39
1 Laporan Kelompok Biologi Oral Dasar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Sel Darah Disusun oleh: Kelompok 5 Amirah Hasna Fitri (NPM 1206208006) Ariq Noorkhakim (NPM 1206242750) Dela Medina (NPM 1206208025) Farahdillah (NPM 1206237183) Fidhianissa (NPM 1206207994) Irvi Firqotul Aini (NPM 1206237630) Luluk Latifa Ayu Leonita (NPM 1206207981) Ranny Rahaningrum H (NPM 1206208012) Romilda Rosetti (NPM 1206237574) Triana Hardianti (NPM 1206237984) PROGRAM SARJANA REGULAR Ganjil, 2012/2013

Sel Darah.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sel Darah

Citation preview

Page 1: Sel Darah.pdf

1

Laporan Kelompok Biologi Oral Dasar

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Sel Darah

Disusun oleh:

Kelompok 5

Amirah Hasna Fitri (NPM 1206208006)

Ariq Noorkhakim (NPM 1206242750)

Dela Medina (NPM 1206208025)

Farahdillah (NPM 1206237183)

Fidhianissa (NPM 1206207994)

Irvi Firqotul Aini (NPM 1206237630)

Luluk Latifa Ayu Leonita (NPM 1206207981)

Ranny Rahaningrum H (NPM 1206208012)

Romilda Rosetti (NPM 1206237574)

Triana Hardianti (NPM 1206237984)

PROGRAM SARJANA REGULAR

Ganjil, 2012/2013

Page 2: Sel Darah.pdf

2

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tubuh kita tersusun atas cairan di dalamnya. Darah ialah cairan yang berada dalam tubuh

manusia dan memiliki fungsi yang penting. Darah berfungsi mengirmkan zat-zat dan

oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, kemudian juga mengangkut bahan-bahan

kimia hasil metabolisme tubuh serta sebagai pertahanan tubuh dari agen infeksi. Di dalam

darah, dapat ditemukan sel-sel yang menyusunnya. Sel darah dibagi menjadi tuga yaitu sel

darah merah /eritrosit, sel darah putih/leukosit serta keeping darah/trombosit. Sel darah

merha memiliki fungsi mengangkut oksigen karena mengandung hemoglobin di dalamnya.

Sel darah putih dapat dibagi lagi menjadi bagian-bagiannya yang lebih spesifik lagi dan

memiliki fungsi sebagai antibody melawan infeksi. Sedangkan keeping darah atau trombosit

berperan dalam pembekuan darah. Tiap jenis sel darah memiliki fungsi yang penting daam

system kerja tubuh. Namun, pada sel darah juga dapat ditemukan kelainan-kelainan, baik

kuantitaif maupun kualitatif. Kuantitatif menyangkut jumlah sedangjan kualitatif

menyangkut perubahan fungsi dari sel darah tersebut. Berbagai kelainan itu dapat membawa

kepada suatu penyakit yang bisa membahayakan tubuh manusia karena terganggunya

system kerja tubuh. Kelainan ini tentunya dapat diketahui melalui berbagai macam

pemeriksaan. Oleh karena itu, kita perlu mengenal lebih dalam tentang darah beserta

kelinana yang mungkin ditimbulkan.

1.2 Pokok Bahasan

- Sel darah serta komposisinya

- Hemopoiesis

- Pemeriksaan darah rutin

- Kelainan kuantitatif dan kualitatif eritrosit

- Kelainan kuantitatif dan kualitatif leukosit

- Kelainan kuantitatif dan kualitatif trombosit

- Pemeriksaan darah khusus

II. Tinjauan Pustaka

Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total manusia. Darah terdiri dari tiga jenis elemen

selular khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping

darah) yang membentuk suspensi dalam cairan kompleks plasma darah.

1. Plasma Darah

Berikut adalah komponen Plasma darah beserta fungsinya terdiri dari:

a. Air : Medium transpor ; membawa panas

Page 3: Sel Darah.pdf

3

b. Elektrolit : Eksitabilitas membran ; distribusi osmotik cairan antara CES dan CIS ;

menyangga perubahan PH

c. Nutrien, Zat sisa, gas, hormon : diangkut dalam darah; gas CO2 darah berperan dalam

keseimbangan asam-basa

d. Protein Plasma : secara umum, menghasilkan efek osmotik yang penting dalam distribusi

CES antara kompartemen vaskular dan interstisium; menyangga perubahan PH

- Albumin : mengangkut banyak bahan ; berperan paling besar dalam menentukan

tekanan osmotik koloid

- Globulin

Alfa dan beta : mengangkut banyak bahan tak larut air; molekul prekursor inaktif

Gama : Antibodi

e. Fibrinogen : Prekursor inaktif untuk jalinan fibrin pada pembekuan darah

2. Elemen Seluler

Berikut adalah komponen elemen seluler darah beserta fungsinya terdiri dari:

a. Eritrosit : mengangkut O2 dan CO2 (terutama O2)

b. Leukosit

Neutrofil : fagosit yang menelan bakteri dan debris

Eosinofil : menyerang cacing parasitik; penting dalam reaksi alergik

Basofil : Mengeluarkan Histamin, yang penting dalam reaksi alergik, dan heparin, yang

membantu membersihkan lemak dari darah

Monosit : dalam transit menjadi makrofag

Limfosit :

- Limfosit B : menghasilkan antibodi

- Limfosit T : respon imun selular

c. Trombosit : Pembekuan darah, dan homeostas

Berikut adalah tabel komposisi darah

Page 4: Sel Darah.pdf

4

HEMATOPOIESIS

Hematopoiesis adalah proses pembentukan dan pematangan sel-sel darah. Berikut ini adalah

fase-fase hematopoiesis yang terjadi secara umum pada manusia :

1. Mesoblastik

Terjadi pada masa prenatal, yaitu saat embrio berumur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk

sac yang berada dekat dengan mesenkim batang tubuh. Mesenkim ini menyusutkan cabang-

cabangnya lalu berkembang menjadi eritoblas primitif, sel basophil bulat yang mengumpul

membentuk agregat yang disebut dengan pulau darah. Mereka berpoliferasi membentuk

hemoglobin dan eritrosit polikromatofilik. Lalu basophil-basofil mulai menghilang dan

jadilah eritrosit primitif, yaitu eritrosit yang memiliki inti sel.

2. Hepatik

Fase ini terjadi pada masa prenatal juga, ketika janin sudah berusia 6 minggu. Pada usia 6

minggu ini sel basophil muncul di premodium hati lalu berpoliferasi menjadi eritroblas

definit yang berkembang menjadi eritrosit definit yang sudah tidak berinti lagi. Pada minggu

ke-8 ditemukan juga leukosit granuler dan megakariosit pada hati. Lalu pada usia 12 minggu

limfa juga menjadi tempat terjadinya hematopoiesis.

3. Mieloid

Fase ini dimulai saat rangka janin sudah terbentuk yaitu sekitar minggu ke-20. Rangka yang

terbentuk pada janin masih berbentuk tulang rawan hialin. Lalu sel darah dan mesenkim

menerobos masuk ke dalam rongga tulang rawan tersebut kemudian berdiferensiasi menjadi

osteoblast dan sel retikulum yang membentuk stroma sum-sum tulang. Setelah terbentuknya

pusat penulangan, dimulailah proses produksi sel darah dalam sum-sum tulang dan terjadi

pula penurunan produksi sel darah pada hati dan limfa.

Page 5: Sel Darah.pdf

5

Pada awalnya semua sum-sum tulang berperan dalam produksi sel darah namun sejak usia lebih

dari 5 tahun sum-sum tulang panjang hanya memproduksi sedikit sel darah dan pada usia lebih

dari 20 tahun sum-sum tulang panjang sudah tidak memproduksi sel darah sama sekali kecuali

bagian atas femus dan humerus, namun sum-sum tulang pipih seperti costa, sternum, dan

vertebrata tetap berproduksi.

Setelah hematopoiesis diambil alih oleh sum-sum tulang semenjak trimester terakhir hingga

postnatal, organ-organ tempat terjadinya hematopoiesis yang sebelumnya seperti hati dan limfa

tidak berfungsi lagi untuk memproduksi sel darah namun masih memiliki kemampuan untuk

melakukan proses tersebut dalam keadaan yang sangat dibutuhkan.

Sel darah yang sudah matang akan keluar dari sum-sum dengan mekanisme transeluler. Sel darah

tersebut akan masuk ke lumen melalui pori migrasi yang terbentuk akibat desakan sel-sel darah

terhadap endotel sehingga abluminal dan adluminal endotel menempel dan membentuk pori

sementara. Pori tersebut akan merapat lagi seperti semula setelah proses migrasi sel darah

matang selesai.

Yang memiliki peran utama dalam hematopoiesis adalah sel induk. Sel tersebut ditemukan dalam

sum-sum dalam keadaan tidak aktif. Sel induk hemopoietik pluripotent ini memiliki kempapuan

untuk membelah diri dalam interval tertentu untuk memperbanyak dirinya dan berdiferensiasi

menjadi sel progenitor. Perbedaan sel induk hemopoietik pluripotent dengan sel progenitor

adalah, sel induk hemopoietik pluripotent memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi

bermacam-macam jenis sel darah, sementara sel progenitor memiliki kemampuan yang lebih

terbatas yaitu hanya bisa berkembang menjadi satu jenis sel spesifik. Terdapat beberapa jenis sel

progenitor, yaitu :

- CFU-GM (unit pembentuk granulosit dan monosit)

- CFU-G (unit pembentuk granulosit)

- CFU-M (unit pembentuk monosit)

- CFU-E (unit pembentuk eritrosit)

- CFU-Eo (unit pembentuk eosinophil)

- CFU-Meg (unit pembentuk megakariosit), dll

Faktor yang mempengaruhi hematopoiesis :

1. Faktor lingkungan mikro

Pembentukan sel darah memerlukan lingkungan yang kondusif. Lingkungan tersebut

dipengaruhi oleh sifat sel serta unsur ekstraseluler stroma sum-sum tulang. Perbedaan lokasi

pembentukan di dalam organ yang sama menentukan turunan dari sel darah yang dibentuk.

