Upload
vuongnhi
View
224
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
SIGC Insight: Indonesia Sectoral Report Vol. 2
Skha Institute for Global Competitiveness
Eric Sugandi
Chief Economist
Ekonomi Indonesia mungkin akan segera memasuki tahap ekspansi pada siklus bisnisnya.
Skha Institute for Global Competitiveness (SIGC) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,1% di tahun 2017 dan 5,3% di tahun 2018, dibandingkan 5,0% di tahun 2016.
SIGC memproyeksikan laju inflasi Indonesia naik dari 3,0% y/y di akhir tahun 2016 ke 3,8% y/y di akhir tahun 2017 dan 4,0% y/y di akhir tahun 2018.
Laju inflasi Indonesia sejak tahun 2015 cenderung lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi lebih karena perbaikan struktural pada pengendalian inflasi dari sisi supply perekonomian; pelemahan daya beli masyarakat bukan penyebab utama.
SIGC memproyeksikan surplus neraca pembayaran Indonesia akan naik dari USD 12,1 milyar di tahun 2016 ke USD 15,7 milyar di tahun 2017, sebelum turun ke USD 14,0 milyar di tahun 2018.
SIGC memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan akan melebar dari USD 16,8 milyar di tahun 2016 (-1,8% dari PDB nominal) ke USD 19,5 milyar (-2,0%) di tahun 2017, dan USD 21 milyar (-2,1%) di tahun 2018.
SIGC memproyeksikan surplus neraca modal dan finansial akan naik dari USD 28,8 milyar di tahun 2016 ke USD 35,4 milyar di tahun 2017, sebelum turun ke USD 35,0 milyar di tahun 2018.
SIGC memproyeksikan nilai tukar Rupiah (IDR) akan menguat dari 13,436 per USD per akhir tahun 2016 ke 13.200 per akhir tahun 2017 dan 13.400 per akhir tahun 2018.
Berdasarkan nilai tukar riil efektifnya (real effective exchange rate, REER), IDR masih berada pada posisi undervalued walaupun mengalami penguatan sejak awal tahun 2017.
SIGC memperkirakan bahwa realisasi defisit APBNP 2017 akan berada pada angka 2,6% dari PDB nominal, lebih rendah daripada target pemerintah di 2,93%.
SIGC memperkirakan Bank Indonesia akan menahan BI 7-day Reverse Repo Rate di angka 4,50% sampai dengan akhir tahun 2017 dan sepanjang tahun 2018.
1
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
2016 2017P Q1-2017 Q2-2017 Q3-2017P Q4-2017P 2018P
1) Pengeluaran konsumsi 4,3 5,0 4,8 4,1 5,3 5,5 5,1
a) Konsumsi rumah tangga 5,0 5,0 4,9 4,9 5,0 5,0 5,0
b) Konsumsi LNPRT 6,6 8,5 8,0 8,5 8,7 8,9 9,0
c) Konsumsi pemerintah -0,1 4,4 2,7 -1,9 7,3 7,7 5,1
2) Investasi 5,2 5,1 5,4 5,0 7,0 3,0 5,4
3) Ekspor barang dan jasa -1,7 4,7 8,2 3,4 4,5 3,0 4,8
4) Impor barang dan jasa -2,3 2,5 5,1 0,5 1,0 3,4 3,8
Produk Domestik Bruto (PDB) 5,0 5,1 5,0 5,0 5,1 5,3 5,3
konomi Indonesia tumbuh sebesar 5,0% y/y (4,0% q/q) di triwulan 2-2017. Dilihat dari sisi
permintaan, konsumsi rumah tangga masih menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi
Indonesia, dengan kontribusi sebesar 2,7 percentage point (ppt) terhadap angka
pertumbuhan ekonomi dan 55,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di
triwulan 2-2017. Selain didorong oleh konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi di
triwulan 2-2017 juga ditopang oleh pembentukan modal tetap bruto (sebagai salah satu
komponen dari investasi) dan ekspor, dengan kontribusi masing-masing sebesar 1,7 ppt dan
0,7 ppt terhadap angka pertumbuhan ekonomi. Walaupun konsumsi lembaga non-profit yang
melayani rumah tangga (LNPRT) mengalami pertumbuhan y/y tertinggi di triwulan 2-2017
(lihat Tabel 1), namun kontribusinya terhadap angka pertumbuhan ekonomi hanya sebesar
0,1 ppt karena konsumsi LNPRT hanya berkontribusi sebesar 1,2% terhadap PDB.
