Upload
phamthu
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1. NasrHamidAbuZayd“Dicekal”MenteriAgama
edisi
Desember 2007
5
Kalau peristiwa ini terjadi pada masa Orde Baru, mungkin bisa dimaklumi. Tapi karena terjadi pada era demokrasi dimana kebebasan berpikir dan berekspre
si dijamin konstitusi, maka pelarangan seseorang berbicara sungguh sulit diterima akal sehat. Kali ini menimpa Prof. Nasr Hamid Abu Zayd.
Intelektual muslim asal Mesir yang kini tinggal di Belanda dilarang menjadi pembicara atas perintah Menteri Agama (Menag) HM. Maftuh Basyuni pada Seminar Internasional Islam di Malang yang digelar Selasa (27/11/2007). Pelarangan itu diterima Abu Zayd setelah dirinya tiba di Surabaya, Minggu (25/11/2007). Direktur Perguruan Tinggi Islam Departemen Agama (Depag) Abdurahman Mas’ud beralasan, seperti dilansir the Jakarta Post (Senin, 26/11/2007), pelarangan itu karena Depag mendapat tekanan dari pihak yang menamakan diri masyarakat dan organisasi Islam. Atas pembatalan itu, mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengundang Abu Zayd untuk berdiskusi dan jumpa pers dengan tema Islam dan Kebebasan Berpikir di Kantor WAHID Institute, Jakarta, Senin (26/11/07).
Abu Zayd adalah pemikir Islam asal Mesir yang memperkenalkan metode pengkajian alQur’an dengan pendekatan hermeneutika. Karena pemikirannya itu, Abu Zayd difatwa sesat oleh Mufti Mesir. Ceritanya bermula di bulan Mei 1992. Abu Zayd mengajukan promosi untuk menjadi guru besar di Fakultas Sastra Universitas Kairo. Beserta berkas yang diperlukan, ia melampirkan semua karya tulisnya yang sudah diterbitkan. Enam bulan kemudian, 3 Desember 1992, keluar keputusan: promosi ditolak! “Tapi kini pencekalan itu sudah dicabut. Isteri saya mengajar di Universiar Kairo Mesir,” ujarnya heran mengapa di Indonesia justeru baru sekarang dirinya dicekal, padahal di Mesir justeru sudah dicabut.
KebebasanBerpikirKianTerancam
Sinopsis
Mengagetkan! Di era demokrasi seperti sekarang ini masih ada pencekalan. Profesor Nasr Hamid Abu Zayd,
seorang pemikir Islam asal Mesir yang sekarang menetap di Leiden Belanda, dicekal oleh Menteri Agama untuk bicara di sebuah kampus di Malang dengan alasan ada tekanan dari ormas Islam. Peristiwa ni menunjukkan, kebebasan berpikir dan berekspresi di Indonesia terancam. Eskalasi penyesatan juga kian subur, seiring terbitnya 10 kreteria sesat yang dikeluarkan MUI.
Dari Bulukumba tersiar kabar baru, 20 kepala desa di Kab. Bulukumba sepakat menerapkan hukum potong tangan bagi pencuri. Alasannya, polisi tidak mampu menyelesaikan masalah pencurian yang hampir tiap hari terjadi. Dilihat dari politik hukum pidana di Indonesia, hukum potong tangan tidak dikenal. Bila keinginan ini lolos, tentu saja akan muncul banyak masalah, baik pada tingkat politik hukum pidana maupun dari sisi potensi anarkisme hukum.
Selain melaporkan peristiswa di atas, Monthly Report V the WAHID Institute kali ini juga dilengkapi tabel untuk merekam peristiwa yang terus terjadi, meliputi penyerangan dan ancaman terhadap Jemaah Ahmadiyah, penangkapan anggota al-Qiyadah al-Islamiyah di berbagai daerah, dan kasus-kasus tempat ibadah. ■
Susunan Redaksi Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Nurul H Ma’arif, Abd Moqsith Ghazali. Staf Redaksi: M. Subhi Azhari dan Nurun Nisa’ | Lay out: Widhi Cahya Alamat Redaksi: The Wahid Institute Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta 10320 Website: www.wahidinstitute.org Email: [email protected]
Kontributor: Akhdiansyah NTB, Suhendy Jawa Barat, Nur Kholik Ridwan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Alamsyah M. Dja’far Jakarta, Zainul Hamdi Jawa Timur, Syamsul Rijal Makassar. Kerjasama dengan TIFA Foundation
Monthly Report on ReligiouS iSSueS
kasus-kasusbulanini
kasus-kasusbulanini
�
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007
The Wahid Institute
Pencekalan yang menimpa Abu Zayd adalah salah satu akibat dari wewenang MUI yang dianggap tinggi oleh Presiden RI. “Presiden kok ngaku akan nuruti keputusan MUI. Masak, MUI ditinggikan posisinya sederajat dengan Mahkamah Agung,” ujar Gus Dur dalam konferensi pers itu. “Konstitusi menjamin kemerdekaan berpikir dan kebebasan berbicara. Dan itu dilanggar Menag,” imbuh Gus Dur. Keberanian Menag ini, menurut Gus Dur, karena presidennya penakut.
Abu Zayd menyesalkan pencekalan Menag RI
ini. Karena kegiatan itu sudah mendapat restu dari pemerintah enam bulan sebelumnya. Apa
lagi, ungkap Abu Zayd, pencekalan hanya diinformasikan melalui SMS oleh Abdur
rahman Mas’ud. SMS bukanlah surat resmi seperti lazimnya sebuah birokrasi.
“Ada seseorang yang sangat powerful di sini. Sehingga melalui SMS saja dia bisa mence
kal seseorang untuk berbicara,” ujarnya kesal. Karena keberatan itulah, Abu Zayd mengatakan bukan tidak mungkin dirinya mengajukan pencekalannya ke Mahkamah Internasional. ■
Peristiwa yang terjadi di Padang Sumatera Barat merupakan efek dari penyesatan pada kelompok alQiyadah alIslamiyah.
Hal ini berawal dari penggerebegan yang terjadi pada 2/10/07 pukul 07.30 di kediaman Sdri Maria Ningsih, di Jln. Dr. Soetomo No. 12 Padang. Sekitar 30 orang yang mengaku representasi umat Islam menuduh rumah Maria Ningsih sebagai tempat menyebarkan aliran alQiyadah Islamiyah. Dalam penggerebegan itu, Poltabes Padang mengamankan pemilik rumah dan keluarganya untuk menghindari tindakan kekerasan, sementara pihak penyerbu tidak tersentuh hukum.