Selain itu lingkungan juga menyediakan faktor perangsang pertumbuhan seperti GM-CSF

dan faktor perangsang koloni yang merupakan glikoprotein.

2. Faktor pengaturan humoral

Page 6: Sel Darah.pdf

6

Pengaturan humoral mengontrol dan memantau jumlah setiap jenis sel darah yang diproduksi

sehingga tidak terjadi kekurangan atau kelebihan. Selain itu, faktor humoral mengontrol

kecepatan dalam pembentukan dan pelepasan sel darah. Faktor humoral juga akan

memberikan sinyal jika terdapat kondisi yang membutuhkan produksi sel darah lebih banyak

atau lebih sedikit dari produksi normal. Faktor humoral yang mengontrol produksi eritrosit

bergantung pada rangsangan eritropoietin terhadap sum-sum tulang, kesanggupan sum-sum

tulang dalam merespon, serta ketersediaan zat besi sebagai bahan baku utama.

ERITROPOIESIS

Jumlah produksi eritrosit sama dengan jumlah eritrosit tua yang dirombak di dalam hati.

Sebanyak 2,5x1011

eritrosit dilepaskan ke peredaran darah. Berikut adalah mekanisme

ertropoiesis :

Eritroblas

Basofilik CFU-E Proeritoblas

Eritroblas

Polikromatofilik

diferensiasi membelah membelah

membelah

Berinti dua

Sitoplasma

sangat basofilik

Ukuran lebih

kecil, kromatin

memadat,

sitoplasma

berwarna kelabu-

biru kehijauan,

nucleolus

menghilang

Page 7: Sel Darah.pdf

7

GRANULOPOIESIS

Produksi granulosit yang dilakukan oleh sum-sum adalah sebanyak 1,6x104/kg/hari dan sebagian

besar dari jumlah tersebut merupakan granulosit tipe neutrophil. Granulopoiesis membutuhkan

waktu sepuluh hari dalam satu kali siklusnya. Dalam granulopoiesis sel induk yang dibutuhkan

adalah CFU-GM yang bisa menjadi CFU-G atau CFU-M. CFU-M atau CFU-G tersebut

kemudian berkembang menjadi mieoblas. Berikut adalah prosesnya :

Eritroblas

Ortokromatik Retikulosit Eritrosit

Inti mengecil lalu dikeluarkan

(di fagosit oleh makrofag),

warna merah muda kebiruan

Sudah menjadi eritrosit dewasa

yang dialirkan ke peredaran,

tetapi masih memiliki

organelseperti ribosom sehingga

warna masih kehijauan.

Ribosom dan organel

lainnya dihancurkan

intraseluler

Mieoblas

Promiesit dini

Promiesit lanjut

Mielosit

Bulat, inti besar, kromatin menyebar,

sitoplasma basofilik sedang dan tanpa granul

membelah

Granul azurofilik, metakromatik

Membelah

sekali atau

lebih

Menjadi sel yang lebih kecil lagi

Terbentuk

granul

spesifik

Mielosit

neutrofil

Mielosit

eusinofil

Mielosit

basofil Ada dua jenis granul, spesifik dan azurofilik.

Intinya berpola agak kasar karena ada

gumpalan kromatin di tepi

Ada dua jenis granul, spesifik dan azurofilik.

Intinya lebih bervariasi. Ukuran sel lebih

kecil dari yang lain

Jumlah sedikit, intinya mengandung sedikit

kromatin padat

Metamielosit Metamielosit Metamielosit

Berbentuk batang, masuk ke peredaran

darah, inti mengalami lobulasi

Inti berlekuk ke dalam dan mengalami

lobulasi Inti tidak mengalami lobulasi

Page 8: Sel Darah.pdf

8

MONOPOIESIS

Monopoesis membutuhkan waktu 55 jam dan menghasilkan 6x108/kg berat badan. Proses ini

membutuhkan CFU-GM yang bipotensi. CFU-GM kemudian menjadi monoblas dan membelah

menjadi promonosit. Promonosit tersebut berpoliferasi menjadi monosit dan masuk ke peredaran.

Monosit ini dikenal sebagai makrofag jaringan. Ia memiliki kemampuan untuk membelah namun

hal itu tidak mencukupi pembaruan populasinya di jaringan. Jangka hidup monosit bervariasi,

namun mencapai beberapa bulan.

MEGAKARIOPOIESIS

Megakariopoiesis menghasilkan 4000-8000 keping darah. Sel induk yang diperlukan adalah

CFU-Meg yang kemudian berubah menjadi megakarioblas. Megakarioblas adalah sel besar

dengan inti bulat berlekuk dan berkromatin longgar. Megakarioblas mengalami endomitosis

menjadi promegakariosit yang memiliki beberapa pasang sentriol sesuai dengan derajat

poliploidinya. Promegakariosit ini kemudian berubah menjadi megakariosit cadangan dan

megakariosit pembentuk keping darah yang matang. Megakariosit cadangan memiliki granula

azurofilik yang tersebar di sitoplasma sementara megakariosit pembentuk keping darah matang

memiliki granula azurofilik yang berkumpul dama kelompok-kelompok kecil.

Setelah terbentuk megakariosit, terjadi proses fragmentasi sitoplasma untuk membentuk keping

darah. Membran pembatas unsur-unsur membran bersatu menjadi kisi-kisi tiga dimensi yang

disebut membran demarkasi keping darah. Pelepasan keping darah dilakukan melalui cabang-

cabang megakariosit yang menembus endotel menuju lumen. Namun ditemukan juga

megakariosit yang memasuki peredaran darah dan kebanyakan berlabuh di limfatik atau paru-

paru.

Pemeriksaan darah rutin dan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, leukosit, eritrosit, laju endap

darah, dan sediaan apus darah tepi.

- Penentuan kadar hemoglobin dilakukan dengan mengukur absorpsi larutan hemoglobin

yang berwarna pada panjang gelombang 540 nm atau menggunakan cara automatik yg

lebih cepat dan teliti. Hemoglobin merupakan molekul yang besar sehingga berperan

besar menentukan berat jenis darah Kadar normal : berkisar antara 13,5-18 g/dl (pria) dan

12-16 g/dl (wanita).

Kadar hemoglobin dalam eritrosit dinyatakan sebagai berikut :

Neutrofil Eusinofil Basofil

Page 9: Sel Darah.pdf

9

Normokrom : kadar hemoglobin normal

Hipokrom : kadar hemoglobin kurang dari normal

Hiperkrom : kadar hemoglobin lebih tinggi dari normal

- Penghitungan eritrosit dengan cara manual menggunakan cara pengenceran dan diamati

dibawah mikroskop (sediaan apus). Namun cara manual ini sudah jarang dipakai dan

digunakan cara automatik yang lebih teliti. Nilai normal : 4,6-6,2 juta/mm3

(pria( dan 4,2-

5,4 juta/ mm3

Anemia secara umum adalah keadaan dimana kapasitas angkut oksigen penderita lebih

rendah dari normal untuk umur dan jenis kelamin yg sesuai. Hal ini dapat dilihat jika jumlah

eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit berada di bawah normal. Untuk menentukan

derajat anemia, biasanya digunakan kadar hemoglobin atau nilai hematokrit.

Pada anak-anak, nilai normal hemoglobin dan jumlah eritrosit sama baik pada laki-laki

maupun perempuan. Namun saat dewasa pria nilainya terus meningkat sampai usia 40-50 tahun

dan menurun perlahan-lahan setelah itu. Sedangkan wanita berkebalikan, ia akan mengalami

penurunan setelah masa pubertas dan sampai pada usia 50 tahun kembali meningkat. Perbedaan

ini disebabkan oleh perdarahan menstruasi pada wanita dan dampak dari hormon androgen pada

pria.

- Pemeriksaan leukosit sama halnya dengan eritrosit yaitu mengunakan sediaan apus atau

automatik. Bedanya adalah pengenceran lebih sedikit dan volume yg digunakan lebih

banyak. Nilai normal : 4,5-11 ribu/ mm3

pada pria maupun wanita.

- Sediaan apus darah tepi digunakan untuk menghitung jenis leukosit serta dapat pula

digunakan untuk menghutung jumlah trombosit.

a. Hitung Jenis Leukosit

1. Neutrofil

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan sediaan apus dengan pewarnaan

Wright . neutrofil merupakan garis pertahanan pertama terhadap kerusakan

jaringan atau benda asing. Selain melakukan fagositisis, neutrofil juga mampu

mengeluarkan enzim ke dalam sitoplasmanya atau ke media sekitarnya. Granula

neutrofil muda menghasilkan enzim peroksidase sedangkan granula neutrofil

matang mengandung enzim fosfatase lindi. Salah satu cara untuk mengenal sel

yang abnormal adalah menyatakan reaksi enzim tersebut dengan teknik sitokimia.

Seseorang yang sedang menderita infeksi akan mengandung banyak enutrofil

yang sudah teraktivasi. Aktivitas ini dapat diperlihatkan melalui test nitroblue

tetrazolium (NBT).

2. Eosinofil

Page 10: Sel Darah.pdf

10

Salah satu jenis leukosit yang terliba dalam alegi dan infeksi. Penngkatan

eosinofil bisanya terjadi pada kasus infeksi akut, radang, kerusakan, jaringan, dan

lain-lain. Sedangkan penurunannya terdapat pada kejadian shock, stress dan luka

bakar. Jumlah normalnya adalah 1-2% dari jumlah keseluruhan leukosit.

