Upload
others
View
75
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN AlSiZn
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh :
Aloysius Fidyan Susanto
NIM : 035214040
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
THE PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF
AlSiZn ALLOYS
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering
By :
Aloysius Fidyan Susanto
Student Number : 035214040
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
ENGINEERING FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
iii
TUGAS AKHIR
SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN AlSiZn
Disusun oleh :
Aloysius Fidyan Susanto NIM : 035214040
Telah disetujui oleh :
Pembimbing Utama
I Gusti Ketut Puja S.T., M.T. Tanggal : 28 Maret 2007
iv
TUGAS AKHIR
SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN AlSiZn
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Aloysius Fidyan Susanto NIM: 035214040
Telah dipertahankan didepan panitia penguji
Pada tanggal : 14 Maret 2007
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Ketua : Ir. Rines Alapan, M.T.
Sekretaris : Budi Setyahandana, S.T., M.T.
Anggota : I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T.
Yogyakarta, 28 Maret 2007
Fakultas Teknik
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Dekan
(Ir.Greg. Heliarko, SJ., SS., B.ST., M.A., M.Sc.)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 15 Maret 2007
Aloysius Fidyan Susanto
vi
Halaman Persembahan
Tugas Akhir ini aku persembahkan untuk Tuhan
Yesus Kristus Raja Manusia atas talenta dan berkat yang
indah ini.
Almarhum bapakku Hipolitus Kusmarsanto dan
ibuku Aloysia Sukartina atas cinta dan kasih sayang yang
tidak akan ada habisnya, untuk adik-adikku Dicky dan Sylvia
atas perhatian dan pengertiannya.
Pastur Norbert Betan SVD atas semua bantuan
moril maupun materil yang sudah banyak sekali diberikan.
Evarista Susani Fau atas waktu dan cinta yang
sangat berarati.
Get Up, Stand Up Don’t Give Up Keep Fight, JAH
Never Gone Let Us Down
vii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan unsur seng (Zn) terhadap sifat fisis dan mekanis dari paduan aluminiumsilikon. Bahan utama pada penelitian ini adalah paduan AlSi yang didapatkan dari pelek mobil. Bahan utama ini kemudian ditambahkan variasi seng (Zn) sebesar 1%, 2%, 3% dan 4%.
Untuk mengetahui sifat fisisnya maka dilakukan pengamatan struktur mikro, pengamatan struktur makro, pengamatan porositas, pengujian berat jenis dan pengujian komposisi kimia, dan untuk mengetahui sifat mekanisnya dilakukan pengujian tarik dan pengujian kekerasan
Hasil dari penelitian ini mempelihatkan bahwa kekuatan tarik optimal terdapat pada paduan AlSi dengan variasi Zn sebanyak 2%, sedangkan kekerasan tertinggi terdapatt pada paduan AlSi dengan variasi Zn sebanyak 4%. Penambahan unsur Zn meningkatkan berat jenis coran.
viii
KATA PENGANTAR
Kiranya layak bagi saya bersyukur atas kekuatan akal, budi dan perasaan
yang diberikan oleh Sang Pencipta. Karena dengan ”harta” itulah saya mampu
menyelesaikan penelitian dan tulisan ini pada waktu yang tepat
Ketika penelitian yang berjudul ” Sifat Fisis dan Mekanis Paduan AlSi
Zn ” ini saya mulai, saya hanya berfikir melakukannya dengan penuh kesenangan
tanpa menafikan kaidahkaidah ilmiah. Bukan rahasia umum kalo tulisan seperti
ini akhirnya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik.
Dengan segala kegembiraan dan kendala yang saya alami akhirnya tulisan selesai
juga.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini selayaknya pula saya menghaturkan
terima kash kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus Raja Alam Semesta yang selalu menyertai, melindungi,
memberkati dan selalu memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu
berubah menjadi lebih baik dan mempunyai arti dalam kehidupan ini.
2. Alm. Bapakku Hipolitus Kusmarsanto atas cinta dan kasih sayang yang tidak
akan tergantikan oleh apapun.
3. Ibuku Aloysia Sukartina, dan kedua adikku Dicky dan Silvya atas perhatian
4. Ir. Gregorius Heliarko, SJ., SS., B.ST., MA., M.Sc. selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Sanata Dharma.
5. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sanata Dharma
ix
6. I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir
7. Seluruh staf pengajar Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma
yang telah mendidik dan memberikan berbagai Ilmu Pengetahuan yang
sangat membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.
8. Pastur Norbert Betan SVD yang telah banyak memberikan dukungan moril
maupun materil pada keluarga dan penulis.
9. Segenap karyawan dan laboran Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata
Dharma, Mas Martono, Mas Intan, Mas Ronny dan yang lainnya, terima
kasih untuk kerjasamanya selama ini.
10. Rekanrekan Tugas Akhir yang telah berbagi suka dan duka serta pendorong
dalam penyelesaian Tugas Akhir ini : Ahsanudin, Mei Tri Widiatmoko,
Yusak Adi Nugroho, Jimmy Norel, Robert Bob N. P., dll.
11. Rekanrekan Teknik Seluruhnya
12. Rekanrekan yang pernah satu atap.
13. Evarista Susani Fau yang selalu membantu dan menyemangati.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata teriring dengan harapan dari penulis semoga tugas akhir ini dapat
berguna sebagai masukan bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, 15 Maret 2007
Aloysius Fidyan Susanto Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vi
INTISARI.................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
Latar Belakang........................................................................................ 1
Rumusan Masalah ................................................................................... 2
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Batasan Masalah .................................................................................... 3
BAB II DASAR TEORI ........................................................................... 4
Sejarah Pengecoran ................................................................................. 4
Proses pengecoran................................................................................... 6
Perencanaan pengecoran.............................................................. 6
Pencairan logam .......................................................................... 10
Pembuatan cetakan ...................................................................... 11
Alumunium dan Paduannya..................................................................... 14
Produksi Aluminium.................................................................... 14
Aluminium Murni........................................................................ 17
Paduan Aluminium...................................................................... 19
Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium............................. 23
Tinjauan Pustaka..................................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................ 28
Diagram Alir ........................................................................................... 28
Jenis Penelitian ....................................................................................... 29
Metode Penelitian ................................................................................... 29
xi
Data yang Dikumpulkan.......................................................................... 30
Pelaksanaan Pengecoran.......................................................................... 31
Bahan coran................................................................................. 31
Alatalat yang digunakan ............................................................. 31
Proses peleburan logam ............................................................... 32
Pelepasan hasil coran................................................................... 34
Pembuatan Benda Uji.............................................................................. 35
Peralatan Pengujian................................................................................. 38
Pengujian Hasil Coran............................................................................. 38
Pengujian Tarik ........................................................................... 38
Pengujian Kekerasan ................................................................... 41
Pengamatan Struktur Mikro ........................................................ 44
Pengamatan Struktur Makro ....................................................... 46
Pengamatan Porositas Hasil Coran............................................... 46
Pengujian Berat Jenis Coran ........................................................ 47
Pengujian Komposisi Kimia ........................................................ 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 51
Pengujian Tarik....................................................................................... 51
Pengujian Kekerasan ............................................................................... 53
Pengamatan Struktur Mikro..................................................................... 54
Pengamatan Struktur Makro.................................................................... 57
Pengamatan Porositas.............................................................................. 59
Pengamatan Berat Jenis........................................................................... 63
Pengamatan Komposisi Kimia ................................................................ 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 65
Kesimpulan............................................................................................. 65
Saran....................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 67
LAMPIRAN ................................................................................................ 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada jaman sekarang ini pemanfaatan barangbarang usang atau barang
rongsokan sangat maju pesat, terlebih pada barang yang mempunyai kemampuan
untuk dibentuk kembali. Aluminium merupakan salah satu bahan yang paling
diminati, selain sifatnya yang tahan terhadap korosi, kekuatan aluminium juga
baik. Sifat aluminium tersebut juga dapat diperbaiki dengan memadukan unsur
lain dengan cara pengecoran. Pemanfaatan aluminium sudah banyak hasilnya,
salah satunya adalah pelek untuk kendaraan bermotor, tetapi untuk mendapatkan
komposisi yang baik harus dilakukan penelitian. Pada penelitian sebelumnya
penambahan unsur tembaga (Cu) dapat meningkatkan kekuatannya (Sigit, 2006),
tetapi menyebabkan porositas yang sangat besar, sedangkan penambahan unsur
magnesium (Mg) dapat meningkatkan kekerasan bahan (Luis, 2006)
Pada penelitian kali ini akan dibahas mengenai pemanfaatan aluminium
bekas yang mungkin hasil dari penelitian ini dapat digunakan. Aluminium yang
digunakan didapat dari pelek mobil yang akan ditambahkan dengan unsur seng
(Zn) yang didapatkan dari baut furnitur yang gagal produksi (reject). Unsur seng
(Zn) yang akan dipadukan bervariasi dari 1%, 2%, 3%, dan 4%. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendapatkan paduan yang baik dengan pemanfaatan
barang bekas.
2
Rumusan Masalah
Penelitian ini meneliti perubahan sifat fisis dan mekanis hasil coran
paduan AlSi dengan variasi kadar seng (Zn), yang mana AlSi diperoleh dari
pelek mobil, dengan komposisi kadar Al sebanyak 92% dan Si sebanyak 7%.
Coran yang ingin dibuat dan diteliti terdiri dari lima jenis coran, yaitu :
1. Paduan Coran aluminiumsilikon (100%)
2. Paduan Coran AlSi (99%) dengan Zn (1%).
3. Paduan Coran AlSi (98%) dengan Zn (2%)
4. Paduan Coran AlSi (97%) dengan Zn (3%)
5. Paduan Coran AlSi (96%) dengan Zn (4%)
Hasil dari setiap coran akan dibandingkan dan dilihat akibat pengaruh unsur seng
yang ditambahkan, diperkirakan akan membuat paduan AlSi akan lebih kuat dan
tahan terhadap korosi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh
dari unsur seng (Zn) pada paduan aluminiumsilikon terhadap :
1. Pengujian tarik (tegangan dan regangan) hasil coran
2. Pengujian kekerasan Brinell
3. Pengamatan struktur mikro hasil coran
4. Pengamatan struktur makro hasil coran
5. Porositas hasil coran
3
6. Berat jenis hasil coran.
7. Komposisi kimia
Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan tetap berada dalam jangkauan
penulis, maka perlu adanya batasan masalah. Untuk itu, dalam penelitian tentang “
Sifat Fisis dan Mekanis Paduan AlSiZn ”. Penulis memberikan batasanbatasan
supaya penulisan ini tidak terlalu luas serta mengenai sasaran yang dituju.
