Upload
trankhue
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
SERAPAN DAN PENETRASI
BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH
METAKAOLIN DAN SERAT ALUMINIUM
ABSORPTION AND PENETRATION OF NORMAL CONCRETE WITH
METAKAOLIN AND ALUMINIUM FIBER AS ADMIXTURES
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh :
Munika Nurma Yulita
NIM. I.0106103
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Serapan dan penetrasi
beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat
aluminium
ABSORPTION AND PENETRATION OF NORMAL CONCRETE WITH
METAKAOLIN AND ALUMINIUM FIBER AS ADMIXTURES
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
MUNIKA NURMA YULITA
NIM. I 0106103
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan:
Dosen Pembimbing I
Ir. A. Mediyanto, MT NIP 19620118 199702 1 001
Dosen Pembimbing II
Ir. Endang Rismunarsi, MT NIP 19570917 198601 2 001
iii
HALAMAN PENGESAHAN
SERAPAN DAN PENETRASI
BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH
METAKAOLIN DAN SERAT ALUMINIUM
ABSORPTION AND PENETRATION OF NORMAL CONCRETE WITH
METAKAOLIN AND ALUMINIUM FIBER AS ADMIXTURES
SKRIPSI
Disusun Oleh :
MUNIKA NURMA YULITA
NIM. I 0106103
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari : Susunan Tim Penguji: 1. Ir. A. Mediyanto, MT
NIP 19620118 199702 1 001 ( ..................................................... )
2. Ir. Endang Rismunarsi, MT NIP 19570917 198601 2 001 ( ..................................................... )
3. Ir. Budi Utomo, MT NIP 19600629 198702 1 002 ( ..................................................... )
4. Achmad Basuki, ST, MT NIP 19710901 199702 1 001 ( ..................................................... )
Mengetahui, a.n. Dekan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Pembantu Dekan I
Ir. Noegroho Djarwanti, MT. NIP. 19561112 198403 2 007
Mengesahkan, Ketua Jurusan Teknik Sipil
Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 19590823 198601 1 001
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Beton sangat banyak digunakan secara luas dalam dunia teknik sipil. Hal ini
disebabkan karena beton mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan beton
diantaranya adalah memiliki kuat desak yang tinggi, bentuknya yang dapat
disesuaikan dengan keinginan, tahan terhadap perubahan cuaca, serta tahan
terhadap korosi dan tahan api.
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keawetan beton adalah
adanya aliran air masuk ke dalam beton (permeation). Terdapat beberapa cara
aliran air masuk ke dalam beton, diantaranya adalah masuknya air ke dalam pipa-
pipa kapiler (capillary suction) yang disebut serapan air dan penetrasi yang terjadi
akibat adanya perbedaan tekanan, baik tekanan cairan maupun tekanan gas.
Rembesan air terutama yang mengandung bahan yang merusak beton bertulang
diatasi dengan memasang selimut beton dengan ketebalan minimal 50 mm. Beton
memenuhi persyaratan kedap air agresif kuat apabila penetrasi air yang masuk ke
dalam beton tidak melampaui 30 mm dan memenuhi persyaratan kedap air agresif
sedang apabila penetrasi air yang masuk ke dalam beton tidak melampaui 50 mm
(SK SNI S-36-1990-03). Untuk serapan air pada beton tidak boleh melebihi 2,5 %
dari berat kering oven (perendaman 10,5 menit dalam air) dan 6,5 % untuk
perendaman 24 jam (SK SNI S-36-1990-03).
Secara material maka perlu dilakukan agar beton yang digunakan benar-benar
kedap air. Salah satu usaha yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menambahkan bahan tambah pada beton (concrete admixture) yaitu berupa
metakaolin dan serat aluminium.
Metakaolin sebagai salah satu jenis pozzolan mempunyai ukuran rata-rata
partikelnya lebih kecil daripada ukuran rata-rata partikel semen sehingga dapat
v
bekerja untuk mengisi ruang antar butiran semen dan dapat memperkuat ikatan
antar partikel-partikelnya. Penyebaran pori-pori dalam beton diharapkan dapat
dikurangi dengan adanya metakaolin sehingga total volume pori berkurang dan
ukuran rata-rata pori mengecil.
Ide penambahan serat aluminium diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
terhadap beton, dimana dengan serat tersebut dapat mengurangi masuknya air ke
dalam pipa-pipa kapiler (capillary suction) dalam beton dan atau nilai serapan air
dan penetrasi dalam beton memenuhi syarat untuk beton kedap air. Disamping itu
serat ini diharapkan mampu menambah kuat tekan, MOE, kuat tarik belah, MOR,
kuat kejut, stiffnes dan thougnes.
Dalam penelitian ini akan dicoba dan dievaluasi seberapa besar kemampuan beton
normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium tersebut terhadap
serapan dan penetrasi sebagai tolak ukur keawetan beton.
.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut :
Seberapa besar nilai serapan dan penetrasi beton normal dengan bahan tambah
metakaolin dan serat aluminium pada variasi campuran yang telah ditentukan.
1.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini untuk mempermudah pembahasan diberikan batasan-batasan
masalah sebagai berikut :
a. Benda uji yang digunakan berupa silinder dengan Ø 7,5 cm dan tinggi 15 cm
untuk uji serapan air dan uji penetrasi.
b. Serat yang digunakan adalah serat aluminium yang dipotong-potong
sepanjang 5cm dan lebar 2 mm.
c. Volume serat aluminium terhadap volume beton adalah 0%; 0,33%; 0,66%
dan 1%.
vi
d. Semen yang digunakan adalah semen Portland jenis I.
e. Penambahan metakaolin adalah sebesar 7,5% dari berat semen.
f. Pengujian serapan dan penetrasi beton dilakukan pada umur perawatan benda
uji beton 28 hari.
i. Adukan dianggap homogen dan penyebaran serat alumunium dianggap merata.
j. Tidak dibahas reaksi kimia yang terjadi pada campuran tehadap bahan-bahan
yang digunakan.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai serapan dan penetrasi
beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium pada variasi
campuran yang telah ditentukan.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur.
b. Menambah pengetahuan tentang persentase serat aluminium pada beton
normal metakaolin ditinjau dari parameter serapan dan penetrasi betonnya.
2. Manfaat Praktis
Mengoptimalkan pemanfaatan serat aluminium dan metakaolin dalam
pengembangan teknologi beton yang kedap air.
vii
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Uraian Umum
Pada penelitian ilmiah diperlukan langkah-langkah kerja yang runtut dan teratur
supaya didapat suatu hasil ataupun jawaban yang sangat rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah kerja secara ilmiah tersebut biasa juga
disebut dengan metode penelitian. Dengan kata lain metode penelitian adalah
langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam penelitian suatu masalah,
kasus, gejala, fenomena atau lainnya dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan
jawaban yang rasional.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yaitu
metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan secara langsung
untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel
yang diselidiki. Pada penelitian ini eksperimen dilakukan di laboratorium. Dalam
penelitian ini terdapat beberapa variabel yang terdiri dari variabel bebas dan
variabel tak bebas. Variabel bebas dalam penelitian adalah beton normal dengan
bahan tambah metakaolin dan serat aluminium pada variasi campuran, sedangkan
variabel tak bebas adalah serapan dan penetrasi beton.
