12

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I
Page 2: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

“Penguatan Kemampuan Guru IPA

dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

Penyunting :

Yuni Arfiani, M.Pd. Mobinta Kusuma, M.Pd.

Muriani Nur Hayati, M.Pd. Bayu Widiyanto, M.Si.

Pelaksanaan Seminar 19 Agustus 2017

Diselenggarakan Oleh:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA FKIP

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

Bekerjasama Dengan:

PERKUMPULAN PENDIDIK IPA INDONESIA (PPII)

WILAYAH JAWA TENGAH

Page 3: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

ii

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA FKIP

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2017

Penyunting :

Yuni Arfiani, M.Pd.

Mobinta Kusuma, M.Pd.

Muriani Nur Hayati, M.Pd.

Bayu Widiyanto, M.Si.

ISBN 978-602-73169-5-9

Cetakan pertama September 2017

Penerbit:

Badan Penerbit Universitas Pancasakti Tegal

Alamat Penerbit: Jl. Halmahera Km. 1 Kota Tegal Telp. 0283 351082 Fax. 0283 351267 E-mail :[email protected]

Page 4: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

60

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES HIGHER ORDER THINKING

SKILLS (HOTS) FISIKA SMA/MA

Sarjono

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Pemalang, Indonesia [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangan instrumen Higher Order

Thinking Skills (HOTS) pelajaran fisika tingkat sekolah menengah atas yang valid

dan reliabel, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi guru fisika dalam melakukan penilaian peserta didiknya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan Borg & Gall danOriondo & Antonioyang telah dimodifikasi, yang secara garis besar menjadi tiga tahapan, yaitu pengembangan awal instrumen, validasi instrumen dan ujicoba instrumen. Instrumen terdiri dari 3 konstruk demensi kognitif yaitu menganalisis, mengevaluasi dan mencipta, yang masing-masing meliputi dimensi pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural yang dikembangkan menjadi 15 indikator dan 15 butir soal. Validasi dilakukan oleh ahli pengukuran pendidikan dan praktisi pendidikan fisika. Setelah instrumen divalidasi, dan

dilakukan revisi, kemudian diujicobakan pada beberapa SMA/MA dengan jumlah responden sebanyak 300 lebih peserta didik. Data hasil ujicoba berupa data politomus tiga kategori dianalisis mengikuti Partial Credit Model (PCM)

dengan bantuan program Quetsdan Parscale. Program Quest untuk menguji

kecocokan model dan tingkat kesukaran butir, sedangkan program Parscale untuk mendapatkan abitity, fungsi informasi dan SEM.

Hasil penelitian menunjukan bahwa instrumen tes Higher Order Thinking

Skills (HOTS) pelajaran fisika tingkat sekolah menengah atas fitdengan data

politomus model PCM 1 PL, berdasarkan kriteria mean INFIT MNSQ 1,00 dan

simpangan baku 0,00. Sementara itu berdasarkan kriteria batas terendah dan batas tertinggi INFIT MNSQ antara 0,77 sampai dengan 1,30, butir tes HOTS fit dengan model PCM 1 PL dengan reliabilitas sebesar 0,91. Tingkat kesukaran

butir berada pada batas antara -2 sampai +2, ini berarti butir dalam keadaan baik.

Kata kunci: Higher Order Thinking Skills (HOTS), Polytomous

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal penting dalam berbangsa dan bernegara

bahkan dalam bermasyarakat.Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi

manusia dalam menghadapi hidup yang semakin maju ini.Kualitas pendidikan

ini sangat penting, sebab kualitas pendidikan seseorang sangat menentukan

Page 5: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

61

kesejahteraannya. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu

pendidikan telah dilakukan, diantaranya peningkatan kualitas dan kesejahteraan

guru melaui program sertifikasi guru dan dosen. Upaya lain seperti perubahan

kurikulum dalam rangka penyempurnaan, dari kurikulum berbasis kompetensi

(KBK), kurikulum setingkat satuan pendidikan (KTSP) sampai yang terbaru

yang dikenal dengan kurikulum 2013 yang sampai saat ini masih tahap

revisi.Revisi terjadi antara lain pada penilaian hasil belajar, dengan terbitnya

panduan penilaian untuk Sekolah Menengah Atas yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan tahun 2015. Pada kurikulum 2013 ini guru diamanahkan

untuk melakukan penilaian Authentic.Authentic is often used as meaning the

mirroring of real-world tasks or expectations (Frey, 2012).