Direktur Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA Padang) sekaligus anggota Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat Sudarto, lantas membuat pernyataan sikap atas nama Direktur PUSAKA dan menulis artikel. Pernyataan itu dimuat The Jakarta Post, Batam Post dan okezone.com. Karena tulisan itu, keluarga Maria Ningsih merasa mendapat dukungan perihal kebebasan berkeyakinan. Ia lantas datang ke kantor Komnas HAM Sumatera Barat bermaksud meminta perlindungan atas kasus penyerbuan rumah pribadinya.
Komnas HAM Sumatera Barat menyarankan pengikut alQiyadah alIslamiyah membuat surat pengaduan terkait hakhak sipol dan ekosobnya. Namun sejak awal Komnas HAM mewantiwanti, bahwa pihaknya tidak membela keyakinan, melainkan martabatnya sebagai warga negara. Pada 22/10/2007, pihak alQiyadah Islamiyah kembali mendatangi Komnas HAM Sumatera Barat dan diterima
Sudarto (divisi SIPOL). Beberapa hari kemudian, Sudarto diminta
Padang TV untuk menjadi narasumber kasus alQiyadah alIslamiyah, dipanel dengan Wakil Front Pembela Islam (FPI) Sumatera Barat, Drg. Amri Mansyur. Dalam pokokpokok pikirannya, Sudarto menyatakan, tindakan main hakim sendiri atas kelompok yang dianggap sesat berpotensi melanggar HAM. Sementara Amri Mansyur berjanji akan membunuh orang yang melecehkan Islam.
Pada 7/11/07, sekelompok ormas (KPSI, FPI, HTI) di bawah pimpinan Irfianda Abidin SE, melakukan demontrasi ke Poltabes Padang dan Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat. Dalam salah satu spanduknya tertulis: Habisi Seluruh Aliran Aesat dan Sudarto. Karena orang yang dicari, Sudarto, tidak ada di kantor, mereka bermaksud menyerbu Kantor PUSAKA Padang di Jln. Purus I No. 8
Padang. Namun niat itu diurungkan. Melihat situasi yang tidak mengun
tungkan, Komnas HAM Sumatera Barat beraudiensi ke Polda Sumatera
Barat yang intinya menjelaskan posisi Komnas HAM dalam kaitan kasus alQi
yadah Islamiyah dan kasuskasus yang terindikasi terjadi pelanggaran HAM lainnya di Sumatera Barat. Mereka juga meminta perlindungan keamanan bagi anggota Komnas HAM Sumbar, khususnya Sudarto (9/11/07). Pada 12/11/07, Komnas HAM Subar mengirim surat resmi ke Poltabes Padang, yang isinya mohon perlindungan keamanan.
Pada 16/11/07, kembali sekelompok ormas Islam (KPSI, FPI dan HTI Sumatera Barat) mela
2. KasusPUSAKAPadang
kasus-kasusbulanini
The Wahid Institute �
Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007 ■
The Wahid Institute
kukan penggerebegan ke Kantor PUSAKA Padang dan memaksa melakukan pemeriksaan. Ini mereka lakukan, karena ada provokasi bahwa Kantor PUSAKA menjadi markas aliran sesat. Mereka mencari Sudarto, sebagai direkturnya. Namun pemilik rumah menghalangi, hingga terjadi ketegangan. Akibat penggerebegan dan provokasi
aliran sesat itu, sekelompok pemuda pengangguran (preman) memprovokasi untuk membakar
rumah Yosep Bejo Prakoso, meskipun niat itu urung dilaksanakan. Meski demikian, hal ini sempat mengancam keselamatan Yosep, karena dianggap keturunan Ti
onghoa dan nonmuslim. ■
Pada edisi sebelumnya, sudah dilaporkan bahwa MUI Indramayu mengeluarkan fatwa bahwa penganut Dayak Segandhu
Losarang Indramayu sesat. Fatwa itu diperkuat oleh Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Indramayu. Untuk mempertahankan keyakinannya, sejumlah perwakilan aliran kepercayaan pimpinan Takmad Diningrat itu minta perlindungan ke Komnas HAM di Jakarta (8/11/07). Pimpinan Suku Dayak Losarang, Takmad Diningrat melalui juru bicaranya, Dedi mengungkapkan, pihaknya sengaja datang ke Komnas HAM karena keyakinan dan budaya yang dijalani secara damai telah dihalanghalangi bahkan dianggap sesat, sehingga harus dibekukan.
Ketua MUI Kab. Indramayu, KH. Ahmad Jamali membenarkan dirinya telah menerima informasi bahwa Komnas HAM akan melakukan pembelaan terkait hasil telaah Pakem. “Silahkan saja melakukan pembelaan. Tapi kami dan Pakem akan tetap mempertahankan hasil telaah,” tutur Ahmad Jamali. Sementara itu, berbagai kalangan meminta kepolisian segera menangkap Pangeran Takmad Diningrat (70). Selain membidik pimpinannya, polisi juga diminta untuk menciduk tokohtokoh serta para pengikut aliran yang tumbuh subur di pemukiman Blok Pintu Air, Desa Krimun, Kec. Losarang, Indramayu itu.
Camat Losarang, Drs. Prawoto mengaku belum menerima surat ataupun intsruksi secara formal untuk melakukan langkah pembekuan. Namun, pihaknya bersama unsur muspika, MUI, serta tokoh masyarakat, telah melangkah lebih jauh untuk menghentikan penyebarannya. Lebih jauh Prawoto menge
mukakan, jika mereka tidak menghiraukan peringatan ini, maka sanksi yang akan dijatuhkan mengarah pada pasal 156 KUHP tentang penodaan agama (Radar Cirebon, 9/11/07)
Meski terus mendapat tekanan, komunitas Dayak Losarang tidak tinggal diam. Sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan Pakem Kab. Indramayu, ratusan pengikut aliran ini ngelurug Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu, (20/11/07). Mereka memprotes keras dan menolak hasil telaah Pakem yang menyatakan Suku Dayak sesat dan harus dibubarkan.
Ratusan pengikut Suku Dayak Losarang diangkut menggunakan truk mendatangi kantor Kejari. Kedatangan mereka ditemui Ketua Pakem Indramayu Udjijono SH, didampingi Kapolres AKBP Syamsudin Djanieb, Ketua MUI KH. Ahmad Jamali, serta Dandim 0616 yang diwakili Pasi Intel Kapten (Inf) Andar. Perwakilan Komnas HAM, Ahmad Baso dan
Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, Elen, yang ikut mengawal Dayak Losa
rang mengadakan pertemuan secara tertutup dengan anggota Pakem.
