7
ARKEOLOG PRANCIS PECAHKAN MISTERI KOTA KUNO MESOPOTAMIA Misteri kota kuno Mesopotamia akhirnya dapat terungkap setelah 25 tahun penelitian oleh seorang arkeolog Prancis yang menyatakan bahwa kota itu merupakan salah satu “kota modern” pertama yang dibangun di padang pasir dengan fungsi sebagai tempat pembuatan senjata dan alat-alat tembaga. Dalam sebuah buku baru dengan judul Mari, the Metropolis of the Euphrates, Jean-Claude Margueron mengatakan, pada milenium ketiga Sebelum Masehi, dalam dunia modern Syria, Mari merupakan “salah satu kota modern pertama dalam peradaban manusia. Dibangun dari nol pada tahap konstruksi dengan tujuan khusus, yaitu menjadi pusat pengolahan logam”. Hal itu merupakan konsep yang hebat pada zaman di mana kota berkembang dari sebuah kampung-kampung atau pusat perdagangan, dan itu menunjukkan bahwa bangsa Mesopotamia jauh menggungguli zamannya dalam tata kota dan pembangunan. “Bagaimana mungkin mereka membuat sebuah kota yang berkembang pada milenium ketiga Sebelum Masehi, di tengah-tengah gurun, di kawasan tanpa tembaga, dan di lembah yang dirusak oleh banjir Euphrat sehingga membuat pertanian sangat berisiko?” kata Margueron. Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP, Margueron (70) mengulang pertanyaan yang menghantuinya selama beberapa dekade setelah Mari ditemukan melalui penggalian pada 1933 oleh profesornya, Andre Parrot. Pada 1935 ditemukan kuil Ishtar, patung raja King Lamgi Mari, dan kemudian Istana megah dari milenium kedua, serta kuil-kuil lain dengan pantung- patung hebat. Setelah penemuan tersebut diikuti dengan penemuan lokasi kerja, serta sebagian istana dari abad milenium ketiga SM. Saat Margueron mengambil alih sebagai pimpinan penggalian pada 1979, sebagian besar benda-benda berharga telah ditemukan, tapi pertanyaan tetap muncul: mengapa mereka membangun Mari? Dalam penemuan kembali kota itu, Margueron menghabiskan ribuan jam penelitian pada ruang bawah tanah, teras, tempat kerja, jejak jalanan, dan area sekelilingnya—palung sungai Euphrat terdahulu, serta saluran air lainnya. “Jadi ada penemuan-penemuan yang memang tidak semuanya hebat, jarang ada yang penting, tapi yang sangat penting adalah pemahaman secara keseluruhan tentang situs itu, dan penggabungannya secara konteks geografis, historis, dan ekonomi,” kata Margueron. Terungkapnya misteri Mari—ditemukan lebih dari 12 tahun, tapi baru dapat dipublikasikan sekarang—adalah keberadaan pusat metalurgi penting pada tahun 2.900 SM. “Kanyataannya, kegiatan metalurgi itu berada di seluruh kota. Hal itu merupakan bukti keberadaan kegiatan menguntungkan ini—Mari memproduksi senjata dan alat-alat lain—yang memperjelas semua yang pernah kita temukan sebelumnya,” kata Margueron.

Sejarah Mesopotamia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sejarah Mesopotamia Kelas X Semester 2