Penilaian merupakan faktor penting yang perlu diungkap seberapa jauh

peranannya terhadap keberhasilan pendidikan, terutama penilaian dalam

pelajaran fisika khususnya penilaian Higher Order Thinking Skills.Banyak hal yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang sesuai dengan

perkembangan dan tuntutan zaman diantaranya melalui perbaikan sistem

penilaian.Hal ini sesuai dengan Alkharusi, et al, (2012) yang menyatakan bahwa

penilaian pendidikan bisa menjadi alat yang ampuh dalam meningkatkan

pembelajaran di kelas dan kinerja peserta didik. Selain itu sistem penilaian yang

baik akan mendorong guru dalam menentukan strategi mengajar yang baik dan

memotivasi peserta didik untuk belajar lebih baik (Mardapi, 2005). Jadi sistem

penilaian yang baik dapat memotivasi guru dan peserta didik, penilaian juga

dapat dijadikan umpan balik bagi guru, tak terkecuali guru fisika.

Fisika merupakan pengetahuan yang terorganisir dengan lingkungan fisik

dan perlu menggunakan metode untuk mendapatkan ilmu fisika tersebut

(Shipam & Wilson, 1990).Adanya perubahan teknologi yang serba cepat telah

membawa perubahan besar dalam cara orang bekerja, berkomunikasi dan

belajar, keterampilan seperti analisis dan evaluasi menjadi penting dan perlu

(Alhasan Allamnakhrah, 2013). Higher Order Thinking Skills dalam kaitanya

dengan penilaian hasil belajar fisika meliputi menganalisis, mengevaluasi dan

mencipta.

Page 6: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

62

Agar peserta didik mempunyai keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka

perlu pembelajaran fisika yang memadai.Pembelajaran fisika dengan berbasis

pada penyelidikan dengan melibatkan laboratorium sangat mendukung peserta

didik untuk mengasah Higher Order Thinking Skills peserta didik.Di SMA,

laboratorium sains selalu dianggap sebagai bagian penting dari pendidikan sains

di sekolah menengah karena memungkinkan peserta didik untuk melakukan

penyelidikan ilmiah (Trudel & Métioui, 2014).Laboratorium selalu menjadi fitur

pengajaran sains yang paling khas (Tamir, et al, 1992).Laboratorium berbasis

penyelidikan terletak di dalam teori pembelajaran konstruktivis dimana pelajar

adalah pencipta pemahaman (Parappillya, et al, 2013).Pada metode

penyelidikan tidak hanya memverifikasi prinsip yang telah dinyatakan

sebelumnya, guru harus mendorong peserta didik untuk menemukan dengan

ide-idenya (Opara & Ejifugha, 2014).Jadi laboratorium fisika di sekolah

merupakan hal penting kaitanya dengan pembelajaran fisika.

Pendekatan yang berpusat pada peserta didik berbasis penyelidikan

dapat meningkatkan kemampuan proses sains secara signifikan (Balanay & Rao,

2013: 24). Guru fisika harus memberi penekanan lebih dalam tidak hanya

pembelajaran fisika namun lebih penting lagi pada sikap peserta didik terhadap

pembelajaran fisika (Veloo, 2015). Peserta didik yang bersikap positif terhadap

fisika merupakan modal utama dalam mempelajari fisika berkaitan

denganHigher order thinking skills.