Sejak tahun 2014, pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia tertahan di sekitar angka 5%
karena tertekannya harga komoditas (terutama minyak bumi, batubara, dan minyak kelapa
sawit) di pasar global. Walaupun perekonomian Indonesia lebih banyak digerakkan oleh
faktor-faktor domestik, namun pelemahan harga komoditas ini tetap berpengaruh negatif
pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, setidaknya melalui tiga jalur berikut:
(1) Melemahnya kinerja ekspor berbasiskan komoditas;
(2) Turunnya investasi ke sektor pertambangan dan penggalian;
(3) Melemahnya daya beli masyarakat yang pendapatannya bergantung pada sektor
komoditas.
1
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
E
Sumber: Badan Pusat Statistik, proyeksi SIGC
Tabel 1. Komponen dan laju pertumbuhan PDB Indonesia dari sisi permintaan (% y/y)
2
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
Jika dilihat per triwulan, sebenarnya perekonomian Indonesia mulai tumbuh di atas tren
pertumbuhan jangka panjangnya sejak triwulan 4-2015 dan semakin jelas terlihat sejak
tahun 2016. Hal ini mungkin menandakan akan segera dimulainya tahap ekspansi dalam
siklus bisnis (business cycle) pada perekonomian Indonesia, setelah sebelumnya mengalami
tahap kontraksi sejak triwulan 3-2012. Pergerakan harga komoditas di pasar global ikut
mempengaruhi siklus bisnis pada perekonomian Indonesia.
Jika dilihat dari sisi penawaran (supply side), pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tujuh
tahun terakhir digerakkan oleh lima sektor utama: (i) industri pengolahan; (ii) perdagangan
besar dan eceran, reparasi mobil dan motor; (iii) konstruksi; (iv) pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta (v) informasi dan komunikasi (Gambar 2). Sektor industri pengolahan,
konstruksi, serta informasi dan komunikasi cenderung bersifat padat modal.
SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi
Indonesia akan meningkat dari 5,0% di tahun 2016 ke 5,1% di tahun 2017 dan 5,3% di tahun
2018. Dilihat dari sisi permintaan, konsumsi rumah tanga masih akan menjadi penggerak
utama pertumbuhan ekonomi di tahun 2017 dan 2018, didukung oleh investasi,
pengeluaran pemerintah, ekspor, dan konsumsi LNPRT.
0
2
4
6
8
10
Q1
-20
01
Q1
-20
02
Q1
-20
03
Q1
-20
04
Q1
-20
05
Q1
-20
06
Q1
-20
07
Q1
-20
08
Q1
-20
09
Q1
-20
10
Q1
-20
11
Q1
-20
12
Q1
-20
13
Q1
-20
14
Q1
-20
15
Q1
-20
16
Q1
-20
17
Pertumbuhan ekonomi aktual (y/y, %)
Tren jangka panjang pertumbuhan ekonomi (y/y, %)
Gambar 1. Pertumbuhan aktual dan tren jangka panjang pertumbuhan ekonomi Indonesia* (% y/y)
* data PDB sebelum tahun 2010 (yang menggunakan tahun dasar 2000) diubah ke tahun dasar 2000
Sumber: Badan Pusat Statistik, perhitungan SIGC
3
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
Gambar 2. Rata-rata laju pertumbuhan lapangan usaha pada PDB (% y/y) dan kontribusi rata-rata
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (ppt) Triwulan I-2010 s.d. Triwulan II-2017
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 6 12
Rata-rata laju pertumbuhan lapangan usaha pada PDB (% y/y)
Kon
trib
usi
rat
a-ra
ta t
erh
adap
per
tum
bu
han
eko
nom
i (p
pt)
KETERANGAN NOMOR LAPANGAN USAHA PADA GAMBAR 3
1. PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. PENGADAAN LISTRIK DAN GAS 5. PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG 6. KONSTRUKSI 7. PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN MOTOR 8. TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN 9. PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM 10. INFORMASI DAN KOMUNIKASI 11. JASA KEUANGAN DAN ASURANSI 12. REAL ESTATE 13. JASA PERUSAHAAN 14. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB 15. JASA PENDIDIKAN 16. JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN LAINNYA 17. JASA LAINNYA
Sumber: Badan Pusat Statistik, perhitungan SIGC
4
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
1.2. Inflasi
nflasi cukup terkendali pada posisi yang relatif rendah di tahun 2016 dan sejak awal
tahun 2017 sampai dengan saat ini. Inflasi headline berdasarkan Indeks Harga Konsumen
(IHK) berada pada angka 3,8% y/y (deflasi 0,1% m/m) dan inflasi inti (core inflation) di 3,0%
y/y per Agustus 2017 (Gambar 3). Dengan memperhatikan perkembangan inflasi yang
terkendali di bulan Juli dan Agustus 2017 dan kemungkinan bahwa pemerintah tidak akan
menaikkan lagi administered prices sampai akhir tahun ini, SIGC merevisi proyeksi inflasi
untuk tahun 2017 dan 2018. SIGC memproyeksikan inflasi headline akan naik dari 3,0% y/y
di akhir tahun 2016 ke 3,8% y/y di akhir tahun 2017 (dari proyesi sebelumnya di 4,0% y/y)
dan 4,0% y/y di akhir tahun 2018 (dari proyeksi sebelumnya di 4,2% y/y).
