) tamu Rasulullah ini.

Wanita itu berkata, Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk anak-anak. Suaminya berkata, Siapkan makananmu itu, perbaiki pelitamu dan tidurkan anak-anakmu. Kalau mereka minta makan, alihkan perhatian mereka. Wanita itu melaksanakan perintah suaminya, dia mulai menidurkan anak-anak dan menyiapkan makanan dan berdiri seakan-akan mahu memperbaiki pelita lalu memadamkannya. Mereka pun berbuat seoalah-olahmemperlihatkan kepada tamunya itu bahawa mereka juga ikut makan bersamanya. Setelah itu meeka berdua tertidur menahan lapar.

Keesokan harinya ketika laki-laki yang menyediakan jamuan itu menemui Rasulullah, baginda berkata : Allah tertawa melihat perbuatan kalian terhadap tamu kalian tadi malam. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al Hasyr : 9) Rasulullah telah mengingatkan pula sebagaimana dalam hadis Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim: Tidak (sempurna) iman salah seorang dari kalian, sehingga dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya sendiri.

Seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang kukuh, saling menguatkan satu sama lain. Pelbagai kisah tentang persaudaraan Muhajirin dan Ansar yang telah dicontohkan oleh generasi terbaik umat ini, dinukilkan dalam pelbagai kitab sejarah, tafsir dan lainnya. Namun sejauh mana kita berusaha menerapkannya dalam kehidupan kita di zaman di mana persaudaraan dan hubungan kasih sayang diikat dan dinilai dengan material, harta benda dunia?

Selanjutnya Nabi saw. merumuskan piagam yang berlaku bagi seluruh kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi. Piagam inilah yang oleh Ibnu Hisyam disebut sebagai undang-undang dasar negara dan pemerintahan Islam yang pertama. Isinya mencakup tentang perikemanusiaan, keadilan sosial, toleransi beragama, gotong royong untuk kebaikan masyarakat, dan lain-lain. Saripatinya adalah sebagai berikut:1. Kesatuan umat Islam, tanpa mengenal perbedaan.2. Persamaan hak dan kewajiban.3. Gotong royong dalam segala hal yang tidak termasuk kezaliman, dosa, dan permusuhan.4. Kompak dalam menentukan hubungan dengan orang-orang yang memusuhi umat.5. Membangun suatu masyarakat dalam suatu sistem yang sebaik-baiknya, selurusnya dan sekokoh-kokohnya.6. Melawan orang-orang yang memusuhi negara dan membangkang, tanpa boleh memberikan bantuan kepada mereka.7. Melindungi setiap orang yang ingin hidup berdampingan dengan kaum Muslimin dan tidak boleh berbuat zalim atau aniaya terhadapnya.8. Umat yang di luar Islam bebas melaksanakan agamanya. Mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam dan tidak boleh diganggu harta bendanya.9. Umat yang di luar Islam harus ambil bagian dalam membiayai negara, sebagaimana umat Islam sendiri.10. Umat non Muslim harus membantu dan ikut memikul biaya negara dalam keadaan terancam.11. Umat yang di luar Islam, harus saling membantu dengan umat Islam dalam melindungi negara dan ancaman musuh.12. Negara melindungi semua warga negara, baik yang Muslim maupun bukan Muslim.13. Umat Islam dan bukan Islam tidak boleh melindungi musuh negara dan orang-orang yang membantu musuh negara itu.14. Apabila suatu perdamaian akan membawa kebaikan bagi masyarakat, maka semua warga negara baik Muslim maupun bukan Muslim, harus rela menerima perdamaian.15. Seorang warga negara tidak dapat dihukum karena kesalahan orang lain. Hukuman yang mengenai seseorang yang dimaksud, hanya boleh dikenakan kepada diri pelaku sendiri dan keluarganya.16. Warga negara bebas keluar masuk wilayah negara sejauh tidak merugikan negara.17. Setiap warga negara tidak boleh melindungi orang yang berbuat salah atau berbuat zalim.18. Ikatan sesama anggota masyarakat didasarkan atas prinsip tolong-menolong untuk kebaikan dan ketakwaan, tidak atas dosa dan permusuhan.19. Dasar-dasar tersebut ditunjang oleh dua kekuatan. Kekuatan spiritual yang meliputi keimanan seluruh anggota masyarakat kepada Allah, keimanan akan pengawasan dan penlindungan-Nya bagi orang yang baik dan konsekuen, dan Kekuatan material yaitu kepemimpinan negara yang tercerminkan oleh Nabi Muhammad saw.

