Upload
haphuc
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
33
BAB III
SETTING LOKASI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Malang
3.1.1 Kondisi Demografis
Kabupaten Malang adalah salah satu Kabupaten di Indonesia yang terletak
di Propinsi Jawa Timur dan merupakan Kabupaten yang terluas kedua wilayahnya
setelah Kabupaten Banyuwangi dari 38 Kabupaten/ Kota yang ada di Jawa Timur.
Hal ini didukung dengan luas wilayahnya 3.534,86 km² atau sama dengan 353.486
ha dan jumlah penduduk sesuai Data Pusat Statistik pada tahun 2015 sebanyak
2.544.315 jiwa yang tersebar di 33 kecamatan yakni : Ampelgading, Bantur,
Bululawang, Dampit, Dau, Donomulyo, Gedangan, Gondanglegi, Jabung,
Kalipare, Karangploso, Kasembon, Kepanjen, Kromengan, Lawang, Ngajum,
Ngantang, Pagak, Pagelaran, Pakis, Pakisaji, Poncokusumo, Pujon, Sumbermanjing
Wetan, Singosari, Sumberpucung, Tajinan, Tirtoyudo, Tumpang, Turen, Wagir,
Wajak , dan Wonosari, terbagi lagi dalam 378 Desa dan 12 Kelurahan. Kabupaten
Malang juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi diantaranya pertanian,
perkebunan, tanaman obat keluarga dan lain sebagainya. (Malangkab : 2017)
Realitas pernikahan dini pada masyarakat di Kabupaten Malang,
berdasarkan data di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Malang, setiap tahunnya
lebih dari 300 remaja yang mengajukan Dispensasi Kawin (DK) (Malangpost, 2016
: 9). DK diajukan apabila calon pengantin berusia dibawah umur yang ditetapkan
utuk diperbolehkan menikah seperti pada Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974 yakni bagi perempuan berusia minimal 16 tahun dan laki-laki berusia
34
minimal 19 tahun. Sedangkan, berdasarkan batasan usia disebut pernikahan dini
oleh Badan Keluarga Berencana (BKB) Kabupaten Malang, perempuan maupun
laki-laki yang menikah pada saat belum genap berusia 20 tahun telah disebut
sebagai menikah usia dini. Pernikahan dini berdasarkan data dari BKB Kabupaten
Malang rata-rata mencapai 32 persen dari total pernikahan setiap tahunnya. Pada
tahun 2014, dari 24.602 pernikahan 7.732 di antaranya melibatkan perempuan
berusia di bawah 20 tahun. Tahun 2015, dari 23.578 pernikahan terdapat 7.809
perempuan yang menikah dengan usia dibawah 20 tahun. Sedangkan pada semester
pertama tahun 2016, tercatat 4.274 perempuan yang menikah di bawah 20 tahun
dari total 13.217 pernikahan (Republika : 2016).
3.1.2 Kondisi Geografis
Secara Geografis, Kabupaten Malang terletak pada 112o17`10,90`` sampai
112o57`00`` Bujur Timur, 7o44`55,11`` sampai 8o26`35,45`` Lintang Selatan.
Batas wilayah Kecamatan Karangploso adalah sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto
Timur : Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang
Barat : Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri
Selatan : Samudra Indonesia
Kondisi Fisik Geografis Kabupaten Malang dapat dilihat dari kondisi
geologi, topografi, fisiografi, dan hidrologi. Secara geologi, Kabupaten Daerah
Tingkat II Malang merupakan daerah dataran tinggi, wilayah ini dipagari oleh :
Utara : Gunung Anjasmoro (2,277m) dan Gunung Arjuno
(3,399m)
35
Timur : Gunung Bromo (2,392m) dan Gunung Semeru (3,676m)
Barat : Gunung Kelud (1,731m)
Selatan : Pegunungan Kapur (650m) dan Gunung Kawi (2,625m)
Secara Topografi, Daerah dataran rendah terletak pada ketinggian 250-
500m diatas permukaan air laut. Terdiri dari daerah dataran tinggi, daerah
perbukitan kapur, daerah lereng Gunung Kawi-Arjuno (500-300m diatas
permukaan air laut-dpal), dan daerah lereng Tengger-Semeru di Bagian Timur
(500-3600m dpal).