Laju inflasi Indonesia sejak tahun 2015 cenderung lebih rendah daripada tahun-tahun
sebelumnya. Hal ini terlihat dari makin kecilnya fluktuasi m/m pada inflasi headline dan
inflasi komponen-komponen IHK sejak tahun 2015 (Gambar 4). SIGC melihat bahwa
penurunan laju inflasi sejak tahun 2015 lebih disebabkan oleh perubahan struktural pada
pengendalian inflasi dari sisi supply perekonomian; pelemahan daya beli masyarakat bukan
penyebab utama. Perubahan ini berupa perbaikan dalam distribusi dan logistik, serta
perubahan mekanisme penetapan harga bahan bakar minyak sejak awal 2015.
I
-5
0
5
10
15
20
Fe
b-1
4
Jun
-14
Oct-
14
Fe
b-1
5
Jun
-15
Oct-
15
Fe
b-1
6
Jun
-16
Oct-
16
Fe
b-1
7
Jun
-17
Inflasi headline IHK
Inflasi inti IHK
Inflasi komponen yang harganyabergejolakInflasi komponen IHK yangharganya diatur pemerintah
-5
0
5
10
Feb
-13
Jul-
13
Dec
-13
May
-14
Oct
-14
Mar
-15
Au
g-1
5
Jan
-16
Jun
-16
No
v-1
6
Ap
r-1
7
Inflasi IHK
Inflasi inti IHK
Inflasi komponen yang harganyabergejolakInflasi komponen IHK yang harganyadiatur pemerintah
Gambar 3.
Inflasi y/y IHK
dan komponen-komponennya (%)
Gambar 4.
Inflasi m/m(seasonally adjusted) IHK
dan komponen-komponennya (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik, perhitungan SIGC
5
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
1.3. Neraca Pembayaran Indonesia
eraca pembayaran Indonesia mencatat surplus sebesar USD 0,7 milyar di triwulan 2
2017, lebih rendah daripada surplus sebesar USD 4,5 milyar di triwulan 1-2017 (Tabel
2). Turunnya surplus neraca pembayaran di triwulan 2-2017 karena melebarnya defisit
neraca transaksi berjalan (dari USD 2,4 milyar di triwulan 1-2017 ke USD 5,0 milyar di
triwulan 2-2017) dan turunnya surplus neraca modal dan finansial (dari USD 8,0 milyar ke
USD 5,9 milyar).
Melebarnya defisit neraca transaksi berjalan di triwulan 2-2017 disebabkan oleh turunnya
surplus neraca perdagangan (karena penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas),
melebarnya defisit neraca jasa (karena penurunan surplus jasa travel), dan melebarnya
neraca pendapatan primer (karena meningkatnya arus repatriasi dividen dan bunga oleh
investor asing). Turunnya defisit neraca migas (karena penurunan harga dan volume impor
minyak) sedikit menahan pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di triwulan 2-2017.
Ada dua faktor musiman yang berpengaruh pada melebarnya defisit neraca transaksi
berjalan di triwulan 2-2017: (i) repatriasi dividen dan bunga yang rutin terjadi di triwulan
kedua setiap tahunnya (menaikkan defisit pendapatan primer); dan (ii) faktor Ramadan
yang menyebabkan peningkatan impor barang konsumsi (menurunkan surplus neraca
perdagangan) dan peningkatan arus wisata ke luar negeri selama libur panjang (menaikkan
defisit neraca jasa).
