7
3 Ekonomi Formal dan Non Formal Muhammad Umaruddin Mencuatnya perdebatan teoritis tentang sektor formal-informal adalah sejak International Labour Organization (ILO) mulai mengembangkan program pembangunannya di kalangan penduduk miskin perkotaan yang terlibat pada sektor ekonomi informal di negara-negara Afrika pada tahun 1970-an. Pertumbuhan sektor informal yang relatif kecil modalnya, tidak teratur, kotor dan kurang stabil sangat menarik perhatian para pakar dan pembuat kebijakan. Bagi para pakar, isu yang seringkali dimunculkan adalah berkaitan dengan kekaburan konsep aktivitas dan pendekatan pendekatan yang mencoba untuk memahami mengapa kegiatan ini dapat terus berlangsung dan meningkat seiring dengan proses urbanisasi. Terhadap pembuat kebijakan, kehadiran ekonomi informal mencerminkan kemiskinan kota, sehingga perlu dibenahi dengan berbagai strategi agar sektor informal memiliki status yang lebih kuat, bersih, teratur dan terjamin bagi kelompok miskin. Sedangkan bagi politisi, sektor ekonomi informal yang kian meningkat dan terpencar- pencar di sekitar kota, memanifestasi-kan keresahan kondisi sosio-politik di kalangan kelompok masyarakat yang dibawa secara bersamaan dari desa ke kota. Dan akhir-akhir ini isu tersebut dapat menggoyahkan kedudukan elit politik jika tidak diberikan perhatian yang cukup serius. Walau bagaimanapun perhatian terhadap sektor informal bukanlah sesuatu yang baru. Hal ini telah lama menjadi pengamatan para pakar ilmu-ilmu sosial dalam meneliti masyarakat tradisional. Isu yang dikaji biasanya seputar pada sistem pemasaran dalam hubungannya dengan ekonomi dan budaya lokal yang ada. Dampak penjajahan dan penetrasi kapitalisme ke dalam sistem kemasyarakatan lokal yang umumnya masih tradisional telah menarik minat para peneliti bahwa masyarakat lokal yang begitu heterogen, memiliki nilai dan motivasi yang berbeda-beda, terpaksa bersaing dengan pola perdagangan “barat” yang asing bagi kebiasaan ekonomi mereka (lihat Furnivall, 1939; Geertz, 1963; Firth, 1946; Bohannan & Dalton, 1962; Belshaw, 1965). Namun kebanyakan penelitian tersebut kelihatannya sangat bervariasi dan tidak dihubungkan dengan isu kemiskinan

Sektor Formal Dan Informal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sektor Formal Dan Informal

3

Ekonomi Formal dan Non Formal

Muhammad Umaruddin

Mencuatnya perdebatan teoritis tentang sektor formal-informal adalah sejak

International Labour Organization (ILO) mulai mengembangkan program pembangunannya

di kalangan penduduk miskin perkotaan yang terlibat pada sektor ekonomi informal di

negara-negara Afrika pada tahun 1970-an. Pertumbuhan sektor informal yang relatif kecil

modalnya, tidak teratur, kotor dan kurang stabil sangat menarik perhatian para pakar dan

pembuat kebijakan. Bagi para pakar, isu yang seringkali dimunculkan adalah berkaitan

dengan kekaburan konsep aktivitas dan pendekatan pendekatan yang mencoba untuk

memahami mengapa kegiatan ini dapat terus berlangsung dan meningkat seiring dengan

proses urbanisasi.

Terhadap pembuat kebijakan, kehadiran ekonomi informal mencerminkan

kemiskinan kota, sehingga perlu dibenahi dengan berbagai strategi agar sektor informal

memiliki status yang lebih kuat, bersih, teratur dan terjamin bagi kelompok miskin.

Sedangkan bagi politisi, sektor ekonomi informal yang kian meningkat dan terpencar-

pencar di sekitar kota, memanifestasi-kan keresahan kondisi sosio-politik di kalangan

kelompok masyarakat yang dibawa secara bersamaan dari desa ke kota. Dan akhir-akhir ini

isu tersebut dapat menggoyahkan kedudukan elit politik jika tidak diberikan perhatian yang

cukup serius.

Walau bagaimanapun perhatian terhadap sektor informal bukanlah sesuatu yang

baru. Hal ini telah lama menjadi pengamatan para pakar ilmu-ilmu sosial dalam meneliti

masyarakat tradisional. Isu yang dikaji biasanya seputar pada sistem pemasaran dalam

hubungannya dengan ekonomi dan budaya lokal yang ada. Dampak penjajahan dan

penetrasi kapitalisme ke dalam sistem kemasyarakatan lokal yang umumnya masih

tradisional telah menarik minat para peneliti bahwa masyarakat lokal yang begitu heterogen,

memiliki nilai dan motivasi yang berbeda-beda, terpaksa bersaing dengan pola perdagangan

“barat” yang asing bagi kebiasaan ekonomi mereka (lihat Furnivall, 1939; Geertz, 1963;

Firth, 1946; Bohannan & Dalton, 1962; Belshaw, 1965). Namun kebanyakan penelitian

tersebut kelihatannya sangat bervariasi dan tidak dihubungkan dengan isu kemiskinan

Page 2: Sektor Formal Dan Informal

4

warga kota yang umumnya adalah kaum tani yang berpindah dari sektor ekonomi pedesaan

ke aktivitas ekonomi informal perkotaan.