3.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bahan, Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Univesitas Sebelas Maret, Surakarta.
3.3. Benda Uji Penelitian
viii
Benda uji pada penelitian ini berupa silinder beton yang dicetak di dalam pipa
PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm, diantaranya 12 sampel untuk uji
serapan air dan 12 sampel untuk uji penetrasi air. Digunakan 4 variasi penggunaan
serat yaitu beton dengan kadar serat 0%; 0,33%; 0,66%; dan 1%, dimana setiap
variasi tersebut terdiri dari 3 buah sampel.
Untuk perincian benda uji yang digunakan dalam penelitian ini secara jelas dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.1 Jumlah dan Kode Benda Uji Serapan dan Penetrasi
% serat
Pengujian
0% 0,33% 0,66% 1%
S.0-1 S.0,33-1 S.0,66-1 S.1-1
S.0-2 S.0,33-2 S.0,66-2 S.1-2 Serapan
S.0-3 S.0,33-3 S.0,66-3 S.1-3
P.0-1 P.0,33-1 P.0,66-1 P.1-1
P.0-2 P.0,33-2 P.0,66-2 P.1-2 Penetrasi
P.0-3 P.0,33-3 P.0,66-3 P.1-3
15cm
7,5cm
Gambar 3.1 Benda Uji Serapan dan Penetrasi Beton
3.4. Tahap dan Posedur Penelitian
ix
Karena sifat penelitian yang ilmiah, maka penelitian ini dilaksanakan dalam
urutan dan sistematika yang jelas. Tahapan-tahap pelaksanaan penelitian
direncanakan melalui beberapa tahapan kerja sebagai berikut :
1. Tahap I (Tahap Persiapan)
Pada tahap ini dilakukan studi literatur dan seluruh bahan serta peralatan yang
akan digunakan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian
dapat berjalan dengan lancar.
2. Tahap II (Tahap Pengujian Bahan)
Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat halus dan agregat kasar
yang akan digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan
karakteristik bahan tersebut sehingga dapat diketahui apakah bahan yang
digunakan memenuhi persyaratan atau tidak.
3. Tahap III (Tahap Pembuatan Benda Uji)
Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut :
a. Perhitungan rencana campuran
b. Pembuatan adukan beton
c. Pemeriksaan nilai slump
d. Pembuatan beda uji
4. Tahap IV (Tahap Perawatan Benda Uji / Curing)
Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada
tahap III. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji pada hari ke-
2 selama 2 hari, kemudian beton dikeluarkan dari air dan diangin-anginkan
selama 26 hari atau sampai benda uji berumur 28 hari.
5. Tahap V (Tahap Pengujian Benda Uji)
Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah pengujian serapan dan
penetrasi terhadap sampel beton silinder dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15
cm setelah beton mencapai umur 28 hari.
6. Tahap VI (Tahap Analisis Data)
x
Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian serapan dan penetrasi
kemudian dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara
variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.
7. Tahap VII (Tahap Pengambilan Kesimpulan)
Pada tahap ini, data yang telah dianalisis kemudian dibuat suatu kesimpulan
yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
Tahapan penelitian secara skematis dalam bentuk bagan alir ditunjukkan dalam
gambar 3.2
Persiapan
Semen Aluminium Agregat Halus Agregat Kasar Air Metakaolin
Uji:Kadar lumpurKadar organikSpesific gravityGradasi
Uji:AbrasiSpesific grafityGradasi
Yes
No
Perhitungan Rencana Campuran
Pembuatan Adukan Beton
Pembuatan Benda Uji
Perawatan ( Curing )
Pengujian
Analisis Data
Kesimpulan
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V
TAhap VI
Tahap VII
Uji Slump
Gambar 3.2 Bagan Alir Tahap-Tahap Penelitian
3.5. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar
xi
Pengujian terhadap bahan-bahan pembentuk beton perlu dilakukan untuk
mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan penyusun beton tersebut. Pengujian
ini dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar. Pengujian dilakukan
dengan standar ASTM & SK SNI, sedangkan air yang digunakan dalam adukan
beton sesuai dengan standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6
3.5.1. Standar Pengujian Agregat Halus
Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan
disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar
pengujian terhadap agregat halus adalah sebagai berikut :
a. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk pengujian kandungan zat organik
dalam agregat halus.
b. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk pengujian agregat yang lolos
saringan no. 200 dengan pencucian (tes kandungan
lumpur).
c. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari
agregat halus.
d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.
Spesifikasi bahan untuk agregat halus adalah sebagai berikut :
a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.
b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.
3.5.2. Standar Pengujian Agregat Kasar
Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan
disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar
pengujian terhadap agregat kasar adalah sebagai berikut :
a. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari
agregat kasar.
b. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan agregat kasar.
c. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat kasar.
xii
Spesifikasi bahan untuk agregat kasar adalah sebagai berikut :
a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.
b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.
3.6. Alat-Alat yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di Laboratorium Bahan,
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univesitas Sebelas Maret, Surakarta.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain :
1. Ayakan dan mesin penggetar ayakan
Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk ”controls” Italy,
dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan
yang tersedia adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9.5
mm, 4.75 mm, 2.36 mm, 1.18 mm, 0.85 mm, 0.30 mm, 0.15 mm, dan pan.
2. Timbangan
a. Neraca merk ”Murayama Seisakusho Ltd” Japan dengan kapasitas 5 kg,
ketelitian sampai 0,10 gram dan digunakan untuk mengukur berat material
yang berada dibawah kapasitasnya.
b. Timbangan ”Bascule Merk DSN Bola Dunia” dengan kapasitas 150 kg
dengan ketelitian 0,1 kilogram.
3. Oven
Untuk keperluan pengeringan agregat maupun benda uji digunakan oven
listrik merk ”memmert”, West Germany dengan temperatur maksimum 220 oC
dan daya listrik 1500 W.
4. Mesin Los Angeles
Mesin los angeles yang digunakan adalah merk ”controls” Italy serta 11 buah
baja, digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.
5. Conical Mould
Conical mould dengan ukuran sisi atas Ø 3,8 cm, sisi bawah Ø 8,9 cm dan
tinggi 7,6 cm lengkap dengan penumbuknya. Digunakan untuk mengukur
keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dari agregat halus (pasir).
6. Kerucut Abram
xiii
Kerucut abram terbuat dari baja dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah
20 cm, dan tinggi 30 cm, digunakan untuk mengukur nilai slump adukan
beton.
7. Cetakan benda uji
Digunakan untuk mencetak benda uji. Bentuk cetakan ini adalah silinder yang
berupa pipa PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm.
