Upload
shuteki
View
234
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sirrosis
Citation preview
Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis
A. Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik
yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif yang mengganggu struktur dan fungsi hati (Sudoyo, 2007;
Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah
kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan
parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan
fungsi dan distorsi strukturnya (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2008).
Sirosis hepatis ditandai oleh tiga ciri khas, yaitu: fibrosis (yang menjembatani sekat-sekat
intrahepatik dalam bentuk pita-pita yang halus atau jaringan parut yang lebar), nodul yang
timbul karena regenerasi hepatosit dikelilingi oleh fibrosis dan disrupsi arsitektur parenkim
hati. Fibrosis disertai oleh reorganisasi vaskuler, dengan hubungan timbal balik abnormal
antara aliran darah vaskuler yang masuk dan yang keluar, yaitu pintasan arteri-vena porta
(arterioportal venous shunt), pintasan arteri-vena hepatica (arteriohepatic venous shunt) dan
pintasan vena porta-vena hepatika (portal venous-hepatic venous shunt). Akibatnya hati dapat
mengalami kekurangan perfusi darah yang serius (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008)
B. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia,
mempunyai berat sekitar 1.5 kg dan terletak pada bagian
atas cavum abdominis, dibawah diafragma, dikedua sisi
kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah
kanan. Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat
tubuh , namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen.
Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang
jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama
metabolisme intermedier (Koolman, J & Rohm K.H,
2001). Bagian bawah hati berbentuk cekung dan
merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, penkreas, dan
usus. Hati difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di
daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena
cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan
diafragma.
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri.
Setiap lobus terbagi menjadi struktur-struktur yang
disebut sebagai lobules, yang merupakan mikroskopis dan
fungsional organ. Hati manusia memiliki maksimal
100.000 lobulus. Hati dibungkus oleh simpai yg tebal,
terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan
masuk ke dalam parenchym hati mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.
Massa dari hati seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-
lempengan dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid.
Lapisan endotel yang meliputi sinusoid terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel Kupffer.
Sel Kupffer fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah.
Sejumlah 50% makrofag dalam hati adalah sel Kupffer, sehingga hati merupakan salah satu
organ penting dalam pertahanan melawan infasi bakteri dan agen toksik. Sel kupfer lebih
permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang
lain. Lempengan sel-sel hati tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan
sinusoid. Selanjutnya terdapat parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli
terdapat 1 vena sentralis yang merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hati). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan
jaringan ikat yang disebut traktus portalis yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-
cabang vena porta, arteria hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan arteria
hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan.
Sistem bilier dimulai dari kanalikuli biliaris yang terletak di antara sel-sel hati dan
membentuk dinding sel. Kanalikuli akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis,
dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, kemudian air keluar dari saluran empedu menuju
kandung empedu (Sherwood, 2001).
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta
hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah
darah arteria dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah yang
melewati hati setiap menitnya adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena hepatica kanan dan
kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena cava inferior. Hati sangat penting untuk
mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan
terutama bertangung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. (Sherwood, 2001)
Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresikan empedu. Cairan empedu
mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke usus halus. Fungsi dari empedu itu
sendiri berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu sebelum lemak dicernakan, lemak
harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu. Fungsi hati lainnya adalah sebagai
metabolisme karbohidrat. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus
menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen
menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa
tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan
membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan
dalam siklus krebs). Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak dan
mengadakan katabolisis asam lemak yang nantinya lemak – lemak ini akan disebar ke bagian
bagian tubuh. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – badan Keton
2. Senyawa 2 karbon – aktivasi asetat (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan kolesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Fungsi hati selanjutnya adalah metabolisme protein. Hati mensintesis banyak macam protein
dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan
asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan
non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ -
globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme
protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang
β – globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan
BM 66.000.
Fungsi hati lainnya ialah penyimpan semua vitamin khususnya vitamin A, D, E, K, sebagai
pusat detoksikasi tubuh, proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi,
esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya membentuk
fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Sebagai fungsi hemodinamik; hati menerima ±
25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/
menit. Darah yang mengalir di dalam arteria hepatica ± 25% dan di dalam vena porta 75%
dari seluruh aliran darah ke hati. Sebagai fagositosis dan imunitas, sel kupfer merupakan
saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. (Sherwood,
2001).