3. Basofil

Terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang, Jumlah basofil pada keadaan normal

hanya sekitar 1% dari jumlah leukosit. Peningkatan basofil terdapat pada proses

inflamasi, leukemia, dan fase penyembuhan infeksi. Sedangkan penurunannya

terjadi pada penderita stres, reaksi hipersensitivitas, dan kehamilan.

Pada keadaan abnormal dapat ditemukan benda-benda tersebut di dalam hasil

pemeriksaan leukosit berganula :

Granula toksik, yang ditemukan pada penderita infeksi bakteria yang berat,

merupakan granula besar berwarna gelap karena bersisi enzim yang diaktivasi

secara abnormal

Benda-benda Doble, berupa massa yang besar dan berbentuk bulat serta berwarna

biru pucat, ditemukan pada penderita dnegan infeksi berat, luka bakar, keganasan

atau lisis sel ekstensif

Batang Auer, benda berbentuk batang langsing dan berwarna merah atau ungu ini

memungkinan pasien menderita leukemia granulositik akut

Selain itu, pemeriksaan leukosit bergranula ini juga dapat menunjukkan penderita

yang mengalami kelainan herediter.

4. Limfosit

Limfosit dalam darah tepi hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan

limfosit yang terdapat di tubuh. Sebagian besar lainnya berada di dalam kelenjar

limfe, limpa, mukosa saluran cerna dan tersebar di dalam sumsum tulang,

hati,kulit, darn jaringan radang kronik. Pada orang dewasa sehat 75-80% limfosit

dalam peredaran darahnya berupa limfosit T sedangkan 10-15% lainnya adalah

limfosit B. pada penderita hepatitis, eksantema, pneumonia karena virus, dan

keadaan alergi sistemik dapat dijumpai limfosit atipik atau sel Downey, yaiitu

limfosit T yang sedang dalam stadium aktivasi imunologik.

5. Monosit

Monosit hanya merupakan 5-8% dari jumlah leukosit. Sel monosit muda yang

memiliki inti lebih besar dari biasanya atau beranak inti dan sitoplasmanya lebih

biru dapat dijumpai jika terjadi keabnormalan pada proliferasi sumsum tulang.

Jumlah jenis leukosit yang dinyatakan dengan persentase ini disebut dengan jumlah

relatif. Sementara itu, untuk mendapatkan nilai mutlaknya dihitung dengan cara berikut :

Page 11: Sel Darah.pdf

11

Jumlah Mutlak = Jumlah Total Leukosit x Persentase

Jumlah leukosit dalam peredaran darah dapat berubah dengan sangat mudah dan

cepat. Bila jumlah sel muda meningkat di dalam peredaran darah tepi secara mencolok,

hal ini disebut dengan pergeseran ke kiri. Sedangkan jika yang ditemukan adalah

peningkatan mencolok dari sel tua maka disebut dengan shift to the right.

b. Hitung Jumlah Trombosit

Penghitungan trombosit dilakukan dengan cara langsung(Rees dan Eeker). Trombosit

sukar dihitung karena mudah sekali pecah. Oleh karena itu, seketika setelah darah

diambil, ditambahkan zat antikoagulan untuk mencegah menggumpalnya trombosit.

Nilai normal : 200.000-500.000/µl darah .

- Laju endap darah menggambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit

dengan plasma. Darah dengan antikoagulan dimasukan ke dalam tabung kemudian akan

menunjukkan pengendapan eritrosit dengan kecepatan yang ditentukan oleh volume

ertitrosit. Pada keadaan normal, nilai LED relative kecil karena pengendapan eritrosit

akibat gravitasi dimbangi oleh tekanan ke atas akibat perpindahan plasma. Nilai LED

yang tinggi dapat menunjukkan tingginya kadar kolestreol darah atau adanya

makromolekul lain dalam darah.

Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan rutin dan pemeriksaan tambahan

lainnya seperti pemeriksaan hematokrit, MCH, MCV, MCHC, MPV, PDW, HDW dan RDW.

- Kadar hematokrit diukur dengan cara Wintrobe atau dengan cara tabung kapiler. Nilai

normal : 40-54% (pria) dan 38-47% (wanita)

- MCH (mean corpuscular hemoglobin) adalah ukuran jumlah rata-rata hemoglobin dalam

tiap satuan eritrosit.

𝑀𝐶𝐻 = 𝐻𝑏 𝑔/𝑑𝑙 𝑋10

𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (106/µl)

Nilai normal : 27-32 pg pada pria maupun wanita.

- MCV (mean corpuscular volume) adalah penghitungan rata-rata volume eritrosit yang

dihitung dari hematokrit dan jumlah eritrosit. MCV menunjukkan ukuran rata-rata

eritrosit, yaitu :

Eritrosit makrositik : volumenya melebihi normal

Eritrosit mikrositik : volumenya kurang dari normal

𝑀𝐶𝑉 =𝐻𝑡 𝑔/𝑑𝑙 𝑋 10

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (106/µl)

Page 12: Sel Darah.pdf

12

Nilai normal : 82-92 fl pada pria maupun wanita.

- MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration) merupakan konsentrasi

hemoglobin setiap volume satu eritrosit. Nilai normal : 31-37 g/dl RBC pada pria maupun

wanita.

Eritrosit normokrom : eritrosit yg mengandung hemoglobin normal

Eritrosit hipokrom : mengandung hemoglobin yg kurang

Eritrosit hiperkrom : mengandung hemoglobin yg berlebihan (sangat jarang terjadi)

- MPV (mean platelet volume) menunjukkan volume rata-rata trombosit. Nilai MPV yang

tinggi terjadi pada penderita hipertiroid dan mieloproliferatif. Nilai normal : 7,4-10,4 fl

- RDW (red cell distribution width) adalah koefisien variasi volume eritrosit abnormal.

Nilai RDW yang tinggi mengindikasikan anisositosis. Nila normal : 11,5-14,5 (CV%)

- PDW (platelet distribution width) merupakan variasi ukuran trombosit. Kadar PDW yang

tinggi dapat ditemukan pada penderita sickle cel dan trombositosis.

- HDW (hemoglobin distribution width) merupakan koefisien variasi hemoglobin pada

setiap eritrosit. HDW dipergunakan untuk memperkirakan anisokromasia.

KELAINAN KUANTITAS ERITROSIT

KLASIFIKASI ANEMIA

Anemia berarti kekurangan eritrosit, yang dapat disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu

cepat atau karena terlalu lambatnya produksi eritrosit. Jika seseorang menderita anemia. Maka

ada kemungkinan orang tersebut dapat menderita hipoksia (kekurangan oksigen). Hal ini

dikarenakan darah membawa oksigen ke seluruh tubuh. Bila jumlah oksigen yang dipasok

berkurang maka kinerja organ yang bersangkutan akan menurun,sedangkan kelancaran proses

tertentu akan terganggu. Bahkan dapat menimbulkan kematian.

Ada beberapa penyebab yang dapat menimbulkan anemia, diantaranya :

Karena cacat eritrosit

Karena kekurangan zat gizi

Karena perdarahan

Karena autoimun

Oleh karena bahayanya anemia. Maka kita perlu mengetahui pengklasifikasian anemia itu

sendiri. Terdapat berbagai macam pengklasifikasian anemia. Namun secara garis besar, terbagi

menjadi klasifikasi morfologi dan etiologi.

Berdasarkan morfologinya anemia dibagi menjadi 2, yaitu :

Page 13: Sel Darah.pdf

13

a. Anemia normositik normokrom

terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang berlebih sehingga

menyebabkan Sumsumtulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga

banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambarandarah tepi. Pada kelas ini,

ukuran dan bentuk sel-eritrosit normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang

normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik,

pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrommielodisplasia, alkoholism, dan anemia

pada penyakit hati kronik.

b. Anemia makrositik normokrom

Terjadi ketika eritrosit berukuran lebih besar dari eritrosit normal dan jumlah

hemoglobinnya normal. diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat

DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga

terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel.

c. Anemia mikrositik hipokrom

Terjadi ketika ukuran sel darah lebih kecil dari ukuran eritrosit normal dan

hemoglobinnya kurang sari normal. Umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem

(besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah

kronik,atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakithemoglobin

abnormal kongenital).

Berdasarkan etiologinya anemia dibagi menjadi :

a. Anemia pasca pendarahan, yaitu anemia yang disebabkan oleh pendarahan massif seperti

kecelakaan, luka persalinan, dsb

b. Anemia hemolitik, yaitu anemia yang disebabkan oleh penghancuran sel darah merah

yang berlebihan, yang dapat disebabkan oleh :

i. Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan,misal nya anemia sel

sabit.

ii. Gangguan sintetis globin misalnya talasemia.

iii. Gangguan membran eritrosit misalnya sferositosis herediter.

Menyebabkan aktivitas pemompaan ion melalui membrane juga terganggu. Juga

terganggunya transpotasi Ca+. Kerja eritrosit lebih berat sehingga proses

penghancuran eritrosit lebih cepat. Menyebabkan anemia ringan.

iv. Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfatdehidrogenase).

Enzim G6PD merupakan satu-satunya enzim dalam sel eritrosit yang berfungsi

memproduksi NADPH untuk mereduksi GSSG (glutation teroksidasi) menjadi GSH

Page 14: Sel Darah.pdf

14

(glutation tereduksi) yang meredam H2O2, sehingga GSH berfungsi mencegah

pecahnya eritrosit dari kerusakan akibat oksidasi. Jika eritrosit kekurangan enzim ini,

maka eritrosit akan mudah hancur dan mengakibatkan anemia.

v. Gangguan pada antibody.

