Setapak Rumah Kayu

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    1/75

     

    Setapak Rumah Kayu 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    2/75

    Seperti tarian para Sufi.

    Yang menari antara kebahagiaan dan kesedihan.

    Bumi terus berputar dan kehidupan tetap berjalan.

    Untuk para penderita kanker dan orang-orang yang ditinggalkan.

    Setapak Rumah Kayu

    Novel Fiksi.

    Cerita berikut adalah cerita rekaan atau bukan merupakan kejadian yang nyata.

    Kesamaan nama tokoh dan hal-hal yang terjadi di dalamnya adalah hal yang kebetulan belaka.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    3/75

    CHAPTER 1 

    Siang hari yang panas terasa sangat terik dan menyengat. Kalau saja sehabis pulang sekolah tadi

    ia sempat membeli tomat dan jeruk yang dipesan mamanya, siang hari mungkin tidak akan sepanas dan

    membosankan seperti ini. Rafa membuka pintu kulkas untuk mendinginkan kepalanya, tetapi yang ada

    di dalam kulkas hanya satu bongkah brokoli kuning dan beberapa kemasan agar-agar yang sudah berada

    disana entah berapa lama.

    Rafa Diandra. Tahun ini ia akan berusia sebelas tahun.

    Hal tersebut masih delapan bulan lagi dari sekarang, jadi ia masih dikatakan berusia sepuluh

    tahun.

    Setelah mengecek tanggal kadaluwarsa dari agar-agar kemasan tersebut dan ternyata masih

    dapat dimakan, ia kemudian kembali duduk pada sofa di depan televisi. Beberapa film kartun sedang

    ditayangkan. Tetapi kemudian ia merasa bosan. Setelah beberapa kemasan agar-agar habis, ia kemudian

    mengintip ke lantai bawah rumahnya. Mamanya sedang bekerja mengajar kursus. Muridnya ada satu,

    dua, tiga, empat, mungkin tujuh orang. Cukup ramai. Memberikannya alasan untuk tidak mengganggu

    pekerjaan mamanya untuk hanya sekedar meminta dibuatkan jus tomat atau jus jeruk atau agar-agar

    kemasan.

    Rafa kemudian mematikan televisi dan berjalan berjingkat-jingkat ke ruang gambar ayahnya.

    Yang tidak boleh dimasuki ketika sedang tidak ada ayahnya karena ulah Rafa ketika masih berusia empat

    tahun yang menjungkirbalikkan meja gambar ayahnya secara tidak sengaja. Anak perempuan berusia

    sepuluh tahun tersebut memang memiliki bakat secara tidak sengaja merusak barang-barang. Secara

    tidak sengaja tersenggol atau secara tidak sengaja terpatahkan atau secara tidak sengaja pecah atau

    secara tidak sengaja rusak.

    Karena sering tidak sengaja merusak seperti itu : Rafa Diandra dilarang masuk ke ruang gambar

    Papa kalau Papa sedang tidak ada. Begitu peraturannya.

    Tapi kali ini ia hanya ingin meminjam penghapus papanya untuk memperbaiki tugas

    menggambar Still-Life pekerjaan rumah dari sekolahnya. Gambar pot bunga berisi tanaman Anthurium

    milik mamanya. Salah satu jenis bunga tidak berbunga yang baru berusaha untuk ditanam mamanya.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    4/75

    Anthurium tidak berbunga. Karena itu ia menjadi agak ragu apakah tugas menggambarnya dapat

    diterima di sekolah. Karena tugasnya adalah, gambarkan sketsa tanaman bunga. 

    Rafa ingin meminjam penghapus papanya karena secara tidak sengaja ia menambahkan bunga

    seperti aster pada sketsa tanaman Anthurium milik mamanya. Sketsanya sekarang terlihat seperti

    tanaman kaktus dengan daun pipih. Penghapus adalah solusinya.

    Meja gambar, manekin skala satu, manekin kayu etalase, sketsa design, pattern, wardrobe,

    lemari kain, patch-patch motif, benang-benang.

    Gelas kopi dan sandal jepit untuk sandal rumah milik papanya.

    “Penghapus…, penghapus…”  gumamnya di dalam hati sambil mencari ke seantero ruang

    gambar. Penghapus putih segi empat, terletak tepat di meja gambar di sebelah gelas kopi. Tadi malampapanya juga lembur.

    Setelah menghapus beberapa sketsa bunga imajiner di atas daun-daun anthurium, sketsa

    tanaman rekayasa genetika Aster Anthurium kaktus-kaktusan yang digambarnya kembali terlihat seperti

    tanaman biasa, dengan daun-daun. Bukan tanaman bunga. Ia ingin sekali turun ke lantai bawah dan

    bertanya pada mamanya apakah Anthurium adalah tanaman bunga? Tetapi urung karena ia sudah tahu

     jawabannya.

    “Mama cuman tanam Anthurium Rafa…, coba tanya Nde Afni”  

    Mande Afni adalah adik perempuan mama Rafa. Untuk pergi ke rumahnya, Rafa harus

    mengayuh sepeda selama lima puluh tiga menit atau menaiki angkutan umum pada siang hari yang

    panas terik seperti ini. Ia mengurungkan niatnya dan kembali menyimpan sketsa Anthurium tanaman

    bunga yang tidak berbunga miliknya. Di dalam hati ia berusaha untuk menyiapkan satu jawaban kalau

    guru menggambarnya di sekolah menanyakan mengapa ia menggambar tanaman Anthurium?

    Tapi ia tidak juga menemukan jawabannya. Anthurium tidak memiliki bunga.

    Anak perempuan itu kemudian memandang ke jendela samping rumahnya. Sebuah lahan

    kosong tanah wakaf yang kalau sedang memasuki bulan Zulhijjah akan berubah menjadi padang rumput

    untuk mengangon kambing. Tetapi sekarang masih bulan Maret. Bulan Zulhijjah entah berada di sebelah

    mananya bulan Maret tetapi yang jelas sekarang belum masuk bulan orang naik haji. Pikir anak

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    5/75

    perempuan itu berlompat-lompatan antara bulan Maret dan bulan Zulhijjah. Juga lahan kosong di

    samping rumahnya yang akan ramai dengan kambing-kambing siap potong pada bulan Zulhijjah.

    Lahan kosong tanah wakaf tersebut ditumbuhi rumput juga bunga-bunga liar. Sebagian besar

    adalah bunga ilalang yang kalau sedang berbunga bersamaan, padang rumput tersebut akan terlihat

    seperti hamparan kapas putih. Ada juga Gaillardia dan Chamomile liar yang bunganya kecil-kecil sekali.

    Anak perempuan itu tertegun di bawah jendela sambil memperhatikan sebuah rumah kayu di

    sebelah rumahnya. Dinding belakang rumah kayu tersebut berada dekat pada pagar beton rumahnya.

    Rumah wak Hanif. Peternak ayam dan kambing yang juga diminta untuk menjaga tanah wakaf tersebut.

    Anaknya ada yang perempuan, namanya Dinda. Rafa memanggilnya kak Dinda karena Dinda sudah

    berusia dua belas tahun.

    Rumah kayu tersebut banyak sekali ditumbuhi tanaman bunga. Tanaman bunga yang benar-

    benar berbunga. Krisan, azalea, aster, lily, amaranth, mawar, bougenville, alamanda, asoka. Pandangan

    anak perempuan tersebut kemudian beralih pada balkon rumahnya, beberapa pot bunga kering milik

    ibunya. Anthurium dan beberapa jenis kaktus, juga tanaman Euphorbia, Charantia dan Crassulacea.

    Tanaman bunga yang tidak berbunga. Ibunya juga mencoba untuk menanam melati, yellow cosmo dan

    rosemary, tetapi hanya berbunga sewaktu baru dibawa dari nursery. Setelah ditanam di rumah dan

    bunganya gugur, kemudian tidak berbunga-bunga lagi. Mungkin butuh perhatian dan perawatan khusus

    agar dapat berbunga.

    Rumahnya memiliki halaman tetapi ditanami rumput tanpa tanaman bunga. Ada beberapa pot

    bunga di halaman belakang, tetapi tidak terurus. Juga bunga-bunga di balkon atas yang hampir kering.

    Mama Rafa hanya sekali-sekali teringat untuk menyirami tanaman-tanaman bunganya, padahal hal

    tersebut sudah masuk ke dalam jadwal harian di rumah.

    Menyiram Bunga.

    Akhirnya menjadi tugas harian untuk Rafa.

    “Mama mana sempat mengurusi bunga, Rafa..” pikir Rafa jika ia mengomentari tanaman bunga

    milik mamanya.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    6/75

    Sambil memegang sketsa gambar Anthurium tanpa bunga miliknya, Rafa kemudian berjingkat-

     jingkat menuruni tangga dan keluar dari pintu samping rumahnya kemudian berjalan pelan menghindari

    perhatian mamanya. Kalau ketahuan mamanya ia akan disuruh kembali pulang untuk tidur siang.

    “Kak Dinda…, kak Dinda…” teriak Rafa di depan rumah Dinda, sebuah rumah kayu dengan jalan

    setapak pada padang rumput di depan rumahnya.

    Rafa cukup dekat dengan Dinda. Keluarga Rafa pindah ke komplek perumahan ini tahun lalu.

    Sementara wak Hanif dan keluarganya sudah menempati lahan kosong tanah wakaf tersebut sebelum

    kedatangan Rafa dan keluarganya.

    “Wa’alaikumsalam” jawab suara dari dalam rumah, ibunya Dinda. Bu Arti.

    Ibunya Dinda, adalah ibu rumah tangga. Dulu juga sempat membantu mama Rafa memasak dirumah. Tetapi sekarang mama Rafa lebih memilih makanan katering karena lebih praktis, ibunya Dinda

    tidak lagi membantu memasak di rumah Rafa. Sesekali saja kalau ada acara seperti pengajian ibu-ibu

    atau arisan.

    Ibunya Dinda juga bertanam bunga dan menjual bibit-bibit bunga dalam pot-pot kecil, tetapi

    hanya pekerjaan sambilan di rumah karena ia harus menjaga anak-anaknya.

    Rumah Dinda sangat indah walaupun hanya rumah kayu kecil. Ada jalan setapak yang melintasi

    halaman depan rumahnya. Juga ada taman bunga di halamannya yang sederhana. Rumahnya juga

    bersih. Dinda adalah anak pertama dari wak Hanif dan bu Arti. Sedangkan adik laki-lakinya masih berusia

    tiga tahun. Wak Hanif dan bu Arti memiliki dua orang anak, Dinda dan Kia.

    “Bu, ada kak Dinda..?” tanya Rafa sambil memperhatikan tanaman bunga  di halaman rumah

    Dinda. Kalau saja ia boleh meminjam salah satu bunga disana untuk dijadikannya sketsa dalam tugas

    menggambar. Rumah Rafa juga ada taman bunganya, tapi bunga yang tidak berbunga dan sebagian

    besar sudah kering karena mamanya sangat sibuk dan tidak sempat mengurusi bunga. Anak perempuan

    itu tidak yakin kalau guru menggambarnya dapat menerima sketsa gambar bunga tidak berbunga hasil

    karyanya.

    “Ada, ayo masuk Rafa..” jawab bu Arti. 

    Rafa kemudian berjalan memasuki rumah Dinda dengan tidak lupa mengucapkan salam. Rumah

    Dinda tidak memiliki ruang tamu. Di ruang depannya terdapat ruang serba guna yang berfungsi sebagai

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    7/75

    ruang tamu, ruang makan dan kamar tidur. Hanya ada satu buah sofa panjang, rangkang bambu, meja

    makan dan beberapa kursi. Tapi ada banyak vas bunga dengan bunga-bunga segar yang diletakkan di

    dalamnya. Lalu satu buah kamar tidur dan dapur.

    “Kak Dinda sedang istirahat di kamar, masuk saja” ujar bu Arti sambil membereskan mainan-

    mainan Kia, adik laki-lakinya Dinda.

    Di dalam kamar Dinda juga ada bunga-bunga putih Melati yang diletakkan pada vas bunga dari

    tanah liat yang dibuat sendiri oleh Dinda, karya tugas seni rupa dari sekolahnya. Indah sekali, Rafa

    berpikir mungkin ia dapat membuat sketsa gambar tanaman bunga Melati yang ada di atas meja Dinda.

    “Kak Dinda..” tegur Rafa yang melihat Dinda sedang beristirahat di tempat tidur. 

    “Rafa..” jawab Dinda sambil tersenyum. 

    “Di luar panas sekali” ujar Rafa kepada Dinda. 

    “Iya.., sudah lama gak bisa bermain di luar siang-siang panas seperti ini” jawab Dinda. “Itu apa?”

    tanya Dinda kepada Rafa sambil memperhatikan sketsa gambar tanaman bunga tidak berbunga hasil

    karyanya.