C. Etiologi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain; konsumsi alkohol, virus
hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat hepatotoksik, dan lain-lain (Sudoyo, 2007).
Penyakit infeksi
- Bruselosis
- Ekinokokus
- Skistosomiasis
- Toksoplasmosis
- Hepatitis virus (hepatitis B, C, D,
sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolik
- Defisiensi alfa1 antitrypsin
- Sindrom fanconi
- Galaktosemia
- Penyakit gaucher
- Penyakit simpanan glikogen
- Hemokromatosis
- Intoleransi fluktosa herediter
- Penyakit Wilson
Obat dan toksin
- Alkohol
- Amiodaron
- Arsenic
- Obstruksi bilier
- Penyakit perlemakan hati non alkoholik
- Sirosis bilier primer
- Kolangitis sklerosis primer
Penyakit lain atau tidak terbukti
- Penyakit usus inflamasi kronik
- Fibrosis kistik
- Pintas jejunoileal
- Sarkoidosis
D. Klasifikasi Sirosis Hepatis
Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:
1. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada hati yang
ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi
lemak) dan alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak
mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang mencakup pembentukan
trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran trigliserida dari hati dan menurunnya
oksidasi asam lemak (Price & Wilson, 2005).
Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:
a. Perlemakan hati alkoholik
Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai oleh penimbunan
trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol kronis (Corwin, 2009).
Alkohol dapat menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang dapat meluas hingga
mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak, berminyak dan berwarna kuning
(Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).
b. Hepatitis alkoholik
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-40% pecandu alkohol
kronis (Corwin, 2009). Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk
akhir metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel hati
(dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah sentrilobiler dan juga
terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik intraselular flamen intermediet),
reaksi neutrofil terhadap hepatosit yang bergenerasi, inflamasi porta, dan fibrosis
(sinusoidal, perisentral, periportal) (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).
c. Sirosis alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita fibrosa terbentuk
dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi serta melilit di antara
hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan timbulnya pembengkakan dan
edema interstisium yang membuat kolapsnya pembuluh darah kecil dan meningkatkan
resistensi terhadap aliran darah yang melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan
asites (Corwin, 2009). Hati mengalami transformasi dari hati yang berlemak (fatty liver)
dan membesar menjadi hati yang tidak berlemak (nonfatty), mengecil dan berwarna
cokelat (Mitchell,Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).
Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yangtebal terbentuk pada
tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul ini dapat membesar
akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati mengganti sel yang rusak. Pada stadium akhir
sirosis, hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal yang
menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih
beresiko menderita karsinoma sel hatiprimer (hepatoselular) (Price & Wilson, 2005).
2. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringanhati, sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan
oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi dengan parenkim
hatinormal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan banyak nodul (Price &
Wilson, 2005).
3. Sirosis biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Statis empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati.
Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras, bergranula halus dan
berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini. Terdapat
dua jenis sirosis biliaris: primer (statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum dan
gangguan autoimun) dan sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu hati) (Price & Wilson,
2005).
D. Manifestasi Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi perasaan mudah lelah
dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun,
pada laki-laki timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas. Jika sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti
teh pekat, hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai koma (Sudoyo, 2007).
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis: gagal sel
hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular adalah ikterus, edema perifer,
kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, angioma spidernevi, ensefalopati hepatik.
Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali,
varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat
dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal (Price & Wilson,
2005).
1. Manifestasi kegagalan hepatoselular
Menurunnya ekskresi bilirubin menyebabkan hiperbilirubin dalam tubuh, sehingga
menyebabkan ikterus dan jaundice. Ikterus intermiten merupakan gambaran khas sirosis
biliaris dan terjadi jika timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu (kolangitis) (Price &
Wilson, 2005).
Peningkatan rasio estradiol/testosteron menyebabkan timbulnya angioma spidernevi yaitu
suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena kecil sering ditemukan di bahu, muka, dan
lengan atas. Perubahan metabolisme estrogen juga menimbulkan eritema palmaris, warna
merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Ginekomastia berupa proliferasi
benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion (Sudoyo, 2007).
Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah perdarahan, anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan gusi, hidung, menstruasi berat dan
mudah memar. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya faktor pembekuan darah.