Gangguan pada antibody ini terbagi menjadi allo-antibodi dan autoantibodi. Allo-

antibodi terjadi ketika tubuh menghasilkan antibody terhadap bahan yang berasal dari

anggota lain dalam spesies yang sama.contohnya adalah pembentukan antibody

setelah transfuse darah atau setelah transplantasi organ. Sedangkan autoantibodi

adalah suatu kelainan yang ditandai oleh pemendekan umur eritrosit akibat adanya

antibody di dalam darah yang diarahkan kepada eritrositnya sendiri.

vi. Factor-faktor ekstrasel lain, seperti : trauma fisik, infeksi, obat-obatan dan bahan

kimia, serta splenomegaly (kelainan pada limpa)

c. Anemia defisiensi, yaitu anemia yang disebabkan oleh kekurangan faktor

pematangan eritrosit (besi,asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin, eritropoetin,

dan sebagainya) misalnya anemia pernisiosa (Addison) yang menyebabkan atrofi mukosa

lambung sehingga vitamin B12 tidak dapat diikat oleh glikoprotein yang dihasilkan oleh

sel parietal lambung, mengakibatkan defisiensi B12.

d. Anemia aplastic, disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang. Hal

ini terjadi karena adanya gangguan pada sel-sel induk sumsum tulang belakang akibat

adanya sel ganas yang infiltrasi ke dalam sumusm tulang belakang.

KLASIFIKASI POLISITEMIA

Plisitemia adalah Kelebihan volume semua jenis sel darah lebih dari normal sehingga tejadi

peningkatan viskositas dan volume darah. Jika polisitemia terjadi, maka pembuluh darah akan

penuh sesak dan terjadi penurunan laju aliran darah, dapat menyebabkan penggumpalan darah

dan terganggunya transportasi oksigen ke organ-organ, polisitemia juga dapat menyumbat

pembuluh darah kecil sehingga timbul penyakit jantung koroner atau stroke jika terjadi

penyumbatan pembuluh darah di otak. Namun istilah itu biasanya diartikan sebagai peningkatan

produksi eritrosit. polisitemia dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Polisitemia sekunder atau polisitemia reaktif

Yaitu peningkatan produksi eritrosit yang disebabkan oleh rangsangan fisiologik yang

diketahui. Polisitemia ini biasanya disebabkan oleh keadaan hipoksia tubuh. Selain

keadaan tubuh yang hipokisa, faktor risiko lain yang memicu timbulnya polisitemia

sekunder adalah berbagai penyakit paru, jantung kronik, kelainan ginjal dan bisa juga

pada orang yang hidup di pegunungan. Polisitemia ini juga bisa akibat cairan yang

membawa sel-sel darah berkurang (dehidrasi)

Page 15: Sel Darah.pdf

15

b. Polisitemia vera

Yaitu peningkatan produksi eritrosit dan terjadi secara spontan diketahui penyebabnya.

Terjadi pada orang dewasa dan lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita. Gejala

penderita biasanya kulitnya menjadi berwarna kemerahan, pada pemeriksaan fisik

dijumpai splenomegaly. Penderita sering mengeluh gatal gatal atau gangguan penglihatan

dan pendengaran. Sering mengakibatkan komplikasi yaitu thrombosis dan atau

pendarahan yang dapat menyebabkan kematian. Sebagian kecil dapat berlanjut menjadi

leukemia.

Kelainan Kualitatif Eritrosit

Penyakit yang menyerang eritrosit secara kualitatif umumnya dikategorikan kedalam

kelompok anemia hemolitik. Anemia hemolitik adalah gangguan yang berkaitan dengan

memendeknya usia sel darah merah. Pada umumnya usianya yaitu 120 hari, pada anemia

hemolitik ini hanya 20 hari. Biasanya terdapat kelainan intrakospuskular (dari dalam) atau

ekstrakorpuskular (dari luar). Tingkat keparahan anemia ini bergantung pada kecepatan

hancurnya sel darah merah ini. Kerusakan ini kemudian diseimbangkan dengan pembentukan

kembali eritrosit pada sumsum tulang belakang. Anemia hemolitik ini diklasifikasikan menjadi

defek intrinsik yaitu yang menyerang dalam badan sel itu, dan yang kedua defek ekstrinsik yaitu

yang menyerang bagian luar tubuh sel.

Hemoglobinopati

Gambar. Struktur Hemoglobin normal

Molekul hemoglobin normal memiliki dua bagian, yaitu bagian globin, sebuah protein

yang terbentuk dari 4 lipatan rantai polipeptida; 2 alfa dan 2 beta. Yang kedua adalah empat

Page 16: Sel Darah.pdf

16

molekul besi, yaitu kelompok nonprotein yang disebut heme, setiap hem ini berikatan dengan

polipeptida. Kadar Hb normal yaitu 8-12 g/dL.

Hemoglobinopati adalah penyakit keturunan yang disebabkan gangguan pembentukan

hemoglobin. Hemoglobin jenis S merupakan hemoglobin abnormal yang sering dijumpai pada

populasi kulit hitam di seluruh dunia dengan morbiditas yang cukup tinggi.

1. Sickle cell disease

Gambar. Penyakit

anemia sel sabit

Abnormalitas hemoglobin S disebut juga anemia sel sabit. Posisi keenam pada ranti beta

hemoglobin ini tidak ditempati oleh glutamate tetapi oleh valine.

Sickle Cell Disease (SCD) terjadi karena adanya mutasi gen yang mengkode hemoglobin.

Terdapat tiga macam hemoglobin terkait dengan SCD;

- Hemoglobin A (HbA), yaitu ditemukan dalam sel darah merah yang normal

- Hemoglobin S (HbS), (S-Sickle), adalah hasil mutasi dari HbA yang menyebabkan

terjadinya SCD. Terdapat 287 asam amino yang dapat menyebabkn rantai beta berikatan

membentuk fibrous. Fibrous precipitates kemudian mengubah HbS ini menjadi lebih

kecil dan tajam seperti bentuk bulan sabit.

Page 17: Sel Darah.pdf

17

- Hemoglobin F (F-Fetal), Hb ini diproduksi saat perkembangan fetal dan beberapa saat

setelah dilahirkan atau lebih lama lagi. HbF ini mampu untuk memblok reaksi sel darah

merah yang menyebabkan penyakit, bayi dengan SCD tidak akan menunjukan gejalanya

kareana mereka masih memiliki HbF. HbF pada orang dewasa dapat membuat orang itu

resisten terhadap penyakit ekstrim. HbF ini digunakan sebagai dasar dalam treatment

SCD

SCD ini memiliki bentuk tubuh yang rapuh dan kecil memanjang. Sel darah merah pada

anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh

yang sempit. Hal ini menyebabkan mereka dapat pecah dengan mudah, dan dapat menempel

pada dinding pembuluh darah dan menghambat pembuluh kapiler. Hal ini berpengaruh kepada

penurunan pengangkutan oksigen ke jaringan dan organ yang nantinya akan menyebabkan

timbulnya beberapa penyakit, atau disebut Sickle Cell Crisis. Dalam jangka panjang,

tersumbatnya aliran darah ini akan menyebabkan kerusakan kronik jaringan dan organ tubuh.

Usia sickle cell rendah, yaitu berkisar 10-20 hari, oleh karenanya tubuh akan

memproduksi sel darah merah ini untuk menggantikan sel yang telah rusak. Anemia sel sabit

adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua salinan gen hemoglobin

defektif, masing-masing satu dari orang tua. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang disebut

hemoglobin S (HbS), menjadi tidak elastis dan berbentuk seperti bulan sabit. Anemia sel sabit

kemungkinan banyak ditemukan di daerah endemik malaria dan selain itu 10% keturunan Afro-

Amerika membawa sifat ini.

Gambaran Klinis

Terdapat tanda anemia sistemik.

Nyeri hebat yang intens akibat penyubatan vaskular pada serangan penyakit.

Infeksi bakteri serius disebabkan kemampuan limpa untuk menyaring mikroorganisrne

yang tidak adekuat.

Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati, kadang menyebabkan krisis

akut

2. Penyakit Hemoglobin C

Rantai keenam globin yang semula asam glutamate digantikan oleh lisin. Gen penyakit

hemoglobin C ini dibawa oleh 2-3% orang kulit hitam di Amerika. Keadaan heterozigot penyakit

ini tidak menyebabkan anemia. Hanya orang yang dengan homozigot untuk hemoglobin C ini

akan menderita penyakit anemia hemolitik.

Penderita, terutama anak-anak, dapat mengalami;

- Pembesaran limpa

Page 18: Sel Darah.pdf

18

- Sakit kuning yang ringan

- Nyeri perut dan nyeri sendi

3. Penyakit Hemoglobin SC

Penyakit ini terjadi karena adanya pewarisan satu gen abnormal yang membawa sifat C dan gen

lainnya membawa sifat S. Gambaran klinisnya mirip dengan penyakit hemoglobin SS (sickle sel)

namun cenderung lebih ringan, atau disebut anemia ringan. Pada apusan darah primer terdapat

sel target dan beberapa sel sabit.

4. Methehemoglobin/ Hemoglobin M

Penyebabnya yaitu terdapat besi hemoglobin yang teroksidasi menjadi bentuk feri Fe3+

. Hal ini

menyebabkan pengangkutan oksigen menjadi tidak maksimal dan mengalami hipoksemia.

Penyakit ini dapat dideteksi dengan elektroforesis hemoglobin.

5. Hemoglobin yang tidak stabil

Penyakit ini terjadi karena adanya pewarisan gen yang menimbulkan kelainan pada rantai

hemoglobin yang tidak stabil menyebabkan terbentuknya badan Heinz yang dibentuk oleh

limpa, yang kemudian menimbulkan anemia hemolitik. Pada apusan darah perifer tidak dijumpai

sferositosis. Penyakit ini dapat diuji lab dengan uji stabilitas panas atau dengan obat isopropanol.