    “Sketsa gambar Anthurium, tapi kayaknya gak jadi. Gak ada bunganya” jawab Rafa. 

    “Coba lihat..” ujar Dinda sambil mengulurkan tangannya.

    Rafa kemudian memperlihatkan sketsa Anthurium miliknya, Dinda kemudian memperhatikan

    dengan seksama.

    “Bagus kok.., kenapa dibilang gak jadi?” tanya Dinda. 

    “Karena tugasnya disuruh buat gambar tanaman bunga. Anthurium gak ada bunganya” jawab

    Rafa lugas sambil melirik bunga-bunga Melati milik Dinda.

    “Mau menggambar ini?” tanya Dinda sambil menunjuk bunga di atas mejanya. “Atau coba tanya

    ke ibu, di halaman depan banyak bunga” ujar Dinda lagi. 

    Rafa kemudian diam beberapa lama. Bunga Melati di atas meja Dinda terlihat sangat indah dan

    cukup mudah untuk digambar sketsanya.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    8/75

    Rafa kemudian mengangguk, ia ingin menggambar sketsa bunga Melati milik Dinda.

    “Ambil saja..” ujar Dinda sambil tersenyum. 

    “Beneran kak Dinda?” tanya Rafa. 

    Dinda kemudian mengangguk pelan sambil tersenyum.

    “Iya, tapi sketsa yang tidak jadi ini untukku ya..” jawab Dinda.  Rafa kemudian mengangguk

    cepat.

    “Kak Dinda, cepat sehat ya..” ujar Rafa kemudian. “Nanti kalau sketsa gambar bunganya sudah

     jadi dan sudah dinilai, aku bawakan buat kak Dinda” ujar Rafa. Dinda pun kemudian mengangguk sambil

    tersenyum.

    Di sebelah tempat tidur Dinda terdapat sebuah jendela kayu dengan tirai berwarna merah

     jambu. Dari jendela tersebut dapat memandang ke halaman samping rumah Dinda yang terdapat pohon

     jambu biji. Juga hamparan padang rumput di luar pagarnya. Beberapa lukisan dipajang di kamarnya,

    hasil karya Dinda sendiri. Anak perempuan berusia dua belas tahun tersebut juga sangat pintar melukis.

    Dinda yang mengajari Rafa melukis. Lukisan pertama Rafa yang diajari oleh Dinda adalah gambar bunga

    Gaillardia dan Imperata yang mereka petik dari padang rumput.

    Dua bulan lalu sewaktu sedang bermain bersama Rafa dan Kia di lahan kosong padang rumput di

    depan rumahnya, Dinda tiba-tiba jatuh pingsan. Setelah dibawa ke rumah sakit, ia kemudian tidak

    sadarkan diri selama dua hari. Setelah diperiksa oleh dokter, Dinda kemudian dirawat di rumah sakit

    selama beberapa hari. Setelah kembali pulang ke rumahpun, kondisinya tidak juga membaik.

    Dokter bilang Dinda mengidap penyakit yang bernama Leukemia. Sudah dua bulan ia tidak bisa

    pergi ke sekolah karena tubuhnya sangat lemah. Karena itu setiap pulang sekolah, Rafa biasanya

    menjenguk Dinda di rumahnya. Terkadang ia membawa tugas-tugas dari sekolah untuk ditunjukkannya

    kepada Dinda karena Dinda tidak lagi dapat pergi ke sekolah dan juga terlalu lemah untuk dapat

    bermain bersama Rafa.

    Dinda selalu hapal kalau Rafa datang ke rumahnya, ada yang memanggilnya dengan sebutan

    kakak.

    “Kak Dinda…, Kak Dinda…” 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    9/75

    “Minggu depan aku akan dibawa ke rumah sakit, kata ibu akan di kemoterapi” ujar Dinda. Dinda

    memanggil ibunya dengan sebutan ibu sedangkan Rafa memanggil ibunya Dinda dengan panggilan bu

    Arti.

    “Kemoterapi itu apa seperti disuntik lalu dikasih obat sirup?” tanya Rafa. 

    “Iya.., mungkin seperti itu” jawab Dinda dengan tenang dan kemudian kedua anak perempuan

    itu tersenyum memikirkan bahwa semua hal akan tetap berada dalam kondisi yang baik.

    “Ini..” ujar Dinda sambil mengambilkan bunga Melati untuk Rafa, “Besok kalau sketsanya sudah

     jadi, aku lihat ya..” ujar Dinda. 

    Rafa kemudian mengangguk pelan. Ia kemudian pulang ke rumah dengan bunga-bunga Melati

    dan keinginan untuk menyelesaikan tugas menggambar sketsa tanaman bunganya beserta doa yangteriring untuk kesembuhan seorang sahabat.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    10/75

    CHAPTER 2 

    Mama Rafa sedang hamil, sudah enam bulan lebih. Sewaktu diperiksa dan diperlihatkan gambar

     janin calon adiknya di komputer, Rafa langsung berpikir untuk memberikan kaus kaki renda krisan

    miliknya nanti kepada adiknya. Kata dokter, adik Rafa juga perempuan. Rafa kemudian kembali berpikir

    hal apa lagi yang dapat dibaginya bersama dengan adiknya.

    Mungkin bantal mobil angry bird atau pocket-belt sunflower atau bando krisan merah jambu

    atau sketsa-sketsa gambar bunga yang dilukisnya. Ia berpikir memiliki adik perempuan tentu berbeda

    dengan adik laki-laki. Kalau adiknya laki-laki, mungkin mereka akan bermain bersama di ruang gambar

    papa. Karena adiknya perempuan, mungkin Rafa akan mengajaknya belajar melukis bunga. Ia ingin

    berbagi apa saja dengan adiknya itu.

    Sewaktu mamanya sedang berkonsultasi dengan dokter, Rafa bermain di koridor rumah sakit.

    “Ngapain?” tanya seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun pada Rafa yang sedang bermain

    sendirian di koridor rumah sakit.

    “Nungguin mama” jawab Rafa sambil memperhatikan Zio. Rumah Zio tepat di depan rumah

    Rafa. Zio juga bersekolah di sekolah yang sama dengan Rafa, tetapi Zio sudah kelas enam sedangkan

    Rafa masih kelas empat. Zio satu kelas dengan Dinda.

    Ayah Zio bekerja menjual barang-barang kebutuhan pokok. Beras, minyak, gula, teh, kopi,

    garam, sabun, mentega dan lain sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan rumah tangga. Tokonya dekat

    dengan komplek perumahan Rafa. Zio juga bekerja membantu ayahnya di toko. Kalau menemani mama

    berbelanja kadang Rafa bertemu dengan Zio. Di sekolah ia juga sering bertemu dengan Zio. Di rumah,

    dia juga sering bertemu dengan Zio. Hampir setiap sore, kalau anak laki-laki itu sedang bermain sepeda

    dan Rafa juga bermain sepeda. Mereka berteman.

    “Aku barusan cek darah, tapi gak sakit” katanya sambil menunjukkan bekas ujung telunjuknya

    yang terkena jarum lanset. “Golongan darahku O” ujarnya lagi sambil membaca kertas hasil

    pemeriksaan haematologinya.

    “Anak kelas enam sebentar lagi sudah lulus, jadi disuruh periksa darah untuk data di raport

    kelulusan” ujarnya lagi kepada Rafa sementara Rafa diam saja. 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    11/75

    “Liburan kemana?” tanya Rafa akhirnya. Pada  akhir tahun biasanya guru-guru libur bersama

    dengan anak-anak kelas enam yang baru lulus. Ia kemudian berpikir sayang sekali Dinda tidak akan

    dapat melewatkan liburan perpisahan sekolah dengan teman-temannya karena terbaring di rumah sakit.

    Rafa ingin bercerita tentang Dinda kepada Zio tetapi tidak tahu bagaimana membicarakannya.

    “Belum tahu. Aku tidak tahu rencananya” jawab Zio. 

    “Bagaimana Dinda?” tanya Zio akhirnya kepada Rafa. Zio tahu kalau Dinda sedang sakit, tetapi

    belum pernah datang ke rumah Dinda untuk menjenguknya.

    “Masih sakit, istirahat di rumahnya” jawab Rafa.  “Minggu depan akan masuk rumah sakit, di

    kemoterapi” ujarnya lagi. 

    “Ooh..” komentar Zio seperti mengerti, juga seperti sok-sok mengerti. “Kalau kemoterapi, nantirambutnya jadi rontok” komentarnya lagi dengan nada yang tidak terlalu yakin, “Pernah lihat yang

    seperti itu, rambutnya rontok terus wajahnya jadi pucat. Lihat di televisi” ujarnya lagi mencoba

    menjelaskan.

    “Kata mama di kemoterapi itu seperti di suntik terus dikasih obat” terang Rafa seperti apa yang

    dikatakan mamanya. Kedua anak itu kemudian berhenti membicarakan kemoterapi. Mungkin karena

    keduanya tidak terlalu mengerti.

    “Sering jenguk Dinda ya?” tanya Zio lagi, Rafa kemudian mengangguk. 

    “Setiap pulang sekolah, main ke rumah kak Dinda” jawab Rafa. 

    “Mudah-mudahan dia cepat sembuh” ujar Zio kemudian. 

    “Kapan menjelajah lagi, naik sepeda? Aku ada tempat rahasia baru” ujar Zio kepada Rafa. 

    Pada awal pindah ke komplek perumahan ini, Rafa senang sekali menjelajah tempat-tempat di

    sekitar perumahan. Keluarga Zio sudah tinggal di daerah perumahan tersebut semenjak buyut-buyut

    nenek moyang mereka, begitu kata Zio membanggakan dirinya dan keluarganya. Keluarga Zio adalah

    orang Aceh yang merupakan penduduk asli di perumahan tersebut. Zio yang menemani Rafa

    menjelajah. Mereka memiliki beberapa tempat rahasia, juga bersama dengan anak-anak yang lain,

    seperti Irsyad dan Asti. Dinda juga pernah ikut bersama mereka, sewaktu ia masih sehat.

    Tetapi sudah lama Rafa tidak ikut menjelajah dengan sepedanya.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    12/75

    “Sedang malas main sepeda, siang-siang panas sekali. Sekarang sedang belajar menanam bunga

    dan melukis di rumah” jawab Rafa. 

    “Ooh..” 

    Kemudian mama Rafa keluar dari ruang dokter dan mengajak Rafa pulang. Mama Rafa sempat

    menyapa Zio dan bilang kalau Zio pemberani sekali pergi sendiri ke rumah sakit.

    “Salam buat Dinda, bilang cepat sembuh” ujar Zio kepada Rafa sebelum mereka berpisah. 

    “Iya” Rafa kemudian mengangguk pelan. 

    Kemudian mereka pulang.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    13/75

    CHAPTER 3 

    Berusia sepuluh tahun dan baru akan memiliki adik membuat Rafa agak bingung. Selama ini dia

    merupakan satu-satunya anak perempuan di dalam keluarganya. Rafa belum bisa mengerti bagaimana

     jika ada seorang adik perempuan di rumahnya. Karena itu dia bertanya kepada Dinda yang sudah

    terlebih dahulu memiliki adik laki-laki. Bagaimana rasanya memiliki seorang adik? Apa hal itu seperti

    memiliki mainan baru? Atau boneka baru?

    Dinda lebih mengerti bagaimana menjaga seorang adik. Rafa juga merasa sangat dekat dengan

    Dinda, seperti kakaknya sendiri.

    “Memiliki adik itu seperti belajar memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri. Kalau kita lapar,

    berarti adik kita juga lapar. Kalau kita ingin punya mainan, adik kita juga ingin dapat bermain. Punya adik

    itu seperti belajar untuk dapat berbagi. Juga untuk tidak egois” kata Dinda.

    “Nanti kita ajari adik Rafa menggambar” ujar Dinda, Rafa kemudian mengangguk.  

    “Kia lucu sekali” ujar Rafa sambil memperhatikan adiknya Dinda yang berusia tiga tahun. Sudah

    pintar berlari dan baru belajar berbicara. Lucu sekali.

    Beberapa hari lagi Dinda akan masuk rumah sakit. Bu Arti sudah menyiapkan peralatan dan

    perlengkapan yang akan dibawa ke rumah sakit. Beberapa pasang pakaian, termos air, rantang ransum

    dan lain sebagainya.

    “Kak Dinda gak takut? Kemoterapi?” tanya Rafa dengan takut-takut kepada Dinda.

    “Enggak.., mendengar kata kemoterapi yang aku bayangkan boneka kero-keroppi” jawab Dinda

    sambil tersenyum. Rafa juga ikut tersenyum. Membayangkan dokter membawa boneka kero-keroppi.

    Mereka berdua kemudian tertawa.

    “Zio bilang, cepat sembuh. Kemarin aku bertemu dengannya di rumah sakit” ujar Rafa

    menyampaikan salam dari Zio.