Anemia, leukopenia, trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak
hanya membesar tetapi juga aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga
menimbulkan anemia dengan defisiensi folat, vitamin B12 dan besi.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit protein.
Hal ini dapat dikaji melalui shifting dullness atau gelombang cairan. Faktor utama terjadinya
asites ialah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi portal) dan
penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia (Price & Wilson, 2005). Edema
terjadi ketika konsentrasi albumin plasma menurun. Produksi aldosteron yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium (Smeltzer, Bare, Hinkle, &
Cheever, 2010).
Manifestasi hipertensi portal Akibat dari hati yang sirotik, darah dari organ-organ digestif
dalam vena porta yang dibawa ke hati tidak dapat melintas sehingga aliran darah tersebut
akan kembali ke sistem portal yaitu dalam limpa dan traktus gastrointestinal. Adanya
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati akan menyebabkan hipertensi portal
(Smeltzer & Bare, 2002). Hipertensi portal didefiniskan sebagai peningkatan tekanan vena
porta yang menetap di atas nilai normal yaitu 6-12 cmH2O (Price & Wilson, 2005).
Pembebanan berlebihan pada sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatik (varises).
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan
(shunting) darah dari pembuluh darah portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang
lebih rendah (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Saluran kolateral penting yang
timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah
melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus).
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi
ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Sistem vena rektal
membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat
menyebabkan berkembangnya hemoroid interna (Price & Wilson, 2005).
E. Patofisiologi
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis pascanekrotik, dan
sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis, alkohol
menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati yang
akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang
fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi.
Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat
kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati
yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris
disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan obstruksi
duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi
arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati.
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam hepar karena
darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran darah balik vena portal
dan tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk
pembuluh darah kolateral portal (esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi portal
meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan
berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati
menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di
dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat menyebabkan edema.
Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin (hiperbilirubin) menimbulkan
ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik, penurunan metabolisme glukosa
meingkatkan glukosa dalam darah (hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak
pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis
albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan sintesis plasma
protein terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan
konversi ammonia sehingga ureum dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan
ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema
palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat
diemulsikan dan tidak dapat diserap usus halus yang akan meningkatkan peristaltik.
Defisiensi vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan
produksi sel darah merah.
F. Komplikasi
1. Varises Esofagus
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada
esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi
vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis
lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa
hematemesis (muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang
hitam) (Price & Wilson, 2005).
2. Peritonitis bacterial spontan
Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga abdomen yang
disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen juga mengandung sejumlah
cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada
penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara
normal. Maka timbullah infeksi dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti
infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen (Sudoyo, 2007).
3. Sindrom hepatorenal
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan
filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal
(Sudoyo, 2007).
4. Ensefalopati hepatikum
Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus.
Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat penyakit pada sel hati. NH3
diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan dapat
mengganggu metabolisme otak (Price & Wilson, 2005).
5. Karsinoma hepatoselular
Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala yang ditemui adalah rasa lemah,
tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada massa dan
nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna
seperti teh dan melena.
G. Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatis
1. Pengkajian
a. Aktivitas : rasa cepat lelah, kelemahan, kehabisan tenaga karena asupan makanan
kurang dan juga ketidakseimbangan elektrolit tubuh, letargi, penurunan masa
otot/tonus
b. Sirkulasi : riwayat gagal ginjal kronik, CHF, distensi vena abdomen,
hipertensi/hipotensi, disritmia jantung
c. Eliminasi : flatus, melena (feses berwarna hitam), urin pekat berwarna seperti teh,
oliguria akibat retensi natrium dan air, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising
usus.
d. Nutrisi : anoreksia, mual, muntah, berat badan menurun, asupan alkohol, malnutrisi.
e. Cairan dan elektrolit : defisit volume cairan, muntah, perdarahan, kulit kering, turgor
kulit buruk, kelebihan volume cairan akibat retensi natrium dan air (asites dan
edema).
f. Neurosensori : sadar, gelisah, disorientasi, letargi, stupor, koma, perubahan mental,
berbicara perlahan.
