3
MELACAK JEJAK MANUSKRIP DARI MASA KE MASA Saturday, 22 Sep 2012 "Karya sastra atau yang juga dapat disebut susastra, pada umumnya menguraikan kisah-kisah epos yang sejatinya bingkai dari ajaran keagamaan di dalamnya. Jadi inti dari kisah-kisah tersebut adalah ajaran keagamaan, hanya saja disampaikan dengan cara rangkaian cerita. Pada masa yang lebih kemudian, yaitu zaman Majapahit antara abad ke-14-15, bingkai yang membalut isi karya sastra lebih bervariasi, jadi tidak hanya bingkai epos, melainkan juga ada yang merupakan bingkai kisah romantika, bingkai kisah hewan, dan ada juga yang langsung memaparkan isi ajaran keagamaan," kata Prof. Dr. Agus Aris Munandar, dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dalam Simposium Internasional XIV Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) Universitas Gadjah Mada, beberapa waktu lalu. Dikemukakannya, kisah-kisah tersebut berdasarkan pengamatan terhadap isinya sebenarnya dapat dikelompokkan ke dalam "dunia yang berbeda." Dunia yang dimaksudkan dalam hal ini adalah suasana yang terbayangkan dalam uraian suatu karya sastra, yaitu suasana yang dominan diuraikan oleh penulis karya sastra tersebut. Contohnya dunia yang terbayangkan dalam kakawin Arjunawijaya (abad ke-14 M) adalah dunia keraton atau istana, diuraikan tentang kehidupan dunia istana Raja Arjunawijaya (Arjunasahasrabahu) beserta istri istrinya dan para selirnya. Simposium ini menampilkan 35 pembicara dari berbagai negara di antaranya Prof. Dr. Willem van der Molen (Belanda), Prof. Dr. Henri Chambert Loir (Perancis), Prof. Dr. Edwin Weiringa (Jerman), Dr. Annabel Teh Gallop (Inggris), Prof. Dr. Nancy K. Florida (Amerika Serikat), Prof. Dr. Jan van der Putten (Singa-pura), Dr. Manfred Anders (Jerman), Dr. Ronit Ricci (Australia), Dr. Mujizah, dan pakar tentang budaya Banten Prof. Dr. Titik Pudjiastuti. Dalam pengamatannyam tentang Konsep Figur Pemimpin dan Kepemimpinan, Elis Suryani NS me-ngemukakan tentang Naskah Sunda Buhun Kabuyutan Ciburuy. Dikatakan, menurut teks naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, seseorang digelari pemimpin, jika dalam pribadinya sudah melekat karakter kepemimpinan yang disebut pangimbuhning twah atau pelengkap untuk mempunyai kharisma/pamor, yakni Emét 'tidak konsumtif'. Imeut 'teliti, cermat'. Rajeun 'rajin'. Leukeun 'tekun'. PakaPradana 'beretika'. Morogol-rogol 'beretos kerja tinggi'. Purusaning Sa 'berjiwa pahlawan, jujur, berani'. Widagda 'bijaksana,rasional dan memiliki keseimbangan rasa'. Gapitan 'beraniberkorban', Karawaléya 'dermawan',Cangcingan 'terampil', serta Langsitan 'rapekan'/cekatan'. Selain pangim-buhning twah, seorang pemimpin dituntut memilikisifat Dasa prasanta, yakni: Guna ' bijaksana', Ramah 'bijak, ataubestari', Hook 'kagum', Pésok 'memikat hati', Asih 'sayang, cintakasih', Karunya 'iba/belas kasih', Mupreruk 'membujuk danmenentramkan hati', Ngulas'memuji dan mengoreksi', Nyecep'-membesarkan hati dan memberikan kata-kata yang menyejukkan',Ngala angen 'mengambil hati'.