Lagi pula perhatian yang telah dicurahkan para pengkaji ekonomi dalam aktivitas

perdagangan informal ini masih sekedar menjadi tumpuan minat mereka semata terutama

jika masalah yang “kronis” akibat ketidakmampuan sektor industri modern menyerap

tenaga buruh yang berlebih. Keadaan demikian telah mendorong semua pihak yang terlibat

dalam penanganan kebijakan ekonomi dan strategi pembangunan agar memikirkan lagi

mengapa fenomena tercetusnya sektor informal muncul begitu cepat di wilayah perkotaan.

Oleh karena itu, perhatian International Labour Organization (ILO) pada tahun 70-an dalam

program membantu kelompok miskin di kota-kota dianggap salah satu usaha murni yang

dapat mendorong para peneliti dari berbagai disiplin mengkaji kasus ini lebih serius karena

banyak implikasinya terhadap aspek sosial, politik dan ekonomi nasional. Kendati usaha ini

dilaksanakan dengan sukses, namun tidak dapat dipungkiri masih terdapat kelemahan

International Labour Organization (ILO) dalam menangangi isu dan strategi mengenai

pertumbuhan sektor informal ini, terutama dalam mengkaji hubungan sektor informal

dengan sektor formal pada wilayah perkotaan.

Gambaran sektor formal-informal juga dapat menjadi sinyal perekonomian negara.

Semakin maju perekonomian, semakin besar peranan sektor formal. Sampai dengan

Agustus 2008, sektor informal masih mendominasi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia

dengan kontribusi sekitar 65,92 persen pekerja laki-laki dan 73,54 persen pekerja

perempuan (Tabel 1). Sebagian orang menyebut sektor informal sebagai sektor penyelamat.

Elastisitas sektor informal dalam menyerap tenaga kerja menjadikan sektor ini selalu

bergairah meskipun nilai tambah yang diciptakannya mungkin tidak sebesar nilai tambah

sektor formal.

Page 3: Sektor Formal Dan Informal

5

untutan pekerjaan dengan kualifikasi pendidikan dan ketrampilan memadai di

perkotaan menjadi kendala pencari kerja dalam memperoleh pekerjaan. Mereka yang pada

mulanya berkeinginan bekerja di sektor formal pada akhirnya bermuara di sektor informal.

Wilayah pedesaan sebagai sarang sektor informal. Dari seluruh pekerja di perdesaan, lebih

dari 75 persen bekerja di sektor informal, sementara di perkotaan, dari 100 pekerja, lebih

dari 40 bekerja di sektor informal.

1. Pengertian

a. Ekonomi Formal

Ekonomi formal dapat diartikan sebagai usaha yang membutuhkan syarat-

syarat tertentu agar dapat melakukan kegiatan usaha, seperti izin usaha, jumlah

modal, proposal kegiatan, dan susunan pengurus. Persiapan untuk memasuki

bidang perekonomian formal harus benar-benar mempertimbangkan segala hal

yang berhubungan dengan perekonomian tersebut.

Ciri-ciri bidang ekonomi formal adalah sebagai berikut:

- Memiliki izin

- Adanya keharusan membayar pajak

- Tunduk terhadap kebijakan dari negara

- Secara umum keuntungannya besar

- Pembukuan dilakukan secara teratur karena transaksinya banyak dan perlu

dianalisis

- Biasanya perekonomian itu dilakukan diperkotaan

Page 4: Sektor Formal Dan Informal

6

b. Ekonomi Informal

Penggunaan asli 'sektor informal' istilah dikaitkan dengan model

pembangunan ekonomi yang dikemukakan oleh W. Arthur Lewis, yang digunakan

untuk menggambarkan pekerjaan atau mata pencaharian terutama generasi dalam

dunia berkembang. Itu digunakan untuk menggambarkan jenis pekerjaan yang

dipandang sebagai jatuh di luar sektor industri modern. Sebuah definisi alternatif

menggunakan keamanan kerja sebagai ukuran formalitas, mendefinisikan peserta

dalam perekonomian informal sebagai orang-orang 'yang tidak memiliki pekerjaan

keamanan, pekerjaan keamanan dan jaminan sosial". Sementara kedua definisi ini

menyatakan kurangnya pilihan atau lembaga dalam keterlibatan dengan ekonomi

informal, partisipasi juga dapat didorong oleh keinginan untuk menghindari

peraturan atau perpajakan. Ini mungkin bermanifestasi sebagai tenaga kerja tidak

dilaporkan, tersembunyi dari negara untuk pajak, jaminan sosial atau tujuan hukum

perburuhan, namun hukum di semua aspek lainnya.