g. Kenyamanan : rasa kurang enak pada abdomen, gatal-gatal pada seluruh tubuh
(pruritus), rasa nyeri pada daerah hepar, ikterik, nyeri tekan pada daerah hepar
(kuadran kanan atas) atau pembesaran hepar, dilatasi vena-vena periumbilikus (kaput
medusae)
h. Pernafasan : dispnea, takipnea, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas karena
asites
i. Keamanan : pruritus, deman, jaundice, ekimosis, peteki, spider angioma, palmar
eritema.
j. Seksualitas : gangguan menstruasi, atrofi testis, ginekomastia,
k. hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, impotensi, infertil.
l. Penyuluhan/pembelajaran : riwayat kontak dengan zat toksik, pajanan dengan obat-
obatan yang berpotensial menyebabkan hepatoksik, kebiasaan mengkonsumsi
alkohol, pola sekarang dan masa lampau (durasi dan jumlah)
2. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Keterangan
Biopsi hati Mendeteksi infiltrat, fibrosis kerusakan
jaringan hati.
Billirubin serum Meningkat karena gangguan seluler
ketidakmampuan hati mengkonjugasi atau
obstruksi billier.
Bilirubin terkonjugasi Meningkat pada penyakit hepatoselular dan
obstruksi bilier
Bilirubin tak terkonjugasi Meningkat pada penyakit hepatoselular dan
hemolisis eritrosit
Urobilinogen urin Menurun pada obstruksi bilier dan meningkat
pada penyakit hepatoselular
Urobilinogen fekal Tidak ada sterkobilin pada obstruksi bilier dan
meningkat pada hemolisis eritrosit
Albumin serum Menurun karena penurunan sintesis
Globulin (Ig A dan IgG) Meningkat, peningkatan sintesis
Natrium serum Menurun, ketidakmampuan ekskresi air bebas
pada asites
SGOT dan SGPT Meningkat karena kerusakan seluler dan
mengeluarkan enzim.
Alkali fosfatase Meningkat karena penurunan ekskresi
GGT (Gamma-glutamil transpeptidase) Meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik.
Nitrogen urea darah (BUN) Menurun pada penyakit hepatoselular berat
dengan obstruksi sirkulasi portal
Kadar ammonia darah Meningkat pada penyakit hepatoselular berat
dengan obstruksi sirkulasi portal
Darah lengkap
Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena
perdarahan, kerusakan SDM dan anemia
terlihat dengan hipersplenisme dan defesiensi
besi, leukopenia mungkin ada sebagai akibat
hipersplenisme.
Masa protombin/ PT APPT Memanjang (penurunan sintesis protombin)
Esofagoskopi Dapat menunjukan varises esofagus
Pemeriksaan Keterangan
Ultrasonografi (USG) Memeriksa sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas adanya massa. Dapat melihat
asites, splenomegali, trombosis vena porta dan
pelebaran vena porta serta skrining adanya
karsinoma hati.
Angiografi Untuk melihat sirkulasi portal, mendeteksi
tumor/kista
Sumber: Doengoes (2000)
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umum terjadi pada pasien sirosis hepatis, sebagai berikut:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru akibat asites,
penurunan energi/kelelahan
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya perubahan mekanisme regular:
menurunnya protein plasma, malnutrisi
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
inadekuat diet, ketidakmampuan dalam proses pencernaan, mual, muntah, asites,
fungsi abnormal usus.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada hepar
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan adanya perubahan dalam faktor
pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, faktor VII,IX,X,
gangguan metabolisme Vit.K dan pelepasan tromboplatin)
4. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang terjadi pada
pasien sirosis hepatis.
Mandiri
Optimalkan ventilasi dengan memposisikan semifowler/sesuai toleransi klien
Mengubah posisi klien secara teraut untuk meningkatkan ekspansi dan oksigenasi
pada semua bagian paru.
Menganjurkan klien untuk tirah baring guna mengurangi kebutuhan hati dan
meningkatkan suplai darah ke hati
Mengukur intake dan output cairan dan monitor balance cairan
Menimbang berat badan dan mengukur lingkar perut setiap hari. Respons diuretic bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg.hari tanpa adanya edema kaki atau 1
kg/hari dengan adanya edema kaki
Menganjurkan klien untuk makan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering
Menganjurkan klien untuk melakukan perawatan mulut secara teratur
Meninggikan area edema, mengubah posisi, meminimalkan tekanan dan friksi untuk
mencegah dekubitus
Monitor tanda perdarahan
Pengurangan resiko cedera pada klien dengan memasang siderail di samping tempat
tidur
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan kompres hangat untuk mengurangi
nyeri.