    “Amin ya Allah..” ujar Dinda lemah.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    14/75

    Rafa kemudian kembali ke rumahnya. Hari ini setelah pulang sekolah ia berjanji untuk

    menemani mamanya berbelanja kebutuhan untuk bayi. Tapi Rafa bilang, ia akan menjenguk Dinda

    terlebih dahulu. Juga untuk menyampaikan salam Zio.

    Ketika sampai di rumahnya, mama sedang berada di kamar Rafa. Sebagian peralatan bayi

    miliknya akan digunakan kembali oleh adik perempuannya. Sarung tangan, selimut, kaus kaki, alas tidur,

    bantal, rasanya Rafa sangat mengenal benda-benda perlengkapan bayi miliknya, tapi mungkin ia sudah

    lupa, karena benda-benda tersebut sudah berusia hampir sepuluh tahun lalu. Waktu itu Rafa bahkan

    belum bisa berbicara. Tapi ia kenal dengan sarung tangannya, selimutnya, kaus kakinya.., sebagian besar

    masih berada dalam kondisi baik dan mama bilang akan digunakan kembali oleh adik perempuannya.

    Juga ada kaus kaki bunga krisan. Rafa ingat ia rewel dan menangis meminta dibelikan kaus kaki

    renda bunga krisan. Waktu itu ia berusia lima tahun. Kini kaus kaki tersebut sudah tidak dapat digunakanlagi olehnya karena itu ia akan memberikan kaus kaki bunga krisan tersebut kepada adiknya.

    “Mungkin hanya perlu membeli beberapa pakaian bayi, popok kain, selimut flanell juga pakaian

    hangat” ujar mama Rafa sambil membereskan perlengkapan bayi milik Rafa. 

    “Rafa, ingin beli apa?” tanya mamanya kepada Rafa. 

    “Cycling jacket warna merah dan boots” jawab Rafa. 

    “Buat apa?” tanya mamanya heran. Rafa kemudian diam beberapa saat, memikirkan rencana

    menjelajah bersama Zio. Sepertinya ia akan membutuhkan cycling jacket dan sepatu boots. Tapi ia tidak

    dapat mengatakan hal tersebut kepada mamanya, karena hal tersebut adalah rahasia.

    “Untuk main sepeda” jawab Rafa sekenanya. 

    “Ya mungkin perlu pakai cycling jacket kalau hujan-hujan berangkat ke sekolah kamu naik

    sepeda” ujar mamanya tanpa mendengar jawaban Rafa.

    Mereka kemudian berangkat ke pusat kota. Rafa membawa pocketbelt sunflower miliknya yang

    dibelikan mamanya sewaktu mereka pergi ke Kuala Lumpur. Isinya ada beberapa agar-agar kemasan dan

     jelly. Kalau-kalau ia dan mamanya terjebak macet atau tersesat, mereka tidak akan kelaparan,

    setidaknya untuk beberapa jam. Juga dengan topi rajut. Rambutnya di ikat dua, dengan ikat rambut

    motif melati yang dibuatkan oleh mamanya. Juga jumper snowball, bootcut jeans dan running shoes.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    15/75

    “Mudah-mudahan belum kesorean. Anak kursus baru pulang..” ujar mama Rafa sambil

    mengemudikan mobil juga sambil mengecek handphonenya.

    “Tadi papa telpon, katanya kalau sempat belikan tinta printer  sama kertas kalkir” ujar Rafa

    kepada mamanya.

    “Coba nanti kita  lihat sebelum sampai di baby clothing. Biasanya ada juga di tempat fotokopi”

     jawab mamanya.

    “Kenapa gak pakai jilbab?” tanya mamanya kepada Rafa. Rafa kemudian menoleh kepada

    mamanya dengan memasang tampang memelas tidak bersalah. Mamanya kemudian berdehem dan

    mengernyitkan alisnya.

    “Gak sempat ambil jilbab, tadikan langsung dari rumah kak Dinda” ujar Rafa memikirkan alasanuntuk menghindar dari kernyitan dan kemarahan mamanya.

    “Dinda bagaimana?” tanya mama Rafa akhirnya yang teralihkan dengan alasan Rafa tidak

    memakai jilbab.

    “Nanti hari Kamis katanya akan masuk rumah sakit dan di kemoterapi” jawab Rafa. 

    “Nanti pulang dari sini temanin mama ke rumah bu Arti ya Rafa.., kemarin mama ada ketemu

    dengan bu Arti, tapi belum sempat menjenguk Dinda” ujar mama Rafa.

    “Kemoterapi” ujar mamanya bergumam. Mungkin memikirkan kesehatan Dinda yang  masih

    berusia dua belas tahun dan terkena Leukemia sudah harus menjalani kemoterapi.

    Mereka kemudian berhenti di salah satu toko yang menjual peralatan komputer dan gambar.

    Membeli tinta isi ulang printer dan kertas gambar untuk papanya. Rafa duduk di dalam mobil, tidak ikut

    dengan mamanya. Mamanya praktis dan cepat sekali berbelanja. Ikut turun dari mobil hanya akan

    menambah lama berbelanja.

    Setelah itu mereka pergi ke salah satu baby clothing. Pernak-pernik perlengkapan bayi sangat

    lengkap disana. Mama Rafa langsung menghilang begitu mereka masuk ke dalam toko perlengkapan

    bayi sementara Rafa ikut membantu memilih-milih selimut bayi. Ia juga melihat-lihat jumper untuk anak

    sepuluh tahun, tetapi tidak ada yang cocok dengannya.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    16/75

    Setelah bosan ia kemudian mencoba beberapa pasang sepatu agar dapat menunggu mamanya

    sambil duduk di tempat etalase sepatu. Satu jam berikutnya, mamanya datang dengan membawa

    sejumlah tas belanja. Tidak banyak, mamanya cukup hemat untuk urusan rumah tangga. Hanya saja

    kalau berbelanja yang menunggu mungkin bisa sampai tumbuh uban.

    “Mama beli ini untuk kamu dan Dinda” ujar mamanya sambil memberikan dua buah scarf

    dengan motif yang sama kepada Rafa. “Nanti habis ini kita ke rumah Dinda” ujar mamanya lagi. 

    Rafa memperhatikan dua buah scarf jilbab yang dibelikan mamanya, berwarna krem kekuningan

    dengan motif bunga-bunga daisies. Rafa merasa sangat senang sekali hingga lupa dengan cycling jacket

    dan boots yang diinginkannya.

    “Sudah maghrib, cycling jacket sama bootsnya kita beli lain kali” ujar mama Rafa akhirnya  yang

    ternyata tidak lupa. Rafa kemudian mengangguk pelan.

    Sampai di rumah, mamanya dan Rafa langsung menunaikan shalat maghrib lalu bergegas ke

    rumah Dinda. Rafa yang membawakan hadiah pemberian mamanya.

    “Bunganya cantik sekali Dinda..” ujar mama Rafa ketika mereka menjenguk Dinda, bunga-bunga

    yellow cosmo dengan petal yang bertumpuk berwarna kuning kali ini bergantian menghiasi meja di

    kamarnya. Di letakkan di dalam pot bunga tanah liat yang dibuat sendiri oleh Dinda.

    “Tadi aku dibelikan mama scarf jilbab. Kak Dinda juga dibelikan, motifnya sama persis” ujar Rafa

    sambil memberikan scarf jilbab berwarna krem kekuningan dengan pattern bunga-bunga daisies yang

    dibelikan mama untuknya dan Dinda.

    Dinda senang sekali lalu langsung berusaha untuk duduk di tempat tidurnya. Scarf jilbab dengan

    bunga-bunga daisies itupun langsung dikenakannya. Rafa juga mencoba untuk mengenakannya lalu

    mematut dirinya di cermin yang ada di kamar Dinda. Karena melihat Rafa, Dinda juga menjadi

    bersemangat dan ikut bercermin bersama Rafa. Rafa kemudian meminta mamanya untuk memotret

    mereka berdua dengan kamera yang ada di handphonenya. Mereka berdua terlihat senang sekali.

    “Cepat sembuh ya Dinda..” ujar mama Rafa kepada Dinda sambil mencium pipinya.

    “Terimakasih tante..” jawab Dinda lalu kembali beristirahat karena ia tidak boleh kelelahan.

    Mama Rafa kemudian berbincang-bincang dengan wak Hanif dan bu Arti, juga tentang musim kemarau

    yang terasa sangat panjang. Mama Rafa juga bertanya kepada wak Hanif apakah masyarakat di

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    17/75

    perumahan mereka akan menyelenggarakan shalat Istisqa. Mereka sepertinya sengaja untuk tidak

    membicarakan mengenai Dinda.

    Sementara Rafa berbicara dengan Dinda, tentang pertemuannya dan Zio di rumah sakit. Juga

    tentang cycling jacket dan boots yang dijanjikan mamanya tetapi tidak jadi dibelikan. Mamanya malah

    membeli scarf jilbab itu untuknya dan Dinda.

    “Kalian masih sering menjelajah?” tanya Dinda kepada Rafa. Rafa kemudian menggeleng pelan,

    terakhir kali ia pergi menjelajah bersama Dinda untuk mencari bibit yellow cosmo karena di rumah

    Dinda bunganya sedang tidak berbunga. Itu kira-kira mungkin beberapa bulan yang lalu.

    “Panas sekali. Sekarang pulang sekolah biasanya langsung tidur siang atau main ke rumah kak

    Dinda”  jawab Rafa. “Besok sketsa Melatinya akan dikembalikan sama guru, nanti aku kasih lihat ke kak

    Dinda” lanjutnya lagi. Rafa sedang sangat senang belajar melukis.  Rafa melihat sketsa anthuriumnya

    yang tidak selesai, di pajang di dinding kamar Dinda, tepat di sebelah jendela.

    “Zio bilang apa lagi?” tanya Dinda kemudian. 

    “Dia bilang ada tempat rahasia baru, tapi belum cerita apa-apa” jawab Rafa.

    Terkadang Dinda juga ikut bersama mereka, karena tidak memiliki sepeda sendiri, dia biasanya

    dibonceng oleh Zio atau Irsyad. Tapi itu sudah lama sekali, mungkin setahun yang lalu waktu Rafa baru

    pindah ke perumahan ini.

    “Zio bilang cepat sembuh, biar bisa ikut liburan perpisahan” ujar Rafa menyampaikan apa yang

    dibicarakannya dengan Zio.

    Dinda kemudian tersenyum.

    “Kalau aku sudah sembuh, nanti kita menjelajah lagi ya..” ujar Dinda. 

    Rafa kemudian mengangguk pelan.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    18/75

    CHAPTER 4 

    Rafa memperhatikan aspal melepuh di jalanan depan rumahnya dari atas balkon rumahnya

    bersama beberapa pot bunga kering dan climbing vine yang entah kenapa dapat bertahan hidup dalam

    cuaca sepanas ini. Uap asap panas melayang di atas permukaan aspal membuat bentuk aspal seperti

    fatamorgana air yang cair. Anak perempuan itu sedang mencoba untuk menggambar sketsa beberapa

    buah tomat.

    Sudah dua bulan daerah mereka dilanda musim kemarau, keputusan untuk melaksanakan shalat

    Istisqa sudah diumumkan di mesjid. Hari Senin minggu depan akan dilaksanakan shalat Istisqa di mesjid

    perumahan.

    “Panas sekali” ujar Rafa memicingkan mata sambil menatap matahari. Sketsa tomatnya dengan

    segera rampung karena cahaya matahari yang terang membentuk bayang yang jelas pada objek still-

    lifenya. Ia merasa sangat haus dan segera saja buah-buah tomat itu menjadi santapan makan siangnya.

    Ia kemudian berjalan pelan dan mengintip mamanya di lantai bawah. Sedang ada beberapa

    orang tamu. Ia ingin turun ke dapur dan memasak makan siang untuknya sendiri. Mamanya sepertinya

    lupa untuk memasak makan siang.

    Rafa kemudian memanaskan pizza cepat saji dengan microwave. Mamanya belum mengizinkan

    Rafa untuk menggunakan kompor. Setelah jadi ia langsung menyantap makan siangnya di dapur.

    Mamanya menghampiri Rafa dan menanyakan ingin makan siang apa. Rafa kemudian bilang ia sudah

    makan siang dengan pizza cepat saji. Mamanya kemudian malah ikut memanaskan pizza cepat saji.

    Setelah makan siang ia kemudian kembali bekerja.

    Kemudian terdengar dering telepon rumahnya. Rafa pikir telepon untuk kantor mamanya, tetapi

    kemudian disambungkan ke telepon yang ada di dapur.

    “Rafaaaa…, dari Zio” teriak mamanya dari ruang depan, tempat kursus menjahit.

    “Ya halo..” ujar Rafa. 

    “Dinda hari ini dibawa ke rumah sakit ya?” tanya Zio. 

    “Iya, tadi pagi” jawab Rafa. 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    19/75

    “Aku juga lihat tadi dari rumah” terang  Zio. “Kapan pulang ke rumah lagi?” tanya Zio kepada

    Rafa.

