Seminar Proposal AMIE

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN WALI MURID SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS TERHADAP SISTEM PEMBELAJARAN INKLUSI DI SD INKLUSI SE-KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG oleh AMIE TANIRUL UFUQ Pembimbing Dra. Mustiningsih, M. Pd Prof. Dr. H. M. Huda AY, M. Pd A. Latar Belakang Negara Indonesia telah menjamin hak mendapatkan pendidikan yang layak bagi setiap warganya. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 31 ayat 1 UndangUndang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sesuai dengan bunyi pasal tersebut maka setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan secara layak, baik anak normal maupun anak yang berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus atau yang sering disebut anak luar biasa tentu harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang lebih khusus disesuaikan dengan variasi masing-masing anak. Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat kelainan yang berbeda, misalnya anak tunanetra mengalami kelainan yang disebabkan karena cacat mata, anak tunarungu mempunyai kelainan yang disebabkan karena kecacatan pada telinganya, anak tunadaksa mengalami kelainan yang disebabkan karena cacat tubuh . Begitu juga bagi anak yang mempunyai kecacatan psikis sehingga berdampak pada perkembangan intelegensi, kecerdasan berfikir, dan kecerdasan berbahasa mereka. Oleh karena itu mereka patut mendapatkan pelayanan pendidikan yang lebih khusus sesuai dengan tingkat kelainan yang dideritanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Gearheart dalam Manungsong (1998:3), seorang anak dianggap berkelainan bila memerlukan persyaratan pendidikan yang berbeda dari rata-rata anak normal, dan untuk dapat belajar secara efektif memerlukan program, pelayanan, fasilitas, dan materi khusus

Adanya hak dan kebebasan belajar bagi setiap anak bangsa membuka peluang bagi mereka yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan siswa normal di sekolah reguler yang biasa disebut sekolah inklusi. Selama ini inklusi sering diartikan dengan mengikutsertakan anak berkelainan di kelas regular bersama dengan anak-anak lainnya. Menurut Ichrom dan Watterdal (2010:1), inklusi sebenarnya ialah perubahan praktis yang bisa dilakukan sehingga peserta didik dari berbagai latar belakang dan kemampuan bisa sukses. Pada setiap sekolah inklusi guru bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga anak dapat mengembangkan potensinya secara lebih optimal tanpa adanya diskriminasi dan tekanan dari lingkungan belajarnya. Hal ini sesuai dengan peryataan Watterdal bahwa inklusi diartikan guru bertanggung jawab untuk mengupayakan bantuan dalam menjaring dan memebrikan layanan pendidikan pada semua anak dari otoritas sekolah, masyarakat, keluarga, lembaga pendidikan, layanan kesehatan, pemimpin masyarakat, dan lain-lain. Berdasarkan uraian tersebut, sangat jelas bahwa setiap guru harus benarbenar memahami bahwa semua anak mempunyai hak belajar yang sama tanpa memandang perbedaan fisik, sosial, budaya, dan ekonomi, sehingga nantinya guru akan tau bagaimana cara mengajar anak dari latar belakang yang berbeda. Guru juga harus mengerti apa yang dibutuhkan serta minat siswanya, sehingga seluruh siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran meskipun latar belakang mereka sangat beragam. Ditambah lagi dengan semakin berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut setiap lembaga pendidikan untuk terus meningkatkan kualitas pendidikannya. Sekolah-sekolah baik tingkat SD, SMP, maupun SMA terus melakukan berbagai peningkatan kualitas pendidikannya secara bervariasi, baik dari segi materi, metode, serta strategi pengajaran. Begitu juga dengan sekolah inklusi, peningkatan kualitas terus diupayakan walaupun pada kenyataannya kurikulum pendidikan yang berlaku saat ini kurang mendukung pelaksanaan program inklusi. Artikel pendidikan inklusi alenia keempat tertulis bahwa kurikulum pandidikan saat ini masih kurang mampu mengatasi keterbatasan siswa dalam pembelajaran. Kurikulum pendidikan yag diberlakukan saat ini justru menuntut

siswa berkebutuhan khusus untuk menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Hal ini disebabkan karena kurikulum pendidikan yang ditetapkan saat ini sangat menyulitkan anak berkebutuhan khusus. (Setyawan, 2009). Adanya permasalahan di atas, pemecahannya adalah perlu dilakukan modifikasi pembelajaran sesuai dengan daya tangkap siswa, selain itu perlu mengupayakan keterlibatan orang tua dan meningkatkan kerjasama antar staf sekolah. Keterlibatan orang tua dan kerjasama yang baik antar staf sekolah akan sangat mendukung tercapainya program inklusi. Sistem pembelajaran inklusi tentu berbeda dengan sistem pembelajaran di sekolah reguler. Menurut Hidayat (2009:5), untuk merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan setiap anak dari masing-masing kelompoknya di kelas, maka sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran yang mendasarkan pada keberagaman (differentiation) kemampuan belajar mereka yang berbeda-beda. Hal ini menuntut guru untuk lebih terampil dalam mengelola pembelajaran di kelas. Pribadi (2010:22) menyebutkan komponen sistem pembelajaran terdiri dari:1. Siswa, seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 2. Tujuan, merupakan pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. 3. Metode Pembelajaran, cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan. 4. Media, bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa. 5. Strategi pembelajaran, cara-cara spesifik yang dapat dilakukan oleh individu untuk membuat siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. 6. Evaluasi, cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. 7. Umpan Balik, informasi yang meningkatkan efektivitas pembelajaran. diperlukan untuk