Sementara itu, penurunan surplus neraca modal dan finansial pada triwulan 2-2017
dibandingkan surplus pada triwulan 1-2017 disebabkan oleh melebarnya defisit neraca
investasi lainnya (karena pembayaran utang luar negeri dan peningkatan penempatan
simpanan valuta asing oleh perbankan di luar negeri untuk mengantisipasi penarikan valas
di luar negeri selama libur panjang Ramadan). Meski surplus neraca modal dan finansial
turun pada triwulan 2-2017, namun investasi asing ke sektor riil (foreign direct investment,
FDI) dan investasi portofolio asing (foreign porfolio investment, FPI) meningkat.
SIGC memproyeksikan surplus neraca pembayaran Indonesia akan naik dari USD 12,1
milyar di tahun 2016 ke USD 15,7 milyar di tahun 2017, sebelum turun ke USD 14,0 milyar
di tahun 2018. SIGC memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan akan melebar dari
USD 16,8 milyar (-1,8% dari PDB nominal) di tahun 2016 ke USD 19,5 milyar (-2,0%) di tahun
2017,dan USD 21 milyar (-2,1%) di tahun 2018 karena kenaikan impor (terutama untuk
barang modal dan bahan baku), sejalan dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi.
Surplus neraca modal dan finansial diperkirakan naik dari USD 28,8 milyar di tahun 2016 ke
USD 35,4 milyar di tahun 2017, sebelum turun ke USD 35,0 milyar di 2018 (karena sebagian
investor akan mengurangi posisi investasinya terkait dengan resiko politik menjelang
pemilu dan pilpres 2019).
N
6
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
Neraca pembayaran Indonesia (USD
milyar)
Q1-2016 Q2-2016 Q3-2016 Q4-2016 Q1-2017 Q2-2017
1 Neraca transaksi berjalan = (1)+(2)+ (3)+(4) -4,7 -5,2 -5,0 -1,9 -2,4 -5,0
(1) Neraca perdagangan barang = a)+b)+c) 2,6 3,8 3,9 5,1 5,6 4,8
a) Neraca perdagangan nonmigas 3,2 5,0 5,0 6,4 7,7 6,1
Ekspor nonmigas 29,8 32,8 31,3 36,3 36,5 35,4
Impor nonmigas -26,6 -27,8 -26,3 -29,9 -28,8 -29,3
b) Neraca perdagangan migas -0,9 -1,4 -1,3 -1,1 -2,2 -1,5
Ekspor migas 2,9 3,2 3,3 3,6 4,0 3,4
Impor migas -3,8 -4,7 -4,6 -4,7 -6,1 -5,0
c) Neraca perdagangan barang lainnya 0,3 0,2 0,2 -0,2 0,2 0,3
(2) Neraca jasa -1,1 -2,4 -1,5 -1,9 -1,3 -2,3
Ekspor 5,8 5,3 5,9 6,4 5,9 5,6
Impor -6,9 -7,7 -7,4 -8,3 -7,2 -8,0
(3) Neraca pendapatan primer -7,4 -7,8 -8,3 -6,1 -7,8 -8,5
a) Penerimaan 0,7 0,8 1,2 1,3 1,3 1,4
b) Pembayaran -8,2 -8,6 -9,5 -7,4 -9,1 -10,0
(4) Neraca pendapatan sekunder 1,2 1,2 1,0 1,1 1,0 1,1
2 Neraca modal dan finansial = (A) + (B) 4,1 6,9 9,9 7,9 8,0 5,9
(A) Neraca modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
(B) Neraca finansial = (i) + (ii) + (iii) + (iv) 4,1 6,9 9,9 7,9 8,0 5,9
(i) Investasi langsung (net) 2,8 3,3 6,5 3,3 2,8 4,6
Aset -0,4 -1,2 0,5 12,9 -0,4 -0,3
Kewajiban 3,2 4,5 6,1 -9,6 3,1 4,9
(ii) Investasi portofolio (net) 4,4 8,3 6,6 -0,3 6,6 7,4
Aset -0,2 0,4 1,9 0,0 -1,0 -0,3
Kewajiban 4,6 7,9 4,6 -0,3 7,6 7,7
(iii) Derivatif finansial (net) 0,0 0,0 0,0 0,1 -0,1 0,0
(iv) Investasi lainnya -3,1 -4,7 -3,2 4,8 -1,3 -6,2
Aset -0,6 -4,0 0,5 6,8 -1,6 -5,9
Kewajiban -2,5 -0,7 -3,7 -2,0 0,4 -0,2
3 Selisih perhitungan bersih 0,3 0,4 0,8 -1,5 -1,1 -0,2
4 Neraca pembayaran keseluruhan = 1 + 2 +
3 -0,3 2,2 5,7 4,5 4,5 0,7
5 Cadangan devisa (akhir triwulan) 107,5 109,8 115,7 116,4 121,8 123,1
Tabel 2. Neraca Pembayaran Indonesia, Triwulan 1-2016 s.d Triwulan 2-2017
Sumber: Bank Indonesia
7
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
Q1-2017 Q2-2017 Q3-2017P Q4-2017P Q1-2018P Q2-018P Q3-2018P Q4-2018P
USD/IDR 13.321 13.319 13.300 13.200 13.300 13.500 13.400 13.400
1.4. Nilai Tukar Rupiah (IDR)
DR menguat dari 13.436 per USD (menurut kurs JISDOR BI) per akhir tahun 2016 ke
13.351 per USD per akhir Agustus 2017, namun cenderung bergerak stabil di kisaran
13.200 – 13.500 per USD sejak awal tahun 2017 sampai dengan saat ini (Gambar 5).
