1
S ETIAP menjelang ber- langsungnya proses pemilihan pejabat publik, para kandidat selalu menjadi sorotan. Se- perti dalam pemilu kada DKI putaran kedua, para jago akan dinilai publik. Track record, baik berupa prestasi maupun kelemahan, akan menjadi so- rotan tajam berbagai kalangan dan calon pemilih. Baik-buruk seorang kandidat benar-benar akan dicermati orang. Dengan begitu, citra diri seorang calon benar-benar memiliki peran penting memengaruhi pemi- lih untuk memberikan suara kepada salah satu calon. Seorang kandidat terkadang tidak dikenal luas oleh calon pemilih. Jangankan membe- rikan suara, untuk bersim- pati kepada calon saja tidak akan terjadi bila pemilih tidak mengenal secara lengkap sang kandidat. Tugas tim sukses ialah memberikan informasi yang akan membawa citra atau penokohan seorang calon. Iba- rat pepatah yang mengatakan ‘tak kenal maka tak sayang’, tim kampanye berusaha agar calonnya dikenal luas di ma- syarakat untuk kemudian dipilih. Political image Persoalan yang kemudian muncul ialah benarkah citra yang dibangun tim sukses se- orang kandidat merupakan in- formasi yang dapat dipercaya? Politik pencitraan di kalangan politisi demi memenangi pemilu kada dan pemilu dapat terjebak dalam kemasan semu. Dalam konteks wacana, politik dipa- hami sebagai sebuah upaya membangun image (kesan). Keberhasilan seorang politikus ditentukan oleh kemampuan- nya membangun kesan positif di mata massa. Kesan positif itu berupa ke- mampuan memimpin, kepri- badian yang mantap, integritas moral yang tinggi, serta me- miliki kapabilitas dan abilitas sehingga akan memengaruhi orang untuk memberikan pilihan kepada si politikus. Karena namanya kesan, hal itu merupakan apa yang di- tangkap atau dirasakan orang terhadap sesuatu. Artinya dalam kesan itu melekat erat subjektivitas dari seseorang untuk bersikap terhadap suatu kejadian atau terhadap objek tertentu. Jadi, kesan bisa dibuat, diubah, atau didesakkan ke arah tertentu, sesuai dengan keinginan dan kepentingan yang membuat kesan. Bila dibutuhkan tampak kecil, se- suatu yang besar bisa seolah disusutkan. Sesuatu yang se- harusnya bergerak ke satu arah bisa jadi seakan-akan bergerak sebaliknya. Dengan begitu, kesan itu bisa merupa- kan sesuatu yang sebenarnya atau bisa pula hal yang tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam pemahaman politik sebagai wacana, bisa saja ter- jadi simulacra terhadap citra seorang kandidat, manakala terjadi semacam gap (jarak) antara image yang diciptakan terhadap seorang kandidat dengan realitas calon tersebut. Apa yang dilempar ke tengah publik terkadang tidak sepe- nuhnya ada dalam pribadi seorang kandidat. Kesenjangan tidak saja dimonopoli oleh hal yang negatif. Kekurangan calon senantiasa ditutupi dengan informasi tentang kelebihan- kelebihannya. Namun, bisa jadi kebaikan atau kapabilitas tidak tersampaikan secara baik kepada massa. Si calon jauh lebih baik dari apa yang dike- tahui orang selama ini. Semestinya kampanye diupa- yakan paling tidak mendekati kenyataan. Kita patut merujuk jingle iklan yang mengatakan ‘seindah warna aslinya’. Kam- panye akan menampilkan kesan yang tidak akan menye- satkan para pemilih. Sebab, krisis kepercayaan grass root (massa) terhadap elite politik bisa berawal dari kampanye yang tidak pernah terwujud dalam realitas. Referensi Menurut Klingemann (1994), permasalahan utama yang dihadapi setiap partai atau peserta pemilu ada dua, ba- gaimana mempertahankan dukungan yang telah mereka raih, sekaligus bagaimana menarik lebih banyak suara untuk memperluas peluang duduk dalam pemerintahan. Meski begitu, para kontestan pemilu tidak bisa lantas me- lakukan kebohongan dalam menyampaikan materi kam- panye. Dalam rangka memperoleh suara sebanyak-banyaknya dalam pemilihan umum, se- tiap partai politik atau kan- didat yang dinyatakan ber- hak ikut pemilu mempunyai kesempatan dan hak yang sama dalam melakukan kam- panye. Meski demikian, bu- kan berarti hal itu lantas dilakukan dengan segala cara. Tim kampanye harus pandai menggarap kampanye tanpa terjebak pada black compaign. Kampanye bukan ajang untuk mengumbar informasi bohong atau menjelek-jelekkan kandi- dat lain. Tujuan utama kampanye ialah memberikan informasi kepada pemilih. Informasi tersebut akan menjadi salah satu sumber referensi yang menjadi pertimbangan