Secara Fisiografi, kondisi lahan di Kabupaten Malang bagian utara relatif
subur, sementara di bagian selatan relatif kurang subur. Masyarakat Kabupaten
Malang umumnya bertani, terutama yang tinggal di wilayah pedesaan, sementara
sebagian lainnya telah berkembang menjadi masyarakat industri. Jenis-jenis tanah
di Kabupaten Malang adalah tanah latosol, tanah andosol, tanah mediteran, tanah
litosol, tanah alluvial, tanah regosol, dan tanah brown.
Secara Hidrologi, Sungai-sungai yang mengalir mempunyai pengaruh
besar bagi perekonomian yang agraris di Kabupaten Malang, diantaranya yaitu :
1. Kali Brantas : bermata air di Dusun Sumber Brantas, Desa
Tulungrejo Batu, membelah Kabupaten Malang menjadi dua dan
berakhir di Bendungan Karang Kates
2. Kali Konto : mengalir melintasi wilayah Kecamatan Pujon dan
Ngantang, berakhir di Bendungan Selorejo di Ngantang.
36
3. Kali Lesti : mengalir di bagian timur wilayah Kecamatan Turen,
Dampit dan sekitarnya. Disamping puluhan anak sungai yang
memiliki arti penting.
4. Kali Amprong : mengalir di bagian timur, wilayah Kecamatan
Poncokusumo dan Tumpang.
3.2 Gambaran Umum Kecamatan Karangploso
Kecamatan Karangploso adalah salah satu dari 33 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Malang. Terletak di belahan utara Kabupaten Malang, Kecamatan
Karangploso ini dilalui jalur utama yang menghubungkan Kota Surabaya dan Kota
Batu juga menjadi jalur alternatif dari arah Kediri menuju Surabaya dan sebaliknya.
Batas-batas wilayah Kecamatan Karangploso adalah sebagai berikut :
Timur : Kecamatan Singosari dan Kota Malang
Selatan : Kecamatan Dau dan Junrejo Kota Batu
Barat : Kecamatan Bumiaji Kota Batu
Utara : Kecamatan Singosari
Luas wilayah 5.957.898 Ha yang terinci sebagai berikut :
Pemukiman : 885.419 Ha
Sawah : 1.393.900 Ha
Tegal / Kebun : 1.885.380 Ha
Perkebunan : 141.000 Ha
Hutan : 1.516.000 Ha
Lain-lain : 166.199 Ha
37
Secara administrasi, wilayah Kecamatan Karangploso terbagi dalam 9
desa, yakni : Girimoyo, Ngijo, Kepuharjo, Bocek, Ngenep, Donowarih,
Tawangargo, Ampeldento dan Tegalgondo.
Batas Administrasi adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Singosari
Sebelah Timur : Kecamatan Singosari atau Kota Malang
Sebelah Selatan : Kecamatan Dau atau Junrejo Kota Batu
Sebelah Barat : Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Karangploso merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Malang yang
angka pernikahan dini nya cukup tinggi. Secara umum, pernikahan dini dengan usia
pengantin baik laki-laki maupun perempuan dibawah 20 tahun pada tahun 2014
hingga 2016, yang terjadi di Kecamatan Karangploso tertinggi adalah di Desa
Ngenep. Seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1 : Usia Pernikahan dibawah 20 Tahun Selama 2014-2016 di Kecamatan
Karangploso
No Desa Tahun
2014
Tahun
2015
Tahun
2016
Total
1. Girimoyo 9 7 8 24
2. Ngijo 27 12 21 60
3. Kepuharjo 3 9 11 23
4. Bocek 44 36 34 114
5. Ngenep 49 46 42 137
6. Donowarih 35 20 32 87
7. Tawangargo 39 53 29 121
8. Ampeldento 16 6 7 29
9. Tegal Gondo 6 8 11 25
Sumber : Data Usia Nikah KUA Kecamatan Karangploso
38
Pada tabel tersebut terlihat, Desa Ngenep menduduki peringkat pertama yang
angka pernikahan dini nya tinggi dari tahun 2014 hingga 2016 di Kecamatan
Karangploso yakni sebesar 137 pasangan. Kemudian kedua adalah Desa
Tawangargo yakni sebesar 121 pasangan, kemudian peringkat ketiga Desa Bocek
yakni 114 pasangan. Jika dilihat dari angkanya pertahun, Desa Ngenep memang
cederung mengalami penurunan pada total angka pernikahan dini nya tiap tahun.