Sementara itu, cadangan devisa Indonesia naik dari USD 116,4 milyar di akhir tahun 2016
ke USD 127,8 per USD per akhir Juli 2017.
Penguatan IDR sejak awal tahun 2017 ditopang oleh surplus neraca pembayaran, terutama
dari masuknya investasi portofolio asing dan investasi asing ke sektor riil. Sementara itu,
relatif stabilnya pergerakan nilai tukar IDR ini disebabkan oleh intervensi BI di pasar valuta
asing untuk mengurangi volatilitas IDR. Penguatan IDR ini belum mengancam daya saing
produk-produk ekspor Indonesia di pasar internasional, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai
tukar riil efektif (real effective exchange rate, REER) IDR yang masih berada di bawah par-
nya (Gambar 6). Dengan kata lain, IDR masih undervalued. SIGC memproyeksikan USD/IDR
di 13.200 per akhir tahun 2017 dan 13.400 di akhir tahun 2018 (Tabel 3).
12.000
12.500
13.000
13.500
14.000
14.500
Jan
-16
Mar
-16
May
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Jan
-17
Mar
-17
May
-17
Jul-
17
85
90
95
100
105
Jan
-16
Mar
-16
Mei
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Jan
-17
Mar
-17
Mei
-17
Jul-
17
REER IDR Nilai Par REER IDR = 100
Gambar 5. Pergerakan Harian USD/IDR
Gambar 6. Pergerakan REER Rupiah
Sumber: Bank Indonesia, Bank for International Settlements (BIS)
Tabel 3. Nilai tukar aktual USD/IDR dan proyeksi SIGC
Sumber: Bank Indonesia, proyeksi SIGC
I
8
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
APBN 2017 APBNP 2017 RAPBN 2018
Pertumbuhan ekonomi (%) 5,1 5,2 5,4
Inflasi (%) 4,0 4,3 3,5
Suku bunga SPN 3 bulan (%) 5,3 5,2 5,3
USD/IDR 13.300 13.400 13.500
Harga minyak mentah Indonesia (ICP) (USD per barel)
45 48 48
Lifting minyak (ribu barel per hari) 815 815 800
Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari, MBOEPD).
1.150 1.150 1.200
2
ewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan (APBN-P) 2017 pada tanggal 27 Juli 2017, untuk menyesuaikan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 dengan perkembangan ekonomi
yang terjadi. SIGC melihat target pertumbuhan ekonomi 2017 yang direvisi ke 5,2% (Tabel
4) akan sulit dicapai, karena ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 5,0% y/y di semester
1-2017. Sementara itu, asumsi inflasi pada APBNP 2017 terbilang konservatif karena inflasi
berpeluang berada di bawah 4,0% y/y di akhir tahun 2017. SIGC melihat asumsi-asumsi
makro ekonomi lainnya pada APBNP 2017 masih cukup realistis.