Citation preview

Page 1: Sejarah Mesopotamia

ARKEOLOG PRANCIS PECAHKAN MISTERI KOTA KUNO MESOPOTAMIA

Misteri kota kuno Mesopotamia akhirnya dapat terungkap setelah 25 tahun penelitian oleh seorang arkeolog Prancis yang menyatakan bahwa kota itu merupakan salah satu “kota modern” pertama yang dibangun di padang pasir dengan fungsi sebagai tempat pembuatan senjata dan alat-alat tembaga.Dalam sebuah buku baru dengan judul Mari, the Metropolis of the Euphrates, Jean-Claude Margueron mengatakan, pada milenium ketiga Sebelum Masehi, dalam dunia modern Syria, Mari merupakan “salah satu kota modern pertama dalam peradaban manusia. Dibangun dari nol pada tahap konstruksi dengan tujuan khusus, yaitu menjadi pusat pengolahan logam”.Hal itu merupakan konsep yang hebat pada zaman di mana kota berkembang dari sebuah kampung-kampung atau pusat perdagangan, dan itu menunjukkan bahwa bangsa Mesopotamia jauh menggungguli zamannya dalam tata kota dan pembangunan.“Bagaimana mungkin mereka membuat sebuah kota yang berkembang pada milenium ketiga Sebelum Masehi, di tengah-tengah gurun, di kawasan tanpa tembaga, dan di lembah yang dirusak oleh banjir Euphrat sehingga membuat pertanian sangat berisiko?” kata Margueron.Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP, Margueron (70) mengulang pertanyaan yang menghantuinya selama beberapa dekade setelah Mari ditemukan melalui penggalian pada 1933 oleh profesornya, Andre Parrot.Pada 1935 ditemukan kuil Ishtar, patung raja King Lamgi Mari, dan kemudian Istana megah dari milenium kedua, serta kuil-kuil lain dengan pantung-patung hebat. Setelah penemuan tersebut diikuti dengan penemuan lokasi kerja, serta sebagian istana dari abad milenium ketiga SM.Saat Margueron mengambil alih sebagai pimpinan penggalian pada 1979, sebagian besar benda-benda berharga telah ditemukan, tapi pertanyaan tetap muncul: mengapa mereka membangun Mari?Dalam penemuan kembali kota itu, Margueron menghabiskan ribuan jam penelitian pada ruang bawah tanah, teras, tempat kerja, jejak jalanan, dan area sekelilingnya—palung sungai Euphrat terdahulu, serta saluran air lainnya.“Jadi ada penemuan-penemuan yang memang tidak semuanya hebat, jarang ada yang penting, tapi yang sangat penting adalah pemahaman secara keseluruhan tentang situs itu, dan penggabungannya secara konteks geografis, historis, dan ekonomi,” kata Margueron.Terungkapnya misteri Mari—ditemukan lebih dari 12 tahun, tapi baru dapat dipublikasikan sekarang—adalah keberadaan pusat metalurgi penting pada tahun 2.900 SM.“Kanyataannya, kegiatan metalurgi itu berada di seluruh kota. Hal itu merupakan bukti keberadaan kegiatan menguntungkan ini—Mari memproduksi senjata dan alat-alat lain—yang memperjelas semua yang pernah kita temukan sebelumnya,” kata Margueron.

Kanal TransportasiSebuah kanal besar yang dapat dikendalikan ditemukan sepanjang sungai Euphrat sepanjang 120 km, dan memungkinkan transportasi untuk mengangkut tembaga serta kayu dari gunung Tauras (sekarang Turki) untuk mendukung kegiatan metalurgi di Mari.Mereka juga menemukan kanal irigasi yang memungkinkan produksi pertanian di kawasan yang tidak memperoleh cukup curah hujan. Air dapat mencukupi hingga musim panen.Kanal ketiga melindungi kota dari banjir dan memungkinkan untuk kapal besar memasuki kota, dilengkapi perlindungan dengan pajak masuk dan benteng berlapis.Margueron berpendapat para pembangun Mari mengetahui keuntungan yang dapat mereka peroleh dari pusat ekonomi Mesopotamia dan wilayah bagian utara, serta antara Timur dan kerajaan di Mediterania.“Kekayaan berlimpah yang diperoleh dari penemuan arkeologi selama pengalian situs tersebut

ASIA TENGGARA, TANAH ASAL PERADABAN KUNO DUNIA.

Page 2: Sejarah Mesopotamia

Hampir semua tulisan tentang sejarah peradaban menempatkan Asia Tenggara sebagai kawasan 'pinggiran'. Kawasan yang kebudayaannya dapat subur berkembang hanya karena imbas migrasi manusia atau riak-riak difusi budaya dari pusat-pusat peradaban lain, baik yang berpusat di Mesir, Cina, maupun India.

Stephen Oppenheimer berpendapat lain. Dokter ahli genetik yang belajar banyak tentang sejarah peradaban ini malah melihat kawasan Asia Tenggara sebagai tempat cikal bakal peradaban kuno berasal. Munculnya peradaban di Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Cina justru dipicu oleh kedatangan para migran dari Asia Tenggara. Oppenheimer. Didukung oleh data yang diramu dari hasil kajian arkeologi, etnografi, linguistik, geologi, maupun genetika.

Rekonstruksi Oppenheimer diawali dari saat berakhirnya puncak Jaman Es (Last Glacial Maximum) sekitar 20.000 tahun yang lalu. Ketika itu, muka air laut masih sekitar 150 m di bawah muka air laut sekarang. Kepulauan Indonesia bagian barat masih Bergabung dengan benua Asia menjadi dataran luas yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Namun ketika bumi memanas, timbunan es yang ada di kutub meleleh dan mengakibatkan banjir besar yang melanda dataran rendah di berbagai penjuru dunia.