Hal ini terlihat dari tahun 2014 sebanyak 49 pasangan yang menikah dibawah 20
tahun kemudian menurun angkanya pada tahun 2015 sebanyak 46 pasangan
kemudian menurun lagi pada tahun 2016 menjadi 42 pasangan. Akan tetapi, jika
dilihat dari total keseluruan jika dibandingkan dengan desa yang lain, Desa Ngenep
menempati peringkat pertama.
3.3 Profil Desa Ngenep
Desa Ngenep merupakan salah satu desa yang berada pada lingkup Kecamatan
Karangploso yang terletak disebelah Utara. Desa Ngenep tergolong desa yang
berkembang. Hal ini salah satunya dapat terlihat dari tingkat perekonomian dari
kesejahteraan keluarga di Desa Ngenep yang prosentasenya tinggi pada keluarga
sejahtera 3. Dari total 3.054 keluarga, sebanyak 18% termasuk keluarga
prasejahtera atau keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimumnya, 20% keluarga sejahtera 1 atau keluarga yang dapat memenuhi
kebutuhan dasar minimumnya yakni sandang, pangan, papan dan pelayanan
kesehatan yang sangat dasar, sebanyak 26% termasuk keluarga sejahtera 2 yakni
keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi juga
dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya namun belum dapat memenuhi
kebutuhan pengembanganya, sebanyak 34% termasuk keluarga sejahtera 3 yakni
39
keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial
psikologis, sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembanganya namun belum
aktif dalam usaha kemasyarakatan dalam lingkungan desa atau wilayahnya dan
sebanyak 2% termasuk keluarga sejahtera 3+ yakni keluarga yang dapat memenuhi
kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan
sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif dalam
usaha kemasyarakatan dalam lingkungan desa atau wilayahnya.
Meski tergolong dalam Desa yang berkembang dalam hal ekonomi, namun
taraf pendidikan di Desa Ngenep masih terbilang rendah. Jumlah keseluruhan
angkatan kerja produktif angka tertinggi masih diraih oleh penduduk tidak tamat
SD dan tamatan SD yakni sebesar 6142 orang dari jumlah keseluruhan Masyarakat
desa Ngenep yakni 13.449. Artinya, hampir 50% masyarakat desa Ngenep hanya
mengenyam pendidikan di tingkat SD. Berdasarkan hal tersebut, Sumber Daya
Manusia (SDM) masyarakat Desa Ngenep masih tergolong kurang.
Sejarah Pemerintahan Desa Ngenep, mulai berdiri sejak tahun 1930, dengan
kepala pemerintahan pertama kali yaitu Bapak R. Marsidik. Secara lebih jelas
tentang silsilah Pemerintahan Desa Ngenep sebagai berikut:
1. R. Marsidik tahun 1930 s.d. 1940
2. Wasirun tahun 1940 s.d. 1945
3. Madrais tahun 1945 s.d. 1955
4. Nasir Harjosumantri tahun 1955 s.d. 1981
5. Wakidi tahun 1981 s.d. 1993
6. S. Priyotomo tahun 1993 s.d. 1998
7. Wakidi tahun 1998 s.d. 2007
40
8. Suwardi tahun 2007 s.d. 2014
9. Niti Ahmad tahun 2014 s.d sekarang
Dilihat dari segi pembangunan yang terjadi di Desa Ngenep, dari tahun ke
tahun mengalami banyak peningkatan baik di bidang ekonomi, sosial maupun
lingkungan. Dahulu Desa Ngenep banyak didominasi oleh jalan-jalan tanah yang
selalu bermasalah saat musim hujan. Gedung dan rumah-rumah sederhana, serta
fasilitas sangat terbatas. Demikian pula dari segi ekonomi, pendapatan rata-rata
masih cukup rendah dengan SDM yang juga pas-pasan. Lambat laun melalui kerja
keras dari seluruh pihak dan tekad masyarakat Desa Ngenep mendambakan
perbaikan kualitas hidup, maka saat ini hasil pembangunan di berbagai bidang
sudah dapat dirasakan dampak positifnya meski kualitas SDM masih perlu
ditingkatkan kembali.