    “Tidak tahu, baru juga masuk rumah sakit hari ini” jawab Rafa, “Kenapa tidak ikut menjenguknya

    sekalian?” tanya Rafa. 

    “Buru-buru mau berangkat sekolah, aku lihat di tanah lapang depan ada ambulans” ujar Zio.

    “Kata kak Dinda, kalau nanti dia sudah sembuh, ajak dia menjelajah lagi” ujar Rafa. 

    “Iya” jawab Zio singkat. “Sudah ya..” ujar anak laki-laki itu kemudian.

    “Ya..” jawab Rafa.

    Anak perempuan itu kemudian melihat topi koboy milik papanya. Terakhir kali papanya

    berkebun mungkin tiga bulan lalu sewaktu hujan masih turun. Papanya menanam beberapa tanaman

    tomat dan labu tanah. Tugasnya Rafa untuk menyirami setiap hari. Sekarang tomatnya sedang berbuah

    walau masih kecil. Labu tanahnya juga sedang berbunga, walaupun cuaca sedang sangat panas sekali.

    Anak perempuan itu kemudian berpikir ingin memetik wild chamomile yang terdapat di

    lapangan rumput di depan rumah Dinda. Ia kemudian bergegas mengenakan crocs karet yang nyaman

    dengan kaus kaki yang melindungi kakinya dari sengatan matahari yang panas. Jumper lengan panjang

    dan topi koboy milik papanya. Dengan berjingkat-jingkat ia menghindari perhatian mamanya kemudian

    pergi beranjak ke lapangan rumput di sebelah rumahnya.

    Rumah Dinda tertutup. Rumah kayu tersebut terlihat sunyi sekali. Rafa melintas di jalan setapak

    yang berada di depan rumah tersebut. Di pagar kayu pendek yang ada di depan rumahnya, terdapat

     jajaran bunga-bunga krisan. Jendela rumahnya tertutup. Mungkin tidak ada yang menginap di rumahnya

    malam ini.

    Rafa kemudian berjalan cepat melewati rumah Dinda dan sampai di padang chamomile.

    Chamomile yang tumbuh di Aceh bentuknya sangat kecil dibandingkan dengan German chamomile atau

    chamomile yang ada di negara lain. Tetapi juga dapat dibuat teh. Mamanya yang mengajarkan Rafa

    membuat teh dari bunga chamomile.

    “Hey..” tegur sebuah suara anak laki-laki dari belakang Rafa.

    “Ngapain?” tanya Zio kepada Rafa. 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    20/75

    “Memetik chamomile” jawab Rafa. 

    “Untuk apa?” tanyanya lagi. 

    “Buat teh” jawab Rafa, “Tadi kamu ngikutin di belakang ya?” tanya Rafa balik. 

    “Iya, aku lihat kamu berhenti di depan rumah Dinda” jawab Zio. 

    “Aku ada tempat rahasia baru” ujar Zio kepada Rafa kemudian.

    Rafa berpura-pura tidak peduli sambil memetik bunga-bunga chamomile. Cuaca sedang panas

    sekali. Menyeduh teh chamomile di rumah sambil menggambar sketsa tomat mungkin akan lebih

    menyenangkan daripada menjelajah di bawah udara yang terik seperti ini.

    “Hari Senin depan akan dilaksanakan shalat untuk meminta hujan. Kamu bisa shalat istisqa?”

    tanya Rafa kepada Zio.

    “Bisa” jawab Zio cepat seperti tanpa berpikir atau agar permasalahannya cepat selesai. Zio

    mengaji di meunasah kampung, ada kemungkinan ia memang mengerti mengenai bagaimana shalat

    untuk meminta hujan atau shalat istisqa. Tetapi mungkin ia tidak ingin terlalu membahasnya karena

    sedang membicarakan mengenai masalah penjelajahan.

    “Di ujung sungai ada kilang kayu. Di kilang kayu itu dibuat rumah-rumah kayu kecil. Seperti

    rumah peri” ujar Zio menjelaskan tujuan penjelajahannya  kali ini. “Aku sudah pernah kesana. Tetapi

    hampir ketahuan dengan penjaganya” lanjutnya lagi tanpa membahas musim kemarau, atau shalat

    meminta hujan atau bunga-bunga chamomile.

    “Beneran ada peri yang tinggal disana?”  tanya Rafa berusaha untuk tidak menunjukkan

    keingintahuannya.

    “Ya. Ada” jawab Zio dengan tidak yakin tetapi berusaha untuk meyakinkan Rafa untuk

    menjelajah bersamanya.

    “Besok hari minggu. Bawa bekal yang cukup, aku tunggu disini jam delapan pagi” ujar Rafa yang

    sudah selesai memetik bunga-bunga chamomile.

    “Ya” jawab Zio cepat. 

    Rafa mungkin bisa meminta mamanya membuatkan bekal pizza cepat saji untuknya.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    21/75

    CHAPTER 5 

    “Habis darimana Rafa?” tanya mamanya yang baru saja selesai menutup kantornya setelah para

    pekerja dan orang-orang yang kursus menjahit di rumahnya telah pulang.

    “Dari lapangan rumput di  samping, memetik chamomile” jawab Rafa sambil menunjuk

    keranjang panennya.

    “Banyak juga” ujar mamanya melihat keranjang panen Rafa yang berisi bunga-bunga chamomile

    segar.

    “Dicuci, lalu dijemur di halaman belakang” ujar mamanya kemudian. 

    “Iya” jawab Rafa cepat sambil mencuci bunga-bunga chamomile tersebut yang dipetik bersama

    tangkai dan daunnya. Setelah dicuci, tangkai dan daunnya dibuang. Ia kemudian menjemur bunga-bunga

    chamomile tersebut pada wadah bambu yang ditutupi dengan kain kasa kering.

    Di dalam hatinya Rafa sedang berpikir bagaimana meminta izin ke mamanya mengenai rencana

    petualangan rahasia bersama Zio besok. Kalau ia menceritakan rencana petualangan rahasia tersebut

    kepada mamanya, hal tersebut tidak akan lagi menjadi rahasia. Dan yang paling penting, belum tentu

    mamanya mengizinkan Rafa untuk pergi menjelajah.

    “Mama besok ada rencana ngapain?” tanya Rafa kepada mamanya. 

    “Ada jahitan seragam” jawab mamanya sambil membuat susu untuk ibu hamil.

    “Ooh..” ujar Rafa. 

    “Kamar untuk adik bayi kapan dibuat?” tanya Rafa kepada mamanya. 

    Kamar adik perempuannya akan dibuat di kamar Rafa. Ayunan juga box bayi. Kata mama Rafa

    kamarnya akan di cat berwarna biru sangat muda. Rencananya mama sendiri yang akan mengecatnya

    pada akhir minggu kalau pekerjaannya tidak terlalu menumpuk. Tetapi akhir minggu ini sepertinya

    belum juga ada persiapan untuk menyiapkan kamar bayi.

    Usia kandungan mama Rafa sudah memasuki bulan ke tujuh dan papanya berpesan agar Rafa

    menjaga mamanya di rumah. Ia selalu menjaga mamanya setiap hari. Kalau sedang menonton televisi

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    22/75

    atau bermain, ia selalu menyempatkan diri untuk melihat mamanya di ruang kerja, apa mamanya masih

    berada di sana. Mungkin saja seorang alien akan menculiknya atau tiba-tiba mama Rafa menghilang. Itu

    sebabnya papa berpesan kepada Rafa untuk menjaga mamanya. Walaupun setiap hari ia

    memperhatikan mamanya yang sedang bekerja, ia melihat mamanya dalam keadaan baik, menjahit dan

    mengajar orang-orang yang kursus menjahit di rumahnya.

    “Mama belum tahu. Kalau mama belum sempat nanti coba ajak papa untuk menyiapkan kamar

    adik bayi” ujar mamanya. 

    Rafa kemudian mengangguk sementara mama Rafa agak mengernyit heran memperhatikan topi

    koboy papanya yang kebesaran dikenakan oleh Rafa. Sementara anak perempuan itu tidak menyadari

    kalau ia masih mengenakan topi papanya yang dipinjamnya sewaktu memetik bunga chamomile tadi.

    “Tomatnya sudah berbuah” ujar Rafa memberitahu kepada mamanya tentang tanaman -

    tanaman tomat yang ditanam papanya di halaman belakang. “Tadi aku lihat sudah ada bunga-bunganya

    yang gugur terus berubah menjadi buah” terangnya berusaha menjelaskan  tentang pertumbuhan buah

    tomat tapi gagal untuk terdengar secerdas ahli pertanian. Sebenarnya ia ingin bercerita tentang rencana

    petualangan rahasia besok. Tetapi Rafa tidak tahu bagaimana menceritakannya kepada mamanya.

    “Makanya itu kamu pakai topi papa?” tanya mamanya kepada Rafa. 

    “Iya, karena tadi panas sekali sewaktu memetik chamomile” jawab Rafa. 

    “Letakkan lagi pada tempatnya. Mama masih harus menyelesaikan beberapa jahitan. Jangan

    kemana-mana lagi sudah sore. Sebentar lagi papa pulang” ujar mamanya sambil berjalan ke ruang

    depan, ruang kerjanya untuk kembali menjahit.

    Rafa kemudian mandi dan shalat Ashar. Lalu ia mencoba untuk menyelesaikan sketsa

    menggambarnya. Sebuah rumah kayu kecil dengan jalan setapak diantara padang rumput dan tanaman-

    tanaman bunga di halamannya. Tetapi kemudian urung dan malah beralih kepada komputernya tetapi

    karena merasa sangat bosan, ia kemudian berjalan-jalan ke ruang gambar papanya.

    Papa Rafa bekerja sebagai seorang fashion designer untuk pakaian laki-laki pada sebuah industri

    garmen. Desain-desainnya digunakan pada apparel pakaian laki-laki seperti jaket, celana, kemeja dan

    lain sebagainya. Biasanya papa Rafa bekerja sampai hari Jum’at tapi terkadang hari Sabtu lembur.

    Walaupun biasanya sudah pulang setelah Dzuhur.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    23/75

    Papa juga menyemangati Rafa untuk belajar menggambar. Walaupun ia hanya boleh mendekati

    meja gambar papanya paling dekat dalam radius lima meter. Dari papa dan mamanya mungkin ia

    mendapatkan bakat dalam seni menggambar.

    Di ruang gambar papanya juga terdapat perpustakaan dengan banyak buku. Buku menggambar,

    buku umum, buku mengenai fashion juga buku agama. Rafa sudah pintar membaca semenjak usia

    empat tahun dan sebagian buku yang ada di perpustakaan papanya telah selesai dibacanya. Kali ini ia

    melihat sebuah buku mengenai menggambar desain. Ia duduk di dekat meja tulis dekat jendela yang

    bukan merupakan meja gambar papanya lalu mulai membaca. Tidak lama kemudian papanya pulang

    dan langsung menghampiri Rafa di ruang gambar.

    “Mama bilang tadi kamu berkebun. Tomatnya sudah berbuah kan?” tanya papanya sambil

    meletakkan tas kerjanya di atas meja dekat Rafa.

    “Iya. Tomatnya sudah ada yang sebesar bola pingpong tapi warnanya masih hijau” jawab Rafa,

    “Tadi aku pinjam topi koboy papa, udaranya panas sekali” ujarnya lagi. 

    “Iya. Kemarau kali ini cukup panjang. Sudah dua bulan tidak ada hujan sama sekali” ujar papanya

    sambil memandang keluar jendela. Cuacanya memang sangat panas sekali. Papa Rafa juga sudah

    mendengarkan pengumuman mengenai shalat Istisqa di masjid.

    “Sedang ngapain?” tanya papa Rafa sambil melihat sketsa-sketsa gambar Rafa.

    “Hmm..” gumam papanya sambil memperhatikan sketsa gambar Rafa, “Mungkin sekarang batas

     jarak kamu dengan meja gambar papa, radiusnya berkurang menjadi tiga meter” ujar papanya sambil

    mencium sayang kening Rafa. Hal itu berarti, sebentar lagi Rafa mungkin akan diizinkan untuk mencoba

    menggambar di meja gambar papanya. Tapi masih ada jarak tiga meter.

    “Biasanya aku menggambar bersama kak Dinda” ujar Rafa sambil menunjukkan beberapa sketsa

    gambarnya yang ia gambar bersama Dinda. “Kak Dinda  yang mengajari aku melukis” ujar Rafa lagi

    kepada papanya.

    “Dinda pasti sembuh.., nanti dia sehat lagi”  ujar papanya sambil memeluk Rafa kemudian

    berjalan keluar dari ruang gambar karena adzan maghrib sudah terdengar.

