Upload
trannguyet
View
282
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
SINTESIS KOPOLIMER ONGGOK-AMINO AKRILAT
KATIONIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI TANAH
CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sintesis Kopolimer
Onggok-Amino Akrilat Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Cynthia Komalasari Sugiarta
NIM G451130041
RINGKASAN
CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA. Sintesis Kopolimer Onggok-Amino
Akrilat Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah. Dibimbing oleh ZAINAL
ALIM MAS’UD dan KOMAR SUTRIAH.
Onggok merupakan limbah pengolahan tepung singkong. Kandungan utama
onggok adalah pati yang berupa polisakarida. Polisakarida merupakan polimer
yang paling melimpah di alam. Kopolimerisasi onggok dengan polimer
(2-dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) dapat menghasilkan kopolimer
kationik karena DMAEMA memiliki gugus amina tersier yang dapat dikonversi
menjadi ammonium kuaterner yang bersifat kationik. Penelitian ini bertujuan
menyintesis kopolimer onggok-amino akrilat kationik dan mengetahui
kemampuannya sebagai pengendali erosi tanah.
Penelitian diawali dengan preparasi kopolimer onggok-amino akrilat melalui
kopolimerisasi cangkok onggok-DMAEMA pada suhu 70 °C selama 3 jam.
Selanjutnya dilakukan metilasi pada kopolimer onggok-amino akrilat
menggunakan dimetilsulfat (DMS) pada suhu 65 °C sehingga diperoleh kopolimer
onggok-amino akrilat kationik yang kemudian diuji kemampuannya sebagai
pengendali erosi tanah pada tanah lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu
pada intensitas air hujan 45 mm jam-1
dan 100 mm jam-1
.
Kopolimer onggok-amino akrilat dapat disintesis melalui metode kimia
dengan kopolimerisasi pencangkokan-penautan silang pada onggok dan monomer
DMAEMA, penaut silang metilena bis-akrilamida dan inisiator ammonium
persulfat sehingga diperoleh rendemen 44.66% dan nisbah pencangkokan 42.15%.
Kopolimer ongok-amino akrilat kationik berhasil disintesis melalui metilasi
terhadap kopolimer onggok-amino akrilat dengan menggunakan agen metilasi
dimetilsulfat di dalam pelarut dimetilformamida dengan konversi 94.96% pada
waktu sintesis 18 jam dan nisbah kopolimer onggok-amino akrilat:DMS sebesar
1:2 (b/v). Kopolimer onggok-amino akrilat kationik efektif untuk mengurangi
erosi pada tanah lempung liat berdebu dan lempung liat berpasir dengan intensitas
air hujan 45 mm jam-1
dan 100 mm jam-1
. Kopolimer onggok-amino akrilat
kationik efektif untuk menurunkan volume limpasan total dan laju limpasan akhir
pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
hingga
65.26%, meningkatkan volume infiltrasi total dan laju infiltrasi akhir pada tanah
lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
hingga 192.80%,
menurunkan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 45 mm jam-1
hingga 65.25%, menurunkan TDS pada tanah
lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
hingga 48.36%,
menurunkan TSS dan bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu
dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
hingga 93.16% dan 82.05%.
Kata kunci: onggok, DMAEMA, erosi tanah
SUMMARY
CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA. Synthesis of Cationic Acrylic Amino-
Cassava Waste Pulp Copolymer As A Soil Erosion Controlling Agent. Supervised
by ZAINAL ALIM MAS’UD and KOMAR SUTRIAH.
Cassava waste pulp (CWP) is a waste from cassava wheat production. The
main composition of CWP is polysaccharides which are the most abundant
polymer in nature. Copolymerization of CWP with (2-dimethylaminoethyl)
methacrylate (DMAEMA) could produce cationic copolymer because DMAEMA
polymer contains tertiary amine group that easily converted to quartenary amine
group. The aim of this research was to synthesize cationic acrylic amino-CWP
copolymer and to investigate its ability as a soil erosion control.
The research was initiated by preparation of acrylic amino-CWP copolymer,
by graft copolymerization of CWP on DMAEMA at 70 °C for 3 hours. The
resulted acrylic amino-CWP copolymer was methylated by dimethyl sulfate
(DMS) at 65 °C to produce cationic acrylic amino-CWP copolymer which then
tested as a soil erosion control for sandy clay loam and silty clay loam on rainfall
intensity of 45 mm h-1
and 100 mm h-1
.
Acrylic amino-CWP copolymer was able to synthesize by by chemical
method with grafting crosslinking CWP and DMAEMA monomer, methylene bis-
acrylamide crosslinker, and ammonium persulfate inisiator, the resulting
copolymer has yield of 44.66 % and graft ratio of 42.15%. Cationic acrylic amino-
CWP copolymer was successfully synthesized by methylated the acrylic amino-
CWP copolymer with DMS as a methylating agent and dimethylformamide as a
solvent at 18 hours time of reaction and acrylic amino-CWP copolymer:DMS
ratio (w/v) was 1:2. Methylation process was resulting 94.96% acrylic amino-
CWP copolymer that was converted to cationic acrylic amino-CWP copolymer.
cationic acrylic amino-CWP copolymer was effective to reduce erosion for sandy
clay loam and silty clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1
and 100 mm h-1
.
Cationic acrylic amino-CWP copolymer was effective to reduce total runoff
volume and final runoff rate for sandy clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1
to 65.26%, increasing total infiltration volume and final infiltration rate for silty
clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1
to 192.80%, reduce runoff depth for
sandy clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1
to 65.25%, reduce TDS for
sandy clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1
to 48.36%, reduce TSS and total
eroded soil mass loss for silty clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1
to
93.16% and 82.05%.
Keywords: cassava waste pulp, DMAEMA, soil erosion
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia
SINTESIS KOPOLIMER ONGGOK-AMINO AKRILAT
KATIONIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI TANAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah
erosi, dengan judul Sintesis Kopolimer Onggok-Amino Akrilat Kationik Sebagai
Pengendali Erosi Tanah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Zainal Alim Mas’ud, DEA
dan Bapak Dr Drs Komar Sutriah, MS selaku pembimbing, serta Ibu
Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD yang telah banyak memberi saran.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff
Laboratorium Kimia Terpadu yang telah membantu terlaksananya penelitian, dan
staff Laboratorium Tanah Biotropika yang telah membantu pengukuran analisis
tekstur tanah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak,
suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Cynthia Komalasari Sugiarta
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Pati Onggok Tapioka 4 Kopolimerisasi Pencangkokan 5 (2-Dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) 7
Kopolimerisasi Pencangkokan DMAEMA 7 Sintesis Amina Kuaterner dari DMAEMA 8 Erosi Tanah 10 Pengendali Erosi Tanah 11
3 METODE 13 Bahan 13
Alat 13 Preparasi Sampel Onggok Tapioka 13
Pencangkokan-Penautan Silang Kopolimer Onggok-Amino Akrilat
(Mas’ud et al. 2013) 13
Sintesis Kopolimer Onggok-Amino Akrilat Kationik
(Kavakli et al. 2014) 14 Pencirian Kopolimer Onggok-Amino Akrilat dan Onggok-Amino
Akrilat Kationik 14 Uji Kopolimer Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah
(Heilig et al. 2001, She et al. 2014) 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Karakteristik Kopolimer Onggok-Amino Akrilat 19
Karakteristik Kopolimer Onggok-Amino Akrilat Kationik 21 Efektivitas Kopolimer Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah 24
5 SIMPULAN DAN SARAN 44
Simpulan 44 Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 50
RIWAYAT HIDUP 86
DAFTAR TABEL
1 Derajat metilasi pada variasi waktu sintesis (konsentrasi
kopolimer:DMS (b/v) 1:2) 21 2 Derajat metilasi pada perbandingan kopolimer:DMS (waktu sintesis
24 jam) 22
3 Daya serap air kopolimer onggok-amino akrilat sebelum dan sesudah
metilasi 22 4 Sifat fisik dan kimia air 24 5 Sifat fisik dan kimia tanah 24 6 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan
kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi, dan
kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas
air hujan 45 mm jam-1
26
7 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan
bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 45 mm jam-1
27
8 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan
kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi, dan
kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas
air hujan 100 mm jam-1
29 9 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan
bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 100 mm jam-1
30 10 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan
kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi, dan
kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas
air hujan 45 mm jam-1
32 11 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan
bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu dengan
intensitas air hujan 45 mm jam-1
33 12 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan
kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi, dan
kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas
air hujan 100 mm jam-1
35
13 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan
bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu dengan
intensitas air hujan 100 mm jam-1
36
14 Perbandingan pengaruh konsentrasi kopolimer kationik sebagai
pengendali erosi tanah pada jenis tanah dan intensitas air hujan yang
berbeda 39
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur (a) amilosa dan (b) amilopektin 2 2 (a) diagram skematik dari (I) fisisorpsi, (II) pencangkokan ke, (III)
pencangkokan dari, dan (b) diagram skematik dari penautan silang (I)
intermolekuler dan (II) intramolekuler (Bhatacharyaa, 2009) 5 3 Reaksi pencangkokan pati dan homo polimer (Witono et al. 2012) 6 4 Sintesis hidrogel berbasis pati (Mas’ud et al. 2013) 6 5 Polimer (2-dimetilaminoetil)metakrilat 7
6 Sintesis metakrilat termetilasi dengan alkil iodida (He et al. 2011) 9 7 Sintesis ammonium kuartener dari DMAEMA dan BEMA
(Antonucci et al. 2012) 9 8 Sintesis ammonium kuartener dari DMAEMA dan alkil bromida
(Gozzelino et al. 2013) 9 9 Diagram skematik peralatan uji erosi tanah (Heilig et al. 2001) 16
10 Spektra FTIR dari (a) onggok dan (b) kopolimer onggok-amino akrilat 20
11 Metilasi kopolimer onggok-amino akrilat kationik 21 12 Spektra FTIR dari (a) kopolimer onggok-amino akrilat dan
(b) kopolimer onggok-amino akrilat kationik 23 13 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat
berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
25 14 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat
berpasir dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1
28 15 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat
berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
31
16 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat
berdebu dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1
34
17 Interaksi antara tanah dan kopolimer onggok-amino akrilat kationik 42
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan rendemen 50 2 Perhitungan daya serap air 50 3 Perhitungan rasio pencangkokan 50 4 Perhitungan derajat metilasi 51 5 Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik air 54 6 Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik tanah 54 7 Pengukuran kandungan air pada tanah 54 8 Pengukuran densitas tanah 54 9 Pengukuran densitas partikel tanah 55
10 Pengukuran porositas tanah 55 11 Pengukuran kandungan bahan organik tanah 55 12 Pengukuran volume limpasan, volume infiltrasi, laju limpasan, laju
infiltrasi, dan kedalaman limpasan 56 13 Pengukuran TDS 68 14 Pengukuran TSS 74
15 Pengukuran bobot tanah tererosi total 80
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Erosi merupakan suatu pengikisan tanah yang ditimbulkan oleh aktivitas
pada lingkungan tanah seperti hujan, kebakaran hutan, serta penggundulan lahan
dan aktivitas pertanian . Dampak negatif dari erosi yaitu terganggunya ekosistem
alami lingkungan tanah karena erosi menyebabkan degradasi lahan yang berakibat
pada turunnya produktivitas lahan pertanian. Erosi tanah dapat mengurangi
konsentrasi material organik tanah yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dan
lahan pertanian (Nie et al. 2016), bahkan erosi dapat mengurangi kandungan
karbon di dalam tanah yang berperan sebagai penyimpan dan penukar CO2 di
atmosfer melalui fotosintesis tanaman, yang memegang peranan penting dalam
siklus karbon global (Begueria et al. 2015).
Erosi akan terjadi jika terdapat gaya penghancur partikel tanah yang lebih
besar daripada gaya yang dimiliki tanah untuk bertahan dari gaya tersebut
(Routscheck et al. 2014). Rata-rata 30 ton tanah per acre (1 acre = 4047 m2) lahan
di dunia mengalami erosi setiap tahun (Yonts 2008). Sekitar 1.90 miliar hektar
tanah diestimasikan mengalami degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi dan
limpasan permukaan setiap tahunnya (Khaliq & Abbasi 2015).
Metode yang dilakukan untuk mengatasi erosi umumnya melalui perlakuan
konservasi lahan dengan membuat olah tanah dan terasering. Namun, olah tanah
memerlukan biaya yang tidak murah, yaitu sekitar 285-326 USD
(Rp 3.945.682-4.513.307) per hektar tanah (Liu et al. 2011), sedangkan terasering
tidak dapat mengurangi erosi apabila kemiringan lahan pertanian cukup curam,
agregat partikel tanah menjadi lebih mudah hancur, dan menyebabkan redistribusi
tanah sehingga mengurangi kandungan bahan organik tanah (Nie et al. 2016).
Pergerakan partikel pada kemiringan lahan terasering pada saat terjadi erosi juga
akan mengubah sifat permukaan tanah melalui redistribusi ukuran partikel tanah
yang berakibat pada berkurangnya produktivitas tanah karena terjadi perubahan
sifat pada fraksi partikel halus yang berperan penting dalam adsorbsi dan transpor
nutrien serta bahan organik yang dibutuhkan tanaman (Zhang et al. 2014).
Metode lain yang telah digunakan untuk menangani erosi di antaranya
dengan penggunaan bahan organik seperti urea, residu tanaman, atau kotoran
hewan. Namun penggunaan urea hanya dapat memperbaiki tanah dengan
menambah jumlah bahan organik (N) tanah tanpa dapat mengubah sifat fisik tanah
menjadi lebih baik, sedangkan penggunaan residu tanaman (pemulsaan) dan
kotoran hewan dapat meningkatkan pH tanah (Khaliq & Abbasi 2015), dan
membutuhkan waktu yang lama (3 tahun) untuk dapat meningkatkan karakter fisik
dan nutrien tanah (Panwar et al. 2010). Bahan anorganik seperti gipsum juga
diketahui telah digunakan untuk memperbaiki struktur tanah, tetapi penggunaan
bahan ini pada jangka waktu yang lama ternyata dapat menyebabkan tanah
menjadi lebih asin dan mengganggu proses nitrifikasi tanah, dan juga
menyebabkan tanah menjadi kering dan membentuk struktur seperti gurun
sehingga mengurangi kesuburan tanah (Reddy & Crohn 2014).
2
Alternatif metode yang dilakukan untuk melindungi tanah dari erosi yaitu
penggunaan bahan kimia yang dapat memperbaiki struktur tanah dan mampu
memodifikasi proses hilangnya tanah, seperti polimer sintesis yang dapat
meningkatkan sifat fisik tanah (Inbar et al. 2015). Bahan kimia berbasis polimer
yang telah digunakan untuk mengatasi erosi adalah poliakrilamida (PAM),
poliakrilonitril (US paten 2741551), dan polimetrakrilat (US paten 3284425).
PAM anionik merupakan polimer yang paling banyak digunakan sebagai
pengendali erosi karena mampu teradsorb kedalam partikel lempung dan
menjembatani antar partikel tanah untuk membentuk domain yang stabil.
Penggunaan PAM anionik ternyata memiliki kekurangan, yaitu dapat
meningkatkan volume limpasan selama erosi (Inbar et al. 2015). PAM
hanya dapat menurunkan limpasan pada tanah tertentu, tidak efektif digunakan
pada tanah berpasir, dan untuk meningkatkan efektivitasnya dalam
menstabilkan struktur permukaan tanah serta meningkatkan laju infiltrasi
tanah perlu dikombinasikan dengan sumber elektrolit seperti gipsum
(Kumar & Saha 2011). Sementara itu penggunaan poliakrilonitril dan
polimetakrilat bersifat fitotoksik terhadap tanaman (Klingler 2015).
Alternatif penggunaan bahan kimia lain sebagai pengendali erosi tanah yaitu
penggunaan kopolimer kationik. Penelitian oleh Orts et al. (1999) melaporkan
bahwa penggunaan 20% PAM kationik dapat mengurangi erosi setara dengan
penggunaan 85% PAM anionik. Kopolimer kationik poli(vinil alkohol) diketahui
dapat memflokulasi lempung namun membutuhkan PAM anionik dengan bobot
molekul tinggi untuk dapat mengaglomerasi partikel lempung agar diperoleh hasil
signifikan terhadap ukuran flok lempung (Sang et al. 2008), tetapi flokulan
dengan bahan PAM juga diketahui dapat terdegradasi menjadi monomer
akrilamida yang neurotoksik (You et al. 2009).
Kumar dan Saha (2011) melaporkan bahwa polimer kationik efektif untuk
memflokulasi lempung dan meningkatkan laju infiltrasi bahkan di dalam air
deionisasi, sementara polimer anionik hanya dapat meningkatkan laju infiltrasi
pada larutan yang mengandung elektrolit. Selanjutnya Shi et al. (2015)
menyatakan bahwa polimer kationik dapat memflokulasi tanah dengan cara
memodifikasi muatan sehingga partikel tanah menjadi bermuatan positif dalam
kehadiran air sehingga partikel yang bermuatan negatif pada tanah akan
terflokulasi melalui interaksinya dengan polimer kationik. Selain itu polimer
kationik juga dapat berfungsi sebagai jembatan yang mampu mengagregasi
flok-flok kecil yang bermuatan negatif menjadi ukuran yang lebih besar.
(2-Dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) merupakan monomer akrilat
yang memiliki gugus fungsi amina tersier, diketahui non sitotoksik
(Cerda-Cristerna et al. 2011, Abebe et al. 2003) dan dapat terbiodegradasi
(Bruining et al. 2000). DMAEMA sering dicangkokkan pada beberapa material
seperti silika dan polimer sintetik lainnya untuk memperoleh kopolimer adsorben
dengan gugus fungsi amina kuartener. Kopolimer DMAEMA dengan gugus amina
kuartener diketahui dapat bertindak sebagai basa penukar anion yang kuat
(Kavakli et al. 2014). Metilasi terhadap DMAEMA akan menghasilkan amina
kuartener bermuatan positif sehingga terbentuk suatu polimer kationik. Polimer
kationik dari DMAEMA dapat dimodifikasi dengan suatu bahan alam seperti
polisakarida, kitosan, dan pati (Das et al. 2015).
3
Polisakarida merupakan bahan organik yang paling melimpah dan memiliki
kelebihan dibandingkan polimer sintetik, yaitu non-toksik, dapat terdegradasi oleh
alam, dan murah. Modifikasi polisakarida melalui kopolimerisasi pencangkokan
dapat meningkatkan sifat alami tulang punggung polisakarida, penolakan air,
stabilitas termal, ketahanan panas, kemampuan sebagai pewarna, dan ketahanan
terhadap serangan asam-basa dan abrasi. Kopolimer cangkok berperan penting
sebagai agen penguat dalam pembuatan komposit ramah lingkungan. Kopolimer
cangkok polisakarida diketahui dapat mengkomposkan serta mendegradasi di
dalam tanah (Kalia et al. 2013).
Pati onggok merupakan suatu polisakarida yang diperoleh dari limbah hasil
pengolahan tepung tapioka dari singkong. Satu ton pengolahan singkong dapat
menghasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok (Suherman et al. 2013). Onggok
dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sintesis kopolimer kationik yang
disintesis melalui metilasi terhadap kopolimer onggok yang dicangkok pada
DMAEMA. Oleh karena itu, kopolimer kationik yang disintesis dari DMAEMA
diharapkan dapat menjadi suatu pengendali erosi tanah didasarkan pada sifatnya
yang mampu berinteraksi dengan muatan negatif tanah.
Perumusan Masalah
Erosi tanah merupakan penyebab utama degradasi tanah karena melibatkan
penghilangan bahan organik dan nutrien di dalam tanah yang mengakibatkan
berkurangnya produktivitas tanah sehingga dapat mengganggu ekosistem alami
disekitarnya. Erosi tanah dapat terjadi ketika terdapat gaya penghancur pada
permukaan tanah menyebabkan tanah terdetasemen dan terpisah dari agregatnya.
Oleh sebab itu, diperlukan penggunaan bahan kimia yang dapat memperbaiki sifat
fisikokimia tanah sehingga erosi tanah dapat diatasi.
Tujuan Penelitian
Percobaan ini bertujuan untuk menyintesis kopolimer onggok-amino akrilat
kationik, mengetahui sifat fisikokimia kopolimer kationik hasil sintesis, dan
menguji kemampuannya sebagai pengendali erosi tanah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian meliputi pencangkokan penautan silang antara onggok dengan
(2-dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) yang diikuti dengan metilasi untuk
menghasilkan kopolimer onggok-amino akrilat kationik. Kopolimer kationik hasil
sintesis selanjutnya diuji sebagai pengendali erosi pada tanah lempung liat
berdebu dan lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 dan
100 mm jam-1.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pati Onggok Tapioka
Onggok merupakan limbah padat yang dihasilkan pada pengolahan tepung
tapioka dari singkong yang menghasilkan limbah sekitar 2/3 bagian dari bahan
mentahnya. Limbah cair tepung tapioka memiliki kisaran 10-15% dan limbah
padat menempati kisaran 16% dari total bobot singkong. Onggok sendiri
dihasilkan sekitar 10-30% dari bobot singkong (Amin et al. 2013). Limbah kering
pengolahan tepung tapioka terdiri dari pati (56-60%), selulosa (15-18%),
hemiselulosa (4-5%), lignin (2-3%), protein (1-2%), pentosa (2%) dan gula
pereduksi (0.40-0.50%) (Nair et al. 2011).
Pati merupakan kompomen utama onggok yang merupakan polisakarida
dengan ikatan L-glikosidik. Struktur pati mengandung granuler semi-kristalin dan
granuler amorf dengan ketebalan 2 µm-25 µm, dan mengandung 2 komponen
molekul mayor, yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa rata-rata memiliki 47-58% cabang dengan rata-rata panjang rantai
terhitung sebagai 450-550 residu glukosil dan jumlah rantai per molekulnya
sekitar 5-7 rantai. Amilopektin memiliki 5-6% cabang dengan jumlah rantai
300-855 per molekul. Panjang rata-rata rantai amilopektin adalah 20-21 residu
glukosil. Bobot molekul amilosa diukur melalui derajat polimerisasi sebesar
1035-1202. Bobot molekul amilopektin adalah sekitar 6000-17100 (Zhu 2015).
Kandungan pati singkong dari tepung tapioka memiliki nisbah 17% amilosa dan
83% amilopektin (Amin et al. 2013).
Granula pati diketahui dapat menyerap air dan mengembang saat
dipanaskan di dalam air. Pada suhu tinggi 60-90 °C, granula pati akan
membengkak dan pecah karena adanya gangguan pada dobel heliks amilopektin,
sedangkan amilosa di dalam pati akan keluar dari granula dan melarut
(Chen et al. 2015). Selama suhu dan absorbsi air meningkat, granula akan pecah
dengan mengacaukan susunan rantai atau disebut juga sebagai gelatinisasi. Saat
(b)
Gambar 1 Struktur (a) amilosa dan (b) amilopektin
5
sistem gelatinisasi didinginkan, rantai yang tidak tersusun akan mengalami
penyusunan ulang melalui interaksi molekuler dan ikatan hidrogen yang disebut
juga sebagai proses retrodegradasi. Gelatinisasi dan retrodegradasi merupakan
prinsip dari banyaknya aplikasi yang menggunakan pati (Zhu 2015).
Kopolimerisasi Pencangkokan
Kopolimerisasi pencangkokan merupakan metode untuk memodifikasi sifat
fisika dan kimia pada permukaan polimer seperti titik leleh, kelarutan,
permeabilitas, rekativitas kimia, elastisitas, biokompatibilitas, penukar ion, dan
sensitivitas-termal. Prinsip kopolimerisasi pencangkokan yaitu pembentukan situs
aktif dalam bentuk radikal bebas atau gugus fungsi pada tulang punggung.
Kopolimerisasi pencangkokan dapat terjadi pada media homogen atau
heterogen tergantung kelarutan monomer dan sifat alami pelarut. Proses
kopolimerisasi terdiri dari “pencangkokan ke” dan “pencangkokan dari”.
“Pencangkokan ke” melibatkan pembentukan situs aktif pada tulang punggung
polimer yang menginisiasi polimerisasi monomer ke tulang punggung polimer.
“Pencangkokan dari” terjadi saat rantai polimer yang berkembang menyerang
polimer lain. “Pencangkokan ke” menghasilkan kopolimer dengan komposisi dan
bobot molekul yang homogen (Hatton et al. 2015). Model reaksi pencangkokan-
penautan silang digambarkan pada Gambar 2 (Bhattacharyaa 2009).
Metode kopolimerisasi pencangkokan dapat dilakukan melalui penggunaan
bahan kimia yang bertindak sbagai inisiator penghasil situs aktif pada tulang
punggung. Pencangkokan monomer vinil ke tulang punggung polimer sering
dilakukan menggunakan inisiator radikal bebas seperti ceric amonium nitrat,
kalium persulfat, kalium permanganat, dan reagen fenton. Beberapa
pencangkokan kopolimerisasi terhadap singkong telah dilakukan menggunakan
vinil monomer seperti asam akrilat, akrilamida, dan akrilonitril. Kopolimer
cangkok berperan sebagai agen penguat dalam pembuatan komposit ramah
lingkungan berbasis polisakarida (Kalia et al. 2013). Pencangkokan asam akrilat
dan PAM pada pati diketahui memberikan produk yang dapat mengalami
biodegradasi (Witono et al. 2012, Mas’ud et al. 2013).
Gambar 2 (a) diagram skematik dari (I) fisisorpsi, (II) pencangkokan
ke, (III) pencangkokan dari, dan (b) diagram skematik dari
penautan silang (I) intermolekuler dan (II) intramolekuler
(Bhattacharyaa 2009).
6
Gambar 3 Reaksi pencangkokan pati dan homopolimer (Witono et al. 2012)
Gambar 4 Sintesis hidrogel berbasis pati (Mas’ud et al. 2013)
7
(2-Dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA)
(2-Dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) (C8H15O2N) adalah senyawa
turunan asam akrilat yang larut dalam air, dan merupakan monomer akrilat dengan
gugus amina tersier yang polar dengan bobot molekul 157,20 kg mol-1.
DMAEMA dalam bentuk polimer merupakan kationik yang larut dalam bufer
asam lemah (Riva et al. 2014).
Bentuk protonasi DMAEMA pada asam lemah dapat larut dalam berbagai
pelarut organik dan memiliki viskositas yang rendah, sifat adhesi yang baik, dan
elastisitas yang tinggi (Quinteros et al. 2008). DMAEMA merupakan suatu
polielektrolit kationik yang berikatan dengan gugus amino, dapat terionisasi, dan
memiliki bagian hidrofobik. DMAEMA sensitif terhadap pH dan suhu. Pada pH
basa, gugus amino terdeprotonasi, pada pH tersebut gugus amino tidak bermuatan.
Pada pH rendah, gugus amino akan bermuatan positif, sehingga pada pH ini
DMAEMA sering dimanfaatkan sebagai hidrogel karena dapat mengadsorb air
dalam jumlah besar. Pada pH mendekati pKa gugus amino, sifat ionik DMAEMA
menjadi sangat bergantung pada suhu (Paris & Quijada-Garrido 2010).
Polimer DMAEMA memiliki LCST pada suhu 40 °C di dalam air, dibawah
suhu LCST rantai polimernya akan larut dalam air dan berada pada konformasi
tertentu melalui interaksi ikatan hidrogen antara polimer dan molekul air,
sedangkan diatas suhu LCST hidrofilisitas polimer DMAEMA akan berkurang
karena hilangnya interaksi antara p(DMAEMA) dengan air, menyebabkan rantai
polimernya putus dan terpresipitasi di dalam media atau menyusut menjadi
partikel yang tidak larut di dalam air (Jung & Lee 2014).
Polimer DMAEMA memiliki gugus metakrilat yang reaktif dan amino
tersier yang dapat dimodifikasi pada berbagai rentang pH dan suhu sehingga
sering digunakan sebagai membran, sensor, adsorben logam bobot, sistem
pembawa obat, kopolimer blok self assembly, dan penanganan air limbah
(Gozzelino et al. 2013, Salama et al. 2015)
Kopolimerisasi Pencangkokan DMAEMA
Poli(DMAEMA) merupakan polimer yang diketahui responsif terhadap
stimulan, memiliki sifat yang dapat berubah secara signifikan oleh pengaruh luar
seperti suhu dan pH. Poli(DMAEMA) dapat dikopolimerisasi dengan berbagai
monomer. Kopolimerisasi pencangkokan terhadap DMAEMA sering dilakukan
Gambar 5 Polimer (2-dimetilaminoetil)metakrilat
8
karena sifatnya yang reaktif, hidrofil, sensitif terhadap pH dan suhu sehingga
dapat digunakan untuk memodifikasi sifat suatu kopolimer.
Kavakli et al. (2010) melakukan uji adsorpsi anion pada kopolimer
polietilen/polipropilen-DMAEMA dan menyatakan bahwa kopolimer tersebut
mampu menjadi adsorben yang baik untuk anion fosfat, nitrit, bromida, sulfat, dan
nitrat pada rentang pH 5-9 dengan persentase adsorpsi hingga 80%. Selanjutnya,
Kavakli et al. (2014) melakukan pencangkokan DMAEMA pada
polietilen/polipropilen sebagai adsorben As(V) dan menyatakan bahwa
DMAEMA memiliki suatu basa, yaitu amino tersier, yang mudah dikonversi
menjadi gugus ammonium kuartener yang memiliki sifat penukar ion, sehingga
dapat digunakan sebagai material adsorben untuk anion. Pada perkembangan
selanjutnya, Karthika dan Vishalakshi (2015) melakukan sintesis gellan gum-
cangkok-poli(DMAEMA) dari pencangkokan polisakarida dan DMAEMA untuk
adsorben anionik dan menyatakan DMAEMA dapat berinteraksi elektrostatik
melalui gugus amino tersier pada rantai poli(DMAEMA) dengan muatan negatif
dari gugus sulfonat pada metil oranye.
Salama et al. (2015) melakukan kopolimerisasi pencangkokan antara
DMAEMA dengan polisakarida dari karboksimetilselulosa untuk penghilangan
pewarna metil oranye dan menyatakan bahwa kopolimer dari DMAEMA dapat
mengadsorpsi anion sulfat dari metil oranye pada waktu maksimum 40 menit pada
rentang pH yang luas, yaitu 2-9 dengan kapasitas adsorpsi yang tinggi hingga
193 mg/g. Salama et al. (2015) menyatakan adsorpsi terjadi karena gugus amino
tersier dari DMAEMA terionisasi dan berinteraksi dengan molekul pewarna
melalui interaksi elektrostatik yang sangat kuat. Selain itu, gugus amino pada
DMAEMA juga dapat terprotonasi menjadi NH3+ pada pH rendah sehingga
meningkatkan jumlah gugus yang terionisasi, menghasilkan gaya tolakan
elektrostatik antara gugus terionisasi yang berdekatan, dan meningkatkan adsorpsi
metil oranye. Salama et al. (2015) juga menyatakan bahwa gugus amino tersier
dari DMAEMA mampu menghasilkan tolakan elektrostatik yang kuat sehingga
terjadi ekspansi rantai polimer, membentuk struktur makropori yang menyediakan
tempat untuk interaksi antara anionik sulfat pada metil oranye dan gugus amino
tersier kationik.