Sebagai sebuah desa, sudah tentu struktur kepemimpinan Desa Ngenep tidak
bisa lepas dari strukur administratif pemerintahan pada level di atasnya. Hal ini
dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
41
Skema 3.1 : Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Ngenep
Sumber : Data Desa Ngenep
Secara umum pelayanan Pemerintahan Desa Ngenep kepada masyarakat
relatif sangat memuaskan. Beberapa warga menyatakan bahwa pelayanan
umum seperti pembuatan pengantar kartu tanda penduduk (KTP) dapat
dikerjakan dengan cepat dalam waktu jam kerja kantor. Begitu pula untuk
pengurusan surat-surat penting lainnya seperti surat lahir dan surat kematian,
sehingga secara umum masyarakat merasa terlayani secara baik. Namun
demikian tidak menutup kemungkinan warga meminta pelayanan baik
konsultasi maupun surat menyurat datang ke rumah perangkat desa diluar jam
dinas, tetap dilayani dengan baik untuk diteruskan ke kantor desa.
42
3.3.1 Kondisi Geografis Desa Ngenep
Desa Ngenep memiliki luas wilayah 13.916,79 km2. Desa Ngenep terbagi
dalam delapan dusun yakni : Dusun Ngenep, Dusun Baba’an, Dusun Curah
Kembang, Dusun Genitri, Dusun Tumpangrejo, Dusun Lowoksari, Dusun
Mojosari, dan Dusun Kubung. Meski terdiri dari delapan dusun, namun hanya
terdapat tujuh kepala Dusun di Desa Ngenep. Hal ini karena Dusun Kubung dan
Dusun Lowoksari dipimpin oleh satu Kepala Dusun karena wilayah Dusun
Kubung yang berdekatan juga Dusun Kubung cukup sempit dibandingkan dengan
dusun lainnya. Terlihat pada peta Desa Ngenep berikut ini :
Gambar 3.1 : Peta Desa Ngenep
Sumber : Data Desa 2016
43
Berdasarkan peta tersebut dapat terlihat bahwa batas Desa Ngenep adalah
sebagai berikut :
Utara : Desa Lang-lang Kecamatan Singosari.
Selatan : Desa Ngijo dan Desa Kepuharjo Kecamatan Karangploso.
Barat : Desa Ngijo dan Desa Bocek Kecamatan Karangploso.
Timur : Desa Kepuharjo Kecamatan Karangploso.
Wilayah Desa Ngenep masih didominasi oleh lahan pertanian warga. Sehingga,
masyarakat Desa Ngenep rata-rata bekerja sebagai petani atau buruh tani meski
banyak juga yang bekerja sebagai buruh pabrik. Lahan pertanian masyarakat Desa
Ngenep cukup luas seperti nampak pada peta desa. Masyarakat Desa Ngenep rata-
rata menggarap sendiri lahanya secara turun temurun dilanjutkan oleh anaknya.
3.3.2 Kondisi Demografis Desa Ngenep
Jumlah penduduk Desa Ngenep adalah 13.449 per 2016 yang terdiri dari 6.740
laki-laki dan 6.709 perempuan.
Tabel 3.2 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Uraian Laki-laki Perempuan Total
Jumlah Penduduk 6740 6709 13449
0 – 7 Tahun 614 584 1198
7 – 18 Tahun 972 959 1931
18 – 56 Tahun 3890 3816 7706
>56 Tahun 852 947 1799 Sumber : Data Potensi Desa Ngenep Tahun 2016
Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa penduduk dengan usia 18-56
tahun atau dapat dikatakan penduduk angkatan kerja adalah paling banyak
44
jumlahnya yakni 7706 penduduk. Berikut merupakan rincian kualitas angkatan
kerja di Desa Ngenep :
Tabel 3.3 : Kualitas Angkatan Kerja
Uraian Laki-laki Perempuan Total
Laki+Perempuan
Jumlah Penduduk 6740 6709 13449
Penduduk usia 18-56 Tahun
yang tidak tamat SD
658 679 1337
Penduduk usia 18-56 Tahun
yang tamat SD
2356 2449 4805
Penduduk usia 18-56 Tahun
yang tamat SLTP
964 952 1916
Penduduk usia 18-56 Tahun
yang tamat SLTA
261 203 464
Penduduk usia 18-56 Tahun
yang tamat Perguruan
Tinggi
137 116 253
Penduduk Usia 18-56 tahun
yang buta aksara dan
huruf/angka latin
22 10 32
Sumber : Data Potensi Desa Ngenep Tahun 2016
Kualitas angkatan kerja berdasarkan tabel diatas masih tergolong rendah.