Higher order thinking skills (HOTS) is a skill that should be present in every teaching. Teaching science particularly require teachers to be skillful in planning learning

activities that can inculcate thinking skills among students(Sulaiman, et al, 2017). Higher order thinking skills (HOTS) should be an integral part of teaching and

learning especially at the higher education level (Chinedu, et al, 2015). The HOTS

assessment instrument as assessment for learning is effective to train student’s HOTS

and effective measure student's thinking skills in accordance with the level of each

student's thinking (Kusuma, et al, 2017).

Jadi berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa Higher order thinking skillsefektif untuk diimplementasikan di Sekolah

berkaitan dengan pembelajaran dan penilaian keterampilan berpikir peserta

didik.

Page 7: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

63

Penelitian ini menggunakan Partial Credit Model (PCM)1-PL untuk

pengujian fit item tes Higher Order Thinking Skills (HOTS) fisika tingkat

SMA/MA. Dasar pertimbangan yang digunakan antara lain: 1) butir soal HOTS

fisika yang dikembangkan berupa soal esay dengan penyekoran politomus tiga

kategori, sehingga sangat kecil peserta didik menebak jawaban seperti pada soal

pilihan ganda,2) karakteristik PCM tidak mensyaratkan langkah penyelesaikan

butir tes harus berurutan dan tidak harus mempunyai kesulitan yang sama (De

Ayala, 1993). Pernyataan tersebut diatas, berarti bahwa tingkat kesukaran (δ)

dari kategori 1 ke kategori 2 tidak harus sama dengan tingkat kesukaran (δ) dari

kategori 2 ke kategori 3 dan seterusnya dalam satu item.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitan pengembangan yang bertujuan untuk

memecahkan masalah praktis, konstektual dan aktual yang berada di Sekolah

Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA).Penelitian ini dilakukan di

Pemalang pada SMA/MA baik negeri maupun swasta.Subyek penelitan kelas

XI-MIA dengan responden sebanyak 300 lebih peserta didik.

Pengembangan instrumen Higher Order Thinking Skills (HOTS) ini

menggunakan model modifikasi R & D menurut Borg & Gall (1983) dengan

langkah-langkah sebagai berikut: 1) research and information collecting, 2) planning,

3) develop preliminary form of product, 4) preliminary field testing, 5) main produc

revision, 6) main field testing, 7) operational produc revision, 8) operational field testing,

9) final produc revision, 10) desimination dan implementation.Sementara itu menurut

Oriondo & Antonio (1998) pengembangan tes harus melaui beberapa tahapan,

yakni : 1) perancangan tes, 2)uji coba tes, 3)penetapan validitas, 4)penetapan

reliabilitas, dan 5)penetapan dan interpretasi skor tes.

Prosedur pengembangan instrumen menggunakan modifikasi pada

pendapat kedua ahli tersebut di atas. Hasil perpaduan dan modifikasi menjadi

beberapa langkah, adapun bagan prosedur pengembangan instrumen tes Higher

order thinking skills sebagai berikut.

Page 8: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

64

Gambar 1. Prosedur Pengembangan Instrumen

Teknik analisis data hasil uji coba ini meliputi beberapa aspek, yaitu: a)

Goodness of fit terhadap PCM, b) validitas butir, c) tingkat kesukaran butir, d)

reliabilitas instrumen, e) fungsi informasi dan SEM.

a. Goodness of fit terhadap PCM

Pengujian fit pada tes keseluruhan berdasarkan nilai rerata dan simpangan

baku dari INFIT MNSQ. Jika nilai rerata INFIT MNSQ mendekati 1,00

dan simpangan bakunya mendekati 0,00, maka keseluruhan item fit

dalam model PCM. Semua itu dilakukan dengan bantuan program

QUEST.

b. Validitas butir

Menurut kaidah Adams dan Khoo (1996:30) bahwa suatu item fit

terhadap model apabila nilai INFIT MNSQ dalam rentang 0,77 sampai

dengan 1,30.

c. Reliabilitas instrumen

Estimasi reliabilitas instrumen dapat dilihat berdasarkan output analisis

program QUEST, baik reliabilitas untuk butir maupun reliabilitas untuk

testi. Menurut Mardapi, 2012) instrumen tergolong baik jika mempunyai

koefisien reliabilitas atau indeks keandalan sama atau lebih besar dari

0,70.