Pencirian DMAEMA melalui FTIR ditunjukkan melalui kemunculan puncak
karakteristik di daerah 2820 cm-1 dan 2760 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur C-H
metil dari gugus -N(CH3)2, serta 1147 cm-1, 1461 cm-1, 1742 cm-1 dan 2630 cm-1
yang merupakan vibrasi ulur C-O, vibrasi tekuk dari CH2, C=O ester karboksilat
dan C-H dari –N(CH3)2 pada DMAEMA (Gozzalino et al. 2013, Kavakli et al.
2014, Karthika & Vishalakshi, 2015).
Sintesis Amina Kuatrener dari DMAEMA
DMAEMA merupakan senyawa dengan amina tersier. Senyawa kationik
dari turunan akrilat dapat disintesis melalui metilasi DMAEMA pada N sehingga
terbentuk amina kuartener. He et al. (2011), melakukan sintesis amina kuartener
dari DMAEMA dengan alkil iodida pada suhu 50 °C selama 12 jam dengan
kehadiran hidrokuinon, dan menghasilkan produk DMAEMA kationik dengan
gugus ammonium kuartener dan rendemen sebanyak 72-85%.
9
Wu dan Scott (2012) juga melakukan kuartenerisasi terhadap DMAEMA
dengan alkil iodida yang direaksikan pada suhu kamar selama beberapa jam dan
melaporkan bahwa ammonium kuartener terbentuk tetapi tidak sepenuhnya
ammonium tersier pada DMAEMA terkonversi menjadi ammonium kuartener.
Antonucci et. al. (2012), juga telah melakukan kuartenerisasi DMAEMA
melalui cara mereaksikan DMAEMA dengan 2-bromoetil metakrilat (BEMA)
dalam pelarut etanol pada suhu 60 °C selama 24 jam, dan menghasilkan produk
ammonium kuartener dengan rendemen 95%.
Gozzelino et al. (2013) menyatakan bahwa ammonium kuartener dapat
disintesis melalui reaksi antara amina tersier pada DMAEMA dan alkil bromida.
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi SN2 dan dapat dilakukan pada suhu kamar
dalam waktu beberapa jam.Tetapi semakin panjang rantai alkil yang digunakan,
maka waktu reaksi yang dibutuhkan bisa semakin lama hingga berhari-hari.
Ammonium kuartener yang terbentuk memiliki rendemen 90% dan densitas
muatan kationik yang tinggi pada permukaan polimernya.
Gambar 6 Sintesis metakrilat termetilasi dengan alkil
iodida (He et al. 2011)
Gambar 7 Sintesis ammonium kuartener dari DMAEMA dan BEMA
(Antonucci et. al. 2012)
Gambar 8 Sintesis ammonium kuartener dari DMAEMA ……
dan alkil bromida (Gozzelino et al. 2013)
10
Pada perkembangan selanjutnya, sintesis amina kuartener juga dapat
diperoleh melalui metilasi DMAEMA dalam larutan DMS pada suhu 65 oC.
DMAEMA kuartener dihasilkan dengan rendemen 90% pada waktu reaksi 24 jam
(Kavakli et al. 2014). Sintesis amina kuartener dari DMAEMA juga dilakukan
oleh Hatton et al. 2015 terhadap kopolimer PE-DMAEMA, melalui reaksi antara
DMAEMA dengan alkil iodida dalam pelarut tetrahidrofuran (THF) dan
melaporkan bahwa ammonium kuartener berhasil dibentuk dengan LCST yang
rendah (23-27 °C).
Pencirian amina kuartener dari DMAEMA memunculkan puncak
karakteristik FTIR di daerah 3389-3049 cm-1, 1644 cm-1, 1472 cm-1, 1007 cm-1,
970-951 cm-1, dan 902 cm-1 (Kavakli et al. 2010, Kavakli et al. 2014). Gugus
NR4+ diketahui memiliki puncak di daerah 1100-450 cm-1 (Gozzelino et al. 2013).
Puncak karakteristik juga berada di daerah 2822 cm-1 dan 2771 cm-1 yang
merupakan vibrasi ulur C-H metil (Antonucci et al. 2012).
Erosi Tanah
Erosi adalah pengausan permukaan tanah oleh agen yang dapat melepas,
memindahkan, dan menempatkan tanah ke tempat lain. Erosi terjadi melalui 3
tahap, yaitu (1) detasemen, yaitu pelepasan partikel tanah oleh energi dari air;
(2) transpor partikel, saat partikel tanah bergerak terbawa aliran air; dan
(3) deposisi, saat sedimen berada pada tempat baru setelah transpor.
Tetesan air hujan adalah penyebab utama detasemen partikel karena
menyebabkan partikel tanah yang kecil terlepas dan membentuk kerak pada
bagian permukaan tanah bersamaan dengan dispersi agregat tanah. Partikel tanah
yang terlepas akan hanyut, menyumbat dan melapisi pori tanah, lalu mengurangi
infiltrasi tanah. Saat intensitas air hujan melebihi laju infiltrasi, air berlebih yang
menggenangi tanah mengalir sebagai limpasan dan membawa partikel tanah yang
lepas sebagai sedimen. Sedimen terbawa air dengan jumlah yang bergantung pada
intensitas dan volume aliran air. Saat laju air menurun, air kehilangan energi untuk
membawa partikel tanah, sehingga partikel tanah terdeposisi di lokasi baru
(Wang et al. 2014, Wang et al. 2015).
Beberapa tipe erosi air yaitu (NSW Department of Industry, 2015):
1. Erosi percik, merupakan tahap awal erosi saat agregat tanah hancur dan
mengalami pergerakan oleh energi kinetik dari percikan air. Partikel tanah terlepas
hingga tinggi 60 cm dan mengalir hingga 1,50 meter.
2. Erosi lembar, terjadi saat lapisan tipis tanah terlepas dari lahan yang cukup
luas karena adanya air limpasan dari laju hujan yang melebihi laju infiltrasi, dan
menyebabkan hilangnya partikel tanah paling halus yang mengandung banyak
nutrien dan bahan organik tanah.
3. Erosi ril, terjadi saat air limpasan membentuk saluran kecil pada tanah dan
terjadi drainase sedalam 30 cm dengan konsentrat aliran air.
4. Erosi parit, terjadi saat air limpasan yang mengalir sebagai konsentrat
membentuk saluran parit pada tanah dengan kedalaman lebih dari 30 cm.
5. Erosi terowongan, terjadi saat air permukaan bergerak kedalam subtanah
dispersif dengan struktur yang buruk sehingga dapat mudah tererosi saat basah.
11
Beberapa penyebab erosi (US Department of Agriculture, 2015):
1. Iklim, berpengaruh terhadap durasi dan intensitas air hujan serta jumlah
tanah yang terdetasemen dan lepas dari lahan. Energi erosif air hujan bergantung
pada kecepatan dan volume air hujan.
2. Vegetasi lahan, membantu menstabilkan tanah dan mengontrol limpasan.
Penghalang vegetatif melindungi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi energi
erosif air hujan dengan mengabsorb energi tetesan air hujan.
3. Struktur tanah (kandungan pasir (2-5x10-2 mm), debu (5x10-2-2x10-3 mm),
liat (kurang dari 2x10-3 mm) berefek terhadap infiltrasi air ke dalam tanah. Tanah
dengan tekstur pasir memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga memberi
kemampuan resapan pada tanah dengan cepat.
4. Sifat tanah, mendeskripsikan karakter dan pembentukan agregat sebagai
struktur tanah. Tanah dengan struktur yang baik memiliki banyak agregat stabil
sehingga dapat menahan energi dari air.
5. Kelembaban tanah, berpengaruh terhadap ketahanan tanah pada erosi karena
efek kohesif atau pengikatan antara air pada tanah dan bahan organik.
6. Topografi, berupa derajat kemiringan yang dapat mempengaruhi kecepatan
air limpasan dan dapat meningkatkan energi erosif.
7. Manajemen lahan, dapat merubah vegetasi alami dan topografi tanah
sehingga tanah kehilangan banyak bahan organik yang menjadi perekat tanah,
merusak permukaan tanah dan menurunkan infiltrasi air.
Urbankova et al. (2013) menggambarkan fenomena molekuler erosi tanah
sebagai penurunan stabilitas agregat tanah yang berhubungan dengan komposisi
dan tipe tanah. Agregat tanah merupakan kompleks mineral (CaCO3, humus,
oksida atau silikon, besi, dan alumunium) dan partikel organik tanah (polisakarida
dan lipid serta partikel perekat tanah yang merupakan glikoprotein dan
polisakarida yang diproduksi oleh organisme tanah), mengandung akar-akar
tanaman yang membentuk pori-pori pada tanah, dan dibentuk dari
partikel-partikel tanah yang menempel satu dengan lainnya yang terlibat dalam
pembentukan struktur tanah. Agen perekat tanah berperan membentuk
makroagregat dengan mikroagregat yang lebih stabil. Kekuatan kohesi
interpartikel tanah bergantung pada sifat fisik, kimia, dan biologis tanah. Beberapa
faktor penting adalah tegangan antara permukaan air-udara, gaya aktraktif
molekuler antara air dan padatan, sementasi oleh pelarut yang mengendap, serta
penahanan oleh akar tanaman.
Pengendali Erosi Tanah
Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi erosi tanah, diantaranya
melalui pengolahan lahan dan penggunaan bahan pembenah tanah. Bahan kimia
turunan akrilat dapat menjadi pengontrol erosi pada level molekuler dengan cara
menahan tanah melalui ikatan ionik sehingga dapat meningkatkan ukuran
partikel tanah. Bahan kimia berupa kopolimer kationik juga diketahui mampu
menstabilisasi partikel tanah untuk terintegrasi di dalam air. Bahan kimia turunan
akrilat merupakan suatu polimer rantai panjang yang dapat bertindak sebagai agen
penguat tanah karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah melalui pengikatan
partikel-partikel tanah, dan mampu meningkatkan infiltrasi, oleh karenanya
12
struktur tanah menjadi lebih kuat dan partikelnya berada pada ukuran yang lebih
besar sehingga menjadi sulit untuk mengalami erosi oleh air (Yonts 2008).
Zhang et al. (2014) mempelajari efek sistem terasering terhadap erosi dan
menyatakan bahwa terasering dapat digunakan untuk mengurangi resiko
hilangnya tanah karena dapat menahan aliran air, terutama pada segmen yang
pendek dengan atau tanpa tanggul. Terasering tanpa tanggul dapat menahan aliran
air, tetapi saat terjadi erosi akan terjadi redistribusi pada bagian atas dan bawah
terasering, sehingga hilangnya tanah meningkat seiring dengan adanya aliran air.
Tanggul yang dibuat pada bagian ujung lahan terasering dapat menghalangi aliran
air tetapi menyebabkan akumulasi redistribusi tanah di lahan bertanggul yang
perlahan terdeposisi pada bagian bawah tanah terasering, sehingga terasering
efektif untuk menurunkan erosi tanah oleh aliran air, tetapi dapat menyebabkan
redistribusi yang lebih intensif pada tanah.
Bahan pembenah tanah juga telah digunakan untuk mengatasi masalah erosi
dengan cara memperbaiki struktur maupun kandungan bahan organik tanah.
Bahan pembenah tanah yang pernah digunakan antara lain urea dan residu jerami
yang dicampur dengan kotoran hewan (Khaliq & Abbasi 2015), poliakrilamida
(PAM) (Jhurry 1997, Yonts 2008, Dou et al. 2012, Prats et al. 2014,
Inbar et al. 2015), dan PAM-gipsum (Kumar & Saha 2011). Urea, residu jerami,
dan kotoran hewan menunjukkan hasil bahwa pembenah organik dengan dan
tanpa urea dapat meningkatkan sifat fisik tanah dengan menurunkan bulk density
tanah dan stabilitas agregat hingga 7-12% dan 13-35%, dan gabungan urea-
pembenah organik mampu meningkatkan kandungan bahan organik hingga 3-9%.
Tetapi penggunaan urea tanpa pembenah organik tidak dapat memperbaiki sifat
fisik tanah. Penggunaan bahan organik diketahui dapat meningkatkan pH tanah,
sementara urea akan mengasamkan tanah (Khaliq & Abbasi 2015).
Penggunaan bahan kimia turunan akrilat sebagai pengendali erosi tanah telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Jhurry (1997) melaporkan PAM di Indonesia
mampu mengurangi erosi oleh air hujan hingga 177% pada penggunaan PAM
300 kg ha-1. Yonts (2008) juga menggunakan PAM untuk mengurangi erosi tanah,
dan melaporkan PAM mampu menurunkan erosi dari kisaran 1 ton/acre hingga
0.20 ton/acre tanah (1 acre=4046.86 m2). Dou et al. (2012) menyatakan
penggunaan PAM serbuk pada tanah tererosi karena irigasi dapat meningkatkan
volume infiltrasi 38.20%-139.60% dan menurunkan erosi 1.30-3.40 kali lebih baik
daripada penggunaan PAM larutan, tetapi laju infiltrasi dan total volume infiltrasi
air menurun dengan meningkatnya laju aplikasi PAM. Prats et al. (2014),
melaporkan PAM dapat mengurangi erosi oleh kebakaran hutan, dengan
50 kg ha-1 PAM tanah mampu menurunkan erosi hingga 19%. PAM yang
dikombinasikan dengan gipsum (Kumar & Saha 2011) dilaporkan dapat
mengurangi erosi dan menurunkan pengendapan tanah pada konsentrasi
20-2500 kg ha-1, tetapi gipsum tanpa PAM diketahui dapat mengurangi limpasan,
hilangnya sedimen, dan nutrien permukaan dengan lebih baik.
13
3 METODE
Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan mulai bulan September 2014
sampai dengan Juli 2015 dan bertempat di Laboratorium Kimia Terpadu Institut
Pertanian Bogor (IPB). Data tekstur tanah diperoleh dari Laboratorium
Tanah-Biotropika, Bogor.
Bahan
Tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah lempung liat berpasir
dan lempung liat berdebu yang diambil dari Kelurahan Lebak Jaya, Kecamatan
Ciapus, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (338° utara, 6°36’18’’ selatan,
106°45’57’’ timur untuk lempung liat berpasir dan 278° utara, 6°36’57’’ selatan,
106°45’24’’ timur untuk lempung liat berdebu). Bahan-bahan yang digunakan
pada penelitian ini adalah onggok tapioka, dimetilsulfat (DMS), dimetilformamida
(DMF), AgNO3 K2CrO4, H3BO4, Se, (2-dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA),
amonium persulfat (APS), N,N-metilenabisakrilamida (MBA), dan gas nitrogen.
Alat
Kondensor, pengaduk magnet, pengaduk besi, termometer, mantel pemanas,
penangas air, pH meter, meter hantaran, timbangan digital, tanur, alat kocok,
spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), simulator air hujan,
kertas saring, serta alat-alat kaca.
Preparasi Sampel Onggok Tapioka
Onggok tapioka dicuci air sebanyak 6 kali, kemudian dijemur di bawah sinar
matahari sampai kering, dihaluskan, dan diayak dengan ayakan 100 mesh.
Pencangkokan-Penautan Silang Kopolimer Onggok-Amino Akrilat
(Mas’ud 2013)
Onggok kering sebanyak 7.50 g ditambah 75 mL akuades hingga terbentuk
bubur, kemudian diaduk pada suhu 90 oC selama 30 menit dalam kondisi atmosfer
nitrogen, lalu suhu diturunkan perlahan hingga mencapai suhu 65 oC. Selanjutnya
ditambahkan APS sambil diaduk selama 5 menit, kemudian ditambahkan
DMAEMA, diaduk selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan penambahan MBA,
diaduk selama 5 menit. Suhu dinaikkan hingga 70 oC kemudian campuran diaduk
selama 3 jam. Padatan yang terbentuk kemudian direndam dengan metanol selama
24 jam, lalu direfluks dengan aseton pada suhu 60 °C. Gel yang diperoleh lalu
dikeringkan di oven pada suhu 60 °C dan padatan keringnya dihaluskan. Padatan
14
yang diperoleh merupakan kopolimer onggok-amino akrilat. Kopolimer yang
terbentuk kemudian dianalisis FTIR, kandungan nitrogen, nisbah pencangkokan,
daya serap air, dan derajat metilasi.
Sintesis Kopolimer Onggok-Amino Akrikat Kationik (Kavakli et al. 2014)
Sejumlah kopolimer onggok-amino akrilat dicampur dengan larutan DMS,
kemudian dipanaskan pada thermostat berpenangas minyak pada suhu 65 oC
dibawah kondisi atmosfer nitrogen dengan pengadukan selama beberapa jam.
Kopolimer selanjutnya dicuci dengan DMF, air, dan metanol, lalu dikeringkan
dibawah kondisi vakum pada suhu 25 oC. Kopolimer kemudian dikeringkan pada
kondisi vakum. Kopolimer kering yang diperoleh merupakan kopolimer onggok-
amino akrilat kationik. Kopolimer dipreparasi dengan variasi waktu
(24 jam, 18 jam, 12 jam, 6 jam, dan 3 jam) dan perbandingan onggok-amino
akrilat:DMS (b/v) (4:1, 2:1, 1:1, 1:2, 1:4). Kopolimer kationik yang terbentuk
kemudian dicirikan FTIR, dianalisis daya serap airnya, kandungan nitrogen,
derajat metilasi, dan uji kemampuannya sebagai pengendali erosi tanah.
Pencirian Kopolimer Onggok-Amino Akrilat dan Onggok-Amino Akrilat
Kationik
Pengukuran daya serap air (Mas’ud et al. 2013)
Sebanyak 0.10 g kopolimer dan kopolimer kationik direndam di dalam
200 mL air distilasi pada suhu kamar selama 24 jam pada suhu 25-30 °C untuk
mencapai kesetimbangan pengembangan. Sampel yang telah mengembang
kemudian dipisahkan dari air yang tidak terserap lalu disaring dengan saringan
100 mesh. Daya serap air (Qeq) ditentukan dengan mengukur bobot sampel kering
sebelum direndam (m1) dan bobot setelah sampel mengembang (m2).
Qeq (g g-1) =m2 (g)-m1 (g)
m1 (g)
Pengukuran kandungan nitrogen
Kopolimer onggok akrilat dan kopolimer kationik hasil sintesis diukur
kandungan nitrogennya melalui metode Kjeldahl dengan Se sebagai katalis dan
asam borat sebagai larutan penerima, serta metil oranye sebagai larutan indikator.
Kandungan nitrogen diperoleh melalui titrasi dengan mengukur volume titrasi
sampel (Vs) dan volume titrasi blanko (Vb).
Nitrogen (%)=(V
s (ml)-Vb (ml)) x N asam borat x 1,4007
bobot sampel (g)
15
Pengukuran nisbah pencangkokan (Mas’ud et al. 2013)
Nisbah pencangkokan diperoleh dari jumlah kandungan nitrogen. Nisbah
pencangkokan dihitung melalui perkalian antara kandungan nitrogen pada sampel
dengan bobot molekul monomer yang digunakan.
Nisbah pencangkokan (%)=100 (N(%)x
Mr DMAEMAAr N
100-(N(%)Mr DMAEMA
Ar N)
Pengukuran derajat metilasi (Sosnik & Sefton 2006)
Modifikasi kopolimer kationik dilakukan dengan mengocok kopolimer di
dalam 25 mL HCl 1 M selama 12 jam, kemudian kopolimer disaring dan dicuci
dengan 5 mL akuabides. Residu kemudian dikocok dengan 15 mL akuabides
selama 12 jam, dan disaring. Filtrat hasil saringan diatur pH nya hingga 7-10
dengan penambahan NaOH atau HCl, lalu ditambah beberapa tetes indikator
K2Cr2O7 dan dititrasi dengan larutan standar AgNO3 0.1 M hingga terjadi
perubahan dari warna menjadi endapan merah bata. Volume yang terukur dicatat.
Derajat metilasi diperoleh melalui titrasi dengan mengukur volume titrasi sampel
(Vs) dan volume titrasi blanko (Vb).
Derajat metilasi (%)=(Vs (ml)-Vb (ml) ) x N AgNO3 x BM kopolimer
bobot sampel (g)x 100%
Uji Kopolimer Kationik sebagai Pengendali Erosi Tanah
(Heilig et al. 2001, She et al. 2014)
Tanah yang digunakan pada penelitian ini diambil dari sampel lahan tererosi
dengan kedalaman ±20 cm dari permukaan tanah. Tanah selanjutnya dianalisis
teksturnya, dikeringkan, dan disaring dengan saringan mesh 2 mm.
Uji ketahanan tanah terhadap erosi dilakukan dengan menggunakan
simulator air hujan seperti yang digunakan oleh Heilig et al. (2001) pada Gambar
9 yang terdiri dari wadah kotak dengan panjang 7 cm, lebar 7 cm, dan tinggi 7 cm
yang dihubungkan dengan suatu pipa plastik berdiameter 0.50 cm dengan panjang
7 cm dan ujungnya dihubungkan dengan penampung air limpasan.
Wadah kotak diisi dengan tanah uji dan diletakkan 2 meter dibawah
simulator air hujan yang terbuat dari silinder plastik berdiameter 20 cm yang
berisi air. Bagian bawah silinder plastik dilubangi dengan jarum hipodermik untuk
mengalirkan air. Intensitas air hujan diatur dengan menambah atau mengurangi
jarum pada silinder plastik. Kotak plastik berisi tanah diisi air hingga terbentuk
genangan awal 5 mm dari permukaan tanah. Tanah yang digunakan adalah
lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu yang dicampur dengan kopolimer
onggok-amino akrilat kationik pada konsentrasi (b/b) 0, 25, dan 50 kg ha-1, dan air
yang digunakan adalah air sumur.
16
Sebelum dilakukan uji, konduktivitas listrik dan pH dari tanah dan air, serta
total padatan terlarut dari air diukur. Setiap akan dilakukan uji erosi tanah,
intensitas air hujan diatur pada kecepatan 100 mm jam-1 dan 45 mm jam-1.
Simulasi dilakukan selama 60 menit. Air limpasan yang mengalir ditampung pada
penampung air setiap interval 6 menit, lalu sedimen yang diperoleh dikeringkan di
oven pada suhu 110o C dan ditimbang bobotnya. Setiap perlakuan dilakukan
dengan dua kali ulangan dan dihitung volume limpasan (mm), laju limpasan
(mm jam-1), volume limpasan kumulatif (mm), laju infiltrasi (mm jam-1), volume
infiltrasi (mm), volume infiltrasi kumulatif (mm), kedalaman limpasan (mm),
infiltrasi permukaan tanah (mm jam-1), total padatan terlarut (%), total padatan
tersuspensi (%), dan bobot total tanah (g) yang tererosi.
Laju limpasan dihitung dari volume limpasan kumulatif pada setiap interval
waktu, laju infiltrasi didapat dari selisih antara intensitas air hujan dan laju
limpasan, sehingga diperoleh volume infiltrasi kumulatif, dan volume infiltrasi
didapat dari hasil perkalian antara laju infiltrasi dengan waktu yang digunakan.
Kedalaman limpasan (mm) dihitung melalui persamaan yang dikemukakan oleh
She et al. (2014) dengan aliran limpasan diasumsikan terdistribusi seragam pada
permukaan tanah.
Kedalaman limpasan (mm)=Limpasan (mm3)
Laju alir (mm menit-1)x lebar wadah (mm)x waktu (menit)
Pengukuran total padatan terlarut (TDS) (ASTM D 5907)
Sebanyak 10 mL air disaring dengan kertas saring 1.50 µm pada penyaring
vakum kemudian dicuci dengan 5 mL akuades. Kertas saring sebelumnya telah
dicuci dengan akuades dan dikeringkan di dalam oven 110 °C selama 1 jam.
Selanjutnya filtrat diletakkan pada cawan porselen yang telah dikeringkan di
dalam oven 110 °C dan ditimbang, lalu filtrat dan cawan porselen dikeringkan di
Gambar 9 Diagram skematik peralatan uji erosi tanah (Heilig et al. 2001)
17
dalam oven 110 °C selama 8 jam. Filtrat pada cawan yang telah kering ditimbang.
TDS (ppm) diperoleh dengan mengukur bobot filtrat dan volume sampel.
TDS (ppm)=Mcf (mg)- Mc(mg)
Vs (mL)x 1000 mg L-1
Keterangan:
Mcf = bobot filtrat dan cawan (mg)
Mc = bobot cawan (mg)
Vs = volume sampel yang digunakan (mL)
Pengukuran total padatan tersuspensi (TSS) (ASTM D 5907)
Sebanyak 10 mL air disaring dengan kertas saring 1.50 µm pada penyaring
buchner kemudian dicuci dengan 5 mL akuades. Kertas saring sebelumnya telah
dicuci dengan akuades dan dikeringkan di dalam oven 110 °C selama 1 jam
kemudian ditimbang. Selanjutnya padatan dan kertas saring diletakkan di
alumunium atau cawan petri, lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C
selama 8 jam. Kertas saring dan padatan yang telah kering kemudian ditimbang.
TSS (ppm) diperoleh dengan mengukur bobot residu dan volume sampel.
TSS (ppm)=Mcr(mg)- Mc(mg)
Vs (mL)x 1000 mg L-1
Keterangan:
Mcr = bobot residu dan kertas saring (mg)
Mc = bobot kertas saring (mg)
Vs = volume sampel yang digunakan (mL)
Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik pada tanah dan air
(Fernandez-Romero et al. 2015)
Sebanyak 20 g tanah dicampur akuades pada perbandingan 1:3 (b/v).
Campuran digojog selama 3 jam kemudian konduktivitas elektrik dan pH diukur.
Pengukuran dilakukan hingga 3 kali ulangan. Pada pengukuran konduktivitas
elektrik dan pH air, sebanyak 100 mL air keran digunakan dan pengukuran
konduktivitas elektrik serta pH dilakukan secara langsung.
Pengukuran kandungan air pada tanah (ASTM D 2216)
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C selama 1 jam
kemudian ditimbang. Sebanyak 20 g tanah ditimbang, lalu diletakkan di cawan
porselen dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam. Cawan
porselen dan tanah yang telah kering kemudian ditimbang. Kandungan air pada
tanah (%) selanjutnya diperoleh dengan mengukur bobot air dan bobot tanah.
18
w (%)=(Mcws-Mcs)
(Mcs-Mc)x 100 %=
Mw
Ms
x 100 %
Keterangan:
W = kandungan air (%)
Mcws = bobot cawan dan tanah basah (g)
Mcs = bobot cawan dan tanah kering (g)
Mc = bobot cawan (g)
Mw = bobot air (Mw= Mcws-Mcs) (g)
Ms = bobot tanah (Ms=Mcs-Mc) (g)
Pengukuran densitas tanah (Lu et al. 2014)
Tanah dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam, lalu 20 g
tanah diambil dan diletakkan pada silinder volumetrik lalu dicatat volumenya.
Densitas tanah diperoleh dengan mengukur bobot sampel dan volume wadah.
Densitas tanah (g cm-3)=bobot sampel tanah (g)
volume wadah (cm3)x 100
Pengukuran densitas partikel tanah (Thien & Graveel 2002)
Tanah dikeringkan didalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam, kemudian
50 g tanah diambil dan diletakkan pada silinder volumetrik dan dicatat
volumenya. Selanjutnya tanah dikeluarkan dari silinder volumetrik, ke dalam
silinder volumetrik ditambahkan 60 mL air. Tanah yang disimpan pada tahap
sebelumnya dimasukkan ke dalam silinder volumetrik yang telah terisi deengan 60
mL air. Selisih antara volume tanah dan volume air dicatat sebagai volume
partikel. Densitas partikel tanah diperoleh dengan mengukur bobot sampel tanah
dan volume partikel.
Densitas partikel tanah (g cm-3)=bobot sampel tanah (g)
volume partikel (cm3)x 100
Pengukuran porositas tanah (Thien & Graveel 2002)
Tanah dikeringkan didalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam, kemudian
50 g tanah diambil dan diletakkan pada silinder volumetrik dan dicatat
volumenya. Densitas tanah di peroleh dengan mengukur densitas tanah dan
densitas partikel tanah.
Porositas tanah (%)=100-(densitas tanah (g cm
-3)
densitas partikel tanah (g cm-3) x 100
19
Pengukuran kandungan bahan organik tanah (Fernandez-Romero et al.
2015)
Kandungan bahan organik tanah ditentukan dengan metode loss of ignition
(LOI), yaitu dengan menghitung % kandungan organik yang hilang selama
pembakaran di dalam tanur. Sejumlah tanah dikeringkan di dalam oven 105 °C
selama 24 jam, kemudian diambil sebanyak 10 g dan dibakar di dalam tanur
bersuhu 550 °C selama 8 jam. Kandungan bahan organik tanah diperoleh dengan
mengukur bobot tanah setelah pembakaran pada suhu 105 °C dan 550 °C.
Bahan organik tanah
(%)=bobot sampel 105 °C (g)- bobot tanah 550 °C (g)
bobot sampel 550 °C (g)x 100
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kopolimer Onggok-Amino Akrilat
Kopolimer onggok-amino akrilat hasil sintesis memiliki kandungan nitrogen
sebesar 2.70%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan kandungan nitrogen
pada onggok yaitu sebesar 1.15%. Hal ini disebabkan onggok telah mengalami
pencangkokan dan penautan silang dengan molekul DMAEMA, sehingga dapat
dinyatakan bahwa pencangkokan dan penautan silang onggok dan DMAEMA
telah berhasil dilakukan. Daya serap air kopolimer onggok-amino akrilat hasil
sintesis cukup kecil, yaitu 2.50 g g-1 karena DMAEMA memiliki LCST 40 °C,
sehingga pada suhu pencangkokan 70 °C, hidrofilisitas DMAEMA akan
berkurang dan mengurangi kemampuan kopolimer onggok-amino akrilat untuk
berikatan dengan air.
Berkurangnya hidrofilisitas DMAEMA juga berpengaruh pada rendemen
kopolimerisasi. Pada penelitian ini, rendemen onggok-amino akrilat adalah
44.66%, hal ini menunjukkan tidak semua DMAEMA tercangkok pada onggok
karena pada suhu reaksi 70 °C onggok cenderung bersifat hidrofil. Perbedaan
hidrofilisitas ini mengurangi kemampuan DMAEMA untuk tercangkok pada
onggok. Hasil penelitian ini sejalan dengan Carr et al. (1992) dan Moad et al.
(2011) yang menyatakan kopolimerisasi pencangkokan metakrilat pada pati
diperoleh dengan kisaran konversi rendah yaitu 38.50% pada waktu reaksi 2.50
jam, sementara itu konversi maksimal 58% diperoleh pada waktu reaksi 16 jam.
