Upload
elkhachank142
View
35
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
www
Citation preview
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan refrat dan laporan
kasus berjudul Sepsis Neonatorum. Shalawat beriring salam kepada Nabi besar
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat beliau yang telah amat berjasa
dalam kemajuan peradaban islam dan ilmu pengetahuan.
Refrat dan laporan kasus ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala, Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penyelesaian tulisan ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta
masukan oleh banyak pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada Dr. dr. Mulyadi, Sp.P (K)
selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala; dr. Syahrul, Sp. S (K)
selaku direktur RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dan dr. Nora Sovira,
M.Ked(Ped), SpA selaku pembimbing serta kepada seluruh staf pengajar di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala,
Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh juga kepada seluruh teman-
teman dokter muda yang senantiasa memberi bantuan dan dukungan dalam proses
penyelesaian tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan refrat dan laporan kasus ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat
penulis harapkan. Akhir kata, hanya kepada Allah SWT penulis memohon ampun
dan berserah diri. Semoga tuisan ini dapat memberi kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Banda Aceh, Oktober 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Definisi ..................................................................................................... 3 2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 4
2.3 Etiologi ..................................................................................................... 5 2.4 Patogenesis ............................................................................................... 5 2.5 Diagnosis .................................................................................................. 8
2.5.1 Faktor risiko......................................................................................8
2.5.2 Gejala klinis......................................................................................9
2.5.3 Pemeriksaan penunjang...................................................................11
2.6 Tatalaksana ............................................................................................. 15 2.7 Pronosis....................................................................................................18
BAB III STATUS PASIEN RUANG RAWAT ANAK ..................................... 19 3.1 Identitas Penderita ....................................................................................... 19
3.2 Identitas Keluarga ....................................................................................... 19 3.3 Anamnesa .................................................................................................... 19
3.4 Status Internus ............................................................................................. 20 3.5 Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 21
3.6 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 24 3.7 Resume ........................................................................................................ 24 3.8 Diagnosa Banding ....................................................................................... 27
3.9 Diagnosa Sementara .................................................................................... 27 3.10 Tatalaksana ................................................................................................ 27 3.11 Prognosa .................................................................................................... 28
BAB IV ANALISA KASUS .............................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepsis neonatorum masih merupakan masalah yang belum dapat
terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir1. World Health
Organization memperkirakan bahwa setiap tahunnya ada 1 juta kematian anak
usia dibawah 5 tahun yang disebabkan oleh sepsis neonatorum dan 42% kasus
terjadi pada minggu pertama kehidupan2. Sepsis neonatorum merupakan salah
satu dari tiga penyebab kematian tersering pada neonatus, yaitu prematuritas dan
berat lahir rendah (29%), sepsis (25%) dan asfiksia (23%)3. Angka kejadian sepsis
di negara berkembang cukup tinggi (1.8 18 / 1000 kelahiran) dibanding dengan
negara maju (1-5 pasien / 1000 kelahiran)1. Data statistik tahun 2009 di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan angka kejadian sepsis
neonatorum sebesar 98 per 1000 kelahiran4. Kematian dapat mencapai 50% pada
bayi yang tidak diobati dan 1 dari 4 kasus dapat berlanjut menjadi meningitis
neonatorum yang merupakan komplikasi serius dari sepsis neonatorum5.
Diagnosis yang cepat dan akurat seringkali sulit dilakukan pada praktik
klinik. Gejala klinis sepsis neonatorum sering kali sulit dibedakan dari penyakit
non-infeksi seperti sindrom aspirasi mekoneum, sindrom gagal nafas dan
ketidakstabilan hemodinamik. Kultur mikroorganisme sering kali menunjukkan
hasil negatif palsu karena antibiotik yang digunakan ibu atau positif palsu akibat
kontaminasi spesimen6. Bayi sepsis yang dapat bertahan hidup, belum tentu
terlepas dari morbiditas lain yang juga tinggi. Sepsis neonatorum dapat
menimbulkan kerusakan otak yang disebabkan oleh meningitis, syok septik atau
hipoksemia dan juga kerusakan organ-organ lainnya seperti gangguan fungsi
jantung, paru-paru, hati7.
Tingginya mortalitas dan morbiditas, sulitnya penegakan diagnosis serta
banyaknya komplikasi yang ditimbulkan, merupakan kendala dalam pemberian
pelayanan yang optimal kepada penderita sepsis neonatorum. Perkembangan
teknologi dan pengetahuan dalam 5 - 10 tahun terakhir, memberikan inovasi baru
dalam upaya mengatasi masalah sepsis neonatorum. Beberapa studi yang
dilaporkan akhir-akhir ini telah memungkinkan diagnosis dan tata laksana sepsis
2
neonatorum yang lebih efisien dan efektif pada bayi yang berisiko6. Cara terakhir
ini membutuhkan teknologi kedokteran yang lebih canggih dan mahal yang
mungkin belum terjangkau untuk negara berkembang, hal ini patut untuk
diketahui dan dikembangkan dikemudian hari, demi terwujudnya manajemen
pencegahan sepsis neonatorum, agar neonatus dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal1.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sepsis neonatorum adalah gejala sistematik infeksi aliran darah oleh
mikroorganissme seperti bakteri, virus dan jamur pada periode neonatal dengan
gejala awal yang bervariasi, dari hanya malas minum hingga syok septik4,8
.
Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC, 2001), sepsis
adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan tersangka atau terbukti infeksi.
Infeksi bukan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah
(bakterimia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari
infeksi. Diawali oleh Fetal inflammatory Response Syndrome(FIRS)/ SIRS, dapat
berlanjut menjadi sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik kegagalan multi organ
dan akhirnya kematian7,9,10
. Definisi mengenai proses infeksi berkelanjutan ini
tertera pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perjalanan penyakit infeksi pada neonatus11
FIRS/SIRS
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan :
Laju nafas >60x/menit dengan/tanpa retraksi dan
desaturasi O2
Suhu tidak stabil ( 37.5 oC)
Waktu pengisian kapiler > 3 detik
Hitung leukosit 34.000x109/L
CRP> 10mg/ml
IL-6 atau IL-8 > 70pg/ml
16 S rRNA gene PCR : Positif
Sepsis terdapat satu atau lebih kriteria FIRS disertai dengan gejala
klinis infeksi seperti terlihat pada tabel 2.2
Sepsis berat Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
Syok septik Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan resusitasi
cairan dan obat-obat inotropik
4
Sindrom disfungsi
multiorgan
Terdapat disfungsi multiorgan meskipun telah mendapat
pengobatan optimal
International Concensus Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002, telah
membuat kesepakatan mengenai definisi SIRS, Sepsis, Sepsis berat dan syok
septik seperti tertera pada tabel 2.2 dan 2.3 dibawah ini.
Tabel 2.2 Kriteria SIRS12
Usia neonatus Suhu Laju nadi
permenit
Laju napas
permenit
Jumlah leukosit
x 103/mm
3
Usia 0-7 hari >38,5 oC atau <
36oC
>180 atau
50 >34
Usia 7-30 hari >40 >19.5 atau
5
angka kejadian sepsis antara 8-9 perseribu kelahiran. Bayi Berat Lahir Rendah
penderita sepsis lebih tinggi risiko kematian dibandingkan bayi cukup bulan2,5
.
2.3 Etiologi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dibedakan menjadi
sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat
(SNAL). Sepsis neonatorum awitan dini terjadi pada usia 72 jam, biasanya
disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam masa
kehamilan maupun selama proses persalinan. Kuman tersering yang ditemukan
pada kasus SNAD di negara maju adalah Streptokokus Grup B (SGB) yaitu sekitar
40% kasus, Escherichia coli, Haemophilus influenza dan Listeria monocytogenes.
Negara berkembang, termasuk Indonesia mikroorganisme penyebabnya adalah
batang Gram negatif1,7
.