Validasi produk dan revisi

Uji coba produk dan revisi

Implementasi

Perencanaan pengembangan

Page 9: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

65

d. Tingkat kesukaran butir

Estimasi tingkat kesukaran butir dilakukan dengan program QUEST, item

dikatakan baik jika indeks kesukaran item diantara -2 sampai dengan +2.

e. Fungsi informasi dan SEM

Estimasi fungsi informasi dan SEM dilakukan dengan bantuan program

PARSCALE. Berdasarkan fungsi informasi dan SEM, maka tes ini akan

terlihat cocok dengan testi berkemampuan (θ) tertentu (tinggi, rendah atau

sedang).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Higher Order Thinking Skills

Dimensi Pengetahuan

Dimensi Proses Kognitif

Menganalisis Mengevaluasi Mencipta

Faktual mengklasifikasi membandingkan menghasilkan Konseptual menjelaskan Menginterpretasikan merencanakan Prosedural mengurutkan menyimpulkan memformulasikan

Metakognitif

QUEST: The Interactive Test Analysis System --------------------------------------------------------------------------------------------------- Item Fit all on all (N = 312 L = 15 Probability Level = .50) --------------------------------------------------------------------------------------------------- INFIT MNSQ .56 .63 .71 .83 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 -----------------+---------+---------+---------+---------+---------+---------+---------+----- 1 item 1 . |* . 2 item 2 . |* . 3 item 3 . | * . 4 item 4 . | * . 5 item 5 . | * . 6 item 6 . * | . 7 item 7 . | * . 8 item 8 . *| .

9 item 9 . * | . 10 item 10 . | * . 11 item 11 . * | . 12 item 12 . *| . 13 item 13 . * | . 14 item 14 . | * . 15 item 15 . * | . =====================================================

Gambar 2. Diagram Infit MNSQ Higher Order Thinking Skills

Page 10: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

66

Berdasarkan Gambar 2 diatas terlihat bahwa semua butir (tanda bintang)

berada diantara dua garis, ini berarti bahwa semua butir (15 butir) fit dengan

data politomus tiga kategori model PCM 1 PL.

Gambar 3. Fungsi Informasi dan SEM

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa instrumen Higher Order

Thinking Skills cocok untuk peserta didik berkemampuan antara -2,0 sampai

dengan 1,90. Jangkauan kemampuan yang cukup lebar ini sangat tepat untuk

diterapkan pada SMA/MA mengingat input peserta didiknya memiliki

beragam latar belakang dan kemampuan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut.

1. Seluruh butir penyusun instrumen Higher Order Thinking Skills fisika

SMA/MA mempunyai rentang tingkat kesukaran diantara -2 sampai dengan

+2, ini berarti bahwa semua butir penyusun instrumen dalam kategori baik.

2. Berdasarkan grafik fungsi informasi dan Standard Error of Measurement,

instrumen Higher Order Thinking Skills fisika SMA/MA, sangat tepat

digunakan untuk mengukur peserta didik dengan kemampuan dari -2,0

sampai dengan 1,90.

Page 11: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

67

3. Instrumen Higher Order Thinking Skills fisika SMA/MA siap digunakan

untuk mengukur keterampilan berpikirpeserta didik kelas XI-MIA menurut

Partial Credit Model berdasarkan data politomus tiga kategori.

Berdasarkan simpulan hasil penelitian dan keterbatasan-keterbatasan

yang ada pada penelitian ini, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut.