Penduduk Desa Ngenep rata-rata adalah lulusan SD dan tidak tamat SD sehingga
kualitas angkatan kerja mayoritasnya masih taraf SD. Di Desa Ngenep juga masih
terdapat penduduk usia angkatan kerja yang buta aksara, meski jumlahnya tidak
terlalu banyak yakni 32 orang. Masih rendahnya kualitas angkatan kerja, padahal
jumlah penduduk berdasarkan angkatan kerja termasuk tinggi tentu akan
berpengaruh pada jenis pekerjaan rata-rata masyarakat Desa Ngenep serta
kemungkinan pengaruhnya pada tingkat perekonomian masyarakat Desa Ngenep.
45
3.3.3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Ngenep
Mata pencaharian penduduk rata-rata adalah sebagai karyawan
perusahaan swasta, petani, dan buruh tani. Hal tersebut dapat terlihat dari
tabel dibawah ini :
Tabel 3.4 : Mata Pencaharian Penduduk
Uraian Laki-laki Perempuan
Total
Laki+Perempuan
Petani 1942 456 2398
Buruh tani 951 562 1513
TKI perempuan/TKW 0 3 3
TKI laki-laki 0 0 0
Pegawai negeri sipil 3 18 21
pengrajin industri rumah
tangga 1 0 1
Pedagang keliling 7 1 8
Peternak 175 12 187
Nelayan 0 0 0
Montir 8 0 8
Dokter swasta 0 1 1
Bidan swasta 0 1 1
Perawat swasta 2 2 4
Pembantu rumah tangga 0 35 35
TNI 4 1 5
POLRI 3 1 4
Pensiunan
PNS/TNI/POLRI 5 0 5
Pengusaha kecil
menengah 63 4 67
Pengacara 0 0 0
Notaris 0 0 0
Dukun kampung terlatih 0 4 4
Jasa pengobatan
alternatif 0 1 1
Dosen swasta 1 0 1
Pengusaha besar 1 0 1
Arsitektur 0 0 0
Seniman/artis 5 1 6
Karyawan perusahaan
swasta 1018 1456 2474
Karyawan perusahaan
pemerintahan 1 0 1
46
Makelar/broker/mediator 0 0 0
Sopir 25 0 25
Tukang becak 2 0 2
Tukang Ojek 47 0 47
Tukang cukur 2 0 2
Tukang batu/kayu 176 0 176
Kusir dokar 0 0 0
Jumlah jenis mata
pencaharian pokok 4442 2559 7001 Sumber : Data Potensi Desa Ngenep Tahun 2016
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata masyarakat Desa
Ngenep bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta dengan total 2474 penduduk.
Selanjutnya, bekerja sebagai petani sebanyak 2398 penduduk dan sebagai buruh
tani sebanyak 1513 penduduk. Penduduk Desa Ngenep banyak yang bekerja di
bidang pertanian baik menjadi petani maupun buruh tani karena wilayah Desa
Ngenep yang memiliki banyak lahan pertanian warga. Penduduk Desa Ngenep
banyak yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta karena lokasi Desa
Ngenep juga dekat dengan pabrik yang ada di Kota Malang seperti pabrik rokok
Sampoerna selain itu di daerah Karangploso pun banyak terdapat pabrik seperti
pabrik keripik, pabrik cock, dan pabrik plastik. Dari situ, masyarakat Desa Ngenep
tergolong pada masyarakat sub urban yang bekerja di daerah perkotaan namun
berdomisili di desa.
