11
SIALORRHEA Disusun Oleh: Teresa Nadia Renasari (07120110050) Pembimbing: drg. Kris Toetik, SpOrt Kepaniteraan Klinik Ilmu Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran – Universitas Pelita Harapan Siloam Hospitals Lippo Village Rumah Sakit Umum Siloam Periode: 6 April – 18 April 2015 Tangerang, 2015

Si Al Orrhea

Embed Size (px)

DESCRIPTION

abcde

Citation preview

Page 1: Si Al Orrhea

SIALORRHEA

Disusun Oleh:

Teresa Nadia Renasari (07120110050)

Pembimbing:

drg. Kris Toetik, SpOrt

Kepaniteraan Klinik Ilmu Gigi dan Mulut

Fakultas Kedokteran – Universitas Pelita Harapan

Siloam Hospitals Lippo Village

Rumah Sakit Umum Siloam

Periode: 6 April – 18 April 2015

Tangerang, 2015

Page 2: Si Al Orrhea

BAB I

PENDAHULUAN

Glandula saliva atau kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk dari sel-sel khusus yang

mensekresi saliva.

Saliva adalah cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri dari campuran sekresi

dari kelenjar besar dan kelenjar kecil (mayor dan minor) yang ada pada mukosa oral.

Fungsi saliva itu sendiri adalah:

1. Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan

makanan

2. Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga

mudah ditelan dan dirasakan

3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman

4. Mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer

5. Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan

lipase ludah

6. Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor

pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva

7. Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh.

8. Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah)

Salah satu kondisi medis yang menandakan adanya kelainan atau gangguan pada kelenjar saliva

adalah sialorrhea atau yang disebut dengan hipersalivasi. Sialorrhea adalah suatu kondisi medIs

yang detandai dengan menetesnya air liur atau sekresi saliva yang berlebihan.

Page 3: Si Al Orrhea

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Sialorrhea (drooling) merupakan sebuah gejala yang memperlihatkan sekresi saliva yang

berlebihan. Hal ini disebabkan oleh produksi saliva yang mengalami peningkatan.

Drooling air liur tampaknya menjadi konsekuensi dari disfungsi dalam koordinasi mekanisme

menelan , sehingga terjadi penumpukan air liur di bagian anterior rongga mulut dan keluarnya air

liur dari mulut tanpa disengaja.

Kondisi ini bisa normal terjadi pada anak – anak sampai dengan usia dua tahun.

2.2 ETIOLOGI

Hipersalivasi dapat disebabkan oleh poor oral motor control, penurunan frekuensi menelan,

maloklusi atau masalah struktur oral, ganggan mental, pernafasan mulut/upper respiratory

obstruction, medikasi obat-obatan, fase sekresi menstruasi, idiophatic paroxysmal hipersalivasi,

keracunan logam berat, keracunan organofosforus, nausea, penyakit gastrophageal reflux,

obstructive esophagitis, infeksi (tonsillitis), perubahan neurologik seperti kerusakan cerebral

vaskuler, penyakit neuromuskuler, penyakit neurologic (Parkinson disease, facial palsy) dan

infeksi sistem saraf pusat.

2.3 KLASIFIKAASI GLANDULA SALIVA

Klasifikasi Glandula Saliva berdasarkan ukuran :

- Glandula saliva Mayor

- Glandula saliva Minor

Page 4: Si Al Orrhea

Glandula saliva mayor terdiri dari :

- Glandula Parotis

- Glandula Submandibularis

- Glandula Sublingualis

Glandula saliva minor terdiri dari:

- Glandula Labial Superior inferior

- Glandula Bucalis Minor

- Glandula Palatina

- Glandula Lingualis anterior

- Glandula Lingualis Posterior

- Glandula Glossopalatinus

2.4 FISIOLOGI SALIVA

Kelenjar saliva ini merupakan kelenjar saliva terbanyak dan ditemui berpasang–pasangan yang

terletak di ekstraoral dan memiliki duktus yang sangat panjang. Kelenjar-kelenjar saliva mayor

terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga

mulut. Menurut struktur anatomi dan letaknya, kelenjar saliva mayor dapat dibagi atas tiga tipe

yaitu parotis, submandibularis dan sublingualis. Masing–masing kelenjar mayor ini

menghasilkan sekret yang berbeda–beda sesuai rangsangan yang diterimanya.

1. Kelenjar Parotis

a. Kelenjar ini merupakan kelenjar terbesar dibandingkan kelenjar saliva lainnya.

b. Letak kelenjar berpasangan ini tepat di bagian bawah telinga terletak antara

prosessus mastoideus dan ramus mandibula.

c. Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu serous.