    Tahun ini anak perempuan tersebut akan berusia sebelas tahun. Rafa Diandra akan memiliki

    seorang adik perempuan. Selama sepuluh tahun menjadi satu-satunya anak perempuan di dalam

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    24/75

    keluarga, ia tidak begitu mengerti bagaimana memiliki saudara perempuan. Ia kemudian bertemu

    dengan Dinda. Seorang anak perempuan berusia dua belas tahun yang tinggal di sebuah rumah kayu

    dengan jalan setapak di depan rumahnya. Dinda yang mengajarkannya bagaimana memiliki saudara

    perempuan dan menjadi seorang kakak.

    Tapi sekarang Dinda sedang sakit. Sakit Leukemia dan harus menjalani kemoterapi.

    Sementara sebentar lagi Rafa akan memiliki adik perempuan. Rafa Diandra akan menjadi

    seorang kakak perempuan. Ia ingin menjadi seorang kakak perempuan yang baik.

    “Pa, mama tanya kapan kamar adik bayi dibuat?” tanya Rafa.

    “Besok” jawab papanya cepat sambil berjalan keluar dari ruang gambar untuk menunaikan

    shalat maghrib. “Kamu gak shalat?” tanya papanya kepada Rafa. 

    “Iya..” jawab Rafa sambil menutup buku yang sedang dibacanya kemudian membereskan

    sketsa-sketsa gambarnya lalu berlari mengikuti papanya.

    Malamnya Rafa memikirkan bagaimana rencana untuk esok hari. Karena tidak dapat

    membicarakan mengenai rencana petualangan ini kepada papa dan mamanya, Rafa harus menyiapkan

    bekal sendiri. Ia kemudian mengambil pocketbelt sunflower miliknya dan memeriksa benda-benda yang

    ada disana. Satu bungkus biskuit dan beberapa agar-agar kemasan. Ia pikir tidak akan cukup untuk bekal

    rencana menjelajahnya besok hari.

    Ia kemudian berjalan diam-diam ke dapur dan membuka lemari makanan. Rafa mengambil

    beberapa bungkus biskuit dan roti. Tidak lupa ia mengisi tumbler air minumnya lalu sambil berjalan

    diam-diam ia kembali ke kamar tidurnya.

    Anak perempuan itu kemudian berpikir lagi tentang apa saja bekal yang harus dibawa untuk

    rencana penjelajahan ke sebuah kilang kayu. Mungkin ia perlu membawa masker anti serbuk kayu, atau

    sarung tangan karet, atau kaca mata google besar agar tidak terkena debu atau topi koboy.., sambil

    memikirkan hal tersebut ia kemudian merasa sangat mengantuk dan kemudian tertidur.

    Keesokan harinya, ia melihat mamanya sedang bekerja di ruang kerja yang ada di lantai bawah

    rumahnya seperti biasa. Papanya sedang melihat-lihat tanaman di kebun. Selesai sarapan ia kemudian

    mengeluarkan sepeda. Mamanya yang berada di ruang depan melihat Rafa yang berjalan mendorong

    sepeda keluar dari halaman rumah.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    25/75

    “Rafa mau kemana?” teriak mamanya dari dalam rumah. 

    “Main sepeda” jawab Rafa. 

    “Sama siapa?” tanya mamanya lagi sambil berjalan keluar ke teras rumahnya. 

    “Sama Zio” jawab Rafa. 

    “Main sepeda kemana? Sampai jam berapa? Jangan sampai kesorean, sebelum dzuhur harus

    sudah pulang” ujar mamanya kemudian. 

    “Iya ma..” jawab Rafa, kemudian ia mulai mengayuh sepedanya tanpa menunggu pertanyaan

    selanjutnya dari mamanya.

    Dengan begitu rencana petualangan menjelajah kilang kayu bersama Zio tetap menjadi rencana

    rahasia. Rafa kemudian mengendarai sepedanya melewati lapangan rumput di sebelah rumahnya. Ia

     juga melewati jalan setapak yang ada di depan rumah Dinda. Rumah Dinda masih terlihat sangat sunyi.

    Rafa terus mengendarai sepedanya hingga sampai di daerah padang rumput yang banyak terdapat

    chamomile. Ternyata Zio sudah berada disana.

    “Lama sekali” protes Zio. 

    “Aku bilangkan jam delapan” balas Rafa sambil melihat jam tangannya, masih jam delapan pagi

    kurang delapan belas menit.

    “Ini petanya” ujar Zio sambil menunjukkan peta buatannya kepada Rafa. “Dua hari lalu aku pergi

    menjelajah sendiri kesana, tetapi tidak sampai masuk ke dalam kilang kayu tersebut” terang Zio lagi. 

    “Pemilik kilang kayu ini bernama wak Zulkarnain. Ayahku kenal dengan wak Zulkarnain, dia

    bekerja sebagai pemborong pembangunan rumah juga penjualan rumah” ujar Zio. 

    “Bapak-bapak yang tinggi besar dengan kumis tebal?” tanya Rafa. 

    “Iya, sering datang ke perumahan kita” jawab Zio, “Untuk memeriksa rumah-rumah

    borongannya” terangnya lagi. 

    “Terus apa serunya?” tanya Rafa kepada Zio tentang rencana penjelajahan mereka kali ini. 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    26/75

    “Kilang kayu ini dibangun di ujung sungai, pemandangan disana indah sekali. Untuk sampai ke

    ujung sungai, kita hanya bisa melewati kilang kayu wak Zulkarnain atau naik sampan” ujar Zio sambil

    menerangkan dengan menunjuk peta yang dibuatnya.

    Rafa diam memperhatikan, terlihat mulai tertarik dengan rencana Zio.

    “Aku belum pernah masuk ke dalam kilang kayu wak Zulkarnain, tetapi katanya di dalam kilang

    kayu tersebut dibuat rumah-rumah kayu yang bentuknya indah sekali” ujar Zio kemudian. Rafa diam

    mendengarkan.

    “Aku ingin memotret rumah-rumah kayu tersebut” ujarnya lagi. 

    “Berarti kita menyusup?” tanya Rafa. 

    “Iya, itu serunya” jawab Zio. 

    “Kalau ketahuan penjaga dan pekerja kilang kayu itu bagaimana?” tanya Rafa lagi. 

    “Mungkin kita akan ditangkap dan diadukan ke wak Zulkarnain” jawab Zio. 

    “Bapak-bapak yang tinggi besar dengan kumis tebal itu?” tanya Rafa. 

    “Iya. Sepertinya kejam” jawab Zio. “Jangan sampai tertangkap” ujarnya lagi. 

    Rafa kemudian berpikir beberapa lama, rencana penjelajahan kali ini cukup menarik. Rafa ingin

    melihat rumah-rumah kayu seperti yang diceritakan Zio. Rafa memperhatikan Zio yang membawa

    peralatan cukup lengkap. Swiss army knive, senter, pematik dan kamera. Ia sama sekali tidak membawa

    persediaan bekal makanan. Katanya itu menjadi tugas Rafa.

    “Oke” ujar Rafa akhirnya sambil mengulurkan tangannya. 

    “Oke” jawab Zio sambil menjabat tangan Rafa. Kemudian memberikan satu buah salinan peta

    kepada Rafa.

    “Jangan sampai tersesat” ujar Zio kemudian melompat ke atas sepedanya dan mulai

    mengendarai sepedanya di depan memimpin Rafa.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    27/75

    CHAPTER 6 

    Lapangan rumput di sebelah rumah Rafa memiliki jalan setapak yang kalau ditelusuri akan

    menuju sebuah kampung di pinggir sungai. Sebagian orang yang tinggal di perumahan Rafa merupakan

    orang-orang yang awalnya tinggal di kampung tersebut. Karena terletak di dekat sungai, kampung

    tersebut sering sekali terkena banjir. Karena itu sebagian penduduk kampung pindah ke perumahan

    yang baru dibangun, perumahan yang sama tempat Rafa dan Zio tinggal.

    Pada peta yang dibuat oleh Zio juga digambar perkampungan tersebut. Di ujung sungai ada

    terdapat kilang kayu. Kilang kayu milik wak Zulkarnain yang kali ini menjadi rencana penjelajahan Rafa

    dan Zio.

    Setelah sampai di perkampungan tersebut, Zio kemudian berhenti sebentar dan memperhatikan

    petanya. Beberapa penduduk kampung memperhatikan mereka tetapi seperti sambil lalu saja karena

    Zio dan Rafa terlihat seperti anak-anak lainnya. Zio juga mengenal beberapa orang diantara penduduk

    kampung yang mungkin menjadi langganan belanja di toko kelontong ayahnya.

    “Selain kita berdua apa ada anak lain yang mengetahui mengenai rencana ini?” tanya Rafa

    kepada Zio.

    “Gak ada. Kemarin aku ingin mengajak Irsyad, tetapi ayahnya menyuruh Irsyad masuk

    pesantren. Sekarang dia sudah berada di pesantren. Mungkin tidak akan ikut liburan perpisahan

    sekolah” ujar Zio. 

    Teman-teman Zio yang juga satu perumahan dengannya adalah anak-anak kelas enam yang

    sebentar lagi akan lulus sekolah dasar. Beberapa sudah ada yang memutuskan untuk melanjutkan

    sekolah di luar kota. Beberapa teman dekat Zio juga sudah tidak tinggal di perumahan tersebut lagi.

    Sementara Zio belum memikirkan akan melanjutkan sekolah kemana.

    “Masih agak jauh ke arah timur laut” ujar Zio lagi sambil membaca peta. “Ayo” ujarnya lagi

    sambil memimpin Rafa di depan.

    Beberapa orang petani terlihat sedang bekerja di kebun dan sawah-sawah mereka. Sebagian ada

    yang sedang panen sayur juga buah-buahan. Rafa senang sekali memperhatikan kebun-kebun sayur dan

    buah. Juga terlihat ternak-ternak sapi dan ayam.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    28/75

    Mereka berdua akhirnya sampai di depan kilang kayu tersebut, terlihat sangat sepi.

    “Pagarnya tinggi sekali” ujar Rafa sambil memperhatikan pagar kilang kayu tersebut yang

    terbuat dari rangka kayu dan besi-besi runcing. Tidak terlihat penjaga ataupun pekerja.

    “Sst..” ujar Zio sambil mengintip dan memperhatikan ke dalam kilang kayu. Ia kemudian

    menggambarkan situasi di dalam.

    “Di dekat sini ada bangunan kecil seperti pintu masuk ke gudang workshop, aku akan masuk ke

    dalam terlebih dahulu. Kamu tunggu diluar sambil memperhatikan situasi. Beritahu aku kalau ada yang

    memergoki. Kalau tidak ada pekerja atau penjaga, aku akan memberikan isyarat untuk masuk” te rang

    Zio sambil menggambarkan beberapa titik di dalam peta yang dibawanya.

    “Kalau ada penjaga atau pekerja, kamu langsung lari kembali pulang. Mengerti?” tanya Rafa. 

    “Iya” jawab Rafa kemudian. 

    Mereka berdua kemudian menyembunyikan sepedanya di kebun salah satu rumah penduduk

    kampung yang terlindungi semak tanaman sereh. Zio kemudian mempersiapkan perlengkapannya dan

    sambil mengendap-endap masuk ke dalam kilang kayu tersebut. Ia kemudian berlari pelan ke gudang

    yang ada di dalam kilang kayu. Setelah beberapa lama memperhatikan keadaan, tidak terlihat ada

    penjaga atau pekerja. Zio kemudian memberikan isyarat agar Rafa masuk dan mengikutinya.

    “Terlihat sepi sekali” ujar Zio. Ia kemudian memperhatikan dan mengambil jalan dari samping

    gudang. Rafa mengikuti anak laki-laki itu kemudian mereka mulai memasuki ruang perkakas dan

    workshop di kilang kayu tersebut.

    Workshop kilang kayu tersebut merupakan bangunan besar dengan balok-balok kayu yang ada

    di dalamnya. Tercium jelas bau serbuk kayu. Beberapa saat Rafa menahan agar tidak bersin. Mereka

    berdua kemudian berjalan diantara balok-balok kayu. Bangunan gudang workshop tersebut sangat luas

    hingga mereka berdua tidak tahu harus berjalan ke arah mana.

    Rafa mengikuti langkah Zio yang berjalan sambil memperhatikan peta.

    “Sungai terdapat di sebelah timur bangunan workshop ini” ujar Zio sambil terus berjalan.

    Mereka terus berjalan hingga akhirnya berada di tengah-tengah bangunan gudang workshop tersebut.

    Gudang bangunan workshop tersebut sangat luas sekali.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    29/75

    Kemudian tiba-tiba mereka mendengar langkah-langkah kaki penjaga dan pekerja. Zio dan Rafa

    kemudian berlari dan bersembunyi di antara balok-balok kayu.

    Tiga orang penjaga berbadan tegap berjalan melewati mereka. Kemudian menghilang di arah

    utara. Rafa dan Zio melanjutkan penjelajahan mereka.

    “Ke arah sini” ujar Zio kemudian mengambil jalan ke arah timur. 