Sepsis neonatorum awitan lambat merupakan infeksi postnatal ( 72
jam), yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi
nosokomial). Penyebab utama SNAL di negara maju adalah Coagulase-negative
Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans. Di negara berkembang didominasi
oleh miroorganisme batang Gram negatif (E. Coli, Klebsiella dan Pseudomonas
aeruginosa)7,8
.
2.4 Patogenesis
Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman
karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion,
korion dan faktor anti infeksi pada cairan amnion. Kontaminasi mikroorganisme
dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu melalui aliran darah, menembus barier
plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH,
Triponema pallidum atau Listeria. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan
faktor aseptik dan antispetik juga menjadi jalan masuknya kuman, misalnya saat
pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosentesis.
Kontaminasi kuman meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18 24
jam1,7,11
.
Setelah lahir kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena
infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi. Bayi yang mendapat
6
prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator,
tindakan medis yang kurang memperhatikan faktor aseptik dan antiseptik, rawat
inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, menjadi faktor risiko timbunya
infeksi1,13
.
Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan
pejamu. Gejala klinis sepsis dan tahapan respon terhadap infeksi sama, apapun
mikroorganisme penyebabnya. Proses molekular dan selular yang memicu respon
sepsis berbeda, tergantung mikroorganisme penyebab. Respon sepsis terhadap
bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS).
Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein
binding protein (LPB). Selanjutnya kompleks LPS-LPB berikatan dengan CD14,
yaitu reseptor pada membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS
kepada Toll-like receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal
sehingga terjadi aktivasi makrofag7.
Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme.
Mekanisme pertama dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai
superantigen. Mekanisme kedua dengan melepaskan fragmen dinding sel yang
merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk
menghasilkan sitokin proinflamasi. Bakteri Gram positif yang tidak mengeluarkan
eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun nonspesifik
melalui mekanisme yang sama dengan bakteri Gram negatif11
. Bakteri Gram
positif dan negatif memicu kaskade sepsis yang diawali oleh pelepasan mediator
inflamasi. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi
makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan
komplemen7.
Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular
maupun humoral. Imunitas seluler meliputi monosit, makrofag dan netrofil.
Imunitas humoral membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen.
Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit dan
makrofag, memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas selular.
Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1
(Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi
7
seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon (IFN- ), interleukin 1- (IL-1),
IL-2, IL-6 dan IL-12. Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4,
IL-10, dan IL-13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur
melalui mekanisme umpan balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama
berperan menghasilkan sistem imun untuk melawan kuman penyebab.
Pembentukan sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat membahayakan dan
dapat menyebabkan syok, kegagalan multi organ serta kematian. Sitokin anti
inflamasi berperan mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan
mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan
baik14
.
Sitokin proinflamasi mempengaruhi fungsi organ secara langsung dan
tidak langsung melalui mediator sekunder seperti nitric oxide, tromboksan,
leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin dan komplemen.
Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya
akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombi sehingga
menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah
reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat
yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini berkaitan dengan gangguan
fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor pada permukaan
sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik. Inflamasi pada sel endotel
juga akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah7.
Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula
pada sistem koagulasi, terjadi peningkatan pembentukan Tissue factor (TF) yang
bersama dengan faktor VII darah berperan pada proses koagulasi. Kedua faktor
tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi proses
hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan
selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dan fibrinogen. Pada pasien sepsis,
respon fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi
fibrinolisis terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen-activator
inhibitor-1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF-).
Pembentukan trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-
activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan supresi
8
fibrinolisis. Kedua faktor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan
akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan mikrotrombi pada pembuluh
darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan tersebut
mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi
berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat
memperlihatkan gejala-gejala sindrom distres pernafasan, hipotensi, gagal ginjal
dan bila tidak teratasidapat berakhir dengan kematian1.
2.5 Diagnosis
Diagnosis sepsis neonatorum ditegakkan berdasarkan anamnesis (termasuk
adanya faktor risiko ibu dan neonatus terhadap sepsis, gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang7.
2.5.1 Faktor risiko
Faktor risiko sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu,
bayi dan faktor lain-lain. Faktor risiko ibu, antara lain :
1. Ketuban pecah lebih dari 18 - 24 jam;
2. Infeksi dan demam (>38oC) pada masa peripartum akibat korioamnionitis,
infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB),
kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainny;
3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau;
4. Kehamilan multipel;
5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan;
6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu;
Faktor risiko pada bayi:
1. Prematuritas dan berat lahir rendah;
2. Dirawat di Rumah Sakit;
3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distres
dan trauma pada proses persalinan;
4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter,
infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal;
9
5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun,
atau asplenia;
6. Asfiksia neonatorum;
7. Cacat bawaan;
8. Tanpa rawat gabung;
9. Tidak diberi ASI;
10. Pemberian nutrisi parenteral;
11. Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama;
12. Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded;
13. kurang memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik di Neonatology
Intensive Care Unit.
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih
sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam
daripada kulit putih, pada bayi dengan status ekonomi rendah dan sering terjadi
akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar para tenaga kesehatan maupun
anggota keluarga pasien.
2.5.2 Gejala klinis
Manifestasi klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, tergantung
mikroorganisme penyebab dan respon tubuh terhadap infeksi5. Gejala sepsis
klasik yang ditemukan pada anak, jarang ditemukan pada neonatus. Janin yang
terkena infeksi mengalami takikardi, lahir dengan asfiksia dan memerlukan
resusitasi. Setelah lahir bayi tampak lemah, dapat hipo/hipertermia, hipoglikemia
dan dapat pula hiperglikemia. Infeksi berlanjut ditandai dengan gangguan fungsi
organ tubuh. Kelainan sistem saraf pusat ditandai dengan bayi letargi, reflek hisap
buruk, menangis lemah dapat pula high pitch cry, iritabel dan dapat pula disertai
kejang. Kelainan kardiovaskular dicurigai apabila bayi mengalami hipotensi,
pucat, sianosis, dingin dan clummy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan
hematologik (perdarahan), gastrointestinal (ikterus, muntah, diare, distensi
abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung memanjang) ataupun
gangguan respirasi(takipnea, apnea, merintih dan retraksi)7. Gejala klinis
gangguan fungsi organ tubuh dapat dilihat pada tabel 2.4
10
Tabel 2.4 Gambaran klinis disfungsi multiorgan pada bayi1
Gangguan organ Gambaran Klinis
Kardiovaskular Tekanan darah sistolik < 40 mmHg
Denyut jantung < 50 atau > 220 x/menit
Terjadi henti jantung
pH darah 90 x/menit
PaCO2 > 65 mmHg
PaO2 < 40 mmHg
Memerlukan ventilasi mekanik
FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung
sianotik
System hematologik Hb < 5gr/dL
WBC< 3000 sel/mm3
Trombosit < 20.000
D-dimer > 0.5g/ml pada PTT >20
detik atau waktu tromboplastin > 60
detik
SSP Kesadaran menurun
Gangguan ginjal Ureum > 100 mg/dL
Creatinin > 20 mg/dL
Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal disertai
dengan penurunan Hb > 2g%,
hipotensi, perlu tranfusi darah atau
operasi gastrointestinal
Hepar Bilirubin total > 3mg%
World Heath Organization tahun 2003 mengidentifikasi 9 tanda klinis
untuk memprediksikan infeksi berat pada bayi muda diantaranya berkurangnya
kemampuan makan, tidak ada pergerakan spontan, suhu > 38oC, pemanjangan
11
waktu pengisian kapiler, lemahnya tarikan dinding dada, frekuensi napas > 60 kali
permenit, mendengkur, sianosis dan kejang15
.
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Kultur darah dan pewarnaan Gram
Kultur darah merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis.
Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru akan diketahui
dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu dipertimbangkan secara hati-
hati. Hasil dapat menjadi negatif palsu akibat antibiotik yang diberikan pada ibu
sebelum persalinan, dapat pula akibat jumlah sampel yang tidak mencukupi. Hasil
positif perlu diwaspadai apabila mikroorganisme yang teridentifikasi tidak sesuai
dengan pola kuman yang biasa ditemukan, hasil ini dapat terjadi akibat
kontaminasi spesimen. Pada rumah sakit dengan fasilitas laboratorium yang lebih
memadai, seperti inkubator, pemeriksaan kultur darah harus dilakukan karena
merupakan pemeriksaan baku emas untuk diagnosis bakteremia. Automated blood
culture system yaitu kultur darah dengan medium cair dari sistem deteksi cepat
dan automated seperti Bactec dan BacT Alert dapat digunakan apabila
tersedia anggaran yang memadai1,7
.
Pungsi lumbal dilakukan untuk menegakkan diagnosis atau menyingkirkan
sepsis neonatorum bila dicurigai terdapat meningitis. Apabila hasil kultur positif,
pungsi lumbal diulang 24-36 jam setelah pemberian antibiotik untuk menilai
apakah pengobatan cukup efektif. Apabila pada pengulangan pemeriksaan masih
didapatkan kuman pada LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotik dan dosis.
Kultur urin dilakukan pada anak yang lebih besar. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui ada atau tidaknya infeksi di saluran kemih. Kultur urin lebih baik
dilakukan pada kasus sepsis neonatorum awitan lambat. Spesimen urin diambil
melalui kateterisasi steril atau aspirasi suprapubik kandung kemih7.
b. Pemeriksaan Hematologi
Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang
diagnosis sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:
12
Hitung trombosit. Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari
100.000/L jarang ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita
sepsis neonatorum dapat terjadi trombositopenia1.
Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit. Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit
dapat meningkat atau menurun. Leukosit normal dapat ditemukan pada 50% kasus
sepsis dengan kultur bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang
tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan dengan
stress saat proses persalinan1,7
.
Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T). Semua bentuk neutrofil
imatur dihitung, dan rasio maksimum yang dapat diterima untuk menyingkirkan
diagnosis sepsis pada 24 jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan
neonatus, rasio turun menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas
rasio I/T berkisar antara 60-90%1,7
.
Pemeriksaan kadar D-dimer. D-dimer merupakan hasil pemecahan cross-linked
fibrin oleh plasmin. D-dimer dipakai sebagai petanda aktivasi sistem koagulasi
dan sistem fibrinolisis. Kadar D-dimer meningkat pada sepsis, tetapi pemeriksaan
ini tidak spesifik untuk sepsis karena peningkatannya juga dijumpai pada DIC
oleh penyebab lain seperti trombosis, keganasan dan terapi trombolitik.
Pemeriksaan kadar D-dimer dapat dikerjakan dengan berbagai metode antara lain,
aglutinasi lateks, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan whole blood
agglutination (WBA)7.
c. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan
muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi oleh
IL-6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen. Sintesis ekstrahepatik terjadi
di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit. CRP meningkat pada 50-90%
bayi yang menderita infeksi bakteri sistemik. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam setelah
stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus meningkat
sampai proses inflamasinya teratasi. Cut-off yang biasa dipakai adalah 10 mg/L.
Pemeriksaan kadar CRP tidak direkomendasikan sebagai indikator tunggal pada
diagnosis sepsis neonatorum, tetapi dapat digunakan sebagai bagian dari septic
work-up atau sebagai suatu pemeriksaan serial selama proses infeksi untuk
13
mengetahui respon antibiotik, lama pengobatan, dan/atau relapsnya infeksi. CRP
mempunyai sensitivitas 60%, spesifisitas 78,94%, nilai prediksi negatif 66,66%
dan nilai prediksi positif 48,77% untuk diagnosis sepsis neonatorum.
d. Procalcitonin (PCT)
Procalcitonin merupakan protein yang disusun oleh 116 asam amino,
memiliki berat 13 kDa dan merupakan prohormon dari kalsitonin yang diproduksi
oleh sel parafolikuler kelenjar tiroid, yang dalam keadaan normal tidak akan
terdeteksi dalam darah. Secara fisiologis kadarnya meningkat pada neonatus. Pada
hari pertama bervariasi antara 0,1-21 ng/mL dengan median 2 ng/mL. Kemudian
kadarnya menurun dan setelah 48 jam nilainya normal yakni
14
tinggi infeksi jamur. Dibandingkan dengan kultur, PCR mempunyai sensitivitas
100% dan spesifisitas 98% dalam menentukan infeksi jamur invasif. Namun
pemeriksaan ini masih sangat terbatas di Indonesia, dan hanya bisa dilakukan di
pusat pendidikan atau Rumah Sakit rujukan propinsi7.
Upaya penegakan diagnosis sangat tergantung fasilitas yang tersedia di
rumah sakit. Rumah Sakit dr. Ciptomangunkusumo membuat algoritme
penegakan diagnosis dan tatalaksana sepsis neonatorum sebagai berikut 4 :
Keterangan :
Faktor risiko mayor :
- Ketuban pecah > 24 jam
- Ibu demam saat intrapartum, suhu > 38 oC
Gejala klinis
sepsis (+)
Gejala klinis
sepsis (-)
Antibiotik (+)
Sebelumnya dilakukan septic
workup**
Faktor risiko (+) 1
mayor atau 2 minor
Faktor risiko (-)
Periksa Septic
marker *
observasi
Meragukan Normal Abnormal
(minimal 2
septic marker*)
Ulangi septic
marker* 12-24 jam
Ulangi septic
marker* 12-24 jam
Normal Normal Abnormal
Observasi
Kultur AB
Stop bila
kultur (-)
15
- Korioamnionitis
- Denyut jantung janin menetap > 160 x/menit
- Ketuban berbau
Faktor risiko minor :
- Ketuban pecah > 12 jam
- Ibu demam saat intrapartum, suhu >37,5 oC
- Nilai Apgar rendah (menit ke-1 150.000 /l)
- CRP (N 1 mg/dL atau 10 mg/l)
- IT Ratio (N < 0,2)
Usia 1 hari 3 hari 7 hari 14 hari 1 bulan
IT rasio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12
** Septic work up : septic markers + kultur darah
Urinalisis hanya dikerjakan pada SNAL
Pungsi lumbal : hanya dikerjakan pada SNAL atau pada SNAD dengan hasil
kultur darah (+)
Foto rontgen dada : pada neonatus dengan gejala gawat napas.
2.6 Tatalaksana
Pemilihan antibiotik untuk terapi inisial mengacu pada jenis
mikroorganisme penyebab tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing
pusat kesehatan. Segera setelah didapatkan hasil kultur darah, pemberian
antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab dan resistensinya. Pemberian
antibiotik sebaiknya berupa kombinasi, selain untuk memperluas cakupan
16
terhadap mikroorganisme patogen, hal ini penting untuk mencegah resistensi.
Divisi perinatologi RSCM menggunakan obat golongan ceftazidim sebagai
antibiotika pilihan pertama. Dosis yang dianjurkan 50-100 mg/kg/kali (tergantung
beratnya sepsis) di berikan 2 kali sehari. Golongan imipenem/meropenem
digunakan pada kasus infeksi berat dengan dosis 25 mg/kg/kali. Frekuensi
pemberian 2 kali sehari4.
Amfotericin B (Liposomal) digunakan pada infeksi jamur dosis 1
mg/kg/hari, dapat ditingkatkan 1 mg/kg perhari sampai dengan maksimal 3
mg/kg/hari. Bila sulit di dapat, diganti amfotericin B dosis 0,25 mg/kg/hari sampai
dengan maksimal 1mg/kg/hari. Pilihan lain adalah fluconazole dosis inisial 6
mg/kg lalu 3 mg/kg. Usia 1 minggu diberikan setiap 72 jam, usia 2-4 minggu
diberikan setiap 48 jam, usia 4 minggu diberikan setiap 24 jam4.