Perhatikan firman Allah berikut, Sekiranya penduduk negeri sudah beriman dan bertakwa, pastilah akan Kami limpahkan kepadanya keberkahan dan langit dan bumi. (Al-Araf: 96) Dan yang Kami perintahkan ini adalah jalan yang lurus, maka turutilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan yang lain itu mencerai-beraikan kamu dan membelokkan dan jalanNya. (Al-Anam: 153) Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan kelua dan memberinya rezeki dari jalan yang tiada disangka-sangka, dan siapa saja yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Ia akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu. (At-Thalaq: 2-3) Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (At-Thalaq: 4) Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya. (At-Thalaq: 5)

BEBERAPA PELAJARANPertamaSeorang yang Mukmin yang percaya akan kemampuannya tentu tidak akan sembunyi-sembunyi beramal. Sebaliknya ia berterus terang tanpa gentar sedikitpun terhadap musuh, sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab sewaktu dia akan hijrah. Dalam kasus ini ada pelajaran, keberanian bisa membuat musuh merasa ngeri dan gentar. Seandainya orang-orang kafir Quraisy sepakat untuk membunuh Umar, tentulah mereka mampu melakukan itu. Akan tetapi sikap Umar yang berani itulah yang membuat gentarnya kafir Quraisy, dan memang onang-orang jahat selalu merasa takut kehilangan hidup (nyawa).

KeduaKetika ajakan ke arah kebenaran dan perbaikan sudah dapat dibendung, apalagi pendukung-pendukungnya sudah dapat menyelamatkan diri, tentulah orang-orang jahat berpikir untuk membunuh pemimpin dakwah itu. Mereka memperkirakan dengan terbunuhnya sang pemimpin, tamatlah riwayat dakwah yang dilakukannya. Pemikiran semacam ini selalu ada dalam benak orang-orang yang memusuhi kebaikan dari zaman dulu sampai sekarang.KetigaPrajurit yang sungguh-sungguh ikhlas untuk menyerukan kebaikan tentulah bersedia menyelamatkan pemimpinnya sekalipun dengan mengorbankan jiwanya sendiri. Sebab, selamatnya pemimpin berarti selamatnya dakwah. Apa yang telah dilakukan oleh Ali yang tidur di tempat Nabi merupakan pengorbanan jiwa raga guna menyelamatkan diri Nabi.Pada malam itu sangat besar kemungkinan Ali terbunuh karena algojo-algojo yang melakukan pengepungan itu tentu akan menduga Ali itulah Nabi. Akan tetapi hal itu tidak merisaukan diri Ali sama sekali. Seba, ia lebih mementingkan keselamatan Nabi Muhammad saw.KeempatDititipkannya harta benda milik orang-orang Musyrik kepada Nabi saw. sementara mereka sendiri memusuhi dan berambisi untuk membunuh Nabi, adalah menunjukkan kepercayaan mereka akan kelurusan dan kesucian pribadi Nabi. Mereka juga mengerti benar bahwa Nabi jauh lebih hebat dan lebih bersih hatinya daripada diri mereka sendiri. Hanya kebodohan, ketidaktahuan, dan keterikatan mereka pada tradisi dan kepercayaan yang salah sajalah yang membuat mereka memusuhi, menghalangi dakwah Nabi, dan berusaha membunuh Nabi.KelimaBerpikirnya seorang pemimpin dakwah, kepala negara, atau pemimpin suatu pergerakan untuk menyelamatkan diri dari ancaman musuh, sehingga ia mengambil jalan lain, tidaklah dapat dianggap sebagai tindakan penakut atau tidak berkorban jiwa.KeenamAdanya partisipasi Abdullah bin Abu Bakar dalam penencanaan dan pelaksanaan hijrah Nabi, menunjukkan adanya peranan genenasi muda dalam mensukseskan dakwah. Mereka merupakan penunjang yang dapat diandalkan bagi mempercepat proses kesuksesan.Pejuang-pejuang Islam yang pertama dahulu seluruhnya terdiri dari para pemuda. Rasulullah saw. berumur empat puluh tahun ketika dibangkitkan menjadi Nabi. Abu Bakar berumur tiga puluh tahun, sementara