Pembatasan penulisan adalah sebagai berikut :
1. Bahan yang akan diteliti adalah AlSiZn maka bahanbahan
lainnya hanya akan dibahas sekilas saja.
2. Pengecoran aluminium menggunakan cetakan yang terbuat dari
logam (permanent moulding), maka bentuk cetakan yang lainya
tidak akan dibahas di sini
3. Tidak adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
kecacatan yang terjadi pada penelitian karena penulis lebih
menitik beratkan pada aspek teknik pengecoran
4. Pengujian hasil coran dilakukan sesuai standar yang ada dan
umum dipakai
4
BAB II
DASAR TEORI
Sejarah Pengecoran
Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan,
kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran
dimulai ketika manusia mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana
membuat cetakan. Hal itu terjadi kirakira 4000 sebelum Masehi, sedangkan tahun
yang pasti tidak diketahui. Awal penggunaan logam adalah ketika manusia
membuat perhiasan atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau
mata bajak dengan menempa tembaga. Hal itu dimungkinkan karena logamlogam
ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah dapat
menempanya. Kemudian secara kebetulan manusia menemukan tembaga mencair,
selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan
demikian untuk pertama kalinya manusia dapat membentuk coran yang rumit,
umpamanya perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat
dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titikcairnya
lebih rendah dari tembaga.
Pengecoran perunggu pertama kali dilakukan di Mesopotamia kirakira
3000 tahun sebelum Masehi, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan
Cina. Penerusan ke Cina kirakira 2000 tahun sebelum Masehi, dan dalam zaman
Cina kuno semasa Yin, yaitu kirakira 15001000 tahun sebelum Masehi. Pada
masa itu tangkitangki besar yang halus dibuat dengan cara dicor. Sementara itu
5
teknik pengecoran Mesopotamia juga diteruskan ke Eropa, dan dalam tahun 1500
1400 sebelum Masehi barangbarang sepeti mata bajak, pedang, mata tombak,
perhiasan, tangki, dan perhiasan makan dibuat di Spanyol, Swiss, Jerman, Austria,
Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Prancis. Teknik pengecoran perunggu
di India dan Cina diteruskan ke Jepang dan Asia Tenggara, sehingga Jepang
banyak arcaarca Budha dibuat antara tahun 600 dan 800.
Penggunaan besi dimulai dengan penempaan, sama halnya dengan
tembaga. Orangorang Asiria dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam
tahun 28002700 sebelum Masehi. Kemudian di Cina dalam tahun 800700
sebelum Masehi, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang mempunyai
titikcair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan mempergunakan tanur
beralas datar. Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke Negaranegara di
sekitar Laut Tengah. Di Yunani 600 tahun sebelum Masehi, arcaarca raksasa
Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan
pengecoran. Di India zaman itu pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke
Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada abat ke 14 saja pengecoran besi
kasar dilakukan secara besarbesaran, yaitu ketika Jerman dan Itali meningkatkan
tanur beralas datar yang primitif itu menjadi tanur tiup berbentuk silinder, di mana
pencairan dilakukan dengan jalan meletakan biji besi dan arang batu berselang
seling. Produkproduk yang dihasilkan pada waktu itu adalah : meriam, peluru
meriam, tungku, pipa, dan lainlain. Cara pengecoran pada zaman itu ialah
menuangkan secara langsung logam cair yang didapat dari biji besi ke dalam
cetakan. Kokas ditemukan di Inggris pada abad 18, yang kemudian di Prancis
6
disahkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam
tanur kecil pada pembuatan coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur
kupola yang ada sekarang dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang
dilakukan sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang. Walaupun sejak masa
kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun sejak H. Bessemer atau W.
Siemens sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran
baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19. Coran paduan aluminium dibuat
pada akhir abad 19 dengan cara pemurnian dengan elektrolisa ditemukan.
Proses Pengecoran
Perencanaan Pengecoran
Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan
logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran coran,
pembersihan dan proses daur ulang pasir cetakan, dan hasilnya disebut coran.
Berdasarkan proses pencetakan dan bahan cetakannya, pengecoran dibedakan
menjadi :
1. Pengecoran menggunakan cetakan pasir (Sand Mould).
2. Pengecoran menggunakan cetakan pasir dengan pengikat
khusus.
3. Pengecoran menggunakan cetakan dengan model lilin
(Investment Moulding).
4. Pengecoran dengan cetakan logam (Permanent Moulding).
5. Pengecoran dengan penuangan cetak (Die Casting).
7
Coran dibuat dari logam yang dicairkan dan dituang ke dalam cetakan,
kemudian dibiarkan dingin dan membeku. Untuk mencairkan logam digunakan
bermacammacam tanur, memilih tanur yang tepat bisa mempercepat pengecoran.
Oleh karena itu sebelum membuat coran harus dibuat perencanaan yang matang
untuk mencapai keberhasilan akan hasil coran. Adapun perencanaan proses
pengecoran adalah sebagai berikut :
1. Penentuan pola
Pola adalah tiruan benda coran (tidak sama dengan benda coran,
baik dari bahan maupun ukurannya). Perbedaan pola dengan
benda coran diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu :
• Benda coran pasti menyusut.
• Benda coran bukan produk akhir, masih melalui proses
permesinan.
• Bentuk pola biasanya terjadi penirusan yang dimaksudkan
untuk mempermudah pengangkatan coran dari cetakan.
Pola dibuat dengan proses permesinan secara langsung pada
cetakan logam, yaitu dengan memakai mesin milling.
2. Menetapkan kup, drag, dan permukaan pisah
Untuk mendapatkan hasil coran yang baik penentuan kup, drag,
dan permukaan pisah harus memperhatikan ketentuan dibawah
ini :
8
• Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan
pisah harus satu bidang, pada dasarnya kup dibuat agak lebih
dangkal.
• Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan
utama harus ditentukan dengan teliti.
• Sistim saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan
aliran logam cair yang optimal.
• Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak
waktu dalam proses pembuatan cetakan.
3. Penentuan penambahan penyusutan
Untuk menentukan tambahan penyusutan digunakan mistar
susut, adanya tambahan penyusutan karena coran menyusut pada
waktu pembekuan dan pendinginan. Besarnya penyusutan
tergantung dari : bahan coran, bentuk coran, tempat, tebalnya
coran.
4. Penuangan logam cair.
Setelah peleburan logam dan cetakan sudah siap, maka proses
penuangan logam cair dapat dilaksanakan. Halhal yang harus
diperhatikan dalam proses penuangan, yaitu :
• Pengeringan ladel. Ladel yang digunakan harus benarbenar
kering, sebab jika tidak benarbenar kering bisa menurunkan
temperatur logam cair sehimgga dapat nmenimbulkan cacat
pada coran.
9
• Pembuangan terak. Sebelum penuangan, terak yang ada di
atas cairan logam yang ada dalam ladel harus dibuang.
Supaya pada saat penuangan tidak ikut ke dalam cetakan.
• Temperatur penuangan. Temperatur logam cair harus dijaga
agar logam cair tidak cepat membeku dan untuk
mendapatkan coran berkualitas tinggi.
• Waktu penuangan. Penuangan harus dilakukan dengan
tenang, capat dan cermat.
5. Pembongkaran cetakan
Pembongkaran cetakan dilakukan untuk mengetahui hasil coran.
Pembongkaran cetakan dengan cara memukul cetakan hingga
coran lepas dari cetakan.
6. Pemeriksaan hasil coran
Tujuan dari pemeriksaan coran adalah :
• Penyempurnaan teknis. Cacat pada coran harus dideteksi
sebaik mungkin sehingga dapat dengan cepat dilakukan
penyempurnaan teknis dan selanjutnya kualitas coran
tersebut dapat dipelihara.
• Memlihara kualitas. Kualitas hasil coran harus tetap
dipertahankan, karena akan berpengaruh langsung pada
konsumen. Pemeriksaan yang kontinyu dimaksudkan untuk
mengawasi coran yang mengalami kegagalan dalam
pengecoran.
10
Pencairan logam
Untuk mencairkan logam dapat menggunakan berbagai macam tanur.
Pada umumnya dapur kupola atau tanur frekuensi rendah dipergunakan untuk besi
cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi untuk baja tuang, dan
tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan karena tanurtanur ini
dapat menghasilkan logam cair yang baik dan ekonomis untuk logamlogam
tersebut. Karena pengecoran yang akan dilakukan menggunakan aluminium yang
termasuk logam paduan ringan sebagai bahan dasar maka tanur yang dibahas
hanya tanur krus saja.
Gambar 2.2 Tanur Krus Tampak Atas (kiri) dan Tampak Samping (kanan)
Peleburan dengan krus besi cor dan krus karbon dilakukan sebagai berikut.
Pertama diisikan sekrap, kemudian logam baru dan paduan dasar. Magnesium
harus ditenggelamkan ke dasar cairan dengan mempergunakan alat yang khusus
seperti alat untuk pemberi fosfor. Magnesium yang tenggelam kemudian mencair
sedangkan magnesium yang terapung akan hilang karena oksidasi.
Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena
oksidasi, lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian
11
dipanaskan. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditambahkan untuk
mencegah oksidasi dan absorpsi gas. Selama pencairan permukaan harus ditutup
dengan fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah
segregasi.
Pembuatan cetakan
Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang
dipakai kadangkadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah
lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang
cocok, kadangkadang dicampurkan juga pengikat khusus, umpamanya air kaca,
semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering karena pengunaan zatzat
tersebut dapat memperkuat cetakan. Tentu saja penggunaan zatzat tersebut
mahal, sehingga perlu memilih dengan mempertimbangkan bentuk, bahan dan
jumlah produk hasil coran.
Dalam pengecoran menggunakan cetakan dari pasir. Cetakan dibuat
dalam rangka cetak (flask) yang terdiri atas dua bagian, bagian atas disebut Kup
dan bagian bawah disebut Drag. Belahan pola diletakkan diatas papan kayu yang
rata, drag diletakkan di atas papan kemudian diisi penuh pasir dan ditekan keras.