1. Penelitian ini menggunakan sampel peserta didik kelas XI tingkat

SMA/MA, oleh karena itu disarankan bagi peneliti lebih lanjut untuk

menggunakan sampel yang lebih luas lagi yaitu dengan melibatkan kelas X

dan XII. Peneliti juga dapat menggunakan sampel peserta didik tingkat

SMP/MTs.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang

dialami oleh peserta didik dan guru selama meggunakan intstrumen Higher

Order Thinking Skills.

DAFTAR PUSTAKA Adams, R. J. & Khoo, S.T. (1996). Quest: The Interative Item Analysis System.

Victoria: The Australian Council for Eduational Research.

Alkharusi, H, Aldhafri, S. Alnabhani, H, et al. (2012). Educational Assessment

Attitudes, Competence, Knowledge, and Practices: An Exploratory Study of Muscat Teachers in the Sultanate of Oman.Journal of Education and

Learning, Volume 1, p.217-232.

Balanay, C. A. & Rao, E. C. (2013). Assessment on Students’ Science Process Skills: A Student-Centred Approach.International Journal of Biology

Education, Volume 3, p.24-44.

Brog, R,W& Gall, DM, (1983). Edicational Research. New York: logaman, inc.

Chinedu, C. C.,Kamin, Y. & Olabiyi, O. S. (2015). Strategies For Improving Higher Order Thinking Skills In Teaching And Learning of Design And

Technology Education. Journal of Technical Education and Training (JTET),

Volume 2, p.35-43.

De Ayala, R. J. (2009). The Theory and Practice of Item Response Theory. New

York: The Quilford Press.

Frey, B. B., Schmitt, V. L & Allen, J. P. (2012). Defining Authentic Classroom

Assessment.Practical Assessment, Research & Evaluation, Volume 17, p.1-18.

Page 12: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN IPA I 19 Agustus 2017, Pendidikan IPA FKIP Universitas Pancasakti Tegal – Indonesia “Penguatan Kemampuan Guru IPA dalam Pembelajaran Berbasis Literasi Sains”

2017

68

Kusuma, M. D., Rosidin, U. & Abdurrahman, et al. (2017). The Development of Higher Order Thinking Skill (Hots) Instrument Assessment In Physics

Study. Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME), Volume 7,

p.26-32.

Mardapi, D. (2005). Pengembangan instrumen penelitian pendidikan.Yogyakarta:

Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta. -------------. (2012). Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Cetakan I, Nuha

Medika, Yogyakarta.

Opara, J. A. & Ejifugha, A. U. (2014). Emerging Approach of Teaching School Science through Inquiry Method, Journal of Educational and Social

Research,Volume 4, p.121-132.

Oriondo, L. L. & Antonio, D. (1998).Evaluating Educational outcames (test,

measurement and evaluation), 5 th ed. Quezon city: REX Printing Company,

Inc. Parappillya, M. B., Siddiquib, S., Zadnikb, M.G., et al. (2013). An Inquiry-

Based Approach to Laboratory Experiences: Investigating Students' Ways of Active Learning. International Journal of Innovation in Science and

Mathematics Education, Volume 21, p.42-53.

Shipam, J,T. & Wilson, J.D. (1990). Physical Science. Lexington D.C: Health and

Company.

Sulaiman, T., Muniyan, V & Madhvan, D, et al. (2017). Implementation of

Higher Order Thinking Skills in Teaching Of Science: A Case Study in

Malaysia. International Research Journal of Education and Sciences (IRJES),

Volume 1, p.1-3

Tamir, P., Dorant, R. L. & Chyec, Y. O. (1992).Practical Skills Testing In

Science.Studies in Educational Evaluation, Volume 18, p.263-275.

Trudel, L. & Metioui, A. (2014). Impact of Prior Discussion on The

Participation of Students In A High School Physics Laboratory.

International Journal of Arts & Sciences, Volume 7, p.611-634.

Veloo, A., Nor1, R. & Khalid, R. (2015).Attitude towards Physics and

Additional Mathematics Achievement towards Physics

Achievement.International Education Studies, Volume 8, p.35-43.