Seluruh komponen sistem pembelajaran tersebut jika dikelola dan dipadukan dengan baik, akan terwujud sistem pembelajaran yang baik pula. Melalui sistem pembelajaran yang baik diharapkan siswa dapat merasa puas akan sistem pembelajaran yang diterimanya. Kepuasan tersebut akan berdampak pada minat siswa untuk belajar. Semakin tinggi minat belajar siswa, semakin terwadahinya harapan siswa, serta semakin baiknya prestasi siswa baik yang bersifat akademik maupun non akademik, dan akhirnya akan membuat wali murid merasa puas dengan pembelajaran yang diberikan oleh sekolah. Kepuasan yang dirasakan wali murid tergantung persepsi wali murid terhadap harapan dan kualitas sistem pembelajaran yang diberikan oleh sekolah. Berdasarkan uraian di atas peneliti memfokuskan SD inklusi seKecamatan Sukun Kota Malang sebagai objek penelitian. Agar tujuan tersebut tercapai peneliti merumuskan dalam sebuah judul skripsi tyang berjudul Analisis Tingkat Kepuasan Wali Murid Siswa Berkebutuhan Khusus terhadap Sistem Pembelajaran Inklusi di SD Inklusi Se-Kecamatan Sukun Kota Malang.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:1. Seberapa efektif sistem pembelajaran inklusi yang diberikan oleh sekolah? 2. Seberapa tinggi tingkat kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus

terhadap sistem pembelajaran inklusi yang diberikan oleh sekolah?3. Adakah hubungan antara sistem pembelajaran inklusi yang diberikan oleh

sekolah dengan kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus?C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas yang telah disebutkan, maka tujuan penelitian ini adalah:1. Mendeskripsikan seberapa efektif sistem pembelajaran inklusi yang

diberikan oleh sekolah;

2. mendeskripsikan seberapa tinggi tingkat kepuasan wali murid siswa

berkebutuhan khusus terhadap sistem pembelajaran inklusi yang diberikan oleh sekolah;3. mendeskripsikan hubungan antara sistem pembelajaran inklusi yang

diberikan oleh sekolah dengan kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi:1. Kepala sekolah di SD inklusi, sebagai masukan dalam mengorganisir peran

guru dan seluruh staf sekolah untuk meningkatkan pelayanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah khususnya terkait dengan sistem pembelajaran inklusi sehingga wali murid merasa puas dengan pelayanan pendidikan yang diberikan;2. guru di SD inklusi, sebagai masukan dalam meningkatkan layanan

pendidikan khususnya sistem pembelajaran inklusi agar terwujud lingkungan yang kondusif dalam pembelajaran sehinggga seluruh siswa dapat ikut berperan dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran;3. mahasiswa jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan,

sebagai referensi untuk memperdalam pengetahuan bagi mahasiswa jurusan pada khususnya dan mahasiswa Universitas Negeri Malang pada umumnya yang tengah mempelajari mata kuliah yang relevan dengan penelitian ini;4. peneliti, diperoleh data tentang tingkat kepuasan wali murid terhadap sistem

pembelajaran inklusi yang diberikan oleh sekolah di SD inklusi seKecamatan Sukun Kota Malang;5. peneliti lain, sebagai bahan referensi, kajian, dan masukan untuk digunakan

oleh para peneliti selanjutnya dalam menyusun skripsi atau karya tulis.E. Asumsi Penelitian

Asumsi adalah anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian. (Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UM, 2010:17). Berdasarkan uraian di atas, sehubungan

dengan permasalahan yang akan diteliti, maka asumsi yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Setiap siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pelayanan yang lebih

khusus secara bervariasi sesuai dengan tingkat kecacatannya;2. adanya pembelajaran inklusi yang baik akan lebih mengoptimalkan

potensi yang dimilki oleh anak berkebutuhan khusus;3. sistem pembelajaran inklusi di setiap sekolah inklusi berbeda.