Bila pasir kurang padat cetakannya mudah rusak pada waktu pengerjaan atau
rusak akibat aliran logam cair. Bila terlalu padat, gas dan uap sulit menguap, hal
ini dapat mengakibatkan cacat pada benda cor. Drag dan kup dipasang jadi satu
sesudah diberi grafit, kegunaan grafit adalah untuk mencegah melekatnya pasir
dari kedua bagian cetakan dan memperhalus permukaan hasil cor. Penampang
12
saluran masuk dekat cetakan jangan terlalu besar untuk memudahkan
pematahannya dan untuk memudahkan penyusutan aluminium, pada kup juga
biasanya dibuat saluran cadangan atau riser (penambah).
Fungsi saluran masuk perlu dirancang dengan mempertimbangkan faktorfaktor
berikut ini :
1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan dekat
dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin, khususnya pada
benda tuang yang berukuran kecil.
2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga
cetakan harus ditekan dengan mengatur aliran logam cair.
3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian rupa
sehingga terjadi solidifikasi yang terarah. Solidifikasi hendaknya
dimulai dari permukaan cetakan ke arah logam cair sehingga
selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi kekurangan
akibat penyusutan.
4. Usahakan kotoran dan partikel asing tidak dapat masuk ke dalam
rongga cetakan.
Dalam sebuah cetakan terdapat sistem saluran yang berfungsi sebagai
jalan untuk logam cair ke dalam cetakan. Saluran turun berfungsi untuk
mengalirkan logam cair ke dalam cetakan. Selain itu ada saluran penambah yang
berfungsi untuk menambahkan logam cair pada saat logam cair membeku.
Besarnya penambahan tergantung pada besar kecilnya penyusutan. Adapun
urutanurutan dari sistem saluran adalah :
13
1. Cawan tuang
Cawan tuang adalah penerima pertama yang menerima logam
cair langsung dari ladel. Cawan ini biasanya berbentuk corong,
cawan ini harus mempunyai kontruksi yang tidak dapat
melewatkan kotoran/terak yang terbawa logam cair dari ladel.
Cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal, perbandingan
kedalaman dan diameter yang terlalu kecil akan menjadi pusaran
yang akan menampung kotoran/terak sisa pada logam cair,
sehingga tidak ikut masuk kedalam cetakan.
2. Saluran turun
Saluran turun saluran yang pertama membawa logam cair dari
cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran ini
dibuat tegak lurus dengan irisan yang berupa lingkaran, biasanya
irisannya sama dari atas sampai bawah atau sebaliknya. Saluran
turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan
satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.
3. Pengalir
Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran
turun kebagianbagian pada cetakan. Bagian ini mempunyai
irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran karena mudah
dibuat pada permukaan pisah. Pengalir lebih baik dibuat sebesar
mungkin, karena untuk memperlambat pendinginan logam cair.
4. Saluran masuk
14
Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari
pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan
irisan yang lebih kecil dari pada pengalir. Bentuk irisan biasanya
berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga, atau setengah bola
yang membesar ke arah rongga cetakan.
Gambar 2.3 BagianBagian Sistem Saluran dalam Cetakan
Aluminium Dan Paduannya
Produksi Aluminium
Aluminium diproduksi dari bauksit yang merupakan campuran mineral
gibbsite [Al(OH)3], diaspore [AlO(OH)] dan mineral lempung seperti kaulinit
[Al2Si2O5(OH)4]. Proses produksi aluminium dari bauksit meliputi dua tahap,
yaitu : proses pengolahan alumina (Al2O3) dan proses elektrolisa alumina menjadi
aluminium. Kedua proses tersebut merupakan proses awal terbentuknya
aluminium. Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian
15
proses yang disebut proses Bayer. Bauksit dimasukan ke dalam larutan NaOH dan
alumina didalamnya membentuk sodium alumina.
Al2O3 + 2NaOH → 2NaAlO2 + H2O (160˚ 170˚ C)
Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat cair lainnya, lalu
didinginkan secara perlahan sampai temperature 25˚ 35˚ C untuk mengendapkan
aluminium hidroksida [Al(OH)3] menurut reaksi.
NaAlO2 + 2H2O → Al(OH)3 + NaOH
Kemudian Al(OH)3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur
1100˚ 1200˚C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al2O3) menurut reaksi
berikut. 2Al(OH)3 → Al2O3 + 3H2O
Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara
elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses HallHerlout karena alumina
mempunyai titik leleh yang tinggi (2000˚C), maka alumina tersebut dilarutkan ke
dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit sehingga titik
leleh menjadi lebih rendah (1000˚C).
Aluminium merupakan logam nonferro yang banyak digunakan karena
memiliki sifatsifat yang baik, yaitu :
1. Kerapatan (density).
2. Berat jenis dari suatu Aluminium adalah 2,7 g/m 3 .
3. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance).
4. Salah satu ciri dari logam non ferro adalah jika suatu logam non
ferro mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan
terhadap korosi yang dimiliki logam tersebut juga semakin baik.
16
Hal tersebut tidak berlaku untuk aluminium, walaupun
aluminium merupakan alah satu jenis logam non ferro. Karena
aluminium memiliki lapisan atau selaput tipis oksida transparan
dan jenuh terhadap oksigen di seluruh permukaan. Lapisan
tersebut dapat mengendalikan laju korosi serta sekaligus
melindungi lapisan di bawahnya.
5. Sifat mekanis (mechanical properties).
6. Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan
paduan bukan besi (non ferrous alloy) juga beberapa jenis baja.
Adapun sifat mekanis tersebut adalah kekuatan tarik, dan
kekerasan.
7. Penghantar panas dan listrik yang baik (heat and electrical
conductivity).
8. Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya
hantar listrik yang dimiliki aluminium adalah sekitar 65% dari
daya hantar tembaga. Dalam hal ini digunakan Al dengan
kemurnian 99,0%. Selain sifatsifat di atas, aluminium juga
mempunyai sifat anti magnet.
9. Tidak beracun (nontoxicity).
10. Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu
aluminium sering digunakan sebagai bahan pembungkus atau
kaleng makan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia
17
antara makanan dan minuman dengan aluminium tidak
menghasilkan zat beracun yang dapat membahayakan manusia.
11. Sifat mampu bentuk (formability).
12. Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan
aluminium dapat dibuat menjadi lembaran tipis atau plat. Sifat
mampu bentuk ini disebut juga mampu tempa (malleability).
13. Titik lebur rendah.
14. Titik lebur aluminium adalah ± 660 ºC sehingga aluminium
sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan
relatif singkat dan dengan biaya operasi relatif murah.
Aluminium Murni
Alumnium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, pada
umumnya mencapai kemurnian 99,85 % berat. Dengan mengelektrolisa kembali
dapat dicapai kemurnian 99,99 yakni dicapai bahan dengan angka sembilan
berjumlah empat.
Tabel 2.1 Sifatsifat fisik aluminium
Kemurnian Al (%) Sifatsifat
99,996 >99,0
Massa jenis (20ºC) 2,6989 2,71
Titik cair 660,2 653657
18
Panas jenis (cal/gr ºC) (100ºC) 0,2226 0,2297
Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)
Tahanan listrik koefisien temperatur (/ºC) 0,00429 0,0115
Koefisien pemuaian (20100ºC) 6 10 86 , 23 − × 6 10 5 , 23 − ×
Jenis kristal, konstanta kisi Fcc, α=4,013
kX
Fcc, α=4,04
kX
Catatan : fcc : face centered cubic = kubik berpusat muka
Tabel 2.2 Sifatsifat mekanik aluminium
Kemurnian Al (%)
99,996 >99,0
Sifatsifat
Dianil 75% dirol dingin Dianil H18
Kekuatan tarik (kg/mm²) 4,9 11,6 9,3 16,9
Kekuatan mulur (0,2%)
(kg/mm²)
1,3 11,0 3,5 14,8
Perpanjangan (%) 48,8 5,5 35 5
Kekerasan Brinell 17 27 23 44
Catatan : fcc : face centered cubic = kubik berpusat muka
Sumber : Surdia T, Saito S : Pengetahuan Bahan Teknik, hal : 134
19
Paduan Aluminium
Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu
mengutamakan faktor kekuatan, seperti : penghantar panas dan listrik,
perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium adalah dengan
proses pengerasan regangan, tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila
tujuan utamanya adalah untuk menaikan kekuatan bahan. Pada perkembangan
selanjutnya peningkatan kekuatan aluminium dapat dicapai dengan penambahan
unsurunsur paduan ke dalam aluminium. Unsurunsur yang biasa dipakai dalam
paduan aluminium adalah : tembaga (Cu), mangan (Mn), silikon (Si), magnesium
(Mg), seng (Zn), dan lain sebagainya, serta sifat lainnya seperti mampu cor dan
mampu mesin juga bertambah baik. Dengan demikian penggunaan aluminium
paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni. Paduan aluminium
diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia. Saat ini
klasifikasi yang sangat terkenal dan sangat sempurna adalah standar Aluminium
Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa
(Aluminium Company of America). Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi
dua kelompok umum, yaitu : paduan aluminium tuang/cor (cast aluminium alloys)
dan paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys). Setiap kelompok
tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu dengan perlakuan panas (heat
treatable alloys) dan paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys).
Struktur mikro paduan aluminium (berhubungan erat dengan sifatsifat
mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran
20
dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan.
Dengan cetakan logam, laju pendinginan akan berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan
akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Berikut ini
adalah beberapa contoh aluminium paduan:
1. Paduan AlCu.
Paduan AlCu sangat jarang digunakan karena tingkat
kecairannya jelek. Sebagai coran dipergunakan paduan yang
mengandung 4 – 5 %Cu, ternyata dari fasanya paduan ini
mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang
besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi
retakan pada coran. Paduan ini juga memiliki sifatsifat mekanis
dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cor bahan ini
agak jelek. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi
keadaan itu dan penambahan Ti sangat efektif untuk
memperhalus butir, dan juga dapat memperbaiki mempu cornya.
Dengan perlakuan panas pada coran dapat dibuat bahan yang
mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi.
2. Paduan AlSi, AlSiMg, dan AlSiCu.
Paduan AlSi merupakan paduan aluminium yang paling banyak
digunakan dengan kadar Si bervariasi dari 5 – 20 %.