Situasi memanas menyusul perang mulut antara ketua dan anggota Suku
Dayak Losarang, Pangeran Takmad Diningrat dan Tarka, dengan Kapolres AKBP Syamsudin Djanieb. Takmad dan Tarka tidak terima pemberian batas waktu oleh Kapolres Djanieb selama enam bulan agar Suku Dayak segera menghentikan aktivitasnya. Bahkan, mereka sempat saling dorong dengan Kapolres Djanieb. Karena situasinya terus memanas, Djanieb berusaha menahan emosi dan langsung masuk ke mobil dinasnya.
3. DayakLosarangIndramayuMengadukeKomnasHAM
kasus-kasusbulanini
kasus-kasusbulanini
�
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007
The Wahid Institute
Ahmab Baso, perwakilan Komnas HAM menjelaskan, saat ini pihaknya tetap akan melakukan kajian terhadap keputusan Pakem yang menyatakan Suku Dayak Sesat. Dijelaskannya, Komnas HAM sebatas melakukan kajian, memantau, melakukan mediasi dan penyuluhan terhadap persoalan ini. ”Jadi, tidak serta merta Pakem bisa langsung begitu saja membubarkan. Akan tetapi perlu dikaji ulang sejauh mana keputusan tersebut,” tandasnya, seraya meminta semua pihak arif membuat keputusan, sehingga tidak menimbulkan gejolak.
Sementara Kapolres AKBP Syamsudin Djanieb bersama anggota Pakem lainnya tetap konsisten dengan hasil telaahnya. ”Kami tinggal menunggu hasil akhir keputusan dari Bupati Indramayu. Setelah itu baru kami akan
melakukan tindakan tegas,” katanya. Ketua Suku Dayak Losarang kukuh menolak hasil telaah Pakem itu. Bahkan, Takmad cs meng
ancam akan melakukan perlawanan dengan siapa pun yang menghalanghalangi keper
cayaannya.Menurut Takmad, keyakinan
yang digelutinya bersama ribuan pengikut yang tersebar di pelosok
desa itu telah ada sejak 1972. “Suku Dayak bukan agama, melainkan adat atau
budaya yang selama ini diyakini oleh komunitas yang jauh dari makanan yang bernyawa.
Pemerintah juga harus adil dalam bertindak. Jangan seenaknya sendiri. Kami bersama ribuan pengikut Suku Dayak tidak akan membubarkan diri, meski Pakem menyatakan sesat,” tegas Takmad (Radar Cirebon, 21/11/07). ■
Ratusan orang mengatasnamakan warga Tana Beru Kec. Bontobahari, Bukukumba Sulawesi Selatan, menyerang
sebuah rumah yang diyakini sebagai tempat ibadah jemaah Tarekat Naqsabandiyah (17/11/07) pukul 22.30 WITA. Para penyerang menggunakan batu dan senjata tajam. Rumah permanen yang menjadi tempat zikir kelompok ini hancur dan rata dengan tanah. Beberapa orang terluka, termasuk Andi Muhammad Ridwan, pimpinan tarekat ini. Selain itu, sekitar 60an jamah tarekat dievakuasi ke kantor Polsek Bontobahari.
Tak diketahui pasti dari mana datangnya orangorang itu. Tibatiba saja mereka sudah menyemut dan berdatangan dari beberapa arah menuju lokasi. Ratarata mereka membawa pentungan dan batu, dengan wajah ditutupi cadar atau sarung. Beberapa orang nampak berambut gondrong. Sampai di lokasi, mereka memutus aliran listrik. Keadaan menjadi gelap. Beberapa jamaah Naqsabandiayah yang masih ada di lokasi (saat itu sekitar tujuh orang masih di bangunan itu, yang lainnya sudah pulang, karena acara zikir telah selesai), gelagapan. Dai atau penganjur Naqsabandiyah di daerah ini, Ridwan tersandung dan terjatuh hingga keningnya berdarah. Sementara massa yang menyerang mulai melempari bangunan itu.
Jamaah Naqsabandiyah yang ada di lokasi, tidak bisa berbuat apaapa. Mereka hanya bisa diam menyaksikan bangunan yang selama ini mereka tempati beribadah dihancurkan massa. Untung saja, massa tidak menyerang jemaah Naqsabandiyah, sehingga tidak ada korban. Beberapa saat kemudian, kepolisian Kapolsek Bontobahari ditambah personil Kapolres Bulukumba datang. Mereka segera mengevakuasi jemaah Naqsabandiyah yang ada di lokasi. Jemaah dibawa ke Kapolsek Bontobahari. Sebagian bahkan dibawa ke Kapolres untuk dimintai keterangan.
Soal pengrusakan bangunan, tak ada tindakan berarti dari kepolisian untuk
mencegahnya, kecuali hanya berusaha menenangkan massa. Salah seorang
polisi menjelaskan, mereka tidak sanggup berbuat banyak karena
jumlah massa sangat banyak, sekitar 300 orang. Polisi malah bisa diserang,
katanyaPeristiwa penyerangan Naqsabandiyah di
Tanah Beru ini, jauh hari sudah diprediksi Mardianto, pimpinan Naqsabandiyah di Bulukumba, yang juga dosen STAI alGhazali. Pimpinan Naqsabandiyah memperingatkan agar aktivitas Naqsabandiyah di Tanah Beru dihentikan sementara. Mardianto memprediksi demikian, karena dia mendapat infor
4. TarekatNaqsabandiyahBulukumbaDiserang
kasus-kasusbulanini
The Wahid Institute �
Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007 ■
The Wahid Institute
masi tentang pandangan masyarakat Tanah Beru terhadap Naqsabandiyah yang negatif. Di masyarakat beredar informasi, Naqsabandiyah ini sesat; perekrutan anggota harus bayar, jemaah tidak shalat Jum’at, tidak naik haji, dan perekrutan anggota dimulai dengan ujian yang aneh. Calon jemaah harus terlebih dahulu masuk ke kamar tertentu secara berpasangan dan berlainan jenis. Di kamar itu mereka telanjang. Yang bisa bertahan tidak melakukan apaapa hingga pagi, merekalah yang resmi diterima sebagai jemaah Naqsabandiyah.