sese- orang memilih atau tidak memilih. Orang bisa berubah dari awalnya tidak memilih karena minimnya informasi, kemudian menjadi memilih akibat semakin mengetahui kontestan yang ditawarkan. Demikian pula sebaliknya, semakin lengkap informa- si, orang yang mulanya su- dah punya pilihan bisa jadi berubah. Ada beberapa hal yang me- mengaruhi pilihan rakyat terhadap calon pejabat publik. Pertama, faktor sosiologis. Orang memilih calon dengan pertimbangan si calon per- nah memiliki peran sosial tertentu, seperti menduduki jabatan tertentu atau memim- pin sebuah organisasi sosial. Kedua, faktor subjektif, ya- itu alasan memilih lebih diten- tukan lewat ada atau tidaknya hubungan antara pemilih dan kandidatnya. Hubungan itu bisa bersifat individu, juga bisa bersifat kolektif. Secara individu, pemilih bisa memi- liki hubungan keluarga, persa- habatan, atau hubungan kerja. Calon yang seorang pebisnis bisa jadi memiliki hubungan bisnis dengan calon pemi- lihnya. Adapun hubungan kolektif bisa terjadi karena ada ikatan organisasi, kelem- bagaan, dan primordial. Ketiga, pertimbangan yang sifatnya personal. Kapabilitas seorang calon untuk menjadi pemimpin menjadi dasar u- tama pertimbangan itu. Hal tersebut dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, keahlian, pekerjaan yang di- tekuni, serta abilitas seorang calon. Berbagai faktor itu bisa menjadi pertimbangan secara bersama-sama ataupun par- sial saja. Melalui kampanye, pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa dipenuhi atau juga diubah. Dengan image yang diciptakan, orang bisa mengubah keputusan untuk memberikan pilihannya. Satu yang bisa dijadikan patokan dalam menyikapi pe- milihan presiden dan kepala daerah ialah adanya visi dari kandidat. Parameter utama visi itu ialah melakukan ke- baikan bagi negeri ini, bukan banyak atau idealnya visi calon yang dijadikan ukuran. Sekecil apa pun hal yang ditawarkan kandidat, asal diperuntukkan bagi kebaikan bagi negara, itu- lah yang dibutuhkan. Apalah artinya jumlah yang banyak dan ideal bahkan rumit bila itu dijadikan jargon semata. P ANCASILA sudah tum- pul dan tak bernyawa di dalam dada apa- ratur negara yang abai terhadap luka berdarah hingga hilangnya nyawa war- ga negara. Apakah kisah ke- kerasan itu akan diceritakan turun-temurun kepada anak- anak ahli waris Indonesia? Kekerasan demi kekerasan, tembakan demi tembakan, letupan demi letupan, begitu- lah seolah wajah Indonesia. Pemangku pemerintahan dan penanggung jawab sebagai pelindung warga negara terke- san hanya meluapkan emosi karitatif mereka di media. Di samping itu, belum ada implikasi nyata atas penca- rian tersangka dan tindakan hukum. Kejadian yang sama ber- ulang-ulang. Ada pula su- ara sumbang mengatakan sebagian besar kejadian itu rekayasa. Begitu parahnya kemanusiaan manusia Indo- nesia bila setiap peristiwa yang membunuh manusia me- rupakan rekayasa untuk ke- pentingan kelompok tertentu atau pihak tertentu. Apa yang ingin kau cari In- donesia? Beragam budaya dan kaya akan sumber daya alam, tapi pemerintahan yang di- jalankan manusia Indonesia, yang lahir dan besar di tanah air Indonesia, ternyata tak pernah tuntas menyelesaikan masalah hilangnya nyawa sesama manusia, sedarah In- donesia. Selain itu, kecemburuan pun merebak di tengah keanekara- gaman warga negara. Semes- tinya keadilan, tapi berubah menjadi kesengsaraan. Se- harusnya kemanusiaan, tapi berganti menjadi kekerasan. Keyakinan pun menjelma keberingasan. Tumpulnya kemanusiaan dan pudarnya kepercayaan diri sebagai manusia Indo- nesia tak terlepas dari watak manusia. Lantas, apakah yang tampak akhir-akhir ini ialah watak manusia Indonesia? Pe- nyelenggara negara berjalan tak keruan. Hendak menuju ke mana pemerintahan? Wajah Republik ini seolah menga- lami seperti apa yang pernah dikatakan Mochtar Lubis, ‘wajah lama tak keruan di kaca, sedang wajah baru be- lum jua jelas’. Pemimpin kemanusiaan Terkadang kita seolah tak percaya, mengapa be- gini keadaan Republik kita. Warga seperti tak tahu siapa pemimpin publik mereka. Survei yang gegap gempita di media apakah cukup dengan responden yang hanya ribuan itu sebagai representasi suara rakyat dan menggambarkan sosok kepemimpinan yang dapat mengubah keadaan dan berperikemanusiaan? Konspirasi politik nasional berlangsung terus seiring de- ngan