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian bertujuan untuk memberikan arah sebagai kerangka acuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SD inklusi seKecamatan Sukun Kota Malang dengan subjek penelitian wali murid dari siswa berkebutuhan khusus di sekolah tersebut, sedangkan objek penelitiannya adalah sistem pembelajaran inklusi, dan tingkat kepuasan wali murid terhadap pelayanan pendidikan inklusi. Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Variabel bebasnya adalah sistem pembelajaran inklusi, sedangkan variabel terikatnya adalah kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus. 2. Keterbatasan penelitian Agar penelitian ini lebih terfokus, diperlukan adanya batasan-batasan sebagai berikut:a. Penelitian ini hanya diberlakukan kepada wali murid dari anak

berkebutuhan khusus di SD inklusi se-Kecamatan Sukun Kota Malang;b. penelitian ini hanya mempelajari tentang tingkat kepuasan wali murid

terhadap sistem pembelajaran inklusi di SD inklusi se- Kecamatan Sukun Kota Malang.G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variabel- variabel tersebut (Sarwono, 2006:27). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar antara guru dan peserta

didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan;2. sistem pembelajaran adalah suatu aktivitas yang saling berkaitan sengaja

diciptakan oleh guru dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Sistem pembelajaran di sekolah inklusi meliputi komponen dimensi siswa, tujuan, metode, media, strategi pembelajaran, evaluasi, dan umpan balik;3. pembelajaran inklusi adalah bentuk pembelajaran yang mengikutsertakan

berkebutuhan khusus atau anak yang mengalami cacat baik cacat tubuh maupun cacat psikis bersama dengan anak reguler atau anak normal dalam kelas reguler dengan penanganan yang berbeda;4. kepuasan adalah terwujudnya keinginan atau harapan seseorang dalam

memperoleh sesuatu yang diharapkan;5. kepuasan wali murid adalah tingkat perasaan wali murid setelah

membandingkan pelayanan pembelajaran bagi peserta didik dengan harapanharapan wali murid. Kepuasan yang dimaksud dalam hal ini yaitu tentang sistem pembelajaran. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi derajat kebutuhan dan harapan siswa dan wali murid. H. Bahasan Teori1. Sistem Pembelajaran Inklusi a. Pembelajaran sebagai Sistem

Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar antara guru dan peserta didik yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan media pembelajaran. Proses pembelajaran tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya sistem pembelajaran yang baik. Pribadi (2010:22) menyebutkan komponen sistem pembelajaran terdiri dari:

1)

Siswa, seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 2) Tujuan, merupakan pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. 3) Metode pembelajaran, cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkas mereka untuk mencapai tujuan. 4) Media, bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa. 5) Strategi pembelajaran, cara-cara spesifik yang dapat dilakukan oleh individu untuk membuat siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. 6) Evaluasi, cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. 7) Umpan balik, informasi yang meningkatkan efektivitas pembelajaran. diperlukan untuk

Seluruh komponen sistem pembelajaran tersebut jika dikelola dan dipadukan dengan baik, akan terwujud sistem pembelajaran yang baik pula. Melalui sistem pembelajaran yang baik diharapkan siswa dapat merasa puas akan sistem pembelajaran yang diterimanya.b. Sistem Pembelajaran Inklusi

Inklusi sering diartikan dengan mengikutsertakan siswa berkebutuhan khusus bersama siswa normal dalam kelas reguler. Menurut Ichrom dan Watterdal (2010:1), inklusi ialah mengikutsertakan anak yang berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan melihat atau mendengar, yang tidak dapat berjalan atau lebih lamban dalam belajar. Jadi setiap anak baik anak normal ataupun anak berkebutuhn khusus dapat belajar dalam suatu ruangan kelas yang sama dengan metode pengajaran yang berbeda. Adapun komponen-komponen sistem pembelajaran di sekolah inklusi yang meliputi siswa, tujuan, metode pembelajaran, media, strategi pembelajaran, evaluasi, serta umpan balik perlu dikelola dengan baik : 1) Siswa

Pembelajaran harus menjadi suatu aktivitas yang berfokus pada siswa. Dalam pendidikan inklusi siswa inklusi dibagi menjadi dua kelompok. Hidayat (2009:1) mengatakan:ABK ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.

Berdasarkan hal tersebut guru hendaknya memiliki strategi pengajaran yang beragam karena kemampuan belajar siswa dan daya tangkap siswa pun beragam, terlebih siswa kemampuan siswa ABK tentu berbeda dengan siswa normal. 2) Tujuan Tujuan dari sistem pembelajara inklusi menurut Emawati (2008:30) adalah anak berkelainan dididik bersama anak-anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi pada kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Jadi dengan adanya sekolah inklusi anak dengan berbagai keberagaman dapat lebih saling menghargai perbedaan dan saling bekerja sama. 3) Metode pembelajaran Adanya keberagaman siswa dalam suatu kelas yang sama terkadang menyulitkan guru dalam hal penyampaian materi. Untuk itu guru harus kaya akan metode pembelajaran. Dalam memilih metode pembelajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan disesuaikan dengan kemampuan siswa karena dalam kemampuan dan daya tangkap setiap siswa berbeda. 4) Media Media pembelajaran penting digunakan dalam proeses pembelajaran. Media pembelajaran sangatlah beragam, oleh karena itu perlu adanya perencanaan media apa yang nantinya digunakan ketika proses pembelajaran, serta perlu