8. Mesin aduk beton (molen) berkapasitas 0,25 m3 yang digunakan untuk
mengaduk bahan-bahan pembentuk beton.
9. Alat-alat bantu
Untuk kelancaran dan kemudahan dalam penelitian digunakan beberapa alat
bantu yaitu :
a. Gelas ukur 2000 ml untuk menakar air.
b. Gelas ukur 250 ml untuk meneliti kandungan lumpur dan kandungan zat
organik agregat halus.
c. Cetok semen digunakan untuk mengambil material, mengaduk dan untuk
memasukkan campuran adukan beton ke dalam cetakan beton.
d. Besi penusuk berfungsi untuk pemadatan.
e. Vibrator untuk pemadatan campuran beton agar homogen.
f. Alat pencatat waktu.
g. Ember untuk tempat air.
h. Cangkul dan sekop untuk mengaduk bahan-bahan campuran beton agar
merata.
10. Satu set alat uji serapan
a. Ember digunakan untuk merendam bahan uji.
b. Timbangan digital untuk mengukur berat benda uji.
11. Satu set alat uji penetrasi beton
a. Air compressors untuk menghasilkan tekanan udara.
b. Tabung gas yang dilengkapi dengan pengukur tekanan yang berfungsi
untuk pengumpul tekanan udara.
c. Selang tekanan untuk menyalurkan tekanan dari tabung ke benda uji.
d. Katup pengatur tekanan untuk mengatur keluar masuknya tekanan dan
sebagai penghubung selang ke benda uji maupun tabung gas.
e. Selang transparan dipakai untuk mengukur penurunan aliran air.
xiv
f. Tiang penyangga untuk menggantung selang transparan agar dapat tegak.
3.7. Pengujian Bahan Dasar Beton
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material
pembentuk beton. Pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam
penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan agregat kasar.
Sedangkan semen tidak dilakukan pengujian.
3.7.1. Pengujian Agregat Halus
3.7.1.1. Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus
Pasir sebagai agregat halus dalam campuran beton tidak boleh mengandung zat
organik terlalu banyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton
yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna
dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan
persyaratan dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971).
Tabel 3.2 Hubungan Perubahan Warna NaOH dengan Prosentase Kandungan Zat
Organik
Warna campuran air +
NaOH
Kandungan Zat
Organik
Jernih
Kuning Muda
0 %
0 - 10%
xv
Kuning Tua
Kuning Kemerahan
Coklat Kemerahan
Coklat Tua
10 - 20%
20 - 30%
30 - 50%
50 - 100%
Sumber : Prof. Ir.Rooseno
Pengujian kandungan zat organik agregat halus bertujuan untuk menentukan
banyak sedikitnya kandungan zat organik dalam pasir. Alat dan bahan yang
digunakan dalam pengujian ini antara lain:
· Gelas ukur 250 cc
· Oven
· Ayakan 2 mm
· Timbangan
· Agregat halus (pasir) kering oven lolos ayakan 2 mm
· Larutan NaOH 3 %
Langkah pengujian kandungan zat organik agregat halus dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
· Mengambil contoh pasir kering oven secukupnya.
· Mengayak pasir dengan ayakan 2 mm hingga hasil ayakan mencapai 130 cc.
· Memasukkan contoh pasir dalam gelas ukur 250 ml.
· Menuangkan NaOH 3% ke dalam gelas ukur sehingga mencapai 200 ml.
· Mengocok pasir dan larutan NaOH selama 10 menit.
· Meletakkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam.
· Mengamati warna air di atas pasir.
· Mencocokkan dengan tabel Prof. Rosseno.
3.7.1.2. Pengujian Kadar Lumpur dalam Agregat Halus
Agregat halus yang umum dipergunakan sebagai bahan dasar beton adalah pasir.
Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan.
Untuk itu maka pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang
xvi
dihasilkan. Untuk itu maka pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa
persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih dari kandungan lumpur.
Lumpur adalah bagian dari pasir yang lolos ayakan 0,036 mm. Apabila kadar
lumpur yang ada lebih dari 5% dari berat keringnya, maka pasir harus dicuci
terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai material penyusun beton.
Pengujian kadar lumpur dalam agregat halus bertujuan untuk mendeteksi
kandungan lumpur dalam pasir sebagai salah satu komponen penyusun beton.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
· Gelas ukur 250 cc
· Cawan Aluminium
· Neraca dengan ketelitian 100 mg
· Pipet
· Oven
· Agregat halus (pasir) kering oven lolos ayakan 2 mm
· Air Bersih
Langkah pengujian kadar lumpur dalam agregat halus dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
· Menyiapkan sampel pasir dan mengeringkan dalam oven.
· Menimbang pasir kering oven seberat 100 gram.
· Memasukkan pasir ke dalam gelas ukur
· Melakukan proses pencucian sebagai berikut :
a) Memasukkan air ke dalam gelas ukur yang telah berisi pasir dengan
ketinggian 12 cm dari permukaan pasir.
b) Menutup mulut gelas rapat-rapat dengan tangan.
c) Gelas dikocok 10 kali (dianggap satu kali pencuucian).
d) Membuang air dalam gelas (usahakan pasir tidak ikut terbuang).
e) Proses pencucian diulang sampai bersih.
xvii
· Menuangkan pasir ke dalam cawan (air yang ikut menetes diambil dengan
pipet).
· Mengeringkan pasir dalam cawan tersebut pada oven dengan suhu 110 °C.
· Mengeluarkan pasir tersebut dari oven dan mendiamkannya hingga mencapai
suhu kamar.
· Menimbang pasir yang sudah dikeringkan.
· Menganalisis data
Berat awal pasir (a)
Berat akhir pasir (b)
Kadar Lumpur %100a
ba´
-=
· Membandingkan hasil perhitungan dengan persyaratan PBI NI-1971. Bila lebih
dari 5% maka pasir harus dicuci kembali sebelum digunakan.
3.7.1.3. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam
merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel
tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan.
Pengujian spesific gravity agregat halus bertujuan untuk menentukan bulk spesific
gravity, bulk spesific gravity SSD, apparent spesific gravity, dan absorption
agregat halus. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
· Conical Mould dan temper (pemadat)
· Tabung Volumetrick Flash 500 cc
· Neraca/timbangan
· Oven
· Cawan
· Pipet
· Agregat halus lolos ayakan 2 mm
· Air bersih
xviii
Langkah pengujian spesific gravity agregat halus dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
· Membuat pasir dalam keadaan SSD dengan cara :
a) Mengambil pasir yang telah disediakan (dianggap kondisi lapangan SSD),
masukkan dalam conical mould sampai 1/3 tinggi.
b) Menumbuk dengan tamper sebanyak 15 kali, tinggi jatuh temper 2 cm.
c) Menambah pasir hingga 2/3 tinggi, lalu mengulangi prosedur b.
d) Menambah pasir hingga penuh dan mengulangi lagi prosedur b.
e) Memasukkan pasir hingga penuh lalu meratakan permukaan pasir.
f) Mengangkat conical mould sehingga pasir dengan sendirinya akan merosot.