3.3.4 Tingkat Perekonomian Masyarakat Desa Ngenep
Tingkat perekonomian mayarakat Desa Ngenep dapat dilihat dari tingkat
kesejateraan keluarga di Desa Ngenep yang terbagi dalam kategori keluarga pra
sejahtera, keluarga sejahtera 1, keluarga sejahtera 2, keluarga sejahtera 3 dan
keluarga sejahtera 3 plus. Terlihat pada tabel berikut ini :
47
Tabel 3.5 : Ekonomi Masyarakat Berdasarkan Kesejahteraan Keluarga
Uraian Jumlah
Jumlah keluarga prasejahtera 607
Jumlah keluarga sejahtera 1 548
Jumlah keluarga sejahtera 2 789
Jumlah keluarga sejahtera 3 1038
Jumlah keluarga sejahtera 3 plus 72
Sumber : Data Tingkat Pekembangan Penduduk Desa Ngenep Tahun 2017
Tingkat perekonomian dari kesejahteraan keluarga di Desa Ngenep yang
prosentasenya tinggi pada keluarga sejahtera 3. Dari total 3.054 keluarga, sebanyak
607 atau sebanyak 18% termasuk keluarga prasejahtera atau keluarga yang belum
dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, sebanyak 548 atau sekitar 20%
keluarga sejahtera 1 atau keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimumnya yakni sandang, pangan, papan dan pelayanan kesehatan yang sangat
dasar, sebanyak 789 atau sekitar 26% termasuk keluarga sejahtera 2 yakni keluarga
yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi juga dapat
memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya namun belum dapat memenuhi
kebutuhan pengembanganya, sebanyak 1038 atau sebanyak 34% termasuk
keluarga sejahtera 3 yakni keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimum, kebutuhan sosial psikologis, sekaligus dapat memenuhi kebutuhan
pengembanganya namun belum aktif dalam usaha kemasyarakatan dalam
lingkungan desa atau wilayahnya dan sebanyak 72 keluarga atau 2% termasuk
keluarga sejahtera 3+ yakni keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimum, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan sekaligus secara
teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif dalam usaha
kemasyarakatan dalam lingkungan desa atau wilayahnya.
48
3.3.5 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Ngenep
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Ngenep dapat terlihat seperti tabel
dibawah ini :
Tabel 3.6 : Tingkat Pendidikan Penduduk
Uraian Laki-laki Perempuan Total
Kursus 10 35 45
Usia 7-18 tahun yang tidak
pernah sekolah 15 6 21
Usia 7-18 tahun yang
sedang sekolah 848 766 1.614
Usia 18-56 tahun tidak
pernah sekolah/buta aksara 22 10 32
Usia 18-56 tahun pernah SD
tetapi tidak tamat 658 679 1.337
Usia 18-56 tahun tamatan
SD/sederajat 2356 2449 4.805
Jumlah Usia 18-56 tidak
tamat SLTP 45 41 86
Jumlah usia 18-56 tahun
tidak tamat SLTA 59 52 111
Tamat SLTP/sederajat 964 952 1.916
Tamat SLTA/sederajat 261 203 464 Sumber : Data Potensi Desa Ngenep Tahun 2016
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa meski tergolong dalam Desa
yang berkembang secara perekonomian, namun Taraf pendidikan di Desa Ngenep
masih terbilang rendah. Jumlah keseluruhan angkatan kerja produktif angka
tertinggi masih diraih oleh penduduk tidak tamat SD dan tamatan SD yakni sebesar
6.142 orang dari jumlah keseluruhan Masyarakat desa Ngenep yakni 13.449 atau
hampir 50% masyarakat desa Ngenep hanya pernah atau sempat mengenyam
pendidikan di tingkat SD. Masyarakat Desa Ngenep yang memiliki tingkat
pendidikan rendah ternyata tidak berpengaruh pada tingkat perekonomiannya.
49
Tingkat perekonomian dilihat dari kesejahteraan keluarga yakni pada tingkat
keluarga sejahtera 3 menunjukan bahwa meski rata-rata masyarakat Desa Ngenep
berpendidikan rendah yakni pada tingkat SD, namun perekonomianya sejahtera, hal
itu juga karena masyarakat Desa Ngenep rata-rata memiliki lahan pertanian sendiri
tiap keluarga sehingga perekonomianya sejahtera dari bertani.
3.3.6 Budaya Masyarakat Desa Ngenep
Budaya masyarakat Desa Ngenep dalam hal pernikahan adalah terdapat
anggapan tentang pernikahan yakni anggapan laku dan tidak laku. Masyarakat
Desa Ngenep menganggap bahwa apabila ada anak perempuan yang berumur 20
tahun keatas dan belum menikah dianggap tidak laku dan apabila ada anak
perempuan yang telah menikah dibawah umur 20 tahun dianggap laku atau jodoh
cethek sehingga hal tersebut menjadi sesuatu yang dianggap prestige bagi
masyarakat. Selain itu ketakutan para orangtua akan pergaulan anaknya yang bebas
karena beraktifitas di kota seperti bekerja dan lain-lain serta akibat era modernisasi
juga mengakibatkan orangtua memilih untuk segera menikahkan anaknya yang
telah mengenal lawan jenis (berpacaran) dari pada terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan seperti married by accident atau hamil duluan.