Informasi inilah yang dijadikan alasan penyerangan. Jelas, menurut Mardianto, informasi ini keliru. Apa yang diasumsikan masyarakat tentang Naqsabandiyah berbeda 180 derajat dari kenyataannya. Pertanyaannya: siapa yang mengedarkan informasi keliru itu? Informasi yang diperoleh dari lapangan menyebutkan, itu muncul dari kalangan jemaah Naqsabandiyah sendiri. Mereka bilang lebih nikmat berzikir ala Naqsabandiyah daripada naik haji. Atau, tidak usah shalat Jum’at bila sudah ikut Naqsabandiyah.
Betulkah demikian? Menurut Mardianto, memang ada jemaah yang menjelaskan Naqsabandiyah kurang tepat, tapi tidak sejauh itu. Menurutnya, ini bukan persoalan Naqsabandiyah, tapi soal penolakan terhadap tarekat dan tasawuf oleh beberapa kelompok di masyarakat yang kemudian mengatasnamakan warga Tanah Beru secara keseluruhan. Terbukti, setelah MUI Bulukumba melalui ketuanya KH. Mahdi mengeluarkan pernyata
an, bahwa Naqsabandiyah tidak sesat dan tarekat mu’tabarah di Indonesia (Tribun Timur, 21/11/07), kelompok yang mengatasnamakan masyarakat Bonto Bahari masih menolaknya.
Alasan penolakan ini akhirnya terungkap pada saat dialog pemerintah, tokoh masyarakat, pihak Naqsabandiyah dan beberapa organisasi Islam. Saat itu, pihak Naqsabandiyah membantah semua asumsi tentang mereka yang beredar di masyarakat dan menjelaskan apa sesungguhnya Naqsabandiyah itu. Namun beberapa masyarakat tetap menolak. Saat itu,
orangorang yang berasal dari jaringan Wahdah Islamiyah menyatakan tidak bisa
menerima Naqsabandiyah, karena masyarakat di daerah itu belum siap memahami tarekat dan tasawuf.Celakanya, penolakan beberapa kelom
pok masyarakat itu justru didukung pemerintah setempat. Baik lurah maupun camat menegaskan, karena masyarakat masih sulit menerima Naqsabandiyah, maka pemerintah tidak bisa memberikan izin. Pihak Kapolsek juga menyatakan tidak bisa memberi jaminan perlindungan terhadap jemaah Naqsabandiyah bila masih tetap menjalankan aktivitasnya di Tanah Beru, Bonto Bahari.
Pernyataan bahwa masyarakat Tanah Beru sulit menerima tarekat dan tasawuf, tampak aneh. Bukankah masyarakat Tanah Beru terkenal dengan halhal mistik dan ritual lokalnya? Tanah Beru terkenal pula sebagai tempat pembuatan perahu Pinisi, yang mulai proses awal pembuatannya sampai siap untuk berlayar selalu disertai ritualritual khas lokal. ■
5. RencanaHukumPotongTangandiBulukumba
Resah dengan maraknya pencurian di wilayahnya, 20 perwakilan desa di Kec. Gantarang, Bukumba sepakat mem
berlakukan potong tangan bagi pelaku yang tertangkap tangan. Kesepakatan itu terungkap setelah dilakukan pertemuan seluruh kepala desa, Minggu, 18/11/07. Para kepala desa juga sepakat membentuk Forum Peduli Kamtibmas Pallawa Lipu. Ditunjuk sebagai Koordinator Kecamatan adalah Kepala Desa Gantarang, Andi Rukman. Selain pencuri,
pelaku judi dan penikmat minuman keras (miras) juga dikenai hukuman cambuk sebanyak 80 kali.
Beberapa bulan belakangan, pencurian memang marak di wilayah Polsek Gan
tarang. Selain kendaraan roda dua, hewan peliharaan seperti sapi dan
kuda, juga menjadi sasaran pencuri. Nyaris setiap malam, ada saja desa yang
disatroni maling. Anehnya, hingga saat ini tak satu pun pencuri yang berhasil dibekuk polisi. Jaringan pencuri yang sering beroperasi
kasus-kasusbulanini
kasus-kasusbulanini
�
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007
The Wahid Institute
6. PerusakanMasjidAssalamMirzadiCisurupanGarut
Pagi (10/10/07), sekitar 100 orang yang sebagian warga kampung Janggol Ds. Pamulihan Kec. Cisurupan Garut (500
meter dari lokasi kejadian) berjalan kaki mendatangi Kampung Pangauban. Tanpa negosiasi dengan pengurus Ahmadiyah di Kampung Pangauban, dengan menggunakan linggis, palu, kayu dan golok, mereka menghancurkan masjid yang biasa dipakai ibadah jema’ah Ahmadiyah. Setelah puas, mereka meninggalkan lokasi kejadian pukul 11.00 WIB. Selama penghancuran Masjid Assalam Mirza itu, pengurus dan jema’ah Ahmadiyah tidak melakukan reaksi apapun. Bahkan banyak dari mereka melarikan diri dari desanya untuk menghindari aksi massa.
Polsek Cisurupan dan Polres Garut serta anggota TNI Kodim 0611 Garut mendatangi TKP setelah para penghancur masjid itu bubar. Sekitar pukul 11.45 WIB, di Balai Desa
Pamulihan digelar pertemuan yang dihadiri Kepala Desa Pamulihan Pupu Jumanah,
Kapolsek Cisurupan AKP Sofyan BJ, Ketua MUI Kec. Cisurupan Aceng Ayi, pimpinan jema’ah Ahmadiyah
Desa Pamulihan Nandang, sejumlah tokoh masyarakat setempat serta 11 ang
gota Ahmadiyah Desa Pamulihan untuk membahas aktifitas mereka yang dianggap sudah tidak dikehendaki warga.
Sebagaimana kejadian serupa di tempat lain, tidak satu perusak pun dijadikan tersangka. Polisi hanya memasang police line di TKP.
di daerah ini memang dikenal sangat rapi dan terorganisir.
Desa Padang Kec. Gantarang yang dikenal sebagai desa percontohan pelaksanaan perda syariat Islam, sudah memberlakukan hukuman cambuk sejak beberapa tahun lalu. Tercatat, sudah beberapa kali warga setempat dihukum cambuk. Andi Rukman menegaskan, mereka kurang percaya lagi dengan kinerja aparat kepolisian. Pelaku yang tertangkap tangan, proses hukumnya sangat lama. Sanksinya juga ringan sehingga membuat pelaku tidak jera. ”Polisi mengaku selalu kesulitan mendapatkan barang bukti,” ujarnya. Kendati demikian, lanjut Rukman, pihaknya tetap berhatihati menerapkan hukuman ini agar tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
Kepala Polsek Gantarang, AKP Muhammad Jufri, mengaku menyambut positif kesepakatan itu. Hanya saja, kata Kapolsek, terlebih dahulu harus disetujui oleh Bupati atau Muspida setempat. Sebab, aksi itu cukup rawan karena masyarakat bisa berbuat anarkis dan main hakim sendiri.