Pemerosotan pasir tidak boleh lebih dari ½ tinggi dan apabila penurunan
pasir mencapai 1/3 tinggi atau ± 2,5 cm, maka pasir tersebut sudah dalam
keadaan kering permukaan (SSD).
· Mengambil pasir SSD sebanyak 500 gram, dimasukkan dalam volumetrick
flash, dan diisi air hingga penuh lalu didiamkan hingga 24 jam.
· Setelah 24 jam, menimbang volumetrick flash yang berisi pasir dan air tersebut.
· Mengeluarkan pasir dari volumetrick flash dan memasukkan ke cawan dengan
membuang air terlebih dahulu, jika dalam cawan masih ada air
mengeluarkannya dengan menggunakan pipet.
· Memasukkan pasir dalam cawan ke dalam oven dengan suhu 1100 C selama
24 jam.
· Volumetrick flash yang telah kosong dan bersih diisi air sampai penuh dan
ditimbang.
· Pasir yang telah dioven didiamkan sampai mencapai suhu kamar kemudian
menimbang pasir tersebut.
· Dari data yang diperoleh, dapat dihitung nilai spesific gravity (berat jenis).
Berat pasir SSD = D
Berat pasir kering oven = A
Berat volumetrick flash + air = B
Berat volumetrick flash + air + pasir = C
xix
Bulk Specific Gravity = CDBA-+
Bulk Specific Gravity SSD = CDBD-+
Apparent Specific Gravity = CBAA-+
Absorption = %100´-D
AD
3.7.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus
Gradasi adalah keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih
diperhitungkan daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan
dan sifat kohesi campuran adukan beton.
Pengujian gradasi agregat agregat halus bertujuan untuk memeriksa susunan atau
variasi susunan agregat halus dan angka kehalusan agregat halus (pasir) tersebut.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
· Neraca/timbangan berkapasitas 5 kg, ketelitian 100 mg.
· Satu set mesin getar.
· Satu set ayakan dengan diameter :
Ø 9,50 mm
Ø 4.75 mm
Ø 2.36 mm
Ø 1.18 mm
Ø 0.85 mm
Ø 0.30 mm
Ø 0.15 mm
Ø 0 (pan)
· Agregat halus (pasir) 3000 gr
xx
Langkah pengujian gradasi agregat agregat halus dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
· Menyiapkan agregat halus (pasir) sebanyak 3000 gr.
· Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari pan (paling
bawah), hingga ayakan 9,5 mm (paling atas), lalu susunan ayakan tersebut
diletakkan pada mesin penggetar.
· Menuangkan pasir ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat
susunan ayakan tersebut.
· Menghidupkan mesin penggetar selama 5 menit.
· Setelah 5 menit matikan mesin, lalu menimbang dan mencatat berat agregat
halus yang tertinggal pada masing-masing ayakan.
· Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan rumus
Modulus kehalusan = d e
dimana :
d = jumlah dari persentase komulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam
pan
e = jumlah dari persentase berat pasir yang tertinggal
3.7.2. Pengujian Agregat Kasar
3.7.2.1. Pengujian Spesific Gravity Agregat Kasar
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam
merencanakan campuran adukan beton, karena dengan variabel tersebut dapat
dihitung volume dari agregat kasar yang diperlukan. Pengujian spesific gravity
agregat kasar dalam penelitian ini menggunakan kerikil dengan diameter
maksimal 25 mm.
Pengujian spesific gravity agregat kasar bertujuan untuk menentukan bulk specific
gravity, bulk spesific gravity SSD, apparent spesific gravity, dan absorption
agregat kasar. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
· Timbangan/neraca kapasitas 5 kg ketelitian 100 mg
· Bejana dan container
xxi
· Oven
· Saringan atau ayakan
· Lap ( dari kain )
· Tangki Air
· Agregat kasar (kerikil)
· Air Bersih
Langkah pengujian spesific gravity agregat kasar dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
· Mengambil kerikil (sampel) kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran.
· Mengeringkan kerikil dalam oven dengan suhu 110°C selama 24 jam.
· Mendiamkan kerikil setelah dioven hingga mencapai suhu kamar.
· Menimbang kerikil seberat 3000 gram.
· Memasukkan kerikil ke dalam container dan direndam selama 24 jam.
· Setelah 24 jam, container dan kerikil ditimbang dalam keadaan terendam air.
· Mengangkat container dari dalam air kemudian mengeringkan kerikil dengan
dilap (sampai kondisi SSD/kering permukaan), lalu menimbangnya.
· Menimbang container (dalam keadaan tercelup air).
· Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil
penimbangan langkah ke 6 dengan berat container.
· Menganalisis data hasil pengujian
Berat kerikil oven = A
Berat kerikil dalam air = C
Berat kerikil dalam kondisi SSD = B
Bulk Specific Gravity = CBA-
Bulk Specific Gravity SSD = CBB-
Apparent Specific Gravity = CAA-
xxii
Absorption = %100´
-A
AB
3.7.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Agregat kasar dapat berupa kerikil kasar hasil disintegrasi alami berupa batu
pecah (split) yang dipecah dengan alat pemecah batu. Tujuan dari pengujian ini
adalah untuk mengetahui susunan gradasi yang akan digunakan. Alat dan bahan
yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
· Neraca
· Oven
· Mesin penggetar
· Satu set ayakan dengan diameter:
Ø 38 mm
Ø 25 mm
Ø 19 mm
Ø 12,5 mm
Ø 9,5 mm
Ø 4,75 mm
Ø 2,36 mm
Ø 0,00 (pan)
· Agregat kasar kering oven
Langkah pengujian gradasi agregat kasar dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut :
1. Menyiapkan agregat kasar (kerikil) yang telah dioven selama 24 jam dengan
suhu 110°C seberat 3000 gram.
2. Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari pan 0,00;
2,36; 4,75; 9,5; 12,5; 19; 25; 38, lalu susunan ayakan tersebut diletakkan pada
mesin penggetar.
3. Menuangkan kerikil ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat
susunan ayakan tersebut dan diletakkan di mesin penggetar.
xxiii
4. Menghidupkan mesin penggetar selama ± 5 menit.
5. Setelah 5 menit matikan mesin, lulu menimbang dan mencatat berat agregat
kasar yang tertinggal pada masing-masing ayakan.
6. Menghitung modulus kehalusan dengan rumus :
Modulus kehalusan = m n dimana :
m = jumlah dari persentase komulatif berat kerikil yang tertinggal selain
dalam pan
n = jumlah dari persetase berat kerikil yang tertinggal
3.7.2.3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar
Agregat kasar merupakan salah satu bahan dasar beton yang harus memenuhi
standar tertentu untuk daya tahan keausan terhadap gesekan. Standar ini dapat
diketahui dengan alat yang disebut bejana Los Angeles. Agregat kasar harus tahan
terhadap gaya aus gesek dan bagian yang hilang karena gesekan tidak boleh >
50%.