Walaupun pemerintah menaikkan target defisit anggaran dari 2,49% dari PDB nominal pada
APBN 2017 ke 2,93% pada APBNP 2017, SIGC memperkirakan bahwa realisasi defisit akan
berada pada angka 2,6% dari PDB nominal. Penetapan angka defisit yang lebih tinggi pada
APBNP dibandingkan pada APBN dimaksudkan untuk memberikan bantalan untuk
mengantisipasi resiko terhadap perekonomian. Pada prakteknya, pemerintah akan
memangkas belanja sebelum defisit anggaran bergerak mendekati target pada APBNP.
Pada pidato kenegaraan 16 Agustus 2017, Presiden Joko Widodo menyampaikan RAPBN
2018 (Tabel 5). SIGC melihat asumsi-asumsi pada RAPBN 2018 pada umumnya masih cukup
realistis, kecuali di asumsi inflasi yang sangat optimistik. Dengan asumsi pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi, nilai tukar Rupiah yang melemah, dan harga energi yang naik,
SIGC melihat adanya resiko tekanan inflasi yang lebih besar pada tahun 2018 dibandingkan
pada tahun 2017. Jika disetujui DPR, naskah akhir RAPBN 2018 akan disahkan menjadi
Undang Undang APBN 2018 paling lambat di akhir Oktober 2017.
D
Tabel 4. Asumsi-asumsi makro APBN 2017, APBNP 2017, dan RAPBN 2018
Sumber: Kementerian Keuangan
9
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
Realisasi APBNP 2016
APBNP 2017 RAPBN 2018
A. Pendapatan Negara 1.555,9 1.736,1 1.878,4
I. Pendapatan Dalam Negeri 1.546,9 1.733,0 1.877,3
1. Penerimaan Perpajakan 1.285,0 1.472,7 1.609,4
a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri 1.249,5 1.436,7 1.570,7
b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional 35,5 36,0 38,7
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 262,0 260,2 267,9
II. Penerimaan Hibah 9,0 3,1 1,2
B. Belanja Negara 1.864,3 2.133,3 2.204,4
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.154,0 1.367,0 1.443,3
- Belanja Kementerian dan Lembaga 684,2 798,6 814,1
- Belanja Non-Kementerian dan Lembaga 469,8 568,4 629,2
II. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 710,3 766,3 761,1
1. Transfer ke Daerah 663,6 706,3 701,1
a. Dana Perimbangan 640,0 678,6 671,7
b. Dana Insentif Daerah 5,0 7,5 8,5
c. Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY 18,8 20,2 20,9
2. Dana Desa 46,7 60,0 60,0
III. Suspen 0,0 0,0 0,0
C. Keseimbangan Primer -125,6 -178,0 -78,4
D. Surplus / Defisit Anggaran (= A – B) -308,3 -397,2 -325,9
% terhadap PDB Nominal -2,49 -2,93 -2,19
E. Pembiayaan 334,5 397,2 325,9
I. Pembiayaan Utang 403,0 461,3 399,2
II. Pembiayaan Investasi -89,1 -59,7 -65,7
III. Pemberian Pinjaman 1,7 -3,7 -6,7
IV. Kewajiban Penjaminan -0,7 -1,0 -1,1
V. Pembiayaan Lainnya 19,6 0,3 0,2
Kelebihan (Kekurangan Pembiayaan) 26,2 0,0 0,0
Tabel 5. Realisasi APBNP 2016, APBNP 2017, dan RAPBN 2018
Sumber: Kementerian Keuangan
10
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
3
ank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar
25 basis points (bps) ke level 4,50% di bulan Agustus 2017 (Gambar 7). BI juga
menurunkan suku bunga BI Deposit Facility Rate sebesar 25bps ke level 3,75% dan BI
Lending Facility Rate sebesar 25bps ke level 5,25%. Penurunan BI 7-day Reverse Repo Rate
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa realisasi dan prakiraan inflasi di tahun 2017 dan
2018 masih berada pada rentang target inflasi BI, serta defisit neraca transaksi berjalan
terkendali pada batas yang aman.
Dengan menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate, BI berusaha untuk memberikan bantuan
stimulus dari sisi moneter untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. SIGC melihat dampak
penurunan BI 7-day Reverse Repo Rate pada pertumbuhan ekonomi tahun 2017 dan 2018
akan terbatas karena penurunan ini hanya sebesar 25bps. Stimulus dari sisi moneter hanya
memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, sementara dibutuhkan stimulus yang lebih kuat dari
sisi fiskal untuk mendorong pertumbuhan konsumsi dan investasi.