Adanya anggapan bahwa lebih baik menikahkan anak daripada
menyekolahkan anak juga menjadi pandangan yang membudaya bagi masyarakat
Desa Ngenep. Rata-rata masyarakat Desa Ngenep hanya mengenyam pendidikan
hingga SD atau SMP kemudian yang laki-laki akan bekerja membantu orangtua
untuk bertani dan yang perempuan akan bekerja ke pabrik atau menikah. Hal
tersebut karena bekerja menurut masyarakat Desa Ngenep lebih menghasilkan dan
50
bergengsi dari pada hanya bersekolah dengan pendidikan tinggi tetapi hingga
mencapai usia 20 tahun keatas belum juga menikah. Sehingga, kebanyakan para
orangtua di Desa Ngenep lebih bangga apabila anaknya menikah di usia dibawah
20 tahun karena menganggap anaknya laku dari pada yang mengenyam pendidikan
tinggi tetapi belum juga menikah.
3.3.7 Realitas Pernikahan Dini di Desa Ngenep
Desa Ngenep menjadi Desa dengan angka pernikahan dini tertinggi se
Kecamatan Karangploso selama kurun waktu 2014 hingga 2016. Desa Ngenep
memiliki angka pernikahan dini dengan usia pengantin dibawah 20 tahun cukup
tinggi. dari tahun 2014 hingga 2016 yakni pada tahun 2014 dari total 76 pasangan,
sebanyak 49 pasangan merupakan pasangan pernikahan dini. Tahun 2015 dari total
72 pasangan yang menikah, sebanyak 46 pasangan merupakan pasangan
pernikahan dini. Tahun 2016 dari total 79 pasangan sebanyak 42 pasangan yang
merupakan pasangan pernikahan dini.
Selain karena anggapan laku dan tidak laku yang membudaya di Desa Ngenep,
pola pergaulan masyarakat Desa Ngenep juga turut memberi dampak pada
tingginya angka pernikahan dini di Desa Ngenep dibandingkan dengan desa
lainnya di Kecamatan Karangploso. Berdasarkan wawancara yang dilakukan
dengan Mustofa selaku Modin di Desa Ngenep, ia mengatakan bahwa pernikahan
dini yang terjadi di Desa Ngenep rata-rata terjadi akibat married by accident atau
hamil duluan. Hal itu disebabkan maraknya pergaulan bebas akibat banyaknya
masyarakat Desa Ngenep khususnya remaja perempuan yang memiliki aktifitas
keseharian di Kota sehingga memiliki gaya serta pola hidup ke kota-kota an seperti
51
pacaran tanpa batasan dan orangtua yang membiarkan tanpa adanya pengawasan.
Rata-rata masyarakat Desa Ngenep lebih memilih untuk menikahkan anaknya
meski usia anaknya dibawah 20 tahun. Hal itu karena para orangtua merasa bangga
apabila telah menikahkan atau mentasno anak. Menikahkan anaknya di usia muda,
rata-rata menjadi hal yang membanggakan bagi para orangtua di Desa Ngenep.
Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) membuat pola pikir masyarakat
Desa Ngenep khususnya lebih mementingkan untuk menikah atau bekerja dari
pada meraih pendidikan yang tinggi. Lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa
menjadi petani pun membuat para laki-laki di Desa Ngenep tidak diwajibkan oleh
orangtuanya untuk mengenyam pendidikan tinggi. Sehingga, laki-laki yang telah
bekerja dan dianggap mapan dirasa pantas untuk menikah meski berusia dibawah
20 tahun. Sedangkan bagi perempuan, pendidikan juga tidak menjadi hal khusus
yang perlu dicapai. Adanya anggapan laku bagi perempuan yang telah menikah
meski berusia dibawah 20 tahun atau anggapan tidak laku bagi perempuan yang
belum menikah di usia 20 tahun membuat para orangtua ingin segera menikahkan
anak gadisnya. Ditambah lagi ketakutan orangtua akan pergaulan bebas yang
marak terjadi di era modern.