Pengobatan tambahan :
1. Immunoglobulin intravena
Pemberian immunoglobulin bertujuan meningkatkan antibodi, memperbaiki
fagositosis dan kemotaksis sel darah putih. Imunoglobulin Intravena (IVIG)
belum dianjurkan untuk pemberian rutin sebagai profilaksis maupun terapi
SNAD. Penelitian mengenai penggunaan IVIG menggunakan sampel yang
kecil serta belum ada sediaan imunoglobulin yang spesifik. Efek samping dan
komplikasi yang telah dilaporkan berupa infeksi, hemolisis dan supresi
imunitas pada pemberian imunoglobulin hiperimun. Peneliti menganjurkan
pemberian IVIG dengan dosis 500-1000 mg/kg/kali setiap 2 minggu jika
sepsis berat atau terjadi infeksi berulang pada neonatus kurang bulan1,4,8
.
2. Tranfusi fresh frozen plasma
Pemberian Fresh Frozen Plasma disingkat FFP diharapkan dapat mengatasi
gangguan koagulasi, FFP juga mengandung antibodi, komplemen dan protein
seperti C-reactive protein dan fibronectin. Antibodi bayi baru lahir terbatas
pada spesifikasi yang dihasikan oleh ibunya, tidak termasuk antibodi protektif
terhadap patogen tertentu. Antibodi protektif dalm FFP tersedia dalam dosis
10 ml/kg, jumlah ini tidak adekuat untuk mencapai kadar proteksi pada tubuh
bayi. Kadar proteksi dapat tercapai pada pemberian secara kontinu
17
(10ml/kg/12 jam). Penelitian melaporkan FFP hanya meningkatkan IgA dan
IgM tanpa meningkatkan kadar IgG1,4
.
3. Tranfusi sel darah putih
Tranfusi sel darah putih pada sepsis neonatorum masih dalam tahap uji coba
dan belum dianjurkan penggunaannya. Hanya beberapa pusat kesehatan di
Amerika Serikat yang mampu mengisolasi granulosit untuk tranfusi. Tranfusi
granulosit juga berpotensi menimbulkan komplikasi seperti infeksi dan reaksi
tranfusi, di samping biaya yang tinggi dan teknik pembuatan yang sulit4.
4. Pemberian G-CSF dan GM-CSF
Peneliti dewasa ini mempelajari colony-stimulating factor, yaitu suatu protein
spesifik yang penting untuk proliferasi dan diferensiasi sel progenitor
granulosit serta mempengaruhi fungsi granulosit matang. Saat ini terdapat 2
jenis protein yang banyak diteliti berkaitan dengan infeksi pada neonatus,
yakni granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) dan granulocyte
macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Suatu penelitian
melaporkan peningkatan jumlah netrofil absolut, eosinofil, monosit, limfosit
dan trombosit dengan pemberian GM-CSF rekombinan pada neonatus yang
sepsis. Namun masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menguji
efektivitas terapi ini4,13
.
5. Tranfusi tukar
Secara teoritis, tranfusi tukar menggunakan whole blood pada sepsis
neonatorum bertujuan mengeluarkan atau mengurangi toksin atau produk
bakteri serta mediator-mediator penyebab sepsis, memperbaiki perfusi perifer
dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah dan
memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai
antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor. Kelemahan tranfusi
tukar antara lain sulit dalam pelaksanaan, potensi infeksi dan reaksi tranfusi.
Belum ada penelitian berskala besar untuk menguji efikasi dan keamanannya,
sehingga tranfusi tukar tidak dianjurkan sebagai terapi sepsis neonatorum1,4
.
6. Kortikosteroid
Terapi kortikosteroid intravena masih kontroversial. Kortikosteroid pernah
digunakan sebagai terapi sepsis namun efektivitasnya masih diragukan,
18
diduga karena pemberiannya terlambat setelah kaskade mediator inflamasi
dimulai4.
2.7 Prognosis
Dengan diagnosis dan pengobatan dini bayi dapat terhindar dari sepsis
yang berkepanjangan, namun bila tanda klinis dan/atau adanya faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan infeksi tidak terdeteksi. Gejala sisa neurologis timbul
pada 15-30% neonatus dengan meningitis4.
19
BAB III
STATUS PASIEN RUANG RAWAT ANAK
3.1 Identitas Penderita
1. Nama : By. N
2. Umur : 8 hari ( 28 September 2013)
3. Alamat : Buket Bata, Pante Bidari Aceh
Timur
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Status Perkawinan : Belum Menikah
7. Suku : Aceh
8. Pekerjaan : (-)
9. Tanggal Pemeriksaan : 6 oktober 2013
3.2 Identitas Keluarga
Ayah
Nama : Tn. A
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Buket Bata Pante Bidari Aceh Timur
Ibu
Nama : Ny. N
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Alamat : Buket Bata Pante Bidari Aceh Timur
3.3 Anamnesa
1. Keluhan Utama : Tidak buang air besar sejak lahir
2. Keluhan Tambahan : (-)
20
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit idi. Pasien lahir 1
hari SMRS, lahir dirumah di tolong bidan segera menangis. Pasien
merupakan anak kelima, berat badan lahir 3000 gram berat badan
sekarang 3660 gram. Pasien lahir cukup bulan. Riwayat ibu demam
saat persalinan (-), ketuban pecah dini (-). Keluhan lainnya disangkal.
Saat ini pasien terlihat kurang aktif bergerak, menangis lemah, tidak
kuat menghisap.
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal.
6. Riwayat Penggunaan Obat : (-)
7. Riwayat Kehamilan : Pasien anak ke 5
Anak I: laki-laki, 20 tahun, lahir
pervaginam dengan BBL 4000 gram.
Anak II: laki-laki, 17 tahun, lahir
pervaginam dengan BBL 3000 gram.
Anak III: perempuan, 13 tahun, lahir
pervaginam, dengan BBL 3200 gram.
Anak IV: laki-laki, 4 tahun, lahir
pervaginam, dengan BBL 4500 gram.
8. Riwayat Kelahiran : Pasien lahir secara pervaginam, segera
mengangis, dengan BBL 3000 gram
dibidan.
9. Riwayat Makanan : Pasien diberi ASI pada hari pertama
kehidupan sebanyak 2 kali pemberian.
10. Riwayat Imunisasi : 1 x hepatitis b.
3.4 Status Internus
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Denyut Jantung : 128 kali/ menit
21
4. Frekuensi Nafas : 64 kali/menit
5. Suhu : 36,7 0C
6. Berat Badan : 3660 kg
7. Tinggi Badan : 48,5 cm
8. LK : 37 cm
9. Keadaan Gizi : BB/U : -2 < Z-Score < 2
TB/U : -2 < Z-Score < 2
BB/TB : -2 < Z-Score < 2
Kesan : Kesan gizi baik
3.5 Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
1. Warna : kemerahan
2. Turgor : kembali cepat
3. Sianosis : tidak ada
4. Ikterus : tidak ada
5. Oedema : seluruh tubuh
6. Pucat : tidak ada
b. Kepala
1. Rambut : hitam, sukar dicabut, distribusi merata
2. Wajah : simetris, kelainan kongenital(-),
deformitas(-)
a. Mata : edema kelopak mata (+/+) Conjunctiva
pucat (+/+), ikterik (
-/-)
a. Pupil bulat isokor 3 mm/3 mm
b. Refleks cahaya langsung (+/+), dan
c. Refleks cahaya tidak langsung (+/+)
3. Telinga : Normotia, Sekret (-/-)
4. Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)
5. Mulut
a. Bibir : Bibir pucat (+), Mucosa kering (-), sianosis (-)
22
b. Lidah : Tremor (-), Hiperemis (-)
c. Tonsil : sulit dinilai
d. Faring : sulit dinilai
c. Leher
1. Inspeksi : Simetris
2. Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O.
3. Pembesaran KGB : Tidak ada
d. Thorax
Inspeksi
1. Statis : Simetris, cardiac bulging (-), bentuk normochest
2. Dinamis :
a. Pernafasan abdominotorakal,
b. Retraksi suprasternal (-),
c. Retraksi intercostals (-), dan
d. Retraksi epigastrium (-).