Kebanyakan paduan ini memiliki struktur mikro eutektik atau
hypoeutektik (komposisi eutektik 12,7 % Si). Paduan ini
21
mempunyai visikositas yang baik dan tahan terhadap korosi
serta memiliki mampu cor yang baik, sehingga dipakai untuk
elemenelemen utama mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien
pemuaian rendah, penghantar panas dan listrik yang baik. Bila
Paduan ini dicor, akan mempunyai sifat mekanis yang rendah
karena butiranbutiran Si cukup besar, sehingga pada saat
pengecoran perlu ditambahkan natrium untuk membuat kristal
halus dan memperbaiki sifatsifat mekanisnya, tetapi cara ini
tidak efektif untuk coran tebal. Sifatsifat mekanik paduan AlSi
dapat diperbaiki dengan menambahkan Mg, Cu, atau Mn, dan
selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan
unsur Mg ( 0,3 1 % ) pada paduan AlSi akan menghasilkan
peningkatan cukup besar terhadap sifatsifat mekanisnya. Dalam
hal ini unsur Mg meningkatkan respon terhadap perlakuan panas
bahan. Peningkatan tersebut karena adanya presipitasi Mg2Si.
Penambahan unsur Cu ( 3 – 5 %) pada paduan ALSi dapat juga
meningkatkan sifatsifat mekanis paduan. Paduan ALSiCu,
dengan komposisi Si mendekati komposisi eutektik, dapat
digunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai panjang
relatif kecil. Paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston
mesin motor bakar (internal combustion engine). Duralumin
merupakan salah satu paduan popular dari Al dengan komposisi
standar Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg – 0,5 % Mn. Bila kandungan
22
unsur Mg ditingkatkan sehingga komposisi standarnya berubah
menjadi Al – 4,5 % Cu – 1,5 % Mg – o,5 % Mn dinamakan
paduan duralumin super.
3. Paduan AlMg.
Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 %
mempunyai ketahanan korosi dan sifatsifat mekanis yang baik.
Paduan ini mempunyai kekuatan tarik di atas 300 Mpa dan
perpanjangan di atas 12 % setelah perlakuan panas. Paduan Al
Mg (disebut juga hidronalium) dipakai untuk bagianbagian dari
alatalat industri kimia, kapal laut, kapal terbang yang
membutuhkan daya tahan yang baik terhadap korosi. Paduan ini
mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap korosi dalam
air laut dan udara dengan kadar garam relatif tinggi. Paduan Al
dengan 2 – 3 % Mg dapat dengan mudah ditempa, dirol dan
diekstrusi. Paduan Al dengan 4,5 % Mg setelah dianil
merupakan paduan cukup kuat dan mudah dilas. Paduan ini
banyak dipakai sebagai bahan tangki LNG.
4. Paduan AlMn.
Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium
tanpa mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk
membuat paduan tahan korosi.
23
5. Paduan AlMgZn.
Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan
senyawa antar logam MgZn dan kelarutannya menurun apabila
temperaturnya turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan
sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah
perlakuan pelarutan. Paduan bersifat keras dan getas oleh korosi
tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD (duralumin super
ekstra).
6. Paduan Aluminium Tahan Panas.
Paduan AlCuNiMg mempunyai kekuatan konstan sampai
suhu 300˚C sehimgga paduan ini banyak dipakai untuk piston
atau tutup silinder. Paduan AlSiCuNiMg mempunyai
koefisien muai rendah dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga
paduan ini banyak dipakai untuk piston.
Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium
Dalam coran aluminium unsurunsur paduan sangat mempengaruhi hasil
dari coran aluminium tersebut, ada yang memberi pengaruh baik dan ada juga
yang memberikan pengaruh kurang baik. Berikut ini adalah pengaruh unsurunsur
pada paduan aluminium.
1 Unsur silikon (Si)
• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu :
− Mempermudah proses pengecoran.
24
− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
− Memperbaiki sifatsifat atau karakteritik coran.
• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu :
− Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut.
− Hasil cor akan rapuh jika kandungan Si terlalu tinggi.
2. Unsur tembaga (Cu)
• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu
− Meningkatkan kekerasan bahan
− Memperbaiki kekuatan tarik.
− Mempermudah proses pengerjaan mesin.
• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu),
yaitu :
− Menurunkan daya tahan terhadap korosi.
− Mengurangi keuletan bahan.
− Mengurangi mampu bentuk dan mampu rol.
3. Unsur mangan (Mn)
• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn),
yaitu :
− Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada
temperatur tinggi.
− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
− Mengurangi pengaruh buruk unsur besi.
25
• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn),
yaitu :
− Menurunkan kemampuan penuangan.
− Meningkatkan kekasaran butiran partikel.
4. Unsur magnesium (Mg)
• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg),
yaitu :
− Mempermudah proses penuangan.
− Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.
− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
− Meningkatkan kekuatan mekanis.
− Menghaluskan butiran kristal secara efektif.
− Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut/impak.
• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg),
yaitu :
− Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada
hasil coran.
5. Unsur nikel (Ni)
• Pengaruh yang ditimbulkan unsur nikel (Ni), yaitu :
− Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada
temperatur tinggi.
− Menurunkan pengaruh buruk unsur Fe dalam paduan.
− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
26
6. Unsur besi (Fe)
• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :
− Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada
cetakan selama proses penuangan.
• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :
− Penurunan sifat mekenis.
− Penurunan kekuatan tarik.
− Timbulnya bintik keras pada hasil cor.
− Peningkatan cacat porositas.
7 Unsur seng (Zn)
• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :
− Meningkatkan sifat mampu cor..
− Mempermudah dalam pembentukan.
− Meningkatkan keuletan bahan.
− Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.
• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :
− Menurunkan ketahanan korosi.
− Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi (Fe).
− Menimbulkan cacat rongga udara.
8 Unsur titanium (Ti)
• Pengaruh positif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :
− Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur
tinggi.
27
− Memperhalus butiran kristal dan permukaan.
− Mempermudah proses penuangan.
• Pengaruh negatif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :
− Menaikan viskositan logan cair
− Mengurangi fluiditas logam cair.
Tinjauan Pustaka
Menurut penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, pengaruh
penambahan unsur paduan pada aluminium menghasilkan :
1. Paduan AlAgMg.
Beberapa pengaruh yang ditimbulkan akibat penambahan unsur
Mg yaitu : dapat meningkatkan kekuatan tarik, menambah nilai
kekerasan menjadi tinggi, butiran kristal mrnjadi lebih rapat hal
ini berpengaruh terhadap sifat mekanis bahan. Sedangkan
penambahan unsur Ag akan memperlambat waktu pembekuan.
2. Paduan AlCuAg.
Pengaruh unsur Ag dapat menurun kekuatan tariknya dan angka
kekerasannya juga menurun, tetapi unsur Ag membuat paduan
tersebut menjadi lebih padat hal ini disebabkan oleh lamanya
waktu pembekuan ditunjukan oleh angka porositas yang
semakin menurun.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Diagram Alir
Diagram alir penelitian pengecoran dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengadaan bahan coran
Proses pengecoran AlSi dengan variasi kadar Zn : AlSi 100%
AlSi dengan Zn 1% AlSi dengan Zn 2% AlSi dengan Zn 3% AlSi dengan Zn 4%
Pengujian benda uji
Uji komposisi
Pembuatan benda uji
Data hasil penelitian
Analisa data penelitian
Kesimpulan
Referensi
Uji komposisi 2% Zn
29
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus dan bersifat deskriptif
kualitatif, yaitu suatu penelitian terhadap obyek tertentu dan kesimpulan yang
diambil hanya terbatas pada obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisa data
yang telah dilakukan. Dalam hal ini obyek yang diteliti adalah pengaruh
penambahan seng (Zn) dengan variasi penambahan antara 1% hingga 4% terhadap
paduan aluminium dan silikon. Sedangkan sebagai bahan perbandingan digunakan
coran aluminium murni sebagai pembanding.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk memperoleh datadata atau informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu :
1. Tahap persiapan
Tahap ini merupakan tahap perumusan masalah yang akan
diangkat menjadi topik dalam penulisan, pengumpulan pustaka
sebagai sumber informasi yang mendukung penelitian, dan
penentuan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang
dari topik rencana.
2. Tahap penelitian
Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian,
dengan harapan untuk mencapai hasil seobyektif mungkin,
yaitu:
• Penelitian pendahuluan
30
Yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
keadaan dan sifatsifat bahan sebelum diadakan pengecoran.
• Pelaksanaan penelitian
Yaitu penelitian yang dilakukan setelah penelitian
pendahuluan selesai dilakukan dan pada tahap ini mulai
dilakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan variasi
Zn (1 4%) pada pengecoran AlSi yang sesungguhnya.
3. Penelitian Kepustakaan
Suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan landasan
teori mengenai masalah yang akan diteliti. Dasardasar teoritis
diperoleh dari membaca literaturliteratur, jurnal dan sebagainya
yang ada sangkut pautnya dengan masalah yang diteliti.
Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi :
1. Data pengecoran logam
2. Data dan grafik pengujian tarik
3. Data pengujian kekerasan Brinell
4. Data dan gambar pemotretan struktur mikro dan makro
5. Data perhitungan porositas benda hasil pengecoran
6. Data berat jenis coran
7. Data komposisi kimia.
31
Pelaksanaan Pengecoran
Bahan Coran
Bahan yang digunakan dalam pengecoran ini adalah aluminiumsilikon
(AlSi). Paduan aluminiumsilikon (AlSi) yang dipakai didapat dari pelek
kendaraan bermotor (mobil), untuk seng (Zn) yang digunakan berasal dari mur
pengikat meubel.
Alatalat yang digunakan
Alatalat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain :
1. Tangki kompor minyak bertekanan + selang bahan bakar
2. Burner
3. Kompresor
4. Tang penjepit
5. Tungku dan kowi tanah liat
6. Thermokopel
7. Stopwatch
8. Kunci ring 14
9. Kapur (mencegah hasil coran menempel ke cetakan)
10. Cetakan logam + baut pengunci ukuran ring 14
11. Palu, gergaji tangan , dan kikir
32
Proses peleburan logam
Mulamula pelek dipotong menjadi bagian kecilkecil menggunakan
gergaji agar dapat mempermudah dalam proses peleburan. Setelah dipotong
potong aluminium kemudian dimasukkan dalam kowi yang berada di dalam
tungku yang sebelumnya sudah dipanaskan dengan burner.