Talasemia

Gambar. Sel yang terjangkit Talasemia

Thalasemia adalah penyakit keturunan yang merupakan akibat dari kekurangan salah satu

dari keempat rantai asam amino yang pembentuk hemoglobin. Hal ini menyebabkan pasokan

energi yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan

tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.

Thalasemia merupakan kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah

yang mudah rusak. Oleh karena itu umurnya pun relatif lebih pendek dibanding sel darah normal

yaitu 23 hari. Sel darah merah yang rusak diuraikan menjadi zat besi didalam limpa. Karena

kerusakan darah terjadi dengan cepat dan masif, maka kandungan zat besi dalam tubuh

Page 19: Sel Darah.pdf

19

menumpuk dan bisa mengganggu fungsi organ lain seperti jantung, hati hingga berujung pada

kematian.

Gejala Thalasemia

Gejala thalasemia terjadi bervariasi tergantung dari jenis thalasemia yang diderita, selain itu

dilihat pula dari segi derajat kerusakan gen yang terjadi. Awalnya penyakit thalasemia

menunjukkan gejala seperti anemia yakni :

- Wajah pucat

- Insomnia atau susah tidur

- Tubuh mudah merasa lemas

- Berkurangnya nafsu makan

- Tubuh mudah mengalami infeksi

- Jantung bekerja lebih keras untuk memenuhi pembentukan hemoglobin

- Mengalami kerapuhan dan penipisan tulang. Hal ini disebabkan oleh sumsum tulang yang

berperan penting dalam menghasilkan hemoglobin tersebut

- Terjadi pembesaran limpa karena sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga

kerja limpa sangat berat.

Klasifikasi Thalasemia

Penderita thalasemia ini dibedakan berdasarkan produksi jenis globin yang

terganggu.Jika mengalami produksi globin jenis alfa yang terganggu, maka penderitanya

mengalami thalasemia alfa, sedangkan jika mengalami produksi globin jenis beta yang

terganggu, maka penderitanya mengalami thalasemia beta.

Disamping itu thalasemia juga dibedakan berdasarkan jenis mayor dan minor. Minor;

tidak ada gejala, keadaan hanya pembawa sifat. Intermedia; anemia, lebih parah dari anemia

minor. Major, anemia berat.

1. Talasemia alfa

Terjadi karena kurangnya rantai globin alfa karena mutasi dan kelainan genetik. Gejalanya klinis

yang timbul umumnya yaitu anemia dan hipoksia. Rantai alfa globin disandikan oleh suatu gen

pada kromosom 16.

a. Thalasemia alfa minor. Termasuk jenis thalasemia ringan yang tidak menyebabkan gejala

pada fungsi tubuh, tetapi bersifat sebagai pembawa sifat yang membawa gen thalasemia

b. Thalasemia alfa mayor. Jenis thalasemia satu ini umumnya terjadi pada bayi sejak masih

dalam kandungan. Thalasemia jenis ini terjadi apabila seseorang tidak memiliki gen

perintah produksi protein globin alfa. Keadaan ini akan membuat janin atau bayi

menderita anemia yang cukup parah, penyakit jantung, dan penimbunan cairan tubuh.

Oleh karenanya, apabila bayi sudah diketahui menderita penyakit kelainan darah seperti

thalasemia ini, bayi harus mendapatkan tranfusi darah sejak dalam kandungan dan setelah

lahir agar tetap sehat.

Page 20: Sel Darah.pdf

20

2. Talasemia beta

Berkurangnya produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang, sehingga hemoglobin

yang dibentuk juga berkurang. Rantai beta globin disandikan oleh suatu gen pada kromosom

ke 11.

a. Thalasemia beta mayor. Terdapatnya dua

gen beta yang abnormal. Hal ini menyebabkan

pasien menderita anemia berat seumur hidup (

anemia Cooley atau anemia Mediaterranea).

Gejalanya yaitu terdapat sel darah merah kecil,

pucat, berubah bentuk dan terjadi hemolisis ekstensif dan produksi sel darah merah yang

tidak efektif. Anemia berat ini menyebabkan pertumbuhan sumsum tulang dan kelainan

tulang. Hiperplasia sumsum tulang yang berlebihan ini dipicu oleh peningkatan kadar

eritropoietin. Hb F dan A2 ini kurang menyalurkan oksigen ke jaringan sehingga

menyebabkan hipoksia yang cukup parah. Dan terjadi penimbunan besi pada sel parenkim

di hati dan jantung. Penderita thalasemia jenis ini harus melakukan tranfusi darah terus-

menerus sejak diketahui melalui diagnosa, meskipun sejak bayi. Umumnya bayi yang lahir

akan sering mengalami sakit selama 1-2 tahun pertama kehidupannya. Sehingga

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya yang mengakibatkan keterlambatan

sirkulasi zat gizi yang kurang lancar.

b. Talasemia beta minor. Terdapat rantai beta normal dan satu abnormal, dan tidak banyak

memperlihatkan gejala klinis. Keadaan heterozigot ini ditandai dengan adanya sel darah

merah yang hipokromik, dan kecil serta terjadi anemia ringan yaitu dengan kadar Hb 9-11

g/dL

Page 21: Sel Darah.pdf

21

Kelainan Kuantitatif Leukosit

1. Neutropenia

Neutropenia adalah berkurangnya jumlah neutrophil absolut di bawah 2000 per

microliter. Neutrofil biasanya merupakan 70% dari sel darah putih, jadi jika terjadi

kekurangan sel darah putih maka itu juga berarti kekurangan neutrophil. Neutrofil bisa

diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu neutrophil ringan, sedang dan berat. Neutrofil

ringan mempunya jumlah neutrophil antara 1000-2000 per microliter. Neutrofil sedang

memiliki jumlah neutrophil 500-1000 per microliter. Sedangkan neutrophil berat biasa

disebut dengan agranulositosis mempunyai jumlah neutrophil yang kurang dari 500 per

microliter.

Orang dengan neutrophil yang parah sangat rentan mengalami infeksi yang diebabkan

oleh bakteri, terutama organisme Klebsiella, Escherichia, Pseudomonas, dan

Staphylococcus.

Neutrophenia memiliki banyak penyebab. Netrophenia bisa disebabkan karena

berkurangnya jumlah penbentukkan neutrophil di sumsum tulang atau juga karena

penghancuran jumlah sel darah putih di sirkulasi darah. Anemia aplastic juga

menyebabkan neutropenia dan kekurangan sel darah lainnya, karena anemia aplastic

disebabkan kurangnya sel induk pluripotent sehingga sumsum tulang gagal membentuk

sel darah. Kegagalan sumsum tulang ini bisa disebabkan karena induksi obat, virus, atau

paparan bahan kimia lain. Neutropenia juga disebabkan oleh factor genetic, seperti

neutropenia siklik yang sifatnya turun temurun. Pada neutrophil siklik, jumlah neutrophil

bisa turun atau naik setiap 21-28 hari. Pada saat jumlah neutrophil sedikit, maka

penderitan cenderung rentan terhadap infeksi. Selain itu obat-obatan juga dapat

memengaruhi kemampuan sumsum tulang dalam membentuk sel darah. Contoh obat-

obatan yang dapat menyebabkan neutropenia ialah antibiotic (Kloramfenikol,

sulfonamide, fenotiazin, fenilbutazon , fenitoin, dll) , obat anti-kejang, obat anti-tiroid,

kemoterapi untuk kanker, dll. Jika penyakit lain sudah dihilangkan dan sumsum tulang

memperlihatkan peningkatan jumlah neutrophil normal, namun tetap terjadi neutropenia,

maka kemungkinan disebabkan oleh neutropenia autoimun yang bisa merusak neutrophil

itu sendiri. Pembesaran limpa juga bisa memicu terjadinya neutropenia.

Gejala atau manifestasi klinis Neutropenia ini biasanya ditandai dengan demam dan

infeksi mulut. Pada neutropenia akut bisa terjadi demam ataupun luka terbuka (ulkus,

borok) yang terasa nyeri di sekitar mulut dan anus.

2. Agranulositosis

Agranulositosis merupakan neutropenia akut yang parah yang ditandai dengan

menghilangnya precursor neutrophil dalam sumsum tulang dan penurunan granulosit di

darah perifer. Agranulositosis juga bisa diartikan sebagai kegagalan sumsum tulang untuk

membentuk sel darah putih (neutrophil) yang cukup. Sesorang dikatakan menderita

Page 22: Sel Darah.pdf

22

agranulositosis jika ia memiliki jumlah neutrophil atau sel granulosit kurang dari 500 per

microliter. Agranulositosis biasanya disebabkan karena reaksi obat idiosinkratik (efek

abnormal obat terhadap pasien), penyakit autoimun atau infeksi-infeksi tertentu.

Beberapa obat menyebabkan penekanan sel darah putih tergantung dengan dosis obat itu

sendiri. Contoh obat seperti karbamazepin bisa menyebabkan penurunan bertahap jumlah

neutrophil. Hal ini dapat menjadi tanda timbulnya agranulositosis. Jika dosis obat

dikurangi, maka sel darah putih akan membaik. Selain karbamazepin, obat seperti

fenotiazin, fenitonin, beberapa sulfonamide, dan sebagian obat anti-tiroid juga menekan

produksi leukosit. Pembentukkan granulopoiesis akan pulih jika pemakaian obat-obat

tersebut dihentikan. Namun penekanan sumsum tulang yang disebabkan oleh pemakaian

kloramfenikol dapat menetap selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Agranulositosis secara klinis ditandai dengan adanya demam dan infeksi tenggorokan

yang parah, yang sering disertai dengan adanya membrane putih mirip plak di faring.