Paru
Inspeksi : Simetris baik saat statis dan dinamis.
Kanan Kiri
Palpasi Simetris, NT(-) Simetris, NT(-)
Perkusi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Auskultasi Vesikuler Normal
Ronchi (-) wheezing (-)
Vesikuler Normal
Ronchi (-) wheezing (-)
Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, cardiac bulging (-)
2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
3. Perkusi : tidak dilakukan
4. Auskultasi : BJ I > BJ II di area mitral, kesan normal, regular,
bising (-).
23
e. Abdomen
1. Inspeksi : Simetris, distensi (+), colostomi (+)
2. Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-)
a. Hepar : Tidak teraba
b. Lien : Tidak teraba
c. Ginjal : Ballotement tidak ada
3. Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
4. Auskultasi : Peristaltik kesan normal
f. Genitalia : dalam batas normal
g. Anus : (-)
h. Tulang Belakang : Simetris
Nyeri tekan (-)
i. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)
j. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3 detik
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema + + + +
Pucat + + + +
24
3.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan 28/09/13 30/09/13 02/10/13 05/1
0/13
07/1
0/13
09/1
0/13
11/1
0/13
17/1
0/13
Elektrolit
Chlorida darah 99 107
Kalium darah
(mEq/L)
2,9 3,6
Natrium darah
(mEq/L)
141 141
Ht (%) 52 30 36 33
Hb (g/dL) 18,1 10,1 12,5 11.7
Leukosit x 103(/ul) 15,3 12,1 6,4 6.3
Trombosit x 103(/ul) 84 47 52 74
Masa Pembekuan 9
Masa Perdarahan 3
Creatinin 0,8
Ureum 41
KGDS (g/dL) 144
Protein total (U/L) 4,6 3,7 4,9
Albumin (g/dL) 2,7 2,4 3,5
Globulin (g/dL) 1,9 1,3 1,4
Pemeriksaan Radiologi
Echocardiografi (30 September 2013)
Kesimpulan : Sinus PFO, fungsi jantung kiri normal
3.7 Resume
A. Anamnesa
Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit idi. Pasien lahir 1 hari SMRS,
lahir dirumah di tolong bidan segera menangis. Pasien merupakan anak kelima
berat badan lahir 3000 gram berat badan sekarang 3660 gram. Pasien lahir cukup
bulan. Riwayat ibu demam saat persalinan (-), ketuban pecah dini (-). Keluhan
lainnya disangkal. Saat ini pasien terlihat kurang aktif bergerak, menangis lemah,
tidak kuat menghisap
25
B. Pemeriksaan Fisik
STATUS PRESENT
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
Heart rate : 128x/mnt, regular
Respiratory rate : 64x/mnt
Suhu : 36,7 0C
Berat badan sekarang : 3960 gram
Panjang badan : 48,5 cm
Status gizi : Baik
Kebutuhan cairan : 566,28 cc/hari
Kebutuhan kalori : 187,89 kkal
Kebutuhan protein : 12,74 gram
STATUS GENERAL
a) KEPALA : Dalam batas normal
b) LEHER : Dalam batas normal
c) THORAX : Dalam batas normal
d) PARU-PARU : Vesikuler(+/+) Rhonki (-/-)Wheezing (-/-)
e) JANTUNG : Dalam batas normal
f) ABDOMEN : Dalam batas normal
g) GENETALIA : Dalam batas normal
h) ANUS : Malformasi anorektal
i) EKSTREMITAS : Edema (+)
C. Pemeriksaan Laboratorium
Elektrolit
Tanggal 28 September 2013
Chlorida darah : 99
Kalium darah : 2,9 mEq/L
Natrium darah : 141 mEq/L
26
Darah
Tanggal 30 September 2013
Ht : 52 %
Hb : 18,1
Leukosit : 15,3 x 103 /ul
Trombosit : 84 x 106
/ul
Masa Pembekuan : 9
Masa Perdarahan : 3
Creatinin : 0,8
Ureum : 41
KGDS : 144
Elektrolit (30 september 2013)
Chlorida darah : 107
Kalium darah : 3,6 mEq/L
Natrium darah : 141 mEq/L
Tanggal 02 Oktober 2013
Hb : 10,1 gr/dl
Ht : 36 %
Leukosit : 8,4 x 103/ul
Trombosit : 47 x 103/ul
Darah (05 oktober 2013)
Hb : 12.5 gr./dL
Ht : 36 %
Leukosit : 6,4 x 103/ ul
Trombosit : 52 x 103/ ul
Kimia klinik (07 oktober 2013)
Protein total : 4,6 U/l
Albumin : 2,7 gr/dL
27
Globulin : 1,9 gr/dL
Fungsi Hati (09 oktober 2013)
Albumin : 2.4 g/dL
Globulin : 1.3 g/dL
Protein total : 3.7 U/dL
Kimia Klinik (11 oktober 2013)
Protein total : 4,9 U/l
Albumin : 3,5 g/dL
Globulin : 1,4 g/dL
Darah (17 Oktober 2013)
Hb : 11.7 gr/dL
Ht : 33 %
Leukosit : 6,3 x 103/ ul
Trombosit : 74 x 103/ ul
3.8 Diagnosa Banding
1. Post colostomy a/i malformasi anorectal letak tinggi + sepsis neonatorum + anemia ec dd 1/ peradarahan, 2/ defisiensi asam folat, 3/defisiensi asam besi
2. Post colostomy a/i malformasi anorectal letak tinggi + syok septik + anemia ec
dd 1/ peradarahan, 2/ defisiensi asam folat, 3/defisiensi besi
3.9 Diagnosa Sementara
Post colostomy a/i malformasi anorectal letak tinggi + sepsis neonatorum +
anemia ec perdarahan
3.10 Tatalaksana
IVFD 4:1 12 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam (H13)
28
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H15)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam
Aminofusin 5% 11,88 gram/hr = 237, 6 cc/hr=10cc/jam
Tranfusi PRC 30 cc
Tranfusi TC 30 cc
3.11 Prognosa
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanactionam : dubia
Follow Up
TGL VITAL SIGN KELUHAN PEMERIKSAAN FISIK DAN
PENUNJANG TERAPI DAN PLANNING
29/09/
13
Hari 1
Usia :
1 hari
KU : lemah
Kes: CM
HR: 154x/mnt
RR : 48 x/mnt
T : 37.10C
BBL : 3320
gram
Menangis (-
) gerakan
aktif (+)
BAB (-)
Kepala : Normocephali
Mata : edema kelopak mata (-/-
) Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : Distensi(+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-
-/-), Pucat (-/-), CRT < 3
Ass/ atresia ani letak tinggi tanpa
fistel
Terapi:
IVFD RL 10 cc/jam
Inj. Cefotaxim 125 mg/12 jam
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam
Hasil baby gram (+)
Planning:
Tranfusi trombosit 25 cc selama
2x
Colostomy emergency pagi
Hasil elektrolit :
Chlorida darah 99 mEq/L
Kalium darah 2,9 mEq/L
Natrium darah 141 mEq/L
Instruksi Bedah :
Resusitasi cairan RL 50cc/jam
selama 6 jam, selanjutnya
konfirmasi ulang.