2. Perbedaan antara ekonomi formal dan ekonomi informal

Untuk lebih mudah memahami maka perbedaan ini dibentuk berupa tabel, sebagai

berikut:

Ekonomi Formal Ekonomi Informal

Memiliki Izin Usaha Tidak memiliki izin usaha

Berskala besar Berskala kecil

Teknologi yang digunakan modern Teknologi yang digunakan

sederhana

Sepenuhnya menjalankan peraturan

pemerintah

Tidak sepenuhnya tunduk

dengan aturan pemerintah

Keuntungan relatif besar Keuntungan relatif kecil

Memiliki struktur yang teratur

dengan baik dan terorganisir

Tidak memiliki struktur yang

sistematis

Page 5: Sektor Formal Dan Informal

7

3. Hubungan antara ekonomi formal dan ekonomi informal

Hubungan antara ekonomi formal dan informal merupakan salah-satu kajian

penting dalam studi tentang ekonomi informal. Paling tidak hubungan tersebut dapat

dilihat dari dua perspektif yaitu pendekatan konflik dan pendekatan fungsional. Pada

pendekatan konflik melihat bahwa kehadiran sektor informal diperlukan untuk

mendukung perkembangan sektor formal. Kehadiran penjual makanan di sekitar proyek

pembangunan diperlukan bagi pekerja-pekerja harian yang dibayar murah oleh

perusahaan formal. Jika tidak ada penjual makanan tersebut maka pekerja-pekerja

harian harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk bisa mendapatkan makanan

sejenis yang terdapat di dalam gedung sepanjang jalan perusahaan tersebut. Mungkin

saja sebagian pendapatan dikeluarkan hanya untuk itu. Dengan demikian, seperti itulah

yang sering dilontarkan adalah, sektor informal mensubsidi sektor formal. Kata subsidi

tersebut merupakan penghalus dari kata eksploitasi.

Sedangkan pendekatan fungsional melihat hubungan tersebut sebagai sesuatu yang

saling menguntungkan antara sektor formal dan informal. Istilah mereka adalah dimana

ada gula disana ada semut. Seperti, dimana ada perusahaan formal disitu ada pekerja

informal juga, misalnya pekerja PT yang membeli makanan di warung yang kecil.

4. Sektor-sektor dari ekonomi formal dan ekonomi informal

a. Sektor Usaha Formal Dalam Perekonomian Indonesia

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Sebagai realisasi dari pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 maka didirikanlah

Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN adalah bada usaha yang

modalnya sebagian besar/seluruhnya milik pemerintah/negara. Badan usaha

milik pemerintah pusat disebut BUMN, sedangkan badan usaha yang modalnya

milik pemerintah daerah disebut BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). BUMN

dan BUMD didirikan utuk melayani kepentingan umum dan mencari

Page 6: Sektor Formal Dan Informal

8

keuntungan dalam ranka mengisi kas negara. Berdasarkan UU RI No 9 tahun

1969 perusahaan negara digolongkan menjadi 3 jenis yaitu :

a) Perusahaan Jawatan (PERJAN)

b) Perusahaan umum (PERUM)

c) Perusahaan Perseroan (PERSERO)

2. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)

BUMS/perusahaan suasta adalah perusahaan yang diberikan wewenang untuk

menyelenggarakan kegiatan ekonomi di luar perusahaan negara dan koperasi

Peranan BUMS dalam perekonomian nasional. Menggali dan memfaatkan

potensi ekonomi yang belum digarap oleh perusahaan negara Membantu

pemerintah memenui kebutuan masyarakat Meningkatkan penerimaan defisa

negara dari perusahaan suasta yang melakukan kegiatan ekspor, impor

Membantu mempercepat pertumbuan ekonomi Meningkatkan lapangan kerja

dalam upaya mengatasi pengangguran Bentuk-bentuk Perusahaan swasta

Perusahaan swasta dalam menjalankan usahannya dapat berbentuk perseroan

terbatas, persekutuan komanditer, persekutuan fima, dan perusahaan

perseorangan.

3. Koperasi

Fungsi dan peran koperasi Indonesia menurut UU No25 tahun 1992 pasal

4 sebagai berikut:

“Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan

kesejateraan ekonomi dan sosisl Berperan serta secara efektif dealam upaya

mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat”

“Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan

perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya. Berusaha untuk

mewujutkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan

uasaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi”

b. Sektor usaha informal

Page 7: Sektor Formal Dan Informal

9

Yang termasuk kedalam sektor ekonomi informal adalah kebalikan/negasi

dari ekonomi formal. Contoh ekonomi informal seperti, pedagang kaki lima,

pemilik warung kecil, penjaja makanan keliling, wirausaha kecil, dan lain

sebagainya.

Referensi

Alam. 2005. Ekonomi Jilid 3. Jakarta: Esis.

Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Haryanto, Sindung. thn. Sosiologi Ekonomi. T4: penerbit.

Nazara, Suahasil. 2010. Ekonomi Informal di Indonesia: ukuran, komposisi dan evolusi.

Jakarta: ILO.