Ali paling muda di antara mereka. Demikian pula Utsman, Abdullah bin Masud, Abdurrahman bin Auf, Arqam bin Abu Arqam, Said bin Zaid, Bilal bin Rabah, Amman bin Yasir, dan lain-lain, seluruhnya adalah para pemuda. Mereka sanggup memikul tanggung jawab dakwah dengan segala pengorbanan dan berbagai macam derita. Dan mereka mampu memenangkan Islam. Dengan kesungguhannya beserta kaum Muslimin lainnya, berdirilah negara Islam, ditahlukkanlah berbagai negeri, dan sampailah Islam ke tangan generasi berikutnya, hingga kini.KetujuhPartisipasi Aisyah dan Asma binti Abu Bakar dalam pelaksanaan hijrah Nabi saw. mengisyaratkan bahwa kaum wanita bukannya tidak diperlukan dalam suatu perjuangan. Kaum hawa yang berperasaan halus itu pun diberi kepercayaan. Mereka banyak sekali membantu sang suami mengurusi anak-anak dan keluarga.Dalam pada itu perjuangan kaum wanita di zaman Rasulullah dahulu mengesankan kita sekarang, suatu gerakan Islamiyah akan berjalan seret dan kurang membekas di kalangan masyarakat manakala kaum wanita belum ikut ambil peranan. Bila sudah, maka itu berarti telah terbentuk suatu generasi wanita atas dasar keimanan, akhlak mulia, kesabaran, dan kesucian. Mereka akan lebih mudah menyebarkan nilai-nilai luhur yang dibutuhkan oleh dunia dewasini ke dalam masyarnakatnya sesama kaum wanita, ketimbang kaum pria. Tetapi hal ini tidak berarti mereka boleh untuk tidak menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang baik.Dalam rangka mendidik generasi muda, pada zaman Nabi, kaum wanita telah memberikan sumbangan yang tinggi nilainya. Merekalah yang banyak berbuat untuk menumbuhkan suatu generasi penerus yang berakhlak Islam, mencintal Islam, dan Rasulnya serta berjuang untuk Islam. Untuk ini dapatlah dikatakan, kaum wanita itu lebih berhasil membentuk sebaik-baik generasi penerus perjuangan Islam.Kini kita harus belajar dan sejarah di atas, harus berusaha membawa kaum wanita dan ibu-ibu, guna mencetak mereka menjadi perancang panji-panji Islam di tengah-tengah masyarakat, mengingat kuantitasnya melebihi separuh penduduk dunia. Hal itu menuntut kita untuk mendidik putri-putri dan saudari-saudari di lembaga-lembaga pendidikan Islam guna mempelajari berbagai ajanan Islam. Banyaknya jumlah mereka yang paham akan agama Islam, hukum, sejarah, dan ilmu lainnya, dan banyak mereka yang berakhlak seperti akhlak Nabi saw. dan isteri-isterinya, tentulah akan dapat lebih cepat lagi memacu perbaikan yang berdasarkan ajaran Islam dan menciptakan masyarakat yang mentaati seluruh ketentuan Allah swt.KedelapanTidak terlihatnya Nabi Saw. oleh mata orang-orang yang mengejarnya di Gua Tsur, dan adanya sarang laba-laba serta sarang burung yang sedang bertelur seperti dalam kisah, kedua-duanya merupakan contoh adanya pertolongan Ilahi kepada Rasul-Nya dan para pembela agama-Nya. Allah swt. tidak membiarkan cita-cita dakwah gagal di tangan orang-orang musyrik. Allah swt. selalu memberi jalan bagi hamba-hamba-Nya yang ikhlas dalam menegakkan risalahNya. Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya Kami pasti menolong Rasul-rasul Kami dan onang-onang yang beriman, di duniini dan di akhinat nanti. (QS. Ghafir: 51).KesembilanKekhawatiran Abu Bakar r.a. kalau musuh melihat mereka yang bersembunyi di dalam gua adalah menunjukkan betapa sayangnya sang pengawal kepada pimpinannya yang sedang terancam bahaya, melebihi rasa sayang terhadap dirinya sendiri. Seandainya ia mementingkan diri sendiri, tentulah dia tidak bersedia menemani Rasulullah dalam suatu perjalanan yang penuh bahaya itu. Ia bukannya tidak tahu, jika Nabi saw. tertangkap dan dibunuh, maka dia pun akan dibunuh.