    Bangunan gudang workshop kilang kayu tersebut sangat gelap hingga tidak terlihat cahaya dan

    titik ujung. Rafa dan Zio terus memutuskan berjalan hingga dapat melihat pintu keluar. Setelah berjalan

    beberapa lama, Rafa akhirnya dapat melihat seberkas cahaya.

    “Kesana..” ujarnya sambil menunjuk berkas cahaya di ujung pintu keluar.

    Bergegas Rafa dan Zio kemudian berjalan menuju pintu tersebut.

    “Mudah-mudahan tidak terkunci” ujar Zio sambil terus berjalan. Hingga mereka sampai di depan

    pintu tersebut, Zio mencoba untuk membuka kuncinya. Kemudian pintu besar tersebut terbuka dan

    cahaya terang langsung menerangi gudang kayu yang gelap tersebut.

    Rafa dan Zio kemudian berdiri pada pintu tersebut. Di hadapan mereka terhampar gurun serbuk

    kayu. Hamparan serbuk-serbuk kayu yang sangking banyaknya hingga menjadi seperti gurun.

    Rafa dan Zio kemudian saling pandang.

    “Ayo” ujar Zio memimpin di depan. Rafa kemudian mengikutinya. 

    Mereka berdua kemudian berjalan melewati hamparan gurun serbuk kayu. Di atas mereka

    matahari bersinar dengan sangat panas. Peluh keringat menetes dari dahi mereka karena cuaca yang

    sangat terik. Setelah beberapa lama berjalan, mereka merasa kehausan. Rafa kemudian mengulurkan

    tumbler air minumnya kepada Zio yang sudah cukup kelelahan memimpin di depan. Kemudian mereka

    kembali melanjutkan perjalanan.

    “Serbuk kayunya banyak sekali” komentar Rafa. 

    “Bisnis kilang kayu wak Zulkarnain adalah yang terbesar di daerah ini” jawab Zio. “Serbuk-serbuk

    kayu ini mungkin sudah tertumpuk puluhan tahun sehingga membentuk seperti gurun” ujarnya sambil

    terus berjalan dalam panas.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    30/75

    Mereka melewati beberapa gundukan serbuk kayu yang seperti menanjak bukit. Tidak ada

    tanaman atau pohon satu pun. Setelah berjalan sekian lama, mereka baru sampai di tempat rumah-

    rumah kayu dibuat. Beberapa rumah kayu yang belum selesai terlihat di kanan kiri mereka.

    “Mungkin ini tempatnya” ujar Zio sambil memperhatikan rumah-rumah kayu tersebut. Ia

    kemudian mengeluarkan kamera sakunya dan memotret beberapa rumah-rumah kayu mungil tersebut.

    Di sekeliling mereka masih terhampar gurun yang terbuat dari serbuk-serbuk kayu.

    “Darimana wak Zulkarnain mendapat kayu-kayu ini? Banyak sekali, serbuk kayunya saja hingga

    membentuk hamparan gurun” ujar Rafa sambil memperhatikan sekelilingnya. Gudang workshop

    tersebut sangat besar dan berisi balok-balok kayu besar. Rumah-rumah kayu yang sedang dibangun juga

    banyak sekali.

    “Ditebang dari hutan. Juga ditanam di perkebunan” jawab Zio. “Kayu-kayu ini mungkin diangkut

    melalui sungai” terang Zio lagi. 

    “Rumah-rumah kayu ini didapat dari menebang pohon di hutan?” tanya Rafa. 

    “Iya, sebagian mungkin. Balok-balok kayu hingga diameter satu meter lebih biasanya tidak hidup

    di perkebunan” terang Zio. 

    “Sayang sekali. Makanya cuaca menjadi semakin panas karena pohon-pohon di hutan ditebang” 

    ujar Rafa merasa kesal sementara Zio tidak berkomentar.

    Rumah-rumah kayu tersebut berbentuk sangat unik. Berbagai macam bentuknya. Dengan teras

    yang kecil, sebuah jendela, ruang tamu, kamar tidur. Rafa kemudian mencoba memasuki salah satu

    rumah yang belum selesai. Rumah kayu kecil dengan teras yang nyaman. Ruang tamu, kamar tidur dan

    dapur. Rumahnya mungil-mungil sekali dan mungkin hanya bisa ditempati oleh dua atau tiga orang. Zio

    kemudian ikut menemani Rafa memasuki salah satu rumah.

    “Menyenangkan..” ujar Zio sambil berjalan-jalan di dalam rumah kayu mungil tersebut.

    “Praktis” ujar Rafa sambil memperhatikan dapur kecil di rumah tersebut dan dua kamar tidurnya

    yang juga sangat sederhana.

    Kedua anak laki-laki dan perempuan itu kemudian saling pandang.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    31/75

    “Tetapi di depan sana juga masih banyak rumah-rumah lain yang juga sangat menarik” ujar Zio.

    “Aku masih mau melihat-lihat” ujarnya lagi sambil berjalan ke luar dari rumah tersebut. 

    Rafa setuju dengan pendapat Zio, ia juga masih ingin melihat-lihat rumah yang lain. Beberapa

    rumah kayu lain berada di sekitar mereka. Bentuk rumah kayu yang satu dengan yang lainnya terlihat

    cukup berbeda. Karena itu Rafa dan Zio juga ingin melihat rumah-rumah lainnya.

    Tetapi ketika anak perempuan itu berjalan keluar dari dalam rumah pertama tersebut, ia

    kemudian tidak sengaja mematahkan dan merusak salah satu balok lantai kayu rumah yang belum

    selesai tersebut kemudian jatuh terperosok pada kolong rumah.

    “ZIO..” teriak Rafa. Zio kemudian menoleh ke belakang dan berjalan kembali mendekati Rafa

    kemudian mengulurkan tangannya untuk menolong Rafa.

    “Kenapa bisa terjatuh?” tanyanya. 

    “Lantainya belum selesai, balok kayunya rapuh sekali” jawab Rafa sambil memperhatikan salah

    satu balok penyokong rumah yang sudah patah.

    Rafa kemudian memikirkan perkataan papa dan mamanya tentang bakatnya merusak barang-

    barang secara tidak sengaja. Ia merasa bersalah dan ketakutan. Ia takut kalau ketahuan oleh pekerja dan

    penjaga kilang kayu tersebut. Apalagi kalau harus menghadapi wak Zulkarnain.

    Kemudian tiba-tiba mereka berdua mendengar suara penjaga dan pekerja yang berjalan di luar

    rumah. Zio dan Rafa kemudian kembali bersembunyi.

    “SIAPA ITU?” teriak beberapa orang pekerja dan penjaga kilang kayu. Mereka kemudian mulai

    memeriksa rumah-rumah kayu itu satu persatu.

    “Kalian tadi dengar, ada orang yang berbicara” ujar salah seorang penjaga kepada penjaga lain. 

    “Ya.., aku juga dengar” ujar penjaga yang lain sambil memeriksa rumah-rumah kayu tersebut.

    “Bagaimana ini? Bagaimana kalau ketahuan sama pekerja-pekerja kilang kayu wak Zulkarnain?”

    ujar Rafa ketakutan. Ia membayangkan harus menghadapi wak Zulkarnain yang hitam tinggi besar dan

    memiliki kumis tebal.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    32/75

    “SIAPA ITU?” teriak salah seorang penjaga di depan rumah kayu tempat Rafa dan Zio

    bersembunyi.

    “Mau bagaimana lagi” jawab Zio dengan tenang kemudian menarik tangan Rafa dan segera

    berlari keluar dari pintu belakang rumah untuk menghindari pekerja-pekerja dan penjaga kilang kayu

    wak Zulkarnain. Pekerja-pekerja tersebut sempat melihat mereka dan beberapa orang kemudian

    mengejar Zio dan Rafa.

    “HEY TUNGGU..” teriak salah seorang penjaga yang akhirnya mengejar mereka berdua.  

    “Lari Rafa..” ujar Zio sambil menarik tangan Rafa dan mereka berdua  kemudian berlari

    sekencang-kencangnya menghindari kejaran para pekerja dan penjaga kilang kayu.

    “Nanti kita bayar kerusakannya” ujar Zio berusaha menenangkan Rafa, anak perempuan itukemudian mengangguk pelan dan percaya sepenuhnya kepada Zio. Rafa dan Zio kemudian

    mempercepat langkah mereka untuk menghindari kejaran para pekerja dan penjaga kilang kayu.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    33/75

    CHAPTER 7 

    Anak perempuan itu ingat sewaktu pertama kali bertemu dengan Zio. Di depan rumahnya ada

    sebuah rumah dengan pohon jambu air berwarna merah yang buahnya banyak sekali. Hingga

    berjatuhan memenuhi halaman. Rumah itu adalah rumah Zio.

    Suatu hari ketika cuaca sedang sangat panas, Rafa memperhatikan buah-buah jambu air

    tersebut. Terlihat sangat segar. Tetapi Rafa hanya memperhatikan dari balkon rumahnya. Tidak

    disangka, ibu Zio dan Zio kemudian datang ke rumah mengantarkan jambu-jambu air berwarna merah

    tersebut. Kemudian Rafa berkenalan dengan Zio.

    Itu sebabnya kalau cuaca sedang sangat panas, ia selalu ingat kepada jambu air merah tersebut.

    Karena jambu air merah di rumah Zio tidak berbuah sepanjang musim, Rafa harus cukup senang dengan

    buah-buah tomat sebagai pengganti.

    “Panas sekali”  ujar Zio yang masih berlari menyusuri gurun serbuk kayu bersama Rafa untuk

    menghindari pekerja-pekerja kilang kayu yang memergoki kedatangan mereka dan mengejar mereka.

    Zio dan Rafa cepat menghindar sehingga pekerja dan penjaga-penjaga kilang kayu tersebut tidak terlihat

    lagi. Rafa dan Zio dapat melihat deretan rumah-rumah kayu yang belum selesai dibangun telah berada

     jauh di belakang mereka.

    “Itu sungai” ujar Rafa sambil menunjuk ke arah di balik deretan rumah-rumah kayu. Zio dan Rafa

    kemudian berlari secepatnya ke arah sungai. Tetapi semakin mereka berlari mendekat, sungai tersebut

    terlihat semakin menjauh. Mereka berlari hingga kelelahan kemudian ketika sudah berada di dekat

    sungai, mereka kemudian beristirahat di bawah sebuah pohon kelapa.

    “Lelah sekali” ujar Rafa sambil kembali minum dari tumbler airnya yang sekarang terasa sama

    panasnya dengan terik matahari. Pandangan matanya mulai berbayang tidak jelas karena cuaca yang

    sangat panas. Ia kemudian mulai memakan beberapa jelly kemasan. Zio juga ikut beristirahat.

    Jarak mereka ke sungai tidak terlalu jauh, mungkin hanya beberapa puluh meter. Rafa dapat

    melihat kerlang-kerling jernih air sungai yang tertimpa cahaya matahari. Namun mereka sudah merasa

    sangat lelah sekali.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    34/75

    “Kita menempuh jarak yang jauh karena memutar menghindari pekerja-pekerja kilang kayu,

    padahal gudang workshop kilang kayu tadi masih terlihat dari sini” u jar Zio sambil terengah-engah

    kelelahan, ia masih berusaha mencermati petanya sambil memandang ke arah kilang kayu. Terlihat

    puncak atap gudang workshop kilang kayu tersebut. “Gudang itu tinggi sekali, atapnya masih kelihatan

    dari sini” ujarnya lagi. 

    Anak perempuan itu kemudian memperhatikan pemandangan di sekitarnya. Pemandangan di

    ujung sungai itu sangat indah. Rafa terduduk di bawah pohon sambil memperhatikan keindahan di ujung

    sungai. Di ujung sungai tersebut terlihat sangat hijau. Pepohonan yang rindang dan air sungai yang

    mengalir jernih. Terlihat beberapa ekor burung dengan bulu yang indah bertengger dan berterbangan di

    antara pohon. Juga langit biru yang menjadi latar horizon dan udara yang sangat bersih.

    Zio masih sibuk memperhatikan peta walaupun anak laki-laki itu juga terlihat cukup lelah.

    “Rafa, coba lihat” ujar Zio menunjuk ke satu arah di seberang sungai.

    “Subhanallaah..” gumam Rafa sambil memperhatikan ke arah yang ditunjukkan oleh Zio. 

    Rumah-rumah kayu kecil dengan banyak tanaman bunga terlihat dari kejauhan. Rafa

    memperhatikan perkampungan kecil di ujung sungai dengan rumah-rumah kayu yang mirip dengan

    rumah kayu yang dibuat di workshop kilang kayu wak Zulkarnain. Tanaman-tanaman bunga berwarna-

    warni dapat dilihat dari tempat mereka.