SIGC memproyeksikan BI akan menahan BI 7-day Reverse Repo Rate di 4,50% sampai
dengan akhir tahun 2017 dan sepanjang tahun 2018. Dengan masih banyaknya
ketidakpastian di tataran global (a.l. kenaikan US Fed Funds Rate dan pengurangan
kepemilikan US Treasury securities di neraca US Federal Reserves, serta perlambatan
ekonomi Tiongkok), pemangkasan BI rate lebih lanjut bisa beresiko menekan IDR.
B
0
1
2
3
4
5
6
Au
g-1
6
Sep
-16
Oct
-16
No
v-1
6
Dec
-16
Jan
-17
Feb
-17
Mar
-17
Ap
r-1
7
May
-17
Jun
-17
Jul-
17
Au
g-1
7
Sep
-17
Oct
-17
No
v-1
7
Dec
-17
Inflasi headline (%, y/y) BI 7-day reverse repo rate (%)
Suku bunga riil (%)
Gambar 7. BI 7-day reverse repo rate, inflasi headline, dan suku bunga riil
Sumber: Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Proyeksi SIGC
11
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
INDIKATOR EKONOMI INDONESIA
Indikator ekonomi utama 2012 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P
1 Pertumbuhan PDB riil (setahun penuh, %) 6,0 5,6 5,0 4,9 5,0 5,1 5,3
2 PDB nominal (USD milyar) 919 917 891 861 932 970 1.000
3 Inflasi
Akhir tahun (% y/y) 3,7 8,1 8,4 3,4 3,0 3,8 4,0
Rata-rata tahunan (%) 4,0 6,4 6,4 6,4 3,5 3,9 3,6
4 USD / Rupiah (akhir tahun) 9.793 12.171 12.388 13.788 13.473 13.200 13.400
5 BI 7 day reverse repo rate (akhir tahun, %) --- --- --- --- --- 4,50 4,50
Neraca pembayaran (USD milyar) 2012 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P
1 Neraca transaksi berjalan (setahun penuh) = (1)+(2)+ (3)+(4) -24,4 -29,1 -27,5 -17,5 -16,8 -19,5 -21,0
(1) Neraca perdagangan barang 8,7 5,8 7,0 14,0 15,4 19,1 22,0
(2) Neraca jasa -10,6 -12,1 -10,0 -8,7 -7,0 -8,1 -9,0
(3) Neraca pendapatan primer -26,6 -27,1 -29,7 -28,4 -29,7 -34,7 -38,0
(4) Neraca pendapatan sekunder 4,1 4,2 5,2 5,5 4,4 4,1 4,0
2 Neraca modal dan finansial (setahun penuh) = (A) + (B) 24,9 22,0 44,9 16,9 28,8 35,4 35,0
(A) Neraca modal 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
(B) Neraca finansial = (i) + (ii) + (iii) + (iv) 24,9 21,9 44,9 16,8 28,7 35,4 35,0
(i) Investasi langsung (net) 13,7 12,2 14,7 10,7 15,9 17,3 16,0
(ii) Investasi portofolio (net) 9,2 10,9 26,1 16,2 19,0 29,6 25,0
(iii) Derivatif finansial (net) 0,0 -0,3 -0,2 0,0 0,0 0,0 0,0
(iv) Investasi lainnya 1,9 -0,8 4,3 -10,1 -6,2 -11,4 -6,0
3 Selisih perhitungan bersih (setahun penuh) -0,3 -0,2 -2,2 -0,4 0,1 -0,3 0,0
4 Neraca pembayaran keseluruhan (setahun penuh) = 1 + 2 + 3 0,2 -7,3 15,2 -1,1 12,1 15,7 14,0
5 Cadangan devisa (akhir tahun) 112,8 99,4 111,9 105,9 116,4 132,0 146,0
Keuangan pemerintah 2012 2013 2014 2015 2016 APBNP
2017
RAPBN
2018
1 Penerimaan pemerintah dan hibah (setahun penuh, Rp. triliun) 1.338 1.439 1.550 1.508 1.555 1.736 1.878
2 Pengeluaran pemerintah (setahun penuh, Rp. triliun) 1.491 1.651 1.777 1.807 1.860 2.133 2.204
3 Neraca fiskal pemerintah (setahun penuh, Rp. triliun) = 1 + 2 -153 -212 -227 -298 -305 -397 -326
Sebagai % terhadap PDB nominal -1,9 -2,3 -2,3 -2,6 -2,5 -2,9 -2,2
4 Utang pemerintah pusat (akhir tahun, % terhadap PDB nom.) 23,0 24,9 24,7 27,4 28,3 30,0 (P) 32,0 (P)