KesepuluhJawaban Rasulullah yang bermaksud menenangkan Abu Bakar pada saat itu merupakan kata-kata yang menunjukan betapa yakin-Nya Nabi kepada Allah yang pasti menolong hamba-Nya dan betapa tulusnya beliau bertawakkal kepada-Nya. Dan merupakan bukti nyata kebenaran dakwah kenabiannya. Betapapun beliau dalam keadaan sangat sulit dan terjepit, namun beliau yakin, Allah swt. tidak pernah melepaskannya sesaat pun, karena dirinya itu diutusNya untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.Di sinilah beda Nabi dengan orang yang setengah-setengah dalam menyeru manusia ke jalan Allah, dan juga dengan orang yang berpura-pura.KesebelasApa yang telah terjadi atas diri Suraqah yang gagal total membunuh Nabi saw. juga merupakan bukti kenabian Nabi saw. Setiap kali Suraqah mengarahkan pedangnya ke arah tubuh Nabi, terjerembablah kudanya. Kaki kuda itu tenggelam ditelan pasir. Tapi jika diputar haluan, kembalilah kuda itu bangun dan berjalan seperti biasa. Bukankah ini pertolongan Allah swt. kepada Rasul-Nya? Ambisi Suraqah untuk memperoleh hadiah yang melimpah sebagaimana yang dijanjikan pemimpin-pemimpin kafir Qunaisy ternyata tidak dapat mengalahkan kekuasaan Allah yang menghendaki keselamatan Rasul-Nya. Oleh karena usahanya mengejar Nabi itu demi harta benda, maka ia pun merasa puas dengan janji Nabi untuk menghadiahkan sesuatu kepadanya.