Gambar 3.1 Burner dan Tangki Minyak Bertekanan serta Kompresor
Gambar 3.2 Kowi dan Tungku Tanah Liat
Aluminium mempunyai titik lebur sekitar 754° C. Setelah aluminium mencair/
melebur potongan seng (Zn) dengan prosentase 1% dapat dimasukkan, kemudian
diaduk hingga seluruh bahan mencair dan menjadi satu, cetakan logam disiapkan
untuk melakukan proses penuangan (dicatat lama waktu penuangannya) kemudian
33
coran ditunggu sampai logam cair membeku/mengeras (dicatat waktu
pembekuannya), demikian pula dengan variasi 2%, 3% dan 4%.
Gambar 3.3 Cetakan Logam dilengkapi Baut dan Tang Penjepit
Prosedur Pengecoran secara lebih jelas adalah sebagai berikut :
1. Aluminiumsilikon (AlSi) dipotongpotong dan ditimbang
menurut komposisinya
2. Seng (Zn) ditimbang masingmasing komposisinya
3. Bahan bakar berupa solar disiapkan bersama corong pengisian
4. Mulamula tangki kompor minyak + burner di isi solar
secukupnya lalu diberi tekanan angin dengan memakai
kompresor
5. Cetakan dilabur dengan kapur supaya hasil coran tidak
menempel pada cetakan lalu disiapkan untuk pengecoran.
6. Kowi diletakan sedemikian rupa pada tungku yang sudah
dipasangi burner
7. Api dihidupkan dan dicari yang paling baik nyalanya (dilakukan
penyetelan nyala api burner)
34
8. Pada saat kowi mulai memanas bahan cor dimasukkan kurang
lebih 5 menit dari pengapian sempurna
9. Setelah aluminium mencair sekitar 18 menit seng dapat
dimasukan.
10. Agar bahan paduan tercampur dan melebur dengan baik kowi
ditutup supaya panas yang dihasilkan sesuai
11. Sekitar 2 menit semua bahan sudah melebur menjadi satu
12. Saat inilah kowi dapat diambil dari tungku dengan menggunakan
tang penjepit untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan
logam yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu
13. Dalam penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 8
detik
14. Tunggu sampai logam cair membeku sekitar 24 detik baru
cetakan dibongkar.
Pelepasan hasil coran
Karena cetakan menggunakan cetakan logam yang tetap, maka proses
pelepasannya dilakukan dengan cara memisahkan bagian kup dan drag dengan
cara melepas bautbaut yang menyatukan kedua bagian tadi. Cetakan kemudian
dipukulpukul hingga coran terlepas dari cetakan, barulah setelah lepas dilakukan
pembersihan dan pembuangan bekas lubang saluran turun dan keluar
menggunakan gergaji tangan dan kikir, setelah itu baru dilanjutkan pada proses
selanjutnya yaitu proses pembentukan benda uji.
35
Pembuatan Benda Uji
Hasil coran yang berupa plat kotak dengan ukuran 150 mm × 150 mm ×
5 mm kemudian dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan mesin milling
hingga dicapai ketebalan yang sudah ditentukan yaitu antara 2,73,8 mm
(disesuaikan dengan kemampuan mesin uji tarik yang akan digunakan).
Gambar 3.4 Mesin Milling
Selanjutnya hasil coran dipotong menjadi enam bagian dengan menggunakan
mesin sekrap, ukuran potongan disesuaikan dengan bentuk pengujian tarik,
pembuatan fillet kembali dilakukan dengan mesin milling dengan menggunakan
cutter dengan diameter 16 mm.
36
Gambar 3.5 Mesin Sekrap
Langkahlangkah Pembuatan Benda Uji dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Meratakan permukaan benda kerja menggunakan mesin
frais/milling hingga diperoleh tebal benda uji antara 2,73,8 mm.
2. Membuat batangbatang benda uji, dengan lebar batang benda uji
22 mm dengan menggunakan mesin sekrap kemudian difinishing
dengan menggunakan mesin frais/milling hingga rata.
3. Pembuatan benda uji dengan menggunakan standar ASTM
(American Society for Testing Materals ) seperti tertera pada
tabel 3.1, dengan urutan perhitungan sebagai berikut :
Untuk benda uji berupa lembaran/plat
5 , 4 / = Ao Lo (1)
Ao Lo × = 5 , 4 (2)
37
dengan;
t w Ao × = (3)
Ao = luas permukaan benda uji t = tebal benda uji
w = lebar benda uji Lo = panjang ukur
L = panjang total benda uji r = fillet
Tabel 3.1 Dimensi Benda Uji Tarik yang digunakan diantara Negara yang Berbedabeda
(Sumber ; Dieter.G.E, Djaprie.S, : Metalurgi Mekanik Jilid I, hlm 296)
Gambar 3.6 Gambar Benda Uji Tarik
Sisa dari potongan plat akan dipakai untuk melakukan pengujian kekerasan
brinnel, foto mikro, foto makro, porositas, berat jenis dan uji komposisi.
Jenis Benda Uji Amerika Serikat Inggris Raya Jerman
(ASTM) Sebelum 1962 Sekarang
Lembaran (Lo/√Ao) 4,5 4,0 5,65 11,3
Bulatan (Lo/Do) 4,0 3,54 5,0 10,0
38
Peralatan Pengujian
Peralatan yang digunakan dalam proses pengujian antara lain :
1. Mesin uji tarik dengan kemampuan uji 1 ton (1000 kg), milik
Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta
2. Mesin uji kekerasan "Brinell hardness tester MOD 100 MR"
milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
3. Lup mikrometer untuk mengukur bekas injakan (kekerasan
Brinell)
4. Mikroskop merek Union buatan Jepang, untuk mengetahui
porositas dan struktur mikro bahan
5. Kamera Nikon FM 2 dengan film berwarna ASA 200, untuk
pemotretan struktur mikro
6. Gelas ukur dan timbangan digital
7. Jangka sorong
8. Amplas tahan air ukuran kehalusan 200, 400, 800, 1000
9. Autosol, kain, batu hijau, stopwatch, dan millimeter blok
Pengujian Hasil Coran
Pengujian Tarik
Pengujian tarik merupakan salah satu jenis pengujian destruktif
(pengujian yang sifatnya merusak benda uji). Pengujian tarik dilakukan dengan
39
jalan memberikan beban tarik pada benda uji secara perlahanlahan sampai putus.
Batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas diukur dalam
pengujian ini. Pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut :
a. Untuk langkah pertama ukuranukuran benda uji dan nomor
benda uji dicatat.
b. Kemudian benda uji dipasang pada penjepit atas dan bawah pada
mesin uji, dan diatur posisinya agar penjepitan benda uji benar
benar vertikal setelah itu kedua penjepit dikencangkan
secukupnya saja
c. Power printer hidupkan dan kertas milimeter blok dipasang pada
printer
d. Mesin dijalankan dan angka yang ditampilkan pada data display
dicatat sampai benda uji patah.
Gambar 3.7 Mesin Uji Tarik
40
Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang
disertai pengecilan penampang benda uji. Dari data yang diperoleh dari pengujian
tarik kita dapat melakukan perhitungan untuk mencari nilai dari tegangan
maksimum dan regangan dari benda uji tersebut, perhitungan dilakukan dengan
menggunakan rumus berikut ini :
1. Kekuatan Tarik Maksimum :
2 max kg/mm A P
u = σ (4)
dengan : P.Max = gaya maksimum (kg)
A = luas penampang (mm 2 )
2. Regangan :
ε = 0 0
0
L L
L L L ∆
= −
(5)
dengan : Lo = panjang awal/sebelum pengujian(mm)
L = panjang akhir/sesudah pengujian (mm)
Δ L = pertambahan panjang (mm)
Semakin besar panjang ukur semakin besar pula nilai regangan karena
pertambahan panjang akan semakin besar dan rumus dari regangan sendiri
berbanding lurus dengan perubahan panjang dan berbanding terbalik dengan
panjang ukur awal benda uji. Percobaan tarik diadakan untuk hampir semua
bahan, oleh karena dengan demikian kita dapat memperoleh kesimpulan dari sifat
sifat mekanik sebagai berikut
1. Kekuatan tarik adalah ukuran untuk kekuatan suatu bahan. Suatu
bahan dengan kekuatan tarik yang lebih tinggi kita sebut lebih
41
kuat. Suatu bahan dengan kekuatan tarik yang lebih rendah kita
sebut lebih lemah
2. Regangan adalah ukuran untuk sifat dapat dibentuk dari suatu
bahan. Suatu bahan dengan regangan yang lebih besar kita sebut
lebih dapat dibentuk. Bahan dengan regangan yang lebih kecil
kita sebut kurang dapat dibentuk
Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan yaitu untuk mengetahui kekerasan bahan yang
merupakan ukuran ketahanan terhadap deformasi plastis. Pengujian dilakukan
dengan pengujian Brinell. Cara pengukuran kekerasannya adalah bola baja
berdimeter 5 mm, ditekankan ke permukaan bagian dari benda uji dengan beban
tertentu. Kemudian diameter bekas injakan penetrator diukur dengan
menggunakan alat ukur optik. Cara Brinell ini dilakukan dengan penekanan
sebuah bola (penetrator) yang terbuat dari baja krom ke permukaan benda uji
Tekanan yang digunakan berupa gaya tekan statis. Permukaan yang diuji harus
bersih dan rata. Setelah gaya tekan ditiadakan pada benda uji akan terdapat bekas
injakan penetrator, kemudian diameter bekas injakan tadi diukur secara teliti
untuk dipakai dalam perhitungan uji kekerasan. Kekerasan ini disebut “Kekerasan
Brinell” yang disingkat dengan HB atau BHN (Brinell Hardness Number).