Simposium Internasional XIV Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Simposium Internasional XIV Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa)

MELACAK JEJAK MANUSKRIP DARI MASA KE MASA

Saturday, 22 Sep 2012

"Karya sastra atau yang juga dapat disebut susastra, pada umumnya menguraikan kisah-kisah epos yang sejatinya bingkai dari ajaran keagamaan di dalamnya. Jadi inti

dari kisah-kisah tersebut adalah ajaran keagamaan, hanya saja disampaikan dengan cara rangkaian cerita. Pada masa yang lebih kemudian, yaitu zaman Majapahit antara abad ke-14-15, bingkai yang membalut isi karya sastra lebih bervariasi, jadi

tidak hanya bingkai epos, melainkan juga ada yang merupakan bingkai kisah romantika, bingkai kisah hewan, dan ada juga yang langsung memaparkan isi ajaran

keagamaan," kata Prof. Dr. Agus Aris Munandar, dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dalam Simposium Internasional XIV Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri

(PKKH) Universitas Gadjah Mada, beberapa waktu lalu.

Dikemukakannya, kisah-kisah tersebut berdasarkan pengamatan terhadap isinya

sebenarnya dapat dikelompokkan ke dalam "dunia yang berbeda." Dunia yang dimaksudkan dalam hal ini adalah suasana yang terbayangkan dalam uraian suatu karya sastra, yaitu suasana yang dominan diuraikan oleh penulis karya sastra

tersebut. Contohnya dunia yang terbayangkan dalam kakawin Arjunawijaya (abad ke-14 M) adalah dunia keraton atau istana, diuraikan tentang kehidupan dunia istana Raja Arjunawijaya (Arjunasahasrabahu) beserta istri istrinya dan para

selirnya.

Simposium ini menampilkan 35 pembicara dari berbagai negara di antaranya Prof.

Dr. Willem van der Molen (Belanda), Prof. Dr. Henri Chambert Loir (Perancis), Prof. Dr. Edwin Weiringa (Jerman), Dr. Annabel Teh Gallop (Inggris), Prof. Dr. Nancy K. Florida (Amerika Serikat), Prof. Dr. Jan van der Putten (Singa-pura), Dr. Manfred

Anders (Jerman), Dr. Ronit Ricci (Australia), Dr. Mujizah, dan pakar tentang budaya Banten Prof. Dr. Titik Pudjiastuti.

Dalam pengamatannyam tentang Konsep Figur Pemimpin dan Kepemimpinan, Elis Suryani NS me-ngemukakan tentang Naskah Sunda Buhun Kabuyutan Ciburuy.

Dikatakan, menurut teks naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, seseorang digelari pemimpin, jika dalam pribadinya sudah melekat karakter kepemimpinan yang disebut pangimbuhning twah atau pelengkap untuk mempunyai

kharisma/pamor, yakni Emét 'tidak konsumtif'. Imeut 'teliti, cermat'. Rajeun 'rajin'. Leukeun 'tekun'. PakaPradana 'beretika'. Morogol-rogol 'beretos kerja tinggi'. Purusaning Sa 'berjiwa pahlawan, jujur, berani'. Widagda 'bijaksana,rasional dan

memiliki keseimbangan rasa'. Gapitan 'beraniberkorban', Karawaléya 'dermawan',Cangcingan 'terampil', serta Langsitan 'rapekan'/cekatan'. Selain pangim-buhning twah, seorang pemimpin dituntut memilikisifat Dasa prasanta,

yakni: Guna ' bijaksana', Ramah 'bijak, ataubestari', Hook 'kagum', Pésok 'memikat hati', Asih 'sayang, cintakasih', Karunya 'iba/belas kasih', Mupreruk 'membujuk danmenentramkan hati', Ngulas'memuji dan mengoreksi', Nyecep'-membesarkan

hati dan memberikan kata-kata yang menyejukkan',Ngala angen 'mengambil hati'.

Page 2: Simposium Internasional XIV Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa)

"Di samping itu, seorang pemimpin harus mampu menjauhi empat karakter yang negatif, yang dikena ldengan sebutan 'opat paharaman' atau empat hal yang

diharamkan,yakni sifat babarian, pundungan, humandeuar, dan kukulutus serta menjauhi watak manusia yang membuat kerusakan di dunia, yang dikenal Catur Buta, yaitu Burangkak, Mariris, Maréndé, danmWirang," tegasnya.