adanya pemilihan media pembelajaran sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. 5) Strategi Pembelajaran Startegi merupakan sebuah hal yang penting dalam mencapai tujuan. Setijadi (1991:250) mengatakan dalam memilih startegi, guru harus berpedoman pada tiga kriteria: a) Sifat dari tujuan belajar yang harus dicapai b) c) Kebutuhan untuk memperkaya pengalaman belajar, seperti Kemampuan siswa yang tercakup dalam tugas menigkatkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik Perpaduan yang seimbang antara ketiga strategi tersebut merupakan suatu langkah efektif untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran inklusi yang efektif yang tertulis dalam alenia terakhir pada artikel Pendidikan Inklusi (Pendidikan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus) adalah dengan menciptakan suasana belajar yang saling mempertumbuhkan (cooperative learning). Cooperative Learning akan mengajarkan para siswa untuk dapat saling memahami (mutual understanding) kekurangan masingmasing temannya dan peduli terhadap kelemahan yang dimiliki teman sekelasnya. Dengan demikian maka sistem belajar ini akan menggeser sistem belajar persaingan (competitive learning) yang selama ini diterapkan di dunia pendidikan kita. (Ifdlali, 2010) Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hidayat (2009:5) bahwa untuk merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan setiap anak dari masing-masing kelompoknya di kelas, maka sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran yang mendasarkan pada keberagaman (differentiation) kemampuan belajar mereka yang berbeda-beda. Strategi pembelajaran ini dapat diterapkan dengan efektif melalui perubahan atau penyesuaian antara kemampuan belajar mereka dengan harapan/target, alokasi waktu, penghargaan/hadiah. tugastugas/pekerjaan, dan bantuan yang diberikan pada anak-anak dari masing-masing kelompok yang beragam, meskipun mereka belajar dalam satu kelas, dengan tema dan mata pelajaran yang sama. 6) Evaluasi

Dimyati (2006:191) mengemukakan evaluasi merupakan proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusn, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan yang lain berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Evaluasi perlu dilakukan oleh setiap lembaga pendidikan agar pihak sekolah dapat mengetahui apakah siswa telah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan lembaga pendidikan atau belum. Hidayat (2009:8) mengemukakan bahwa:Untuk menilai hasil belajar ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) tentunya tidak hanya didasarkan pada hasil UASBN, tetapi juga mempertimbangkan dari hasil penilaian berkelanjutan. Penilaian berkelanjutan dilakukan untuk mengamati secara terus menerus tentang sesuatu yang diketahui, dipahami, dan yang dapat dikerjakan oleh siswa. Penilaian ini dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun, misalnya awal, pertengahan, dan akhir tahun melalui obserasi, portofolio, bentuk ceklis (keterampilan, pengetahuan, dan perilaku), tes, kuis, dan penilaian diri serta jurnal reflektif. Dengan menggunakan penilaian yang berkelanjutan, guru dapat mengadaptasi perencanaan dan pengajarannya sesuai fase perkembangan belajar siswa, sehingga semua siswa akan mendapatkan peluang untuk belajar dan sukses.

Untuk mengukur apakah siswa berkebutuhan khusus telah mencapai tujuan yang ditetapkan oleh sekolah atau belum, maka evaluasi perlu dilakukan. 7) Umpan Balik Umpan balik dalam proses pendidikan menurut Dimyati (2006:193) adalah segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan masukan dan transformasi. Umpan balik akan memudahkan dalam perbaikan proses pendidikan. Dengan mendengarkan keluhan dari wali murid akan memudahkan sekolah dalam memperbaiki pelayanan sekolah.2. Kepuasan Wali Murid

a. Definisi Kepuasan Wali Murid sebagai Pelanggan Pendidikan Manusia tentu memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dimana jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka ia akan merasa puas. Menurut Gaspersz (2005: 34-35), kepuasan pelanggan dapat didefinisikan

secara sederhana sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi. Kebutuhan manusia terdiri atas kebutuhan barang dan kebutuhan jasa. Kebutuhan jasa tersebut akan didapat dari proses pelayanan (service). Barata (2004:9-10) mengatakan bahwa:Suatu pelayanan akan terbentuk karena adanya proses pemberian layanan tertentu dari pihak penyedia layanan kepada pihak yang dilayani. Layanan dapat terjadi antara seseorang dengan seseorang, seseorang dengan kelompok, kelompok dengan seseorang, dan orang-orang dalam organisasi baik yang dilakukan atas dasar kesukarelaan masing-masing pihak (non komersial), tujuan komersil antar personal, ataupun karena orangorang mempunyai keterikatan kerja dalam organisasi yang bertujuan komersil maupun non komersil.