    Rafa dan Zio kemudian berusaha untuk menyusuri pinggir sungai, mencari jalan untuk

    menyeberangi sungai. Sungai tersebut tidak terlalu lebar juga tidak terlalu dalam. Airnya sangat jernih

    dengan batu-batu sungai yang dapat terlihat dari permukaan. Rafa dan Zio kemudian menyusuri daerah

    aliran sungai yang dapat digunakan untuk menyeberang. Batu-batu sungai besar dapat dijadikan sebagai

    titian pijakan untuk menyeberang.

    Rafa yang mengenakan running shoes agak kesulitan untuk menyeberangi sungai karena

    permukaan batu sungai yang tertutupi lumut menjadi agak licin. Sedangkan Zio mengenakan sandal

    gunung yang sangat cocok untuk digunakan dalam kondisi sungai berbatu. Zio membantu Rafa untuk

    menyeberangi sungai dan mereka akhirnya dapat sampai di seberang sungai dengan selamat.

    Mereka kemudian menyusuri jalan setapak dari sungai menuju perkampungan rumah-rumah

    kayu tersebut. Setelah berjalan beberapa lama, mereka akhirnya sampai di perkampungan tersebut.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    35/75

    “Cantik sekali” ujar Rafa sambil memperhatikan rumah-rumah kayu dengan tanaman bunga di

    halaman depannya. Perkampungan kecil itu sangat indah. Rumah-rumah mungil dengan halaman kecil

    dan tanaman-tanaman bunga.

    Zio dan Rafa kemudian berjalan menuju perkampungan tersebut. Sewaktu ingin memotret,

    kamera Zio entah kenapa tiba-tiba tidak dapat digunakan. Mungkin baterenya habis. Ketika mereka

    sampai disana, perkampungan tersebut terlihat sangat sunyi. Rumah-rumah kayu kecil tersebut

    pintunya tertutup. Jendelanya juga beberapa terlihat tertutup. Hanya tanaman-tanaman bunga yang

    indah menyambut mereka di halaman.

    Zio berjalan menyusuri jalan kecil di perkampungan tersebut dan tidak bertemu dengan siapa-

    siapa. Kampung tersebut terlihat sangat sunyi. Rafa berjalan pelan di belakang Zio tetapi kemudian ia

    berhenti di sebuah rumah. Pada rumah itu ia melihat seorang anak perempuan kecil, berusia mungkindua tahun bermain di halaman depan rumahnya. Anak perempuan tersebut manis sekali dan

    memperhatikan Rafa sambil tersenyum. Anak perempuan itu mengenakan jumper berwarna cokelat

    muda dengan hood, celana panjang dan sepatu keds. Rambutnya sebahu dan dijalin satu. Ia kemudian

    memberikan setangkai bunga mawar kepada Rafa kemudian kembali masuk ke dalam rumahnya. Rafa

    kemudian berlari mengejar Zio yang sudah berjalan di depan.

    “Ada kok yang tinggal disini” ujar Rafa kepada Zio sambil menunjukkan  bunga mawar yang

    diberikan oleh anak perempuan tadi. Satu persatu penduduk kampung itu mulai terlihat. Sama seperti

    kampung lainnya. Mereka bekerja di ladang, berkebun, bercocok tanam, berkegiatan membereskan

    rumah dan pekarangan.

    Beberapa orang penduduk berjalan melewati mereka dan tersenyum kepada Rafa dan Zio. Rafa

    memperhatikan seorang ibu-ibu hamil yang berjalan sambil membawa keranjang penuh dengan sayur-

    sayuran. Melihat ibu itu, Ia teringat dengan mamanya. Ia kemudian tersenyum kepada ibu tersebut dan

    ibu tersebut membalas tersenyum kepada Rafa dengan ramah. Rafa kemudian menjadi sangat rindu

    kepada mamanya yang sedang mengandung adik bayinya di rumah.

    Ia kemudian langsung teringat dan memperhatikan jam tangannya. Jarum jam sudah

    menunjukkan hampir jam empat sore.

    “Zio, sudah sore. Ayo kita pulang” ujar Rafa kepada Zio. 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    36/75

    Di ujung kampung tersebut terdapat sebuah masjid kecil. Dengan halaman rumput di

    pelatarannya.

    “Aneh sekali..” gumam Zio yang berhenti dan berdiri di depan salah satu rumah  yang terlihat

    sangat sepi namun sangat indah. Pagar-pagar kayunya rendah dengan tanaman-tanaman bunga. Bunga

    mawar dan krisan. Anyelir, asoka. Dan semuanya sedang berbunga dengan indah.

    Rumah kayu kecil dengan pagar rendah dan banyak tanaman bunga. Kedua anak itu berdiri pada

     jalan setapak di depan rumah itu. Setapak Rumah Kayu. Rafa dan Zio merasa sangat mengenal rumah

    tersebut.

    “Seperti rumah Dinda” gumam Zio pelan. Di dalam hati Rafa , anak perempuan itu juga merasa

    rumah tersebut mirip sekali dengan rumah Dinda. Rumah kayu kecil mungil dengan pintu dan jendela

    kecil. Pagar-pagar kayu rendah dan tanaman-tanaman bunga. Aster, mawar, bougenville, azalea, krisan,

    melati. Rumah itu terlihat bercahaya. Cahaya matahari yang mulai condong ke arah Barat menderang

     jatuh pada halaman pekarangan rumah.

    Zio kembali mencoba untuk memotret, tetapi kameranya sudah benar-benar kehabisan batere.

    Ia kemudian menggambar peta daerah tersebut. Peta tersebut diberi nama, Perkampungan Seberang

    Sungai.

    Rafa kemudian kembali melihat jam tangannya, sudah hampir masuk waktu Ashar. Dari mesjid

    di kampung tersebut ia juga mendengar adzan berkumandang. Ia merasa bersalah karena sudah

    tertinggal waktu dzuhur.

    “Nanti shalat jamak qashar” ujarnya di dalam hati kemudian. 

    Karena sudah sangat sore, Rafa dan Zio kemudian berusaha mencari jalan pulang. Mereka tidak

    dapat melewati kilang kayu wak Zulkarnain karena takut ketahuan oleh para pekerja dan penjaga kilang

    kayu. Kemungkinan kilang kayu tersebut juga sudah tutup sehingga mereka tidak dapat melewati jalan

    keluar menuju kampung dari sana. Karena itu mereka hanya bisa melewati pinggiran sungai. Kedua anak

    itu kemudian berjalan menyusuri pinggiran sungai yang semakin ke arah tengah aliran sungai, lumpur di

    pinggiran sungainya semakin tebal. Sehingga Rafa dan Zio sangat kesulitan untuk dapat melewatinya.

    Setiap melangkah, kaki mereka akan terbenam lumpur hingga betis. Walaupun begitu Zio dan Rafa tetap

    melanjutkan perjalanan mereka menyusuri pinggiran sungai.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    37/75

    Setelah berjalan hampir selama satu jam, langit kemudian mulai gelap. Matahari mulai condong

    ke Barat. Rafa dapat melihat dataran berbatu di depan mereka. Ia kemudian mulai mempercepat

    langkahnya.

    Kedua anak itu kemudian bergegas berjalan melewati pinggiran sungai yang sudah berupa

    dataran berbatu sehingga tidak kesulitan lagi melewati lumpur dalam. Tetapi pakaian mereka menjadi

    sangat kotor dan berlumpur.

    Rafa sudah merasa ketakutan juga bersalah, terlebih mengenai kerusakan salah satu rumah

    kayu yang disebabkannya. Rafa juga khawatir beberapa orang pekerja kilang kayu yang memergoki dan

    mengejar mereka akan mengadukan hal tersebut kepada wak Zulkarnain. Ia takut kalau ketahuan oleh

    mama dan papanya, ia pasti akan dimarahi.

    “Rafa cepat..” teriak Zio yang sudah sampai di tempat mereka menyembunyikan sepeda.

    Kedua anak itu kemudian bergegas untuk pulang.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    38/75

    CHAPTER 8 

    Jalan komplek perumahan sudah temaram sewaktu kedua anak itu kembali dari rencana rahasia

    menjelajah kilang kayu wak Zulkarnain. Lampu-lampu jalan sudah dinyalakan dan mereka berdua sudah

    merasa ketakutan akan dimarahi oleh kedua orang tua mereka. Pakaian mereka semua kotor dan

    berlumpur sungai.

    “Mama pasti marah” ujar Rafa. 

    “Ayahku juga pasti marah” balas Zio. 

    “Bilang apa?” tanya Rafa. 

    “Bilang saja tadi kita ikut ke sawah di kampung sebelah” jawab Zio. 

    “Berarti bohong?” tanya Rafa lagi. 

    “Iya, nanti waktu hari Raya kita minta maaf” jawab Zio lagi ketika mereka sudah sampai di depan

    rumah. “Juga tentang kerusakan rumah kayu wak Zulkarnain.., nanti kita pikirkan lagi” ujar Zio

    kemudian.

    “Aku sering melihat wak Zulkarnain datang kemari, kalau ketahuan bagaimana? Kalau dia

    mengadu ke papa dan mamaku bagaimana?” tanya Rafa. 

    “Kamu kerja saja di toko ayahku, atau mengumpulkan buah pinang untuk membayar kerusakan

    itu. Kalau uangnya sudah terkumpul, baru kita mengaku kepada wak Zulkarnain” ujar  Zio memberikan

    ide bagaimana mengganti kerusakan yang dibuat Rafa.

    “Oke..” ujar Rafa kemudian. 

    “Oke” ujar Zio, mereka kemudian berpisah dan kembali ke rumah masing-masing.

    Sewaktu sampai di rumah, pintu depan rumahnya sudah tertutup. Orang-orang yang kursus

    menjahit di rumahnya sudah pulang. Rafa kemudian memasukkan sepedanya ke garasi dan masuk ke

    rumah dari pintu belakang. Ia tidak melihat papa dan mamanya di lantai bawah. Kemungkinan sedang

    berada di lantai atas.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    39/75

    Perkiraan Rafa ternyata salah. Papanya sedang berada di dapur sedangkan mamanya sedang

    beristirahat di lantai atas.

    “Kata mama tadi kamu pergi main sepeda dengan Zio. Itu kenapa main lumpur?” tanya papanya

    yang tidak melihat ketika Rafa pergi tadi pagi.

    “Kami ke sawah..” jawab Rafa. 

    “Ngapain ke sawah sampai sore?” tanya papanya lagi. 

    “Juga main ke sungai” ujar Rafa terdesak, terpaksa untuk jujur. 

    “Untung gak kenapa-kenapa” ujar papanya kemudian, “Cepat mandi, sudah maghrib. Mama

    sedang sakit, katanya minta dipijit” ujar papa Rafa, kemudian papanya berjalan ke lantai atas. Tidak ada

    pertanyaan selanjutnya, jadi Rafa tidak perlu menjelaskan lebih banyak.

    Masalahnya hanya jika wak Zulkarnain mengetahui kerusakan salah satu rumah kayu yang ia

    sebabkan dan mengadukan hal tersebut ke papanya. Anak perempuan itu berusaha untuk menenangkan

    diri kemudian segera mandi dan menunaikan shalat maghrib. Pada hari rencana rahasia menjelajah

    kilang kayu wak Zulkarnain, ia tertinggal dua shalat fardhu.

    Malamnya ia menerima telepon dari Zio. Zio bilang, Rafa bisa bekerja dengannya di toko

    ayahnya untuk mengumpulkan uang mengganti kerusakan rumah kayu wak Zulkarnain.

    “Kamu dimarahi?” tanya Zio kepada Rafa. 

    “Enggak” jawab Rafa sambil menggeleng. “Kamu dimarahi?” tanyanya balik.

    “Waktu aku pulang, ayah dan ibuku sedang di toko. Abangku yang marah -marah” terang Zio.

    “Katanya mau diadukan ke ayah, tapi aku tidak takut” ujarnya lagi. 

    “Bagaimana cara membayar kerusakan rumah kayu wak Zulkarnain?” tanya Rafa kepada Zio

    sambil berbisik-bisik. Ia menerima telepon di ruang tamu, papanya sedang menonton televisi.

    “Kamu bisa kerja di toko ayahku, untuk menabung uang kerusakan rumah kayu itu. Kalau kamu

    mau..” ujar Zio. 

    “Kerja ngapain?” tanya Rafa bingung. 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    40/75

    “Jualan beras, gula, minyak goreng…, atau mengumpulkan pinang, nanti jual ke ayahku” jawab

    Zio dengan tenang.

    Rafa yang berasal dari kota besar tidak mengerti kalau ada pekerjaan seperti mengumpulkan

    pinang. Pekerjaan mengumpulkan pinang adalah pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh anak-anak Aceh

    untuk menambah uang jajan mereka juga membantu keluarga. Pinang-pinang yang dikumpulkan itu

    nanti akan dijual kepada toke dan anak-anak tersebut akan mendapat uang tambahan. Zio menyarankan

    Rafa untuk bekerja mengumpulkan pinang agar bisa membayar kerusakan yang ia buat pada rumah kayu

    wak Zulkarnain.