Gambar 10 (a) menunjukkan spektrum FTIR dari onggok yang dicirikan
dengan keberadaan puncak pada panjang gelombang 3284 cm-1 dan 2993 cm-1
yang merupakan vibrasi ulur dari O-H dan vibrasi ulur asimetri C-H dari CH2,
didukung pula dengan munculnya puncak tajam di daerah 1631 cm-1 yang
merupakan vibrasi ulur dari C-C. Kemunculan puncak di daerah 1149 cm-1,
1074 cm-1, dan 1012 cm-1 merupakan ciri puncak triplet dari pati onggok yang
menunjukkan vibrasi ulur C-O-C pada onggok. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Mas’ud et al. (2013) yang menyatakan bahwa spektra FTIR onggok
dicirikan dengan kemunculan puncak di daerah 3550-3200 cm-1 dan 2930 cm-1
20
yang merupakan vibrasi ulur O-H dan C-H serta puncak triplet di daerah
1158 cm-1, 1081 cm-1, dan 1015 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur dari C-O-C.
Onggok yang telah dicangkok dengan DMAEMA menghasilkan spektrum
FTIR seperti pada Gambar 10(b) yang bila dibandingkan dengan spektrum FTIR
10(a) menunjukkan menurunnya ketajaman puncak di daerah 3284 cm-1 dan
2993 cm-1 yang mengindikasikan berkurangnya gugus –OH yang terikat pada C
onggok karena telah terjadi pencangkokan onggok dengan DMAEMA sehingga O
pada onggok terikat dengan C dari DMAEMA, serta munculnya puncak di daerah
2823 cm-1 dan 2769 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur C-H dari –N(CH3)2.
Keberadaan DMAEMA juga ditunjukkan dengan bertambah tajamnya
puncak di daerah 1151 cm-1, 1078 cm-1, dan 1028 cm-1 pada Gambar 10(b) yang
mengindikasikan keberadaan vibrasi ulur C-O-C. Bertambah tajamnya puncak di
daerah 1028 cm-1 juga dapat diartikan sebagai vibrasi ulur C-N DMAEMA.
Keberhasilan pencangkokan-penautan silang onggok pada DMAEMA juga
ditunjukkan dengan munculnya puncak tajam di daerah 1728 cm-1 dan 1556 cm-1
yang yang menunjukkan vibrasi ulur simetri C=O dan vibrasi ulur asimetri C=O
ester yang muncul bersamaan dengan puncak di 1238 cm-1 yang merupakan
vibrasi ulur C-O ester DMAEMA. Kemunculan puncak di daerah 1238 cm-1 juga
dapat diartikan sebagai vibrai ulur C-N alkil amina dari DMAEMA. Keberadaan
DMAEMA juga didukung dengan bertambah tajamnya puncak di 1454 cm-1 yang
merupakan vibrasi ulur C-N atau vibrasi tekuk C-H dari CH2, serta bertambah
tajamnya puncak di 1151 cm-1 dan 1238 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur C-O
eter simetri dan asimetri dari DMAEMA. Kemunculan puncak di daerah
1151 cm-1 juga dapat diindikasikan sebagai vibrasi ulur dari C-N DMAEMA.
(b)
Gambar 10 Spektra FTIR dari (a) onggok dan (b) kopolimer
onggok-amino akrilat
(a)
21
Hasil penelitian ini sejalan dengan Kavakli et al. (2014) yang melakukan
pencangkokan DMAEMA pada polietilen/polipropilen dan menyatakan puncak
FTIR dari DMAEMA muncul di daerah 2820 cm-1 dan 2760 cm-1 yang merupakan
vibrasi ulur C-H dari gugus -N(CH3)2, 1724 cm-1, 1461 cm-1, dan 1146 cm-1 yang
merupakan vibrasi ulur C=O, vibrasi tekuk dari CH2, dan vibrasi ulur C-N.
Karakteristik Kopolimer Onggok-Amino Akrilat Kationik
Kopolimer kationik disintesis melalui metilasi kopolimer onggok-amino
akrilat. Reaksi yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 11. Derajat metilasi dari
kopolimer onggok amino akrilat kationik ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Derajat metilasi yang diperoleh pada waktu sintesis dan perbandingan
onggok- amino akrilat:DMF (b/v) yang berbeda memberikan nilai derajat metilasi
yang berbeda pula. Derajat metilasi tertinggi diperoleh pada waktu sintesis 18
jam dan konsentrasi kopolimer:DMS (b/v) 1:2.
Tabel 1 menunjukkan semakin lama waktu sintesis maka semakin besar
derajat metilasi, hal ini mengindikasikan bahwa semakin lamanya waktu sintesis,
semakin banyak pula kopolimer yang mengalami metilasi. Nilai derajat metilasi
masing-masing kopolimer diperoleh dengan mengurangi nilai derajat metilasinya
dengan nilai derajat metilasi kopolimer tanpa perlakuan metilasi, yaitu 20.33%.
Kemunculan nilai derajat metilasi pada kopolimer tanpa perlakuan metilasi
disebabkan karena keberadaan gugus OH pada kopolimer sehingga dimungkinkan
terjadi interaksi elektrostatik antara OH dengan Cl, yang mengakibatkan
terhitungnya ion Cl- pada proses penghitungan derajat metilasi yang dilakukan
secara argentometri dengan mengukur jumlah ion Cl- yang berinteraksi dengan
muatan positif dari gugus ammonium kuartener pada DMAEMA.
Gambar 11 Metilasi kopolimer onggok-amino akrilat kationik
Tabel 1 Derajat metilasi pada variasi waktu sintesis
(konsentrasi kopolimer:DMS (b/v) 1:2)
Waktu sintesis (jam) Derajat metilasi (% BM)
0 20.33
3 53.29
6 61.21
12 81.33
18 94.96
24 68.24
22
Derajat metilasi tertinggi diperoleh pada waktu sintesis 18 jam yaitu
94.96%. Pada waktu sintesis 24 jam terjadi penurunan derajat metilasi hingga
68.24%. Hal ini menunjukkan proses metilasi tidak lagi efektif untuk
mengkonversi ammonium tersier menjadi ammonium kuartener pada lama reaksi
24 jam. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Kavakli et al. (2010)
yang melakukan metilasi terhadap kopolimer DMAEMA (g) PE/PP dan
menyatakan bahwa konversi maksimal 90% diperoleh pada waktu reaksi 24 jam.
Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi DMS mempengaruhi jumlah
ammonium tersier yang termetilasi. Jumlah ammonium tersier yang berhasil
dikonversi menjadi ammonium kuartener tertinggi diperoleh pada perbandingan
kopolimer:DMS (b/v) 1:2 dengan derajat metilasi 68.24%.
Pada perbandingan konsentrasi kopolimer:DMS 4:1 dan 2:1 diperoleh nilai
derajat metilasi 1.11% dan 3.93%. Nilai ini merupakan hasil pengurangan dari
nilai derajat metilasi kopolimer tanpa perlakuan metilasi, yaitu sebesar 20.33%.
Pada peningkatan konsentrasi DMS, derajat metilasi juga semakin
meningkat karena semakin banyak gugus ammonium tersier dari DMAEMA yang
mengalami metilasi, sehingga terbentuk ammonium kuartener yang lebih banyak.
Muatan positif pada gugus ammonium kuartener akan berinteraksi secara
elektrostatik dengan ion Cl- sehingga dengan semakin banyaknya jumlah gugus
ammonium kuartener yang terbentuk, akan semakin banyak kation yang dimiliki
oleh kopolimer, sehingga derajat metilasinya akan semakin meningkat.
Pada perbandingan konsentrasi kopolimer onggok-amino akrilat 1:4, derajat
metilasinya menurun hingga 60.35% karena pada konsentrasi DMS yang tinggi,
ammonium kuartener yang terbentuk telah maksimal, sedangkan DMS yang
digunakan menjadi berlebih sehingga anion DMS akan kembali menyerang metil
pada ammonium kuartener, akibatnya gugus ammonium tersier yang terkonversi
menjadi ammonium kuartener kembali menurun.
Tabel 3 menunjukkan bahwa daya serap air kopolimer onggok-amino akrilat
kationik (waktu sintesis 18 jam dan konsentrasi kopolimer:DMS 1:2) lebih besar
dari daya serap air kopolimer onggok-amino akrilat. Hal ini disebabkan oleh
Tabel 2 Derajat metilasi pada variasi perbandingan kopolimer:DMS
(waktu sintesis 18 jam)
Konsentrasi kopolimer:DMS (b/v) Derajat metilasi (% BM)
1:0 20.33
4:1 1.11
2:1 3.93
1:1 44.22
1:2 68.24
1:4 60.35
Tabel 3 Daya serap air kopolimer sebelum dan sesudah metilasi
Jenis Kopolimer Daya serap air (g g-1)
Onggok-amino akrilat 2.50
Onggok-amino akrilat kationik 3.29
23
muatan positif pada kopolimer onggok-amino akrilat kationik yang menyebabkan
kopolimer onggok-amino akrilat kationik bersifat lebih hidrofilik daripada
kopolimer onggok-amino akrilat sehingga kopolimer onggok-amino akrilat
kationik memiliki daya serap air yang lebih besar.
Kopolimer onggok-amino akrilat kationik menunjukkan spektrum FTIR
seperti pada Gambar 12(b) yang mengindikasikan keberhasilan metilasi yang
memperlihatkan keberadaan gugus metil dengan bertambah tajamnya puncak di
daerah 2941 cm-1, 1479 cm-1, 1338 cm-1, dan 954 cm-1 yang merupakan vibrasi
ulur asimetri C-H dari CH3, vibrasi tekuk sebidang C-H dari CH3, vibrasi tekuk
simetri C-H, dan vibrasi tekuk C-H tak sebidang dari CH3. Keberhasilan metilasi
juga ditunjukkan dengan bertambah tajamnya puncak di daerah 1236 cm-1 yang
merupakan vibrasi ulur C-N dari alkil amina, hal ini dapat diartikan bahwa proses
metilasi telah berlangsung pada gugus amina tersier DMAEMA.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kavakli et al. (2014)
yang melakukan metilasi terhadap DMAEMA pada kopolimer
polietilen/polipropilen dan menyatakan bahwa spektra FTIR memunculkan
puncak karakteristik di daerah 3389 cm-1, 1472 cm-1, dan 951 cm-1 yang
menandakan bahwa gugus ammonium tersier pada DMAEMA telah terkonversi
menjadi ammonium kuartener.
Gambar 12 Spektra FTIR dari (a) kopolimer onggok-amino akrilat dan
(b) kopolimer onggok-amino akrilat kationik
(a)
(b)
24
Efektivitas Kopolimer Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah
Sifat fisik dan kimia tanah serta air yang digunakan pada penelitian ini
dicantumkan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tanah yang digunakan merupakan tanah
lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu, sedangkan air yang digunakan
adalah air sumur.
Pengaruh Kopolimer Kationik pada Tanah Lempung Liat Berpasir
Hasil uji pengaruh kopolimer kationik tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 45 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 6 dan Gambar 13.
Volume limpasan kumulatif tanah tanpa kopolimer kationik setelah simulasi hujan
selama 60 menit menunjukkan peningkatan sebanyak 17.51 mm, atau 15.35 kali
lebih besar dari volume limpasan awalnya di menit ke-6. Naiknya volume
limpasan kumulatif semakin sedikit pada pemakaian kopolimer kationik
25 kg ha-1, yaitu sebesar 9.22 mm, atau naik sebesar 3.70 kali dari volume
limpasan awal di menit ke-6. Peningkatan terjadi paling sedikit pada konsentrasi
kopolimer kationik 50 kg ha-1, yaitu 4.88 mm atau sebesar 3.99 kali dari volume
limpasan awal di menit ke-6.
Volume limpasan semakin kecil karena kopolimer kationik dapat mengikat
partikel tanah sehingga terbentuk agregat tanah yang lebih stabil dan
meningkatkan kemampuan infiltrasi tanah. Volume infiltrasi kumulatif tanah
tanpa kopolimer kationik naik 22.89 mm atau 8 kali lebih besar dari volume awal
di menit ke-6. Kemampuan infiltrasi tanah naik sebanyak 31.19 mm atau sebesar
29.88 kali dari volume awal di menit ke-6 setelah digunakan kopolimer kationik
25 kg ha-1 dan pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1 infiltrasi tanah naik
sampai 35.53 mm atau 13.42 kali lebih banyak dari volume awal di menit ke-6.
Tabel 4 Sifat fisik dan kimia air
pH EC (dS m-1) TDS (ppm) TSS (ppm) TS (ppm)
7.1 2.57 x 10-3 100 220 330
Tabel 5 Sifat fisik dan kimia tanah
Jenis tanah
Lempung liat
berpasir
Lempung liat
berdebu
Pasir (%) 57.40 6.40
Liat (%) 21.50 38.30
Debu (%) 21.10 55.30
pH 5.93 6.82
EC (dS m-1) 0.34 0.26
Kandungan air (%) 12.35 18.49
Densitas tanah (g cm-3) 1.48 1.25
Densitas partikel (g cm-3) 2.63 3.33
Porositas (%) 43.73 62.46
Bahan organik (%) 5.54 7.97
25
Gambar 13 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liatt
……………. berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
Tabel 6 juga menunjukkan laju limpasan pada tanah semakin cepat dengan
bertambahnya waktu, tetapi sebaliknya terjadi dimana laju limpasan menurun
setelah digunakan kopolimer kationik. Pada tanah tanpa kopolimer kationik
peningkatan laju limpasan naik hingga 6.49 mm jam-1 atau sebesar 1.53 kali dari
laju awal di menit ke-6. Pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, laju
limpasan turun 21.45 mm jam-1 atau sebesar 0.37 kali dari laju awalnya di menit
ke-6. Kopolimer kationik 50 kg ha-1 memberikan penurunan laju limpasan yang
sebanyak 9.82 mm jam-1 atau sebesar 0.40 kali dari laju awalnya di menit ke-6.
. Penurunan ini berhubungan dengan kemampuan kopolimer kationik untuk
menstabilkan agregat tanah. Distribusi air yang mengalir di dalam tanah menjadi
lebih baik dengan adanya kopolimer kationik sehingga kemampuan infiltrasi tanah
meningkat, dan volume limpasan yang keluar dari air akan menurun seiring
dengan menurunnya laju limpasan. Hal ini didukung dengan meningkatnya laju
infiltrasi pada tanah setelah digunakan kopolimer kationik. Tanah tanpa kopolimer
kationik mengalami penurunan laju infiltrasi sebesar 6.49 mm jam-1 atau sebesar
0.80 kali dari laju awalnya di menit ke-6.
Hal sebaliknya terjadi pada tanah dengan kopolimer kationik. Pada
konsentrasi 25 kg ha-1 terjadi peningkatan laju infiltrasi 21.45 mm jam-1 atau 2.98
kali dari laju awalnya di menit ke-6 dan sebanyak 9.82 mm jam-1 atau sebesar 1.34
kali dari laju awalnya di menit ke-6 pada konsentrasi 50 kg ha-1. Meningkatnya
laju infiltrasi berakibat pada semakin kecilnya kedalaman limpasan. Semakin
stabil agregat tanah maka semakin besar kemampuan infiltrasi tanah, sehingga
semakin sedikit volume limpasan dan semakin sedikit tanah yang lepas oleh
limpasan. Limpasan tanah tanpa kopolimer kationik semakin dalam dengan
bertambahnya waktu, yaitu sebesar 10.12 mm jam-1 atau 1.53 kali dari kedalaman
awal di menit ke-6, setelah digunakan kopolimer kationik 25 dan 50 kg ha-1,
kedalaman limpasan berkurang sebesar 33.44 mm jam-1 atau 0.37 kali, dan sebesar
15.30 mm jam-1 atau sebesar 0.40 kali dari kedalaman awal di menit ke-6.
Limpasan yang semakin dalam akan mempengaruhi jumlah TDS, TSS, dan
bobot tanah yang tererosi karena air limpasan mengalir membawa partikel-partikel
tanah sehingga TDS, TSS, dan bobot tanah yang terbawa limpasan menjadi
semakin banyak. Tetapi penggunaan kopolimer kationik pada tanah dapat
memperkecil jumlah TDS, TSS, dan bobot tanah tererosi bila dibandingkan
dengan tanah tanpa kopolimer kationik, karena kopolimer kationik mampu
mengikat ion-ion bermuatan negatif pada tanah melalui interaksi elektrotatik.
05
10152025303540
0 25 50
Konsentrasi kopolimer kationik (kg ha-1)
Runoff kumulatif (mm)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Laju runoff (mm/h)
Laju infiltrasi (mm/h)
Kedalaman runoff (mm)
TDS (%)
TSS (%)
Berat tanah tererosi total (gr)
Limpasankumulatif (mm)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Laju limpasan (mm jam-1)
Laju infiltrasi (mm jam-1)
Kedalaman limpasan (mm)
TDS (%)
TSS (%)
Bobot tanah tererosi total (g)
26
Tabel 6 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi,
dan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Limpasan kumulatif
(mm)
Infiltrasi kumulatif
(mm)
Laju limpasan
(mm jam-1)
Laju infiltrasi
(mm jam-1)
Kedalaman limpasan
(mm)
Konsentrasi (kg/ha) Konsentrasi (kg/ha) Konsentrasi (kg/ha) Konsentrasi (kg/ha) Konsentrasi (kg/ha)
0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50
6 1.22 3.41 1.63 3.27 1.08 2.86 12.24 34.08 16.33 32.65 10.82 28.57 19.09 53.14 25.45
12 3.27 6.51 2.69 5.71 2.47 6.29 16.33 32.55 13.47 28.57 12.35 31.43 25.45 50.75 21.00
18 5.73 7.55 3.43 7.73 5.92 10.04 19.12 25.17 11.43 25.78 19.73 33.47 29.80 39.24 17.82
24 8.27 8.37 3.92 9.69 9.59 14.04 20.66 20.92 9.80 24.23 23.98 35.10 32.22 32.61 15.27
30 10.45 9.51 4.39 12.00 12.94 18.06 20.90 19.02 8.78 24.00 25.88 36.12 32.58 29.65 13.68
36 12.24 10.12 4.90 14.69 16.82 22.04 20.41 16.87 8.16 24.49 28.03 36.73 31.82 26.30 12.73
42 13.61 10.71 5.41 17.82 20.71 26.02 19.45 15.31 7.73 25.45 29.59 37.17 30.32 23.86 12.05
48 14.96 11.33 5.82 20.96 24.59 30.10 18.70 14.16 7.27 26.20 30.74 37.63 29.15 22.07 11.34
54 16.80 11.96 6.22 23.61 28.45 34.18 18.66 13.29 6.92 26.24 31.61 37.98 29.10 20.72 10.78
60 18.73 12.63 6.51 26.16 32.27 38.39 18.73 12.63 6.51 26.16 32.27 38.39 29.21 19.70 10.15
27
27
Tabel 7 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan
bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
TDS (%) TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)
Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)
0 25 50 0 25 50 0 25 50
6 0.93 0.50 0.51 1.77 1.12 1.05 0.16 0.27 0.13
12 1.34 0.84 0.81 3.12 1.91 1.78 0.34 0.44 0.18
18 1.76 1.20 1.20 4.40 2.83 2.59 0.54 0.51 0.22
24 2.16 1.62 1.59 5.80 3.77 3.32 0.77 0.56 0.25
30 2.63 1.99 1.92 7.46 4.67 3.94 0.99 0.63 0.27
36 3.18 2.47 2.24 9.15 5.74 4.53 1.19 0.68 0.29
42 3.73 2.95 2.46 11.04 6.90 5.08 1.35 0.73 0.31
48 4.24 3.35 2.54 12.64 8.07 5.59 1.49 0.77 0.32
54 4.73 3.45 2.61 14.42 9.23 6.18 1.70 0.81 0.34
60 5.19 3.52 2.68 15.75 10.35 6.66 1.87 0.85 0.34
Pernyataan ini dibuktikan oleh Tabel 7 dengan naiknya TDS sebanyak
4.26% atau sebesar 5.58 kali dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS kumulatif
tanah tanpa kopolimer kationik bertambah hingga 13.98% atau sebanyak 8.90
kali dari TSS awal di menit ke-6. Tanah tanpa kopolimer kationik tererosi
sebanyak 1.71 g atau sebesar 11.69 kali dari bobot awal di menit ke-6. Kopolimer
kationik 25 kg ha-1 TDS sebanyak 3.02% atau sebesar 7.04 kali dari TDS awalnya
di menit ke-6. TSS kumulatif pada tanah dengan 25 kg ha-1 kopolimer kationik
mengalami peningkatan sebesar 9.23% atau sebanyak 9.24 kali dari TSS awal di
menit ke-6. Pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1, TDS kumulatif
hanya naik sebanyak 2.17% atau 5.25 kali dari TDS awalnya di menit ke-6.
Peningkatan TSS terjadi paling sedikit pada konsentrasi ini yaitu hanya 5.61%
atau sebesar 6.34 kali dari TSS awalnya di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi
hanya naik 0.21 g atau sebesar 2.61 kali dari bobot tanah tererosi total awalnya di
menit ke-6.
Hasil uji kopolimer kationik pada tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 100 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 8 dan Gambar 14.
Tabel 8 menunjukkan peningkatan limpasan kumulatif sebesar 73.07 mm atau
8.37 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6. Pada tanah dengan
kopolimer kationik 25 kg ha-1 volume limpasan kumulatif bertambah 60.34 mm
atau 7.20 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6. Kopolimer
kationik 50 kg ha-1 memberikan peningkatan volume limpasan kumulatif paling
kecil, yaitu 56.97 mm atau 6.84 kali lebih banyak dari volume awal di menit ke-6.
Hasil uji kopolimer kationik pada tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 100 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 8 dan Gambar 14.
Volume infiltrasi kumulatif menunjukkan keadaan sebaliknya, jumlahnya paling
sedikit pada tanah tanpa kopolimer kationik dan volume infiltrasi kumulatifnya
terus bertambah dengan bertambah besarnya konsentrasi kopolimer kationik
seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Tanah tanpa kopolimer kationik hanya
meningkatkan volume infiltrasi kumulatif sebesar 17.03 mm. Penggunaan
kopolimer kationik 25 kg ha-1 meningkatkan volume infiltrasi yang sebanyak
30.39 mm atau 87.83 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6.
Peningkatan volume terjadi paling banyak pada penggunaan konsentrasi
28
kopolimer kationik 50 kg ha-1 dengan peningkatan sebesar 33.75 mm atau 100.25
kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6.
Gambar 14 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat
berpasir dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1
Laju limpasan pada tanah dengan kopolimer kationik juga lebih lambat bila
dibandingkan dengan tanah tanpa kopolimer kationik, karena kopolimer kationik
mampu menstabilkan agregat tanah sehingga infiltrasi air hujan pada tanah
semakin banyak, sehingga laju infiltrasi semakin cepat dan menurunkan volume
serta kecepatan limpasan. Laju limpasan tanah tanpa kopolimer kationik turun
16.30 mm jam-1 atau sebanyak 0.84 kali dari laju awalnya di menit ke-6. Laju
infiltrasi tanah tanpa kopolimer kationik naik 16.29 mm jam-1 atau sebanyak
20.87 kali lebih banyak dari laju awalnya di menit ke-6. Laju limpasan menurun
lebih cepat dan laju infiltrasi semakin cepat sebanding dengan semakin besar
konsentrasi kopolimer kationik.
Laju limpasan tanah dengan kopolimer kationik 25 kg ha-1 menurun
sebanyak 27.28 mm jam-1 atau sebesar 0.72 kali dari laju awalnya di menit ke-6,
sedangkan laju infiltrasinya naik sebanyak 27.28 mm jam-1 atau sebesar 8.86 kali
lebuh banyak dari laju awalnya di menit ke-6. Pada konsentrasi 50 kg ha-1, laju
limpasan melambat hingga 30.73 mm jam-1 atau sebanyak 0.69 kali lebih dari laju
awalnya di menit ke-6, sedangkan laju infiltrasinya semakin cepat hingga 30.72
mm jam-1 atau sebanyak 10.12 kali dari laju awalnya di menit ke-6.
Laju limpasan dan laju infiltrasi mempengaruhi kedalaman limpasan,
semakin stabil agregasi tanah maka laju infiltrasi akan semakin cepat sehingga
kedalaman limpasan berkurang. Hal ini terbukti dengan menurunnya kedalaman
limpasan pada tanah tanpa kopolimer kationik hingga 11.31 mm atau sebanyak
0.84 kali dari kedalaman awalnya di menit ke-6. Kehadiran kopolimer kationik
semakin menstabilkan agregasi tanah sehingga kedalaman limpasan akan lebih
kecil, pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1 dan 50 kg ha-1 kedalaman
limpasan turun hingga 18.94 mm atau sebanyak 0.72 kali, dan turun sebanyak
21.33 mm atau sebanyak 0.69 kali dari kedalaman awalnya di menit ke-6.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 25 50
Konsentrasi kopolimer kationik (kg ha-1)
Runoff kumulatif (mm)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Laju runoff (mm/h)
Laju infiltrasi (mm/h)
Kedalaman runoff (mm)
TDS (%)
TSS (%)
Berat tanah tererosi total (gr)
Limpasan kumulatif (mm)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Laju limpasan (mm jam-1)
Laju infiltrasi (mm jam-1)
Kedalaman limpasan (mm)
TDS (%)
TSS (%)
Bobot tanah tererosi total (g)
29
Tabel 8 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi,
dan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
Limpasan kumulatif
(mm)
Infiltrasi kumulatif
(mm)
Laju limpasan (mm jam-1)
Laju infiltrasi
(mm jam-1)
Kedalaman limpasan
(mm)
Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)
0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50
6 10.00 9.73 9.75 0.08 0.35 0.34 100.00 97.35 97.45 0.82 3.47 3.37 69.43 67.59 67.66
12 19.60 18.57 18.37 0.56 1.59 1.80 98.01 92.86 91.84 2.81 7.96 8.98 68.05 64.47 63.77
18 29.17 26.64 25.87 1.07 3.60 4.38 97.25 88.81 86.22 3.57 12.01 14.59 67.52 61.66 59.87
24 38.56 34.19 33.45 1.77 6.13 6.88 96.40 85.49 83.62 4.41 15.33 17.19 66.94 59.35 58.06
30 47.03 41.34 40.24 3.38 9.07 10.17 94.06 82.67 80.47 6.76 18.14 20.35 65.31 57.40 55.87
36 54.68 48.07 46.50 5.81 12.42 13.99 91.14 80.12 77.50 9.68 20.70 23.32 63.28 55.63 53.81
42 61.83 53.97 51.87 8.75 16.60 18.70 88.32 77.10 74.10 12.49 23.72 26.72 61.33 53.53 51.45
48 68.87 59.89 57.28 11.79 20.77 23.38 86.08 74.86 71.59 14.73 25.96 29.22 59.77 51.98 49.71
54 76.11 65.58 62.60 14.62 25.15 28.13 84.57 72.87 69.56 16.25 27.95 31.26 58.72 50.60 48.30
60 83.70 70.07 66.72 17.11 30.74 34.09 83.70 70.07 66.72 17.11 30.75 34.09 58.12 48.65 46.33
30
Tabel 9 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan
bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
TDS (%) TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)
Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)
0 25 50 0 25 50 0 25 50
6 1.25 0.72 0.79 4.99 3.29 2.13 0.62 0.40 0.29
12 2.10 1.31 1.62 9.11 6.23 4.23 1.12 0.75 0.58
18 2.86 2.06 2.29 13.11 8.93 6.01 1.60 1.10 0.83
24 3.64 2.71 2.93 18.00 11.14 7.73 2.16 1.39 1.07
30 4.19 3.36 3.20 21.20 13.41 9.48 2.54 1.68 1.27
36 4.72 3.92 3.32 26.13 15.44 11.40 3.09 1.94 1.47
42 4.96 4.18 3.40 31.37 17.33 13.28 3.63 2.15 1.67
48 5.26 4.31 3.48 34.14 19.31 14.84 3.94 2.36 1.83
54 5.66 4.33 3.55 36.79 21.32 16.76 4.25 2.56 2.03
60 6.10 4.40 3.61 39.40 23.35 18.48 4.55 2.77 2.21
Penggunaan kopolimer kationik juga memberi pengaruh terhadap TDS, TSS,
dan bobot tanah tererosi kumulatif seperti ditunjukkan pada Tabel 9. TDS tanah
tanpa kopolimer kationik, naik sebanyak 4.85% atau sebanyak 4.88 kali dari TDS
awalnya di menit ke-6. TSS tanah juga naik 34.41% atau sebanyak 7.90 kali lebih
banyak dari TSS awalnya di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi total naik
sebanyak 3.93 g atau 7.34 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6.
Pada tanah dengan kopolimer kationik 25 kg ha-1 jumlah TDS hanya
meningkat sebanyak 3.68% atau 6.11 kali lebih banyak dari TDS awal di menit
ke-6. TSS juga hanya naik sebanyak 20.06% atau 7.10 kali lebih banyak dari TSS
awalnya di meit ke-6, dan bobot tanah tererosi hanya naik sebanyak 2.37 g atau
6.92 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan
kopolimer kationik 50 kg ha-1, TDS hanya mengalami peningkatan sebanyak
2.82% atau 4.60 kali lebih banyak dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS naik
sebanyak 16.35% atau 8.68 kali lebih banyak dari TSS awal di menit ke-6, dan
bobot tanah tererosi total hanya bertambah sebanyak 1.92 g atau 7.62 kali lebih
banyak dari bobot awalnya di menit ke-6.
Hal ini membuktikan bahwa kopolimer kationik dapat mengurangi erosi
tanah dengan menurunkan jumlah padatan terlarut dan tersuspensi melalui
kemampuannya untuk membantu pembentukan agregat tanah yang lebih stabil.
Pengaruh Kopolimer Kationik pada Tanah Lempung Liat Berdebu
Hasil uji kopolimer kationik pada tanah lempung liat berdebu dengan
intensitas air hujan 45 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 15. Tabel
10 menunjukkan volume limpasan kumulatif tanah tanpa kopolimer kationik naik
sebanyak 34.93 mm atau 13.75 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit
ke-6. Gambar 15 menunjukkan penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1
mengurangi naiknya volume limpasan kumulatif yaitu sebanyak 24.31 mm atau
8.89 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6. Pada penggunaak
kopolimer kationik 50 kg ha-1 volume limpasan kumulatif naik dengan jumlah
yang lebih sedikit, yaitu hanya sebanyak 20.92 mm atau 8.37 kali lebih banyak
dari volume awalnya di menit ke-6.
31
Hal sebaliknya terjadi pada volume infiltrasi kumulatif dimana tanah tanpa
kopolimer kationik memiliki selisih volume infiltrasi sebesar 5.46 mm dari atau
5.46 kali dari volume awalnya di menit ke-6. Tanah dengan kopolimer kationik 25
kg ha-1 memiliki peningkatan volume infiltrasi kumulatif yang lebih besar, yaitu
16.10 mm atau 12.42 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6. Saat
kopolimer kationik 50 kg ha-1 digunakan, peningkatan volume infiltrasi terjadi
hingga 19.49 mm atau 12.81 kali lebih banyak dari volume awalnay di menit ke-6.