Kedua belasJanji Rasulullah akan menghadiahkan kepadanya pakaian kebesaran kaisar, setelah kegagalan Suraqah itu adalah juga suatu mukjizat yang dimiliki Nabi. Seorang manusia biasa yang sedang lari dan kepungan musuhnya tentulah tidak lagi sempat membayangkan dia akan mampu menaklukkan dan menampas mahkota raja. Tetapi karena beliau memang benar-benar seorang Nabi, masih segarlah dalam benaknya, pada akhirnya beliau akan dapat meraih mahkota raja-raja, dan apa yang dijanjikannya kepada Suraqah niscaya akan benar-benar terlaksana.Dalam suatu peperangan yang dimenangkan oleh umat Islam berikut harta rampasan yang tertimbun, terlihatlah oleh Suraqah sepasang gelang raja. Lalu ia minta kepada Umar bin Khattab agar gelang itu diberikan kepadanya sebagai realisasi janji Rasulullah kepadanya dulu. Umar pun memenuhi permintaan itu dengan disaksikan oleh sahabat-sahabat Nabi lainnya.Ketiga belasKegembiraan peduduk Madinah atas kedatangan Rasulullah saw. merupakan kegembinaan yang sesungguhnya bagi kaum Muhajinin dan Anshar, tetapi semu bagi kaum Yahudi. Mereka turut bergembira di lahirnya, tapi dengki di dalam batinnya, karena orang yang mereka sambut itulah yang akan mengambil alih kepemimpinan dan kewibawaan yang selama itu ada di tangan mereka. Bagi orang-orang Yahudi Madinah, kedatangan Rasulullah itu akan membuat mereka tidak lagi bisa berbuat seenaknya terhadap jiwa dan harta benda rakyat.Sungguhpun kedengkian dan keengganan tunduk untuk kepada hukum pada mulanya berhasil mereka tutup-tutupi, namun akhirnya terbuka juga. Isi piagam persaudaraan yang telah mereka sepakati di hadapan Nabi dan kaum Muslimin dulu mulai diingkarinya satu persatu. Ini berarti mereka tidak rela dan tidak suka hidup damai. Memang mereka sejak dulu selalu ingin mengobarkan api peperangan. Akan tetapi api yang dikobarkannya itu akan selalu dapat dipadamkan, sebagaimana dijanjikan Allah swt. dalam firman-Nya, Setiap kali meneka mengobankan api pepenangan, maka setiap kali itu pula Allah memadamkannya. (Al-Maidah: 64)Keempat belasDari peristiwa hijrah ke Madinah, nyatalah yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah ialah membangun Masjid. Selama empat hari bermalam di Quba, Rasulullah saw. membangun Masjid Quba. Selanjutnya beliau membangun sebuah Masjid di perkampungan Bani Salim, yang terletak antana Quba dan Madinah. Begitu pula di Madinah sendiri. Yang pertama kali dilakukan Nabi ialah membangun Masjid Madinah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Masjid dalam Islam.Semua ibadat yang terdapat dalam Islam bertujuan untuk mensucikan jiwa, meningkatkan akhlak, memperkuat persaudaraan dan kegotongroyongan antara sesama Muslim. Shalat berjamaah, shalat Jumat, dan shalat dua hari raya adalah cenminan persaudaraan sosial, persatuan kata dan tujuan dengan demikian tidaklah teringkari lagi Masjid itu membawa misi sosial kemasyarakatan dan kerohaniaan yang sangat besar maknanya bagi masyarakat Islam.Sejarah menyatakan dari Masjidlah tentara Islam berangkat untuk menyebarluaskan hidayah Allah (agama Islam) ke seluruh penjuru dunia. Dan di Masjidlah diolah dan dikembangkan kebudayaan Islam. Abu Bakar, Umar, Ali, Khalid, Said, Abu Ubadah dan para pembesar lainnya dalam sejarah Islam adalah tamatan madrasah Islamiyah yang berpusat di Masjid.Hal lain yang perlu dicatat ialah Masjid merupakan sarana pendidikan Islam yang bersifat masal dan pekanan. Setiap ekan (yaitu pada hari Jumat) dicanangkan seruan untuk mengikis habis kemungkaran di samping perintah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Dan dalam Masjid itu diberikan pula peringatan bagi orang yang lupa pada Islam, diserukan persatuan umat, diprotes segala bentuk kezaliman berikut pelaku-pelakunya. Bukankah dulu dari Masjidlah digalang persatuan dan semangat juang umat Islam untuk mengenyahkan penjajah, baik yang bernama