Data geologi dan oseanografi mencatat setidaknya ada tiga banjir besar yang terjadi pada sekitar 14.000, 11.000, dan 8,000 tahun lalu. Banjir besar yang terakhir bahkan menaikkan muka air laut hingga 5-10 meter lebih tinggi dari yang sekarang. Yang paling parah dilanda banjir adalah Paparan Sunda dan pantai Cina Selatan. Paparan Sunda malah menjadi pulau-pulau yang terpisah, antara lain Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sumatera. Padahal, waktu itu kawasan ini sudah cukup padat dihuni manusia prasejarah yang berpenghidupan sebagai petani dan nelayan. Bagi Oppenheimer, kisah 'Banjir Nuh' atau 'Benua Atlantis yang hilang' tidak lain adalah rekaman budaya yang mengabadikan fenomena alam dahsyat ini. Di kawasan Asia Tenggara, kisah atau legenda seperti ini juga masih tersebar luas di antara masyarakat tradisional.

Ketika banjir melanda, terjadi diaspora para penghuni kawasan ini. Mereka menyebar ke Barat hingga India dan Mesopotamia, ke Timur lalu menghuni Kepulauan Pasifik, dan ke Utara sampai ke Cina dan Jepang bahkan terus menyeberang ke Amerika lewat Selat Bering. Menurut Oppenheimer, diaspora ini cocok dengan rekonstruksi linguistik terbaru versi Johanna Nichols yang menyatakan bahwa Asia Tenggara sebagai pusat persebaran bahasa-bahasa dunia setelah akhir zaman Es. Ini tentu saja amat bertentangan dengan teori yang umum dianut, yang meletakkan tempat asal bahasa-bahasa Asia Timur (Tibeto-Burma, Tai-Kadai, Austroasiatik dan Austronesia) di timur Himalaya, tempat sungai-sungai besar di daratan Asia berhulu. Namun, Oppenheimer juga merujuk sintesis dari empat pakar arkeologi yang meyakini bahwa kawasan ex- Paparan Sunda adalah pusat diaspora manusia pada akhir zaman Es.

Petunjuk genetika pun membuktikan bahwa penduduk Asia Tenggara sudah menghuni kawasan ini paling tidak sejak akhir Kala Pleistosen, dan tidak banyak mendapat aliran gen baru dari daratan Asia. Oppenheimer yakin, 'Orang Asli' yang kini bermukim di

Page 3: Sejarah Mesopotamia

Semenanjung Malaya adalah sisa penduduk asli Paparan Sunda yang 'tetap tinggal di rumah' ketika keluarga lainnya migrasi. Artinya, migrasi terjadi dari kawasan Kepulauan Asia Tenggara ke Daratan Asia, dan bukan sebaliknya. Jadi, migrasi penutur bahasa Austronesia pun bukan dari Cina Selatan-Taiwan ke Kepulauan Filipina-Indonesia lalu ke Pasifik dan Madagaskar seperti yang disintesiskan oleh ahli bahasa Robert Blust maupun ahli arkeologi Peter Bellwood. Justru dari Kepulauan Indonesia-lah, para penutur Austronesia berasal.

Bagi Oppenheimer, orang Sumeria yang menjadi peletak dasar peradaban di Mesopotamia adalah orang Asia Tenggara. Kesamaan benda-benda Neolitik yang muncul di Asia Tenggara dan Mesopotamia sekitar 7.500 tahun lalu menjadi salah satu bukti. Ciri fisik orang Sumeria yang bermuka lebar (brachycepalis) dan wajah tipikal 'orientalis' patung-patung wanita Sumeria bisa jadi bukti lainnya. Malahan, tokoh legenda Uthnapishtim, yang dalam wiracarita Gilgamesh dan daftar raja-raja Sumeria disebut sebagai satu-satunya orang yang selamat dari banjir besar, sehingga dianggap prototipe 'Nabi Nuh', tidak lain adalah personifikasi migran dari Asia Tenggara. Dalam legenda Babilonia, kedatangan migran Asia Tenggara direkam dalam kisah tujuh orang bijak yang datang dari laut (Timur) membawa berbagai keterampilan dan pengetahuan baru. Kisah seperti ini juga terdapat di Hindukush (pusat peradaban Indus kuno) dan dimuat dalam Buku Kematian Mesir kuno. Sementara itu, dalam berbagai varian, legenda ini masih tersebar luas di Kepulauan Nusantara hingga Pasifik.

Oppenheimer tidak berhenti sampai di situ. Ia mengungkapkan bahwa kisah bertema penciptaan Adam-Hawa hingga sengketa Kaen-Habel ternyata tersebar luas di Asia dan Pasifik. Di New Zealand, orang Maori menyebut wanita pertama sebagai 'Eevee'. Dalam berbagai mitos di kawasan ini, manusia pertama dikisahkan dibuat dari lempung merah. Kisah sengketa dua saudara kandung juga populer di Papua Nugini dengan tokoh bernama Kullabop dan Manup. Karena itu, Oppenheimer yakin kisah Kejadian Dunia (Genesis) aslinya berasal dari Asia Tenggara, sehingga ia menganggap Asia Tenggara sebagai 'Taman Firdaus' (Eden in the East).