Besarnya harga kekerasan brinell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
HB = ) (
2 2 2 d D D D
P
− − π 2 mm
kg (6)
42
dengan :
P = gaya yang bekerja pada penetrator (kg)
D = diameter penetrator (mm)
d = diameter bekas injakan (mm)
Bola Brinell tidak boleh terdeformasi saat pengujian benda uji. Bola Brinell
mempunyai standar dengan diameter (D). Saat pengujian Brinell ini, perlu
diperhatikan beban tekan (P), diameter bola dan jenis logam uji. Besar beban yang
bekerja tergantung pada diameter bola dan jenis benda uji. Diameter penetrator
yang digunakan tergantung pada tabel benda uji. Diameter penetrator yang sering
digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Pemilihan Diameter Penetrator
Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator 1 3 D = 2,5 3 6 D = 5 > 6 D = 10
HB ratarata 2 D P Bahan
160 30 Baja, besi cor 160 80 10 kuningan 80 20 5 Aluminium, tembaga
5 2 = D P 10 2 =
D P 30 2 =
D P Diameter
penetrator (D = mm) Gaya (kg) 2,5 31,25 62,5 187,5
5 125 250 750 10 500 1000 3000
43
Langkah – langkah pelaksanaan pengujian
1. Permukaan pada benda uji harus dibersihkan dan dihaluskan
dengan amplas supaya permukaannya rata dan halus.
2. Setelah itu harus menentukan diameter penetrator dan besarnya
gaya penekanan.
3. Penekanan injektor dilakukan dengan cara memutar hendel
penekan, hingga mencapai gaya penekanan yang diinginkan,
lama penekanan diukur dengan stopwatch selama 30 detik
Pengujian ini dilakukan hingga mendapat 10 bekas injakan
dengan tempat yang berbeda.
4. Benda uji yang telah selesai diuji dipindahkan dari alat uji untuk
diamati besarnya lubang bekas penetrator dengan lup
mikrometer.
5. Data yang ada dari hasil pengujian yang dilakukan dicatat dan
dihitung harga kekerasan untuk tiap benda uji.
44
Gambar 3.8 Mesin uji kekerasan "Brinell Hardness Tester MOD 100 MR" Pengamatan Struktur Mikro
Dalam pengujian ini kualitas bahan ditentukan dengan mengamati
struktur benda uji dengan menggunakan mikroskop, disamping itu dapat pula
mengamati cacat dan bagian yang tidak teratur. Struktur mikro dari suatu bahan
dapat diketahui dengan cara memfoto yang sudah dietsa. Pengamatan struktur
mikro dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari sifatsifat logam dan akibat
dari perlakuan panas dengan mikroskop, serta memeriksa struktur logam. Bila
cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam lensa mikroskop metal, permukaan
akan tampak terlihat dengan jelas. Bila berkas dipantulkan dan tidak mengenai
lensa, daerah itu akan tampak hitam. Batas butir akan tampak seperti mengelilingi
setiap butir dan cahaya tidak dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak
seperti garisgaris hitam. Pada gambar berikut akan tampak arah pemantulan
cahaya.
A contoh sedang diamati
B tampilan contoh di okuler
Gambar 3.9 Pemantulan cahaya pada benda
45
Prosedur Pengujian :
1. Permukaan benda uji dihaluskan dan dibersihkan pada sisinya
sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar dengan
menggunakan amplas mulai dari yang kasar sampai amplas yang
halus.
2. Benda uji tersebut digosok dengan autosol hingga permukaannya
mengkilat, kemudian benda uji cuci dengan air kemudian
keringkan.
3. Benda uji dipasang di bawah mikroskop, dan lensa diatur dengan
perbesaran 50× dan gambarnya amati dan ambil dengan kamera.
4. Gambar yang difoto sebelum benda uji dietsa ini nantinya akan
digunakan untuk perhitungan porositas bahan.
5. Benda uji dietsa dengan menggunakan larutan NaOH 50%.
6. Setelah itu benda uji dimasukan ke dalam cairan alkohol untuk
menetralkan bahan etsa kemudian dilap dan dikeringkan.
7. Benda uji dipasang di bawah mikroskop, dan lensa diatur dengan
perbesaran 50× dan 100× dan masingmasing gambarnya amati
dan ambil dengan kamera.
Gambar 3.10 Mikroskop Mikro dilengkapi dengan Kamera
46
Pengamatan Struktur Makro
Pengamatan struktur makro bertujuan untuk mengetahui bagaimana
bentuk penampang patahan dari dari benda uji tarik dan juga untuk mengetahui
porositas secara visual. Cara pengamatan struktur makro adalah dengan memfoto
bentuk patahan dari benda uji tarik secara vertikal dan horisontal.
Pengamatan Porositas Hasil Coran
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan molekul dari
benda tersebut. Pada pengujian ini yang patut diketahui adalah sedikit banyaknya
poripori, dengan kita mengetahui sedikit banyaknya poripori yang ada di benda
tersebut dapat memberi kesimpulan pada kita bahwa semakin sedikit poripori
suatu benda berarti semakin padat molekul yang terdapat pada benda tersebut dan
sebaliknya. Porositas atau cacat lubang jarum dapat terjadi apabila gas hidrogen
yang terbawa dalam logam cair terjebak selama proses pembekuan. Penyebab
utamanya adalah adanya gas yang terserap dalam logam cair selama penuangan
coran. Beberapa upaya untuk mencegah timbulnya cacat poripori ini diantaranya
dengan melakukan perencanaan sistem saluran masuk yang baik
Tujuan dari pengujian porositas adalah untuk :
1. Mengetahui cacat rongga udara yang terdapat dalam coran.
2. Menghitung persentase cacat rongga udara pada setiap coran.
47
Proses pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Foto mikro dengan perbesaran 50 × tempelkan di bawah kertas
millimeter blok yang sudah dijadikan transparasi sehingga foto
tersebut terbagi ke dalam blokblok kecil dan kemudian
dihitung..
2. Seluruh daerah hitam (poripori) yang mengisi kotak millimeter
blok juga dijumlahkan, langkah ini dilakukan sebanyak dua kali,
agar data perhitungan bisa lebih akurat
3. Kedua luasan dibagi dan hasilnya kemudian dikalikan 100%,
maka akan didapatkan persentase porositas.
Perhitungan dilakukan dengan cara membagi hasil coran menjadi blok
blok kecil kemudian dilakukan perhitungan jumlah pori hitam pada foto.
Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan berikut :
% 100 × = total luasan jumlah
porositas luasan jumlah porositas Persentase (7)
Pengujian Berat Jenis Coran
Tujuan diadakannya perhitungan berat jenis coran adalah untuk
mengetahui perbedaan massa jenis dari setiap hasil coran. Pengukuran berat jenis
dilakukan di Laboratorium. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan
memakai gelas ukur dan timbangan digital.
48
Gambar 3.11 Timbangan Digital
Proses pengujian berat jenis adalah sebagai berikut :
1. Berat (w) spesimen dihitungan secara tepat dengan menggunakan
timbangan digital.
2. Volume air diukuran dalam gelas ukur sebelum spesimen benda
uji dicelupkan.
3. Pertambahan volume air dalam gelas ukur dihitung sesudah
spesimen benda uji dicelupkan, diperoleh volume (v) spesimen.
4. Perhitungan berat jenis dilakukan dengan menggunakan rumus
berikut ini:
v w
= ρ (8)
dengan : ρ = berat jenis (gram/cm 3 )
w = berat (gram)
v = volume (cm 3 )
49
Gambar 3.12 Gelas Ukur
Pengujian Komposisi Kimia
Pengujian komposisi kimia adalah untuk mengetahui apakah komposisi
kimia dari benda coran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian kita
dapat mengetahui seberapa banyak unsur paduan yang larut ke dalam coran.
Jalanya pengujian komposisi kimia dalah sebagai berikut :
1. Nyalakan semua peralatan pendukung dan sambungkan dengamn
arus listrik dan tunggu beberapa saat sampai spektrometer siap
melakukan pengujian.
2. Setelah spektrometer siap, pilih program yang akan diuji.
3. Lakukan standarisasi benda uji.
4. Setelah selesai distandarisasi, lakukan pengujia pada sampel
benda uji.
5. Lakukan analisa sampel benda uji :
50
• Letakan sampel benda uji pada dudukan kerja, kemudian
tekan start pada alat dimana analisa sampel mulai
dilakukan, penekanan sampel jangan dilepas sampai bunyi
spark terdengar.
• Lakukan penembakan minimal 4 kali pada tempat yang
berbeda.
• Setiap selesai penembakan lakukan pembersihan pada pin
penembakan.
• Print out hasil uji komposisi kimia didapatkan.
6. Proses analisa selesai.
Gambar 3.13 Mesin Uji Komposisi
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam pengujian paduan aluminiumsilikon ini, penambahan unsur seng
yang diberikan sebesar 1%, 2%, 3% dan 4%. Sebagaimana sudah dibahas pada
bab II, penambahan unsur seng dapat berpengaruh pada sifat mampu cor,
meningkatkan keuletan bahan, meningkatkan kekuatan. Penambahan variasi Zn
adalah untuk mengetahui perubahan sifatsifat fisis dan mekanisnya.
Pengujian Tarik
Dalam pelaksanaan pengujian tarik ini, setiap variasi benda uji
menggunakan lima buah spesimen dengan variasi Zn 1%, 2%, 3% dan 4%. Dari
kelima spesimen yang telah diuji itu kemudian ditentukan rataratanya, sehingga
dengan melakukan pengujian tarik ini akan diperoleh harga ratarata kekuatan
tarik dan persentase regangan. Dari hasil pengujian tarik didapatkan grafik seperti
di bawah ini.