Kolaborasi dengan Dokter
Melakukan tindakan torasentesis untuk mengeluarkan cairan dari rongga toraks
Pemberian obat diuretik. spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Bila
pemberian sprinolakton tidak adekuat disa dikobinasikan dengan furosemid dosis 20-
40 mg/hari.
Parasentesis dilakukan jika asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6
liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Postparasintesis diberikan albumin IV (6-8 gr/L dari cairan yang dikeluarkan)
Transfunsi albumin plasma jika hipoalbuminemia
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu untuk pengeluaran ammonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia,
Varises esofagus; sebelum dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
okteorid.
Skleroterapi; penyuntikan bahan sklerotik (ethanolamine dan sodium tetradecyl
sulfate) langsung ke varises melalui endoskopi
Ligasi varises esofagus; dengan alat khusus untuk mengisap permukaan varises lalu
mengikatnya dengan tali (rubber band)
TIPPS (Transjugular Intrahepatik Postsistemik Stent Shunt); membuat pintas vena
hepatica-vena porta disertai pelebaran vena.
Peritonitis bacterial spontan; diberikan antibiotika seperti cefotaxime intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida
Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.
Kolaborasi dengan Ahli Gizi
Pemberian diet yang mengandung protein 1 g/KgBB dan kalori 2000-3000 kkal/hari
Diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.
Pada klien dengan ensefalopati hepatikum, diberikan diet protein dikurangi sampai
0,5 gr/kgBB per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
5. Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, hasil yang diharapkan:
a. Tidak ada peningkatan cairan dalam rongga toraks, bunyi napas normal, pola napas efektif
b. Keseimbangan intake dan output cairan, edema dan ukuran lingkar abdomen berkurang
c. Asupan makanan adekuat, peningkatan nafsu makan, tidak ada mual dan muntah
d. Nyeri yang dirasakan klien berkurang/hilang
e. Tidak ada tanda perdarahan
6. Discharge planning (perencanaan pulang)
Perawat memberikan edukasi kepada pasien sirosis hepatis, sebagai berikut (California
Correctional Health Care Services [CCHCS], 2012):
- Menganjurkan pasien makan makanan rendah garam dan rendah lemak,
- Olahraga secara teratur,
- Menghindari atau berhenti mengkonsumsi alkohol,
- Minum obat secara teratur sesuai dengan resep yang diberikan,
- Menghindari valsava maneuver seperti; mengejan dan mengangkat barang berat,
- Menggunakan sikat gigi yang halus untuk mencegah perdarahan gusi,
- Menciptakan lingkungan yang aman di rumah,
- Memberikan informasi terkait kondisi yang mengharuskan pasien dibawa ke pelayanan
kesehatan, yaitu muntah darah, urin sedikit, gangguan berpikir, BAB hitam, peningkatan
berat badan lebih dari 2,5 kg, penurunan berat badan yang tidak disengaja lebih dari 5 kg.
Referensi
California Correctional Health Care Services (CCHCS). (Jan 2012). Cirrhosis: Patient
education.11Juli2013.http://www.cphcs.ca.gov/docs/patienteducation/ESLD
%20Patient%20Education%206-15-12.pdf.
Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofiologis. (Nike budhi, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Jakarta : EGC.
Gulanick, M., & Mylers, J. L.(2011). Nursing care plans; diagnoses, interventions, and
outcomes. 8th ed. St.Louis, Missouri: Saunders Elsevier.
Ignatavicius, D., & Workman, M. L. (2012). Medical surgical nursing: patientcentered
collaborative care. St.Louis, Missouri: Saunders Elsevier.
Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis penyakit
Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
(Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC.
Runyon, B.A. (June 2009). Management of adult patients with ascites due to cirrhosis: an
update. June 24, 2013.
Sacher, R. A., & McPherson, R.A. (2004). Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.
(Brahm & Dewi: Penerjemah). Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner and Suddarth’s
textbook of medical-surgical nursing. (12th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer
Health / Lippincott Williams & Wilkins.
Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Departemen ilmu penyakit
dalam FKUI