Upload
denata-prabhasiwi
View
65
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf, dan pembuluh darah.
Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan
berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis
yang umum adalah nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang.
Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik,
tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala.
Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma
jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar. Sedangkan sindroma
kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang, misalnya lari.
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak
dipelajari untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling
sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindroma
kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria daripada wanita, tapi hal ini
memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen
memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma kompartemen, 69%
berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Menurut Qvarfordt,
sekelompok pasien dengan nyeri kaki, 14% pasien dengan sindroma kompartemen
anterior. Sindroma kompartemen ditemukan 1-9% fraktur pada kaki.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROM KOMPARTEMEN
2
A. Definisi
Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi di mana tekanan dalam
kompartemen otot menjadi begitu tinggi, sehingga suplai darah ke daerah
tersebut terganggu. Kondisi ini bisa kronis, karena otot terlalu berkembang
atau akut akibat trauma dan perdarahan ke dalam kompartemen. Sindrom
kompartemen akut adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan
perawatan segera dalam waktu 12 jam.
B. Anatomi
Kompartemen osteofascial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf,
dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot yang
masing-masing dibungkus oleh epimisium. Fascia merupakan serabut otot
dalam satu kelompok, berfungsi untuk mencegah jaringan yang rusak
membengkak dan meningkatkan tekanan, lalu membuat isinya menjadi tidak
berfungsi dengan baik.
Secara anatomi, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak.
Berdasarkan letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa macam, antara lain:
1.Anggota Gerak Atas
3
a. Lengan atas: terdapat kompartemen anterior/ventral/fleksor dan
posterior/dorsal/ekstensor.
Kompartemen anterior/ventral/ fleksor terdiri dari nervus medianus dan
ulnaris, arteri radialis dan ulnaris
Kompartemen posterior/dorsal/ekstensor terdiri dari nervus interosseous
posterior
b.Pergelangan tangan: dibagi menjadi 6 bagian, yaitu:
Kompartemen I: otot abductor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis
brevis
Kompartmen II: otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi
radialis longus
Kompartemen III: otot ekstensor pollicis longus
Kompartemen IV: otot ekstensor digitorum communis, otot ektensor
indicis
Kompartemen V: otot ekstensor digiti minimi
Kompartemen VI: otot ekstensor carpi ulnaris
4
2.Anggota Gerak Bawah
Kompartemen anterior terdiri dari otot tibialis posterior dan ekstensor ibu
jari kaki, nervus peroneal profunda dan arteri tibialis anterior
Kompartemen lateral terdiri dari otot peroneus longus dan brevis, nervus
peroneal superfisial
Kompartemen posterior superfisial terdiri dari otot gastroconemius, otot
soleus, nervus suralis
Kompartemen posterior profunda terdiri dari otot tibialis posterior dan
fleksor ibu jari, nervus tibialis, arteri peroneal.
Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah
(yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, dan posterior
profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).
C. Epidemiologi
5
Insidensi dari sindrom kompartemen akut tergantung dari trauma yang
terjadi. DeLee dan Stiehl mengatakan 6% dari fraktur terbuka tibial akan
berujung dengan sindrom kompartemen dibandingkan dengan fraktur tertutup
tibia sekitar 1.2% akan berujung menjadi sindroma kompartemen. Rorabeck
dan Macnab melaporkan keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi
adalah 6 jam. Hasil penelitian studi kasus oleh McQueen, sindrom
kompartemen didiagnosa lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan. Hal
ini dikarenakan kebanyakan pasien trauma adalah laki-laki. Selain itu,
ditemukan insidens terjadinya sindroma kompartemen akut setiap tahun sekitar
7,3 per 100.000 untuk pria dan 0,7 per 100.000 untuk wanita. McQueen
memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma kompartemen, dari penelitian
McQueen ditemukan penyebab yang paling sering menyebabkan sindroma
kompartemen akut adalah fraktur. Dalam hal ini, fraktur yang paling sering
terjadi, yaitu fraktur diafisis os tibia dan fraktur os radius distal.
Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari sindroma kompartemen
belum diketahui. Namun, sebuah penelitian menunjukkan angka kejadian
Chronic Exertional Compartment Syndrome (CECS) sebesar 14% pada individu
yang mengeluh nyeri tungkai bawah. Laki-laki dan perempuan presentasinya
adalah sama dan biasanya bilateral meskipun dapat juga unilateral. Chronic
6
Exertional Compartment Syndrome (CECS) biasanya terjadi pada atlet yang
sehat dan lebih muda dari 40 tahun.