Kekuatan Tarik
0
5
10
15
20
25
30
mulamula cor ulang AlSi 1%Zn AlSi 2%Zn AlSi 3%Zn AlSi 4%Zn
Paduan
Kekuatan Tarik
(kg/mm
2 )
Gambar 4.1. Grafik Kekuatan Tarik
52
Dari gambar grafik kekuatan tarik diatas dapat dilihat bahwa kekuatan
tarik terbesar terdapat pada paduan AlSi (benda mulamula), karena pada paduan
ini proses pembekuannya menggunakan penekanan. Kekuatan tariknya mencapai
27,9 kg/mm 2 . Setelah benda mulamula dicor ulang kekuatan tariknya malah
mengalami penurunan, besarnya kekuatan tarik setelah mengalami pengecoran
ulang adalah sebesar 14,7 kg/mm 2 , karena pada benda mulamula yang
mengalami proses pengecoran ulang pada waktu pembekuan hanya menggunakan
grafitasi. Penambahan unsur Zn menyebabkan peningkatan pada kekuatan
tariknya jika dibandingkan dengan paduan AlSi yang mengalami pengecoran
ulang. Kekuatan tarik tertinggi terdapat pada paduan AlSi yang telah
ditambahkan unsur Zn sebanyak 2%, kekuatan tariknya adalah sebesar 17,4
kg/mm 2 . Besarnya kekuatan tarik dari seluruh variasi adalah sebagai berikut
(seperti terlihat pada lampiran hal 69) :
Tabel 4.1 Tabel kekuatan tarik
Paduan Kekuatan Tarik (σ u ),
kg/mm 2
Mulamula
Cor ulang
AlSi1% Zn
AlSi2% Zn
AlSi3% Zn
AlSi4% Zn
27. 9
14.7
10.7
17.4
14.1
10.8
Selain menghasilkan kekuatan tarik yang bervariasi, penambahan Zn juga
menyebabkan nilai persentase regangan yang bervariasi. Dari Gambar 4.2 dapat
53
dilihat bahwa regangan terbesar terdapat pada paduan AlSi dengan variasi Zn 2%
dan regangan terkecil terdapat pada paduan AlSi dengan variasi Zn 1%
Regangan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
mulamula cor ulang AlSi 1%Zn AlSi 2%Zn AlSi 3%Zn AlSi 4%Zn
Paduan
Persentase Regangan (%)
Gambar 4.2 Grafik Regangan
Tabel 4.2 Tabel regangan
Paduan Regangan Total (%)
Mulamula
Cor ulang
AlSi1% Zn
AlSi2% Zn
AlSi3% Zn
AlSi4% Zn
3.9
4.3
2.0
8.4
2.3
2.0
Pengujian Kekerasan
Kekerasan
0
20
40
60
80
100
120
mulamula Cor ulang AlSi 1%Zn AlSi 2%Zn AlSi 3%Zn AlSi 4%Zn
Paduan
BHN
Gambar 4.3 Grafik Pengujian Kekerasan
54
Pada pengujian kekerasan ini dilakukan dengan cara memberikan
penekanan pada setiap variasi dengan alat uji kekerasan. Setiap variasi diberikan
10 kali penekanan pada tempat yang berbeda, tekanan yang diberikan sebesar 125
kg. Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa benda mulamula merupakan benda
yang paling keras setelah diuji kekerasan. Angka kekerasannya mencapai 96,5
BHN. Benda awal yang mengalami pengecoran ulang justru malah turun
kekerasannya. Setelah mendapatkan unsur variasi Zn kekerasannya justru
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan benda mulamula yang
mengalami pengecoran ulang. Kekerasan tertinggi terdapat pada penambahan
variasi Zn sebanyak 4% yaitu sebesar 64.2 BHN dan kekerasan terendah terdapat
pada variasi Zn 1%. Besarnya paduan pada masingmasing variasi dapat dilihat
pada tabel berikut ini (seperti terlihat pada lampiran hal 72) :
Tabel 4.3 Tabel pengujian kekerasan
Paduan BHN
Mulamula
Cor ulang
AlSi1% Zn
AlSi2% Zn
AlSi3% Zn
AlSi4% Zn
96.5
56.2
48.8
52.2
60.7
64.2
Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk mengamati perubahan besar
butir yang terjadi pada setiap variasi coran. Pengamatan struktur mikro dilakukan
55
pada benda uji yang sudah dietsa, adapun fungsi etsa adalah untuk mengkorosi
permukaan benda uji supaya strukturnya jadi lebih jelas.
Gambar 4.4 AlSi mulamula
Gambar 4.5 AlSi setelah dicor ulang
Gambar 4.6 AlSi 1% Zn
56
Gambar 4.7 AlSi 2% Zn
Gambar 4.8 AlSi 3% Zn
Gambar 4.9 AlSi 4% Zn
Dari gambargambar di atas dapat dilihat bahwa pada setiap variasi
memiliki struktur mikro yang berbedabeda. Pada benda mulamula struktur lebih
merata, ini menyebabakan kekuatan tarik dan kekerasannya sangat baik. Lain
57
halnnya dengan benda mulamula yang mengalami proses pengecoran ulang,
dapat dilihat bahwa bentuk butirannya tidak sama satu dengan yang lainnya, ada
yang berbentuk oval ada juga yang berbentuk bulat besarnya pun tidak sama
antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan untuk paduan yang telah diberi
variasi 1% sampai dengan 4% Zn. Pada paduan dengan variasi Zn 2% strukturnya
oval dan agak besar, ini menyebabkan kekuatan tariknya baik, dan pada paduan
dengan variasi 4% Zn strukturnya lebih rapat ini menyebabkan kekerasanya baik.
Pengamatan Struktur Makro
Gambar 4.10 mulamula
Gambar 4.11 Cor ulang
58
Gambar 4.12 1% Zn
Gambar 4.13 2% Zn
Gambar 4.14 3% Zn
59
Gambar 4.15 4% Zn
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada setiap benda uji pada
bagian patahan ukurannya mengecil dan juga jika dilihat dari bentuk patahannya
yang tidak beraturan menandakan bahwa paduan variasi Zn ini merupakan benda
yang ulet. Pada bagian patahan ukuran yang mengecil disebabkan oleh gaya tarik
dari mesin uji tarik itu sendiri.
Pengamatan Porositas
Grafik Porositas
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
mulamula cor ulang AlSi 1%Zn AlSi 2%Zn AlSi 3%Zn AlSi 4%Zn
Paduan
Persentase (%)
Gambar 4.16 Grafik Porositas
60
Tabel 4.4 Tabel uji porositas
Paduan Persentase (%)
Mulamula
Cor ulang
AlSi1% Zn
AlSi2% Zn
AlSi3% Zn
AlSi4% Zn
0
0.006
0.010
0.004
0.008
0.012
Porositas didapatkan dari benda uji struktur mikro tetapi yang belum
dietsa, caranya adalah dengan memfoto benda uji yang belum dietsa dengan
bantuan mikroskop. Kemudian hasil cetakan foto tersebut diletakan dibawah
millimeter blok yang sudah ditransparasi, Warna hitam yang terdapat pada foto
tersebut diasumsikan sebagai porositas. Dari Gambar 4.16 terlihat bahwa benda
mulamula tidak mempunyai porositas, walaupun ada itu samgat kecil sekali.
Porositas terbanyak terdapat pada paduan dengan variasi Zn sebanyak 4%, hal ini
disebabkan karena adanya udara yang terjebak pada waktu proses penuangan dan
proses pembekuan, ditambah juga pada waktu proses pembekuan tidak diberikan
tekanan sehingga kemungkinan terjadi proses pembekuan yang tidak merata.
Terbentuknya cacat dalam coran dapat dipengaruhi oleh unsur paduan yang
memiliki titik cair yang berbeda serta proses pembekuan yang tidak sama,
biasanya cacat banyak terjadi pada bagian yang paling lambat membeku. Berbeda
dengan benda uji mulamula yang tidak terdapat porositas, ini disebabkan karena
proses pengecoran yang dilakukan di pabrik pastilah lebih baik dan memakai
peralatan yang lebih canggih (perhitungan porositas terlampir pada hal 74).
61
Gambar 4.17 mulamula
Gambar 4.18 Cor ulang
Gambar 4.19 1% Zn
62
Gambar 4.20 2% Zn
Gambar 4.21 3% Zn
Gambar 4.22 4% Zn
63
Pengujian Berat Jenis
Dari gambar grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa semakin banyak
penambahan unsur Zn semakin besar berat jenisnya. Dilihat dari benda mulamula
yang dicor ulang mengalami penurunan berat jenisnya dari benda mulamula
tanpa proses pengecoran ulang, setelah diberikan penambahan variasi Zn 1%
sampai dengan 4% berat jenisnya meningkat bahkan melebihi berat jenis benda
mulamula. Hal ini disebabkan karena berat jenis Zn lebih besar dari berat jenis Al
yaitu sebesar 7,1 g/cm 3 , sedangkan berat jenis Al hanya 2,7 g/cm 3 (perhitungan
porositas terlampir pada hal 75).
Berat Jenis
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Mulamula Cor Ulang AlSi 1%Zn AlSi 2%Zn AlSi 3%Zn AlSi 4%Zn
Paduan
Berat Jenis (g/cm 3 )
Gambar 4. 23 Grafik Berat Jenis
Tabel 4.5 Tabel Berat Jenis
Paduan Berat Jenis (g/cm 3 )
Mulamula
Cor ulang
AlSi1% Zn
AlSi2% Zn
AlSi3% Zn
AlSi4% Zn
2,625
2,262
2,483
2,750
2,916
3,066
64
Pengujian Komposisi Kimia
Pengujian komposisi kimia adalh untuk mengetahui unsur variasi paduan
yang masuk ke dalam coran apakah sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian
komposisi kimia ini dilakuakan di Politeknik Manufaktur Ceper yang berada di
Klaten.
Dari hasil pengujian komposisi kimia (pada lampiran hal 81) dapat
dilihat bahwa variasi unsur Zn yang ada sebesar 2,10%, komposisi kimia ini
sesuai dengan yang diharapkan sebesar 2%. Walaupun kelebihan sebesar 0,10%
tetapi masih dapat ditoleransi, kelebihan unsur ini disebabkan oleh kelebihan pada
saat penimbangan yang tidak akurat. Karena pada saat penimbangan untuk
mendapatkan berat yang tepat sangat sulit karena benda yang terlalu kecil, dan
juga pada hasil pengujian komposisi kimia awal benda uji mulamula sudah ada
kandungan Zn nya.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan pembahasan diatas dapat di tarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kekuatan tarik tertinggi ada pada paduan AlSi dengan variasi
Zn 2%, yaitu sebesar 17,4 kg/mm 2 . Dan kekuatan tarik terendah
terdapat pada paduan AlSi dengan variasi Zn 1%, yaitu sebesar
10,7 kg/mm 2 . Regangan tertinggi juga terdapat pada variasi 2%
Zn yaitu sebesar 8.4 %
2. Nilai kekerasan tertinggi ada pada paduan AlSi dengan variasi
Zn 4%, sebesar 64,2 BHN. Sedangkan untuk nilai kekerasan
terendah ada pada paduan AlSi dengan variasi Zn 1% dengan
nilai 48,810 BHN.
3. Pada analisis struktur mikro terjadi perubahan besar butir pada
setiap variasi paduan yang dapat menyebabkan meningkatnya
angka kekerasan.