Koreksi kalium 3cc selama 4 jam
30/09/
13
Hari 2
Usia :
2 hari
KU : lemah
Kes: CM
HR: 156x/mnt
RR : 46 x/mnt
T : 370C
BB = 3320
gram
Menangis (-
) gerakan
kurang aktif
(+) BAB (-)
Kepala : Normocephali
Mata : edema kelopak mata
(+/+) Pucat (-/-),Icterik (-
/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : Soepel, Peristaltik (N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-
+/+), Pucat (-/-), CRT < 3
Terapi:
IVFD RL 10 gtt/i
Inj. Cefotaxim 125 mg/12 jam H1 Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam H1
Planning:
foto thorax
Echocardiografi
Colostomy emergency pagi
Hasil Pemeriksaan Elektrolit :
Chorida darah 107 mEq/L
Kalium darah 3,6 mEq/L
Natrium darah 141 mEq/L
Hasil Pemeriksaan Hematologi:
Hematokrit 52%
Haemoglobin 18,1 gr/dL
29
Ass/ atresia ani letak tinggi tanpa
fistel
Leukosit 15,3x103 /l
Trombosit 84x103 /l
Masa Pembekuan 9 menit
Masa Perdarahan 3 menit
Hasil Pemeriksaan Fungsi Ginjal:
Creatinin 0,8 mg/dL
Ureum 41 mg/dL
Hasil Pemeriksaan Kadar Gula
Darah:
KGDS 144 gr/dL
17.15 masuk level IIB post op
dalam keadaan tranfusi PRC
sedang terpasang, cairan RL
terpasang.
Malam:
Colostomy bag diganti, BAB (+)
1/10/1
3
Hari 3
Umur
:3 hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 144x/mnt
RR : 45 x/mnt
T : 370C
BBL = 3320
gram
BBS = 3680
gram
S/ menangis
kuat
Kepala : Normocephali
Mata : edema kelopak mata
(+/+) Pucat (-/-),Icterik (-
/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-), CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi
Terapi:
O2 nasal kanul 1L/i
IVFD 4:1 120 cc/24jam : 2cc/jam
Inj. Cefotaxim 125 mg/12 jam H2 Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam H2 Diet ASI
Infus hematom di tangan kiri,
memasang infus kembali di
kepala.
Darah untuk cek DR tidak cukup
KC= 323,84
I=120cc
O=160cc
IWL = 180
BC= -220cc
2/10/1
3
Hari 4
Umur
:4 hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 129x/mnt
RR : 70x/mnt
T : 36,00C
BBL = 3320
gram
BBS = 3565
Kepala : Normocephali
Mata : edema kelopak mata
(+/+) Pucat (-/-),Icterik (-
/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-), CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi
KC= 352.9cc/hr = 14,7 cc/jam
Terapi:
O2 nasal 1 L/i, 11.00 (-)
IVFD 4:1 5 cc/jam
Inj. Cefotaxim 125 mg/12 jam H3 Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam H3 Diet : sementara puasa
Planning :
Periksa Darah Rutin
Instruksi dr. Isra, SpA :
Terapi : IVFD N5
Benutrion/Aminofusisn
1g/kgBB/hari : 3,.565 gr/hari : 2,9
cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
Planning : Cek albumin, ureum,
creatinin jika darah cukup saat
diambil
Hasil Pemeriksaan Hematologi:
Hematokrit 30%
Haemoglobin 10,1 gr/dL
30
I =191,3
O=195
BC= - 3,7
Leukosit 12,1x103 /l
Trombosit 47x103 /l
Malam : Perdarahan via OGT (+)
Inst. Dr. Andrea jam 23.00 :
observasi ketat
3/10/1
3
Hari 5
Umur
:5 hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 132x/mnt
RR : 55x/mnt
T :36,1 0C
BBL = 3320
gram
BBS = 3660
gram
Pucat
Seluruh
Badan
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (+/+),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (+/+)
Inf : edema (+/+),
Pucat (+/+),edema (+/+),
CRT > 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
KC=369,6cc/hr=15,4cc/jam
I=377cc
O=325
BC=52
Terapi:
O2 nasal 1 L/i
IVFD N5 264cc/hari: 11 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H2)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam H4 Benutrion/aminofusin 1,5
gr/kgBB/hr : 109.8 cc /hari : 4,6
cc/jam
Planning : Cek albumin, ureum,
creatinin jika darah cukup saat
diambil
Instruksi dr. Dian, Sp.BA :
Tranfusi PRC 30 cc (12.45-15.30)
Tranfusi TC 30 cc 2x
Cek DR post tranfusi
ASI 10cc/ 3 jam 2x pemberian,
terus tambahkan 5 cc tiap
pemberian
Kateter aff
Kebutuhan :
(12-10,1)x4x3,66=30,38 cc
Kemampouan :
(10 15) x 3,66 = (36,6 54,9) cc
Jam 23.30 : perdarahan viz
colostomy. Lapor PPDS bedah,
belum ada tanggapam
Jam 24.00 visit dr.Herlina
24.15 visit PPDS bedah : ganti
colostomy
I/ Inj. Vit. K 1 mg
Inj. Transamin 50 mg
01.0 Tranfusi TC 30cc selesai 02.30 wib
01.15 perdarahan hebat via
colostomy 30cc
I/ dr.Maria : Observasi
perdarahan, kalau berlanjut terus
menerus akan direpair ulang.
31
4/10/1
3
Hari 6
Umur
:6 hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 120x/mnt
RR : 55x/mnt
T : 36 0C
BBs = 3800
gram
Kepala : Normocephali, wajah
udem (+)
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (+/+)
Inf : edema (+/+),
Pucat (+/+),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 5 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H3)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam H5 Inj. Transamin 50 mg/8 jam H1 Aminofusin 2 gr/kgBB/hr =
152cc/hr=6,3 cc/jam
Instruksi dr. Isra Firmansyah,
Sp.A :
Tranfusi WB
Kebutuhan = (14-10,1) x 3,8 x 6
= 88,92 cc
Kemampuan = 3,8 x 10 = 38
cc/hari
KC = 399 cc/hr
I = 368
O = 350
BC = 18 cc/hr
5/10/1
3
Hari 7
Umur
:7 hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 152x/mnt
RR : 60x/mnt
T : 36,1 0C
BBS = 3830
gram
Bengkak
pada wajah
dan
ekstremitas
Kepala : Normocephali, wajah
udem (+)
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 6,3 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H4)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H6)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam (H2)
Aminofusin 2,5 gram/kgBB/hr =
155cc/hr = 6,8 cc/jam
Hasil Pemeriksaan Hematologi:
Hematokrit 36%
Haemoglobin 12,5 gr/dL
Leukosit 6,4x103 /l
Trombosit 52x103 /l
P/cek albumin
KC = 505,56
I = 324,4
O= 205
BC = 119,4
32
6/10/1
3
Hari 8
Umur
:8 hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 124x/mnt
RR : 40x/mnt
T : 36,5 0C
BB = 3960
gram
Kepala : Normocephali, wajah
udem (+)
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 11,4 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H5)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H7)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam (H3)
Aminofusin 3 gr/KgBB/hr =
237,6 cc/hr=9,9 cc/jam
Planning : Cek albumin untuk
hari senin
KC = 566,28
I = 237,6 + 273,6 = 511,2
O = 365
BC = 146,2
7/10/1
3
Hari 9
Umur
:9 hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 140x/mnt
RR : 34x/mnt
T : 35,4 0C
BB = 4000
gram
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 12 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H6)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H8)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam (H4)
Aminofusin 3 gr/kgBB/hr = 240
cc/hr=10cc/jam
Planning : Kultur
Hasil pemeriksaan protein darah:
Protein total 4,6 U/L
Albumin 2,7 gr/dL
Globulin 1,9 gr/dL
Visit dr.Dian 13.20
ASI ad libitum : 10cc/ 3 jam
BAB via colostomy (+)
Luka memerah (+)
33
8/10/1
3
Hari
10
Umur
:10
hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 136x/mnt
RR : 38x/mnt
T : 35,4 0C
BB = 4150
gram
Menangis
kuat
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 15 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H7)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H9)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam (H5)
Aminofusin =AFF
Diet ASI : 12cc/3 jam
Planning : Kultur
Koreksi albumin (3,5 albumin ps) x 0,8xBB = 2,696 3 gr = 15 cc albumin 20%
Jam 16.30 : koreksi albumin 3
gram, 15 cc selama 4 jam
9/10/1
3
Hari
11
Umur
:11
hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 130x/mnt
RR : 39x/mnt
T : 35,5 0C
BB = 4155
gram
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 17 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H8)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H10)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam (H6)