Gambar 15 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat
berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
Lebih besarnya peningkatan volume infiltrasi kumulatif tanah dengan
kopolimer kationik menandakan bahwa kopolimer kationik dapat menyediakan
tempat yang lebih stabil untuk infiltrasi air dibandingkan tanah tanpa kopolimer
kationik. Tanah dengan agregat yang lebih stabil dapat menahan air lebih lama
sehingga volume infiltrasinya lebih besar, sehingga volume limpasan tanah
dengan kopolimer kationik lebih kecil daripada tanah tanpa kopolimer kationik
karena air terinfiltrasi lebih banyak pada tanah dengan kopolimer kationik.
Laju limpasan tanah tanpa kopolimer kationik naik 10.32 mm jam-1 atau
1.34 kali lebih besar dari laju awalnya di menit ke-6. Peningkatan ini
menunjukkan tanah tidak mampu menginfiltrasi air hujan dengan baik. Saat
digunakan kopolimer kationik 25 kg ha-1, laju limpasan turun 3.43 mm jam-1 atau
0.89 kali lebih kecil dari laju awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan 50 kg ha-1
laju limpasan menurun 4.61 mm jam-1 atau 0.84 kali lebih sedikit dari volume
awalnya di menit ke-6. Penurunan laju limpasan menunjukkan bahwa kopolimer
kationik mampu memperbaiki infiltrasi tanah sehingga volume limpasan
berkurang dan laju infiltrasi meningkat, dibuktikan dengan naiknya laju infiltrasi
tanah dengan kopolimer kationik 25 kg ha-1 sebesar 3.43 mm jam-1 atau 1.21 kali
lebih banyak dari laju awalnya, dan terus naik saat digunakan konsentrasi
50 kg ha-1, yaitu 4.61 mm jam-1 atau 1.28 kali lebih banyak dari volume awalnya
di menit ke-6. Pada Tanpa kopolimer kationik, tanah mengalami penurunan laju
infiltrasi 10.33 mm atau sebanyak 0.41 kali dari laju awalnya di menit ke-6.
Kedalaman limpasan tanah tanpa kopolimer kationik bertambah 16.1 mm
atau 37.76 kali lebih dalam dari kedalam awalnya di menit ke-6. Setelah
digunakan kopolimer kationik 25 dan 50 kg ha-1, kedalaman limpasan berkurang
5.35 mm atau 0.89 kali, dan berkurang hingga 7.19 mm atau sebanyak 0.84 kali
dari kedalaman awalnya di menit ke-6.
0
10
20
30
40
50
60
0 25 50
Konsentrasi kopolimer kationik (kg/ha)
Runoff kumulatif (mm)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Laju runoff (mm/h)
Laju infiltrasi (mm/h)
Kedalaman runoff (mm)
TDS (%)
TSS (%)
Berat tanah tererosi total (gr)
Limpasan kumulatif (mm)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Laju limpasan (mm jam-1)
Laju infiltrasi (mm jam-1)
Kedalaman limpasan (mm)
TDS (%)
TSS (%)
Bobot tanah tererosi total (g)
32
Tabel 10 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi,
dan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Limpasan kumulatif
(mm)
Infiltrasi kumulatif
(mm)
Laju limpasan
(mm jam-1)
Laju infiltrasi
(mm jam-1)
Kedalaman limpasan
(mm)
Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)
0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50
6 2.74 3.08 2.84 1.76 1.41 1.65 27.35 30.82 28.37 17.55 14.08 16.53 42.64 48.05 44.23
12 5.47 6.08 5.37 3.51 2.90 3.61 27.35 30.41 26.84 17.55 14.49 18.06 42.64 47.41 41.84
18 8.74 9.08 7.79 4.74 4.39 5.68 29.12 30.27 25.95 15.78 14.63 18.95 45.40 47.20 40.46
24 12.41 11.85 10.27 5.55 6.11 7.69 31.02 29.62 25.66 13.88 15.28 19.24 48.36 46.18 40.01
30 16.59 14.66 12.75 5.86 7.79 9.70 33.18 29.33 25.49 11.71 15.57 19.41 51.74 45.72 39.74
36 20.47 17.36 15.05 6.47 9.58 11.89 34.12 28.93 25.09 10.78 15.97 19.81 53.19 45.10 39.11
42 24.74 19.87 17.35 6.69 11.56 14.08 35.34 28.38 24.78 9.56 16.52 20.12 55.09 44.25 38.64
48 28.96 22.26 19.49 6.96 13.66 16.43 36.20 27.82 24.36 8.70 17.08 20.54 56.44 43.37 37.98
54 33.31 24.69 21.63 7.10 15.71 18.78 37.01 27.44 24.04 7.89 17.46 20.86 57.70 42.78 37.48
60 37.67 27.39 23.76 7.22 17.51 21.14 37.67 27.39 23.76 7.22 17.51 21.14 58.74 42.70 37.04
33
Tabel 11 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan
bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu dengan
intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
TDS (%) TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)
Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)
0 25 50 0 25 50 0 25 50
6 0.80 1.04 0.45 2.16 1.19 0.81 0.30 0.22 0.12
12 1.49 1.47 0.98 4.28 2.33 1.18 0.58 0.38 0.22
18 2.16 2.02 1.47 6.54 2.97 1.37 0.87 0.50 0.28
24 3.11 2.51 1.92 8.88 3.48 1.53 1.20 0.60 0.35
30 4.21 3.42 2.80 11.42 3.75 1.56 1.56 0.72 0.44
36 4.97 4.14 3.60 14.13 4.51 1.70 1.91 0.87 0.53
42 5.79 4.95 4.03 17.09 5.14 1.73 2.29 1.02 0.58
48 6.46 5.19 4.21 20.14 5.54 1.74 2.66 1.08 0.60
54 7.24 5.61 4.32 23.30 6.01 1.75 3.05 1.16 0.60
60 8.17 5.88 4.39 26.40 6.59 1.81 3.46 1.25 0.62
Tabel 11 menunjukkan kopolimer kationik mampu mengurangi TDS, TSS,
dan bobot tanah tererosi total yang dilepas dari tanah selama hujan berlangsung
bila dibandingkan dengan tanah tanpa kopolimer kationik. Tanah tanpakopolimer
kationik mengalami peningkatan TDS hingga 7.37% atau 10.21 kali lebih banyak
dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS naik 24.24% atau sebanyak 12.22 kali lebih
banyak dari TSS awalnay di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi total juga naik
3.16 g atau 11.53 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6. Pada
penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, TDS kumulatif mulai terlihat stabil
pada menit ke 42, dan peningkatan terjadi hanya sebesar 4.84% atau 5.65 kali
lebih banyak dari TDS awalnay di menit ke-6. TSS naik 5.4% atau sebanyak 5.54
kali lebih banyak dari TSS awalnay di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi total
hanya naik 1.03 g atau 5.68 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6.
Pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1 peningkatan TDS kumulatif
yang dilepas hanya sebesar 3.94% atau sebanyak 9.76 kali dari TDS awalnya di
menit ke-6. TSS hanya naik sebanyak 1.00% atau sebanyak 2.23 kali dari TSS
awal di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi total hanya naik sebanyak 0.5 g atau
5.17 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6. Hal ini terjadi karena
kemampuan kopolimer kationik untuk berinteraksi dengan partikel tanah dan
membantu tanah membentuk agregat yang lebih stabil sehingga mampu
menurunkan jumlah TDS, TSS, dan bobot total tanah yang tererosi.
Hasil uji kopolimer kationik pada tanah lempung liat berdebu dengan
intensitas air hujan 100 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 12 dan Gambar 16.
Tabel 12 menunjukkan semakin banyak konsentrasi kopolimer kationik yang
digunakan, peningkatan volume limpasan kumulatif menjadi semakin kecil. Pada
tanah tanpa kopolimer, limpasan kumulatif bertambah sebesar 44.27 mm atau 6.63
kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6.
Pada kopolimer kationik 25 kg ha-1 peningkatan hanya terjadi sebesar 32.32
mm atau sebanyak 5.48 kali dari volume awalnya di menit ke-6, dan pada
penggunaan sebanyak 50 kg ha-1 volume limpasan kumulatif hanya meningkat
sebanyak 27.93 mm atau 4.8 kali lebih banyak dari volume awalnya pada
menit ke-6.
34
Gambar 16 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung
liat berdebu dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1
Sebaliknya dengan volume infiltrasi kumulatif yang menjadi lebih besar
pada tanah dengan kopolimer kationik. Tanah tanpa kopolimer kationik memiliki
volume infiltrasi yang naik sebesar 46.46 mm. Tanah dengan kopolimer kationik
25 kg ha-1 memiliki peningkatan volume infiltrasi kumulatif 58.42 mm atau
sebanyak 21.43 kali dari volume awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan
kopolimer kationik sebanyak 50 kg ha-1 terdapat peningkatan volume infiltrasi
kumulatif hingga 62.80 mm atau 23.93 kali lebih banyak dari volume awalnya di
menit ke-6.
Lebih besarnya peningkatan volume infiltrasi kumulatif pada tanah dengan
kopolimer kationik menandakan bahwa kopolimer kationik mampu menyediakan
tempat yang lebih stabil untuk infiltrasi air pada tanah dibandingkan tanah tanpa
kopolimer kationik. Tanah dengan agregat yang lebih stabil akan dapat menahan
air lebih lama sehingga kemampuan infiltrasi tanah akan lebih besar sehingga
volume limpasan pada tanah juga akan lebih kecil karena air terinfiltrasi lebih
banyak pada tanah.
Sejalan dengan meningkatnya volume limpasan kumulatif dan volume
infiltrasi kumulatif, terjadi pula penurunan laju limpasan dan peningkatan laju
infiltrasi. Penurunan laju limpasan terjadi paling sedikit pada tanah tanpa
kopolimer kationik yaitu sebanyak 26.44 mm jam-1 atau 0.66 kali dari laju
awalnya di menit ke-6.
Penggunaan 25 kg ha-1 kopolimer kationik menurunkan laju limpasan hingga
32.71 mm jam-1 atau 0.55 kali dari laju awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan
kopolimer kationik 50 kg ha-1 laju limpasan semakin menurun hingga 38.19
mm jam-1 atau 0.48 kali lebih sedikit dari laju awalnya di menit ke-6. Turunnya
laju limpasan menandakan bahwa tanah mampu memiliki kemampuan infiltrasi
yang didukung dengan semakin cepatnya laju infiltrasi tanah baik pada tanah
tanpa kopolimer kationik atau dengan kopolimer kationik.
Peningkatan laju infiltrasi terjadi paling kecil pada tanah tanpa kopolimer
kationik yaitu hanya terjadi peningkatan 26.43 mm jam-1 atau 2.19 kali dari laju
awalnya di menit ke-6. Kopolimer kationik 25 kg ha-1 meningkatkan laju infiltrasi
32.71 mm jam-1 atau 2.14 kali lebih banyak dari laju awalnya id menit ke-6. Laju
infiltrasi paling cepat terjadi pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1 yaitu
38.19 mm jam-1 atau 2.40 kali dari laju awalnya di menit ke-6.
0
10
20
30
40
50
60
0 25 50
Konsentrasi kopolimer kationik (kg ha-1)
Runoff kumulatif (mm)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Laju runoff (mm/h)
Laju infiltrasi (mm/h)
Kedalaman runoff (mm)
TDS (%)
TSS (%)
Berat tanah tererosi total (gr)
Limpasan kumulatif (mm)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Laju limpasan (mm jam-1)
Laju infiltrasi (mm jam-1)
Kedalaman limpasan (mm)
TDS (%)
TSS (%)
Bobot tanah tererosi total (g)
35
Tabel 12 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi,
dan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
Limpasan kumulatif
(mm)
Infiltrasi kumulatif
(mm)
Laju limpasan
(mm jam-1)
Laju infiltrasi
(mm jam-1)
Kedalaman limpasan
(mm)
Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)
0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50
6 7.86 7.22 7.35 2.22 2.86 2.74 78.57 72.25 73.47 22.25 28.57 27.35 54.56 50.16 51.01
12 13.78 12.24 11.47 6.39 7.93 8.69 68.88 61.17 57.35 31.94 39.64 43.47 47.82 42.47 39.82
18 19.29 16.96 14.57 10.96 13.29 15.67 64.29 56.53 48.57 36.53 44.29 52.25 44.64 39.25 33.73
24 24.37 21.11 17.92 15.96 19.21 22.41 60.92 52.78 44.80 39.90 48.04 56.02 42.30 36.65 31.10
30 29.24 24.89 21.40 21.17 25.52 29.01 58.47 49.78 42.80 42.35 51.04 58.02 40.60 34.56 29.72
36 34.28 28.05 24.57 26.21 32.44 35.92 57.13 46.75 40.95 43.69 54.07 59.86 39.66 32.46 28.43
42 38.58 31.03 27.70 31.99 39.54 42.87 55.12 44.33 39.58 45.70 56.49 61.24 38.27 30.78 27.48
48 43.13 33.97 30.58 37.52 46.68 50.07 53.92 42.46 38.23 46.90 58.36 62.59 37.44 29.48 26.54
54 47.66 36.81 33.05 43.07 53.93 57.68 52.96 40.90 36.72 47.86 59.92 64.09 36.77 28.40 25.50
60 52.13 39.54 35.28 48.68 61.28 65.54 52.13 39.54 35.28 48.68 61.28 65.54 36.20 27.45 24.49
36
Kemampuan kopolimer kationik untuk menstabilkan tanah juga ditunjukkan
dengan semakin berkurangnya kedalaman limpasan dengan semakin besarnya
kopolimer kationik yang digunakan di tanah. Tanah tanpa kopolimer kationik
hanya mengalami penurunan kedalaman limpasan sebesar 18.36 mm atau 0.66
kali dari kedalaman awal di menit ke-6. Kopolimer kationik 25 kg ha-1
mengurangi kedalaman limpasan hingga 22.71 mm atau sebanyak 0.55 kali dari
kedalaman awalnya di menit ke-6, dan pada kopolimer kationik 50 kg ha-1
kedalaman limpasan berkurang hingga 26.52 mm atau sebanyak 0.48 kali dari
kedalaman awalnya di menit ke-6.
Tabel 13 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan
bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu dengan
intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
TDS (%) TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)
Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)
0 25 50 0 25 50 0 25 50
6 1.36 0.94 1.02 3.06 1.74 1.07 0.44 0.27 0.21
12 2.52 1.95 1.78 5.32 3.44 2.05 0.78 0.54 0.38
18 3.23 2.42 2.26 7.53 5.24 2.99 1.08 0.77 0.53
24 4.22 2.71 3.18 10.10 6.99 4.24 1.43 0.97 0.74
30 4.91 3.60 4.07 12.99 9.13 5.60 1.79 1.27 0.97
36 5.86 4.13 4.98 15.60 11.25 7.48 2.15 1.54 1.25
42 6.97 4.97 5.21 18.39 13.10 9.30 2.54 1.81 1.45
48 7.67 6.00 5.44 21.28 14.39 11.03 2.90 2.04 1.65
54 8.42 6.51 5.67 24.13 16.06 12.81 3.26 2.26 1.85
60 9.27 6.79 5.95 27.15 17.65 14.61 3.64 2.44 2.06
Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik hasil sintesis terhadap TSS,
TDS, dan bobot tanah tererosi total ditunjukkan pada Tabel 13. TDS dari tanah
tanpa kopolimer kationik memiliki peningkatan yang paling banyak, yaitu sebesar
7.91%. TSS naik hingga 24.09%, dan bobot tanah tererosi total naik hingga
3.20 g dari bobot awalnya di menit ke-6. TDS dari tanah dengan 25 kg ha-1
kopolimer kationik memiliki peningkatan TDS yang lebih kecil, yaitu sebesar
5.85% atau sebanyak 7.22 kali dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS naik hingga
15.91% atau 10.14 kali lebih banyak dari TSS awal di menit ke-6, dan bobot tanah
tererosi total hanya naik hingga 2.17 g atau 9.03 kali lebih banyak dari bobot
awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1, TDS
tanah naik sebanyak 4.93% atau 5.8 kali dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS
tanah hanya naik 13.54 % atau 13.65 kali dati TSS awalnya di menit ke-6, dan
bobot tanah tererosi total hanya naik sebanyak 1.85 g atau 9.8 kali dari bobot
awalnya di menit ke-6.
Turunnya TDS, TSS, dan bobot tanah tererosi kumulatif disebabkan karena
kemampuan kopolimer kationik berinteraksi dengan ion maupun senyawa organik
di dalam tanah sehingga memberikan kestabilan yang lebih baik pada tanah dan
berakibat pada menurunnya peningkatan jumlah kumulatif TDS, TSS, maupun
bobot tanah yang tererosi selama hujan terjadi.
37
Perbandingan Pengaruh Kopolimer Kationik Hasil Sintesis Sebagai
Pengendali Erosi pada Berbagai Jenis Tanah dan Intensitas Air Hujan
Perbandingan pengaruh kopolimer kationik hasil sintesis sebagai
pengendali erosi pada lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu pada
intensitas air hujan 45 mm jam-1 dan 100 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas
air hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1 dapat menurunkan volume
limpasan total sebanyak 32.60% dan terus turun hingga 65.26% pada penggunaan
50 kg ha-1. Berkurangnya volume limpasan pada intensitas air hujan 100 mm jam-1
terjadi hingga 16.28% pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus
turun sampai 20.29% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.
Pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,
kopolimer kationik 25 kg ha-1 mampu menurunkan volume limpasan total
sebanyak 27.29%. Pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1 volume
limpasan total turun 36.93%. Hal serupa terjadi pada penurunan volume limpasan
total pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 dimana terjadi penurunan sebanyak
24.15% pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1 dan turun hingga 32.32%
pada penggunaan 50 kg ha-1.
Volume limpasan lebih kecil pada intensitas air hujan 45 mm jam-1 karena
pada kecepatan yang lebih tinggi tenaga air hujan menjadi lebih besar,
penghancuran partikel tanah dan detasemen tanah menjadi lebih banyak, sehingga
banyak partikel tanah yang terlepas hanyut dan menyumbat pori tanah, infiltrasi
air ke dalam tanah semakin berkurang dan volume limpasan menjadi semakin
banyak. Pada kecepatan 45 mm jam-1, penurunan volume limpasan total lebih
besar pada tanah lempung liat berpasir karena ukuran pori dari tekstur pasir lebih
besar sehingga resapan air pada tanah lebih cepat, sedangkan tanah berukuran
debu akan memfasilitasi resapan dalam waktu lebih lama sehingga volume
limpasan total tanah lempung liat berdebu akan lebih banyak.
Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1, turunnya volume limpasan total
lebih besar pada tanah lempung liat berdebu karena energi hujan yang tinggi
menyebabkan tanah menjadi lebih padat, pembentukan agregasi tanah lempung
akan meningkatkan drainase air ke tanah karena meningkatkan jumlah pori. Pada
tanah pasir, pembentukan agregasi mengurangi drainase karena banyak terbentuk
pori kecil. Lempung liat berdebu agregatnya lebih stabil karena kandungan bahan
organik tanahnya lebih banyak daripada lempung liat berpasir, sehingga lebih
banyak interaksi antara kopolimer kationik dan partikel tanah. Bahan organik juga
beperan dalam perekatan tanah, akibatnya kecepatan pembentukan pori kecil pada
lempung liat berdebu lebih lambat dibandingkan dengan lempung liat berpasir.
Turunnya volume limpasan maksimal pada penelitian ini (65.26%) lebih
banyak dibandingkan Prats et al. (2014) yang menyatakan PAM dan jerami
menurunkan limpasan hingga 16.30% dan 51.85%. Hal serupa diperoleh dengan
membandingkan penelitian Sepaskhah dan Shahabizad (2010) yang menyatakan
PAM di tanah berpasir dan berdebu dapat menurunkan limpasan hingga 23.25%
dan 61.63%. Kopolimer kationik pada penelitian ini juga memberikan penurunan
volume limpasan yang lebih kecil dibandingkan dengan metode konservasi lahan
oleh Salem et al. (2014) yang menyatakan olah lahan pada kemiringan 5°-10° dan
intensitas air hujan 33-121 mm jam-1 dapat mengurangi limpasan hingga 61%.
38
Pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,
kopolimer kationik 25 kg ha-1 mampu meningkatkan volume infiltrasi hingga
23.36%, dan volumenya naik pada konsentrasi kopolimer katonik 50 kg ha-1
hingga 46.75%. Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 terjadi peningkatan
sebanyak 79.72% pada konsentrasi kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus naik
hingga 99.24% pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada tanah
lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik
25 kg ha-1 mampu meningkatkan volume infiltrasi 142.52%, dan terus naik hingga
192.80% pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada intensitas air hujan
100 mm jam-1 terjadi kenaikan 25.88% pada konsentrasi kopolimer kationik 25 kg
ha-1 dan naik hingga 34.63% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.
Hasil penelitian ini memberi persentase peningkatan volume infiltrasi yang
lebih tinggi (23.32-192.66%) dibandingkan dengan penelitian Dou et al. (2012)
yang menyatakan bahwa PAM granuler dapat meningkatkan volume infiltrasi
38.20-139.60% di tanah berpasir tetapi pada kehadiran air dengan salinitas tinggi
karena ion-ion pada air dengan salinitas tinggi dapat membantu PAM agar dapat
berinteraksi dengan partikel tanah bermuatan negatif.
Turunnya volume limpasan total dan naiknya volume infiltrasi total
berpengaruh pada kedalaman limpasan. Kedalaman limpasan tanah lempung liat
berpasir pada intensitas hujan 45 mm jam-1 turun hingga 32.56% pada konsentrasi
kopolimer kationik 25 kg ha-1 dan turun hingga 65.25% pada konsentrasi
kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada intensitas hujan 100 mm jam-1, kedalamannya
turun sebanyak 16.29% pada konsentrasi 25 kg ha-1 dan turun hingga 20.29% pada
konsentrasi 50 kg ha-1. Kedalaman limpasan tanah lempung liat berdebu pada
intensitas hujan 45 mm jam-1 turun hingga 27.31% pada konsentrasi 25 kg ha-1
dan turun sebanyak 36.94% pada konsentrasi 50 kg ha-1. Pada intensitas air hujan
100 mm jam-1, kedalamannya turun sebanyak 24.17% pada konsentrasi 25 kg ha-1
dan turun sebanyak 32.35% pada konsentrasi 50 kg ha-1.
Pada intensitas air hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik lebih efektif
untuk mengurangi kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir
sedangkan pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 kopolimer kationik lebih efektif
untuk menurunkan kedalaman limpasan pada lempung liat berdebu. Hal ini
dipengaruhi oleh ukuran pori yang lebih besar dari lempung liat berpasir pada
intensitas air hujan 45 mm jam-1 sehingga volume limpasan menjadi lebih sedikit
daripada lempung liat berdebu tetapi pada kecepatan yang lebih tinggi, agregat
lempung liat berpasir cenderung lebih mudah hancur oleh energi air hujan yang
lebih tinggi sementara itu kandungan organik pada lempung liat berdebu
menyebabkan kopolimer kationik lebih mampu untuk mempertahankan stabilitas
agregat lempung liat berdebu meski pada energi air hujan yang lebih tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan kopolimer kationik hasil sintesis dapat
mengurangi kedalaman limpasan (16.29%-65.25%) lebih baik dibandingkan
dengan Kumar dan Saha (2011) yang menggunakan tanah berpasir dan
menyatakan PAM dapat mengurangi kedalaman limpasan hingga 9.99%, tetapi
gipsum mengurangi kedalaman limpasan hingga 69.10%, dan kombinasi PAM-
gipsum dapat mengurangi kedaman limpasan 75.10%. Hal ini disebabkan karena
gipsum mengandung ion divalen yang memfasilitasi pengikatan PAM pada tanah
sehingga diperoleh persentase penurunan kedalaman limpasan yang lebih besar.
39
Tabel 14 Perbandingan pengaruh konsentrasi kopolimer kationik sebagai pengendali erosi tanah pada jenis tanah dan intensitas air
hujan yang berbeda
Jenis tanah Konsentrasi
(kg ha-1)
Limpasan total
(mm)
Infiltrasi total
(mm)
Laju limpasan akhir
(mm jam-1)
Laju infiltrasi akhir
(mm jam-1)
Kedalaman limpasan
(mm)
Intensitas air hujan
(mm jam-1)
Intensitas air hujan
(mm jam-1)
Intensitas air hujan
(mm jam-1)
Intensitas air hujan
(mm jam-1)
Intensitas air hujan
(mm jam-1)
45 100 45 100 45 100 45 100 45 100
Lempung liat
berpasir
0 18.74 83.70 26.16 17.11 18.74 83.70 26.16 17.11 29.21 58.12
25 12.63 70.07 32.27 30.75 12.63 70.07 32.27 30.75 19.70 48.65
50 6.51 66.72 38.39 34.09 6.51 66.72 38.39 34.09 10.15 46.33
Lempung liat
berdebu
0 37.67 52.13 7.22 48.68 37.67 52.13 7.22 48.68 58.74 36.20
25 27.39 39.54 17.51 61.28 27.39 39.54 17.51 61.28 42.70 27.45
50 23.76 35.28 21.14 65.54 23.76 35.28 21.14 65.54 37.04 24.49
Jenis tanah Konsentrasi
(kg ha-1)
Total TDS (%) Total TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)
Intensitas air hujan
(mm jam-1)
Intensitas air hujan
(mm jam-1)
Intensitas air hujan
(mm jam-1)
45 100 45 100 45 100
Lempung liat
berpasir
0 5.19 6.10 15.75 39.40 1.87 4.55
25 3.53 4.40 10.35 23.35 0.85 2.77
50 2.68 3.61 6.66 18.48 0.34 2.21
Lempung liat
berdebu
0 8.17 9.27 26. 40 27.15 3.46 3.64
25 5.88 6.79 6.59 17.65 1.25 2.44
50 4.39 5.95 1.81 14.61 0.62 2.06
40
Laju limpasan akhir pada tanah dengan kopolimer kationik juga menurun
dibandingkan dengan tanah tanpa kopolimer kationik. Pada tanah lempung liat
berpasir dengan intensitas hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1
mampu menurunkan laju limpasan sebesar 32,56%, dan laju limpasan semakin
lambat hingga sebesar 65,25% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.
Pada intensitas hujan 100 mm jam-1 terjadi penurunan 16.29% dan pada
penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus turun hingga 20.29% pada
penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada tanah lempung liat berdebu
dengan intensitas hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1 mampu
menurunkan laju limpasan sebesar 27.31% dan terus turun hingga 36.94% pada
penggunaan 50 kg ha-1. Laju limpasan pada intensitas air hujan 100 mm jam-1
terjadi penurunan sebesar 24.17% pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1
dan terus turun hingga 32.35% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.
Turunnya laju limpasan terjadi karena turunnya volume limpasan yang
disebabkan oleh penggunaan kopolimer kationik, yang dapat mengikat antar
partikel-partikel tanah sehingga terbentuk agregat tanah yang lebih besar dari
sebelumnya. Meningkatnya ukuran agregat tanah akan meningkatkan jumlah pori
pada tanah sehingga volume infiltrasi pada tanah akan meningkat dan mengurangi
laju limpasan. Pada intensitas air hujan 45 mm jam-1, turunnya laju limpasan
terjadi lebih banyak pada tanah lempung liat berpasir karena tekstur pasir
memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga memberi kemampuan resapan
pada tanah dengan cepat sedangkan tanah berukuran debu akan memfasilitasi
resapan dalam waktu yang lebih lama. Pada intensitas air hujan yang lebih tinggi
(100 mm jam-1), energi hujan yang lebih besar akan memadatkan tanah dan
membentuk pori yang lebih kecil pada tekstur pasir, selain itu jumlah bahan
organik tanah lempung liat berdebu juga lebih banyak sehingga kekuatan agregasi
tanah dengan tekstur debu lebih stabil sehingga laju limpasan lebih banyak
berkurang pada tanah lempung liat berdebu. Jumlah bahan organik yang lebih
banyak juga menyebabkan lebih banyaknya interaksi elektrostatik antara
kopolimer kationik dan partikel tanah, akibatnya agregat tanah menjadi lebih
stabil dan laju limpasan turun.
Hasil penelitian ini memberikan persentase penurunan laju limpasan
(16.28%-65.24%) yang lebih banyak dari hasil penelitian She et al. (2014) yang
mempelajari erosi tanah pada tanah reklamasi dengan kehadiran air hujan
48-120 mm jam-1, dan menyatakan bahwa melalui konservasi lahan pada
kemiringan lahan 10-20°, laju limpasan berkurang hingga 60% tetapi sedimen
yang tererosi meningkat hingga 9.60-41%. Hasil penelitian ini juga memberikan
persentase yang lebih besar dari hasil Yonts (2008) yang menyatakan penggunaan
PAM sebagai pembenah tanah hanya dapat menurunkan limpasan hingga 30%.
Kopolimer kationik juga dapat meningkatkan laju infiltrasi akhir. Pada tanah
lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik
25 kg ha-1 meningkatkan laju infiltrasi akhir sebesar 23.36%, laju infiltrasi akhir
terus meningkat pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1 sebesar 46.72%.
Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 terjadi peningkatan 79.67% pada
penggunaan 25 kg ha-1, dan naik hingga 99.24% pada penggunaan 50 kg ha-1.
Pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,
kopolimer kationik 25 kg ha-1 juga mempercepat laju infiltrasi akhir sebesar
142,52%, dan laju infiltrasi akhir bertambah cepat hingga s192,80% pada
41
penggunaan kopolimer kationik sebanyak 50 kg ha-1. Pada intensitas air hujan 100
mm jam-1 terjadi kenaikan sebesar 25.88% pada penggunaan kopolimer kationik
25 kg ha-1 dan terus naik hingga 34.63% pada penggunaan 50 kg ha-1. Kenaikan
ini disebabkan karena kopolimer kationik mampu mengikat partikel-partikel tanah
sehingga terbentuk agregat tanah yang lebih stabil, yang dapat mempertahankan
jumlah pori tanah sehingga volume infiltrasi pada tanah akan meningkat.