Page 5: Si Al Orrhea

d. Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.

2. Kelenjar Submandibularis

a. Kelenjar ini teletak di dasar mulut di bawah ramus mandibula dan meluas ke sisi

leher melalui bagian tepi bawah mandibula dan terletak di permukaan muskulus

mylohyoid.

b. Kelenjar submandibularis menghasilkan 80% serous (cairan ludah yang encer)

dan 20% mukous (cairan ludah yang padat).

c. Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang memproduksi air liur

terbanyak.

d. Saliva pada manusia terdiri atas 70% sekresi kelenjar submandibularis

e.

3. Kelenjar Sublingual

a. Kelenjar ini terletak antara dasar mulut dan muskulus mylohyoid merupakan

suatu kelenjar kecil diantara kelenjar–kelenjar mayor lainnya.

b. Kelenjar sublingualis menghasilkan sekret yang mukous dan konsistensinya

kental.

c. Saliva pada manusia terdiri atas 5% sekresi kelenjar sublingualis.

Page 6: Si Al Orrhea

Besarnya sekresi saliva normal yang dihasilkan oleh semua kelenjar ini kira-kira

1-1,5 liter per hari.

2.5 GEJALA KLINIS

Hipersalivasi dapat menyebabkan cairan saliva terus menerus mengalir dan menetes keluar dari

rongga mulut (drooling). Pada kasus berat, dapat menyebabkan terhalangnya jalan pernapasan.

Hipersalivasi juga dapat menyebabkan iritasi perioral dan traumatik ulserasi yang kemudian akan

menimbulkan infeksi sekunder jamur dan bakteri.

2.6 DIAGNOSIS

Untuk menengakkan diagnosis bisa dilihat dari gejala klinis yang khas, yaitu drooling. Kemudian

perlu diketahui etiologi yang menyebabkan hipersalivasi. Evaluasi sistemik perlu dilakukan

seperti ada atau tidaknya pembesaran kelenjar saliva, ulserasi di dalam mulut, kelainan pada

kepala dan leher (masalah struktur oral), fungsi neuromuscular dan kondisi protesa. Selain itu

juga perlu dilakukan pengukuran curah saliva. Curah saliva normal unstimulasi berkisar 2-3.5

Page 7: Si Al Orrhea

mL/min. sedangkan pada keadaan terstimulasi lebih dari 5 mL/5 min. tes darah diperlukan

apabila dicurigai terjadi keracunan logam berat dan organofosforus.

2.7 TATALAKSANA

Perawatan hipersalivasi harus sesuai dengan etiologi penyakit, resiko dan keuntungan dari

perawatan serta kualitas hidup pasien. Dari etiologi tersebut terdapat tiga perawatan dasar yaitu :

terapifisik, medikasi dan pembedahan.

Terapi fisik melibatkan kontrol neuromuskuler, hal ini memerlukan sikap kooperatif pasien.

Perawatan dengan obat-obatan bergantung dari etiologi penyakit. Jika pasien menderita

hipersalivasi karena obat-obatan yang dikonsumsi sebelumnya, maka perlu dipikirkan mengenai

alternatif obat-obatan. Hipersalivasi akibat kemoterapi dapat dirawat dengan pemberian medikasi

antiemetik. Hipersalivasi karena gastrofageal reflux dapat dirawat dengan proteksi makanan

asam. Pada penyakit yang melibatkan neurologic dan neuromuskulaer dapat dirawat dengan

pemberian obat-obatan yang menyebabkan xerostomia. Seperti intraglandular botulinum

injection (Parkinson disease). Obat ini diinjeksikan pada glandula parotid 2-3 bulan sekali. Efek

sampingnya adalah nyeri pada daerah injeksi serta paralisis temporer jika injeksi terlalu dalam.

Peningkatan kesadaran mulut dan fungsinya ,

Kurangi makanan manis karena meningkatkan produksi saliva,

Peningkatan frekuensi menelan ,

Peningkatan keterampilan menelan ,

Berkurangnya produksi air liur dengan menggunakan lokal botulinum toxin A ,

Intervensi bedah ( saliva saluran relocalization , reseksi kelenjar ludah ) pada kasus yang

berat .

Page 8: Si Al Orrhea

REFERENSI

1. Amerogen AV. Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi. Alih Bahasa

Rafiah Abyono. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. 1988

2. Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 7 th. Jakarta: EGC. 1994

3. "Treatment of Sialorrhea With GlycopyrrolateA Double-blind, Dose-Ranging Study" .

Retrieved 15/5/2015.

4. Medscape > Hypersalivation  By Erica Brownfield. Posted: 05/19/2004