Diet ASI : 12cc/3 jam, tingkatkan
hingga 30cc/ 3 jam/ ad libitum
Planning : Kultur
Pukul 16.50, lapor hasil lab via
sms dr. Isra, SpA : albumin 2,4
globulin 1,3
Protein total 3,7
Instruksi koreksi ulang (pukul
17.35)
Kebutuhan : (3,5 2,4) x 4,2 kg x 0,8 = 3,7 gram 4 gram = 20 cc albumin 20 %
Hasil pemeriksaan protein darah:
Protein total 4,6 U/L
Albumin 2,7 gr/dL
Globulin 1,9 gr/dL
34
10/10/
13
Hari
12
Umur
:12
hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 120x/mnt
RR : 40x/mnt
T : 35,7 0C
BB = 4240
gram
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 14 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H9)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H11)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam (H7)
Diet ASI ad libitum
Planning : Kultur
Cek lab post koreksi albumin
KGDS pukul 09.00 : 95 mg/dl
11/10/
13
Hari
13
Umur
:13
hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 130x/mnt
RR : 55x/mnt
T : 35,9 0C
BB = 4240
gram
Bengkak di
ekstremitas,
menghisap
kuat
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 12 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H10)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H12)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam (H8)
Diet ASI ad libitum
Planning : USG kepala (+), hasil
(-)
Hasil pemeriksaan protein darah:
Protein total 4,6 U/L
Albumin 2,7 gr/dL
Globulin 1,9 gr/dL
35
12/10/
13
Hari
14
Umur
:14
hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 110x/mnt
RR : 54x/mnt
T : 36,1 0C
BB = 4055
gram
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (+/+),
Pucat (-/-),edema (+/+),
CRT < 3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 12 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H11)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H13)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam (H9)
Diet ASI ad libitum
13/10/
13
Hari
15
Umur
:15
hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 100x/mnt
RR : 56x/mnt
T : 36,2 0C
BB = 3880
gram
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-/-), Pucat
(-/-),edema (-/-), CRT <
3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 12 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H12)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam (H14)
Inj. Transamin 50 mg/8 jam
(H10)
Diet ASI ad libitum
36
14/10/
13
Hari
16
Umur
:16
hari
KU : lemah
Kes:
somnolen
HR: 112x/mnt
RR : 48x/mnt
T : 35,9 0C
BB = 3815
gram
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : distensi (+), Peristaltik
(N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-/-), Pucat
(-/-),edema (-/-), CRT <
3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 12 cc/jam
Inj. Meropenem 30 mg/12 jam
(H13)
Inj. Novalgin 50 mg/ 8 jam
(H15)=AFF
Inj. Transamin 50 mg/8 jam
(H10)=AFF
Diet ASI ad libitum
15/10/
13
Hari
17
Umur
:17
hari
KU : lemah
Kes: CM
HR: 116x/mnt
RR : 50x/mnt
T : 36,9 0C
BB = 3725
gram
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : soepel, Peristaltik (N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-/-), Pucat
(-/-),edema (-/-), CRT <
3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 4cc/jam
Inj. Meropenem (H14)
Diet ASI ad libitum
37
16/10/
13
Hari
18
Umur
:18
hari
KU : lemah
Kes: CM
HR: 116x/mnt
RR : 50x/mnt
T : 36,9 0C
BB = 3725
gram
S/Menangui
s kuat,
menghisap
kuat, gerak
aktif
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : soepel, Peristaltik (N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-/-), Pucat
(-/-),edema (-/-), CRT <
3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD 4:1 4cc/jam
Inj. Meropenem (H15)
Diet ASI ad libitum
17/10/
13
Hari
19
Umur
:19
hari
KU : lemah
Kes: CM
HR: 160x/mnt
RR : 40x/mnt
T : 35,8 0C
BB = 3540
gram
S/Menangui
s kuat,
menghisap
kuat, gerak
aktif
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : soepel, Peristaltik (N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-/-), Pucat
(-/-),edema (-/-), CRT <
3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
IVFD dex 10% 4cc/jam
Inj. Meropenem (H16) = AFF
Cefixime oral 9 mg / 12 jam
Diet ASI ad libitum
38
18/10/
13
Hari
20
Umur
:20
hari
KU : lemah
Kes: CM
HR: 156x/mnt
RR : 44x/mnt
T : 36,5 0C
BB = 3460
gram
S/Menangui
s kuat,
menghisap
kuat, gerak
aktif
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : soepel, Peristaltik (N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-/-), Pucat
(-/-),edema (-/-), CRT <
3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
Cefixime oral 9 mg / 12 jam
Diet ASI ad libitum
19/10/
13
Hari
21
Umur
:21
hari
KU : lemah
Kes: CM
HR: 156x/mnt
RR : 44x/mnt
T : 36,5 0C
BB = 3460
gram
S/Menangui
s kuat,
menghisap
kuat, gerak
aktif
Kepala : Normocephali
Mata : Pucat (-/-),Icterik (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
tanda peradangan (-)
Mulut : Bibir pucat (-) sianosis(-
) mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-),
Thorak : Simetris, retraksi (-)
Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-)
Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)
Bising (-)
Abd : soepel, Peristaltik (N),
Extr : Sup : Pucat (-/-)
Inf : edema (-/-), Pucat
(-/-),edema (-/-), CRT <
3
Ass/ post colostomy a/i malformasi
anorektal letak tinggi + sepsis
Terapi:
Cefixime oral 9 mg / 12 jam
Diet ASI ad libitum
39
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien berjenis kelamin laki-laki, sesuai dengan data statistik bahwa risiko
sepsis neonatorum pada bayi laki-laki 2 kali lebih besar dibandingkan bayi
perempuan1. Pada hari keempat rawatan dengan diagnosa pasca kolostomi atas
indikasi malformasi anorektal letak tinggi, frekuensi napas pasien mengalami
peningkatan / takipneu ( frekuensi napas 70 kali permenit) dan sedikit hipotermi
(suhu : 36,0oC), hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa gejala klinis sepsis
neonatorum dapat bervariasi tergantung jenis kuman dan respon tubuh terhadap
infeksi. Gejala positif yang ada pada pasien berupa distres pernapasan dan
hipotermia ringan5. Gejala muncul pada usia 4 hari kehidupan hal ini tergolong ke
dalam sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) dengan faktor resiko di rawat di
ruang intensif, infeksi nosokomial dari alat bantu pernafasan, kateter yang
digunakan maupun infeksi silang1.
Risiko sepsis neonatorum meningkat pada bayi kurang bulan dan berat
bayi lahir rendah, namun hal ini tidak terjadi pada pasien, pasien lahir cukup
bulan dengan berat badan lahir 3000 gram10.
Pemeriksaan laboratorium darah
menunjukkan trombosit yang rendah, hal ini sesuai dengan referensi bahwa pada
sepsis neonatorum terjadi trombositopenia1,7
.
Pasien memperoleh obat anti nyeri serta hemostatik sebagai terapi pasca
operasi. Pasien juga memperoleh antibiotik profilaksis berupa cefotaxim.
Cefotaxim diberikan hingga hari rawatan ketiga, pada hari rawatan ketiga dan
keempat pasien menunjukkan tanda tanda infeksi berat berupa peningkatan
frekuensi napas dan penurunan suhu tubuh disertai temuan laboratorium
hemoglobin yang rendah (10,1 gr/dL), leukosit sedikit meninggi (12.000/l) tapi
masih dalam rentang normal sesuai usia pasien dan trombosit yang rendah
(47.000/ l). Perburukan keadaan klinis merupakan indikasi penggantian
antibiotik dengan golongan yang lebih tinggi seperti golongan karbapenem.
Pemberian antibiotik sesuai dengan teori bahwa meropenem merupakan pilihan
terapi pada infeksi berat seperti sepsis neonatorum awitan lambat akibat infeksi
nosokomial dengan dosis 25 mg/kgBB/12 jam4. Kadar haemoglobin yang rendah
dapat disebabkan akibat perdarahan yang di alami pasien selama operasi.