Pada intensitas air hujan 45 mm jam-1, peningkatan laju infiltrasi akhir
terjadi dengan persentase lebih besar pada tanah lempung liat berpasir karena pori
yang lebih besar daripada lempung liat berpasir sehingga memiliki kemampuan
untuk menginfiltrasi air lebih banyak, tetapi tanah berukuran debu akan
menginfiltrasi dalam waktu yang lebih lama. Hal yang sebaliknya terjadi pada
intensitas air hujan 100 mm jam-1, laju infiltrasi akhir terjadi dengan persentase
lebih besar pada tanah lempung liat berdebu karena jumlah bahan organik lebih
banyak pada lempung liat berdebu sehingga lebih banyak interaksi elektrostatik
yang terjadi antara kopolimer kationik dan partikel tanah dan stabilitas agregatnya
menjadi lebih baik dibandingkan lempung liat berpasir, sehingga energi hujan
yang lebih besar akan lebih mudah menghancurkan agregat pada lempung liat
berpasir dan menurunkan kemampuannya untuk menginfiltrasi air.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Inbar et al. (2015) yang
menyatakan bahwa pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan
47 mm jam-1, penggunaan PAM 50% dapat menurunkan laju infiltrasi akhir tanah
hingga 80.43%. Hal ini disebabkan karena air hujan dapat meningkatkan
viskositas PAM sehingga menyebabkan penyumbatan pada pori tanah. Pada
penelitian ini viskositas kopolimer kationik hasil sintesis tidak berkurang sehingga
laju infiltrasi final tetap naik dengan bertambahnya durasi hujan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Sepaskhah dan Shahabizad (2010) tetapi
dengan persentase yang lebih tinggi (23.36%-99.24% untuk lempung liat berpasir
dan 25.86%-192.80% untuk lempung liat berdebu). Sepaskhah dan Shahabizad
(2010) menyatakan bahwa penggunaan PAM pada tanah berpasir dan berdebu
dapat mempercepat laju infiltrasi hingga 18.47% dan 20.57%. Pada perbandingan
dengan hasil penelitian She et al. (2014) yang menggunakan metode konservasi
lahan pada intensitas air hujan 48-120 mm jam-1. She et al. (2014) menyatakan
bahwa konservasi lahan pada kondisi maksimal yaitu dengan kemiringan lahan
30° dapat meningkatkan laju infiltrasi tanah hingga 49.27%.
Penggunan kopolimer kationik juga dapat menurunkan jumlah TDS, TSS,
dan bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir maupun lempung
liat berdebu. Pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm
jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1 dapat menurunkan total TDS sebesar 31.98%,
dan total TDS terus turun pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1 sebesar
48.36%. Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 terjadi penurunan 28.03% pada
konsentrasi kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan turun hingga sebanyak 46.27%
pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1.
Pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,
kopolimer kationik sebanyak 25 kg ha-1 dapat menurunkan total TDS sebesar
27.87% dan total TDS terus turun hingga sebanyak 40.82% dengan kopolimer
kationik 50 kg ha-1. Pada intensitas hujan 100 mm jam-1 terjadi penurunan TDS
sebanyak 26.75% pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus turun
hingga sebanyak 35.81% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.
42
Pada intensitas air hujan 45 mm jam-1 dan 100 mm jam-1, berkurangnya
jumlah TDS total terjadi lebih besar pada tanah lempung liat berpasir karena
jumlah kandungan bahan organik tanah lempung liat berdebu lebih banyak dari
lempung liat berpasir sehingga akan lebih banyak padatan yang terlarut bersama
dengan aliran air limpasan. Penurunan jumlah TDS ini juga ini disebabkan oleh
adanya interaksi antara kopolimer kationik dengan partikel organik maupun
anorganik yang bermuatan negatif pada tanah sehingga partikel tanah yang
terbawa oleh air limpasan cenderung berkurang.
Pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,
kopolimer kationik sebanyak 25 kg ha-1 mampu menurunkan total TSS sebesar
34.29%. Total TSS terus turun pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1
hingga 55.75%. Hal serupa terjadi dengan penurunan total TSS pada intensitas air
hujan 100 mm jam-1 dimana terjadi penurunan sebanyak 40,74% pada penggunaan
kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus turun hingga sebanyak 53,10% pada
penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.
Kopolimer kationik yang digunakan pada tanah lempung liat berdebu juga
mengurangi total TSS sebanyak 75.04% setelah digunakan kopolimer kationik 25
kg ha-1, dan TSS terus turun hingga sebesar 93.16% pada penggunaan kopolimer
kationik 50 kg ha-1. Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1, 25 kg ha-1 kopolimer
kationik dapat menurunkan total TSS hingga sebanyak 34.99% dan terus turun
hinggga sebanyak 46.19% pada penggunaan 50 kg ha-1 kopolimer kationik.
Penurunan total TSS disebabkan oleh interaksi elektrostatik antara
kopolimer kationik dengan partikel tanah bermuatan negatif, sehingga agregat
tanah menjadi lebih stabil, hal ini juga berpengaruh terhadap kemampuan infiltrasi
tanah yang berhubungan dengan turunnya volume limpasan, sehingga jumlah air
limpasan yang membawa partikel tanah yang terdetasemen juga berkurang. Pada
intensitas air hujan 45 mm jam-1, penurunan TSS total terjadi lebih banyak pada
tanah lempung liat berdebu karena kandungan bahan organik lempung liat
berdebu lebih berpengaruh terhadap interaksi partikel tanah dengan kopolimer
kationik sehingga efektif untuk menurunkan jumlah partikel tanah yang terbawa
limpasan. Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 TSS total turun lebih banyak
pada tanah lempung liat berpasir karena ukuran partikel lempung liat berpasir
lebih besar sedangkan energi air hujan yang lebih tinggi akan lebih mudah
membawa partikel tanah yang berukuran kecil seperti lempung liat berdebu.
Bobot tanah tererosi pada Tabel 12 membuktikan kopolimer kationik
mampu mengurangi erosi. Pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas
hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik menurunkan bobot tanah tererosi total
54.55% setelah digunakan kopolimer kationik 25 kg ha-1. Bobot tanah tererosi
total turun 81.82% pada pemakaian 50 kg ha-1.
Gambar 17 Interaksi antara tanah dan kopolimer
onggok-amino akrilat kationik
43
Pada intensitas hujan 100 mm jam-1 terjadi penurunan sebanyak 39.12% pada
penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus turun hingga 51.43% pada
penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada lempung liat berdebu dengan
intensitas hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1 mampu menurunkan
bobot tanah tererosi total sebesar 63.94% dan bobot tanah tererosi terus menurun
hingga sebesar 82.05% pada penggunaan kopolimer kationik sebanyak 50 kg ha-1.
Hal serupa terjadi dengan penurunan bobot tanah tererosi total pada intensitas air
hujan 100 mm jam-1 dengan penurunan hingga 32.97% pada penggunaan
kopolimer kationik 25 kg ha-1 dan terus turun hingga 43.41% pada penggunaan
kopolimer kationik 50 kg ha-1.
Pada intensitas hujan 45 mm jam-1, turunnya bobot tanah tererosi total lebih
banyak pada tanah lempung liat berdebu karena kemampuan infiltrasinya lebih
rendah dari tanah lempung liat berpasir sehingga air limpasan mengalir lebih
banyak dan menyebabkan erosi serta membawa partikel tanah yang hancur lebih
banyak. Pada intensitas hujan 100 mm jam-1 turunnya bobot tanah tererosi total
lebih banyak pada tanah lempung liat berpasir karena energi hujan yang lebih
tinggi mudah membawa partikel tanah yang lebih ringan seperti debu.
Kemampuan kopolimer kationik hasil sintesis dalam menurunkan erosi
berhubungan dengan kemampuannya untuk berinteraksi dengan partikel tanah
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambar 17 menunjukkan molekul kopolimer kationik onggok-amino akrilat
yang terlarut dalam air hujan, dan warna cokelat menggambarkan partikel tanah.
Molekul polimer kationik bermuatan positif, dan partikel tanah bermuatan negatif.
Partikel tanah bermuatan negatif berinteraksi dengan muatan positif pada molekul
polimer, menyebabkan partikel tanah berikatan dengan rantai kopolimer. Partikel-
partikel tanah membentuk jembatan ionik diantara rantai kopolimer. Pengikatan
ini berlangsung pada banyak rantai kopolimer dan partikel tanah sehingga partikel
tanah membentuk agregasi yang lebih stabil, menyebabkan tanah menjadi lebih
kuat dan tahan terhadap energi dari air hujan. Hal ini menyebabkan infiltrasi tanah
meningkat, limpasan berkurang, dan sedimen yang terbawa oleh aliran air
limpasan juga berkurang sehingga erosi tanah berkurang.
Hasil penelitian ini menunjukkan kopolimer onggok-amino akrilat kationik
25 kg ha-1 dan 50 kg ha-1 dapat mengurangi bobot tanah tererosi hingga
54.55%-81.82% pada lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan
45 mm jam-1. Hasil penelitian ini memberikan persentase yang lebih besar
dibandingkan penelitian Inbar et al. (2015) yang menggunakan PAM untuk
mengurangi erosi pada tanah berpasir dengan intensitas air hujan 47 mm jam-1 dan
menyatakan bahwa penggunaan PAM 25 kg ha-1 dan 50 kg ha-1 dapat mengurangi
erosi tanah hingga 23% dan 57%. Persentase yang lebih besar juga diperoleh pada
perbandingan dengan Kumar dan Saha (2011) yang menggunakan tanah berpasir
dan menyatakan PAM dapat mengurangi erosi hingga 6.60%, gipsum mengurangi
erosi hingga 64.30%, dan kombinasi PAM-gipsum dapat mengurangi erosi sampai
67.20%. Hasil penelitian ini juga memberikan penurunan bobot tanah tererosi
yang lebih besar dibandingkan Sepaskhah dan Shahabizad (2010) yang
menyatakan PAM pada tanah berpasir dan berdebu dapat menurunkan bobot tanah
tererosi hingga 19.16% dan 69.18%. Prats et al. (2014) menyatakan penggunaan
50 kg ha-1 PAM hanya dapat menurunkan erosi hingga 19% pada erosi tanah oleh
kebakaran hutan.
44
Hasil penelitian ini sejalan dengan Dou et al.(2012) yang menyatakan bahwa
PAM granuler 3-60 kg ha-1 dapat mengurangi erosi hingga 1.30-3.40 kali lebih
baik tetapi laju infiltrasi menurun dengan bertambahnya konsentrasi PAM. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan Yonts (2008) yang menggunakan 10 ppm PAM
pada air irigasi dan menyatakan bahwa PAM dapat mengurangi tanah tererosi
tetapi hanya hingga 42.85%. Sementara itu Jhurry (1997) menyatakan PAM dapat
menurunkan erosi hingga 177% tetapi dengan konsentrasi tinggi yaitu 300 kg ha-1.
Pada perbandingan dengan metode konservasi lahan, hasil penelitian ini juga lebih
efektif untuk mengurangi bobot tanah tererosi dibandingkan dengan penelitian
She et al. (2014) menyatakan bahwa melalui konservsi lahan pada kemiringan
10°-20° dapat menurunkan erosi hingga 31.50% tetapi limpasan meningkat
9.60-4.10%. Salem et al. (2014) menyatakan bahwa olah lahan pada kemiringan
5-10°, konservasi lahan dapat menurunkan erosi hingga 79%.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kopolimer onggok-akrilat dapat disintesis melalui kopolimerisasi
pencangkokan-penautan silang pada onggok dan DMAEMA. Kopolimer ongok-
amino akrilat kationik berhasil disintesis melalui metilasi terhadap kopolimer
onggok-amino akrilat menggunakan agen metilasi dimetilsulfat dengan konversi
94.96% pada waktu metilasi 18 jam dan perbandingan onggok-amino akrilat:DMS
(b/v) 1:2. Kopolimer onggok-amino akrilat kationik efektif untuk mengurangi
erosi pada tanah lempung liat berdebu dan lempung liat berpasir dengan intensitas
air hujan 45 mm jam-1 dan 100 mm jam-1. Kopolimer onggok-amino akrilat
kationik efektif untuk menurunkan volume limpasan total dan laju limpasan akhir
pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga
65.26%, meningkatkan volume infiltrasi total dan laju infiltrasi akhir pada tanah
lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga 192.80%,
menurunkan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan
intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga 65.25%, menurunkan TDS pada tanah
lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga 48.36%,
menurunkan TSS dan bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu
dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga 93.16% dan 82.05%.
Saran
Diperlukan optimasi lebih lanjut terhadap kopolimerisasi pencangkokan
DMAEMA pada onggok untuk meningkatkan rendemen sintesis onggok-amino
akrilat. Diperlukan studi lebih lanjut terhadap sifat toksisitas kopolimer onggok-
amino akrilat kationik dan lama waktu efektif untuk dapat menahan erosi. Selain
itu juga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kopolimer
onggok-amino akrilat kationik pada kondisi air hujan dan tanah alami, serta
pengaruhnya pada lingkungan alami di sekitar tanah.
45
DAFTAR PUSTAKA
Abebe W, Maddux WF, Schuster GS, Lewis JB. 2003. Vascular Responsiveness
to Dimethylaminoethyl Methacrylate and Its Degradation Products. J Biomed
Mater Res A. 66a(1):155-161. doi:10.1002/jbm.a.10568.
Amin MA, Utami N, Satria H, Simanjuntak W. 2013. Fermentasi Hidrolisat
Onggok dengan Menggunakan Mikroba Endofitik. [Prosiding]. Lampung
(ID):Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Antonucci JM, Zeiger DN, Tang K, Lin-Gibson S, Fowler BO, Lin NJ. 2012.
Synthesis and Characterization of Dimethacrylates Containing Quartenary
Ammonium Functionalities for Dental Applications. J Dental. 18(2):219-228.
doi:10.1016/j.dental.2011.10.004.
ASTM D2216. 1998. Standard Test Method for Laboratory Determination of
Water (Moisture) Content of Soil and Rock by Mass. West Conshohocken
(US): ASTM International.
ASTM D5907. 2009. Standard Test Method for Fikterable Matter (Total
Dissolved Solids) and Nonfilterable Matter (Total Suspended Solids) in Water.
West Conshohocken (US): ASTM International.
Begueria S, Angulo-Martinez M, Gaspar L, Navas A, 2015. Detachment of Soil
Organic Carbon by Rainfall Splash: Experimental Assessment on Three
Agricultural Soils of Spain. J Geoderma. 245-246:21-30. doi:10.1016/
j.geoderma.2015.01.010.
Bhattacharyaa. 2009. Polymer Grafting and Crosslinking. Canada (CA): John
Wiley & Sons.
Bruining MJ, Blaaugeersb HGT, Kuijera R, Pelsc E, Nuijstb RMMA, Koolea LH.
2000. Biodegradable Three-Dimensional Networks of Poly(dimethylamino
ethyl methacrylate), Synthesis, Characterization and In Vitro Studies of
Structural Degradation and Cytotoxicity. J Biomat. 21(6):595-604. doi:
10.1016/S0142-9612(99)00223-9.
Carr ME, Kim S, Yoon KJ, Stanley KD. 1992. Graft Polymerization of Cationic
Methacrylate, Acrylamide. and Acrylonitrile Monomers into Starch by
Reactive Extursion. Cereal Chem. 69(1):70-75.
Cerda-Cristerna BI, Flores H, Pozos-Guillen A, Perez E, Sevrin C, Grandfils C.
2011. Hemocompatibility Assessment of Poly(2-Dimethylamino Ethyl
Methacrylate) (PDMAEMA)-Based Polymers. J Con Rel. 153(3):269-277.
doi:10.1016/j.jconrel.2011.04.016.
Chen H, Fu X, Luo Z. 2015. Effect of Gum Arabic on Freeze-Thaw Stability.
Pasting and Rheological Properties of Tapioca Starch and its Derivatives. J
Foodhyd. 151(51):355-360. doi:10.1016/j.foodhyd.2015.05.034.
Das S, Sasmal D, Pal S, Kolya H, Pandey A, Tripathy T. 2015. Starch Based
Biodegradable Graft Copolymer for The Preparation of Silver Nanoparticles. J
Biomac. 81:83-90. doi:10.1016/j.ijbiomac.2015.07.046.
Dou L, Fa-Hu L, Wu LS. 2012. Soil Erosion as Affected by Polyacrylamide
Application Under Simulated Furrow Irrigation with Saline Water. Pedosphere.
22(5):681-688. doi:10.1016/S1002-0160(12)60053-8.
46
Fernandez-Romero ML, Clark JM, Collins CD, Parras-Alcantara L. 2015.
Evaluation of Optical Techniques for Characterising Soil Organic Matter in
Agricultural Soils. J Still. In press. doi:10.1016/j.still.2015.05.004.
Gozzelino G, Lisanti C, Beneventi S. 2013. Quaternary Ammonium Monomers
for UV Crosslinked Antibacterial Surfaces. J Colsurfa. 430:21-28. doi:10.1016/
j.colsurfa.2013.03.061.
Hatton FL, Malmstrom E, Carlmark A. 2015. Tailor-Made Copolymers for The
Adsorption to Cellulosic Surfaces. J Eurpolymj. 65:325-339. doi:10.1016/
j.eurpolymj.2015.01.026.
He J, Söderling E, Österblad M, Vallittu PK, Lassila LVJ. 2011. Synthesis of
Methacrylate Monomers with Antibacterial Effects Against S. Mutans.
Molecules. 16(11):9755-9763. doi:10.3390/molecules.16119755.
Heilig A, DeBruyn D, Walter MT, Rose CW, Parlenge JY, Steenhuis TS, Sander
GC, Hairsine PB, Hogarth WL, Walker LP. 2001. Testing A Mechanistic Soil
Erosion Model With A Simple Expriment. J Hydrol. 244(1-2):9-16.
doi: 10.1016/S0022-1694(00)00400-5.
Inbar A, Ben-Hur M, Sternbrg M, Lado M. 2015. Using Polyacrylamide to
Mitigate Post-Fire Erosion. J Geoderma. 239-240:107-114. doi:10.1016/
j.geoderma.2014.09.026.
Jhurry D. 1997. Agricultural Polymers. Reduit (MU): University of Mauritius.
Jung S, Lee H. 2014. Well-Defined Thermoresponsive Copolymers with Tunable
LCST and UCST in Water. Bull Korean Chem Soc. 35(2):501-504.
doi:10.5012/bkcs.2014.35.2.501.
Kalia S, Sabaa MW, Kango S. 2013. Polymer Grafting: A Versatile Means to
Modify The Polysaccharides. Polysaccharide Based Graft Copolymers. Berlin
(GM): Springer-Verlag.
Karthika JS, Vishalakshi B. 2015. Novel Stimuli-Responsive Gellan Gum-Graft-
Poly(DMAEMA) Hydrogel As Adsorbent for Anionic Dye. J Ijbiomac.
81:648-655. doi:10.1016/j.ijbiomac.2015.08.064.
Kavakli C, Kavakli PA, Turan BD, Hamurcu A, Guven O. 2014. Quaternized
Dimethylaminoethyl methacrylate Strong Base Anion Exchange Fibers for
As(V) Adsorption. J Radphyschem. 102:84-95. doi:10.1016/j.radphyschem.
2014.04.011
Kavakli PA, Kavakli C, Guven O. 2010. Preparation of Quaternized
Dimethylaminoethylmethacrylate Grafted Nonwoven Fabric For The Removal
of Phosphate. J Radphyschem. 79(3):233–237. doi:10.1016/j.radphyschem.
2009.08.011.
Khaliq A, Abbasi MK. 2015. Improvements in The Physical and Chemical
Characteristics of Degraded Soils Supplemented With Organic–Inorganic
Amendments in The Himalayan Region of Kashmir. Pakistan. J Catena.
126:209-215. doi:10.1016/j.catena.2014.11.015.
Klingler D. 2015. 21st Century Homestead: Organic Food. Raleigh (US): Lulu
Press Inc.
Kumar A, Saha A. 2011. Effect of Polyacrylamide and Gypsum on Surface
Runoff. Sediment Yield and Nutrient Losses from Steep Slopes. J Agwat.
98(6):999-1004. doi:10.1016/j.agwat.2011.01.007.
47
Liu X, Zhang S, Zhang X, Ding G, Cruse RM. 2011. Soil Erosion Control
Practices in Northeast China: A Mini-Review. J Still. 117:44-48.
doi:10.1016/j.still.2011.08.005.
Lu S, Malik Z, Chen D, Wu C. 2014. Porosity and Pore Size Distribution of
Ultisols and Correlations to Soil Iron Oxides. J Catena. 123:79-87.
doi:10.1016/j.catena.2014.07.010.
Mas’ud ZA, Khotib M, Sari N, Nur A. 2013. Synthesis Of Cassava Waste Pulp-
Acrylamide Super Absorbent:Effect of Initiator And Cross-Linker
Concentration. Indo J Chem. 13(1):66-71.
Moad G. 2011. Chemical Modification of Starch by Reactive Extursion.
J Poly Sci. 36(2):218-237. doi:10.1016/j.progpolymsci.2010.11.002.
Nair MPD, Padmaja G, Moorthy SN. 2011. Biodegradation of Cassava Starch
Factory Residue Using A Combination of Cellulases. Xylanases and
Hemicellulase. J Biombioe. 35(3):1212-1218. doi:10.1016/j.biombioe.
2010.12.009.
Nie XJ, Zhang JH, Cheng JX, Gao H, Guan ZM. 2016. Effect of Soil
Redistribution on Various Organic Carbons in A Water- and Tillage-Eroded
Soil. J Still. 155:1-8. doi:10.1016/j.still.2015.07.003.
NSW Department of Industry. 2015. Soil erosion solutions [internet]. [diacu 2015
September 3]. Tersedia dari: http:// www. dpi.nsw.gov.au/agriculture/
resources/soils/erosion.
Orts WJ, Sojka RE, Glenn GM, Gross RA. 1999, Preventing Soil Erosion with
Polymer Additives. Polymer News. 24(12):406-413.
Panwar NR, Ramesh P, Singh AB, Ramana S. 2010. Influence of Organic.
Chemical. and Integrated Management Practices on Soil Organic Carbon and
Soil Nutrient Status Under Semi-Arid Tropical Conditions in Central India.
Commun. Soil Sci Plant Anal. 41(9):1073–1083. doi:10.1080/
00103621003687166
París R, Quijada-Garrido I. 2010. Temperature- and pH-Responsive Behaviour of
Poly (2-(2-methoxyethoxy) Ethyl Methacrylate-co-N.N-Dimethylaminoethyl
Methacrylate) Hydrogels. J Europolymj. 46(11):2156-2163. doi:10.1016/
j.eurpolymj.2010.09.004.
Prats SA, Martins MAD, Malvar MC, Ben-Hur M, Keizer JJ. 2014.
Polyacrylamide Application Versus Forest Residue Mulching for Reducing
Post-Fire Runoff and Soil Erosion. Sci Total Environ. 468-469:464–474.
doi:10.1016/j.scitotenv.2013.08.066.
Quinteros DA, Rigo VR, Kairuz AFJ, Olivera ME, Manzo RH, Allemandi DA.
2008. Interaction Between a Cationic Polymethacrylate (EudragitE100) and
Anionic Drugs. Eur J Pharm Sci. 33(1):72–79. doi:10.1016/j.ejps.
2007.10.002.
Reddy N, Crohn DM 2014. Effects of Soil Salinity and Carbon Availability from
Organic Amendments on Nitrous Oxide Emissions. J Geoderma.
235-236:363-371. doi:10.1016/j.geoderma.2014.07.022.
Riva JS, Beltramob DM, Yudia LM. 2014. Adsorption–Desorption Mechanism of
A Cationic Polyelectrolyte Based on Dimethylaminoethyl Polymethacrylates at
The Water/1.2-Dichloroethane Interface. J Electacta. 115:370-377.
doi:10.1016/j.electacta.2013.10.156.
48
Routschek A, Schmidt J, Kreienkamp F. 2014. Impact of Climate Change on Soil
Erosion-A High Resolution Projection on Catchment Scale Until 2010 in
Saxony/Germany. J Catena. 121:99-109. doi:10.1016/j.catena.2014.04.019.
Salama A, Shukry N, El-Sakhawy M. 2015. Carboxymethyl Cellulose-G-Poly(2-
(dimethylamino)ethylmethacrylate) Hydrogel As Adsorbent for Dye Removal.
J Ijbiomac. 73:72-75. doi:10.1016/j.ijbiomac.2014.11.002.
Salem HM, Valero C, Munoz MA, Gil-Rodriguez M, Barreiro P. 2014. Effect of
Reservoir Tillage on Rainwater Harvesting and Soil Erosion Control Under A
Developed Rainfall Simulator. J Catena. 113:353-362. doi:10.1016/j.catena.
2013.08.018.
Sang Y, Xiao H. 2008. Clay Flocculation Improved by Cationic Poly(Vinyl
Alcohol)/Anionic Polymer Dual-Component System. J Jcis. 326(2):420-425.
doi:10.1016/j.jcis.2008.06.058
Sepaskhah AR, Shahabizad V. 2010. Effects of Water Quality and PAM
Application Rate on the Control of Soil Erosion, Water Infiltration and Runoff
for Different Soil Textures Measured in a Rainfall Simulator.
J Biosystemseng. 106(4):513-520. doi:10.1016/j.biosystemeng/2010.05.019.
She D, Fei Y, Liu Z,, Shao G. 2014. Soil Erosion Characteristics of Ditch Banks
During Reclamation of A Saline/Sodic Soil in A Coastal Region of China:
Field Investigation and Rainfall Simulation. J Catena. 121:176-185.
doi:10.1016/j.catena.2014.05.010.
Shi W, Tan W, Wang L, Pan G. 2015. Removal of Microcystis Aeruginosa Using
Cationic Starch Modified Soils. J Wat Res. In Press. doi:10.1016/
j.watres.2015.06.029
Sosnik A, Sefton MV. 2006. Methylation of Poloxamine for Enhanced Cell
Adhesion. Biomacromolecules. 7(1):331-338. doi:10.1021/bm050693h
Suherman K, Suparwi, Widyastuti T. 2013. Konsentrasi VFA Total dan Amonia
Pada Onggok yang Difermentasi dengan Aspergillus Niger Secara In Vitro.
JIP. 1(3):827-834.
Thien SJ, Graveel. 2002. Laboratory Manual for Soil Science: Agricultural &
Environmental Principles. Lewiston (USA): McGraw-Hill Science/
Engineering/Math.
Urbankova O, Zahora J, Zahora J. 2013. The Biological Background to Internal
Soil Erosion. Mendel Net. 384-390.
US Department of Agriculture. 2015. Plant and soil sciences elibrary [internet].
[diacu 2015 September 3]. Tersedia dari http://passel.unl.edu/pages/
index2col.php?category=soilscience.
US Patent 2741551. 1956. Method of Preparing A Soil Conditioning and
Enriching Composition. Alexandria (US): United States Patent and Trademark
Office.
US Patent 3284425. 1966. Conversion of Polymethacrylate to
Polymethacrylamide in An Aqueous System. Alexandria (US): United States
Patent and Trademark Office.
Wang JP, Yua B, Xu X, Yang N, Jin ZY, Kim JM. 2011. Orthogonal-Function
Spectrophotometry for The Measurement of Amylose and Amylopectin
Contents. J Foodchem. 127(1):102-108. doi:10.1016/j.foodchem.2010.
12.094.
49
Wang G, Fang Q, Wu B, Yang H, Xu Z. 2015. Relationship Between Soil
Erodibility and Modeled Infiltration Rate in Different Soils. J Hydrol. 528:
408-418. doi:10.1016/j.hydrol.2015.06.044.
Wang L, Shi ZH, Wang J, Fang NF, Wu GL, Zhang HY. 2014. Rainfall Kinetic
Energy Controlling Erosion Processes and Sediment Sorting on Steep
Hillslopes: A Case Study of Clay Loam Soil from The Loess Plateau, China.
J Hydrol. 512:168-178. doi:10.1016/j.hydrol.2014.02.066.
Witono JR, Noordegraaf I, Heeres HJ, Janssen LPBM. 2012. Graft
Copolymerization of Acrylic Acid to Cassava Starch-Evaluation of The
Influences of Process Parameters by An Experimental Design Method.
J Carbpol. 370(4):38-45. doi:10.1016/j.carbpol.2012.07.024.
Wu X, Scott K. 2012. A Polymethacrylate-Based Quaternary Ammonium OH−
Ionomer Binder for Non-Precious Metal Alkaline Anion Exchange Membrane
Water Electrolysers. J Powsour. 214:124-129. doi:10.1016/j.powsour.
2012.03.069.
Yonts CD. 2008. Using Polyacrylamide to Reduce Soil Erosion. Nebraska (US):
University of Nebraska-Lincoln.
You L, Lu F, Li D, Qiao Z, Yin Y. 2009. Preparation and Flocculation Propertis
of Cationic Starch/Chtosan Crosslinking Copolymer. J Haz Mat. 172(1):38-45.
doi:10.1016/j.jhazmat.2009.06.120.
Zhang JH, Wang Y, Zang ZH. 2014. Effect of Terrace Forms on Water and
Tillage Erosion on A Hilly Landscape in The Yangtze River Basin. China.
J Geomorph. 216:114-124. doi:10.1016/j.geomorph.2014.03.030.
Zhu F. 2015. Composition, Structure, Physicochemical Properties, and
Modifications of Cassava Starch. J Carbpol. 122:456-480. doi:10.1016/
j.carbpol.2014.10.063.