12
Skha Institute for Global Competitiveness Tinjauan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia
Indikator perbankan dan keuangan 2012 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P
1 Pertumbuhan uang dalam arti luas (M2) (akhir tahun, % y/y) 15,0 12,8 11,9 9,0 10,0 11,0 11,5
2 Pertumbuhan kredit perbankan ke pihak ketiga (akhir tahun, % y/y) 23,1 21,4 11,6 10,1 7,8 10,0 12,0
3 Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia (akhir tahun) 4.137 4.274 5.227 4.593 5.297 6,100 5.900
4 Imbal hasil surat berharga pemerintah tenor 10 tahun (akhir tahun, %) 5,2 8,5 8,0 8,7 8,0 6,6 6,8
5 Peringkat surat utang pemerintah (akhir tahun)
Fitch BBB- BBB- BBB- BBB- BBB- BBB BBB
Moody's Baa3 Baa3 Baa3 Baa3 Baa3 Baa2 Baa2
S&P BB+ BB+ BB+ BB+ BB+ BBB- BBB-
Keterpaparan terhadap faktor -faktor internasional 2012 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P
1 Indeks keterbukaan perdagangan (%) = (ekspor + impor) / PDB nom. 39,8 39,1 38,6 33,0 29,3 30,0 32,0
2 Neraca transaksi berjalan / PDB nominal (setahun penuh, %) -2,7 -3,2 -3,1 -2,0 -1,8 -2,0 -2,1
3 Neraca modal dan finansial / PDB nominal (setahun penuh, %) 2,7 2,4 5,0 2,0 3,1 3,7 3,5
4 Neraca pembayaran keseluruhan / PDB nominal (setahun penuh, %) 0,0 -0,8 1,7 -0,1 1,3 1,6 1,4
5 Utang luar negeri berdasarkan debitor (akhir tahun, USD milyar) 252,4 266,1 293,3 310,7 316,8 340,0 370,0
1) Utang luar negeri pemerintah (USD milyar) 116,2 114,3 123,8 137,4 154,9 170,0 190,0
2) Utang luar negeri Bank Indonesia (USD milyar) 9,9 9,3 5,9 5,2 3,4 4,0 4,0
3) Utang luar negeri swasta (USD milyar) 126,2 142,6 163,6 168,1 158,5 166,0 176,0
6 Utang luar negeri atas jk. waktu sisa (akhir tahun, USD milyar) 252,4 266,1 293,3 310,7 316,8 340,0 370,0
A) Jangka pendek, tenor kurang dari 1 tahun (USD milyar) 54,6 56,3 59,2 55,5 54,7 60,0 65,0
B) Jangka. panjang, tenor ⩽dari 1 tahun (USD milyar) 197,7 209,8 234,1 255,2 262,1 280,0 305,0
7 Utang luar negeri jk. pendek berdasar jk. waktu sisa / cadev (%) 48,5 56,6 53,0 52,4 47,0 45,5 44,5
8 Kepemilikan asing pada surat utang pemerintah yang dapat diperdagangkan
dalam denominasi Rupiah (akhir tahun)
Nilai (USD milyar) 28,0 26,4 37,1 40,5 49,6 60,0 70,0
Sebagai % dari total kepemilikan oleh seluruh investor 33,0 32,5 38,1 38.2 37,5 40,0 39,0
9 Kepemilikan asing pada sertifikat Bank Indonesia (akhir tahun)
Nilai (USD milyar) 0,0 0,3 0,1 0,0 0,1 0,1 0,1
Sebagai % dari total kepemilikan oleh seluruh investor 0,5 4,1 2,1 0,0 1,5 1,0 1,0
Indikator sosial dan kesejahteraan 2012 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P
1 Populasi (juta) 245 249 252 255 259 262 265
2 PDB nominal per kapita (USD) 3.744 3.684 3.534 3.371 3.604 3.700 3.770
3 Angka pengangguran (%) 6,1 6,3 5,9 6,2 5,9 5,3 5,2
4 Tingkat kemiskinan (%) 11,7 11,5 11,0 11,1 10,7 10,6 10,5
5 Rasio Gini 0,41 0,41 0,41 0,40 0,39 0,39 0,39
Sumber: Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan, KSEI, IMF, World Bank, UNDP,
proyeksi SIGC