penderitaan bangsa yang juga berlangsung lama. Apa- lagi tentang nasib pemulihan harga dan harkat bangsa, itu menjadi kian tertunda. Kalau memang sudah begitu keadaannya, bagaimana me- lakukan perubahan dan men- ciptakan kemajuan negara? Titik dan koma tentang capai- an kemajuan Republik ini masih buram. Di mana jalan terangnya? Tak sedikit pula kerusakan dan kebusukan politik hadir secara terang di ruang publik. Pemerintah menganggap gampang semua persoalan bangsa. Segala persoalan hampir berkutat pada cerita yang sama. Jarang ada kisah pemimpin publik yang aksi kemanusiaannya ikhlas tanpa pamrih dan pamor. Restorasi kemanusiaan Sebenarnya, banyak orang biasa yang bukan penye- lenggara negara paham mau dibawa ke mana Indonesia. Orang biasa itu mungkin saja bisa berada di sekitar wilayah rumah kita. Karena kepongah- an, barangkali kita tak me- nyadari keberadaan mereka. Orang-orang biasa yang saling membagi kebersamaan dan mengambil makna harkat ke- manusiaan bekerja membagi kasih sayang. Almarhum Moeslim Abdur- rahman mengatakan individu- individu yang biasa itu me- miliki kepribadian kebajikan sosial ( social virtue) untuk menciptakan masyarakat In- donesia menjadi baik. Ya, orang biasa yang berperike- manusiaan. Merasa dan me- miliki Indonesia. Menghargai kemanusiaan Indonesia, bu- kan menggunakan manusia lain untuk memperalat dan menghilangkan nyawa sesama manusia Indonesia. Manusia yang memperalat, bahkan membunuh nyawa manusia, disebut Soedjatmoko sebagai manusia tuna, pri- badi zombi yang digerakkan satu motif serakah untuk mengeruk kemewahan tanpa batas. Memang, tidak ada re- sep yang mudah bagi masa de- pan Indonesia, sebagaimana tidak ada bentuk yang nal tatkala manusia terus ber- interaksi di antara sesama. Oleh karena itu, restora- si kemanusiaan Indonesia sangatlah diperlukan. Yakni, selalu merancang, mem- perkuat, dan berbuat dalam nilai-nilai yang signifikan pada proses mencapai tujuan hakikat sebagai manusia In- donesia. Siapakah yang mesti dan akan dapat mengubah posisi celaka manusia Indo- nesia selain manusia Indo- nesia itu sendiri? Budayawan Sanusi Pane pernah menganjurkan kita agar kembali ke dasar Indo- nesia. Keindonesiaan dan ketimuran harus memancar lagi di dalam masyarakat. Segala provinsialisme, yaitu perasaan yang timbul dari ke- picikan pengetahuan tentang kebudayaan dan kemanusiaan yang ada sejak dahulu hingga sekarang, harus dijauhi. Artinya, restorasi kemanu- siaan ialah perubahan diri sendiri. Tak boleh tidak, itu mesti bersifat perubahan jiwa, pandangan hidup, dan cara berpikir, serta nyata-- bukan sekadar iklan-iklan dan cuap-cuap. Ya, itu perubahan manusia untuk kembali men- jadi manusia Indonesia se- utuhnya. Restorasi Kemanusiaan Indonesia Simulacra Citra Kandidat David Krisna Alka Peneliti Populis Institute dan aktivis Group Menara 62 K k Suyatno Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Terbuka k ( Restorasi kemanusiaan ialah perubahan diri sendiri. Tak boleh tidak, itu mesti bersifat perubahan jiwa, pandangan hidup, dan cara berpikir, serta nyata- -bukan sekadar iklan-iklan dan cuap-cuap. Ya, itu perubahan manusia untuk kembali menjadi manusia Indonesia seutuhnya.” PARTISIPASI OPINI Kirimkan ke email: [email protected] atau [email protected] atau fax: (021) 5812105, (Maksimal 6.000 karakter tanpa spasi. Sertakan nama. alamat lengkap, nomor telepon dan foto kopi KTP) RABU, 19 SEPTEMBER 2012 20 OPINI Pendiri: Drs. H. Teuku Yousli Syah MSi (Alm) Direktur Utama: Lestari Moerdijat Direktur Pemberitaan: Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Djafar H. Assegaff, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti P. Adhitama, Usman Kansong Redaktur Senior: Elman Saragih, Laurens Tato Kepala Divisi Pemberitaan: Kleden Suban Kepala Divisi Content Enrichment: Gaudensius Suhardi Deputi Kepala Divisi Pemberitaan: Abdul Kohar Sekretaris Redaksi: Teguh Nirwahyudi Asisten Kepala Divisi Pemberitaan: Ade Alawi, Fitriana Siregar, Haryo Prasetyo, Jaka Budisantosa, Ono Sarwono, Ros- mery C.Sihombing Asisten Kepala Divisi Foto: Hariyanto Iklan: (021) 5812107, 5812113, Telepon Sirkulasi: (021) 5812095, Telepon Distribusi: (021) 5812077, Telepon Per- cetakan: (021) 5812086, Harga Langganan: Rp67.000 per bulan (Jabodetabek), di luar P. Jawa + ongkos kirim, No. Reke- ning Bank: a.n. PT Citra Media Nusa Purnama Bank Mandiri - Cab. Taman Kebon Jeruk: 117-009-500-9098; BCA - Cab. Sudirman: 035-306-5014, Diterbitkan oleh: PT Citra Media Nusa Purnama, Jakarta, Alamat Redaksi/Tata Usaha/Iklan/ Sirkulasi: Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Ke- doya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat - 11520, Telepon: (021) 5812088 (Hunting), Fax: (021) 5812105 (Redaksi) e- mail: [email protected], Percetakan: Media Indo- nesia, Jakarta, ISSN: 0215-4935, Website: www.mediaindo- nesia.com, DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, WAR- TAWAN MEDIA INDONESIA DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA ATAU ME- MINTA IMBALAN DENGAN ALASAN APA PUN Redaktur: Agus Mulyawan, Ahmad Punto, Anton Kustedja, Cri Qanon Ria Dewi, Eko Rahmawanto, Eko Suprihatno, Hapsoro Poetro, Ida Farida, Irana Shalindra, Jerome E. Wirawan, M. Soleh, Mathias S. Brahmana, Sadyo Kristiarto, Santhy M. Sibarani, Soelistijono, Wi- dhoroso, Windy Dyah Indriantari Staf Redaksi: Adam Dwi Putra, Agung Wibowo, Ahmad Maulana, Akhmad Mustain, Anata Syah Fitri, Andreas Timothy, Aries Wijak- sena, Asep Toha, Asni Harismi, Bintang Krisanti, Bunga Pertiwi, Cornelius Eko, Denny Parsaulian Sinaga, Deri Dahuri, Dian Palupi, Dinny Mutiah, Dwi Tupani Gunarwati, Edna Agitta Meryynanda, Emir Chairullah, Eni Kartinah, Fardiansah Noor, Fidel Ali Permana, Gaya- tri Suroyo, Gino F. Hadi, Hafizd Mukti Ahmad, Heru Prihmantoro, Heryadi, Hillarius U. Gani, Iis Zatnika, Iwan Kurniawan, Jajang Su- mantri, Jonggi Pangihutan M, Marchelo, Mirza Andreas, Mohamad Irfan, Muhamad Fauzi, Nesty Trioka Pamungkas, Nurulia Juwita, Panca Syurkani, Permana Pandega Jaya, Raja Suhud V.H.M, Ram- dani, Rommy Pujianto, Selamat Saragih, Sidik Pramono, Siswan- tini Suryandari, Sitriah Hamid, Siska Nurifah, Sugeng Sumariyadi, Sulaiman Basri, Sumaryanto, Susanto, Syarief Oebaidillah, Thalatie Yani, Tutus Subronto, Usman Iskandar, Vini Mariyane Rosya, Wendy Mehari, Zubaedah Hanum Biro Redaksi: Dede Susianti (Bogor) Eriez M. Rizal (Bandung); Kisar Rajagukguk (Depok); Firman Saragih (Karawang); Yusuf Riaman (NTB); Baharman (Palembang); Parulian Manulang (Pa- dang); Haryanto (Semarang); Widjajadi (Solo); Faishol Taselan (Surabaya) MICOM Asisten Kepala Divisi: Tjahyo Utomo, Victor J.P. Nababan Redaktur: Agus Triwibowo, Asnawi Khaddaf, Basuki Eka Purnama, Henri Salomo Siagian, Patna Budi Utami, Yulius Martinus. Staf Redaksi: Edwin Tirani, Fario Untung, Heni Rahayu, Irvan Sihombing, Nurtjahyadi, Prita Daneswari, Retno Hemawati, Rina Garmina, Rita Ayuningtyas, Wisnu Arto Subari Staf: Abadi Surono, Abdul Salam, Budi Haryanto, Charles Silaban, M. Syaifullah, Panji Arimurti, Rani Nuraini, Ricky Julian, Vicky Gus- tiawan, Widjokongko DIVISI TABLOID, MAJALAH, DAN BUKU (PUBLISHING) Asisten Kepala Divisi: Mochamad Anwar Surahman Redaktur: Agus Wahyu Kristianto, Lintang Rowe, Regina Panon- tongan CONTENT ENRICHMENT Periset: Heru Prasetyo (Redaktur), Desi Yasmini S, Devi Asriana, Gurit Adi Suryo Bahasa: Dony Tjiptonugroho (Redaktur), Aam Firdaus, Adang Iskandar, Henry Bachtiar, Ni Nyoman Dwi Astarini, Riko Alfonso, Suprianto ARTISTIK Asisten Kepala Divisi: Rio Okto Waas Redaktur: Annette Natalia, Donatus Ola Pereda, Gatot Purnomo, Marjuki, Prayogi, Ruddy Pata Areadi Staf Redaksi: Ali Firdaus, Ami Luhur, Ananto Prabowo, Andi Nursandi, Aria Mada, Arieffi Anggadha, Bayu Aditya Ramadhani, Bayu Wicaksono, Briyan Bodo Hendro, Budi Setyo Widodo, Catherine Siahaan, Dedy, Dharma Soleh, Endang Mawardi, Fredy Wijaya, Gugun Permana, Hari Syahriar, Haris Imron Armani, Haryadi, Marionsandez G, M. Rusli, Muhamad Nasir, Muhamad Yunus, Nana Sutisna, Novi Hernando, Nurkania Ismono, Putra Adji, Tutik Sunarsih, Warta Santosi Olah Foto: Saut Budiman Marpaung, Sutarman PENGEMBANGAN BISNIS Kepala Divisi Marketing Communication: Fitriana Saiful Bachri Kepala Divisi Marketing Support & Publishing: Andreas Su- jiyono Asisten Kepala Divisi Iklan: Gustaf Bernhard R Perwakilan Bandung: Arief Ibnu (022) 4210500; Medan: Jo- seph (061) 4514945; Surabaya: Tri Febrianto (031) 5667359; Semarang: Desijhon (024) 7461524; Yogyakarta: Andi Yudhanto (0274) 523167; Palembang: Ferry Mussanto (0711) 414881, Pe- kanbaru: Bambang Irianto 081351738384. Telepon/Fax Layanan Pembaca: (021) 5821303, Telepon/ Fax