Teori hiper-difusionisme pun disusun dari paralelisme data arkeologi, organisasi sosial, religi, dan ciri etnografi lain yang terdapat di berbagai penjuru dunia (Trigger, 1989). Kalau dalam cara meyakinkan pembacanya, karya Oppenheimer ini mirip dengan karya-karya Eric von Daniken, yang menganggap peradaban manusia di bumi ini sebagai hasil transfer iptek dari mahluk angkasa luar !

Seperti von Daniken, Oppenheimer juga menggunakan penggalan-penggalan data arkeologi yang diramu dengan beragam hasil kajian ilmiah bidang lainnya. Gaya penyajiannya yang ilmiah populer membuat buku ini enak dibaca. Karya seperti ini dikenal sebagai pseudo-archaeology.

Membaca buku Oppenheimer memang mengasyikkan, khususnya bagi mereka yang berwawasan 'posmo'. Nuansa dekonstruksi yang kuat dalam buku ini bisa membuat mereka sulit berhenti membaca. Hampir di tiap bagian ada kontroversi, yang kemudian dipecahkan dengan cerdik.. Apalagi, data yang dipakai amat mutakhir, termasuk data paling baru yang dikumpulkan si penulis sendiri saat ia praktek sebagai dokter di desa-desa terpencil Asia Tenggara dan Papua Nugini.

Page 4: Sejarah Mesopotamia

KEBUDAYAAN MESOPOTAMIA KUNO

Mesopotamia adalah daerah yang berada di antara sungai Eufrat dan sungai

Tigris. kata mesopotamia berasal dari kata yunani yakni mesos artinnya tengah

dan potamos artinya sungai . Bangsa yang menduduki Mesopotamia adalah

bangsa Sumeria , lalu bangsa ini di gantikan oleh bangsa ini berakhir kekuasaanya ketika dipimpin oleh raja Esarhaddon (681-669 SM) yang memusat di Nineveh. di sebab kan oleh pemberontakkan oleh gabuangan bangsa- bangsa antara lain khaldea dan babilonia dan pasukkan Nebukhadnezer Nineveh pun berhasil di taklukkan, keadaan babilonia kembali seperti semula dan Nebukhadnezer (605-562 sm) yang menjadi raja yang memiliki taman bergantung atau sering di sebut "taman gantung bailonia" yang dipersembahkan untuk istrinya, taman ini juga termasuk kedalam 7 keajaiban dunia. Namaun kekuasaaannya tidak berlangasung lama karena di srbu oleh bangsa Persia dan Imperiumnya meluas

MESOPOTAMIA

Mesopotamia terletak di antara dua sungai besar, Eufrat dan Tigris. Daerah yang kini menjadi Republik Irak itu di zaman dahulu disebut Mesopotamia, yang dalam bahasa Yunani berarti "(daerah) di antara sungai-sungai". Nama Mesopotamia sudah digunakan oleh para penulis Yunani dan Latin kuno, seperti Polybius (abad 2 SM) dan Strabo (60 SM-20 M).

Menurut keyakinan Kristen dan Yahudi seperti dalam Perjanjian Lama, ada usaha menghubungkan keluarga Abraham (yang lalu disebut "Bapa Orang Beriman" dan diakui oleh tiga agama monoteistik dunia, Islam, Kristen, dan Yahudi ) dengan Mesopotamia. Dalam kitab Kejadian 11,31 dikatakan, pada suatu masa keluarga Abraham berpindah dari Ur- Kasdim ke Haran sebelum akhirnya berpindah ke Kanaan (Daerah Israel dan Palestina sekarang).

Lokasi Ur-Kasdim biasanya dirujuk pada Tell el-Muqayyar, situs bekas reruntuhan Kota Ur kuno dari periode Sumeria. Tapi, banyak ahli masih meragukan usulan ini. Sedangkan Haran terletak di bagian utara Mesopotamia, di tepi Sungai Eufrat.

Salah satu warisan peradaban Mesopotamia Kuno yang amat bernilai bagi umat manusia adalah kumpulan hukum yang biasa disebut Codex Hammurabi. Kumpulan hukum yang berbentuk balok batu hitam itu ditemukan di Susa tahun 1901 dalam suatu ekspedisi yang dilakukan arkeolog Perancis di bawah pimpinan M de Morgan. Pada bagian atas balok, yang kini ada di Museum Louvre, Paris, ada relief yang menggambarkan Raja Hammurabi dari Babilonia Kuno (1728-1686 SM) sedang menerima hukum dari Dewa Shamash, dewa Matahari yang juga menjadi dewa pelindung keadilan.