Pengujian abrasi agregat kasar bertujuan untuk mengetahui tingkat keausan
karena gesekan atau perputaran yang terdeteksi dengan prosentase. Alat dan
bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
· Mesin ”Los Angeles”
· Saringan dengan fraksi 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 2 mm
· Abrassi test machine (mesin pemutar los angeles)
· Bola pejal 12 buah
· Agregat kasar yang lolos saringan 19,5 mm, tertampung saringan 12,5 mm
sebanyak 5 kg.
· Agregat kasar yang lolos saringan 12,5 mm, tertampung saringan 9,5 mm
sebanyak 5 kg.
Langkah pengujian abrasi agregat kasar dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut :
xxiv
%100´-
=a
ba
· Mencuci agregat kasar sampai bersih kemudian mengeringkan dalam oven
dengan suhu 110°C selama 24 jam.
· Mengayak agregat kasar tersebut dan memasukkan hasil ayakan ke dalam
mesin Los Anggeles dan diputar sebanyak 1000 kali yang di dalamnya terdapat
12 bola baja.
· Setelah diputar, menimbang hasil pemutaran yang tertahan pada ayakan 2 mm.
· Akan diadakan variasi kelas abrasi.
· Menganalisis data :
Berat kerikil sebelum diuji = a
Berat kerikil setelah diuji = b
Keausan yang terjadi
3.8. Perencanaan Campuran Beton
Dalam penelitian ini digunakan campuran adukan beton dengan mutu 23 MPa.
Cara yang digunakan dalam perencanaan campuran adukan beton merupakan cara
yang direkomendasikan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Perhitungan perencanaan
campuran beton disajikan dalam lampiran C.
3.9. Pembuatan Benda Uji
Langkah-langkah pembuatan benda uji dalam penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Menyiapkan material (semen, metakaolin, agregat halus, agregat kasar, air dan
serat aluminium ) dan peralatan yang akan digunakan untuk campuran beton.
b. Menyiapkan cetakan beton.
c. Menimbang masing-masing material berdasarkan perhitungan mix design
beton.
d. Membuat adukan dengan cara mencampurkan material-material tersebut
dengan mixer.
e. Memeriksa nilai slump dari adukan beton tersebut.
xxv
f. Adukan dituang ke dalam cetakan beton dan digunakan vibrator agar adukan
homogen dan merata di dalam cetakan, dan memberi tanda untuk masing-
masing benda uji.
h. Melepas benda uji dari cetakan setelah 24 jam kemudian dilakukan curing
terhadap benda uji tersebut.
3.10. Pengujian Nilai Slump
Slump beton adalah besaran kekentalan ( viscocity ) atau plastisitas dan kohesif
beton segar. Menurut SK SNI M-12-1989-F, cara pengujian nilai slump adalah
sebagai berikut :
1. Membasahi cetakan dan pelat dengan kain basah
2. Meletakkan cetakan diatas pelat dengan kokoh
3. Mengisi cetakan sampai penuh dalam 3 lapisan dimana tiap lapisan berisi kira-
kira ⅓ isi cetakan, kemudian setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat
sebanyak 25 x tusukan
4. Segera setelah selesai penusukan, ratakan permukaan benda uji dengan
tongkat dan semua sisa benda uji yang ada di sekitar cetakan harus
disingkirkan
5. Mengangkat cetakan perlahan-lahan tegak lurus keatas
6. Mengukur nilai slump yang terjadi
3.11. Perawatan Benda Uji
Perawatan beton adalah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton segar
selalu lembab sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras.
Hal ini di maksudkan untuk menjamin agar proses hidrasi dapat berlangsung
dengan baik dan proses pengerasan terjadi dengan sempurna sehingga tidak terjadi
retak-retak pada beton dan mutu beton dapat terjamin.
xxvi
Perawatan ini dilakukan dengan cara merendam beton ke dalam bak selama 2
hari. Kemudian beton diangin-anginkan selama 26 hari atau sampai benda uji
berumur 28 hari dan diadakan pengujian beton.
3.12. Pengujian Serapan Beton
Pengujian serapan beton menggunakan benda uji silinder diameter ø 7,5 cm dan
tinggi 15 cm. Pengujian absorpsi beton dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Setelah mencapai umur 28 hari setelah reaksi hidrasi pada semen selesai
sampel beton dikeringkan dengan oven sampai mencapai berat konstan.
2. Setelah dikeluarkan dari oven, semua sampel beton ditimbang.
3. Merendam sampel beton selama 10 + 0,5 menit, 30 menit, 60 menit, 24 jam, 2
x 24 jam dan 3 x 24 jam.
4. Kemudian dibuat sampel dalam kondisi SSD, setelah itu menimbang masing-
masing sampel selama batas waktu perendaman tersebut untuk
membandingkan perbedaan antara berat kondisi SSD dengan berat kering
oven.
3.13. Pengujian Penetrasi Beton
Berdasarkan Neville dan Brooks (concrete technology, 1987) uji penetrasi beton
dapat diukur dari percobaan sampel beton yang di-sealed dari air yang bertekanan
pada sisi atasnya saja dan meliputi aspek banyaknya air yang mengalir lewat
ketebalan beton pada waktu tertentu.
Pengujian penetrasi beton menggunakan benda uji silinder diameter 7,5 cm dan
tinggi 15 cm. Pengujian penetrasi beton dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Setelah mencapai umur 28 hari, sampel beton dikeringkan dengan oven
sampai mencapai berat konstan.
2. Selang air bertekanan dipasang pada permukaan atas sampel dengan cara
memberi lubang sebesar pipa selangnya. Pipa selang yang berisi air di-sealed
di ikat dengan klem pada atas permukaan beton.
xxvii
3. Sampel dikenakan air bertekanan 1 kg/cm2 selama 48 jam, dilanjutkan air
bertekanan 3 kg/cm2 selama 24 jam dan air dengan tekanan 7 kg/cm2 selama
24 jam.
Tabel 3.3 Tekanan Air dan Waktu Penekanan
Tekanan Air
(kg/cm2)
Waktu
(jam)
1
3
7
48
24
24
(Sumber : Suwandojo siddiq, makalah seminar ITB, 1987)
4. Selang air bertekanan dilepas, kemudian dipasang selang transparan berisi air
yang diletakkan pada penyangga, diamkan selama 1 jam untuk mengetahui
penurunan air yang terjadi dan tingginya air jatuh.
5. Kemudian sampel dibelah dan diukur kedalaman penetrasi air serta diameter
sebaran air.
3.14. Analisis Data dan Pembahasan
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses pengolahan data yang
diperoleh dari hasil pengujian ini dipakai microsoft excell untuk menyajikan data
menjadi informasi yang lebih sederhana, mudah dimengerti dan dipahami oleh
setiap pembaca yang kemudian dilakukan pembahasan guna menarik kesimpulan.
Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai serapan dan
penetrasi beton normal metakaolin berserat aluminium pada variasi campuran
yang telah ditentukan, kemudian menganalisis perbedaan hasilnya.
Menyimpulkan kecenderungan dari hasil nilai serapan dan penetrasi beton normal
metakaolin berserat aluminium.
xxviii
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Agregat
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini
meliputi pengujian kandungan lumpur, kandungan zat organik, berat jenis, dan
gradasi pasir. Setelah dilakukan pengujian didapat hasil pengujian yang disajikan
dalam tabel 4.1. Untuk perhitungan dan data-data pengujian secara lengkap
terdapat pada lampiran A.
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan
Kandungan Zat
Organik
Larutan NaOH 3%
berwarna kuning
muda
Jernih atau kuning
muda
Memenuhi
Syarat
Kandungan
Lumpur
5% Maksimum 5% Memenuhi
Syarat
Bulk Spesific
Gravity
2,5789
- -
Bulk Spesific
Gravity SSD
2,6315
2,5 - 2,7 Memenuhi
Syarat
Apparent Spesific
Gravity
2,722
- -
Absorption 2,04% - -
Modulus Halus
Butir
2,69 2,3 - 3,1 Memenuhi
Syarat
Untuk hasil pengujian agregat halus serta persyaratan batas dari ASTM C33-97
dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
xxix
Berat Tertahan No
Diameter Ayakan Berat
(gram) % Kumulatif
(%)
Berat Lolos
Kumulatif
ASTM C 33
1 9.5 0 0.000 0.000 100.000 100
2 4.75 90 4.511 4.511 95.489 95-100
3 2.36 200 10.025 14.536 85.464 80-100
4 1.18 220 11.028 25.564 74.436 50-85
5 0.85 400 20.050 45.614 54.386 25-60
6 0.3 800 40.100 85.714 14.286 10-30
7 0.15 155 7.769 93.484 6.516 2-10
8 0 130 6.516 100 0 0 Total 1995 100 369.424 430.576 -
Dari tabel 4.2 gradasi agregat halus di atas dapat digambarkan grafik gradasi
beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-97 sebagai berikut :
Gambar 4.1 Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar
xxx
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dipakai dalam penelitian
ini meliputi pengujian berat jenis (spesific gravity), gradasi agregat kasar, dan
keausan (abrasi). Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam tabel 4.3,
sedangkan data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam lampiran B.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Agregat Kasar
Jenis Pengujian Hasil
Pengujian
Standar Kesimpulan
Bulk Spesific
Gravity
2,51
- -
Bulk Spesific
Gravity SSD
2,56
2,5 – 2,7 Memenuhi
Syarat
Apparent Spesific
Gravity
2,643
- -
Absorption 2 %
- -
Modulus Halus
Butir
7,29 5 - 8 Memenuhi
Syarat
Abrasi 44,15 % Maksimum
50%
Memenuhi
Syarat
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Berat tertinggal No Diameter Ayakan Berat % Kumulatif
Berat Lolos
ASTM C33
xxxi
(gram) (%) Kumulatif (%)
1 38,00 0 0.000 0.000 100.00 100 2 25,00 10 0.334 0.334 99.67 95-100 3 19,00 45 1.503 1.837 98.16 - 4 12,50 1750 58.440 60.277 39.72 35-70 5 9,50 580 19.369 79.646 20.35 - 6 4,75 302.5 10.102 89.748 10.25 10-30 7 2,36 218.5 7.297 97.045 2.96 0-5 8 1,18 88.5 2.955 100.000 0.00 - 9 0,6 0 0.000 100.000 0.00 -
10 0,3 0 0.000 100.000 0.00 - 11 0,15 0 0.000 100.000 0.00 - 12 0,00 0 0.000 100.000 0.00 -
Jumlah 2994.5 100 828.886 371.11 -
Dari tabel 4.4 gradasi agregat kasar di atas dapat digambarkan grafik gradasi
beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-84 sebagai berikut :
Gambar 4.2 Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar
4.2. Perhitungan Rancang Campur Beton
Perhitungan rencana campuran beton normal (mix design) menggunakan standar
Dinas Pekerjaan Umum (SK SNI T-15-1990-03), dari perhitungan tersebut
didapat kebutuhan bahan per m³ yaitu :
xxxii
Air = 225 liter
Semen = 450 kg
Pasir = 566,658 kg
Kerikil = 1133,485 kg
Dari hasil tersebut maka dapat dihitung kebutuhan bahan total adukan yang terdiri
dari 24 buah benda uji silinder tinggi 15 cm diameter 7,5 cm diuji pada umur 28
hari sebesar 0,0159 m³. Kebutuhan bahan tiap adukan disajikan dalam tabel 4.5.
Perhitungan secara lengkap rencana campuran beton (mix design) dapat dilihat
pada lampiran C.
Tabel 4.5 Hasil Hitungan Kebutuhan Bahan Tiap Adukan
Dosis Total Total Volume+ Aluminium Air Semen Pasir Kerikil Metakaolin Sika
NN Penam-bahan
Volu- me SF 20% (kg) (lt/m³) (kg/m³) (kg/m³) (kg/m³) (kg/m³) (kg/m³)
Serat ( m³ ) ( m³ )
0% 0.004 0.005 0.000 1.074 2.147 2.704 5.408 0.000 0.017 0,33 % 0.004 0.005 0.035 1.074 2.147 2.704 91.756 0.161 0.017 0,66 % 0.004 0.005 0.070 1.074 2.147 2.704 91.756 2.732 0.017
1% 0.004 0.005 0.106 1.074 2.147 2.704 91.756 2.732 0.017
Total 0.016 0.019 0.210 4.294 8.588 10.815 280.677 5.625 0.069
4.3. Hasil Pengujian Nilai Slump
Dari masing-masing campuran adukan beton tersebut dilakukan pengujian slump.