Rencana memberlakukan hukuman potong tangan itu mengundang reaksi keras dari Wakil Bupati Bulukumba, Padasi. Namun, Padasi tak memberi pernyataan setuju atau tidak
terhadap hukuman ini. Dalam waktu dekat, Padasi berjanji akan mengundang seluruh kepala desa yang ikut dalam kesepakatan untuk memberlakukan hukum potong tangan di daerahnya. ”Saya belum menerima ada laporan seperti itu. Kesepakatan itu akan kita kaji,” kata Padasi di ruang kerjanya (21/11/07). Saat memberi keterangan, Padasi didampingi Asisten II, Rosali Liong, dan Kepala Badan Infokom, Nasaruddin Gau. Selain mengundang para kepala desa, Padasi juga mempersiapkan sebuah pertemuan khusus dengan Muspida Bulukumba lainnya. Meski belum ada jadwal
pastinya, namun pertemuan ini terlaksana dalam waktu dekat.
Dia menambahkan, kesepakatan kepala desa untuk menerapkan hukum potong tangan pada pelaku pen
curian akan dibicarakan dalam rapat Muspida dalam waktu dekat. Dijelaskan,
dalam perda tahun 2003 tentang perda keagamaan, tidak disebutkan bahwa pelaku pencurian dijatuhi hukum Islam, yakni potong tangan. Dalam perda itu hanya dijelaskan tentang baca tulis alQur’an, busana muslim, zakat dan pelarangan minuman keras. Padasi mengingatkan masyarakat agar tidak serta merta melakukan tindakan anarkis yang menjurus kriminal (Fajar, 22/11/2007). ■
kasus-kasusbulanini
The Wahid Institute �
Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007 ■
The Wahid Institute
Sampai saat ini, jema’ah Ahmadiyah belum membangun kembali masjid itu, karena ketakutan aksi massa terulang kembali. Menurut H. Baban Sohibul Bayan, tokoh masyarakat dan pengasuh Ponpes Fauzan Garut, aksi itu didasari Fatwa MUI bahwa Ahmadiyah sesat dan menyimpang dari Islam. (Indosiar, 10/10/07).
Kepala Desa Pamulihan mengatakan, aksi massa dipicu ketidakhadiran jema’ah Ahmadiyah yang berjumlah 27 orang (tujuh kepala keluarga) dalam pertemuan di Balai Desa Pamulihan pada Kamis 8 November 2007 untuk membicarakan laporan bahwa jema’ah Ahmadiyah tidak mau berbaur dengan masyarakat sekitar. Dalam hal zakat, mereka tidak mau berbagi dengan warga lain. Padahal menurut Kades Pamulihan, pada 2005 mereka
dan warga telah membuat perjanjian bahwa mereka akan berbaur dengan masyarakat dan tidak melakukan kegiatan secara berkelompok. Tapi perjanjian itu tidak ditaati jema’ah Ahmadiyah di Pamulihan (Harian Radar Ga-rut, 12/11/ 2007).
Pengurus Ahmadiyah Garut membantah bahwa jema’ah Ahmadiyah meresahkan
masyarakat dan tertutup. Namun mereka tidak mau memberi tanggapan atas kasus perusakan Masjid Assalam.
Tia dan Hendra, pengurus Ahmadiyah Garut mengatakan, berdasarkan hasil
rapat pengurus Ahmadiyah Garut, mereka tidak bisa memberikan tanggapan dan sikap atas peristiwa itu karena hal itu sudah diserahkan penanganannya kepada Pengurus Pusat Jema’ah Ahmadiyah. ■
7. AksiAntiSyi’ahdiBangilPasuruan
Kebencian terhadap Syi’ah kembali merebak di Bangil. Kali ini diwarnai aksi pengrusakan terhadap rumah
warga Syi”ah dan masjid. Massa bergerak dari sebuah pengajian bulanan menuju perkampungan Syi’ah, lalu mengumpatumpat dan melempari rumah dengan batu.
Senin, 26 November 2007 pengajian bulanan yang diselenggarakan oleh Yayasan Majelis Ta’lim wal Maulid Roudlatussalaf digelar dengan mengundang Habib Thohir bin Abdullah alKaff dari Tegal. Pengajian tersebut berisi tentang kebenaran aqidah ahlussunnah wal jamaah dan sesatnya aliran Syiah. Pengajian yang berlangsung jam 20.00 sampai 12.00 WIB ini dihadiri oleh sekitar 3500 orang pengikut ahlussunnah wal jamaah pimpinan Habib Umar bin Abdullah Assegaf.
Setelah pengajian, sebagian jamaah pengajian mendatangi kampung Syiah yang jaraknya kurang lebih 300 meter dari tempat pengajian, tepatnya di Jl. Dorang Bendo Mungal Bangil. Massa yang sudah terbakar oleh isi pengajian Habib Thohir bin Abdullah alKaff ini berbondongbondong mendatangi kampung Syiah tersebut dengan mengumpat dan mengolokolok Syiah sebagai aliran sesat dan kafir.
Suasana gaduh malam itu membuat panik semua warga di Jl. Dorang Bendo Mungal Bangil yang mayoritas penganut Syiah. Menurut keterangan Habib Husein Abdurrahman Assegaf—salah satu tokoh Syiah di Bangil, massa tidak hanya mengeluarkan umpatan dan cacian yang ditujukan kepada penganut Syiah, tetapi juga melakukan pengerusakan terhadap sebagian rumah warga dan masjid Jahrum (masjid Syiah) di daerah pemuki
man tersebut. “Ini merupakan tindakan kriminal yang diterima jamaah Syiah
dalam menjalankan keyakinannya,” tegas Habib Husein mengomentari
kejadian tersebut ketika ditemui di kediamannya. Hingga laporan ini dibuat, suasana tegang
masih menyelimuti warga. Umumnya mereka sangat sensitif dan tertutup terhadap orang asing karena ketakutan mendapat serangan susulan. Seorang penganut Syiah menyebutkan, aksi 26 November tersebut sebagai “penganiayaan terhadap kebebasan berkeyakinan,” sehingga mayoritas jamaah Syiah di kawasan tersebut sangat ketakutan.