Nik Abdul Rakib bin Nik Hassan dari Thailand mengemukakan tentang Manuskrip Kuno Melayu Patani di Thailand Selatan. Menurut Abdul Rakib, Masyarakat Melayu

Patani di Thailand Selatan pada zaman lampau mempunyai kerajaan tersendiri yaitu Kerajaan Langkasuka, kemudian Kerajaan Islam Patani Darussalam. Di

Patani,terdapat 7 negeri kecil iaitu Negeri Patani, Negeri Sai (Rajanya berasal dari Minangkabau), Negeri Legeh, Negeri Reman, Negeri Jalor (Rajanya berasal dari Kedah, Malaysia), Negeri Jaring dan Negeri Nongchik.

"Institusi Istana atau Keraton dan Institusi agama Islam memainkan peranan terpenting dalam penjagaan dan penyimpanan manuskrip lama di Thailand Selatan. Terdapat beberapa Kitab kuno berbahasa Melayu tulisan Jawi atau Arab Melayu yang

dijumpai di Thailand Selatan," katanya.

Dikatakan lebih lanjut, kitab-kitab tersebut seperti Kitab undang-undang induk bagi

Kerajaan Negeri Pahang, Malaysia. Kitab itu telah dibawa ke Patani, Thailand Selatan.Kemudian dijual kepada Museum Negeri Pahang. Satu kajian yang telah dijalankan di Thailand Selatan berkaitan manuskrip Melayu kuno. Dalam penyelidikan

ini dijumpai beberapa manuskrip seperti "Hikayat Patani", "Tarikh Patani", "Tarikh Raja Kota", "Syair Negeri Patani" dan sebagainya. "Masih banyak Manuskrip Melayu kuno di Thailand Selatan yang belum dijumpai. Karena situasi ketidakamanan di

kawasan tersebut menyebabkan terdapat sesetengah pemilik manuskrip kuno menyebunyikan manuskrip Melayu kuno." tegasnya.

Tampil dalam simposium yang berlangsung selama tiga hari tersebut, Annabel Teh Gallop dari British Library tentang Seni Mushaf Qur'an di Jawa (The Art of The

Qur'an in Java). Prof. Dr. Edwin Weiringa dari Universität Köln, tentang Kitab Johar Tokid salinan abdi carik Ki Sastragupita: Penjawaan Kitab Jauharat at-Tauh?d Karya Ibr?h?m al-Laq?n?, dan Dr. Mu'jizah dari Badan Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, tentang Tiga Surat Kerajaan Ternate dan Sejarah Kelam Perbudakan. Ranggawarsita: Pujangga Terakhir

Prof. Dr. Nancy K. Florida mengemukakan, Ranggawarsita secara umum diakui sebagai pujangga Jawa yang paling hebat sekaligus paling terakhir. Bagi masyarakat Jawa dewasa ini, Ranggawarsita paling terkenal atas ramalannya, antara lain

ramalan akan kemerdekaan Indonesia dan juga ramalan akan kematiannya sendiri. Menurut Nancy, bagi sarjana Barat dan sebagian sarjana pribumi yang terdidik secara Barat, penilaian akan Ranggawarsita bermacam-macam. Ada yang

mengaguminya sebagai salah satu orang pribumi yang dengan kesedihan yang mendalam dan rasa galau yang menyiksa, dapat melihat akan berakhirnya malam panjang "tradisi" yang gelap gulita. Ada yang mengaguminya sebagai tokoh penting

dalam peng-alihan ke zaman modern. Ada juga yang memandanginya sebagai

Page 3: Simposium Internasional XIV Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa)

korban kemajuan dan juga ada yang memfitnahnya sebagai seorang penipu belaka, dan yang menilai karyanya tidak lebih dari omong kosong.

"Tetapi setahu saya belum ada perhatian yang memadai pada daya khusus yang ada pada beberapa karyanya yang paling terkenal dan paling berpengaruh. Daya yang

mungkin juga berhasil mengatasi perpecahan modernitas atau "rupture ofmodernity". Daya atau faedah tersebut tercipta, saya rasa, berkat penulisan sang pujangga yang secara amat strategis dapat menuliskan kembali masa-lalu dengan

cara yang selama 139 tahun ini, berkali-kali dapat menggugah pembaca dan pengamatnya atas kekiniannya dan kerelevannya pada waktu kita, yaitu dapat

mempertunjukkan pada kita kontemporéritasnya." tegasnya. Dalam simposium ini dilanjutkan dengan Munas dan terpilih sebagai Ketua Umum Manassa Periode 2012-2014 Dr. Oman Fathurahman. (gito waluyo)