Simulacra Citra Kandidat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Politik Pencitraan

Citation preview

  • SETIAP menjelang ber-langsungnya proses pemil ihan pejabat publik, para kandidat selalu menjadi sorotan. Se-perti dalam pemilu kada DKI putaran kedua, para jago akan dinilai publik. Track record, baik berupa prestasi maupun kelemahan, akan menjadi so-rotan tajam berbagai kalangan dan calon pemilih. Baik-buruk seorang kandidat benar-benar akan dicermati orang. Dengan begitu, citra diri seorang calon benar-benar memiliki peran penting memengaruhi pemi-lih untuk memberikan suara kepada salah satu calon.

    Seorang kandidat terkadang tidak dikenal luas oleh calon pemilih. Jangankan membe-rikan suara, untuk bersim-pati kepada calon saja tidak akan terjadi bila pemilih tidak mengenal secara lengkap sang kandidat. Tugas tim sukses ialah memberikan informasi yang akan membawa citra atau penokohan seorang calon. Iba-rat pepatah yang mengatakan tak kenal maka tak sayang, tim kampanye berusaha agar calonnya dikenal luas di ma-syarakat untuk kemudian dipilih.

    Political image Persoalan yang kemudian

    muncul ialah benarkah citra yang dibangun tim sukses se-orang kandidat merupakan in-formasi yang dapat dipercaya? Politik pencitraan di kalangan

    politisi demi memenangi pemilu kada dan pemilu dapat terjebak dalam kemasan semu. Dalam

    konteks wacana, politik dipa-hami sebagai sebuah upaya membangun image (kesan). Keberhasilan seorang politikus ditentukan oleh kemampuan-nya membangun kesan positif

    di mata massa. Kesan positif itu berupa ke-

    mampuan memimpin, kepri-badian yang mantap, integritas moral yang tinggi, serta me-miliki kapabilitas dan abilitas sehingga akan memengaruhi orang untuk memberikan pilih an kepada si politikus.

    Karena namanya kesan, hal itu merupakan apa yang di-tangkap atau dirasakan orang terhadap sesuatu. Artinya dalam kesan itu melekat erat subjektivitas dari seseorang untuk bersikap terhadap suatu kejadian atau terhadap objek tertentu.

    Jadi, kesan bisa dibuat, diubah, atau didesakkan ke arah tertentu, sesuai dengan keinginan dan kepentingan yang membuat kesan. Bila dibutuhkan tampak kecil, se-suatu yang besar bisa seolah disusutkan. Sesuatu yang se-harusnya bergerak ke satu arah bisa jadi seakan-akan bergerak sebaliknya. Dengan begitu, kesan itu bisa merupa-kan sesuatu yang sebenarnya atau bisa pula hal yang tidak sesuai dengan kenyataan.

    Dalam pemahaman politik sebagai wacana, bisa saja ter-jadi simulacra terhadap citra seorang kandidat, manakala terjadi semacam gap (jarak) antara image yang diciptakan terhadap seorang kandidat dengan realitas calon tersebut. Apa yang dilempar ke tengah publik terkadang tidak sepe-nuhnya ada dalam pribadi seorang kandidat. Kesenjangan tidak saja dimonopoli oleh hal yang negatif. Kekurangan calon senantiasa ditutupi dengan informasi tentang kelebihan-kelebihannya. Namun, bisa jadi kebaikan atau kapabilitas tidak tersampaikan secara baik kepada massa. Si calon jauh lebih baik dari apa yang dike-

    tahui orang selama ini. Semestinya kampanye diupa-

    yakan paling tidak mendekati kenyataan. Kita patut merujuk jingle iklan yang mengatakan seindah warna aslinya. Kam-panye akan menampilkan kesan yang tidak akan menye-satkan para pemilih. Sebab, krisis kepercayaan grass root (massa) terhadap elite politik bisa berawal dari kampanye yang tidak pernah terwujud dalam realitas.

    ReferensiMenurut Klingemann (1994),

    permasalahan utama yang dihadapi setiap partai atau peserta pemilu ada dua, ba-gaimana mempertahankan dukungan yang telah mereka raih, sekaligus bagaimana menarik lebih banyak suara untuk memperluas peluang duduk dalam pemerintahan. Meski begitu, para kontestan pemilu tidak bisa lantas me-lakukan kebohongan dalam menyampaikan materi kam-panye.

    Dalam rangka memperoleh suara sebanyak-banyaknya dalam pemilihan umum, se-tiap partai politik atau kan-didat yang dinyatakan ber-hak ikut pemilu mempunyai kesempatan dan hak yang sama dalam melakukan kam-panye. Meski demikian, bu-kan berarti hal itu lantas dilakukan dengan segala cara. Tim kampanye harus pandai menggarap kampanye tanpa terjebak pada black compaign. Kampanye bukan ajang untuk mengumbar informasi bohong atau menjelek-jelekkan kandi-dat lain.

    Tujuan utama kampanye ialah memberikan informasi kepada pemilih. Informasi tersebut akan menjadi salah satu sumber referensi yang menjadi pertimbangan sese-orang memilih atau tidak memilih. Orang bisa berubah dari awalnya tidak memilih karena minimnya informasi, kemudian menjadi memilih akibat semakin mengetahui kontestan yang ditawarkan. Demikian pula sebaliknya, semakin lengkap informa-si, orang yang mulanya su-

    dah punya pilihan bisa jadi berubah.

    Ada beberapa hal yang me-mengaruhi pilihan rakyat terhadap calon pejabat publik. Pertama, faktor sosiologis. Orang memilih calon dengan pertimbangan si calon per-nah memiliki peran sosial tertentu, seperti menduduki jabatan tertentu atau memim-pin sebuah organisasi sosial.