D. Etiologi
Terdapat berbagai penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan
lokal yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara
lain:
1. Penurunan volume kompartemen kondisi ini disebabkan oleh:
Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
Penutupan defek fascia
2. Peningkatan tekanan eksternal:
Prolonged compression pada ekstremitas
Balutan yang terlalu ketat
Berbaring di atas lengan
Pemasangan gips
3.Peningkatan tekanan pada struktur komparteman, beberapa hal yang bisa
menyebabkan kondisi ini antara lain:
Perdarahan atau trauma vaskuler
Peningkatan permeabilitas kapiler
Penggunaan otot yang berlebihan/extremely vigorous exercise, terutama
gerakan yang eksentrik/aneh, seperti extension under pressure
Luka bakar
Operasi
Gigitan ular
7
Obstruksi vena, misalnya karena terdapat blood clot pada vaskular
ekstremitas.
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah
cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di
anggota gerak bawah.
E. Patofisiologi
Sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang
menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan
nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Sindroma kompartemen merupakan hasil dari peningkatan tekenan
intrakompartemen. Peningkatan tekanan intrakompratemen ini bergantung dari
kejadian yang menyebabkannya. Terdapat 2 macam sindroma kompartemen. Tipe
yang pertama adalah tipe akut yang berhubungan erat dengan trauma dan yang
kedua adalah tipe kronik akibat aktivitias yang repetitif biasanya berhubungan
dengan mikrotrauma yang biasanya berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.
8
Perfusi jaringan sebanding dengan perbedaan antara tekanan perfusi
kapiler (Capillary Perfussion Pressure/CPP) interstisial, yang dinyatakan dengan
rumus LBF = (PA - PV)/R, dimana LBF = local blood flow/aliran darah lokal, PA
= arterial pressure/tekanan arteri, PV = venous pressure/tekanan vena, R = local
vascular resistance/resistensi vaskular lokal.
Miosit normal membutuhkan oksigen bertekanan 5-7 mmHg untuk
metabolisme. Tekanan ini dapat dicapai dengan CPP (capillary perfusion
pressure) 25 mmHg dan tekanan jaringan interstisial 4-6 mmHg.. Ketika ada
cairan yang masuk ke dalam kompartemen yang memiliki volume yang tetap, ini
akan membuat peningkatan tekanan jaringan dan tekanan vena juga meningkat.
Ketika tekanan interstisial melebihi CPP, maka akan membuat arteri dan otot
menjadi kolaps dan berujung dengan iskemik jaringan. Respon tuubuh terhadap
iskemik adalah pelepasan substansi yang menyerupai histamin yang
meningkatkan permeabilitias vaskuler. Hal ini membuat terjadi kebocoran plasma
dan terjadi sumbatan darah di kapiler kecil yang semakin memperburuk iskemia
yang terjadi. Selanjutnya yang terjadi adalah miosit akan melisiskan diri dan
protein miofibrilar berubah menjadi partikel osmotik yang aktif menarik air dari
arteri.
Satu miliosmol (mOsm) diperkirakan memiliki/menggunakan tekanan
19,5 mmHg, sehingga peningkatan yang relatif kecil pada partikel osmotik aktif
dalam kompartemen tertutup menarik cairan yang cukup untuk menyebabkan
kenaikan lebih lanjut dalam tekanan intramuskular. Ketika aliran darah jaringan
berkurang jauh, iskemia otot dan berikutnya edema sel memburuk.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan
secara terus-menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah
meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler,
sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh
meningkatnya tekanan intrakompartemen.
9
Penekanan terhadap saraf perifer di sekitarnya akan menimbulkan nyeri
hebat. Bila terjadi peningkatan intrakompartemen maka tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale).
Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan
menyebabkan kerusakan ireversibel (nekrosis) pada komponen tersebut.
Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi
yang terus menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana
terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun,
dan pasien akan mengalami kram otot. Biasanya yang terkena adalah
kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah. Otot dapat
membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara
dari tekanan intrakompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan
tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen
sindrom yaitu, antara lain:
a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
b.Theory of critical closing pressure
Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan
tekanan mural arteriol yang tinggi. Tekanan transmural secara signifikan
berbeda (tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk
memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan
arteriol menurun, maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini
dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya
adalah arteriol akan menutup
c. Tipisnya dinding vena
10
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir
secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi
tekanan jaringan sehingga drainase vena terbentuk kembali.
McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan
diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai
korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5P
yaitu:
1. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling
penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan
klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia
lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan
gejala yang spesifik dan sering. Biasanya nyeri yang dirasakan dideskrpsikan
seperti terbakar. Nyeri tidak bisa dijadikan dasar pasti untuk diagnosa,
contohnya pada kasus fraktur terbuka, kita tidak tahu rasa sakitnya berasal
dari frakturnya atau dari peningkatan komparemen.
2. Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
3. Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
Pulsasi perifer biasanya normal terutama pada ekstremitas atas pada
sindrom kompartemen akut.
11
4. Paresthesia (rasa baal)
Parastesia atau baal adalah gejala yang tidak biasa diandalkan untuk
keluhan awal, penurunan hasil pemeriksaan 2 titik lebih bisa diandalkan pada
saat awal untuk mendiagnosis.
5. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen
sindrom.
Pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:
a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
b.Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
12
G. Penegakan Diagnosa
Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan
diagnosa sindrom kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan
intrakompartemen. Pengukuran intrakompartemen ini diperlukan pada pasien-
pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien
yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multipel trauma seperti
trauma kepala, medula spinalis, atau trauma saraf perifer.
Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat
dan iskemia relatif ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan
diastolik. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan
tekanan diastolik.
Dalam mendiagnosis suatu kasus sindrom kompartemen, sama seperti
kasus lainnya, dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan
dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda
khas dari sindrom kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat membantu
penegakan diagnosis.
Pada anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri hebat
setelah kecelakaan atau patah tulang, ada dua yang dapat dijadikan dasar untuk
mendiagnosis kompartemen sindrom yaitu nyeri dan parestesia (namun
parestesia gejala klinis yang datangnya belakangan).
13
Pada pemeriksaan fisik kita harus mencari tanda-tanda fisik tertentu
yang terkait dengan sindrom kompartemen, diawali dengan rasa nyeri dan rasa
terbakar, penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada
bagian distal didapatkan pallor (pucat) dan pulseness (denyut nadi melemah)
akibat menurunnya perfusi ke jaringan tersebut. Menindaklanjuti pemeriksaan
fisik penting untuk mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain
nyeri pada saat istirahat atau saat bergerak dan nyeri saat bergerak ke arah
tertentu, terutama saat peregangan otot pasif dapat meningkatkan kecurigaan
kita dan merupakan awal indikator klinis dari sindrom kompartemen. Nyeri
tersebut biasanya tidak dapat teratasi dengan pemberian analgesik termasuk
morfin. Kemudian bandingkan daerah yang terkena dan daerah yang tidak
terkena.
H. Diagnosis Banding
Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit
dibedakan dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan
saraf primer, dengan beberapa ciri yang sama yang ditemukan pada masing-
masingnya.
Pada sindrom kompartemen kronik didapatkan nyeri yang hilang timbul,
dimana nyeri muncul pada saat berolahraga dan berkurang pada saat
beristirahat. Sindrom kompartemen kronik dibedakan dengan claudicatio
intermittens yang merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai
bawah karena latihan dan berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2-
5 menit setelah beraktivitas. Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi atau
obstruksi pada arteri bagian proksimal, tidak ada peningkatan tekanan
kompartemen dalam hal ini. Sedangkan sindrom kompartemen kronik adanya
kontraksi otot berulang-ulang yang dapat meningkatkan tekanan intramuskular,
sehingga menyebabkan iskemia kemudian menurunkan aliran darah dan otot
menjadi kram.
Diagnosis banding dari sindrom kompartemen antara lain:
1. Cellulitis
14
2. Coelenterate and Jellyfish Envenomations
3. Deep Vein Trombosis and Thrombophlebitis
4. Gas Ganggrene
5. Necrotizing Fasciitis
6. Peripheral Vascular Injuries
7. Rhabdomyolysis
I. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus-kasus dengan sindrom kompartemen dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, antara lain:
1. Laboratorium
Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk
mendiagnosis kompartemen sindrom, tetapi dapat menyingkirkan diagnosis
banding lainnya.
a. Hitung sel darah lengkap
b. Creatinin phosphokinase (CPK)
Jika nilainya berkisar 1000-5000 U/ml bisa menjadi tanda adanya
sindrom kompartemen. Jika dilakukan tes serial CPK dan hasil meningkat
bisa menjadi indikai sedang terjadinya proses sindrom kompartemen.
c. Mioglobin serum
d. Mioglobin urin
e. Toksikologi urin: dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
f. Urin awal: bila ditemukan mioglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke
diagnosis rhabdomyolysis.
g. Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time
(APTT): untuk persiapan preopratif
2. Imaging
Pemeriksaan ini biasanya kurang membantu dalam menegakkan
diagnosis sindrom kompartemen tetapi pemeriksaan ini digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
15
a. X-ray/Rontgen: pada ekstremitas yang terkena, pemeriksaan ini digunakan
untuk melihat ada tidaknya fraktur.
b. USG
USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT) di ektremitas bawah, selain
itu, bisa untuk mngevaluasi otot yang robek. Tetapi pemeriksaan USG
sendiri tidak berguna dalam menegakkan sindrom kompartemen, tetapi
untuk diagnosis banding lainnya.
c. CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding saja.
3. Pengukuran tekanan kompartemen
Kateter Stic
Kateter stic adalah alat portable yang memungkinkan untuk
mengukur tekanan intrakompartemen secara terus-menerus. Pada kateter
stic, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan kateter melalui celah
kecil pada kulit ke dalam kompartemen otot. Sebelumnya kateter
dihubungkan dengan transduser tekanan dan akhirnya tekanan
intrakompartemen dapat diukur.
Alat tranduser yang dihubungkan dengan kateter bisa digunakan
untuk mengukur tekanan kompartemen, ini adalah cara yang paling akurat
untuk mengukur tekanan dan mendiagnosa sindrom kompartemen. Untuk
sindrom kompartemen akut tekanan berkisar 30-45mmHg, tetapi masih
dijadikan perdebatan. Pemeriksaan ini merupakan kriteria standard dan
harus menjadi prioritas untuk sindrom kompartemen. Alat yang digunakan
adalah Stryker pressure tonometer.
16
Alat Pengukur Tekanan Kompartemen
17
Teknik Jarum (Whitesides)
Teknik Whitesides merupakan cara yang paling sederhana, mudah
dikerjakan, aman, murah, dan dapat diulang-ulang, namun tidak dapat
memonitor secara kontinu. Pada metode Whitesides, tindakan yang
dilakukan adalah memasukkan jarum yang telah dihubungkan dengan alat
pengukur tekanan ke dalam kompartemen otot. Alat pengukur tekanan yang
digunakan adalah modifikasi dari manometer merkuri yang dihubungkan
dengan pipa (selang) dan stopcock tiga arah.
Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg
dari diastol, maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan sindrom
kompartemen kronik, tes ini dilakukan setelah aktivitas yang menyebabkan
nyeri.
J. Terapi/Penanganan
Tujuan dari terapi/penanganan sindrom kompartemen adalah
mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran
darah lokal, melalui bedah dekompresi. Penanganan yang menjadi pilihan
untuk sindrom kompartemen akut adalah dekompresi. Walaupun fasciotomi
disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti masalah
memilih waktu yang tepat masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan
fasciotomi.
18
Terapi/penanganan sindrom kompartemen secara umum meliputi:
1. Terapi Non Medikamentosa
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam
bentuk dugaan sementara. Bentuk terapi ini meliputi:
a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan
aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus dibuka dan
pembalut kontriksi dilepas. Semua perban dan gips harus dilepas.
Melepaskan 1 sisi gips bisa mengurangi tekanan intrakompartemen sebesar
30%, melepaskan 2 sisi gips dapat menghasilkan pengurangan tekanan
intrakompartemen sebesar 35%.
c. Pada pasien dengan fraktur tibia dan sindrom kompartemen dicurigai,
lakukan imobilisasi pada tungkai kaki bawah dengan meletakkan plantar
dalam keadaan fleksi. Hal ini dapat menurunkan tekanan kompartemen
posterior yang mendalam dan tidak meningkatkan tekanan kompartemen
anterior. (Pasca operasi, pergelangan kaki diletakkan dalam posisi 90°
untuk mencegah deformitas equinus)
2. Terapi Medikamentosa
a. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindroma kompartemen.
b.Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
c. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,
dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi
sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.
19
d.Obat-obatan opiod, non-opoid, dan NSAID digunakan untuk mengatasi
rasa nyeri. Tetapi harus diperhatikan efek samping dari obat-obatan
tersebut sebelum memilih obat mana yang akan digunakan.
3. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30
mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot.
Jika tekanannya <30 mm Hg, maka daerah yang terkena cukup
diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau
keadaan membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati.
Akan tetapi, jika memburuk, maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.
Secara umum pada saat ini, banyak ahli bedah menggunakan tekanan
kompartemen 30 mmHg sebagai indikasi untuk melakukan fasciotomi.