Nilai slump diperlukan untuk mengetahui tingkat workabilitas dari campuran
beton. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut :
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Nilai Slump
Kadar Serat (%) 0% 0,33% 0,66% 1%
Nilai Slump ( cm ) 17 16 13,5 7
4.4. Hasil Pengujian Benda Uji
4.4.1. Hasil Pengujian Serapan Air
Pengujian ini adalah untuk mengetahui besarnya air yang dapat diserap oleh beton
dengan membandingkan antara berat yang telah melewati proses perendaman
xxxiii
dalam air dan dalam kondisi jenuh kering permukaan dengan berat dalam kondisi
kering oven. Adapun standar waktu perendaman yang harus dilakukan adalah
selama 10+0,5 menit dan 24 jam. Namun demikian sebagai bahan pembanding
maka dalam penelitian ini dilakukan perendaman selama 10+0,5 menit, 30 menit,
60 menit, 1 x 24 jam, 2 x 24 jam, dan 3 x 24 jam. Pengujian serapan ini dilakukan
terhadap sampel beton silinder Ø 7,5 cm, tinggi 15 cm setelah sampel beton
mencapai umur 28 hari. Pada tahapan awal dilakukan pengamatan terhadap
besarnya serapan air oleh masing-masing sampel beton selama batas waktu yang
telah ditentukan, kemudian dilakukan pengolahan data untuk mengetahui
besarnya persentase nilai serapan air. Cara perhitungan serapan air adalah sebagai
berikut:
Rumus perhitungan serapan air :
Serapan Air = %100xWk
WkW -, dimana
W = Berat beton pada kondisi SSD ( kering permukaan )
Wk = Berat beton pada kondisi kering oven
Contoh perhitungan serapan air : Untuk benda uji S.0-1 nilai serapan airnya adalah:
Serapan air = %168,2%100845,1
845,1885,1=
-x
Rata-rata serapan air = %047,23
168,2804,1168,2=
++
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Serapan Air Pada Perendaman 10+0,5 Menit
Berat Kering Kode
Sampel Oven (gr)
Berat Benda Uji Setelah Direndam (gr)
Serapan Air (%)
Rata-Rata Serapan Air (%)
S.0-1 1.845 1.885 2.168 S.0-2 1.940 1.975 1.804 2.047 S.0-3 1.845 1.885 2.168
S.0,33-1 1.808 1.845 2.075 S.0,33-2 1.810 1.845 1.934 2.216
xxxiv
S.0,33-3 1.895 1.945 2.639 S.0,66-1 1.795 1.830 1.950 S.0,66-2 1.855 1.900 2.426 2.195 S.0,66-3 1.810 1.850 2.210
S.1-1 1.803 1.863 3.329 S.1-2 1.825 1.880 3.014 3.214 S.1-3 1.743 1.800 3.300
Selanjutnya hasil pengujian serapan air untuk perendaman 30 menit, 60 menit, 1 x
24 jam, 2 x 24 jam, dan 3 x 24 jam dapat dilihat pada lampiran D. Rekapitulasi
hasil perhitungan serapan dan rata-rata serapan air selanjutnya disajikan dalam
table 4.8
Tabel 4.8 Rekap Hasil Pengujian Serapan Air
Kadar Nilai Serapan Air ( % )
Serat Rendaman Rendaman Rendaman Rendaman Rendaman Rendaman
( % ) 10 + 0,5 menit 30 menit 60 menit 1 x 24 jam 2 x 24 jam 3 x 24 jam
Rerata Rerata Rerata Rerata Rerata Rerata
2.17 3.52 4.34 7.32 7.32 7.32
0.00 1.80 2.05 2.71 3.16 3.87 4.00 6.65 6.88 6.65 6.88 6.65 6.88
2.17 3.25 3.79 6.67 6.67 6.67
2.07 4.01 5.12 8.02 8.11 8.16
0,33 1.93 2.22 3.59 3.72 4.70 4.77 7.73 7.76 7.73 7.81 7.73 7.83
2.64 3.56 4.49 7.52 7.60 7.60
1.95 3.34 4.46 6.96 7.10 7.10
0,66 2.43 2.20 3.50 3.57 4.72 4.60 7.55 7.32 7.68 7.41 7.82 7.46
2.21 3.87 4.63 7.46 7.46 7.46
3.33 4.65 6.24 7.91 7.91 7.91
1.00 3.01 3.21 4.66 4.68 5.75 5.96 8.22 7.91 8.22 7.96 8.36 8.00
3.30 4.73 5.88 7.60 7.75 7.75
4.4.2. Hasil Pengujian Penetrasi
Pengujian ini dilakukan terhadap sampel silinder beton dengan ukuran Ø 7,5 cm
dan tinggi 15 cm setelah sampel mencapai umur 28 hari. Secara singkat,
pengujian ini adalah untuk mengetahui penetrasi beton dengan dengan cara
memberikan tekanan air pada benda uji. Adapun standar pemberian tekanan yang
dilakukan adalah 1 kg/cm² selama 48 jam, dilanjutkan dengan tekanan 3 kg/m²
xxxv
selama 24 jam, dan terakhir 7 kg/cm² selama 24 jam. Hasil pengujian nilai
penetrasi disajikan dalam tabel 4.9
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Penetrasi
Air dalam Selang
Setelah 1 Jam Kode
Benda Uji Awal
(cm) Akhir(cm)
Ketebalan
Penetrasi
(cm)
Rerata
Ketebalan
Penetrasi (cm)
P.0-1
P.0-2
P.0-3
70
70
70
69,3
68,15
67
3
3
3
3
P.0,33-1
P.0,33-2
P.0,33-3
70
70
70
57,5
67,5
65
5
4
6
5
P.0,66-1
P. 0,66-2
P. 0,66-3
70
70
70
56
64,4
69,3
4
4
4
4
P.1-1
P.1-2
P.1-3
70
70
70
67,2
67,9
67,55
3
3,5
3,25
3,25
4.5. Analisis Data dan Pembahasan
4.5.1. Uji Slump
Pengujian slump bertujuan untuk mengetahui workabilitas adukan beton. Nilai
slump yang diperoleh pada campuran adukan beton dalam penelitian ini berkisar
antara 7-17 cm. Dari hasil penelitian terlihat bahwa nilai slump menurun seiring
xxxvi
dengan bertambahnya kadar serat aluminium dalam beton. Pada penelitian ini
secara keseluruhan workabilitas adukan beton sudah berada pada tingkat tinggi.
4.5.2. Serapan Air
Ketentuan minimum untuk beton kedap air normal bila diuji dengan perendaman
air berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 adalah sebagai berikut :
1. Selama 10+0,5 menit, resapan maksimum adalah 2,5% terhadap berat kering
oven
2. Selama 24 jam, resapan maksimum adalah 6,5% terhadap berat kering oven
Dari hasil perhitungan didapat serapan air sebagai berikut :
Tabel 4.10 Nilai Serapan Air
Serat Aluminium
Waktu
0% 0,33% 0,66% 1%
10+0,5 menit 2,047 2,216 2,195 3,214
30 menit 3,160 3,721 3,571 4,679
60 menit 3,999 4,766 4,600 5,959
1 x 24 jam 6,878 7,759 7,323 7,910
2 x 24 jam 6,878 7,813 7,415 7,957
3 x 24 jam 6,878 7,831 7,459 8,003
Dari tabel di atas diperoleh nilai serapan air pada perendaman 10 + 0,5 menit yang
memenuhi syarat SK SNI S-36-1990-03 adalah beton normal dengan bahan
tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat 0%, 0,33%, dan
0,66%, sebab memenuhi syarat maksimum sebesar 2,5%. Sedangkan untuk
perendaman selama 24 jam tidak ada yang memenuhi syarat SK SNI S-36-1990-
03 karena melebihi syarat maksimum sebesar 6,5 %.