Ketakutan ini beralasan karena ketegangan antara jamaah Sunni dan Syiah di Bangil ini sudah berlangsung lama. Gerakan anti Syiah di Bangil sudah pernah melakukan aksi mas
kasus-kasusbulanini
kasus-kasusbulanini
�
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007
The Wahid Institute
sa dalam jumlah besar pada Jumat, 20 April 2007. Aksi yang dipimpin langsung oleh Habib Umar bin Abdullah Assegaf tersebut menuntut agar Kejaksaan Negeri Bangil segera membubarkan Syiah yang dianggap sesat dan meresahkan masyarakat Bangil.
Pada aksi April tersebut, Kasi Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) Kantor Kejaksanaan Negeri Bangil, Aziz Widarto SH, berjanji akan menindaklanjuti tuntutan itu sambil menunggu keputusan Tim Pakem yang sedang mengumpulkan buktibukti ‘kesesatan’ ajaran Syiah, dan sejauh mana keresahan masyarakat terhadap persoalan ini. Waktu itu, Habib Umar menutup aksi dengan menyatakan komitmennya untuk menggelar aksiaksi serupa yang lebih besar jika janji Kejaksaan ternyata tidak direalisasikan.
Delapan bulan setelah itu, hubungan jamaah Sunni dan Syi’ah terus diselimuti ketegangan. Jamaah Sunni pimpinan Habib Umar merasa perlu membentengi diri dari ajaran sesat Syi’ah melalui penegasan kebenaran aqidah Sunni. Bahkan pengajian bulanan yang diinisiasi oleh Yayasan Majelis Ta’lim wal Maulid Roudlatussalaf sendiri, sengaja digelar dengan tematema ceramah yang kurang lebih berisi tentang hal itu. “Perbedaan Ahlussunnah wal Jamaah dan Syiah bukan perbedaan furu’iyah, tetapi sudah menyangkut masalah aqidah. Kita harus membentengi jamaah kita dari ajaranajaran sesat tersebut,” tegas Habib Umar ketika dihubungi di kediamannya, di sebelah utara Masjid Jami’ Bangil.
Meskipun anti Syi’ah, tapi Habib Umar menolak terlibat dalam aksi kericuhan yang berujung pada pengrusakan rumah warga Syi’ah pada Senin (26/11/07). “Saya tidak ada kaitannya dengan aksi tersebut,” tegasnya. Ia juga menolak hubungan aksi tersebut dengan pengajian bulanan yang dihadiri oleh Habib Thohir bin Abdullah alKaff. Sekali lagi Habib Umar menegaskan bahwa pengajian bulanan tersebut hanya berisi tentang peneguhan aqidah Sunnu, dan tidak ada himbauan atau agitasi yang mempengaruhi massa untuk menyerbu pemukiman Syi’ah.
Bisa dikatakan, gerombolan yang menyerbu pemukiman Syi’ah itu adalah massa cair yang mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan
aksi teror usai mengikuti pengajian tersebut. Tetapi tidak demikian halnya dalam pandangan jamaah Syi’ah. Pengajian itu sendiri menurut mereka sudah berlebihan dalam menyampaikan pesanpesan kebencian tentang Syi’ah. Habib Husein sendiri menganggap bahwa pengajian itu berlebihan dalam menyampaikan halhal yang sangat sensitif dan bisa membakar kemarahan massa. Seorang ibu (warga Jl. Dorang Bendo Mungal) yang sangat ketakutan ketika dimintai keterangan mengenai
kronologi penyerbuan pemukiman Syi’ah, serentak menghubunghubungkan pe
nyerbuan tersebut dengan isi pengajian bulanan Majelis Ta’lim wal Mau
lid Roudlatussalaf. “Itu pengajian yang isinya untuk menghasut dan menganiaya
orang (Syi’ah),” celetuknya ketus.Tidak ada isu baru dalam aksi penyerbuan
dan teror di pemukiman Syi’ah (26/11/07). Semua keterangan yang berhasil dihimpun menjelaskan bahwa aksi tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan tentang Syi’ah sebagai ajaran sesat dan meresahkan masyarakat Bangil. Isu ini pula yang mencuat dalam aksi anti Syi’ah pada April 2007.
Sekadar merekam ulang aksi anti Syi’ah pada April 2007, massa di bawah pimpinan Habib Umar bin Abdullah Assegaf waktu itu memang tidak hentihentinya meneriakkan hujatan bahwa Syi’ah sebagai ajaran yang menyimpang, sesat, mirip Yahudi dan bukan bagian dari Islam. Dari sejumlah poster dan spanduk yang sempat diabadikan, semua bertuliskan nada hujatan tentang Syi’ah yang sesat, seperti: Bebaskan Bangil dari Syiah; Syi’ah telah menghalalkan zina; Syi’ah = Yahudi;
Muth’ah = zina; Kami tidak rela Syi’ah berkeliaran di negeri kami; dan tentu
masih banyak lagi yang tidak terdokumentasi.
Hujatanhujatan ini pula yang keluar dari mulut massa yang menyerbu
pemukiman Syi’ah (26/11/ 2007). Tidak ada yang baru dari hujatan tersebut. Semuanya berakar pada pandangan bahwa Syi’ah sudah menyimpang dari ajaran Rasulullah. Habib Umar sendiri tidak ragu dengan kebenaran pandangan tersebut. “Memang demikianlah kebenaran tentang Syi’ah,” jawabnya tegas. Habib menganggap, keberadaan Syi’ah di Bangil sudah tidak bisa ditoleransi karena me
kasus-kasusbulanini
The Wahid Institute �
Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007 ■
The Wahid Institute
nyinggung kediriannya sebagai Muslim. Syi’ah dianggap menghalalkan apa yang
diharamkan umat Islam. Nikah muth’ah contohnya. Syi’ah juga mengajarkan shalat Jum’at sebagai fardlu ikhti-yari yang tidak wajib dilakukan seorang muslim. Syi’ah juga dianggap mengajarkan shalat fardlu cukup dilakukan tiga kali sehari, dengan meringkas waktu dluhur dan ashar, maghrib dan isya’. Dan yang lebih penting, Syi’ah menyerbarkan kebencian terhadap sahabatsahabat Nabi SAW dan Aisyah istri Nabi. “Semua
ini bukan furu’iyah, tapi perbedaan aqidah yang bisa merusak umat Islam,” tegas Habib
bersemangat. Demikianlah kurang lebih pandang
anpandangan aqidah yang membingkai aksi anti Syi’ah dan hujatanhu
jatan kebencian yang terus mewarnai aksiaksi tersebut. Bila isu yang mencuat
dari aksi penyerbuan perkampungan Syi’ah tidak berbeda dengan isu aksi pada April 2007, bukan tidak mungkin bahwa pelaku aksi sebenarnya adalah orangorang yang sama. ■
Aliran keislaman baru yang dituduh sesat juga berkembang di Jambi. Aliran itu menamakan dirinya Islam Model
Baru (IMB) yang didirikan oleh Edi Ridwan (40). Ia ditangkap polisi setempat bersama tiga pengikutnya, yakni Sudibyo (45), Sunaryo (38) dan Warsito (41). Kapolda Jambi, Brigjen Pol Drs. Carel Risakotta dalam keterangan persnya di Jambi, Senin (19/11/07) menegaskan, setelah mendapat laporan dari masyarakat, pendiri dan pengikut aliran sesat IMB dibekuk dan diamankan.