Adanya proses pemberian layanan berarti kebutuhan jasa bagi pihak penerima layanan (services receiver) terpenuhi. Jika pelayanan diberikan secara optimal maka services receiver akan merasa puas dan pada akhirnya akan menaruh kepercayaan pada pemberi layanan (services provider). Wikie dalam Tjiptono (2003:102) mendefinisikan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pelayanan konsumsi suatu produk atau jasa. Apabila pelayanan yang diberikan baik maka tanggapan emosional services provider akan baik pula. Oleh karena itu kepuasan pelanggan merupakan prioritas utama dalam suatu organisasi atau instansi. Tjiptono (2003:103) menyatakan bahwa kualitas dimulai dari pelanggan. Pelangganlah yang bisa menentukan bagaimana kualitas dari suatu jasa yang diberikan oleh sebuah organisasi atu instansi, serta pelanggan sendirilah yang dapat menyampaikan apa kebutuhan mereka. Lebih lanjut Tjiptono mengatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan prioritas paling utama dalam organisasi, maka organisasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Kepuasan pelanggan benar-benar harus diperhatikan untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan pada produk baik produk barang ataupun produk jasa yang diberikan oleh organisasi atau lembaga penyedia layanan. Wali murid sebagai pelanggan pendidikan tentu memiliki keinginankeinginan dan harapan-harapan tertentu terkait dengan pendidikan anaknya. Apabila sekolah mampu menyelenggarakan sistem pembelajaran yang baik, serta

memberikan pelayanan yang baik, terlebih bagi wali murid siswa ABK yang daya tangkap belajarnya berbeda dengan siswa normal, maka wali murid akan merasa puas jika harapan-harapan mereka sama dengan kinerja yang telah diberikan oleh stakeholder sekolah. b. Tingkat Performansi yang Dibutuhkan untuk Memenuhi Ekspektasi Pelanggan Ekspektasi merupakan syarat untuk peningkatan kualitas dan mencapai kepuasan pelanggan. Oleh karena itu pemahaman terhadap ekspektasi pelanggan merupakan hal yang sangat penting. Gaspersz (2005: 39), membagi tingkat ekspektasi pelanggan menjadi tiga tahapan:1) Ekspektasi dasar dari pelanggan, merupakan tingkat terendah dalam model

hierarki ekspektasi pelanggan (level 1), mencakup tingkat performansi minimum yang selalu diasumsikan ada (implicit), sehingga apabila karakteristik produk itu hilang pelanggan akan selalu tidak puas.2) Ekspektasi tingkat kedua (level 2) dari pelanggan, mencakup spesifikasi

dan kebutuhan yang terdiri dari pilihan-pilihan (option) dan trade-offs yang tersedia untuk dipilih oleh pelanggan (explisit). Pada tingkat ini spesifikasi dan kebutuhan ditentukan dan dinegosiasikan antar pelanggan dan pihak penjual atau pembuat produk.3) Ekspektasi pelanggan pada tingkat tertinggi (level 3, latent), merupakan

nilai tambah dari karakteristik dan features yang tidak diketahui sebelumnya oleh pelanggan (ekspektasi tersembunya), sehingga apabila karakteristik ini ada pada produk itu maka pelanggan akan sangat senang dan gembira. Performansi pada tingkat ini dapat mencakup semua kebutuhan eksplisit yang tersembunyi. Kebutuhan tersembunyi biasanya tidak jelas atau tidak diketahui oleh pelanggan, tetapi pelanggan akan merasakan manfaatnya apabila ada. Wali murid sebagai pelanggan pendidikan memiliki porsi yang besar dalam menentukan kualitas layanan pendidikan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sallis (2010:83), bahwa pelanggan memiliki fungsi yang unik dalam menentukan mutu apa yang mereka terima dari pendidikan. Lebih detail Tjiptono (2003:103) menjelaskan pelanggan adalah orang yang menerima hasil

pekerjaan seseorang atau organisasi, maka hanya merekalah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan bagaimana kebutuhan mereka. c. Pengukuran Kepuasan Pelanggan Pengukuran serta pemantauan terhadap kepuasan pelanggan perlu dilakukan agar pelanggan dapat memberikan umpan balik. Kotler dalam Tjiptono (2003:104-105) menyebutkan ada empat metode pengukuran kepuasan pelanggan. 1) Sistem Keluhan dan Saran Organisasi yang berpusat pada pelanggan (costumer-centered) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelangannya untuk menyampaikan saran dan keluhan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan sara dan keluhan. 2) Ghost Shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk. 3) Lost Customer analysis Perusahaan seyogyanya menghubungi pelanggan yang telah berhenti atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengpa hal itu terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan costumer lost rate juga penting, peningkatan costumer lost rate menunjukkan kegagalan dalam memuaskan pelanggannya. 4) Survai Kepuasan Pelanggan Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan ini dilakukan melalui survai, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung.3. Hubungan Sistem Pembelajaran Inklusi terhadap Tingkat Kepuasan