50
Lampiran 1 Perhitungan rendemen
Parameter Ulangan Rata-
rata
RPD (%)
1 2 3 1 vs 2 1 vs 3 2 vs 3
Bobot awal
(g) 22.5007 22.5012 22.5001 22.50 0.002 0.003 0.005
Bobot akhir
(g) 32.0067 32.7863 32.8531 32.55 2.40 2.60 0.20
Rendemen
(%) 42.2476 45.7092 46.0131 44.66 7.75 8.43 0.68
Lampiran 1 Perhitungan daya serap air
Jenis
Kopolimer Ulangan
Bobot
sebelum uji
daya serap
air (g)
Bobot
setelah uji
daya serap
air (g)
Daya
serap
air
(g g-1)
Rata-
rata
RPD
(%)
Onggok-
amino
akrilat
1 0.1002 0.2463 2.46 2.50 3.24
2 0.1005 0.2552 2.54
Onggok-
amino
akrilat
kationik
1 0.1004 0.3297 3.28 3.29 0.52
2 0.1009 0.3331 3.30
Lampiran 3 Perhitungan nisbah pencangkokan
Sampel N (%)
Onggok 1.15
Onggok-amino akrilat 2.70
Onggok-amino akrilat kationik 3.30
Nisbah pencangkokan (%) =100 (N(%)x
Mr DMAEMAAr N
100 − (N(%)Mr DMAEMA
Ar N )
Nisbah pencangkokan (%) =100 (2.7(%)x
157.2 g mol−1
14 g mol−1 )
100 − (2.7(%)157.2 g mol−1l
14 g mol−1 )= 42.148 %
51
Lampiran 4 Perhitungan derajat metilasi
Variasi pH
awal
pH
akhir
V titrasi
(mL)
bobot
sampel
(g)
Konsentrasi 4:1 B 4.28 7.36 0.10 0.05
1.00 2.79 7.21 0.30 0.05
2.00 2.93 7.29 0.40 0.05
3.00 2.71 7.41 0.20 0.05
rata-rata 2.81 7.30 0.30 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 4.98 1.10 33.33 0.60
1 vs 3 2.85 2.74 33.33 0.60
2 vs 3 7.83 1.64 66.67 0.00
2:1 B 4.28 7.47 0.10 0.05
1.00 2.74 7.90 0.30 0.05
2.00 2.68 7.00 0.35 0.05
3.00 2.61 7.40 0.30 0.05
rata-rata 2.68 7.43 0.32 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 2.24 12.11 15.79 1.18
1 vs 3 4.86 6.73 0.00 2.76
2 vs 3 2.62 5.38 15.79 1.57
1:1 B 3.90 7.30 0.10 0.05
1.00 2.60 7.70 0.45 0.05
2.00 2.60 7.07 0.40 0.05
3.00 2.75 7.21 0.40 0.05
rata-rata 2.65 7.33 0.42 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 0.00 8.60 12.00 0.40
1 vs 3 5.66 6.69 12.00 0.20
2 vs 3 5.66 1.91 0.00 0.60
1:2 B 3.10 7.02 0.10 0.05
1.00 2.62 7.47 0.60 0.05
2.00 2.61 7.12 0.50 0.05
3.00 2.55 7.15 0.50 0.05
rata-rata 2.59 7.25 0.53 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 0.39 4.83 18.75 0.20
1 vs 3 2.70 4.42 18.75 0.00
2 vs 3 2.31 0.41 0.00 0.20
1:4 B 5.02 7.81 0.10 0.05
1.00 2.61 7.43 0.40 0.05
2.00 2.59 7.01 0.70 0.05
3.00 2.70 7.15 0.40 0.05
rata-rata 2.63 7.20 0.50 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 0.76 5.84 60.00 0.39
1 vs 3 3.42 3.89 0.00 0.39
2 vs 3 4.18 1.95 60.00 0.79
52
Variasi
pH awal pH
akhir
V titrasi
(mL)
Bobot
sampel (g)
Waktu 3 jam b 3.93 7.74 0.10 0.05
1 2.69 8.10 0.50 0.05
2 2.58 7.67 0.50 0.05
3 2.71 7.79 0.40 0.05
rata-rata 2.66 7.85 0.47 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 4.14 5.48 0.00 0.98
1 vs 3 0.75 3.95 21.43 0.79
2 vs 3 4.89 1.53 21.43 1.77
6 jam b 3.57 8.01 0.10 0.05
1 2.65 7.92 0.60 0.05
2 2.41 8.05 0.50 0.05
3 2.77 7.87 0.40 0.05
rata-rata 2.61 7.95 0.50 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 9.20 1.64 20.00 0.60
1 vs 3 4.60 0.63 40.00 0.80
2 vs 3 13.79 2.27 20.00 0.20
12 jam b 3.52 7.83 0.10 0.05
1 2.40 7.71 0.50 0.05
2 2.78 7.74 0.60 0.05
3 2.54 7.52 0.70 0.05
rata-rata 2.57 7.66 0.60 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 14.77 0.39 16.67 1.39
1 vs 3 5.44 2.48 33.33 1.59
2 vs 3 9.33 2.87 16.67 0.20
18 jam b 3.52 8.30 0.10 0.05
1 2.40 7.97 0.70 0.05
2 2.48 7.20 0.70 0.05
3 2.32 7.54 0.60 0.05
rata-rata 2.40 7.57 0.67 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 3.33 10.17 0.00 0.60
1 vs 3 3.33 5.68 15.00 0.40
2 vs 3 6.67 4.49 15.00 0.20
24 jam b 3.10 7.02 0.10 0.05
1 2.62 7.47 0.60 0.05
2 2.61 7.12 0.50 0.05
3 2.55 7.15 0.50 0.05
rata-rata 2.59 7.25 0.53 0.05
RPD
(%)
1 vs 2 0.39 4.83 18.75 0.20
1 vs 3 2.70 4.42 18.75 0.00
2 vs 3 2.31 0.41 0.00 0.20
Tanpa Metilasi b 6.20 7.63 0.20 0.05
1 2.94 7.01 0.40 0.05
2 2.72 8.25 0.20 0.05
3 2.82 8.05 0.30 0.05
rata-rata 2.83 7.77 0.30 0.05
RPD (%) 1 vs 2 7.78 15.96 66.67 0.80
1 vs 3 4.25 13.38 33.33 0.20
2 vs 3 3.54 2.57 33.33 0.99
53
Variasi
pH awal
rata-rata
pH akhir
rata-rata
V titrasi
blanko
(mL)
V titrasi
sampel
rata-rata
(mL)
bobot
sampel
rata-rata
(gr)
% derajat
metilasi
(x 10-3 MW %)
% DM sampel
termetilasi - % DM
sampel tanpa metilasi
(x 10-3 MW %)
Konsentrasi
4:1 2.8100 7.3033 0.1000 0.3000 0.0501 21.44 1.11
2:1 2.6767 7.4333 0.1000 0.3167 0.0508 24.26 3.93
1:1 2.6500 7.3267 0.1000 0.4167 0.0502 64.56 44.22
1:2 2.5933 7.2467 0.1000 0.5333 0.0500 88.58 68.24
1:4 2.6333 7.1967 0.1000 0.5000 0.0507 80.69 60.35
Waktu
3 jam 2.6600 7.8533 0.1000 0.4667 0.0509 73.62 53.29
6 jam 2.6100 7.9467 0.1000 0.5000 0.0502 81.54 61.21
12 jam 2.5733 7.6567 0.1000 0.6000 0.0503 101.66 81.31
18 jam 2.4000 7.5700 0.1000 0.6667 0.0503 115.29 94.96
24 jam 2.5933 7.2467 0.1000 0.5333 0.0500 88.57 68.24
Tanpa metilasi 6.2000 7.6300 0.2000 0.3000 0.0503 20.33
54
Lampiran 5 Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik air
Parameter Ulangan
Rata-rata RPD (%)
1 2 3 1 vs 2 1 vs 3 2 vs 3
pH 7.21 7.04 7.05 7.1 2.39 2.25 0.14
EC (dS m-1) 2.4x10-3 2.6 x10-3 2.7 x10-3 2.57 x10-3 7.79 11.69 11.69
Lampiran 6 Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik tanah
Jenis tanah Ulangan pH EC (dS m-1)
Lempung liat
berpasir
1 5.99 0.35
2 5.87 0.34
Rata-rata 5.93 0.34
RPD (%) 2.02 3.78
Lempung liat
berdebu
1 6.80 0.26
2 6.84 0.26
Rata-rata 6.82 0.26
RPD (%) 0.59 0.77
Lampiran 7 Pengukuran kandungan air pada tanah
Jenis tanah Bobot sampel
basah (g)
Bobot sampel
kering (g)
Kadar air
(%)
Lempung liat
berpasir 5.0269 4.4744 12.35
Lempung liat
berdebu 5.0204 4.2368 18.49
Lampiran 8 Pengukuran densitas tanah
Jenis tanah Bobot
sampel (g)
Volume wadah
(cm3)
Densitas
(g cm-3)
Lempung liat
berpasir 50 33.80 1.48
Lempung liat
berdebu 50 40.10 1.25
55
Lampiran 9 Pengukuran densitas partikel tanah
Jenis tanah
Bobot
sampel
(g)
Volume
air
(cm3)
Volume
tanah dan air
(cm3)
Volume
partikel
(cm3)
Densitas
partikel
tanah
(g/cm3)
Lempung
liat berpasir 50 60 79 19 2.63
Lempung
liat berdebu 50 60 75 15 3.33
Lampiran 10 Pengukuran porositas tanah
Jenis tanah
Bobot
sampel
(g)
Volume
air
(cm3)
Volume
tanah
dan air
(cm3)
Densitas
partikel
tanah
(g/cm3)
Ruang
padat
(%)
Porositas
tanah (%)
Lempung
liat berpasir 50 60 79 2.63 56.27 43.73
Lempung
liat berdebu 50 60 40.09 3.33 37.54 62.46
Lampiran 11 Pengukuran kandungan bahan organik tanah
Jenis tanah
Bobot
sampel
105 C° (g)
Bobot
sampel
350 °C (g)
Bobot bahan
organik tanah
(g)
Kandungan
bahan
organik
(%)
Lempung
liat berpasir 10.0006 9.4465 0.5541 5.54
Lempung
liat berdebu 10.0068 9.2093 0.7975 7.97
56
Lampiran 12 Pengukuran volume limpasan, volume infiltrasi, laju limpasan, laju infiltrasi, dan kedalaman limpasan
Tanah lempung liat berpasir, intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Limpasan
(mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi kumulatif
(mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)
6 1.14 1.31 1.22 13.32 1.14 1.31 1.22 13.32 11.43 13.06 12.25 13.33 33.47 31.84 32.65 5.00 3.35 3.18 3.27 4.99 12 2.00 2.08 2.04 4.02 3.14 3.39 3.27 7.50 15.71 16.94 16.33 7.50 29.18 27.96 28.57 4.29 5.84 5.59 5.71 4.29
18 2.41 2.53 2.47 4.98 5.55 5.92 5.74 6.40 18.50 19.73 19.12 6.41 26.40 25.17 25.78 4.75 7.92 7.55 7.74 4.74
24 2.49 2.57 2.53 3.20 8.04 8.49 8.27 5.43 20.10 21.22 20.66 5.43 24.80 23.67 24.24 4.63 9.92 9.47 9.69 4.63 30 2.22 2.14 2.18 3.71 10.27 10.63 10.45 3.52 20.53 21.27 20.90 3.51 24.37 23.63 24.00 3.06 12.18 11.82 12.00 3.07
36 1.71 1.88 1.80 9.13 11.98 12.51 12.25 4.33 19.97 20.85 20.41 4.33 24.93 24.05 24.49 3.61 14.96 14.43 14.69 3.61
42 1.35 1.39 1.37 3.00 13.33 13.90 13.61 4.19 19.04 19.85 19.45 4.20 25.86 25.04 25.45 3.21 18.10 17.53 17.82 3.20 48 1.29 1.41 1.35 9.06 14.61 15.31 14.96 4.64 18.27 19.13 18.70 4.64 26.63 25.77 26.20 3.31 21.31 20.61 20.96 3.31
54 1.82 1.86 1.84 2.23 16.43 17.16 16.80 4.37 18.25 19.07 18.66 4.37 26.64 25.83 26.24 3.11 23.98 23.25 23.61 3.11
60 1.90 1.98 1.94 4.23 18.33 19.14 18.74 4.36 18.33 19.14 18.74 4.36 26.57 25.76 26.16 3.12 26.57 25.76 26.16 3.12
Waktu (menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-rata
RPD (%)
Laju limpasan per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-rata
RPD (%)
Laju infiltrasi per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-rata
RPD (%)
Kedalaman limpasan
(mm) Rata-rata
RPD (%)
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)
6 3.35 3.18 3.27 4.99 2332.36 2665.56 2498.96 13.33 6830.49 6497.29 6663.89 5.00 17.82 20.36 19.09 13.34
12 2.49 2.41 2.45 3.35 3207.00 3456.89 3331.95 7.50 5955.85 5705.96 5830.90 4.29 24.50 26.41 25.46 7.50
18 2.08 1.96 2.02 6.09 3776.20 4026.10 3901.15 6.41 5386.65 5136.75 5261.70 4.75 28.85 30.76 29.80 6.41 24 2.00 1.92 1.96 4.19 4102.46 4331.53 4216.99 5.43 5060.39 4831.32 4945.86 4.63 31.34 33.09 32.22 5.43
30 2.27 2.35 2.31 3.56 4189.92 4339.86 4264.89 3.52 4972.93 4822.99 4897.96 3.06 32.01 33.16 32.58 3.52 36 2.78 2.61 2.69 6.09 4074.69 4255.17 4164.93 4.33 5088.16 4907.68 4997.92 3.61 31.13 32.51 31.82 4.33
42 3.14 3.10 3.12 1.31 3885.29 4051.88 3968.59 4.20 5277.56 5110.97 5194.26 3.21 29.68 30.96 30.32 4.20
48 3.20 3.08 3.14 3.88 3727.61 3904.62 3816.12 4.64 5435.24 5258.23 5346.73 3.31 28.48 29.83 29.15 4.64 54 2.67 2.63 2.65 1.51 3725.30 3891.90 3808.60 4.37 5437.55 5270.95 5354.25 3.11 28.46 29.73 29.10 4.38
60 2.59 2.51 2.55 3.21 3740.11 3906.71 3823.41 4.36 5422.74 5256.14 5339.44 3.12 28.57 29.85 29.21 4.36
57
Waktu
(menit)
Limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)
6 3.31 3.51 3.41 5.99 3.31 3.51 3.41 5.99 33.06 35.10 34.08 5.99 11.84 9.80 10.82 18.87 1.18 0.98 1.08 18.85
12 3.04 3.16 3.10 3.93 6.35 6.67 6.51 5.01 31.74 33.37 32.55 5.01 13.16 11.53 12.35 13.22 2.63 2.31 2.47 13.24
18 1.02 1.06 1.04 3.94 7.37 7.74 7.55 4.87 24.56 25.78 25.17 4.86 20.34 19.12 19.73 6.20 6.10 5.74 5.92 6.20
24 0.86 0.78 0.82 9.93 8.22 8.51 8.37 3.42 20.56 21.28 20.92 3.42 24.34 23.62 23.98 2.98 9.74 9.45 9.59 2.98
30 1.08 1.20 1.14 10.67 9.31 9.71 9.51 4.29 18.61 19.43 19.02 4.30 26.29 25.47 25.88 3.16 13.14 12.74 12.94 3.15
36 0.61 0.61 0.61 0.00 9.92 10.33 10.12 4.04 16.53 17.21 16.87 4.03 28.37 27.69 28.03 2.43 17.02 16.61 16.82 2.43 42 0.51 0.67 0.59 27.53 10.43 11.00 10.71 5.33 14.90 15.71 15.31 5.33 30.00 29.18 29.59 2.76 21.00 20.43 20.71 2.76
48 0.59 0.63 0.61 6.70 11.02 11.63 11.33 5.41 13.78 14.54 14.16 5.40 31.12 30.36 30.74 2.49 24.90 24.29 24.59 2.49 54 0.61 0.65 0.63 6.48 11.63 12.29 11.96 5.46 12.93 13.65 13.29 5.46 31.97 31.25 31.61 2.30 28.78 28.12 28.45 2.30
60 0.71 0.63 0.67 12.04 12.35 12.92 12.63 4.52 12.35 12.92 12.63 4.52 32.55 31.98 32.27 1.77 32.55 31.98 32.27 1.77
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Kedalaman limpasan
(mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)
6 1.18 0.98 1.08 18.85 6747.19 7163.68 6955.44 5.99 2415.66 1999.17 2207.41 18.87 51.55 54.73 53.14 5.99
12 1.45 1.33 1.39 8.79 6476.47 6809.66 6643.07 5.02 2686.38 2353.19 2519.78 13.22 49.48 52.02 50.75 5.01 18 3.47 3.43 3.45 1.16 5011.80 5261.70 5136.75 4.86 4151.05 3901.15 4026.10 6.21 38.29 40.20 39.24 4.86
24 3.63 3.71 3.67 2.21 4196.17 4341.94 4269.06 3.41 4966.68 4820.91 4893.79 2.98 32.06 33.17 32.61 3.42
30 3.41 3.29 3.35 3.65 3798.42 3965.02 3881.72 4.29 5364.43 5197.83 5281.13 3.15 29.02 30.29 29.66 4.29 36 3.88 3.88 3.88 0.00 3373.59 3512.43 3443.01 4.03 5789.26 5650.42 5719.84 2.43 25.77 26.83 26.30 4.03
42 3.98 3.82 3.90 4.21 3040.40 3207.00 3123.70 5.33 6122.45 5955.85 6039.15 2.76 23.23 24.50 23.86 5.33
48 3.90 3.86 3.88 1.06 2811.33 2967.51 2889.42 5.41 6351.52 6195.34 6273.43 2.49 21.48 22.67 22.07 5.40 54 3.88 3.84 3.86 1.06 2637.79 2785.88 2711.83 5.46 6525.06 6376.97 6451.02 2.30 20.15 21.28 20.72 5.46
60 3.78 3.86 3.82 2.12 2519.78 2636.40 2578.09 4.52 6643.07 6526.45 6584.76 1.77 19.25 20.14 19.70 4.52
58
Waktu
(menit)
Limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)
6 1.69 1.57 1.63 7.53 1.69 1.57 1.63 7.53 16.94 15.71 16.33 7.50 27.96 29.18 28.57 4.29 2.80 2.92 2.86 4.27
12 1.02 1.10 1.06 7.73 2.71 2.67 2.69 1.52 13.57 13.37 13.47 1.51 31.33 31.53 31.43 0.65 6.27 6.31 6.29 0.65
18 0.82 0.65 0.74 22.18 3.53 3.33 3.43 5.95 11.77 11.09 11.43 5.96 33.13 33.81 33.47 2.03 9.94 10.14 10.04 2.03
24 0.55 0.43 0.49 24.90 4.08 3.76 3.92 8.35 10.20 9.39 9.80 8.33 34.69 35.51 35.10 2.32 13.88 14.20 14.04 2.32
30 0.51 0.43 0.47 17.27 4.59 4.18 4.39 9.30 9.18 8.37 8.78 9.31 35.71 36.53 36.12 2.26 17.86 18.27 18.06 2.26
36 0.49 0.53 0.51 8.04 5.08 4.71 4.90 7.51 8.47 7.86 8.16 7.50 36.43 37.04 36.74 1.67 21.86 22.22 22.04 1.67 42 0.51 0.51 0.51 0.00 5.59 5.22 5.41 6.80 7.99 7.46 7.73 6.78 36.91 37.43 37.17 1.41 25.84 26.20 26.02 1.41
48 0.39 0.43 0.41 10.05 5.98 5.65 5.82 5.62 7.47 7.07 7.27 5.61 37.42 37.83 37.63 1.09 29.94 30.27 30.10 1.08 54 0.37 0.45 0.41 20.10 6.35 6.10 6.22 3.94 7.05 6.78 6.92 3.93 37.85 38.12 37.98 0.72 34.06 34.31 34.18 0.72
60 0.33 0.25 0.29 28.67 6.67 6.35 6.51 5.01 6.67 6.35 6.51 5.01 38.22 38.55 38.39 0.85 38.22 38.55 38.39 0.85
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Kedalaman
limpasan (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)
6 2.80 2.92 2.86 4.27 3456.89 3207.00 3331.95 7.50 5705.96 5955.85 5830.90 4.29 26.41 24.50 25.46 7.50
12 3.47 3.39 3.43 2.36 2769.68 2728.03 2748.86 1.52 6393.17 6434.82 6413.99 0.65 21.16 20.84 21.00 1.51
18 3.67 3.84 3.76 4.37 2401.78 2262.95 2332.36 5.95 6761.07 6899.90 6830.49 2.03 18.35 17.29 17.82 5.95
24 3.94 4.06 4.00 3.05 2082.47 1915.87 1999.17 8.33 7080.38 7246.98 7163.68 2.33 15.91 14.64 15.27 8.33 30 3.98 4.06 4.02 2.01 1874.22 1707.62 1790.92 9.30 7288.63 7455.23 7371.93 2.26 14.32 13.05 13.68 9.30
36 4.00 3.96 3.98 1.03 1728.45 1603.50 1665.97 7.50 7434.40 7559.35 7496.88 1.67 13.21 12.25 12.73 7.50
42 3.98 3.98 3.98 0.00 1630.27 1523.18 1576.72 6.79 7532.58 7639.67 7586.13 1.41 12.46 11.64 12.05 6.79 48 4.10 4.06 4.08 1.00 1525.41 1442.11 1483.76 5.61 7637.44 7720.74 7679.09 1.08 11.65 11.02 11.34 5.62
54 4.12 4.04 4.08 1.98 1439.22 1383.68 1411.45 3.93 7723.63 7779.17 7751.40 0.72 11.00 10.57 10.78 3.93 60 4.16 4.25 4.20 1.95 1361.93 1295.29 1328.61 5.02 7800.92 7867.56 7834.24 0.85 10.41 9.90 10.15 5.01
59
Tanah lempung liat berpasir, intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu (menit)
Limpasan (mm)
Rata-rata
RPD (%)
Limpasan kumulatif (mm)
Rata-rata
RPD (%)
Laju limpasan (mm jam-1)
Rata-rata
RPD (%)
Laju infiltrasi (mm jam-1)
Rata-rata
RPD (%)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Rata-rata
RPD (%)
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)
6 10.02 9.98 10.00 0.40 10.02 9.98 10.00 0.40 100.20 99.80 100.00 0.41 0.61 1.02 0.82 50.00 0.06 0.10 0.08 50.00
12 9.59 9.61 9.60 0.21 19.61 19.59 19.60 0.10 98.06 97.96 98.01 0.10 2.76 2.86 2.81 3.64 0.55 0.57 0.56 3.57
18 9.59 9.55 9.57 0.43 29.20 29.14 29.17 0.21 97.35 97.14 97.25 0.21 3.47 3.67 3.57 5.71 1.04 1.10 1.07 5.70
24 8.98 9.80 9.39 8.69 38.18 38.94 38.56 1.96 95.46 97.35 96.40 1.96 5.36 3.47 4.41 42.78 2.14 1.39 1.77 42.78 30 8.37 8.57 8.47 2.41 46.55 47.51 47.03 2.04 93.10 95.02 94.06 2.04 7.71 5.80 6.76 28.39 3.86 2.90 3.38 28.39
36 7.76 7.55 7.65 2.67 54.31 55.06 54.68 1.38 90.51 91.77 91.14 1.38 10.31 9.05 9.68 13.00 6.18 5.43 5.81 13.00
42 7.16 7.12 7.14 0.57 61.47 62.18 61.83 1.16 87.81 88.83 88.32 1.16 13.00 11.98 12.49 8.17 9.10 8.39 8.75 8.16 48 7.14 6.94 7.04 2.90 68.61 69.12 68.87 0.74 85.77 86.40 86.08 0.74 15.05 14.41 14.73 4.33 12.04 11.53 11.79 4.33
54 7.35 7.14 7.25 2.82 75.96 76.27 76.11 0.40 84.40 84.74 84.57 0.40 16.42 16.08 16.25 2.09 14.78 14.47 14.62 2.09 60 7.57 7.61 7.59 0.54 83.53 83.88 83.70 0.41 83.53 83.88 83.70 0.41 17.29 16.94 17.11 2.03 17.29 16.94 17.11 2.03
Waktu (menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-rata
RPD (%)
Laju limpasan per unit area
(mm jam-1 m-2)
Rata-rata RPD (%)
Laju infiltrasi per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-rata
RPD (%)
Kedalaman
limpasan (mm) Rata-rata
RPD (%)
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)
6 0.06 0.10 0.08 50.00 20449.81 20366.51 20408.16 0.41 124.94 208.24 166.59 50.00 69.58 69.29 69.43 0.41
12 0.49 0.47 0.48 4.38 20012.50 19991.67 20002.08 0.10 562.26 583.09 572.67 3.64 68.09 68.02 68.05 0.10
18 0.49 0.53 0.51 8.04 19866.72 19825.07 19845.90 0.21 708.03 749.68 728.86 5.71 67.59 67.45 67.52 0.21 24 1.10 0.29 0.69 ##### 19481.47 19866.72 19674.09 1.96 1093.29 708.03 900.66 42.77 66.28 67.59 66.94 1.96
30 1.71 1.51 1.61 12.66 19000.42 19391.92 19196.17 2.04 1574.34 1182.84 1378.59 28.40 64.64 65.98 65.31 2.04
36 2.33 2.53 2.43 8.40 18471.47 18728.31 18599.89 1.38 2103.29 1846.45 1974.87 13.01 62.84 63.72 63.28 1.38 42 2.92 2.96 2.94 1.40 17921.10 18129.35 18025.23 1.16 2653.65 2445.40 2549.53 8.17 60.97 61.68 61.33 1.15
48 2.94 3.14 3.04 6.71 17503.12 17633.28 17568.20 0.74 3071.63 2941.48 3006.55 4.33 59.55 59.99 59.77 0.74
54 2.74 2.94 2.84 7.19 17224.31 17293.72 17259.01 0.40 3350.45 3281.04 3315.74 2.09 58.60 58.84 58.72 0.40 60 2.51 2.47 2.49 1.65 17047.06 17117.87 17082.47 0.41 3527.69 3456.89 3492.29 2.03 58.00 58.24 58.12 0.41
60
Waktu
(menit)
Limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)
6 9.80 9.67 9.74 1.26 9.80 9.67 9.74 1.26 97.96 96.74 97.35 1.26 2.86 4.08 3.47 35.31 0.29 0.41 0.35 35.16 12 8.74 8.94 8.84 2.31 18.53 18.61 18.57 0.44 92.65 93.06 92.86 0.44 8.16 7.76 7.96 5.13 1.63 1.55 1.59 5.15
18 7.96 8.18 8.07 2.79 26.49 26.80 26.64 1.15 88.30 89.32 88.81 1.15 12.52 11.50 12.01 8.50 3.76 3.45 3.60 8.50
24 7.51 7.59 7.55 1.09 34.00 34.39 34.19 1.13 85.00 85.97 85.49 1.13 15.82 14.85 15.33 6.32 6.33 5.94 6.13 6.33 30 7.06 7.22 7.14 2.28 41.06 41.61 41.34 1.33 82.12 83.22 82.67 1.33 18.69 17.59 18.14 6.07 9.35 8.80 9.07 6.07
36 6.53 6.94 6.74 6.06 47.59 48.55 48.07 1.99 79.32 80.92 80.12 1.99 21.50 19.90 20.70 7.73 12.90 11.94 12.42 7.72
42 5.80 6.00 5.90 3.46 53.39 54.55 53.97 2.15 76.27 77.93 77.10 2.16 24.55 22.89 23.72 7.01 17.18 16.02 16.60 7.01 48 5.74 6.10 5.92 6.20 59.12 60.65 59.89 2.56 73.90 75.82 74.86 2.56 26.91 25.00 25.96 7.37 21.53 20.00 20.77 7.37
54 5.71 5.67 5.69 0.72 64.84 66.33 65.58 2.27 72.04 73.70 72.87 2.27 28.78 27.12 27.95 5.92 25.90 24.41 25.15 5.92
60 4.12 4.86 4.49 16.37 68.96 71.18 70.07 3.18 68.96 71.18 70.07 3.18 31.86 29.63 30.75 7.23 31.86 29.63 30.75 7.23
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area (mm jam-1 m-2)
Rata-rata RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area (mm jam-1 m-2)
Rata-
rata
RPD
(%)
Kedalaman limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
25
(1)
25
(2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)
6 0.29 0.41 0.35 35.16 19991.67 19741.77 19866.72 1.26 583.09 832.98 708.03 35.29 68.02 67.17 67.59 1.26
12 1.35 1.14 1.25 16.39 18908.79 18992.09 18950.44 0.44 1665.97 1582.67 1624.32 5.13 64.33 64.62 64.47 0.44
18 2.12 1.90 2.01 11.14 18020.27 18228.52 18124.39 1.15 2554.49 2346.24 2450.36 8.50 61.31 62.02 61.66 1.15 24 2.57 2.49 2.53 3.20 17346.94 17544.77 17445.86 1.13 3227.82 3029.98 3128.90 6.32 59.02 59.69 59.36 1.13
30 3.02 2.86 2.94 5.55 16759.68 16984.59 16872.14 1.33 3815.07 3590.17 3702.62 6.07 57.02 57.79 57.40 1.33
36 3.55 3.14 3.35 12.19 16187.70 16513.95 16350.83 2.00 4387.06 4060.80 4223.93 7.72 55.07 56.18 55.63 2.00 42 4.29 4.08 4.18 4.88 15564.94 15904.09 15734.52 2.16 5009.81 4670.67 4840.24 7.01 52.96 54.11 53.53 2.15
48 4.35 3.98 4.16 8.82 15082.26 15472.72 15277.49 2.56 5492.50 5102.04 5297.27 7.37 51.31 52.64 51.98 2.56
54 4.37 4.41 4.39 0.93 14702.21 15040.03 14871.12 2.27 5872.55 5534.73 5703.64 5.92 50.02 51.17 50.60 2.27 60 5.96 5.22 5.59 13.14 14073.30 14527.28 14300.29 3.17 6501.45 6047.48 6274.46 7.24 47.88 49.43 48.65 3.17
61
Waktu
(menit)
Limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)
6 9.86 9.63 9.75 2.30 9.86 9.63 9.75 2.30 98.57 96.33 97.45 2.30 2.25 4.49 3.37 66.68 0.22 0.45 0.34 66.77
12 8.57 8.67 8.62 1.18 18.43 18.31 18.37 0.67 92.14 91.53 91.84 0.67 8.67 9.29 8.98 6.83 1.74 1.86 1.80 6.79 18 7.45 7.55 7.50 1.36 25.88 25.86 25.87 0.08 86.26 86.19 86.22 0.08 14.56 14.63 14.59 0.47 4.37 4.39 4.38 0.48
24 7.57 7.59 7.58 0.28 33.45 33.45 33.45 0.00 83.62 83.62 83.62 0.00 17.19 17.19 17.19 0.00 6.88 6.88 6.88 0.00
30 6.76 6.82 6.79 0.90 40.20 40.27 40.24 0.15 80.41 80.53 80.47 0.15 20.41 20.29 20.35 0.60 10.20 10.14 10.17 0.60 36 6.14 6.39 6.27 3.91 46.35 46.65 46.50 0.66 77.25 77.76 77.50 0.66 23.57 23.06 23.32 2.19 14.14 13.84 13.99 2.19
42 5.43 5.31 5.37 2.29 51.78 51.96 51.87 0.35 73.97 74.23 74.10 0.35 26.85 26.59 26.72 0.98 18.80 18.61 18.70 0.98
48 5.39 5.43 5.41 0.76 57.16 57.39 57.28 0.39 71.45 71.74 71.59 0.39 29.36 29.08 29.22 0.96 23.49 23.27 23.38 0.96 54 5.35 5.31 5.33 0.77 62.51 62.69 62.60 0.29 69.46 69.66 69.56 0.29 31.36 31.16 31.26 0.66 28.22 28.04 28.13 0.65
60 4.10 4.14 4.12 0.99 66.61 66.84 66.72 0.34 66.61 66.84 66.72 0.34 34.20 33.98 34.09 0.66 34.20 33.98 34.09 0.66
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area (mm jam-1 m-2)
Rata-rata RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area (mm jam-1 m-2)
Rata-
rata
RPD
(%)
Kedalaman limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)
6 0.22 0.45 0.34 66.77 20116.62 19658.48 19887.55 2.30 458.14 916.28 687.21 66.67 68.44 66.88 67.66 2.30 12 1.51 1.41 1.46 6.99 18804.67 18679.72 18742.19 0.67 1770.09 1895.04 1832.56 6.82 63.98 63.55 63.77 0.67
18 2.63 2.53 2.58 3.95 17603.78 17589.89 17596.84 0.08 2970.98 2984.86 2977.92 0.47 59.89 59.85 59.87 0.08