4. Porositas terbanyak ada pada paduan AlSi dengan variasi 4% Zn
yaitu sebesar 0,012%, dan porositas terkecil ada pada paduan Al
Si dengan variasi Zn 2% yaitu sebesar 0,004%.
5. Pada pengujian berat jenis semakin banyak unsur Zn yang
ditambahkan berarti semakin besar pula berat jenisnya, terbukti
pada paduan AlSi dengan variasi Zn 4% dengan nilai berat
66
jenisnya sebesar 3.006 gr/cm 3 , dan berat jenis terendah ada pada
paduan AlSi dengan variasi Zn 1% sebesar 2.483 gr/cm 3 .
6. Pada pengamatan struktur makro dapat disimpulkan bahwa
pengaruh penambahan unsur Zn dapat membuat benda uji
menjadi lebih ulet, karena pada daerah sekitar patahan
penempangnya menjadi lebih kecil.
7. Pada pengujian komposisi kimia unsur variasi Zn yang masuk ke
dalam coran AlSi 2% Zn sebanyak 2,10%, itu dikarenakan pada
saat penimbangan tidak akurat
Saran
1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, pada penelitian yang
masih menggunakan variasi seperti ini sebaiknya pada waktu
proses pembekuan diberikan tekanan untuk memperkecil
porositas.
2. Alatalat uji dan alatalat yang mendukung tugas akhir sebaiknya
harus dirawat dengan baik, atau yang sudah rusak harus segera
dibelikan yang baru karena itu sangat berpengaruh pada
pengambilan data.
67
DAFTAR PUSTAKA
Dieter, G. E., 1996, Metalurgi Mekanik, Edisi ketiga, alih bahasa, Djaprie, S., Erlangga, Jakarta
Prasetyo, S., 2006, Pengaruh Cu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan AlSi, Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Putro, A. E. A. C., 2006, Pengaruh Aging Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan AlSiCuMg, Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Surdia, T., Chijiiwa, K., 1981, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta.
Surdia, T., Chijiiwa, K., 1976, Teknik Pengecoran Logam, Pradnya Paramita, Jakarta.
68
69
Perhitungan kekuatan tarik dan persentase regangan
• Perhitungan kekuatan tarik
rata rata
rata rata maks rata rata A
P T
−
− − = σ
1. Untuk benda uji mulamula (AlSi tanpa cor ulang)
=
+ + +
+ + +
4 96 , 24 07 , 26 96 , 24 76 , 25
4 6 , 695 7 , 735 2 , 713 3 , 604
= 27.889 kg/mm 2
2. Untuk benda uji yang dicor ulang
=
+ +
+ +
3 28 . 53 62 . 51 8 . 51
3 788 3 . 756 1 . 756
= 14.680 kg/mm 2
3. Untuk benda uji dengan variasi 1% Zn
=
+ +
+ +
3 06 . 51 35 . 46 52 . 47
3 7 . 630 7 . 488 9 . 434
= 10.724 kg/mm 2
70
4. Untuk benda uji dengan variasi 2% Zn
=
+ +
+ +
3 46 . 53 91 . 49 72 . 41
3 8 . 917 1 . 886 6 . 714
= 17.358 kg/mm 2
5. Untuk benda uji dengan variasi 3% Zn
=
+ +
+ +
3 5 . 55 54 5 . 52
3 754 1 . 786 9 . 728
= 14.006 kg/mm 2
6. Untuk benda uji dengan variasi 4% Zn
=
+ +
+ +
3 06 . 56 54 13 . 55
3 5 . 613 574 4 . 606
= 10.859 kg/mm 2
Paduan Kekuatan Tarik
Maksimum (kg/mm 2 )
Mulamula
Cor ulang
AlSi1% Zn
AlSi2% Zn
AlSi3% Zn
AlSi4% Zn
27.899
14.680
10.724
17.358
14.006
10.859
71
• Perhitungan persentase regangan
rata rata
rata rata rata rata L
L
−
− −
∆ =
ο ε
1. Untuk benda uji mulamula (AlSi tanpa cor ulang)
= % 100
4 25 25 25 25
4 8 . 0 1 . 1 1 1
×
+ + +
+ + +
= 3.9 %
2. Untuk benda uji yang dicor ulang
= % 100
3 068 . 33 068 . 33 068 . 33
3 6 . 1 4 . 1 3 . 1
×
+ +
+ +
= 4.3 %
3. Untuk benda uji dengan variasi 1% Zn
= % 100
3 068 . 33 068 . 33 068 . 33
3 4 . 1 4 . 0 2 . 0
×
+ +
+ +
= 2.0 %
4. Untuk benda uji dengan variasi 2% Zn
= % 100
3 068 . 33 068 . 33 068 . 33
3 6 . 3 6 . 2 2 . 2
×
+ +
+ +
72
= 8.4 %
5. Untuk benda uji dengan variasi 3% Zn
= % 100
3 068 . 33 068 . 33 068 . 33
3 7 . 0 9 . 0 7 . 0
×
+ +
+ +
= 2.3 %
6. Untuk benda uji dengan variasi 4% Zn
= % 100
3 068 . 33 068 . 33 068 . 33
3 5 . 0 6 . 0 9 . 0
×
+ +
+ +
= 2.0 %
Paduan Regangan Total (%)
Mulamula
Cor ulang
AlSi1% Zn
AlSi2% Zn
AlSi3% Zn
AlSi4% Zn
3.9
4.3
2.0
8.4
2.3
2.0
Perhitungan kekerasan Brinell
) ( 2
2 2 d D D D P HB
− − =
π 2 mm
kg
dengan :
HB = Angka kekerasan Brinell (BHN)
73
P = gaya yang bekerja pada penetrator = 125 kg
D = diameter penetrator = 5 mm
d = diameter bekas injakan
Perhitungan :
Untuk diameter bekas injakan pertama pada benda uji mulamula (d = 1.27 mm)
) 27 . 1 5 5 ( 5 ) 125 ( 2
2 2 − − =
π HB
= 97.107 BHN
Untuk hasil perhitungan yang lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Mulamula Cor ulang 1% Zn 2% Zn 3% Zn 4% Zn
d HB d HB d HB d HB d HB d HB
1.27 97.107 1.67 55.456 1.82 46.423 1.67 55.456 1.61 59.795 1.57 62.967
1.29 94.068 1.62 58.665 1.75 50.350 1.79 48.050 1.61 59.795 1.55 64.646
1.27 97.107 1.64 57.566 1.74 50.950 1.73 51.561 1.8 47.499 1.53 66.391
1.29 94.068 1.67 55.456 1.74 50.950 1.71 52.814 1.73 51.561 1.56 63.799
1.26 98.681 1.67 55.456 1.82 46.423 1.75 50.350 1.69 54.112 1.56 63.799
1.27 97.107 1.69 54.112 1.75 50.350 1.69 54.112 1.71 52.814 1.52 67.290
1.28 95.570 1.66 56.147 1.78 48.611 1.7 53.457 1.73 51.561 1.58 62.151
1.26 98.681 1.65 56.850 1.82 46.423 1.72 52.182 1.65 56.850 1.57 62.967
96.549 56,214 48,810 52,248 60,693 64,251
74
Perhitungan persentase porositas
% 100 × = total luasan jumlah
porositas luasan jumlah porositas Persentase
1. Untuk benda uji mulamula (AlSi tanpa cor ulang)
= % 100 11008 0
×
= 0
2. Untuk benda uji yang dicor ulang
= % 100 11008 73
×
= 0.006%
3. Untuk benda uji dengan variasi 1% Zn
= % 100 11008 115
×
= 0.010%
4. Untuk benda uji dengan variasi 2% Zn
= % 100 11008 54
×
= 0.004%
5. Untuk benda uji dengan variasi 3% Zn
= % 100 11008 90
×
= 0.008%
6. Untuk benda uji dengan variasi 4% Zn
= % 100 11008 137
×
75
= 0.012%
Paduan Persentase porositas (%)
Mulamula
Cor ulang
1% Zn
2% Zn
3% Zn
4% Zn
0
0.006
0.010
0.004
0.008
0.012
Perhitungan berat jenis
Berat jenis (ρ) = volume berat
) ( ) (
V W
1. Untuk benda uji mulamula (AlSi tanpa cor ulang)
V W
= ρ
= 8 . 0 1 . 2
= 2.625 g/cm 3
2. Untuk benda uji yang dicor ulang
V W
= ρ
= 8 . 0 81 . 1
= 2. 262 g/cm 3
76
3. Untuk benda uji dengan variasi 1% Zn
V W
= ρ
= 6 . 0 49 . 1
= 2.483 g/cm 3
4. Untuk benda uji dengan variasi 2% Zn
V W
= ρ
= 6 . 0 65 . 1
= 2.750 g/cm 3
5. Untuk benda uji dengan variasi 3% Zn
V W
= ρ
= 6 . 0 75 . 1
= 2.916 g/cm 3
6. Untuk benda uji dengan variasi 4% Zn
V W
= ρ
= 6 . 0 84 . 1
= 3.066 g/cm 3
77
Paduan Berat Jenis (g/cm 3 )
Mulamula
Cor ulang
1% Zn
2% Zn
3% Zn
4% Zn
2.625
2.262
2.483
2.750
2.916
3.066
Perhitungan perbesaran foto
Pada gambar terlihat ukuran kawat adalah 10 mm, dan ukuran kawat asli
adalah 0.11 mm. Jadi perbesarannya adalah :
perbesaran asli kawat ukuran
foto dalam kawat ukuran =
90 . 90 11 . 0 10
= = 91 x
1 cm dalam foto = 91 1 = 0.0109 cm dari ukuran asli, atau sama dengan 109 µ m.
109 µ m = 1 cm
100 µ m = 0.9 cm
200 µ m = 1.8 cm
Gambar L.1 Foto Perbesaran Kawat
78
POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG
Lab No. = 050/sp lab/Ex Polman/II/2006
Order No. = PF80112
LAPORAN HASIL ANALISA (REPORT OF ANALYSIS)
Kode sample = Al/13.02.06
Analisa = Spectrometer
Program = AlSiCu
Hasil/Result =
Unsur (%) Si
Fe
Cu
Mn
Mg
Zn
Ti
Cr
Ni
Pb
Sn
Na
Sb
Al
7,11247
0,14114
0,02844
0,00348
0,27885
0,00448
0,12808
0,00179
0,00358
0,00005
0,00288
0,00005
0,00031
92,29343
79
80
81