Pada Agranulositosis murni, jumlah sel darah putih sangat rendah, dan limfosit menjadi

satu-satunya

Leukosit di darah perifer. Namun jumlah trombosit dan eritrosit tetap dalam keadaan

normal baik di darah perifer maupun di sumsum tulang. Agranulositosis murni relative

jarang ditemukan, karena zat-zat eksogen juga cenderung menekan produksi sel darah

merah dan trombosit.

3. Leukositosis

Leukositosis merupakan keadaan dimana jumlah sel darah putih dalam darah meningkat

melebihi batas normal . Pada keadaan normal, jumlah leukosit orang dewasa biasanya

berkisar antara 5000—10.000 per microliter. Biasanya aktifitas fisik dapat

mengakibatkan meningkatnya jumlah sel darah putih, namun tidak melebihi 11.000

permikroliter. Jika seseorang menderita leukositosis, ia akan memiliki jumlah leukosit

lebih dari 11.000 permikroliter. Leukositosis dapat terjadi secara fisiologis dan patologis.

Leukositosis yang terjadi secara fisiologis dapat dijumpai pada kerja fisik yang berat,

gangguan emosi, kejang, dan haid.

Penyebab leukositosis bisa disebabkan karena respon normal sumsum tulang diantaranya:

*Infeksi

* Kematian jaringan, luka bakar, kanker

* Trauma : splenektomi

* Inflamasi (peradangan), Rheumatoid arthritis

* Kelainan sumsum tulang, leukemia

* Stress

* Obat2an

*Anemia hemolitik

Abnormalitas sumsum tulang :

*Leukimia akut

Page 23: Sel Darah.pdf

23

*Leukimia Kronik

*Kerusakan mieloproliferatif

4. Reaksi Leukemoid

Leukositosis yang terjadi akbiat dari respon infeksi atau stimulus lain kadang-kadang bisa

berlebihan, sering dijumpai jumlah leukosit melebihi 50.000/mm3. Reaksi leukemoid

juga merupakan leukositosis reaktif yang berlebihan, ditandai dengan membanjirnya

jumlah sel darah putih imatur dan matur dalam sirkulasi darah. Reaksi leukemoid ini

serupa dengan leukositosis pada leukemia, namun bukan sebagai akibat penyakit

leukemik. Penyebab dari reaksi leukemoid ini adalah infeksi, peradangan atau juga

tumor. Reaksi leukemoid kadang-kadang terlihat sebagai gambaran infeksi (tuberculosis

dan difteri), intoksikasi (eklamsi dan keracunan gas mustard), neoplasma ganas dan

perdarahan akut.

Kelainan Kualitatif Leukosit

LEUKIMIA

Leukimia merupakan kondisi kanker akibat proliferasi sel darah putih yang tidak

terkontrol. Jumlah sel darah putih dalam kondisi leukimia dapat mencapai 500.000/m3,

sedangkan dalam kondisi normal hanya 7.000/mm3. Namun, karena sebagian besar sel darah

putih yang terbentuk bersifat abnormal dan imatur, sel-sel tersebut tidak dapat melakukan

fungsinya dalam melindungi tubuh. Konsekuensi lainnya adalah penurunan jumlah sel darah

merah maupun keping darah yang terbentuk dari sumsum tulang sehingga terjadi anemia dan

pendarahan dalam. Hal tersebut terjadi akibat terdesaknya sel-sel progenitor yang akan

membentuk sel darah merah dan keping darah.

Leukimia diklasifikasikan berdasarkan kecepatan proliferasi:

1. Leukemia Akut: proliferasi agresif sehingga dapat menyebabkan kematian dalam

hitungan bulan

2. Leukimia kronis: proliferasi tidak begitu agresif sehingga perjalanan penyakit cukup

lambat. Apabila tidak diobata dapat menyebabkan kematian dalam hitungan tahun

Leukimia diklasifikasikan berdasarkan jenis sel yang terlibat:

1. Leukimia limfositik: jumlah limfosit berlebihan

2. Leukimia mielositik: jumlah neutrofil, monosit, basofil, atau eosinofil berlebihan

Dari dua klasifikasi leukimia di atas, dapat digabungkan menjadi:

1. Leukimia Limfositik Akut (LLA): LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi

pada anak-anak. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang

mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara

Page 24: Sel Darah.pdf

24

3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa. Sel-sel yang belum matang,

yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah menjadi ganas. Sel

leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel

yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam

aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ

reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Sel kanker

bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa menyebabkan anemia,

gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya. Gejala LLA antara lain lemah dan

sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam karena

berkurangnya jumlah sel darah putih, dan perdarahan karena jumlah trombosit yang

terlalu sedikit. Pada beberapa penderita, infeksi yang berat merupakan pertanda awal dari

leukemia, sedangkan pada penderita lain gejalanya lebih ringan, berupa lemah, lelah dan

tampak pucat. Perdarahan yang terjadi biasanya berupa perdarahan hidung, perdarahan

gusi, mudah memar dan bercak-bercak keunguan di kulit. Sel-sel leukemia dalam otak

bisa menyebabkan sakit kepala, muntah dan gelisah; sedangkan di dalam sumsum tulang

menyebabkan nyeri tulang dan sendi.

2. Leukimia Limfositik Kronis (LLK): Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun,

dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria. Hal ini bisa menyebabkan penghancuran sel

darah merah dan trombosit, peradangan pembuluh darah, peradangan sendi (artritis

rematoid), peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis).

3. Leukimia Mielositik Akut (LMA): Leukemia ini bisa menyerang segala usia, tetapi

paling sering terjadi pada dewasa. Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang,

menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel

kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,

dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa

membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa

menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.

Gejalanya berupa lemah, sesak nafas, infeksi, perdarahan, dan demam. Gejala lainnya

adalah sakit kepala, muntah, gelisah dan nyeri tulang dan sendi.

4. Leukimia Mielositik Kronis (LMK): terjadi akibat translokasi kromosom 9 dan 22. Fase

LMK terbagi menjadi:

1. Fase Kronik: Selama fase ini, pasien selalu tidak mengeluhkan gejala atau hanya ada

gejala ringan seperti cepat lelah dan perut terasa penuh.

2. Fase Akselerasi: Pada fase akselerasi hitung leukosit menjadi sulit dikendalikan dan

abnormalitas sitogenik tambahan mungkin timbul. Kriteria diagnosa dimana fase

kronik berubah menjadi tahapan fase akselerasi bervariasi.

3. Fase Krisis Blast: Gejalanya mirip seperti leukemia akut, dengan progresifitas yang

cepat dan dalam jangka waktu yang pendek.

Page 25: Sel Darah.pdf

25

Manifestasi klinis leukimia pada rongga mulut yang dapat terjadi antara lain

pembengkakan gingiva, ulcer pada mukosa, maupun mukosa yang berwarna pucat karena

anemia.

Kelainan Kuantitatif Trombosit

Kelainan Kuantitatif pada Darah

1. Trombositosis adalah istilah yang digunakan pada keadaan dimana jumlah trombosit

lebih dari 1.000.000/ml. Hal ini terjadi dalam keadaan malignan, inflamasi akut, serta

setelah terjadinya spelenktomi. Faktor yang menjadi penyebab trombositosis:

a. Kekurangan zat besi

b. Inflamasi, kanker, atau infeksi

c. Proses myeloproliferatif

2. Trombositopenia

Merupakan istilah yang merujuk pada keadaan dimana trombosit kurang dari 100.000/ml.

Hal ini dapat disebabkan berkurangnya produksi trombosit, peningkatan tampungan

trombosit pada limpa (splenomegali akibat sirosis) , atau berkurangnya waktu paruh

trombosit akibat autoimun. Penyebab lain:

a. Kehilangan fungsi sumsum tulang pada anemia aplastik menyebabkan berkurangnya

jumlah trombosit.

b. Infeksi virus seperti HIV (menyebabkan berkurangnya prekursor trombosit,

megakariosit), rubella, dan mononukleosis infeksioner. Virus mengganggu proses

pembentukan dan juga merusak trombosit dalam sirkulasi.

c. Radiasi dan kemoterapi pada kanker

d. Destruksi imunologis: trombosit dirusak autoantibodi, alloantibodi, dan mekanisme

obat.

Alloantibodi: pada orang yang mengalami transfusi trombosit berulang sehingga

menyebabkan pembentukan antigen terhadap HLA sehingga dibutuhkan donor

dengan HLA yang sesuai dengan resipien.

Antibodi terhadap antigen trombosit spesifik: biasanya merupakan anti-trombosit-A1

yang ditimbulkan oleh infeksi kehamilan.