24 2.51 2.49 2.50 0.80 17065.81 17065.81 17065.81 0.00 3508.95 3508.95 3508.95 0.00 58.06 58.06 58.06 0.00 30 3.33 3.27 3.30 1.88 16409.83 16434.82 16422.32 0.15 4164.93 4139.94 4152.43 0.60 55.83 55.92 55.87 0.15
36 3.94 3.69 3.82 6.42 15764.27 15868.39 15816.33 0.66 4810.49 4706.37 4758.43 2.19 53.63 53.99 53.81 0.66
42 4.65 4.78 4.71 2.61 15094.90 15148.45 15121.68 0.35 5479.85 5426.31 5453.08 0.98 51.36 51.54 51.45 0.36 48 4.69 4.65 4.67 0.88 14582.47 14639.73 14611.10 0.39 5992.29 5935.02 5963.66 0.96 49.61 49.81 49.71 0.39
54 4.74 4.78 4.76 0.86 14174.65 14216.30 14195.47 0.29 6400.11 6358.46 6379.28 0.65 48.23 48.37 48.30 0.29
60 5.98 5.94 5.96 0.69 13594.34 13640.15 13617.24 0.34 6980.42 6934.61 6957.51 0.66 46.25 46.41 46.33 0.34
62
Tanah lempung liat berdebu, intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Limpasan
(mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)
6 2.82 2.65 2.74 5.96 2.82 2.65 2.74 5.96 28.16 26.53 27.35 5.97 16.74 18.37 17.55 9.30 1.67 1.84 1.76 9.34
12 2.80 2.67 2.74 4.50 5.61 5.33 5.47 5.21 28.06 26.63 27.35 5.22 16.84 18.27 17.55 8.14 3.37 3.65 3.51 8.15
18 3.27 3.27 3.27 0.00 8.88 8.59 8.74 3.27 29.59 28.64 29.12 3.27 15.31 16.26 15.78 6.04 4.59 4.88 4.74 6.04 24 3.47 3.88 3.67 11.14 12.35 12.47 12.41 0.98 30.87 31.17 31.02 0.99 14.03 13.72 13.88 2.21 5.61 5.49 5.55 2.20
30 4.39 3.98 4.18 9.75 16.74 16.45 16.59 1.72 33.47 32.90 33.18 1.72 11.43 12.00 11.71 4.87 5.71 6.00 5.86 4.88
36 3.82 3.94 3.88 3.17 20.55 20.39 20.47 0.80 34.25 33.98 34.12 0.80 10.65 10.92 10.78 2.52 6.39 6.55 6.47 2.52 42 4.06 4.47 4.27 9.57 24.61 24.86 24.74 0.99 35.16 35.51 35.34 0.99 9.74 9.39 9.56 3.66 6.82 6.57 6.69 3.66
48 4.27 4.18 4.22 1.92 28.88 29.04 28.96 0.56 36.10 36.30 36.20 0.56 8.80 8.60 8.70 2.35 7.04 6.88 6.96 2.34
54 4.29 4.41 4.35 2.81 33.16 33.45 33.31 0.86 36.85 37.17 37.01 0.86 8.05 7.73 7.89 4.03 7.25 6.96 7.10 4.03 60 4.45 4.29 4.37 3.73 37.61 37.74 37.67 0.33 37.61 37.74 37.67 0.33 7.29 7.16 7.22 1.70 7.29 7.16 7.22 1.70
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit
area (mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit
area (mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Kedalaman
limpasan (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)
6 1.67 1.84 1.76 9.34 5747.61 5414.41 5581.01 5.97 3415.24 3748.44 3581.84 9.30 43.91 41.36 42.64 5.97
12 1.69 1.82 1.76 6.95 5726.78 5435.24 5581.01 5.22 3436.07 3727.61 3581.84 8.14 43.75 41.52 42.64 5.23 18 1.22 1.22 1.22 0.00 6039.15 5844.79 5941.97 3.27 3123.70 3318.06 3220.88 6.03 46.14 44.65 45.40 3.27
24 1.02 0.61 0.82 50.00 6299.46 6361.93 6330.70 0.99 2863.39 2800.92 2832.15 2.21 48.13 48.60 48.36 0.99
30 0.10 0.51 0.31 133.33 6830.49 6713.87 6772.18 1.72 2332.36 2448.98 2390.67 4.88 52.18 51.29 51.74 1.72 36 0.67 0.55 0.61 19.93 6990.14 6934.61 6962.38 0.80 2172.71 2228.24 2200.47 2.52 53.40 52.98 53.19 0.80
42 0.43 0.02 0.22 182.59 7175.58 7246.98 7211.28 0.99 1987.27 1915.87 1951.57 3.66 54.82 55.36 55.09 0.99
48 0.22 0.31 0.27 30.94 7366.72 7408.37 7387.55 0.56 1796.13 1754.48 1775.30 2.35 56.28 56.60 56.44 0.56 54 0.20 0.08 0.14 85.31 7520.02 7584.80 7552.41 0.86 1642.83 1578.05 1610.44 4.02 57.45 57.95 57.70 0.86
60 0.04 0.20 0.12 133.61 7675.97 7700.96 7688.46 0.33 1486.88 1461.89 1474.39 1.69 58.64 58.83 58.74 0.33
63
Waktu
(menit)
Limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)
6 3.16 3.00 3.08 5.29 3.16 3.00 3.08 5.29 31.63 30.00 30.82 5.30 13.27 14.90 14.08 11.60 1.33 1.49 1.41 11.58
12 2.98 3.02 3.00 1.33 6.14 6.02 6.08 2.02 30.71 30.10 30.41 2.01 14.18 14.80 14.49 4.22 2.84 2.96 2.90 4.21 18 2.96 3.04 3.00 2.73 9.10 9.06 9.08 0.45 30.34 30.20 30.27 0.45 14.56 14.69 14.63 0.93 4.37 4.41 4.39 0.93
24 2.84 2.69 2.77 5.17 11.94 11.76 11.85 1.55 29.85 29.39 29.62 1.55 15.05 15.51 15.28 3.00 6.02 6.20 6.11 3.01
30 2.88 2.76 2.82 4.37 14.82 14.51 14.66 2.09 29.63 29.02 29.33 2.09 15.27 15.88 15.57 3.94 7.63 7.94 7.79 3.93 36 2.65 2.74 2.69 3.04 17.47 17.25 17.36 1.29 29.12 28.74 28.93 1.30 15.78 16.16 15.97 2.34 9.47 9.69 9.58 2.35
42 2.45 2.57 2.51 4.86 19.92 19.82 19.87 0.51 28.46 28.31 28.38 0.51 16.44 16.59 16.52 0.88 11.51 11.61 11.56 0.88
48 2.43 2.35 2.39 3.43 22.35 22.16 22.26 0.83 27.93 27.70 27.82 0.83 16.96 17.19 17.08 1.35 13.57 13.76 13.66 1.35 54 2.45 2.43 2.44 0.82 24.80 24.59 24.69 0.83 27.55 27.32 27.44 0.83 17.35 17.57 17.46 1.30 15.61 15.82 15.71 1.30
60 2.65 2.74 2.69 3.04 27.45 27.33 27.39 0.45 27.45 27.33 27.39 0.45 17.45 17.57 17.51 0.70 17.45 17.57 17.51 0.70
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area (mm jam-1 m-2)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area (mm jam-1 m-2)
Rata-
rata
RPD
(%)
Kedalaman limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)
6 1.33 1.49 1.41 11.58 6455.64 6122.45 6289.05 5.30 2707.21 3040.40 2873.80 11.59 49.32 46.77 48.05 5.30 12 1.51 1.47 1.49 2.75 6268.22 6143.27 6205.75 2.01 2894.63 3019.58 2957.10 4.23 47.89 46.93 47.41 2.01
18 1.53 1.45 1.49 5.50 6191.87 6164.10 6177.98 0.45 2970.98 2998.75 2984.87 0.93 47.30 47.09 47.20 0.45
24 1.65 1.80 1.72 8.29 6091.21 5997.50 6044.36 1.55 3071.64 3165.35 3118.49 3.01 46.54 45.82 46.18 1.55 30 1.61 1.74 1.67 7.35 6047.48 5922.53 5985.01 2.09 3115.37 3240.32 3177.84 3.93 46.20 45.25 45.72 2.09
36 1.84 1.76 1.80 4.57 5941.97 5865.61 5903.79 1.29 3220.88 3297.24 3259.06 2.34 45.40 44.81 45.10 1.29
42 2.04 1.92 1.98 6.21 5807.10 5777.36 5792.23 0.51 3355.75 3385.49 3370.62 0.88 44.36 44.14 44.25 0.51 48 2.06 2.14 2.10 3.90 5700.75 5653.89 5677.32 0.83 3462.10 3508.96 3485.53 1.34 43.55 43.19 43.37 0.83
54 2.04 2.06 2.05 0.98 5622.66 5576.38 5599.52 0.83 3540.19 3586.47 3563.33 1.30 42.96 42.60 42.78 0.83
60 1.84 1.76 1.80 4.57 5601.83 5576.84 5589.34 0.45 3561.02 3586.01 3573.51 0.70 42.80 42.61 42.70 0.45
64
Waktu
(menit)
Limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)
6 2.86 2.82 2.84 1.45 2.86 2.82 2.84 1.45 28.57 28.16 28.37 1.44 16.33 16.74 16.53 2.47 1.63 1.67 1.65 2.42
12 2.51 2.55 2.53 1.62 5.37 5.37 5.37 0.00 26.84 26.84 26.84 0.00 18.06 18.06 18.06 0.00 3.61 3.61 3.61 0.00
18 2.41 2.43 2.42 0.87 7.78 7.80 7.79 0.26 25.92 25.99 25.95 0.26 18.98 18.91 18.95 0.36 5.69 5.67 5.68 0.37
24 2.45 2.51 2.48 2.46 10.22 10.31 10.27 0.80 25.56 25.77 25.66 0.79 19.34 19.13 19.24 1.06 7.74 7.65 7.69 1.07
30 2.51 2.45 2.48 2.46 12.74 12.76 12.75 0.16 25.47 25.51 25.49 0.16 19.43 19.39 19.41 0.21 9.71 9.69 9.70 0.21
36 2.29 2.33 2.31 1.78 15.02 15.08 15.05 0.41 25.03 25.14 25.09 0.41 19.86 19.76 19.81 0.51 11.92 11.86 11.89 0.51 42 2.25 2.35 2.30 4.44 17.27 17.43 17.35 0.95 24.67 24.90 24.78 0.94 20.23 20.00 20.12 1.16 14.16 14.00 14.08 1.16
48 2.25 2.04 2.14 9.52 19.51 19.47 19.49 0.21 24.39 24.34 24.36 0.21 20.51 20.56 20.54 0.25 16.41 16.45 16.43 0.25 54 2.08 2.20 2.14 5.69 21.59 21.67 21.63 0.37 23.99 24.08 24.04 0.38 20.91 20.82 20.86 0.44 18.82 18.74 18.78 0.43
60 2.04 2.20 2.12 7.68 23.63 23.88 23.76 1.03 23.63 23.88 23.76 1.03 21.27 21.02 21.14 1.16 21.27 21.02 21.14 1.16
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Kedalaman limpasan
(mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)
6 1.63 1.67 1.65 2.42 5830.90 5747.61 5789.25 1.44 3331.95 3415.24 3373.60 2.47 44.55 43.91 44.23 1.44
12 1.98 1.94 1.96 2.09 5476.89 5476.89 5476.89 0.00 3685.96 3685.96 3685.96 0.00 41.84 41.84 41.84 0.00 18 2.08 2.06 2.07 1.01 5289.46 5303.35 5296.40 0.26 3873.39 3859.50 3866.45 0.36 40.41 40.52 40.46 0.26
24 2.04 1.98 2.01 3.03 5216.58 5258.23 5237.40 0.80 3946.27 3904.62 3925.45 1.06 39.85 40.17 40.01 0.79
30 1.98 2.04 2.01 3.03 5197.83 5206.16 5202.00 0.16 3965.02 3956.69 3960.85 0.21 39.71 39.77 39.74 0.16 36 2.20 2.16 2.18 1.88 5108.98 5129.81 5119.40 0.41 4053.87 4033.04 4043.45 0.52 39.03 39.19 39.11 0.41
42 2.25 2.14 2.19 4.65 5033.62 5081.22 5057.42 0.94 4129.23 4081.63 4105.43 1.16 38.46 38.82 38.64 0.94
48 2.25 2.45 2.35 8.69 4977.09 4966.68 4971.89 0.21 4185.76 4196.17 4190.96 0.25 38.02 37.94 37.98 0.21 54 2.41 2.29 2.35 5.20 4896.11 4914.62 4905.36 0.38 4266.74 4248.23 4257.49 0.43 37.41 37.55 37.48 0.38
60 2.45 2.29 2.37 6.89 4822.99 4872.97 4847.98 1.03 4339.86 4289.88 4314.87 1.16 36.85 37.23 37.04 1.03
65
Tanah lempung liat berdebu, intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu (menit)
Limpasan (mm)
Rata-rata
RPD (%)
Limpasan kumulatif (mm)
Rata-rata
RPD (%)
Laju limpasan (mm jam-1)
Rata-rata
RPD (%)
Laju infiltrasi (mm jam-1)
Rata-rata
RPD (%)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Rata-rata
RPD (%)
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)
6 7.96 7.76 7.86 2.60 7.96 7.76 7.86 2.60 79.59 77.55 78.57 2.60 21.22 23.27 22.25 9.18 2.12 2.33 2.22 9.22
12 5.94 5.90 5.92 0.69 13.90 13.65 13.78 1.78 69.49 68.27 68.88 1.78 31.33 32.55 31.94 3.83 6.27 6.51 6.39 3.84
18 5.53 5.49 5.51 0.74 19.43 19.14 19.29 1.48 64.76 63.81 64.29 1.48 36.05 37.01 36.53 2.61 10.82 11.10 10.96 2.61
24 5.10 5.06 5.08 0.81 24.53 24.20 24.37 1.34 61.33 60.51 60.92 1.34 39.49 40.31 39.90 2.05 15.80 16.12 15.96 2.04 30 4.86 4.88 4.87 0.43 29.39 29.08 29.24 1.05 58.78 58.16 58.47 1.05 42.04 42.65 42.35 1.45 21.02 21.33 21.17 1.45
36 4.94 5.14 5.04 4.05 34.33 34.22 34.28 0.30 57.21 57.04 57.13 0.30 43.61 43.78 43.69 0.39 26.16 26.27 26.21 0.39
42 4.29 4.33 4.31 0.95 38.61 38.55 38.58 0.16 55.16 55.07 55.12 0.16 45.66 45.74 45.70 0.19 31.96 32.02 31.99 0.19 48 4.49 4.61 4.55 2.68 43.10 43.16 43.13 0.14 53.88 53.95 53.92 0.14 46.94 46.86 46.90 0.16 37.55 37.49 37.52 0.16
54 4.51 4.55 4.53 0.90 47.61 47.71 47.66 0.21 52.90 53.02 52.96 0.22 47.91 47.80 47.86 0.24 43.12 43.02 43.07 0.24 60 4.45 4.49 4.47 0.92 52.06 52.20 52.13 0.27 52.06 52.20 52.13 0.27 48.76 48.61 48.68 0.29 48.76 48.61 48.68 0.29
Waktu
(meni)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area
(mm jam-1 m-2)
Rata-rata RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area
(mm jam-1 m-2) Rata-
rata
RPD
(%)
Kedalaman limpasan
(mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)
6 2.12 2.33 2.22 9.22 16243.23 15826.74 16034.99 2.60 4331.52 4748.02 4539.77 9.17 55.26 53.85 54.56 2.60
12 4.14 4.18 4.16 0.98 14181.59 13931.70 14056.64 1.78 6393.16 6643.06 6518.11 3.83 48.25 47.40 47.82 1.78 18 4.55 4.59 4.57 0.90 13216.72 13022.35 13119.53 1.48 7358.04 7552.40 7455.22 2.61 44.97 44.31 44.64 1.48
24 4.98 5.02 5.00 0.80 12515.62 12349.02 12432.32 1.34 8059.14 8225.73 8142.44 2.05 42.58 42.01 42.30 1.34 30 5.22 5.20 5.21 0.38 11995.00 11870.05 11932.53 1.05 8579.75 8704.70 8642.23 1.45 40.81 40.39 40.60 1.05
36 5.14 4.94 5.04 4.05 11675.69 11640.98 11658.34 0.30 8899.06 8933.77 8916.42 0.39 39.72 39.61 39.66 0.30
42 5.80 5.76 5.78 0.71 11257.21 11239.37 11248.29 0.16 9317.54 9335.39 9326.47 0.19 38.30 38.24 38.27 0.16 48 5.59 5.47 5.53 2.22 10995.42 11011.04 11003.23 0.14 9579.34 9563.72 9571.53 0.16 37.41 37.46 37.44 0.14
54 5.57 5.53 5.55 0.72 10796.43 10819.57 10808.00 0.21 9778.33 9755.19 9766.76 0.24 36.73 36.81 36.77 0.21
60 5.63 5.59 5.61 0.73 10624.74 10653.89 10639.32 0.27 9950.02 9920.86 9935.44 0.29 36.15 36.25 36.20 0.27
66
Waktu
(menit)
Limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi
(mm jam-1) Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi
kumulatif (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)
6 7.14 7.31 7.22 2.26 7.14 7.31 7.22 2.26 71.43 73.06 72.25 2.26 29.39 27.76 28.57 5.72 2.94 2.78 2.86 5.71 12 4.98 5.04 5.01 1.22 12.12 12.35 12.24 1.84 60.61 61.74 61.17 1.84 40.20 39.08 39.64 2.83 8.04 7.82 7.93 2.84
18 4.76 4.69 4.72 1.29 16.88 17.04 16.96 0.96 56.26 56.80 56.53 0.96 44.56 44.01 44.29 1.23 13.37 13.20 13.29 1.23
24 4.08 4.22 4.15 3.42 20.96 21.27 21.11 1.45 52.40 53.16 52.78 1.45 48.42 47.65 48.04 1.59 19.37 19.06 19.21 1.59 30 3.86 3.69 3.78 4.32 24.82 24.96 24.89 0.57 49.63 49.92 49.78 0.57 51.18 50.90 51.04 0.56 25.59 25.45 25.52 0.56
36 3.06 3.27 3.16 6.45 27.88 28.22 28.05 1.23 46.46 47.04 46.75 1.24 54.35 53.78 54.07 1.07 32.61 32.27 32.44 1.07
42 2.92 3.04 2.98 4.13 30.80 31.27 31.03 1.51 43.99 44.67 44.33 1.51 56.82 56.15 56.49 1.19 39.78 39.31 39.54 1.19 48 2.86 3.02 2.94 5.55 33.65 34.29 33.97 1.86 42.07 42.86 42.46 1.86 58.75 57.96 58.36 1.36 47.00 46.37 46.68 1.36
54 2.82 2.86 2.84 1.45 36.47 37.14 36.81 1.83 40.52 41.27 40.90 1.83 60.30 59.55 59.92 1.25 54.27 53.59 53.93 1.25
60 2.76 2.71 2.74 1.50 39.22 39.86 39.54 1.60 39.22 39.86 39.54 1.60 61.59 60.96 61.28 1.03 61.59 60.96 61.28 1.03
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area
(mm jam-1 m-2)
Rata-rata RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area
(mm jam-1 m-2)
Rata-rata RPD
(%)
Kedalaman
limpasan (mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)
6 2.94 2.78 2.86 5.71 14577.26 14910.45 14743.86 2.26 5997.50 5664.30 5830.90 5.71 49.60 50.73 50.16 2.26
12 5.10 5.04 5.07 1.20 12369.85 12598.92 12484.38 1.83 8204.91 7975.84 8090.37 2.83 42.09 42.86 42.47 1.83 18 5.33 5.39 5.36 1.14 11481.33 11592.39 11536.86 0.96 9093.43 8982.36 9037.90 1.23 39.06 39.44 39.25 0.96
24 6.00 5.86 5.93 2.41 10693.46 10849.65 10771.55 1.45 9881.29 9725.11 9803.20 1.59 36.38 36.91 36.65 1.45
30 6.22 6.39 6.31 2.60 10129.11 10187.42 10158.27 0.57 10445.64 10387.33 10416.49 0.56 34.46 34.66 34.56 0.57 36 7.02 6.82 6.92 2.95 9482.16 9600.17 9541.16 1.24 11092.60 10974.59 11033.59 1.07 32.26 32.66 32.46 1.24
42 7.16 7.04 7.10 1.72 8978.40 9115.25 9046.83 1.51 11596.35 11459.51 11527.93 1.19 30.55 31.01 30.78 1.51
48 7.22 7.06 7.14 2.28 8584.97 8746.36 8665.66 1.86 11989.79 11828.40 11909.10 1.36 29.21 29.76 29.48 1.86 54 7.27 7.22 7.25 0.57 8269.70 8422.42 8346.06 1.83 12305.05 12152.34 12228.70 1.25 28.14 28.66 28.40 1.83
69 7.33 7.37 7.35 0.54 8005.00 8134.11 8069.55 1.60 12569.76 12440.64 12505.20 1.03 27.24 27.67 27.45 1.60
67
Waktu
(menit)
Limpasan (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Limpasan kumulatif (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan (mm jam-1)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju infiltrasi (mm jam-1)
Rata-
rata
RPD
(%)
Infiltrasi kumulatif (mm)
Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)
6 7.22 7.47 7.35 3.33 7.22 7.47 7.35 3.33 72.25 74.69 73.47 3.33 28.57 26.12 27.35 8.96 2.86 2.61 2.74 8.96 12 4.08 4.16 4.12 1.97 11.31 11.63 11.47 2.85 56.53 58.16 57.35 2.85 44.29 42.65 43.47 3.76 8.86 8.53 8.69 3.75
18 3.08 3.12 3.10 1.29 14.39 14.76 14.57 2.52 47.96 49.18 48.57 2.52 52.86 51.63 52.25 2.34 15.86 15.49 15.67 2.34
24 3.29 3.41 3.35 3.65 17.67 18.16 17.92 2.73 44.18 45.41 44.80 2.73 56.63 55.41 56.02 2.19 22.65 22.16 22.41 2.19 30 3.45 3.51 3.48 1.75 21.12 21.67 21.40 2.58 42.25 43.35 42.80 2.58 58.57 57.47 58.02 1.90 29.29 28.74 29.01 1.90
36 3.10 3.25 3.17 4.51 24.22 24.92 24.57 2.82 40.37 41.53 40.95 2.83 60.44 59.29 59.86 1.93 36.27 35.57 35.92 1.93
42 3.06 3.20 3.13 4.56 27.29 28.12 27.70 3.02 38.98 40.18 39.58 3.02 61.84 60.64 61.24 1.95 43.29 42.45 42.87 1.95 48 2.84 2.92 2.88 2.81 30.12 31.04 30.58 3.01 37.65 38.80 38.23 3.00 63.16 62.02 62.59 1.83 50.53 49.61 50.07 1.84
54 2.49 2.45 2.47 1.66 32.61 33.49 33.05 2.66 36.24 37.21 36.72 2.66 64.58 63.61 64.09 1.52 58.12 57.25 57.68 1.52
60 2.25 2.20 2.22 1.84 34.86 35.69 35.28 2.37 34.86 35.69 35.28 2.37 65.96 65.12 65.54 1.28 65.96 65.12 65.54 1.28
Waktu
(menit)
Infiltrasi (mm)
Rata-
rata
RPD
(%)
Laju limpasan per unit area
(mm jam-1 m-2)
Rata-rata RPD
(%)
Laju infiltrasi per unit area
(mm jam-1 m-2)
Rata-rata RPD
(%)
Kedalaman limpasan
(mm) Rata-
rata
RPD
(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)
6 2.86 2.61 2.74 8.96 14743.86 15243.65 14993.75 3.33 5830.90 5331.11 5581.00 8.96 50.16 51.86 51.01 3.33
12 6.00 5.92 5.96 1.38 11536.86 11870.05 11703.46 2.85 9037.90 8704.70 8871.30 3.76 39.25 40.39 39.82 2.85 18 7.00 6.96 6.98 0.59 9787.59 10037.48 9912.54 2.52 10787.17 10537.27 10662.22 2.34 33.30 34.15 33.73 2.52
24 6.80 6.67 6.74 1.83 9017.08 9266.97 9142.02 2.73 11557.68 11307.78 11432.73 2.19 30.68 31.53 31.10 2.73
30 6.63 6.57 6.60 0.94 8621.41 8846.31 8733.86 2.58 11953.35 11728.44 11840.89 1.90 29.33 30.10 29.72 2.57 36 6.98 6.84 6.91 2.07 8239.62 8475.64 8357.63 2.82 12335.13 12099.12 12217.13 1.93 28.03 28.84 28.43 2.82
42 7.02 6.88 6.95 2.04 7955.02 8198.97 8076.99 3.02 12619.74 12375.79 12497.76 1.95 27.07 27.90 27.48 3.02
48 7.25 7.16 7.20 1.14 7684.30 7918.58 7801.44 3.00 12890.46 12656.18 12773.32 1.83 26.14 26.94 26.54 3.00 54 7.59 7.63 7.61 0.54 7395.07 7594.06 7494.56 2.66 13179.69 12980.70 13080.19 1.52 25.16 25.84 25.50 2.66
60 7.84 7.88 7.86 0.52 7113.70 7284.47 7199.08 2.37 13461.05 13290.29 13375.67 1.28 24.20 24.78 24.49 2.37
68
Lampiran 13 Pengkuran TDS
Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TDS (%) 0 (1) 0 (2)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.053 5.60 9518 0.059 6.40 9172 9345 3.70 9345 0.93
12 0.043 9.80 4357 0.039 10.20 3833 4095 12.80 13440 1.34
18 0.051 11.80 4280 0.051 12.40 4145 4212 3.21 17652 1.76
24 0.050 12.20 4082 0.049 12.60 3849 3966 5.87 21618 2.16
30 0.053 10.90 4835 0.048 10.50 4542 4689 6.25 26307 2.63
36 0.050 8.40 5940 0.047 9.20 5120 5530 14.83 31837 3.18
42 0.035 6.60 5318 0.038 6.80 5544 5431 4.16 37268 3.73
48 0.033 6.30 5158 0.036 6.90 5159 5159 0.02 42427 4.24
54 0.043 8.90 4786 0.045 9.10 4901 4844 2.37 47271 4.73
60 0.045 9.30 4817 0.045 9.70 4598 4708 4.65 51979 5.19
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TDS (%) 25 (1) 25 (2)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.085 16.20 5216 0.083 17.20 4808 5012 8.14 5012 0.50
12 0.052 14.90 3470 0.052 15.50 3323 3396 4.33 8408 0.84
18 0.019 5.00 3720 0.018 5.20 3481 3600 6.64 12009 1.20
24 0.018 4.20 4214 0.016 3.80 4132 4173 1.97 16182 1.62
30 0.019 5.30 3491 0.023 5.90 3949 3720 12.31 19901 1.99
36 0.014 3.00 4800 0.015 3.00 4833 4817 0.69 24718 2.47
42 0.014 2.50 5560 0.013 3.30 3970 4765 33.37 29483 2.95
48 0.013 2.90 4448 0.011 3.10 3645 4047 19.84 33530 3.35
54 0.003 3.00 833 0.003 3.20 1062 948 24.16 34478 3.45
60 0.003 2.40 786 0.002 3.10 774 780 1.54 35258 3.53
69
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
50 (1) 50 (2) TDS(%)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.043 8.30 5181 0.039 7.70 5065 5122 2.26 5123 0.51
12 0.016 5.00 3260 0.015 5.40 2759 3009 16.65 8132 0.81
18 0.015 4.00 3800 0.013 3.20 4031 3915 5.90 12048 1.20
24 0.010 2.70 3815 0.008 2.10 4000 3907 4.74 15955 1.59
30 0.008 2.50 3080 0.007 2.10 3380 3230 9.29 19186 1.92
36 0.007 2.40 3083 0.009 2.60 3269 3176 5.86 22362 2.24
42 0.005 2.50 2080 0.006 2.50 2320 2200 10.91 24562 2.46
48 0.002 1.90 842 0.002 2.10 809 826 4.00 25388 2.54
54 0.001 1.80 611 0.002 2.20 727 669 17.34 26057 2.61
60 0.002 2.50 800 0.001 1.20 750 775 6.45 26829 2.68
Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TDS (%) 0 (1) 0 (2)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.121 10 12050 0.130 10 12970 12510 7.35 12510 1.25
12 0.085 10 8470 0.086 10 8610 8540 1.64 21050 2.10
18 0.076 10 7610 0.076 10 7550 7580 0.79 28630 2.86
24 0.079 10 7850 0.077 10 7650 7750 2.58 36380 3.64
30 0.055 10 5540 0.055 10 5460 5500 1.45 41880 4.19
36 0.054 10 5420 0.053 10 5300 5360 2.24 47240 4.72
42 0.024 10 2440 0.025 10 2460 2450 0.82 49690 4.96
48 0.034 10 3370 0.024 10 2430 2900 32.41 52590 5.26
54 0.045 10 4450 0.037 10 3670 4060 19.21 56650 5.66
60 0.045 10 4450 0.043 10 4270 4360 4.13 61010 6.10
70
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
25 (1) 25 (2) TDS (%)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.070 10 6980 0.075 10 7510 7245 7.32 7245 0.72
12 0.060 10 5970 0.058 10 5750 5860 3.75 13105 1.31
18 0.076 10 7570 0.074 10 7400 7485 2.27 20590 2.06
24 0.063 10 6340 0.067 10 6660 6500 4.92 27090 2.71
30 0.066 10 6610 0.065 10 6450 6530 2.45 33620 3.36
36 0.055 10 5460 0.057 10 5670 5565 3.77 39185 3.92
42 0.025 10 2520 0.027 10 2740 2630 8.37 41815 4.18
48 0.011 10 1070 0.015 10 1470 1270 31.50 43085 4.31
54 0.002 10 170 0.002 10 190 180 11.11 43265 4.33
60 0.009 10 870 0.007 10 670 770 25.97 44035 4.40
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
50 (1) 50 (2) TDS (%)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.078 10 7840 0.079 10 7940 7890 1.27 7890 0.79
12 0.086 10 8580 0.080 10 8020 8300 6.75 16190 1.62
18 0.068 10 6810 0.067 10 6670 6740 2.08 22930 2.29
24 0.065 10 6520 0.062 10 6230 6375 4.55 29305 2.93
30 0.026 10 2620 0.027 10 2680 2650 2.26 31955 3.19
36 0.013 10 1310 0.012 10 1170 1240 11.29 33195 3.32
42 0.009 10 850 0.008 10 790 820 7.32 34015 3.40
48 0.010 10 950 0.007 10 670 810 34.57 34825 3.48
54 0.006 10 590 0.007 10 740 665 22.56 35490 3.55
60 0.007 10 660 0.006 10 560 610 16.39 36100 3.61
71
Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TDS (%) 0 (1) 0 (2)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.082 10 8230 0.077 10 7740 7985 6.14 7985 0.80
12 0.075 10 7530 0.063 10 6330 6930 17.32 14915 1.49
18 0.067 10 6700 0.067 10 6720 6710 0.30 21625 2.16
24 0.096 10 9560 0.095 10 9520 9540 0.42 31165 3.11
30 0.110 10 11020 0.110 10 10960 10990 0.55 42155 4.21
36 0.078 10 7750 0.074 10 7350 7550 5.30 49705 4.97
42 0.078 10 7810 0.086 10 8550 8180 9.05 57885 5.79
48 0.063 10 6250 0.072 10 7210 6730 14.26 64615 6.46
54 0.084 10 8380 0.072 10 7240 7810 14.60 72425 7.24
60 0.096 10 9630 0.090 10 8990 9310 6.87 81735 8.17