40
Pada hari ke 12 rawatan terlihat perbaikan klinis, pasien dapat menangis
kuat , kuat menghisap ASI serta tanda tanda vital dalam batas normal, namun
suhu masih tidak stabil. Edema semakin berkurang setelah dilakukan koreksi
albumin.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam : Kosim MS, Yunanto A, Rizalya D, Sarosa GI, Usman A, editor. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI; 2010. P. 170-85.
2. Kardana, IM. Incidence and factors associated with mortality of neonatal sepsis. Paediatricia Indones. 2011; 51(3) : 144 8. Diakses dari : http://www.paediatrica indonesiana.org/pdffile/51-3-5.pdf.
3. World Health Organization. Major causes of death in neonates and children under five GLOBAL-2008 (revised). The World Health Statistic;
2011.[diakses pada tanggal 14 Oktober 2013] diunduh dari : http://www.
who.int/maternal_child_adolescent/media/CAH_causes_death_u5_neonates_2008
4. Roeslani RD, Amir I, Nasrulloh MH, Suryani. Penelitian awal : faktor risiko pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri. 2013; 14(6) : 363-8.
5. Sastroasmoro S, editor. Panduan pelayanan medis departemen Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Rumah sakit cipto mangunkusumo; 2007. P.378-82.
6. Evridiki K, Plessa VE, Karageorgopoulos DE, Mantadakis E, Falagas ME. Serum procalcitonin as a diagnostic marker for neonatal sepsis : a systematic
review and meta-analysis. Intensive Care Med; 2011; 37 : 742-62.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penatalaksanaan sepsis neonatorum [Internet]. Meta analisis [diakses 22 okt 2013]. Diunduh dari
buk.depkes.go.id/index.php?option=com.
8. Baltimore, RS. Neonatal Sepsis : Epidemiology and Management. Pediatr Drugs. 2003:6 (11) : 723-40.
9. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definition Conference.
Intensive Care Med. 2003 ; 29 : 230 38.Gerdes JS. Diagnosis and management of bacterial infections in the neonate. Pediat Clin N Am; 2004;51:939-59.
10. Wynn JL, Wong RW. Pathophysiology and treatment of septic shock in neonates. Clin Perinatol. 2010; 37(2) : 439-79.
11. Haque KN. Definitions of bloodstream Infection in the newborn. Pediatr Crit care med. 2005 ; 6:45-9. In : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Penatalaksanaan sepsis neonatorum [Internet]. [diakses 22 okt 2013]. Diunduh
dari buk.depkes.go.id/index.php?option=com.
12. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Members of the international consensus conference on neonatal sepsis definition for sepsis and organ
dysfunction in pediatrics.Pediatr Crit Care Med. 2005; 6 (1) :2-8. [diakses 22 okt
42
2013]. Diunduh dari http://intensivo.sochipe.cl/subidos/catalogo3/Consenso%20S
epsis%20en%20 Pediatria.pdf
13. Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simunetti AF, Pacifico, L. Diagnosis of neonatal sepsis. Clinical chemistry. 2004 ; 50(2) : 279 87.
14. Carrigan SD, Scott G, Tabrizian M. Toward resolving the challenges of sepsis diagnosis. Clinical Chemistri. 2004; 50(8) : 1301-14. [Diakses 22 okt 2013]
diunduh dari http://www.clinchem.org/content/50/8/1301.full.pdf
15. NNF Teaching Aids: Newborn care. Neonatal sepsis http://www.newbornwhocc.org/pdf/teaching-aids/neonatalsepsis.pdf
43
16. Baltimore, RS. Neonatal Sepsis : Epidemiology and Management. Pediatr Drugs. 2003:6 (11) : 723-40.
17. Kuster H, Weiss M, Willeitner AE, et al. Interleukin-I receptor antagonist and interleukin-6 for early diagnosisof neonatal sepsis 2 days before clinical
manifestation. Lancet. 1998; 352:1271-7.
18. Orlando Regional Healthcare, Education & Development. Neonatal sepsis : self-learning packet [Internet]. [Orlando] : Education & Development ;
[diperbarui 10 Mar 2004; diakses 14 Okt 2013]. Diakses dari http://www.orlando
health.com/pdf%20folder/neonatal%20sepsis .pdf.
19. Bone RC. Immunologic dissonance : a continuing evolution in our understanding of the systemic inflammatory response syndrom. Ann Intern Med.
1996; 125 : 690-1.
20. NNF Teaching Aids: Newborn care. Neonatal sepsis[Internet].[diakses 14 Okt 2013]. Diunduh dari http://www.newbornwhocc.org/pdf/teaching-aids/
neonatalsepsis.pdf
Perinatal and Maternal Mortality Review Committee Reporting mortality 2010.
Sixth annual report of the perinatal and maternal mortality review
committee[Internet]. Wellington : Health Quality & safety commission 2012;
[diakses 22 okt 2013]. Diunduh dari :
https://www.hqsc.govt.nz/assets/PMMRC/Publications/PMMRC-6th-Report-
2010-Lkd.pdf.
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/pdfs/lancet_neonatal_survival_paper2.p
df
1 Aminullah, A. Sepsis pada bayi baru lahir. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI :171 85. 2 Kardana, IM. Incidence and factors associated with mortality of neonatal sepsis.
Paediatricia Indones. 2011; 51(3) : 144 8. Available at [http://www.paediatrica indonesiana.org/pdffile/51-3-5.pdf]
3 World Health Organization. Major causes of death in neonates and children
under five GLOBAL -2008 (revised). The World Health Statistics; 2011.
Available at [http://www.who.int/maternal_child_adolescent/media/CAH_causes_
death_u5_neonates_2008.pdf]
4 Roeslani RD, Amir I, Nasrulloh MH, Suryani. Penelitian awal : faktor
risiko pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri. 2013; 14(6) : 363-8.
44
5 Sastroasmoro S(Ed.). Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo; 2007.
6 Evridki K, Plessa VE, Karageorgopoulos DE, Mantadakis E, Falagas ME. Serum
procalcitonin as a diagnostic marker for neonatal sepsis : a systematic review and
meta-analysis. Intensive Care Med; 2011
7 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penatalaksanaan sepsis neonatorum
[Internet]. [diakses 22 okt 2013]. Diunduh dari
buk.depkes.go.id/index.php?option=com.
8 Baltimore, RS. Neonatal Sepsis : Epidemiology and Management. Pediatr
Drugs. 2003:6 (11) : 723-40.
9 Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. 2001
SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definition Conference.
Intensive Care Med. 2003 ; 29 : 230 38. 10
Wynn JL, Wong RW. Pathophysiology and treatment of septic shock in
neonates. Clin Perinatol. 2010; 37(2) : 439-79.
11
Haque KN. Definitions of bloodstream Infection in the newborn. Pediatr Crit
care med. 2005 ; 6:45-9. In : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Penatalaksanaan sepsis neonatorum [Internet]. [diakses 22 okt 2013]. Diunduh
dari buk.depkes.go.id/index.php?option=com.
12
Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Members of the international consensus
conference on neonatal sepsis definition for sepsis and organ dysfunction in
pediatrics.Pediatr Crit Care Med. 2005; 6 (1) :2-8.[diakses 22 okt 2013]. Diunduh
dari http://intensivo.sochipe.cl/subidos/catalogo3/Consenso%20Sepsis%20en%20
Pediatria.pdf
13
Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simunetti AF, Pacifico, L. Diagnosis of
neonatal sepsis. Clinical chemistry. 2004 ; 50(2) : 279 87. 14
Carrigan SD, Scott G, Tabrizian M. Toward resolving the challenges of sepsis
diagnosis. Clinical Chemistri. 2004; 50(8) : 1301-14. [Diakses 22 okt 2013]
diunduh dari http://www.clinchem.org/content/50/8/1301.full.pdf
15
NNF Teaching Aids: Newborn care. Neonatal sepsis
http://www.newbornwhocc.org/pdf/teaching-aids/neonatalsepsis.pdf