Hasil penyidikan dengan melibatkan tokoh agama dari MUI, Departemen Agama dan tokoh ormas Islam, aliran yang baru memiliki pengikut tiga orang itu dinyatakan sesat. Selain mengamankan empat tersangka juga diamankan barang bukti terdiri atas empat kitab alQur`an, empat kitab Injil, kamus bahasa ArabIndonesia, dan sejumlah buku tulis serta telpon genggam. Selain itu
juga diamankan puluhan lembar edaran berisi seruan dan peringatan ajaran mereka. Ratusan lembar sudah diedarkan di Jambi dan Jawa.
Dalam keterangan terpisah, Ketua MUI Jambi, Sulaiman Abdullah menjelaskan, sesatnya aliran IMB karena mereka mengajarkan semua agama yang ada sudah usang dan tidak perlu dipakai lagi. Dan yang mereka ajarkan adalah agama Islam Model Baru. Dalam ajarannya, Edi Ridwan dituduh mengajarkan, suatu saat akan lahir rasul baru menggantikan Nabi Muhammad. Ia juga tidak mewajibkan
shalat lima waktu dan shalat tidak perlu dilakukan bila akhlak kita belum baik,
karena orang yang rajin shalat saja masih banyak yang berbuat dosa. “Paham yang mereka ajarkan jelas
sesat dan menyimpang atau masuk dalam kategori 10 point yang difatwakan
MUI menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya,” kata Sulaiman Abdullah. (www.nu.or,id, 20/11/07). ■
7. “IslamModelBaru”diJambi
kasus-kasusbulanini
kasus-kasusbulanini
10
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007
The Wahid Institute
Jamaah Ahmadiyah indonesia No Tanggal dan
WaktuPeristiwa lokasi Pelaku Korban Dampak
1. 30/10/2007 Berbagai Ormas Islam gerebeg markas Ahmadiyah Padang
Jalan H Agus Salim, Padang Sumatra Barat
Berbagai ormas Islam
JAI Padang Perusakan papan nama dan teror psikologis
2. 10 November 2007 Pukul 09.00 sd 11.00 WIB
Masjid jamaah Ahmadiyah diobrakabrik massa. Sehingga pengikutnya lari menyelamatkan diri
Kampung Pangauban dan Cibulakan, Desa Pamulihan, Cisurupan dua kampung di Kecamatan Cisurupan, Garut Jawa Barat
Massa yang dikoordinis salah satu pesantren di Garut
23 JAI Garut Kerusakan materil dan ketakutan psikologis
3. 23 November 2007, pukul 13.15 WIB
Intimidasi dan ancaman penutupan terhadap pusat aktifitas Jemaah Ahmadiyah.
Jalan Balikpapan, Jakarta Pusat dan Kampung Duri Jakarta Barat
Kelompok Habib Abdurrahman Assegaf
JAI Ketakutan dan rasa tidak aman bagi Jemaah Ahmadiyah
4. 23 November 2007
Surat ancaman perang terhadap Jemaah Ahmadiyah Manis Lor, Kuningan
Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kuningan Jawa Barat
17 ormas Islam di Kuningan
JAI Manis Lor Kuningan Jawa Barat
Munculnya ketakutan di kalangan JAI Manis Lor
Al Qiyadah al islamiyahNo Tanggal dan
WaktuPeristiwa Lokasi Pelaku Korban Dampak
1 31/10/2007 Penahanan anggota al Qiyadah al Islamiyah
Desa Tebau, Peresak, Narmada, Lombok Barat NTB
Polsek Narmada, Lobar NTB
Abdul Malik Amrullah (22), anggota jemaah al Qiyadah
Hilangnya hakhak kebebasan berkeyakinan
2 2/11/2007 Sweeping anggota al Qiyadah al Islamiyah kelompok yang menamakan diri Formas (Forum Masyarakat Santri) di bawah pimpinan Godhi Nurhamidi
Sidomoyo Sleman Formas (Forum Masyarakat Santri) di bawah pimpinan Godhi Nurhamidi
6 pengikut Qiyadah
6 pengikut Qiyadah ini dipaksa untuk bertobat.45 pengikut AlQiyadah datang ke Polsek Depok Timur Sleman untuk meminta perlindungan keamanan.
3 2/11/2007 Larangan ajaran al Qiyadah sl Islamiyah di DIY oleh Kajati melalui Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi Nokep 129/O.4/11/2007, yang merupakan hasil kesepakatan Tim Badan Pengawasan dan Aliran Kepercayaan Masyarakat 4 Propinsi DIY
DIY Kepala Kejaksaan Tinggi DIY
Aliran al Qiyadah al Islamiyah
Semua hal yg berhubungan dan aliran QI dilarang.
9 3/11/2007 P5enahanan anggota al Qi6yadah al Islamiyah
Lombok Timur NTB
Polres Lombok Timur
Salah satu anggota jemaah al Qiyadah berinisial HR
Hilangnya hakhak kebebasan berkeyakinan
MatriksOktober-November2007
kasus-kasusbulanini
The Wahid Institute 11
Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007 ■
The Wahid Institute
Al Qiyadah al islamiyahNo Tanggal dan
WaktuPeristiwa Lokasi Pelaku Korban Dampak
10 5/11/2007 An7caman pengerahan 90080 massa untuk memantau aliranaliran yg dianggap sesat oleh Ketua Paguyuban Dukuh Kabupaten Bantul, Sulistyo SH di KR.