    Kedua, faktor subjektif, ya-itu alasan memilih lebih diten-tukan lewat ada atau tidaknya hubungan antara pemilih dan kandidatnya. Hubungan itu bisa bersifat individu, juga bisa bersifat kolektif. Secara individu, pemilih bisa memi-liki hubungan keluarga, persa-habatan, atau hubungan kerja. Calon yang seorang pebisnis bisa jadi memiliki hubungan bisnis dengan calon pemi-lihnya. Adapun hubungan kolektif bisa terjadi karena ada ikatan organisasi, kelem-bagaan, dan primordial.

    Ketiga, pertimbangan yang sifatnya personal. Kapabilitas seorang calon untuk menjadi pemimpin menjadi dasar u-tama pertimbangan itu. Hal tersebut dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, keahlian, pekerjaan yang di-tekuni, serta abilitas seorang calon.

    Berbagai faktor itu bisa menjadi pertimbangan secara bersama-sama ataupun par-sial saja. Melalui kampanye, pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa dipenuhi atau juga diubah. Dengan image yang diciptakan, orang bisa mengubah keputusan untuk memberikan pilihannya.

    Satu yang bisa dijadikan patokan dalam menyikapi pe-milihan presiden dan kepala daerah ialah adanya visi dari kandidat. Parameter utama visi itu ialah melakukan ke-baikan bagi negeri ini, bukan banyak atau idealnya visi calon yang dijadikan ukuran. Sekecil apa pun hal yang ditawarkan kandidat, asal diperuntukkan bagi kebaikan bagi negara, itu-lah yang dibutuhkan. Apalah artinya jumlah yang banyak dan ideal bahkan rumit bila itu dijadikan jargon semata.

    PANCASILA sudah tum-pul dan tak bernyawa di dalam dada apa-ratur negara yang abai terhadap luka berdarah hingga hilangnya nyawa war-ga negara. Apakah kisah ke-kerasan itu akan diceritakan turun-temurun kepada anak-anak ahli waris Indonesia?

    Kekerasan demi kekerasan, tembakan demi tembakan, letupan demi letupan, begitu-lah seolah wajah Indonesia. Pemangku pemerintahan dan penanggung jawab sebagai pelindung warga negara terke-san hanya meluapkan emosi karitatif mereka di media. Di samping itu, belum ada implikasi nyata atas penca-rian tersangka dan tindakan hukum.

    Kejadian yang sama ber-ulang-ulang. Ada pula su-

    ara sumbang mengatakan sebagian besar kejadian itu rekayasa. Begitu parahnya kemanusiaan manusia Indo-nesia bila setiap peristiwa yang membunuh manusia me-rupakan rekayasa untuk ke-pentingan kelompok tertentu atau pihak tertentu.

    Apa yang ingin kau cari In-donesia? Beragam budaya dan kaya akan sumber daya alam, tapi pemerintahan yang di-jalankan manusia Indonesia, yang lahir dan besar di tanah air Indonesia, ternyata tak pernah tuntas menyelesaikan masalah hilangnya nyawa sesama manusia, sedarah In-donesia.

    Selain itu, kecemburuan pun merebak di tengah keanekara-gaman warga negara. Semes-tinya keadilan, tapi berubah menjadi kesengsaraan. Se-

    harusnya kemanusiaan, tapi berganti menjadi kekerasan. Keyakinan pun menjelma keberingasan.

    Tumpulnya kemanusiaan dan pudarnya kepercayaan diri sebagai manusia Indo-nesia tak terlepas dari watak manusia. Lantas, apakah yang tampak akhir-akhir ini ialah watak manusia Indonesia? Pe-nyelenggara negara berjalan tak keruan. Hendak menuju ke mana pemerintahan? Wajah Republik ini seolah menga-lami seperti apa yang pernah dikatakan Mochtar Lubis, wajah lama tak keruan di kaca, sedang wajah baru be-lum jua jelas.

    Pemimpin kemanusiaanTerkadang ki ta seolah

    tak percaya, mengapa be-gini keadaan Republik kita. Warga seperti tak tahu siapa pemimpin publik mereka. Survei yang gegap gempita di media apakah cukup dengan

    responden yang hanya ribuan itu sebagai representasi suara rakyat dan menggambarkan sosok kepemimpinan yang dapat mengubah keadaan dan berperikemanusiaan?

    Konspirasi politik nasional berlangsung terus seiring de-ngan penderitaan bangsa yang juga berlangsung lama. Apa-

    lagi tentang nasib pemulih an harga dan harkat bangsa, itu menjadi kian tertunda. Kalau memang sudah begitu keadaannya, bagaimana me-lakukan perubahan dan men-ciptakan kemajuan negara? Titik dan koma tentang capai-an kemajuan Republik ini masih buram. Di mana jalan terangnya? Tak sedikit pula kerusakan dan kebusukan politik hadir secara terang di ruang publik.

    Pemerintah menganggap gampang semua persoalan bangsa. Segala persoalan hampir berkutat pada cerita yang sama. Jarang ada kisah pemimpin publik yang aksi kemanusiaannya ikhlas tanpa pamrih dan pamor.