Purpura pascatranskripsi: trombosit penderita dihancurkan pascatransfusi, terapi

terbaik bagi kelainan ini adalah dengan penggantian plasma penderita.

e. Autoimun

Ig G melapisi trombosit sehingga trombosit dihancurkan limpa

Page 26: Sel Darah.pdf

26

Algoritma evaluasi trombositopenia

Jenis trombositopenia:

a. Trombositopenia akibat obat-obatan

Pemakaian obat kemoterapi menyebabkan trombositokopenia sehingga pada terapi ini

dibutuhkan transfusi trombosit. Obat lain yaitu kuinin dan kuinidin. Beberapa obat

yang dapat menjadi penyebabdengan frekuensi lebih jarang adalah digitalis, heparin,

tiozide, dan aspirin. Efek obat ini bekerja dengan membentuk kompleks antigen-

antibodi yang menyebabkan kerusakan trombosit akibat lisis yang diperantarai

komplemen. Bahan kimia lain yang dapat menjadi penyebab tombositokopenia:

Klorotiazide

Menimbulkan trombositopenia pada 25% orang yang mengonsumsi tetapi jarang

menimbulkan perdarahan

Alkohol

Menimbulkan trombositopenia baik sesaat setelah konsumsi maupun pada

pengonsumsi tetap

Page 27: Sel Darah.pdf

27

b. Purpura trombositopenik imun (Immune Thrombocytopenic Purpura)

Sebelumnya disebut Idiopathic Trombocytopenic Purpura. Adanya Ig G yang melekat

pada permukaan trombosit sehingga trombosit akan dihancurkan oleh limpa. Ada 2

jenis yaitu:

Akut (cold antibodies) biasanya terjadi sesudah penumonia mikoplasma atau virus

Kronis (warm antibodies) serupa dengan anemia hemolitik

Pengamatan ITP akut ITP kronis

Usia awal penyakit 2-6 thn 20-40 thn

Rasio jenis kelamin (P:W) 1:1 1:2 atau 1:3

Presentasi mendadak terselubung

Jumlah trombosit awal Kurang dari sama

dengan 20.000/ml

30.000-100.000/ml

Penyakit sebelumnya 80% pernah infeksi Jarang

Penyakit penyerta Jarang Keganasan/lupus,

AIDS, anti

phospolipid

syndrome,

limpoproliferative

syndrome, hepatitis C,

adanya perdarahan

pada kulit (petikae

dan purpura) dan

lapisan mukosa

mulut, biasanya

disertai riwayat

lebam, perdarahan di

gusi, epistaksis, dan

perdarahan

Page 28: Sel Darah.pdf

28

menstruasi abnormal.

Remisi spontan 80% atau lebih Jarang

Lama penyakit 2-6 minggu Beberapa tahun

Respons kortikoid Jarang 40-60%

Respons terhadap splenektomi Jarang dilakukan 70-80%

Tabel perbedaan ITP akut dan kronis

c. Trombositopenia menurun

Purpura trombositopenik trombosis

Merupakan perpaduan gagal ginjal, trombositopenia, dan anemia hemolisis. Hal ini

jarang sekali terjadi dan terutama ditemukan pada wanita. Awal terjadinya tidak

begutu jelas, tetapi bisa menyebabkan efek fatal. Oklusi pembuluh darah yang

menyebar luas disertai trombus di berbagai organ seperti ginjal, otak, dan jantung.

Eritrosit terfragmentasi akibat melakukan sirkulasi ke bagian pembuluh yang

mengalami oklusi, hal ini menyebabkan anemia hemolitik dan juga ikterus.

Manifestasi klinis termasuk petikae, purpura, perdarahan vagina, dan gejala

neurologik seperti sakit kepala hingga gangguan kesadaran. Penyebabnya

kemungkinan besar melalui infeksi virus, meski begitu toksin produksi E. Coli juga

dapat menyebabkan jejas endotelial. Mekanisme terjadinya PT adalah inhibisi

metalloproteinase yang disebut ADAMTS13 sehingga multimer von Willebrand

mengalami agregasi membentuk trombosis.

Mekanisme PTT

Terapi yang dapat dilakukan adalah plasmapharesis yaitu penggantian plasma dengan

plasma baru yang telah dibekukan.

Sindrom uremia hemolitik

Page 29: Sel Darah.pdf

29

Memiliki karakteristik gagal ginjal, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan

trombositopenia. Terjadi pada anak-anak dan pada sebagian kasus diawali dengan

diare atau bahkan perdarahan.

Pemeriksaan Trombosit

1. Hitung trombosit

Pemeriksaan apusan darah yang diwarnai

Keunggulan: mengungkapkan morfologi dengan jelas

Kekurangan: distribusi apusan tak merata sehingga ada perbedaan mencolok dalam

penghitungan

a. Hitung trombosit manual

Cara langsung (Rees dan Ecker)

Cara tak langsung

b. Hitung trombosit eletronik (menggunakan electronic particle counter)

Interpretasi: trombosit normal antara 150.000-450.000 µL, lebih rendah dari nilai tersebut

berarti trombositopenia sedangkan apabila lebih tinggi berarti trombositosis.

2. Volume trombosit merata (mean platelet volume, MPV)

Nilai MPV besar mengisyaratkan destruksi perifer, hitung trombosit rendah.

Kelainan Kualitatif Trombosit

Kelainan fungsi trombosit dengn jumlah trombosit yang normal merupakan kelainan kualitatif

darah trombosit. Gangguan fungsi trombosit ini :

o Dapat diturunkan ,seperti penyakit von Willebrand

o Dapat didapatkan,seperti melalui obat ,infeksi, penyakit ginjal

ataudisproteinemia)

Kelainan kualitatif trombosit paling sering terjadi karena pemakain obat seperti aspirin dan obat

anti-inflamasi nonsteroid. Lalu, alcohol juga bisa menyebabkan gangguan kualitatif trombosit.

Kelainan kualitas trombosit mengakibatkan terjainya pemanjangan waktu pendarahan dan

gangguan agregasi darah dengan derajat bervariasi. Penyakit herediter yang paling sering terjadi

akibat gangguan kualitas trombosit ialah penyakit von Willebrand .

Pada trombositosis, pemeriksaan – pemeriksaan fungsi trombosit normal dan tidak mengalami

peningkatan risiko terjadinya thrombosis atau pendarahan. Sedangakan pada trombositemia,

pemeriksaan-pemeriksaan trombosit terlihat abnormal dan memungkinkan terjadinya thrombosis

atau pendarahan

Page 30: Sel Darah.pdf

30

Kelainan trombosit herediter

1. Defek intrinsic trombosit

a. Sindrom Bernard- Soulier

b. Trombastenia Gianzmann:

c. Gangguan kompartemen penyimpanan

2. Kelainan ekstrinsik trombosit

a. Afibrinogenemia kongenital

b. Penyakit von Willebrand

Kelainan trombosit didapat

1. Kelainan intrinsic trombosit

a. Praleukimia dan leukemia nonlimfostik akut

b. Sindrom mieloproliferatif

c. Hemoglobinemia nocturnal paroksismal

2. Kelainan trombosit terkait obat

a. Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid lainnya

b. Abciximab

c. Penisilin

d. Dekstran

3. Kelainan trombosit

a. Uremia

b. Paraprotein

Pemeriksaan Khusus Darah dan Interpretrasinya

Pemeriksaan darah dilakukan dengan mengambul sampel darah kapiler atau vena. Agar darah

yang akan diperiksa tidak membeku, digunakan berbagai macam antikoagulans, yaitu:

1. Ethylenediaminetetraacetate (EDTA) sebagai garam natrium atau kalium yang mengubah

ion kalsium darah menjadi bukan ion. Fungsi utamanya untuk mencegah trombosit

menggumpal/

2. Heparin berfungsi seperti antitrombin, tidak berpengaruh terhadap eritrosit dan leukosit.

3. Natriumsitrat dipakai untuk berbagai percobaan hemoragik dan laju endap darah

Westergren sebagai larutan yang isotonic dengan darah

Page 31: Sel Darah.pdf

31

4. Campuran amoniumoxalat untuk mengencerkan darah yang diperiksa

Nilai normal hematologi dewasa

Eritrosit

Pada pemeriksaan eritrosit terdapat tiga gambaran utama yang dibutuhkan dalam prosedur, yaitu:

1. Hemoglobin (Hb)

Kadar hemoglobin wanita 11.5-16.0 g/dL sedangkan pria 13.5-18.0 g/dL. Perbedaan ini

disebabkan karena wanita mengalami menstruasi setiap bulannya.

2. Hematokrit (Ht)

Presentase eritrosit dalam darah disebut juga hematokrit. Persentase Ht normal pada

wanita 38-47% sedangkan pria 40-54%

3. Jumlah eritrosit di dalam darah

Jumlah ini sebenarnya relatif, bergantung pada jenis kelamin dan lokasi individu. Jumlah

eritrosit dapat dihitung dengan sediaan apus dan mikroskop. Pada wanita jumlah eritrosit

normal 4-5 x 106 /uL dan pada pria 4.5 – 5/uL

Nilai Eritrosit Rata-rata (NER)

1. Mean Corpuscular Volume (MCV) atau Volume Eritrosit Rata-rata (VER) adalah volume

rata-rata eritrosit dalam femtoliter (1 fl = 1.0 x 10^-15 Liter)

Formula: 𝑉𝐸𝑅 = 𝐻𝑡

𝐸𝑥 10 𝑓𝑙

Nilai normal: 82-92 fl

Interpretasi hasil:

Meningkat: makrositik

Menurun: mikrositik

2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) atau Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER)

adalah banyaknya hemoglobin pereritrosit dalam pikogram (1 Pg = 1.0 x 10^-12 gram)

Formula: 𝐻𝐸𝑅 = 𝐻𝑏 (𝑔%)

𝐸𝑥 10 𝑃𝑔

Page 32: Sel Darah.pdf

32

Nilai normal: 27-31 Pg

Interpretasi hasil:

Meningkat: hiperkromik

Menurun: hipokromik

3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau Koknsentrasi Hemoglobin

Eritrosit Rata-rata (MHER) merupakan konsentrasi/kadar hemoglobin yang didapat

pereritrosit, dinyatakan dalam persen (%), satuan lebih tepat ―gram hemoglobin per dl

eritrosit

Formula: 𝐾𝐻𝐸𝑅 =𝐻𝑏 (𝑔%)

𝐻𝑡 𝑥 100

NIlai normal: 32-37%

Interpretasi hasil:

Meningkat: hiperkromik

Menurun: hipokromik

Saturasi Oksigen adalah ukuran relatif presentase oksigen yang mampu dibawa oleh

hemoglobin. Nilai normalnya adlah 97-99%

Abnormalitas

ANEMIA Hb

Anemia kekurangan Fe Serum

Ferritin <20 (anemia defisiensi besi

tidak mungkin terjadi pada ferritin >22-

322

Trombosit

Darah perifer

Hypochromic mycrotosis

Berbentuk pensil

Target cell

Bone marrow

Micronormoblastic maturation pada

intermediate dan late eritroblast

Fe stain (Prussian blue) menunjukkan

konsentrasi zat besi menurun dalam

makrofag

Menurunnya sideroblast normal

Anemia Kronik

Serum

Serum besi, TIBC, %saturasi

Serum ferritin normal atau

Page 33: Sel Darah.pdf

33

Darah

Mild anemia: normositik, normokromik

Moderate anemia: mikrositik,

normokromik

Severe anemia (<90 g/L): mikrositik,

hypokromik

Bone marrow

Penyimpanan Fe normal atau

Sideroblast normal

Anemia sideroblastik

Gangguan dalam jalur biosintesis porfirin,

mengarah pada

sintesis heme

penyerapan Fe seluler

Tipe:

1. Normal sideroblast

- Ferritin difusi ke seluruh

sitoplasma eritrosit

- Kecil

- Ditemukan pada individu normal

2. Ring sideroblast

- Fe disimpan dalam mitokondria

membentuk cincin di sekitar nucleus

eritrosit

- Besar

- Abnormal

Serum

Fe overloaded: ion Fe dan ferritin ,

TIBC normal

Darah perifer

Dimorfik (normal dan hypochromic)

Bone marrow

Megaloblastik

Ring sideroblast

Penyimpanan Fe

THALASSEMIA Defek produksi Hbβ

Heterozygous: β-Thalassemia minor

(commonL Mediterranean and Asian)

Serum

Hb 90-140 g/L

MCV <70

Darah perifer

Microcytosis +/- hypochromia

Target cell dan poikilocytosis

Stippling basofilik

Homozygous: β-Thalassemia major CBC

Hb 40-60 g/L

Darah perifer

Hypochromic mucrocytosis

Page 34: Sel Darah.pdf

34

Reticulocyte

Stippling basofilik, target cell

Postsplenectomy menunjukkan badan

Howell Jolley, erythroblast,

thrombocytos

Hb electrophoresis

Hb A: 0-0.1 (0-10%), (normal >95%)

Hb F: 0.9-1.0 (90-100%)

Alpha thalassemia Darah perifer

Hypochromic mucrocytosis

Target sell (beberapa)

Hb electrophoresis tidak dapat didiagnosis

Analisis DNA menggunakan

probe/penyelidikkan α-gene

Anemia sickle cell Hb S Trait

Serum: Hb normal

Darah perifer: normal, beberapa target

cell

Hb electrophoresis: fraksi Hb A 0.65

(65%)

Fraksi Hb S 0.35 (35%)

Hb S Disease

Darah perifer: sickle cell

Tes screening: sickle cell prep

Hb electrophoresis: fraksi Hb S >0.8

(>80%)

Hb

Anemia Megaloblastik defisiensi B12

anemia pernisiosa

Serum

+/- neutropenia +/- trombositopenia

MCV >120

Retikulosit

Serum B12 dan phosphate

Darah perifer

Ovalosit

Hypersegmented neutrofil

Bone marrow

Hypercellularity

Kegagalan maturasi nucleus

Bilirubin bebas , LDH

Page 35: Sel Darah.pdf

35

Shchilling test (identifikasi anemia

pernisiosa) >5% ekskresi

Anemia hemolitik Indirek

Retikulosit

Hatoglobin

Bilirubin indirek

Bilinogen urin

LDH

Tes eksklusif

Serum bebas Hb muncul

Methemalbuminemia (heme+albumin)

Hemoglobinuria (segera)

Hemosiderinuria (delayed)

Anemia aplastik Serum

Hitung neutrofil <5.0 x 10^9/L

Hitung trombosit <2.0 x 10^9/L

Hitung retikulosit <1%

Darah perifer

Jumlah eritrosit

Bone marrow

Aplasia/hypoplasia sel induk dengan

substitusi dari jaringan adeposa

Polistemia Hb

MCH >31 Pg

Leukosit

Nilai normal leukosit pada manusia:

Dewasa 4.000-10.000/uL

Anak-anak/bayi 9.000-12.000/uL

Bayi baru lahir 9.000-30.000/uL

Nilai normal kandungan leukosit manusia

Jenis leukosit Kandungan normal

Limfosit 20-40%

Bayi baru lahir 34%

1 tahun 60%

6 tahun 42%

Page 36: Sel Darah.pdf

36

12 tahun 38%

Monosit 2-8%

Anak 4-9%

Basofil 0-1%

Eosinofil 1-3%

Neutrofil:

Segmen (bakteri)

Batang

Natural Killer (virus)

55-70%

Bayi baru lahir 61%

1 tahun 2%

50-65%

0-5%

20-40%

Abnormalitas

Neutropenia Absolute Neutrophil Count (ANC) < 2.3 x

10^9/L

Agranulositosis ACN <500/mm3

Leukopenia Hitung leukosit

Leukositosis

Fisiologis: epinerfrin

Patologis: infeksi, inflamasi, gangrene,

kanker

Hitung leukosit

Leukemia Darah perifer

Hb (normositik, normochromic

anemia)

Trombosit

Granulosit

Muncul sel Blast (Auer Rods)

Bone marrow

Hiperseluler

Sel blast (30% leukemic blast untuk

diagnosis definitive; normal <5%)

Eritropoiesis, myelopoiesis,

megakaryosit

Urin

Asam urin

LDH

LFT (liver Function Test)

Ca2+

Page 37: Sel Darah.pdf

37

Reaksi Leukemoid adalah pertambahan jumlah leukosit yang sangat banyak seperti pada

penderita leukemia; merupakan perlawanan terhadap infeksi/penyakit tertentu, bersifat

reversible. Bukan merupakan tanda penyakit kanker.

Pulasan peroksidase

Adakalanya membedakan jenis leukosit menemui kesukaran, teristimewa jika menghadapi sel

muda atau yang abnormal. Dalam keadaan ini boleh digunakan bahwa granula dalam sel jajaran

granulosit dan monosit mengandung peroksidase, sedangkan sel jajaran limfosit tidak ada.

Pulasan peroksidase yang sering digunakan:

1. Sato dan Sekiya (larutan cupri sulfat, benzidine, dan safranin)

Hasil: Plasma jajaran granulosit berwarna biru sedangkan granula berisi peroksidase akan

berwarna hijau biru. Mielobast dengan hasil negatif. Monosit memiliki granula namun

terlihat kecil-kecil. Limfosit tidak ada dan berwarna merah.

2. Ellias (larutan cholornaftol, buffer tris, methylgreen)

Hasil: Pulasan ini membuat granula yang peroksidase positif (+) berwarna biru tua.

3. Sudan Black

Hasil: Warna hitam pada granula dalam leukosit yang mengandung zat lemak. Antara

sudanofilia dan reaksi peroksidase positif terhadap korelasi positif.

4. Periodic Acid Shiff (larutan asam periodat, reagent Schiff, larutan hematoksilin)

Hasil: Granula dalam leukosit yang berisi glikogen menjadi merah.

5. Fosfatase Alkalis (LAP)

Adanya enzim ini dalam granula dan sitoplasma sel-sel jajaran granulosit dapat

dipergunakan untuk membedakannya dari leukosit-leukosit lainnya. Hasil pulasan ini

memberikan petunjuk dalam membedakan leukositosis oleh leukemia granulositik kronik

dari leukositosis oleh sebab-sebab lain.

Trombosit

Trombositopenia

(akibat:

Produksi

Penghancuran

Trombosit <150.000/uL

Page 38: Sel Darah.pdf

38

Konsumsi

Dilusi

Pooling

Trombositosis

Reaktif/sekunder

primer

Trombosit >400.000/uL

III. Kesimpulan

Pembentukan sel darah dibentuk dalam organ tertentu yang memerlukan faktor-faktor pembentukan

sel darah tersebut dengan tingkat pematangan dari muda hingga dewasa. Kelainan darah dapat berupa

kualitatif maupun kuantitatif yang dapat terjadi pada tiap-tiap jenis sel darah dan memungkinkan

timbulnya suatu penyakit. Pemeriksaan darah dapat berupa pemeriksaan rutin, pelengkap, dan darah

perifer lengkap sesuai. Dan untuk menentukan diagnosis diperlukan pemeriksaan darah khusus

Rujukan:

1. Sherwood, Lauralee. 2002. Fisiologi Manusia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

2. Tortora JG. Derrickson B. Principles of anatomy and physiology: 12th edition.

Danvers:John Wiley & Sons; 2009

3. http://thalasemia.org/

4. Widmann, Frances K. 1989. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium.

Jakarta : EGC

5. http://hiki.wikispaces.com/Sickle+Cell+Disease

Page 39: Sel Darah.pdf

39

6. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. Bloom dan Fawcett. Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

7. Chapter 17 :Hematopoiesis.

http://apbrwww5.apsu.edu/thompsonj/Anatomy%20&%20Physiology/2020/2020%20Exa

m%20Reviews/Exam%201/CH17%20Hematopoiesis.htm

8. Gandasoebrata R. 1969. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.

9. Waterbury, Larry. 2001. Buku Saku Hematologi. Jakarta: EGC.

10. Anthoni S Fauci et al. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th Edition. San

Fransisco: McGraw Hill.

11. Stepheen J McPhee and Gary D Hammer. Pathophysiology of Disease: An Introduction

to Clinical Medicine 6th Edition. San Fransisco: McGraw Hill.

12. Hematology. Dr.I. Quirt Adriana Cipolletti, Heremy Gilbert and Susy Hota.