Bantul, DIY Ketua Paguyuban Dukuh Kabupaten Bantul, Sulistyo SH
Anggota aliran yg dianggap sesat sesat
Di wilayah Ngaglik Sleman, tak kurang 50 pengikut aliran tersebut datang ke Polsek Ngaglik Sleman untuk meminta perlindungan.
11 6/11/2007 Kewajiban lapor bagi 21 pengikut alQiyadah alislamiyah (QI)
Karanganyar, Jawa Tengah
Polres/Kapolres Karangnyar, AKBP Rikwanto. Kepala MUI, dan Kandepag
21 anggota QI Karangnyar di bawah pimpinan Wahyu (29)
Dipaksa pindah keyakinan
12 8/112007 Tuntutan untuk menghukum mati Ahmad Mushadeq (AM) di depan Kantor Kejaksaan karena dianggap dianggap menistakan agama Islam.dan perwujudan bela Pancasila, UUD dan NKRI.
Slawi, Tegal, Jawa Tengah
GP Ansor dan Banser Tegal
Ahmad Mushadeq
Memprovokasi dan mengancam nyawa seorang warga negara bernama AM (pimpinan alqiyadah alislamiyah) dan pengikutnya.
Tempat ibadah
No Tanggal dan Waktu Peristiwa lokasi Pelaku Korban Dampak
1 November 2007
Pembatalan Pembangunan PURA PENATARAN AGUNG RINJANI LOMBOK (PURA Terbesar nomor dua di Asia Tenggara)
Dusun Kabaloan, Desa Senaru Kecamatan Bayan Lombok Barat (dibawah kaki Gunung Rinjani)
FKUB, Bupati Lombok Barat, MUI Lombok Barat, Tokoh Agama, Ormas Islam, OKP Islam dan sesepuh Agama Islam
Umat hindu NTB
Pembubaran panitia pembangunan pura. Sehingga pembangunan tempat ibadah tersebut terbengkalai
22 November 2007
Upaya Penutupan kegiatan ibadah umat Katolik
Kelurahan Duri Selatan, Kec. Tambora Jakarta Barat
Massa yang mengatasnamakan Forum Kerjasama Masjid Musholla dan Majlis Ta’lim sekelurahan Duri Selatan. Lurah Duri Selatan dan Camat Tambora
Jemaat Gereja Damai Kristus Paroki Kampung Duri
Kegiatan ibadah berhenti.
lanjutan
MatriksOktober-November2007
kasus-kasusbulanini
kasus-kasusbulanini
1�
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007
The Wahid Institute
Analisis
Eskalasi penyesatan dan pembatasan kebebasan berbicara
dan berekspresi tampak meningkat, di samping gelombang peyesatan yang terus terjadi diikuti intimidasi dan ancaman tindak kekerasan, bukan hanya kepada komunitas yang dianggap sesat, tapi juga terhadap siapa saja yang mencoba membela hakhak kelompok itu sebagai warga negara. Kasus Sudarto di Padang jelas menunjukkan hal itu. Sebagaimana telah disinggung pada edisi sebelumnya, berbagai kasus penyesatan terhadap kelompok tertentu tidak dapat dilepaskan dari “jasa” MUI. Lembaga yang didirikan pemerintah Orde Baru ini semakin menunjukkan gejala radikalisasi dan menjadi “polisi” yang bisa “menyemprit” aliranaliran keagamaan. Gejala ini setidaknya dikarenakan dua hal. Pertama, masuknya
eksponeneksponen “Islam berbaju sempit” dalam tubuh MUI, baik melalui struk
tur resmi maupun asistensiasistensi yang memasok informasi ke elit
MUI. Radikalisasi yang ada dalam tubuh MUI tidak bisa
dilepaskan dari gejala ini. Memang, di dalam MUI ada unsur NU dan Mu
hammadiyah, namun karena baju keagamaan MUI yang
terlanjur menyempit, tokohtokoh NU dan Muhammadiyah itu
terpaksa menyesuaikan diri dengan langgam keagamaan MUI. Kedua, pemerintah Indonesia tidak mempunyai visi keagamaan yang clear. Sebagai pemegang amanat konstitusi dan undangundang, pemerintah seharusnya berpegang teguh pada ukuranukuran ini, bukan ukuran keagamaan, apalagi pendapat MUI. Sayangnya, pemerintah Indonesia tampak tidak cukup mempunyai keberanian untuk menjalankan konstitusi dan undangundang secara konsekuen, apalagi jika hal itu bertabrakan dengan pendapat MUI. Gejala inilah yang bisa digunakan untuk melihat “pencekalan” oleh Menag RI terhadap Nasr Hamid Abu Zayd untuk berceramah di Malang. MUI dan aliansialiansinya mampu mempengaruhi dan menakutnakuti Menag, sehingga hanya dengan SMS acara yang sudah dirancang enam bulan bisa dibatalkan. ■
kasus-kasusbulanini
The Wahid Institute 1�
Monthly Report on Religious Issues, Edisi V, Desember 2007 ■
The Wahid Institute
SuhendyCianjur, Marzuki RaisCirebon, Samsu RijalMakassar, Ahmad Zainul Hamdi,
YuniSurabaya, dan RumadiJakarta
Berdasar uraian di atas, hal penting yang harus mendapat perhatian serius adalah:
Pemerintah sebagai pelaksana konstitusi dan undangundang harus bisa memberi jaminan perlindungan kepada seluruh warga negara. Perlindungan itu diberikan karena hal itu menjadi hak warga negara dan kewajiban pemerintah, tanpa dikaitkaitkan dengan agama dan keyakinan. Perlindungan kepada warga negara diberikan karena dia sebagai warga negara, bukan karena warga negara bergama dan berkeyakinan ini dan itu. Bila pemerintah dengan segala aparatusnya gagal melakukan fungsi ini maka tidak berlebihan kalau Indonesia menjadi “negara gagal”.
Pemerintah seharusnya menjadi kekuatan netral yang tidak mudah ditekanoleh kelompokkelompok tertentu. Bila pemerintah mempunyai visi yang jelas tentang kebebasan berpikir dan berekspresi, maka peristiwa memalukan “pencekalan” terhadap Nasr Hamid Abu Zayd tidak terulang kembali. Bila kondisi seperti ini dibiarkan, bukan tidak mungkin wajah otoritarianisme orde baru akan muncul kembali dalam rupa yang berbeda. ■
1.
2.
Rekomendasi