Wali Murid Siswa Berkebutuhan Khusus Kegiatan belajar mengajar memerlukan suatu sistem yang baik dan terencana agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sistem pembelajaran yang terdiri dari

siswa, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, strategi pembelajaran, evaluasi, dan umpan balik perlu dikelola dengan baik agar hasil yang diperoleh cukup optimal, siswa merasa senang belajar dan wali murid merasa puas karena semua harapan terhadap pembelajaran anak di sekolah terpenuhi. Keberagaman siswa dalam suatu kelas inklusi, tentu penanganannya berbeda. Di sekolah inklusi siswa berkebutuhan khusus biasanya didampingi oleh satu orang guru pendamping khusus. Daya serap siswa berkebutuhan khusus pun biasanya berbeda dengan siswa normal. Guru harus benar-benar memperhatikan hal tersebut secara detail. Untuk itu perlu sarana prasarana yang lengkap, misalnya bagi peserta didik yang mengalami cacat pendengaran (tuna rungu) perlu disediakan alat bantu pendengaran, peserta didik yang lambat dalam belajar (IQ = 70-90), kesulitan dalam belajar (hyperaktif), potensi bakat istimewa (multiple intelligences) dan lain-lain. Untuk mengatasi perbedaan daya tangkap materi tersebut perlu penyelarasan pembelajaran komperatif dan pembelajaran kompetitif. Kepuasan wali murid yang dalam hal ini adalah pelanggan pendidikan memiliki porsi yang cukup penting. Menurut Sallis (2010:11), berbagai informasi antara organisasi pendidikan dan pelanggan harus terus menerus dipertukarkan, agar institusi pendidikan snantiasa melakukan perubahanperubahan atau improvisasi yang diperlukan, terutama berdasarkan perubahan sifat dan pola tuntutan serta kebutuhan pelanggan. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi dan anlisis terhadap umpan balik pelanggan agar sekolah dapat memperbaiki kualitas pelayanan, khususnya yang terkait dengan pembelajaran ankanya di kelas. Penerapan sistem pembelajaran inklusi yang baik akan mewujudkan harapan-harapan siswa dan wali murid. Jika harapan-harapan wali murid terpenuhi maka mereka akan merasa puas, begitu juga sebaliknya. I. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian yang berjudul Hubungan antara Sistem Pembelajaran dan Kepuasan Siswa di LBB BEST Kediri menggunakan rancangan deskriptif korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan

seberapa erat hubungan tersebut. Variabel bebas (X) dalam penelitian tersebut adalah sistem pembelajaran, sedangkan variabel terikat (Y) adalah kepuasan siswa terhadap sistem pembelajaran. Penelitian tersebut, peneliti mencari apakah terdapat hubungan yang signifikan antara sistem pembelajaran dengan kepuasan atau tidak. Hasil analisis data dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kualitas sistem pembelajaran di Lembaga Bimbingan Belajar BEST Kediri dapat dikualifikasikan baik dengan nilai rata-rata 150,50 dan berada pada interval nilai 127 164 dengan persentase 76,32%. Hasil-hasil penelitian di atas secara umum dapat memberikan sumbangan pada peneliti berupa gambaran bahwa kualitas layanan dan implementasinya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses keputusan pembelian konsumen dan mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan dimensi kualitas sistem pembelajaran inklusi terhadap tingkat kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus.J. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian menurut Bungin (2006:75), hipotesis adalah suatu kesimpulan yang masih kurng atau masih kesimpulan yang masih belum sempurna. Adapun hipotesis tersebut secara rinci adalah sebagai berikut:1. Ada pengaruh yang signifikan antara sistem pembelajaran inklusi terhadap

tingkat kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus (H1)2. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sistem pembelajaran inklusi

terhadap tingkat kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus (H0)K. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional, dimana penelitian diskriptif korealisional ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan berarti atau tidak hubungan itu. Penelitian ini bersifat deskriptif karena

bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang varibael yang diteliti, bersifat korelasional karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungnan antara dua variabel atau lebih. (Prawoto & Agus, 1998:30) 2. Variabel Penelitian Variabel menurut Sugiarto (2003:13) diartikan sebagai suatu atribut dari sekelompok objek yang diteliti yang memiliki variasi antara satu objek dengan objek yang lain dalam kelompok tersebut. Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Definisi dari variabel bebas (independent variable) itu sendiri adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat), sedangkan definisi variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variable bebas. (Sugiyono, 2008:59). Terkait dengan penelitian ini variabel bebasnya (X) adalah sistem pembelajaran inklusi, sedangkan variabel terikatnya (Y) adalah kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus terhadap sistem pembelajaran inklusi. Hubungan antara variabel bebas dan terikat dapat diilustrasikan pada gambar berikut:Kepuasan Wali Murid (Y)

Sistem Pembelajaran (X)