xxxvii
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Kadar Serat ( % ) dengan Nilai Serapan Air ( % ) Pada Perendaman 10 + 0,5 menit
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Kadar Serat ( % ) dengan Nilai Serapan Air ( % ) Pada Perendaman 1 x 24 jam
Dari gambar 4.3 dan 4.4 dapat diketahui bahwa nilai serapan air bertambah seiring
dengan penambahan serat aluminium. Hal ini dikarenakan penambahan serat
aluminium pada beton menyebabkan timbulnya pori pada interface zone (zona
transisi) antara serat dengan pasta semen. Pori ini timbul karena dengan adanya
sejumlah serat maka air dapat melekat / tertinggal pada permukaan – permukaan
serat yang tidak terpadatkan oleh vibrator secara sempurna.
xxxviii
012345678
10,5menit
30menit
60menit
1 x 24jam
2 x 24jam
3 x 24jam
Waktu Perendaman
Sera
pan
AIr
( %
)0%
0,33 %
0,66 %
1%
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Kadar Serat ( % )
dengan Nilai Serapan Air ( % ) Dari gambar diatas diperoleh nilai serapan air minimum terjadi pada beton dengan
kadar serat 0%. Sedangkan nilai serapan air maksimum terjadi pada beton dengan
kadar serat 1%.
4.5.2. Penetrasi
Ketentuan minimum untuk beton kedap air agresif, bila diuji dengan tekanan air
maka tembusnya air ke dalam beton tidak melampaui batas yang telah ditetapkan
dalam SK SNI S-36-1990-03 adalah sebagai berikut :
1. Agresif Sedang = 50 mm
2. Agresif Kuat = 30 mm
Adapun hasil pengujian penetrasi air pada beton normal dengan bahan tambah
metakaolin dan serat aluminium disajikan dalam tabel 4.10
Tabel 4.11 Nilai Penetrasi Air
Serat Aluminium 0% 0,33% 0,66% 1%
Penetrasi Air (mm) 3 5 4 3,25
Dari tabel diatas diketahui ternyata hanya beton normal dengan kadar serat
aluminium 0 % yang memenuhi syarat untuk agresif kuat, sedangkan untuk
xxxix
agresif sedang semua benda uji tersebut telah memenuhi syarat. ( SK SNI S-36-
1990-03 )
Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Kadar Serat ( % ) dengan Nilai Penetrasi Air (mm) Pada Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Aluminium
Dari gambar diatas disimpulkan bahwa nilai penetrasi air pada beton bertambah
seiring dengan bertambahnya serat aluminium. Seperti yang terjadi pada
pengujian serapan air hal ini dikarenakan penambahan serat aluminium pada
beton menyebabkan timbulnya pori pada interface zone (zona transisi) antara serat
dengan pasta semen. Pori ini timbul karena dengan adanya sejumlah serat maka
air dapat melekat / tertinggal pada permukaan – permukaan serat yang tidak
terpadatkan oleh vibrator secara sempurna.
Nilai penetrasi maksimum terjadi pada beton dengan kadar serat 0,33% yaitu 5
mm atau naik sebesar 66,67% terhadap beton dengan kadar serat 0%.
Peningkatan penetrasi (%) = %67,66%1003
35=
-x
xl
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan :
1. Pada pengujian serapan air, besarnya nilai persentase serapan air untuk
perendaman 10+0,5 menit dari beton normal dengan bahan tambah metakaolin
dan serat aluminium dengan kadar serat aluminium 0%, 0,33%, 0,66%, dan
1% berturut – turut adalah 2,047 %, 2,216 %, 2,195 %, dan 3,214%.
Sedangkan perendaman 1 x 24 jam dari beton normal dengan bahan tambah
metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat aluminium 0%, 0,33%,
0,66%, dan 1% berturut – turut adalah 6,878 %, 7,759 %, 7,323 %, dan
7,910%.
2. Pada pengujian penetrasi air, kedalaman penetrasi yang terjadi dari beton
normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar
serat aluminium 0%, 0,33%, 0,66%, dan 1% berturut – turut adalah 3 mm, 5
mm, 4 mm, dan 3,25 mm.
3. Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 untuk perendaman air selama 10+0,5
menit, yang memenuhi syarat untuk beton kedap air adalah beton normal
dengan bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat 0
%, 0,33 %, dan 0,66 %. Serapan air terbesar terjadi pada beton normal dengan
bahan tambah metakaolin dan serat aluminium dengan kadar serat aluminium
1%, yaitu sebesar 3,214% atau naik 1,167% terhadap beton dengan kadar serat
0%.
xli
4. Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 untuk perendaman air selama 24 jam,
tidak ada yang memenuhi syarat untuk beton kedap air. Serapan air terbesar
terjadi pada beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat
aluminium dengan kadar serat aluminium 1%, yaitu sebesar 7,910% atau naik
1,032% terhadap beton dengan kadar serat 0%.
5. Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 semua benda uji telah memenuhi syarat
untuk agresif sedang. Nilai penetrasi maksimum terjadi pada beton dengan
kadar serat 0,33% yaitu 5 mm atau naik sebesar 66,67% terhadap beton
dengan kadar serat 0%.
5.2. Saran
Untuk menindaklanjuti penelitian ini kiranya perlu dilakukan beberapa koreksi
agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih baik. Adapun saran-saran untuk
penelitian selanjutnya antara lain :
1. Perlu dilakukan penelitian tentang persentase penambahan serat aluminium
dengan berbagai variasi fas.
2. Perlu ditambahkan zat pewarna pada air yang digunakan untuk pengujian
penetrasi beton, agar dapat lebih terlihat jelas kedalaman penetrasi dan
sebaran air yang terjadi.
xlii
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Nur Rijal. 2007. Tinjauan Absorpsi dan Permeabilitas Pada Beton
dengan Penambahan Abu Limbah Ampas Tebu (Bagasse Ash) sebagai Pozzolanic
Mineral Admixture Pada Beberapa Kondisi FAS. Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta
http://lppm.uns.ac.id/2009/01/29/model-prediksi-kapasitas-elemen-struktural-
beton-ringan-metakaolin-berserat-galvalum-az-150/
Murdock,L.J. 2004. (Alih Bahasa oleh Ir. Stephanus Hendarko) Bahan dan
Praktek Beton. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta
Mustofa, Habib. 2009. Kajian Tegangan Balok Komposit Baja Tulangan-Beton
Ringan Alwa Metakaolin Berserat Aluminium. Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Neville, A.M. 1954. Concrete Technology. Longman Scientific and Technical.
New York
Neville, A.M. 1975. Properties of Concrete. The English Language Book Society
and Pitman Publishing. London
.
Pribadi, Arqowi. 2009. Tinjauan Absorpsi dan Permeabilitas Beton Kertas pada
Variasi Campuran. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Rooseno. 1954. Beton Tulang. Teragung. Jakarta
Sagel, R., Kole, P. Dan H. Kusuma, Gideon. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton
(Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03). Erlangga. Jakarta
SK SNI S-36-1990-03. Spesifikasi Beton Bertulang Kedap Air
Tjokrodimuljo, Kardiyono. 1996. Teknologi Beton. Arif: Yogyakarta.