imperialisme Perancis, Inggris, Belanda dan konco-konconya, maupun yang bernama Zeonisme Yahudi? Jika dewasa ini Masjid tidak difungsikan sebagaimana mestinya lagi, maka itulah kesalahan khatib-khatib yang rela membelokkan ajaran agama, hanya karena keselamatan pribadi dan kepentingan perut dan kedudukannya.Sangat beruntung jika dalam keadaan tidak berfungsinya Masjid-masjid dewasa ini bangkit ulama yang ikhlas demi Allah. Mereka menyerukan agar kembali menjadikan Masjid sebagai sentral dakwah Islamiyah. Dari sanalah kita bina masyarakat Islam, kita bina dan cetak kader-kader, dan kita siapkan pahlawan-pahlawan agama. Dari sanalah kita pernangi kejahatan dan kemungkaran, guna memudahkan terbentuknya masyarakat Islam yang diidam-idamkan. Kemudian pendirian seperti ini disadani dan dilanjutkan oleh generasi muda Islam yang sudah berilmu dan berakhlak bagaikan akhlaknya Rasulullah saw.Kelima belasPersaudaraan yang dibina Rasulullah antana kaum Muhajirin dan Anshar adalah juga merupakan kenyataan dan keadilan Islam yang berperikemanusiaan, bermoral, dan konstruktif. Kaum Muhajirin telah meninggalkan negeri kelahirannya dengan tidak membawa harta benda, sedangkan kaum Anshae rata-rata merupakan orang-orang kaya dengan hasil pertanian dan industri.Oleh karena itu pantaslah jika mereka turun tangan mengatasi kesulitan-kesulitan yang diderita oleh saudara-saudaranya yang Muhajirin. Sungguh ini adalah perbuatan yang melebihi ajaran keadilan sosial yang didengung-dengungkan faham sosialisme dewasa ini?Atas dasar di atas dapatlah dikatakan, orang-orang yang mengingkari adanya keadilan sosial dalam Islam adalah orang yang memutarbalikkan fakta, setidak-tidaknya bermaksud agar ajaran ini ditinggalkan sedikit demi sedikit, atau agar orang yang belum memeluknya sama sekali menjadi tidak senang kepadanya. Kalau orang yang mengingkarinya itu adalah onang Islam sendiri, maka pastilah mereka itu orang yang jumud (tidak mengerti) yang tidak suka akan kata keadilan sosial itu saja. Sejarah telah membuktikan hal ini, Nabi saw. sendiri telah menegakkannya dan sekaligus menjadikannya landasan bagi berdirinya masyarakat dan negara Islam yang dipimpinnya sendiri.Keenam belasDalam piagam persaudaraan antara kaum Muhajinin dan kaum Anshar, di satu pihak, dan piagam kerjasama antara kaum Muslimin dengan non Muslim di lain pihak, terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan Daulah Islamiyah itu ditegakkan di atas prinsip keadilan, asas hubungan antara Muslimin dan non Muslimin adalah perdamaian. Dalam piagam tersebut ditegaskan pula kebenaran, keadilan, gotong royong dalam kebaikan dan dalam mengikis segala akibat yang ditimbulkan oleh kemungkaran, yang telah melanda masyarakat merupakan tema-tema yang selalu dibawa oleh agama Islam. Daulah Islamiyah itu, di mana dan kapan pun adanya, haruslah ditegakkan di atas pninsip-prinsip yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. Prinsip-prinsip dimaksud tentulah yang terbaik di antana prinsip-prinsip kenegaraan yang ada dan dipraktekkan dewasa ini. Usaha-usaha masyarakat Islam adalah sangat relevan dengan perkembangan pemikiran manusia tentang kenegaraan, hal mana masyarakat Islam sendiri harus mencontoh ajaran Islam sendiri.Di negeri Islam, kaum Muslimin tetap dilarang mengganggu kawan-kawannya yang non Muslim. Dilarang menganggu keyakinan mereka dan dilarang memperkosa hak-hak mereka. Mengapa orang-orang masih tidak setuju memberlakukan hukum Islam di negerinya masing-masing, padahal hukum Islam ini cukup adil, benar, kokoh, mementingkan keadilan sosial yang berasaskan persaudaraan, cinta mencintai, dan tolong menolong?Kepada seluruh umat Muslimin patutlah diperingatkan, penjajahan, dalam segala bentuk dan manifestasinya, tidaklah akan terkikis habis, melainkan dengan cara menerapkan Islam. Inilah inti perjuangan dakwah dewasa ini.

12