Gambar 1.1 Hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat

Penjabaran dari ketiga variabel dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 1.1 Jabaran Variabel Penelitian No. Variabel 1 Sistem Pembelajaran Inklusi Sub Variabel a. Siswa Indikator 1. Tingkat pendidikan 2. Pengetahuan awal 3. Pengetahuan isi pembelajaran 4. Sikap terhadap sistem pembelajaran 5. Motivasi akademik 6. Preferensi terhadap cara belajar 7. Sikap terhadap institusi pendidikan

b. Tujuan

c. Metode pembelajaran d. Media e. Strategi pembelajaran

Mengoptimalkan potensi siswa berkebutuhan khusus 2. Menghargai perbedaan dan saling bekerjasama 1. Ceramah 2. Diskusi1.

f. Evaluasi 2 Kepuasan Wali Murid Siswa Berkebutuhan Khusus g. Umpan balik a. Tingkat kepuasan wali murid

b. Pengukuran kepuasan wali murid c. Tingkat performansi untuk memenuhi ekspektasi wali murid (pelanggan)

1. Elektronik 2. Cetak 1. Menarik perhatian 2. Memberi informasi siswa 3. Menstimulasi daya ingat 4. Menyajikan bahan pelajaran 5. Memberikan bimbingan 6. Memotivasi 7. Menyediakan umpan balik 8. Melakukan penilaian prestasi belajar. 9. Meningkatkan daya ingat siswa 1. Test 2. Penilaian 1. Hasil belajar siswa 1. Kepuasan wali murid ABK terhadap tujuan pembelajaran inklusi 2. Kepuasan terhadap metode 3. Kepuasan terhadap media 4. Kepuasan terhadap strategi pembelajaran inklusi 5. Kepuasan terhadap evaluasi 6. Kepuasan terhadap umpan balik 1. Sistem keluhan dan saran 2. Ghost shopping 3. Lost Customer analysis 4. Survai kepuasan pelanggan 1. Mempertahankan karakteristik produk2. Menetukan dan

menegosiasikan spesifikasi dan kebutuhan antar wali murid dan pihak sekolah3. Nilai tambah dari

karakteristik yang tidak diketahui sebelumnya oleh pelanggan (ekspektasi tersembunyi) yang manfaatnya dapat dirasakan oleh pelanggan. 3. Populasi dan Sampel Sugiarto (2003:2) menjelaskan populasi berarti keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang dtetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud populasi bukan hanya terbatas pada manusia saja, tetapi juga bisa karakteristik, dan lain-lain. a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wali murid siswa berkebutuhan khusus di SD inklusi se-Kecamatan Sukun Kota Malang yang berjumlah 95 orang. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.2 Populasi Nama SD Inklusi se-Kecamatan Sukun dan jumlah siswa berkebutuhan khusus No 1. 2 3 4 Nama sekolah SD Qurrotu Ayun SDK Bhakti Luhur SDN Kebonsari 2 SD Kristen Charis Jumlah b. Sampel Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. (Sugiarto, 2003:2). Alasan diperlukannya sampel menurut Setyadin (2005:17) adalah dalam rangka 1) penghematan biaya; 2) penghematan waktu; 3) penghematan tenaga; 4) jaminan ketelitian; 5) kelestarian objek penelitian; dan 6) Jumlah Siswa ABK 14 64 12 5 95

merupakan satu-satunya pilihan untuk melakukan penelitian terhadap populasi yang tak terhingga. Populasi dari penelitian ini adalah 95 orang, maka untuk mendapatkan jumlah sampel yang representatif peneliti menggunakan sampel total, yaitu jumlah populasi keseluruhan dijadikan sampel penelitian. 4. Instrumen Penelitian a. Bentuk dan Penilaian Instrumen Instrumen penelitian menurut Sugiyono (2009:102) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan titik tolak dari penyususnan instrumen adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator itu kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa angket, dan untuk pengisian angket ini peneliti menggunakan checklist. Setiap instrumen yang digunakan dalam penelitian mempunyai skala pengukuran. Skala dalam angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert. Skala likert digunakan oleh peneliti untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009:93). Jawaban yang ada pada setiap item instrumen terdiri dari lima tingkat, yaitu: 1) Sangat setuju/selalu/sangat positif diberi skor 2) Setuju/sering/positif diberi skor 3) Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3 4) Tidak setuju/hampir tidak perna/negatif 5) Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor 1 b. Validitas Instrumen Uji validitas perlu dilakukan untuk memperoleh data yang valid. Menurut Sugiyono (2009:121), instrumen bisa dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Penelitian ini menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for 2 5 4

Windsows version 12, dan teknik analisisnya menggunakan korelasi product moment person. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

(Bungin, 2006:196)