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TDS (%) 25 (1) 25 (2)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.105 10 10450 0.103 10 10270 10360 1.74 10360 1.04
12 0.042 10 4180 0.045 10 4540 4360 8.26 14720 1.47
18 0.056 10 5640 0.054 10 5380 5510 4.72 20230 2.02
24 0.050 10 5000 0.047 10 4700 4850 6.19 25080 2.51
30 0.092 10 9150 0.092 10 9150 9150 0.00 34230 3.42
36 0.068 10 6830 0.076 10 7620 7225 10.93 41455 4.14
42 0.090 10 9010 0.090 10 9010 9010 0.00 50465 4.95
48 0.027 10 2740 0.022 10 2220 2480 20.97 51945 5.19
54 0.033 10 3250 0.030 10 2970 3110 9.00 56055 5.61
60 0.026 10 2630 0.028 10 2830 2730 7.33 58785 5.88
72
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TDS (%) 50 (1) 50 (2)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.045 10 4450 0.046 10 4590 4520 3.10 4520 0.45
12 0.048 10 4830 0.057 10 5710 5270 16.70 9790 0.98
18 0.051 10 5080 0.048 10 4800 4940 5.67 14730 1.47
24 0.044 10 4440 0.046 10 4560 4500 2.67 19230 1.92
30 0.088 10 8840 0.088 10 8800 8820 0.45 28050 2.80
36 0.078 10 7830 0.081 10 8050 7940 2.77 35990 3.60
42 0.044 10 4390 0.043 10 4250 4320 3.24 40310 4.03
48 0.020 10 2010 0.016 10 1550 1780 25.84 42090 4.21
54 0.011 10 1090 0.013 10 1190 1140 17.57 43285 4.32
60 0.007 10 740 0.007 10 650 695 12.95 43925 4.39
Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1)
TDS rata-
rata (ppm) RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
0 (1) 0 (2) TDS (%)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.135 10 13510 0.137 10 13650 13580 1.03 13580 1.36
12 0.115 10 11470 0.117 10 11730 11600 2.24 25180 2.52
18 0.069 10 6940 0.073 10 7300 7120 5.06 32300 3.23
24 0.101 10 10050 0.098 10 9770 9910 2.83 42210 4.22
30 0.069 10 6870 0.068 10 6830 6850 0.58 49060 4.91
36 0.100 10 10000 0.090 10 9010 9505 10.42 58565 5.86
42 0.113 10 11270 0.109 10 10920 11095 3.15 69660 6.97
48 0.069 10 6930 0.072 10 7190 7060 3.68 76720 7.67
54 0.081 10 8120 0.068 10 6780 7450 17.99 84170 8.42
60 0.083 10 8300 0.088 10 8840 8570 6.30 92740 9.27
73
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TDS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TDS (%) 25 (1) 25 (2)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.095 10 9510 0.093 10 9290 9400 2.34 9400 0.94
12 0.106 10 10620 0.095 10 9520 10070 10.92 19470 1.95
18 0.048 10 4780 0.048 10 4790 4785 0.21 24255 2.42
24 0.030 10 2950 0.028 10 2750 2850 7.02 27105 2.71
30 0.088 10 8790 0.091 10 9110 8950 3.58 36055 3.60
36 0.052 10 5240 0.053 10 5300 5270 1.14 41325 4.13
42 0.084 10 8360 0.084 10 8380 8370 0.24 49695 4.97
48 0.098 10 9820 0.107 10 10740 10280 8.95 59975 6.00
54 0.054 10 5410 0.048 10 4810 5110 11.74 65085 6.51
60 0.030 10 2990 0.026 10 2570 2780 15.11 67865 6.79
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1)
TDS rata-
rata (ppm) RPD (%)
TDS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TDS (%) 50 (1) 50 (2)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
Bobot
(g) v (mL)
TDS
(ppm)
6 0.103 10 10250 0.101 10 10070 10160 1.77 10160 1.02
12 0.080 10 7980 0.073 10 7300 7640 8.90 17800 1.78
18 0.048 10 4830 0.047 10 4717 4773 2.37 22573 2.26
24 0.094 10 9420 0.090 10 8970 9195 4.89 31768 3.18
30 0.086 10 8560 0.093 10 9340 8950 8.72 40718 4.07
36 0.093 10 9310 0.088 10 8780 9045 5.86 49763 4.98
42 0.020 10 2000 0.027 10 2710 2355 30.15 52118 5.21
48 0.021 10 2090 0.025 10 2510 2300 18.26 54418 5.44
54 0.026 10 2550 0.021 10 2080 2315 20.30 56733 5.67
60 0.029 10 2860 0.028 10 2760 2810 3.56 59543 5.95
74
Lampiran 14 Pengkuran TSS
Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 0 (1) 0 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.11 5.60 19625 0.10 6.40 15750 17687 21.91 17687 1.77
12 0.14 9.80 14041 0.13 10.20 13029 13535 7.48 31223 3.12
18 0.15 11.80 12915 0.16 12.40 12605 12760 2.43 43983 4.40
24 0.18 12.20 14573 0.17 12.60 13373 13973 8.59 57956 5.80
30 0.18 10.90 16449 0.18 10.50 16886 16668 2.62 74624 7.46
36 0.15 8.40 17643 0.15 9.20 16054 16848 9.43 91472 9.15
42 0.13 6.60 19333 0.13 6.80 18471 18910 4.56 110374 11.04
48 0.10 6.30 16270 0.11 6.90 15754 16011 3.22 126385 12.64
54 0.16 8.90 17887 0.16 9.10 17703 17795 1.03 144181 14.42
60 0.13 9.30 13591 0.13 9.70 13072 13332 3.89 157513 15.75
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 25 (1) 25 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.19 16.20 11549 0.19 17.20 10796 11173 6.74 11173 1.12
12 0.12 14.90 8060 0.12 15.50 7852 7956 2.61 19129 1.91
18 0.05 5.00 9400 0.05 5.20 9000 9200 4.35 28329 2.83
24 0.04 4.20 9238 0.04 3.80 9553 9395 3.35 37724 3.77
30 0.05 5.30 9057 0.05 5.90 8814 8935 2.72 46659 4.67
36 0.03 3.00 10500 0.03 3.00 10967 10733 4.35 57393 5.74
42 0.03 2.50 12680 0.03 3.30 10545 11613 18.38 69005 6.90
48 0.03 2.90 11759 0.04 3.10 11645 11702 0.97 80707 8.07
54 0.04 3.00 11700 0.04 3.20 11594 11647 0.91 92354 9.23
60 0.04 3.50 10914 0.04 3.10 11452 11183 4.81 103537 10.35
75
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 50 (1) 50 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.09 8.30 10506 0.08 7.70 10493 10500 0.12 10500 1.05
12 0.04 5.00 7680 0.04 5.40 7000 7340 9.26 17840 1.78
18 0.03 4.00 7300 0.03 3.20 8812 8056 18.77 25896 2.59
24 0.02 2.70 6963 0.02 2.10 7809 7386 11.45 33282 3.32
30 0.02 2.50 6040 0.01 2.10 6238 6139 3.23 39421 3.94
36 0.02 2.40 6542 0.01 2.60 5307 5924 20.85 45346 4.53
42 0.01 2.50 5120 0.01 2.50 5760 5440 11.76 50786 5.08
48 0.01 1.90 5474 0.01 2.10 4857 5165 11.95 55951 5.59
54 0.01 1.80 6333 0.01 2.20 5318 5826 17.42 61777 6.18
60 0.01 1.60 4437 0.01 1.20 5167 4802 15.20 66579 6.66
Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 0 (1) 0 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.51 10 50660 0.49 10 49100 49880 3.13 49880 4.99
12 0.41 10 41130 0.41 10 41250 41190 0.29 91070 9.11
18 0.40 10 39860 0.40 10 40180 40020 0.80 131090 13.11
24 0.49 10 48610 0.49 10 49140 48875 1.08 179965 18.00
30 0.32 10 31710 0.32 10 32290 32000 1.81 211965 21.20
36 0.49 10 49420 0.49 10 49260 49340 0.32 261305 26.13
42 0.53 10 52660 0.52 10 52120 52390 1.03 313695 31.37
48 0.27 10 27430 0.28 10 27950 27690 1.88 341385 34.14
54 0.27 10 26650 0.26 10 26450 26550 0.75 367935 36.79
60 0.26 10 26120 0.26 10 25930 26025 0.73 393960 39.40
76
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 25 (1) 25 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.33 10 33360 0.33 10 32520 32940 2.55 32940 3.29
12 0.29 10 29480 0.29 10 29180 29330 1.02 62270 6.23
18 0.27 10 27040 0.27 10 26980 27010 0.22 89280 8.93
24 0.22 10 22320 0.22 10 21940 22130 1.72 111410 11.14
30 0.23 10 22980 0.22 10 22320 22650 2.91 134060 13.41
36 0.20 10 20360 0.20 10 20340 20350 0.10 154410 15.44
42 0.19 10 18630 0.19 10 19090 18860 2.44 173270 17.33
48 0.20 10 19800 0.20 10 19920 19860 0.60 193130 19.31
54 0.20 10 20020 0.20 10 20160 20090 0.70 213220 21.32
60 0.20 10 20190 0.20 10 20370 20280 0.89 233500 23.35
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 50 (1) 50 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.22 10 21610 0.21 10 21030 21320 2.72 21320 2.13
12 0.21 10 20830 0.21 10 21110 20970 1.34 42290 4.23
18 0.18 10 17840 0.18 10 17840 17840 0.00 60130 6.01
24 0.17 10 16520 0.18 10 17760 17140 7.23 77270 7.73
30 0.18 10 17530 0.18 10 17510 17520 0.11 94790 9.48
36 0.19 10 19370 0.19 10 19070 19220 1.56 114010 11.40
42 0.19 10 18510 0.19 10 19090 18800 3.09 132810 13.28
48 0.15 10 15450 0.16 10 15690 15570 1.54 148380 14.84
54 0.19 10 19240 0.19 10 19180 19210 0.31 167590 16.76
60 0.17 10 16980 0.17 10 17440 17210 2.67 184800 18.48
77
Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS(%) 0 (1) 0 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.21 10 21290 0.22 10 21990 21640 3.23 21640 2.16
12 0.21 10 21240 0.21 10 21080 21160 0.76 42800 4.28
18 0.23 10 22990 0.22 10 22190 22590 3.54 65390 6.54
24 0.24 10 23840 0.23 10 23040 23440 3.41 88830 8.88
30 0.25 10 25460 0.25 10 25190 25325 1.07 114155 11.42
36 0.27 10 27220 0.27 10 27100 27160 0.44 141315 14.13
42 0.30 10 29890 0.29 10 29370 29630 1.75 170945 17.09
48 0.30 10 30450 0.31 10 30530 30490 0.26 201435 20.14
54 0.32 10 31790 0.31 10 31310 31550 1.52 232985 23.30
60 0.31 10 30970 0.31 10 31070 31020 0.32 264005 26.40
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS(%) 25 (1) 25 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.12 10 11810 0.12 10 12050 11930 2.01 11930 1.19
12 0.12 10 11680 0.11 10 11080 11380 5.27 23310 2.33
18 0.07 10 6770 0.06 10 6090 6430 10.58 29740 2.97
24 0.05 10 5060 0.05 10 5000 5030 1.19 34770 3.48
30 0.03 10 2800 0.03 10 2740 2770 2.17 37540 3.75
36 0.08 10 7860 0.07 10 7280 7570 7.66 45110 4.51
42 0.06 10 6110 0.06 10 6470 6290 5.72 51400 5.14
48 0.04 10 4030 0.04 10 3950 3990 2.01 55390 5.54
54 0.04 10 4440 0.05 10 4920 4680 10.26 60070 6.01
60 0.06 10 6040 0.06 10 5600 5820 7.56 65890 6.59
78
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS(%) 50 (1) 50 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.08 10 7810 0.08 10 8480 8145 8.23 8145 0.81
12 0.04 10 3810 0.04 10 3550 3680 7.07 11825 1.18
18 0.02 10 1960 0.02 10 1840 1900 6.32 13725 1.37
24 0.01 10 1480 0.02 10 1680 1580 12.66 15305 1.53
30 0.00 10 290 0.00 10 300 295 3.39 15600 1.56
36 0.02 10 1540 0.01 10 1340 1440 13.89 17040 1.70
42 0.00 10 240 0.00 10 220 230 8.70 17270 1.73
48 0.00 10 170 0.00 10 160 165 6.06 17435 1.74
54 0.00 10 100 0.00 10 120 110 18.18 17545 1.75
60 0.01 10 530 0.00 10 490 510 7.84 18055 1.81
Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 0 (1) 0 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.31 10 30700 0.30 10 30420 30560 0.92 30560 3.06
12 0.23 10 22820 0.22 10 22400 22610 1.86 53170 5.32
18 0.22 10 21950 0.22 10 22410 22180 2.07 75350 7.53
24 0.26 10 25720 0.26 10 25560 25640 0.62 100990 10.10
30 0.29 10 28830 0.29 10 29040 28935 0.73 129925 12.99
36 0.26 10 26140 0.26 10 25920 26030 0.85 155955 15.60
42 0.29 10 28640 0.27 10 27340 27990 4.64 183945 18.39
48 0.29 10 29430 0.28 10 28290 28860 3.95 212805 21.28
54 0.29 10 29010 0.28 10 28040 28525 3.40 241330 24.13
60 0.31 10 30660 0.30 10 29680 30170 3.25 271500 27.15
79
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 25 (1) 25 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.17 10 17290 0.18 10 17510 17400 1.26 17400 1.74
12 0.17 10 16760 0.17 10 17280 17020 3.06 34420 3.44
18 0.18 10 17900 0.18 10 18100 18000 1.11 52420 5.24
24 0.17 10 17400 0.18 10 17600 17500 1.14 69920 6.99
30 0.21 10 21170 0.22 10 21650 21410 2.24 91330 9.13
36 0.21 10 20850 0.21 10 21470 21160 2.93 112490 11.25
42 0.19 10 18610 0.18 10 18410 18510 1.08 131000 13.10
48 0.13 10 12720 0.13 10 13120 12920 3.10 143920 14.39
54 0.17 10 16650 0.17 10 16630 16640 0.12 160560 16.06
60 0.16 10 15850 0.16 10 16050 15950 1.25 176510 17.65
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) TSS
rata-rata
(ppm)
RPD (%)
TSS
kumulatif
rata-rata
(ppm)
TSS (%) 50 (1) 50 (2)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
Bobot
(g) v (mL) TSS (ppm)
6 0.11 10 10740 0.11 10 10710 10725 0.28 10725 1.07
12 0.09 10 9370 0.10 10 10110 9740 7.60 20465 2.05
18 0.10 10 9520 0.09 10 9400 9460 1.27 29925 2.99
24 0.13 10 13040 0.12 10 11950 12495 8.72 42420 4.24
30 0.14 10 13780 0.13 10 13440 13610 2.50 56030 5.60
36 0.18 10 18400 0.19 10 19200 18800 4.26 74830 7.48
42 0.18 10 17800 0.19 10 18570 18185 4.23 93015 9.30
48 0.17 10 17480 0.17 10 17100 17290 2.20 110305 11.03
54 0.18 10 18160 0.17 10 17380 17770 4.39 128075 12.81
60 0.18 10 18090 0.18 10 17960 18025 0.72 146100 14.61
80
Lampiran 14 Pengkuran Bobot tanah tererosi
Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah
tererosi
rata-rata (g)
RPD
(%)
Bobot tanah
tererosi
kumulatif
rata-rata (g)
0 (1) 0 (2)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
6 0.11 0.053 0.16 0.10 0.059 0.16 0.16 2.29 0.16
12 0.14 0.043 0.18 0.13 0.039 0.17 0.18 4.71 0.34
18 0.15 0.051 0.20 0.16 0.051 0.21 0.21 2.34 0.54
24 0.18 0.050 0.23 0.17 0.049 0.22 0.22 4.77 0.77
30 0.18 0.053 0.23 0.18 0.048 0.23 0.23 3.06 0.99
36 0.15 0.050 0.20 0.15 0.047 0.19 0.20 1.68 1.19
42 0.13 0.035 0.16 0.13 0.038 0.16 0.16 0.37 1.35
48 0.10 0.033 0.14 0.11 0.036 0.14 0.14 6.66 1.49
54 0.16 0.043 0.20 0.16 0.045 0.21 0.20 1.91 1.70
60 0.13 0.045 0.17 0.13 0.045 0.17 0.17 0.12 1.87
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah
tererosi
rata-rata (g)
RPD
(%)
Bobot tanah
tererosi
kumulatif
rata-rata (g)
25 (1) 25 (2)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
6 0.19 0.085 0.27 0.19 0.083 0.27 0.27 1.19 0.27
12 0.12 0.052 0.17 0.12 0.052 0.17 0.17 0.81 0.44
18 0.05 0.019 0.07 0.05 0.018 0.06 0.07 1.07 0.51
24 0.04 0.018 0.06 0.04 0.016 0.05 0.05 8.30 0.56
30 0.05 0.019 0.07 0.05 0.023 0.08 0.07 12.41 0.63
36 0.03 0.014 0.05 0.03 0.015 0.05 0.05 3.22 0.68
42 0.03 0.014 0.05 0.03 0.013 0.05 0.05 4.93 0.73
48 0.03 0.013 0.05 0.04 0.011 0.05 0.05 0.85 0.77
54 0.04 0.003 0.04 0.04 0.003 0.04 0.04 7.44 0.81
60 0.04 0.003 0.04 0.04 0.002 0.04 0.04 9.49 0.85
81
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah
tererosi
rata-rata (g)
RPD
(%)
Bobot tanah
tererosi
kumulatif
rata-rata (g)
50 (1) 50 (2)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
6 0.09 0.043 0.13 0.08 0.039 0.12 0.13 8.32 0.13
12 0.04 0.016 0.05 0.04 0.015 0.05 0.05 3.72 0.18
18 0.03 0.015 0.04 0.03 0.013 0.04 0.04 7.73 0.22
24 0.02 0.010 0.03 0.02 0.008 0.02 0.03 15.99 0.25
30 0.02 0.008 0.02 0.01 0.007 0.02 0.02 12.09 0.27
36 0.02 0.007 0.02 0.01 0.009 0.02 0.02 3.52 0.29
42 0.01 0.005 0.02 0.01 0.006 0.02 0.02 11.52 0.31
48 0.01 0.002 0.01 0.01 0.002 0.01 0.01 0.84 0.32
54 0.01 0.001 0.01 0.01 0.002 0.01 0.01 6.20 0.34
60 0.01 0.002 0.01 0.01 0.001 0.01 0.01 6.85 0.34
Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah
tererosi
rata-rata (g)
RPD
(%)
Bobot tanah
tererosi
kumulatif
rata-rata (g)
0 (1) 0 (2)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
6 0.51 0.121 0.63 0.49 0.130 0.62 0.62 1.03 0.62
12 0.41 0.085 0.50 0.41 0.086 0.50 0.50 0.52 1.12
18 0.40 0.076 0.47 0.40 0.076 0.48 0.48 0.55 1.60
24 0.49 0.079 0.56 0.49 0.077 0.57 0.57 0.58 2.16
30 0.32 0.055 0.37 0.32 0.055 0.38 0.38 1.33 2.54
36 0.49 0.054 0.55 0.49 0.053 0.55 0.55 0.51 3.09
42 0.53 0.024 0.55 0.52 0.025 0.55 0.55 0.95 3.63
48 0.27 0.034 0.31 0.28 0.024 0.30 0.31 1.37 3.94
54 0.27 0.045 0.31 0.26 0.037 0.30 0.31 3.20 4.25
60 0.26 0.045 0.31 0.26 0.043 0.30 0.30 1.22 4.55
82
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah
tererosi
rata-rata (g)
RPD
(%)
bobot tanah
tererosi
kumulatif
rata-rata (g)
25 (1) 25 (2)
bobot
TSS (g)
bobot
TDS (g)
bobot tanah
tererosi (g)
bobot
TSS (g)
bobot
TDS (g)
bobot tanah
tererosi (g)
6 0.33 0.070 0.40 0.33 0.075 0.40 0.40 0.77 0.40
12 0.29 0.060 0.35 0.29 0.058 0.35 0.35 1.48 0.75
18 0.27 0.076 0.35 0.27 0.074 0.34 0.34 0.67 1.10
24 0.22 0.050 0.29 0.22 0.067 0.29 0.29 0.00 1.39
30 0.23 0.066 0.30 0.22 0.065 0.29 0.29 2.81 1.68
36 0.20 0.055 0.26 0.20 0.057 0.26 0.26 0.73 1.94
42 0.19 0.025 0.21 0.19 0.027 0.22 0.21 3.16 2.15
48 0.20 0.011 0.21 0.20 0.015 0.21 0.21 2.46 2.36
54 0.20 0.002 0.20 0.20 0.002 0.20 0.20 0.40 2.56
60 0.20 0.009 0.21 0.20 0.007 0.21 0.21 0.10 2.77
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah
tererosi
rata-rata (g)
RPD
(%)
bobot tanah
tererosi
kumulatif
rata-rata (g)
50 (1) 50 (2)
bobot
TSS (g)
bobot
TDS (g)
bobot tanah
tererosi (g)
bobot
TSS (g)
bobot
TDS (g)
bobot tanah
tererosi (g)
6 0.22 0.078 0.29 0.21 0.079 0.29 0.29 1.64 0.29
12 0.21 0.086 0.29 0.21 0.080 0.29 0.29 0.96 0.58
18 0.18 0.068 0.25 0.18 0.067 0.25 0.25 0.57 0.83
24 0.17 0.065 0.23 0.18 0.062 0.24 0.24 4.04 1.07
30 0.18 0.026 0.20 0.18 0.027 0.20 0.20 0.20 1.27
36 0.19 0.013 0.21 0.19 0.012 0.20 0.20 2.15 1.47
42 0.19 0.009 0.19 0.19 0.008 0.20 0.20 2.65 1.67
48 0.15 0.010 0.16 0.16 0.007 0.16 0.16 0.24 1.83
54 0.19 0.006 0.20 0.19 0.007 0.20 0.20 0.45 2.03
60 0.17 0.007 0.18 0.17 0.006 0.18 0.18 2.02 2.21
83
Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 45 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah
tererosi rata-
rata (gr)
RPD
(%)
bobot tanah
tererosi
kumulatif rata-
rata (gr)
0 (1) 0 (2)
bobot
TSS (gr)
bobot
TDS (gr)
bobot tanah
tererosi (gr)
bobot
TSS (gr)
bobot
TDS (gr)
bobot tanah
tererosi (gr)
6 0.21 0.082 0.30 0.22 0.077 0.30 0.30 0.71 0.30
12 0.21 0.075 0.29 0.21 0.063 0.27 0.28 4.84 0.58
18 0.23 0.067 0.30 0.22 0.067 0.29 0.29 2.66 0.87
24 0.24 0.096 0.33 0.23 0.095 0.33 0.33 2.55 1.20
30 0.25 0.110 0.36 0.25 0.110 0.36 0.36 0.91 1.56
36 0.27 0.078 0.35 0.27 0.074 0.34 0.35 1.50 1.91
42 0.30 0.078 0.38 0.29 0.086 0.38 0.38 0.58 2.29
48 0.30 0.063 0.37 0.31 0.072 0.38 0.37 2.79 2.66
54 0.32 0.084 0.40 0.31 0.072 0.39 0.39 4.12 3.05
60 0.31 0.096 0.41 0.31 0.090 0.40 0.40 1.34 3.46
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah
tererosi rata-
rata (gr)
RPD
(%)
bobot tanah
tererosi
kumulatif rata-
rata (gr)
25 (1) 25 (2)
bobot
TSS (gr)
bobot
TDS (gr)
bobot tanah
tererosi (gr)
bobot
TSS (gr)
bobot
TDS (gr)
bobot tanah
tererosi (gr)
6 0.12 0.105 0.22 0.12 0.103 0.22 0.22 0.27 0.22
12 0.12 0.042 0.16 0.11 0.045 0.16 0.16 1.52 0.38
18 0.07 0.056 0.12 0.06 0.054 0.11 0.12 7.87 0.50
24 0.05 0.050 0.10 0.05 0.047 0.10 0.10 3.64 0.60
30 0.03 0.092 0.12 0.03 0.092 0.12 0.12 0.50 0.72
36 0.08 0.068 0.15 0.07 0.076 0.15 0.15 1.42 0.87
42 0.06 0.090 0.15 0.06 0.090 0.15 0.15 2.35 1.02
48 0.04 0.027 0.07 0.04 0.022 0.06 0.06 9.27 1.08
54 0.04 0.033 0.08 0.05 0.030 0.08 0.08 2.95 1.16
60 0.06 0.026 0.09 0.06 0.028 0.08 0.09 2.81 1.25
84
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah
tererosi rata-
rata (gr)
RPD
(%)
bobot tanah
tererosi
kumulatif rata-
rata (gr)
50 (1) 50 (2)
bobot
TSS (gr)
bobot
TDS (gr)
bobot tanah
tererosi (gr)
bobot
TSS (gr)
bobot
TDS (gr)
bobot tanah
tererosi (gr)
6 0.08 0.045 0.12 0.08 0.046 0.13 0.13 6.40 0.12
12 0.04 0.048 0.09 0.04 0.057 0.09 0.09 6.93 0.22
18 0.02 0.051 0.07 0.02 0.048 0.07 0.07 5.85 0.28
24 0.01 0.044 0.06 0.02 0.046 0.06 0.06 5.26 0.35
30 0.00 0.088 0.09 0.00 0.088 0.09 0.09 0.33 0.44
36 0.02 0.078 0.09 0.01 0.081 0.09 0.09 0.21 0.53
42 0.00 0.044 0.05 0.00 0.043 0.04 0.05 3.52 0.58
48 0.00 0.020 0.02 0.00 0.016 0.02 0.02 24.16 0.60
54 0.00 0.011 0.01 0.00 0.013 0.01 0.01 17.62 0.61
60 0.01 0.007 0.01 0.00 0.007 0.01 0.01 6.50 0.62
Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 100 mm jam-1
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah
tererosi rata-
rata (g)
RPD
(%)
Bobot tanah
tererosi
kumulatif rata-
rata (g)
0 (1) 0 (2)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
Bobot
TSS (g)
Bobot
TDS (g)
Bobot tanah
tererosi (g)
6 0.31 0.135 0.44 0.30 0.137 0.44 0.44 0.32 0.44
12 0.23 0.115 0.34 0.22 0.117 0.34 0.34 0.47 0.78
18 0.22 0.069 0.29 0.22 0.073 0.30 0.29 2.80 1.08
24 0.26 0.101 0.36 0.26 0.098 0.35 0.36 1.24 1.43
30 0.29 0.069 0.36 0.29 0.068 0.36 0.36 0.48 1.79
36 0.26 0.100 0.36 0.26 0.090 0.35 0.36 3.41 2.15
42 0.29 0.113 0.40 0.27 0.109 0.38 0.39 4.22 2.54
48 0.29 0.069 0.36 0.28 0.072 0.35 0.36 2.45 2.90
54 0.29 0.081 0.37 0.28 0.068 0.35 0.36 6.42 3.26
60 0.31 0.083 0.39 0.30 0.088 0.39 0.39 1.14 3.64
85
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah
tererosi
rata-rata (g)
RPD
(%)
bobot tanah
tererosi
kumulatif
rata-rata (g)
25 (1) 25 (2)
bobot
TSS (g)
bobot
TDS (g)
bobot tanah
tererosi (g)
bobot
TSS (g)
bobot
TDS (g)
bobot tanah
tererosi (g)
6 0.17 0.095 0.27 0.18 0.093 0.27 0.27 0.00 0.27
12 0.17 0.106 0.27 0.17 0.095 0.27 0.27 2.14 0.54
18 0.18 0.048 0.23 0.18 0.048 0.23 0.23 0.92 0.77
24 0.17 0.030 0.20 0.18 0.028 0.20 0.20 0.00 0.97
30 0.21 0.088 0.30 0.22 0.091 0.31 0.30 2.64 1.27
36 0.21 0.052 0.26 0.21 0.053 0.27 0.26 2.57 1.54
42 0.19 0.084 0.27 0.18 0.084 0.27 0.27 0.67 1.81
48 0.13 0.098 0.23 0.13 0.107 0.24 0.23 5.69 2.04
54 0.17 0.054 0.22 0.17 0.048 0.21 0.22 2.85 2.26
60 0.16 0.030 0.19 0.16 0.026 0.19 0.19 1.17 2.44
Waktu
(menit)
Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah
tererosi rata-
rata (g)
RPD
(%)
bobot tanah
tererosi
kumulatif rata-
rata (g)
50 (1) 50 (2)
bobot
TSS (g)
bobot
TDS (g)
bobot tanah
tererosi (g)
bobot
TSS (g)
bobot
TDS (g)
bobot tanah
tererosi (g)
6 0.11 0.103 0.21 0.11 0.101 0.21 0.21 1.01 0.21
12 0.09 0.080 0.17 0.10 0.073 0.17 0.17 0.35 0.38
18 0.10 0.048 0.14 0.09 0.047 0.14 0.14 1.69 0.53
24 0.13 0.094 0.22 0.12 0.090 0.21 0.22 7.10 0.74
30 0.14 0.086 0.22 0.13 0.093 0.23 0.23 1.95 0.97
36 0.18 0.093 0.28 0.19 0.088 0.28 0.28 0.97 1.25
42 0.18 0.020 0.20 0.19 0.027 0.21 0.21 7.21 1.45
48 0.17 0.021 0.20 0.17 0.025 0.20 0.20 0.20 1.65
54 0.18 0.026 0.21 0.17 0.021 0.19 0.20 6.23 1.85
60 0.18 0.029 0.21 0.18 0.028 0.21 0.21 1.10 2.06
86
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 12 Juni 1989 sebagai anak keempat
dari Bapak Bambang Sugiarto dan Ibu Sudiasih. Pendidikan sarjana ditempuh di Program
Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah
Mada, lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor pada program Pascasarjana Kimia.
Selama mengikuti program S2, penulis pernah menerima beasiswa Sokendai Asian
Winter School pada tahun 2013 di Institute for Molecular Science, Okazaki, Jepang.
Penulis aktif sebagai bendahara departemen PSDM pada periode 2013-2014 dan
sekretaris departemen keilmuan pada periode 2014-2015 di Himpunan Mahasiswa
Muslim Pascasarjana (HIMMPAS).