    “Mungkin aku akan mengumpulkan dari uang jajan saja..” jawab Rafa kemudian sambil mulai

    menghitung-hitung uang jajannya. Apakah cukup untuk membayar kerusakan rumah kayu tersebut.

    “Untuk mengganti satu papan lantai kayu berapa? Kamu tahu?” tanya Rafa kepada Zio.

    Walaupun masih anak-anak, tetapi kedua orang tua Rafa sangat mengajarkan untuk menjadi orang yang

    bertanggung jawab.

    “Aku tidak tahu…, tetapi kemungkinan cukup dikumpulkan dari uang jajanmu” jawab Zio, “Aku

    hanya memberikan saran, mengumpulkan pinang juga sangat seru..” ujar anak laki -laki itu lagi.

    “Hmm..” ujar Rafa tidak mengerti. 

    “Kalau bekerja di toko ayahmu digaji berapa?” tanya Rafa. 

    “Satu hari Rp.15.000. bekerja setelah pulang sekolah” jawab Zio yang sendirinya juga bekerja di

    toko ayahnya.

    “Deal..” ujar Rafa, “Kapan aku bisa mulai kerja?” tanyanya lagi. 

    “Besok jumpa sama ayahku dulu” jawab Zio. 

    “Oke. Bertemu di padang chamomile dekat rumah Dinda setelah pulang sekolah” ujar Rafa. 

    “Iya” jawab Zio kemudian menutup teleponnya. 

    Rafa kemudian berjalan ke ruang gambar papanya. Setelah menonton televisi sebentar, papanya

    kemudian bekerja lembur. Lampu ruang gambar menjadi sangat terang.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    41/75

    Kalau ia jujur kepada papanya, mungkin papanya dapat membantu permasalahan Rafa. Tapi

    anak perempuan itu tidak tahu harus menjelaskan bagaimana. Permasalahannya wak Zulkarnain cukup

    dikenal di komplek perumahan mereka. Beberapa rumah yang ada di perumahan tersebut juga

    merupakan rumah milik wak Zulkarnain. Wak Zulkarnain sering datang ke komplek perumahan mereka

    untuk mengecek rumah-rumahnya. Papa Rafa juga mengenal wak Zulkarnain. Kalau wak Zulkarnain

    sudah mengetahui kerusakan yang ia buat pada salah satu rumah kayu miliknya dan mengadukan hal itu

    ke papanya, Rafa menjadi takut sekali.

    “Pa..” ujar Rafa di pintu ruang gambar papanya. Papa Rafa duduk membelakangi Rafa dengan

    meja gambar yang berada di tengah-tengah ruangan. Di whiteboard terdapat beberapa gambar sketsa

    apparel yang sedang didesain oleh papanya.

    “Kenapa Rafa..? Sudah makan malam?  Tadi papa makan malam duluan sama mama karenamama mau langsung istirahat dan papa masih banyak kerja” ujar papanya. 

    “Sudah.., tadi aku buat baked potato” jawab Rafa. 

    “Kenapa belum tidur?” tanya papanya sambil melihat jam dinding kemudian menoleh sekali

    kepada Rafa memperhatikan anak perempuan itu kemudian kembali bekerja.

    “Enggak apa-apa, aku sayang papa” ujar Rafa sambil berjalan mendekati papanya dan  mencium

    pipi papanya.

    “Papa juga sayang Rafa.., cepat tidur. Sudah jam sepuluh” ujar papa Rafa kemudian. Anak

    perempuan itu mengangguk pelan kemudian berjalan ke kamarnya.

    Rahasianya semakin bertambah, sekarang ditambah dengan rencana untuk bekerja paruh waktu

    di toko ayahnya Zio. Rafa kemudian memperhatikan sketsa rumah kayu yang sedang dikerjakannya.

    Mirip dengan salah satu rumah kayu yang ia lihat di perkampungan seberang sungai. Juga mirip dengan

    rumah kayu Dinda. Ia kemudian teringat dengan Dinda. Sudah beberapa hari Dinda berada di rumah

    sakit. Kalau nanti Dinda sembuh, Rafa ingin memberikan sketsa rumah kayu tersebut kepada Dinda.

    Rumah kayu kecil berpagar rendah dengan banyak tanaman bunga dan jalan setapak di depannya.

    Keesokan harinya, Rafa bertemu Zio di sekolah. Mereka saling melihat tetapi kemudian pura-

    pura tidak mengenal. Di sekolah, anak kelas enam biasanya bermain dengan anak kelas enam. Anak

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    42/75

    kelas empat bermain dengan anak kelas empat. Kalau di sekolah, karena Zio sudah kelas enam dan Rafa

    kelas empat, mereka berpura-pura tidak mengenal.

    Sehabis pulang sekolah, setelah sampai di rumah, Rafa kemudian pergi ke lapangan rumput

    tempat bunga chamomile untuk bertemu dengan Zio, untuk membicarakan mengenai rencana Rafa

    bekerja paruh waktu di toko ayahnya Zio. Tetapi ketika melewati rumah Dinda, Rafa melihat pintunya

    terbuka. Bu Arti sedang membersihkan rumah.

    “Bu Arti..” tegur Rafa. 

    “Rafa.., mau kemana?” tanya bu Arti kepada Rafa. 

    “Mau kesana..” jawab Rafa sambil menunjuk ke arah padang chamomile. “Kak Dinda sudah

    sehat Bu? Kapan pulang?” tanya Rafa kepada bu Arti. 

    “Alhamdulillah, sudah pulang ke rumah. Ada di dalam, sedang beristirahat” jawab bu Arti. 

    Jalan setapak di depan rumah Dinda merupakan satu-satunya jalan melintas di halaman padang

    rumput tersebut. Kalau ingin ke padang chamomile, harus melewati jalan setapak tersebut. Ketika

    berdiri di depan rumah Dinda dan berbincang-bincang dengan ibunya, Rafa melihat Zio di kejauhan juga

    sedang berjalan ke arah rumah Dinda.

    “Dinda sudah pulang ke rumah” ujar Rafa kepada Zio ketika Zio sampai di rumah Dinda. “Ayo

    kita jenguk..” ujarnya lagi. 

    Zio dan Dinda merupakan teman sekelas. Mereka sudah satu kelas semenjak masuk sekolah

    dasar. Ketika diberitahu bahwa Dinda sudah sembuh dan sudah kembali ke rumahnya, Zio juga terlihat

    senang.

    “Ayo..” ujarnya kepada Rafa sambil berjalan masuk ke rumah Dinda. 

    Kali ini kamar Dinda dihiasi dengan bunga-bunga mawar. Harum sekali. Dinda berada di tempat

    tidur seperti ketika awal ia sakit dan harus beristirahat penuh. Anak perempuan itu mengenakan jilbab.

    Senyumnya terlihat pucat namun sangat manis. Rafa tetap merasakan semangatnya untuk dapat

    kembali sehat.

    “Kak Dinda..” tegur Rafa sambil memegang tangan Dinda. 

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    43/75

    “Hey..” jawab Dinda sambil tersenyum. 

    “Hey..” ujar Zio kepada Dinda.

    “Ditanyain sama Irsyad, hari minggu kemarin dia pulang ke rumah. Irsyad sudah masuk

    pesantren, kamu sudah tahu?” cerita Zio kepada Dinda. 

    Dinda kemudian menggeleng pelan.

    “Iya. Dia sudah masuk pesantren, disuruh ayahnya. Katanya biar tidak lagi bandel” ujar Zio

    kemudian.

    Dinda sering bermain dengan Zio dan Irsyad juga Rafa dan anak-anak lain yang tinggal di sekitar

    mereka. Karena tidak memilki sepeda, biasanya Dinda dibonceng oleh Zio atau Irsyad. Mereka memang

    sekelas juga di sekolah.

    “Ini buat kamu” ujar Zio sambil memberikan satu buah cokelat kepada Dinda.

    “Terimakasih..” jawab Dinda sambil menerima cokelat pemberian Zio.

    “Itu apa?” tanya Dinda sambil menunjuk beberapa gambar yang dipegang Zio. 

    “Gambar rumah-rumah kayu. Tempat rahasia” jawab Zio sambil melirik kepada Rafa yang juga

    penasaran dengan potret-potret yang dipegang Zio. Sepertinya gambar dari kamera sakunya sewaktu

    menjalankan rencana rahasia menjelajah kilang kayu wak Zulkarnain.

    “Kamu mau lihat?” tanya Zio kepada Dinda. Anak perempuan teman sekelasnya itu kemudian

    mengangguk.

    “Aku juga mau lihat” ujar Rafa. 

    “Biar Dinda dulu yang lihat. Kamu kan sudah kesana”   ujar Zio, Rafa kemudian mengangguk

    pelan.

    “Kameranya bukannya habis batere? Apa ada fotonya yang jadi?” tanya Rafa kepada Zio

    setengah berbisik sambil menunggu Dinda yang sedang memperhatikan gambar-gambar hasil foto Zio.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    44/75

    “Ada, yang dekat gurun serbuk kayu. Rumah kayu yang kamu buat rusak” jawab Zio.

    “Kameranya habis batere setelah sampai di perkampungan seberang sungai, tapi aku   ada gambar

    petanya” ujar Zio sambil memperlihatkan peta perkampungan seberang sungai yang baru dibuatnya. 

    Zio pintar menggambar peta.

    “Keren sekali” ujar Dinda, “Kalian pergi menjelajah kesana?” tanya anak perempuan itu, “Siapa

    saja yang pergi?” tanyanya lagi.

    “Iya” jawab Zio. “Aku sama Rafa. Irsyad sedang di pesantren. Asti sepedanya sedang rusak”

     jawab Zio.

    “Rafa membuat rusa..” 

    “Ssst….” Ujar Rafa sambil menutup mulut Zio. 

    “Nng…” ujar Zio kemudian setelah mengerti. Hal tersebut rahasia. 

    “Rumah-rumah kayu ini, seperti rumah Peri” ujar Dinda. 

    “Iya.., kami pergi ke perkampungan seberang sungai. Disana banyak rumah-rumah kayu kecil,

    banyak tanaman bunganya. Berbagai macam warna, Sungainya jernih sekali.., pohon-pohonnya rindang.

    Perkampungan disana indaaah sekali” ujar Rafa bersemangat menceritakan petualangan mereka. 

    Rumah-rumah kayu di perkampungan seberang sungai indah sekali. Dengan banyak tanaman

    bunga. Rafa merasa rumahnya sangat gersang dan menyayangkan ibunya yang tidak sempat untuk

    mengurusi bunga. Walaupun ayahnya menanam beberapa tanaman tomat dan labu tanah di halaman

    belakang. Rumah-rumah perkampungan di pinggir sungai menjadi terlihat sangat indah dibandingkan

    dengan rumah Rafa dengan tanaman anthurium tidak berbunga, beberapa euphorbia yang kering,

    tanaman-tanaman bonsai yang kering kerontang diterpa musim kemarau serta climbing vine yang

    seperti hidup dengan caranya sendiri.

    Rumah-rumah kayu mungil dengan banyak tanaman bunga terlihat sangat indah sekali.

    “Ya. Juga rumah kayu yang harus kamu bayar kerusakannya” ujar Zio berbisik kepada Rafa.  

    Mengingatkan Rafa tentang kerusakan yang dibuatnya pada salah satu rumah kayu mungil di kilang kayu

    wak Zulkarnain.

  • 8/19/2019 Setapak Rumah Kayu

    45/75

    “Nanti kita omongin lagi” balas Rafa sambil tersenyum kepada Dinda yang sedang

    memperhatikan gambar-gambar Zio.

    “Kalau aku sudah sembuh, kita pergi menjelajah lagi kesana. Bagaimana?” tanya Dinda kepada

    Rafa dan Zio. Rafa dan Zio kemudian mengangguk pelan.

    “Rumah-rumah kayu mungil dengan banyak tanaman bunga itu mirip sekali dengan rumah kak

    Dinda..” ujar Rafa pelan. “Seperti rumah ini!” ujar anak perempuan itu lagi sambil  memperhatikan

    sekeliling mereka. Rumah Dinda yang hanya terbuat dari kayu, dengan satu buah kamar, ruang depan

    dan dapur yang sangat sederhana. Tetapi halamannya penuh dengan banyak bunga.

    Zio juga merasakan hal yang sama. Rumah kayu mungil dengan banyak tanaman bunga yang

    mereka lihat di perkampungan seberang sungai itu mirip sekali dengan rumah Dinda. Zio merasa hal

    tersebut agak aneh. Tetapi ia diam saja tidak memberikan komentar apa-apa mengenai apa yang

    dikatakan oleh Rafa.

    “Zio, aku ingin berbicara dengan Rafa” ujar Dinda kepada Zio. Zio kemudian mengangguk

    mengerti.

    “Cepat sembuh..