3
SEJARAH PENERAPAN AKUNTANSI PEMERINTAH DI INDONESIA Praktik akuntansi pemerintahan di Indonesia selama ini banyak bersumber pada perundang-undangan zaman kolonial yaitu Indische Comptabilitiet Wet (ICW) Staatsblad Tahun1925 Nomor 448, yang tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860). Undang-undang Perbendaharaan Indonesia tersebut pada akhirnya tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu, diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sebelum tahun 2003 (Pra Reformasi Keuangan Negara), pengelolaan keuangan negara masih sangat sederhana dan tidak akuntabel. Kondisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Laporan Keuangan hanya berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN); 2. Sistem pencatatan akuntansi single entry; 3. Pelaporan keuangan berdasarkan basis kas; 4. Standar Akuntansi Pemerintahan belum ditetapkan; 5. Pengolahan data belum terintegrasi secara memadai, penyusunan laporan keuangan bersifat sentralisasi; 6. Transaksi keuangan disajikan tidak berdasarkan data-data

Sejarah Penerapan Akuntansi Pemerintah Di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sejarah Penerapan Akuntansi Pemerintah Di Indonesia

SEJARAH PENERAPAN AKUNTANSI PEMERINTAH DI INDONESIA

Praktik akuntansi pemerintahan di Indonesia selama ini banyak bersumber pada perundang-

undangan zaman kolonial yaitu Indische Comptabilitiet Wet (ICW) Staatsblad Tahun1925

Nomor 448, yang tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN). Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische

Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 telah beberapa kali diubah,

terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Repulik Indonesia

Tahun 1968 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860).

Undang-undang Perbendaharaan Indonesia tersebut pada akhirnya tidak dapat lagi memenuhi

kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan

demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu, diterbitkanlah Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sebelum tahun 2003 (Pra Reformasi Keuangan

Negara), pengelolaan keuangan negara masih sangat sederhana dan tidak akuntabel. Kondisi

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Laporan Keuangan hanya berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN);

2. Sistem pencatatan akuntansi single entry;

3. Pelaporan keuangan berdasarkan basis kas;

4. Standar Akuntansi Pemerintahan belum ditetapkan;

5. Pengolahan data belum terintegrasi secara memadai, penyusunan laporan keuangan bersifat

sentralisasi;

6. Transaksi keuangan disajikan tidak berdasarkan data-data yang telah direkonsiliasi;

7. Adanya time lag yang panjang antara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan

Negara.

Reformasi di bidang keuangan negara ditandai dengan terbitnya tiga paket undang-undang

keuangan negara, yaitu: UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No.1 Tahun

2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pada saat itu, awal reformasi

pengelolaan keuangan negara terlihat pada:

1. Menteri Keuangan selaku BUN – Chief Financial Officer (CFO) menyelenggarakan

akuntansi dan pelaporan keuangan (SA-BUN);

2. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran – Chief Operational Officer

(COO) menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan keuangan (SAI);

3. Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun LKPP untuk disampaikan kepada

Page 2: Sejarah Penerapan Akuntansi Pemerintah Di Indonesia

Presiden (selaku CEO) dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APB;

4. Kementerian Keuangan mengembangkan sistem akuntansi pemerintah pusat;

5. Pemerintah Daerah mengembangkan sistem akuntansi yang diatur dengan Peraturan

Kepala Daerah;

6. Sistem akuntansi yang dibangun setidaknya harus menghasilkan (1) Laporan Realisasi

Anggaran, (2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan

Dalam salah satu undang-undang tersebut, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, tercantum ketentuan yang mengatur secara tegas penerapan basis

akuntansi dalam akuntansi pemerintahan Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam pasal 36 ayat

(1) yang berbunyi sebagai berikut: “Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran

pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14,

15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.

Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum

dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas”. Berdasarkan amanat

undang-undang tersebut, pemerintah menerbitkan peraturan mengenai akuntansi

pemerintahan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan.

Definisi Standar Akuntansi Pemerintahan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 (2010:1) adalah: “Standar Akuntansi Pemerintahan,

selanjutnya disebut SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun

dan menyajikan laporan keuangan pemerintah”. Dengan demikian SAP merupakan

persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan

keuangan pemerintah di Indonesia.