Keterangan: koefisien korelasi product moment x = hasil pengurangan antara X dan Mx

y

= hasil pengurangan antara Y dan My

= sigma atau jumlahc. Reliabilitas instrumen

Suatu instrumen dikatakan valid jika memenuhi persyaratan realibilitas. Adapun teknik yang digunakan dalam uji reliabilitas ini adalah formula alpha cronbach. Menurut Wiyono (2007:58), formula alpha cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas skor interval (bervariasi). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: (Wiyono, 2007:58) Keterangan: = koefisien reliabilitas tes n l = banyaknya butir tes = bilangan konstan= jumlah varian skor tiap butir/item = varian total 5. Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data tentang sistem pembelajaran inklusi dan kepuasan wali murid. Jenis data tersebut diambil dengan teknik angket atau kuesioner. Melalui teknik kuesioner ini peneliti memperoleh informasi tentang responden dengan cara mengajukan serangkaian pertanyaan secara tertulis, sehingga diperoleh informasi yang lebih luas dan mendalam tentang responden. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dari sumber data primer. Sumber data primer menurut Bungin (2006:122) adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian. Sumber data primer dari penelitian ini adalah wali murid siswa berkebutuhan khusus di SD inklusi se-Kecamatan Sukun Kota Malang b. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan angket atau kuesioner. Bungin (2006:123) menjelaskan teknik angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan ke petugas atau peneliti. pernyataan ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Sugiyono (2009: 142) bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Ditinjau dari cara menjawab, kuesioner dibagi menjadi kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup. Angket yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah agket tertutup. Bungin (2006: 123) menjelaskan angket tertutup adalah angket yang dirancang sedemikian rupa untuk merekam data tentang keadaan yang dialami oleh responden sendiri, kemudin semua alternatif jawaban yang harus dijawab responden telah tertera dalam angket tersebut. Dalam penelitian ini peneliti telah menyediakan pilihan jawaban lengkap dan responden tinggal mengisi jawaban pada angket yang telah disediakan oleh peneliti. Oleh karena itu angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup. 6. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan teknik analisis regresi. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut: a. Teknik Analisis Deskriptif

Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tentang variabel bebas (sistem pembelajaran inklusi) dan variabel terikat (kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus). Langkah-langkah dalam teknik analisis deskriptif adalah sebagai berikut:1) Menentukan jumlah kelas interval dengan rumus:

Panjang kelas interval =

2) Menentukan besarnya presentase untuk menyatakan kondisi masingmasing variabel dengan rumus:

Keterangan: P = persentase F = frekuensi N = jumlah samplelb. Teknik analisis regresi

Wiyono (2007: 69) menjelaskan teknik analisis regresi digunakan untuk mengeksplanasi dan memprediksi koefisien pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana karena penelitian ini menganalisis satu variabel bebas (X) yakni sistem pembelajaran inklusi, dan satu variabel terikat (Y) yakni kepuasan wali murid siswa berkebutuhan khusus. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(Wiyono, 2007:69)

L. Daftar Rujukan Barata, A. 2004. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia. Bungin, B. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Predana Media group Emawati. 2008. Mengenal Lebih Jauh Sekolah Inklusi. Pedagogik Jurnal Pendidikan Volume-5 No.1 25-35. (Online), (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51082535), diakses tanggal 28 September 2011. Gaspersz, V. 2005. Total Quality Manajemen. Jakarta: Gramedia pustaka Utama. Hidayat. 2009. Model dan Strategi Pembelajaran ABK Dalam Setting Pendidikan Inklusif. Makalah Pengenalan dan Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) & Strategi Pembelajarannya. Balik Papan Ichrom & Watterdal. 2010. Merangkul Perbedaan: Perangkat untuk Mengembangkan Lingkungan Inklusif, Ramah terhadap Pembelajaran. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Ifdlali. 2010. Pendidikan Inklusi (Pendidikan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. (Online), (http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40artikel/115-pendidikan-inklusi-pendidikan-terhadap-anakberkebutuhan-khusus), diakses tanggal 28 September 2011 Manungsong, F, dkk. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta: LPSP3 UI Prawoto & Agus, L. 1998. Dasar-Dasar Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang Pribadi, B. A. 2010. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat Sallis, E. 2010. Total Quality Management in Education : Manajemen Mutu Pendidikan. Jogjakarta: Ircisod

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Yogyakarta: Graha Ilmu Setyawan, A. 2009. Pendidikan Inklusi. (Online), (http://andhisetiawan.blogspot.com/2009/05/pendidikan-inklusi.html), diakses 28 September 2011. Setyadin, B. 2005. Modul IV Desain dan Metode Penelitian Kuantitatif. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang. Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kulitatif dan R&D. 2009. Bandung: Alfabeta. Suryabrata, S. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tjiptono, F & Diana, A. 2003. Total Quality Manajemen. Yogyakarta: Andi Offset Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dengan Penjelasan dan Amandemen. Surabaya: Greisinda Press. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara. Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi kelima cetakan ketiga. Malang: Biro Administrasi Akademik Universitas Negeri Malang. Wiyono, B. & Burhanuddin. 2007. Metode Penelitian (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Action Research). Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.