    Restorasi kemanusiaanSebenarnya, banyak orang

    biasa yang bukan penye-lenggara negara paham mau dibawa ke mana Indonesia. Orang biasa itu mungkin saja bisa berada di sekitar wilayah rumah kita. Karena kepongah-an, barangkali kita tak me-nyadari keberadaan mereka. Orang-orang biasa yang saling

    membagi kebersamaan dan mengambil makna harkat ke-manusiaan bekerja membagi kasih sayang.

    Almarhum Moeslim Abdur-rahman mengatakan individu-individu yang biasa itu me-miliki kepribadian kebajikan sosial (social virtue) untuk menciptakan masyarakat In-donesia menjadi baik. Ya, orang biasa yang berperike-manusiaan. Merasa dan me-miliki Indonesia. Menghargai kemanusiaan Indonesia, bu-kan menggunakan manusia lain untuk memperalat dan menghilangkan nyawa sesama manusia Indonesia.

    Manusia yang memperalat, bahkan membunuh nyawa manusia, disebut Soedjatmoko sebagai manusia tuna, pri-badi zombi yang digerakkan satu motif serakah untuk mengeruk kemewahan tanpa batas. Memang, tidak ada re-sep yang mudah bagi masa de-pan Indonesia, sebagaimana tidak ada bentuk yang fi nal tatkala manusia terus ber-interaksi di antara sesama.

    Oleh karena itu, restora-si kemanusiaan Indonesia

    sangat lah diperlukan. Yakni, selalu merancang, mem-perkuat, dan berbuat dalam nilai-nilai yang signifikan pada proses mencapai tujuan hakikat sebagai manusia In-donesia. Siapakah yang mesti dan akan dapat mengubah posisi celaka manusia Indo-nesia selain manusia Indo-nesia itu sendiri?

    Budayawan Sanusi Pane pernah menganjurkan kita agar kembali ke dasar Indo-nesia. Keindonesiaan dan ketimuran harus memancar lagi di dalam masyarakat. Segala provinsialisme, yaitu perasaan yang timbul dari ke-picikan pengetahuan tentang kebudayaan dan kemanusiaan yang ada sejak dahulu hingga sekarang, harus dijauhi.

    Artinya, restorasi kemanu-siaan ialah perubahan diri sendiri. Tak boleh tidak, itu mesti bersifat perubahan jiwa, pandangan hidup, dan cara berpikir, serta nyata--bukan sekadar iklan-iklan dan cuap-cuap. Ya, itu per ubahan manusia untuk kembali men-jadi manusia Indonesia se-utuhnya.

    Restorasi Kemanusiaan Indonesia

    Simulacra Citra Kandidat

    David Krisna AlkaPeneliti Populis Institute dan aktivis Group Menara 62

    Kk

    SuyatnoDosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Terbuka

    k(

    Restorasi kemanusiaan ialah

    perubahan diri sendiri. Tak boleh tidak, itu mesti bersifat perubahan jiwa, pandangan hidup, dan cara berpikir, serta nyata--bukan sekadar iklan-iklan dan cuap-cuap. Ya, itu perubahan manusia untuk kembali menjadi manusia Indonesia seutuhnya.

    PARTISIPASI OPINI Kirimkan ke email: [email protected] atau [email protected] atau fax: (021) 5812105, (Maksimal 6.000 karakter tanpa spasi. Sertakan nama. alamat lengkap, nomor telepon dan foto kopi KTP)

    RABU, 19 SEPTEMBER 201220OPINI

    Pendiri: Drs. H. Teuku Yousli Syah MSi (Alm)Direktur Utama: Lestari MoerdijatDirektur Pemberitaan: Usman KansongDewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Djafar H. Assegaff, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti P. Adhitama, Usman KansongRedaktur Senior: Elman Saragih, Laurens TatoKepala Divisi Pemberitaan: Kleden SubanKepala Divisi Content Enrichment: Gaudensius SuhardiDeputi Kepala Divisi Pemberitaan: Abdul KoharSekretaris Redaksi: Teguh NirwahyudiAsisten Kepala Divisi Pemberitaan: Ade Alawi, Fitriana Siregar, Haryo Prasetyo, Jaka Budisantosa, Ono Sarwono, Ros-mery C.SihombingAsisten Kepala Divisi Foto: Hariyanto

    Iklan: (021) 5812107, 5812113, Telepon Sirkulasi: (021) 5812095, Telepon Distribusi: (021) 5812077, Telepon Per-cetakan: (021) 5812086, Harga Langganan: Rp67.000 per bulan (Jabodetabek), di luar P. Jawa + ongkos kirim, No. Reke-ning Bank: a.n. PT Citra Media Nusa Purnama Bank Mandiri - Cab. Taman Kebon Jeruk: 117-009-500-9098; BCA - Cab. Su dir man: 035-306-5014, Diterbitkan oleh: PT Citra Media Nusa Pur nama, Jakarta, Alamat Redaksi/Tata Usaha/Iklan/Sirkulasi: Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Ke-doya Se latan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat - 11520, Telepon: (021) 5812088 (Hunting), Fax: (021) 5812105 (Redaksi) e-mail: [email protected], Percetakan: Media In do-nesia, Jakarta, ISSN: 0215-4935, Website: www.mediaindo-nesia.com,

    DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, WAR-TAWAN MEDIA INDONESIA DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DI PERKENANKAN MENERIMA ATAU ME-MINTA IMBALAN DE NGAN ALASAN APA PUN