Mubarak dan Hargens merekomendasikan dilakukannya fasciotomi dilakukan
pada pasien berikut:
Pasien yang normotensif dengan temuan klinis yang positif, yang
memiliki tekanan intrakompartemen yang lebih besar dari 30 mmHg, dan
durasi tekanan yang meningkat tidak diketahui atau dianggap lebih dari 8
jam.
Pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadar, dengan tekanan
intrakompartemen lebih dari 30 mmHg.
Pasien dengan hipotensif dan tekanan intrakompartemen yang
lebih besar dari 20 mmHg.
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan
insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena
20
lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi
yang lebih luas dan risiko kerusakan arteri dan vena peroneal.
3.HBO (Hyperbaric Oxygen Therapy)
HBO mencetuskan untuk terjadinya hyperoxic vasoconstriction,
dimana yang bisa mengurangi pembengkakan dan meningkatkan aliran darah
dan oksigenasi lokal. Selain itu, juga meningkatkan tekanan oksigen pada
jaringan dan membantu jaringan yang masih hidup untuk bertahan.
K. Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan
segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:
1. Nekrosis pada saraf dan otot dalam kompartemen yang
ireversibel/permanen
2. Kontraktur volkman: merupakan pemendekan otot-otot lengan bawah
permanen merupakan hasil trauma, yang memberikan deformitas tangan
21
menjadi clawlike di tangan, jari-jari tangan, dan pergelangan tangan.
Biasanya terjadi pada anak-anak.
3. Jaringan parut otot, kontraktur, dan kehilangan fungsi anggota badan;
4. Infeksi
5. Rhabdomyolysis
6. Kerusakan ginjal/acute kidney injury (AKI)
L. Prognosis
Prognosis ini tergantung dari waktu saat menentukan diagnosis dan
pengambilan tindakan pengobatan. Hal lain yang mempengaruhi juga adalah
daerah tempat terjadinya sindrom kompartemen, serta penggunaan ektremitas
tersebut dalam akitivitas sehari-hari. Sindrom kompartemen akut cenderung
memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4
jam. Kerusakan ireversibel terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat,
dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi
dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami defisit motorik
dan sensorik yang persisten.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sindrom kompartemen (CS) adalah sebuah kondisi yang mengancam
anggota tubuh dan jiwa, yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah
jaringan yang tertutup, mengalami penurunan. Secara tegas, saat sindrom
kompartemen tidak teratasi, maka tubuh akan mengalami nekrosis
22
jaringan/gangguan fungsi yang permanen. Walaupun fraktur pada tulang panjang
merupakan penyebab tersering dari kompartemen sindrom, trauma lainnya juga
dapat menjadi penyebabnya. Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen
telah ditemukan di tangan, lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh
ekstremitas bawah. Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini,
termasuk cedera akibat olahraga berat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dandy DJ, Dennis JE. Esential Orthopaedics and Trauma. China: Churchill
Livingstone Elsevier. p:38-40; 112-4.
2. Medline Plus (2008). Compartement Syndrome. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/articl e . (Diunduh bulan Oktober
2013).
3. Konstantakos EK, Dalstrom DJ, Nelles ME, Laughlin RT, Prayson MJ
(December 2007). Diagnosis and Management of Extremity Compartment
Syndromes: An Orthopaedic Perspective. Am Surg 73 (12): 1199–209. PMID
18186372. (Diunduh bulan Oktober 2013).
23
4. Richarf P (2009). Compartment Syndrome, Extremity. Available at:
http://www.emedicine.com/EMERG/topic739.htm. (Diunduh bulan Oktober
2013)
5. Undersea and Hyperbaric Medical Society. Crush Injury, Compartment
syndrome, and Other Acute Traumatic Ischemias. Available at:
http://www.uhms.org/ResourceLibrary/Indication... (Diunduh bulan Oktober
2013)
6. Syamjuhidayat, De Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal
462; 853.
7. Compartemen Syndrome. Available at:
http://www.scribd.com/doc/27320465/Compartment Syndrome . (Diunduh
bulan Oktober 2013)
8. Compartement Syndrome. Available at:
http://ww:answer.com/topic/compartementsyndro me . (Diunduh bulan
Oktober 2013)
9. Compartement Syndrome. http://emedicinemedscape.com/article/1269081.
(Diunduh bulan Oktober 2013)
10. Kare J. Volkman Contracture. Available at:
emedicene.medscape.com/article/1270462-overview. (Diunduh bulan
Oktober 2013)