    Redaktur: Agus Mulyawan, Ahmad Punto, Anton Kuste dja, Cri Qanon Ria Dewi, Eko Rahmawanto, Eko Suprihatno, Hapsoro Poetro, Ida Farida, Irana Shalindra, Jerome E. Wirawan, M. Soleh, Mathias S. Brahmana, Sadyo Kristiarto, Santhy M. Sibarani, Soelistijono, Wi-dhoroso, Windy Dyah IndriantariStaf Redaksi: Adam Dwi Putra, Agung Wibowo, Ahmad Maulana, Akhmad Mustain, Anata Syah Fitri, Andreas Timothy, Aries Wijak-sena, Asep Toha, Asni Harismi, Bintang Krisanti, Bunga Pertiwi, Cornelius Eko, Denny Parsaulian Sinaga, Deri Dahuri, Dian Palupi, Dinny Mu tiah, Dwi Tu pa ni Gunarwati, Edna Agitta Meryynanda, Emir Chairullah, Eni Kartinah, Fardi an sah Noor, Fidel Ali Permana, Gaya-tri Suroyo, Gino F. Hadi, Hafizd Mukti Ahmad, Heru Prih mantoro, Heryadi, Hillarius U. Gani, Iis Zatnika, Iwan Kurniawan, Jajang Su-mantri, Jonggi Pangihutan M, Marchelo, Mirza Andreas, Mo hamad Irfan, Muhamad Fauzi, Nesty Trioka Pamungkas, Nurulia Juwita, Panca Syurkani, Permana Pandega Jaya, Raja Suhud V.H.M, Ram-dani, Rommy Pujianto, Selamat Saragih, Sidik Pra mo no, Siswan-tini Sur yandari, Sitriah Hamid, Siska Nurifah, Su geng Sumariyadi, Sulaiman Basri, Sumar yanto, Susanto, Syarief Oebaidillah, Tha latie Yani, Tutus Subronto, Usman Iskandar, Vini Mariyane Rosya, Wendy Mehari, Zu baedah Hanum

    Biro Redaksi: Dede Susianti (Bogor) Eriez M. Rizal (Bandung); Kisar Rajagukguk (Depok); Firman Saragih (Karawang); Yusuf Riaman (NTB); Baharman (Palembang); Parulian Manulang (Pa-

    dang); Haryanto (Semarang); Widjajadi (Solo); Faishol Taselan (Surabaya)

    MICOMAsisten Kepala Divisi: Tjahyo Utomo, Victor J.P. NababanRedaktur: Agus Triwibowo, Asnawi Khaddaf, Basuki Eka Purnama, Henri Salomo Siagian, Patna Budi Utami, Yulius Martinus.Staf Redaksi: Edwin Tirani, Fario Untung, Heni Raha yu, Irvan Sihombing, Nur tjahyadi, Prita Daneswari, Retno Hemawati, Rina Garmina, Rita Ayuningtyas, Wisnu Arto SubariStaf: Abadi Surono, Abdul Salam, Budi Haryanto, Charles Silaban, M. Syaifullah, Panji Arimurti, Rani Nuraini, Ricky Julian, Vicky Gus-tiawan, Widjokongko

    DIVISI TABLOID, MAJALAH, DAN BUKU (PUBLISHING)Asisten Kepala Divisi: Mochamad Anwar SurahmanRedaktur: Agus Wahyu Kristianto, Lintang Rowe, Regina Panon-tongan

    CONTENT ENRICHMENTPeriset: Heru Prasetyo (Redaktur), Desi Yasmini S, Devi Asriana, Gurit Adi SuryoBahasa: Dony Tjiptonugroho (Redaktur), Aam Firdaus, Adang Iskandar, Henry Bachtiar, Ni Nyoman Dwi Astarini, Riko Alfonso, Suprianto

    ARTISTIKAsisten Kepala Divisi: Rio Okto WaasRedaktur: Annette Natalia, Donatus Ola Pereda, Gatot Purnomo, Marjuki, Prayogi, Ruddy Pata AreadiStaf Redaksi: Ali Firdaus, Ami Luhur, Ananto Prabowo, Andi Nursandi, Aria Mada, Arieffi Anggadha, Bayu Aditya Ramadhani, Bayu Wicaksono, Briyan Bodo Hendro, Budi Setyo Widodo, Cathe rine Siahaan, Dedy, Dharma Soleh, Endang Mawardi, Fredy Wijaya, Gugun Per ma na, Hari Syahriar, Haris Imron Armani, Haryadi, Marionsandez G, M. Rusli, Muhamad Nasir, Muhamad Yunus, Nana Su tisna, Novi Hernando, Nurkania Ismono, Putra Adji, Tutik Sunarsih, Warta SantosiOlah Foto: Saut Budiman Marpaung, Sutarman

    PENGEMBANGAN BISNISKepala Divisi Marketing Communication: Fitriana Saiful BachriKepala Divisi Marketing Support & Publishing: Andreas Su-jiyonoAsisten Kepala Divisi Iklan: Gustaf Bernhard R Perwakilan Bandung: Arief Ibnu (022) 4210500; Medan: Jo-seph (061) 4514945; Surabaya: Tri Febrianto (031) 5667359; Semarang: Desijhon (024) 7461524; Yogyakarta: Andi Yu dhanto (0274) 523167; Palembang: Ferry Mussanto (0711) 414881, Pe-kanbaru: Bambang Irianto 081351738384.Telepon/Fax Layanan Pembaca: (021) 5821303, Telepon/ Fax