26
Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis A. Definisi Sirosis Hepatis Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif yang mengganggu struktur dan fungsi hati (Sudoyo, 2007; Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsi dan distorsi strukturnya (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2008). Sirosis hepatis ditandai oleh tiga ciri khas, yaitu: fibrosis (yang menjembatani sekat-sekat intrahepatik dalam bentuk pita- pita yang halus atau jaringan parut yang lebar), nodul yang timbul karena regenerasi hepatosit dikelilingi oleh fibrosis dan disrupsi arsitektur parenkim hati. Fibrosis disertai oleh reorganisasi vaskuler, dengan hubungan timbal balik abnormal antara aliran darah vaskuler yang masuk dan yang keluar, yaitu pintasan arteri-vena porta (arterioportal venous shunt), pintasan arteri-vena hepatica (arteriohepatic venous shunt) dan pintasan vena porta-vena hepatika (portal venous-hepatic venous shunt ). Akibatnya hati dapat mengalami kekurangan perfusi darah yang serius (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008) B. Anatomi dan Fisiologi Hati

Sirhep

  • Upload
    shuteki

  • View
    234

  • Download
    11

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sirrosis

Citation preview

Laporan Pendahuluan Sirosis Hepatis

A. Definisi Sirosis Hepatis

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik

yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan

pembentukan nodulus regeneratif yang mengganggu struktur dan fungsi hati (Sudoyo, 2007;

Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah

kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan

parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan

fungsi dan distorsi strukturnya (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2008).

Sirosis hepatis ditandai oleh tiga ciri khas, yaitu: fibrosis (yang menjembatani sekat-sekat

intrahepatik dalam bentuk pita-pita yang halus atau jaringan parut yang lebar), nodul yang

timbul karena regenerasi hepatosit dikelilingi oleh fibrosis dan disrupsi arsitektur parenkim

hati. Fibrosis disertai oleh reorganisasi vaskuler, dengan hubungan timbal balik abnormal

antara aliran darah vaskuler yang masuk dan yang keluar, yaitu pintasan arteri-vena porta

(arterioportal venous shunt), pintasan arteri-vena hepatica (arteriohepatic venous shunt) dan

pintasan vena porta-vena hepatika (portal venous-hepatic venous shunt). Akibatnya hati dapat

mengalami kekurangan perfusi darah yang serius (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008)

B. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia,

mempunyai berat sekitar 1.5 kg dan terletak pada bagian

atas cavum abdominis, dibawah diafragma, dikedua sisi

kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah

kanan. Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat

tubuh , namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen.

Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang

jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama

metabolisme intermedier (Koolman, J & Rohm K.H,

2001). Bagian bawah hati berbentuk cekung dan

merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, penkreas, dan

usus. Hati difiksasi secara erat oleh tekanan

intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di

daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena

cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan

diafragma.

Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri.

Setiap lobus terbagi menjadi struktur-struktur yang

disebut sebagai lobules, yang merupakan mikroskopis dan

fungsional organ. Hati manusia memiliki maksimal

100.000 lobulus. Hati dibungkus oleh simpai yg tebal,

terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan

masuk ke dalam parenchym hati mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.

Massa dari hati seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-

lempengan dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid.

Lapisan endotel yang meliputi sinusoid terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel Kupffer.

Sel Kupffer fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah.

Sejumlah 50% makrofag dalam hati adalah sel Kupffer, sehingga hati merupakan salah satu

organ penting dalam pertahanan melawan infasi bakteri dan agen toksik. Sel kupfer lebih

permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang

lain. Lempengan sel-sel hati tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan

sinusoid. Selanjutnya terdapat parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli

terdapat 1 vena sentralis yang merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang

menyalurkan darah keluar dari hati). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan

jaringan ikat yang disebut traktus portalis yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-

cabang vena porta, arteria hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan arteria

hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan.

Sistem bilier dimulai dari kanalikuli biliaris yang terletak di antara sel-sel hati dan

membentuk dinding sel. Kanalikuli akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis,

dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, kemudian air keluar dari saluran empedu menuju

kandung empedu (Sherwood, 2001).

Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta

hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah

darah arteria dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah yang

melewati hati setiap menitnya adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena hepatica kanan dan

kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena cava inferior. Hati sangat penting untuk

mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan

terutama bertangung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. (Sherwood, 2001)

Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresikan empedu. Cairan empedu

mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke usus halus. Fungsi dari empedu itu

sendiri berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu sebelum lemak dicernakan, lemak

harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu. Fungsi hati lainnya adalah sebagai

metabolisme karbohidrat. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus

menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati

kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen

menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber

utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa

monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa

tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan

membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan

dalam siklus krebs). Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak dan

mengadakan katabolisis asam lemak yang nantinya lemak – lemak ini akan disebar ke bagian

bagian tubuh. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – badan Keton

2. Senyawa 2 karbon – aktivasi asetat (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

3. Pembentukan kolesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Fungsi hati selanjutnya adalah metabolisme protein. Hati mensintesis banyak macam protein

dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan

asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan

non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ -

globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme

protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang

β – globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan

BM 66.000.

Fungsi hati lainnya ialah penyimpan semua vitamin khususnya vitamin A, D, E, K, sebagai

pusat detoksikasi tubuh, proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi,

esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya membentuk

fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Sebagai fungsi hemodinamik; hati menerima ±

25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/

menit. Darah yang mengalir di dalam arteria hepatica ± 25% dan di dalam vena porta 75%

dari seluruh aliran darah ke hati. Sebagai fagositosis dan imunitas, sel kupfer merupakan

saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. (Sherwood,

2001).

C. Etiologi

Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain; konsumsi alkohol, virus

hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat hepatotoksik, dan lain-lain (Sudoyo, 2007).

Penyakit infeksi

- Bruselosis

- Ekinokokus

- Skistosomiasis

- Toksoplasmosis

- Hepatitis virus (hepatitis B, C, D,

sitomegalovirus)

Penyakit keturunan dan metabolik

- Defisiensi alfa1 antitrypsin

- Sindrom fanconi

- Galaktosemia

- Penyakit gaucher

- Penyakit simpanan glikogen

- Hemokromatosis

- Intoleransi fluktosa herediter

- Penyakit Wilson

Obat dan toksin

- Alkohol

- Amiodaron

- Arsenic

- Obstruksi bilier

- Penyakit perlemakan hati non alkoholik

- Sirosis bilier primer

- Kolangitis sklerosis primer

Penyakit lain atau tidak terbukti

- Penyakit usus inflamasi kronik

- Fibrosis kistik

- Pintas jejunoileal

- Sarkoidosis

D. Klasifikasi Sirosis Hepatis

Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:

1. Sirosis Laennec

Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada hati yang

ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi

lemak) dan alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak

mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang mencakup pembentukan

trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran trigliserida dari hati dan menurunnya

oksidasi asam lemak (Price & Wilson, 2005).

Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:

a. Perlemakan hati alkoholik

Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai oleh penimbunan

trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol kronis (Corwin, 2009).

Alkohol dapat menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang dapat meluas hingga

mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak, berminyak dan berwarna kuning

(Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).

b. Hepatitis alkoholik

Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-40% pecandu alkohol

kronis (Corwin, 2009). Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk

akhir metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel hati

(dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah sentrilobiler dan juga

terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik intraselular flamen intermediet),

reaksi neutrofil terhadap hepatosit yang bergenerasi, inflamasi porta, dan fibrosis

(sinusoidal, perisentral, periportal) (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).

c. Sirosis alkoholik

Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita fibrosa terbentuk

dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi serta melilit di antara

hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan timbulnya pembengkakan dan

edema interstisium yang membuat kolapsnya pembuluh darah kecil dan meningkatkan

resistensi terhadap aliran darah yang melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan

asites (Corwin, 2009). Hati mengalami transformasi dari hati yang berlemak (fatty liver)

dan membesar menjadi hati yang tidak berlemak (nonfatty), mengecil dan berwarna

cokelat (Mitchell,Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).

Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yangtebal terbentuk pada

tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul ini dapat membesar

akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati mengganti sel yang rusak. Pada stadium akhir

sirosis, hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal yang

menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih

beresiko menderita karsinoma sel hatiprimer (hepatoselular) (Price & Wilson, 2005).

2. Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringanhati, sebagai akibat

lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan

oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi dengan parenkim

hatinormal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan banyak nodul (Price &

Wilson, 2005).

3. Sirosis biliaris

Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Statis empedu

menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati.

Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras, bergranula halus dan

berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini. Terdapat

dua jenis sirosis biliaris: primer (statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum dan

gangguan autoimun) dan sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu hati) (Price & Wilson,

2005).

D. Manifestasi Klinis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi perasaan mudah lelah

dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun,

pada laki-laki timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan

seksualitas. Jika sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya

rambut badan, gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah,

perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti

teh pekat, hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai koma (Sudoyo, 2007).

Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis: gagal sel

hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular adalah ikterus, edema perifer,

kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, angioma spidernevi, ensefalopati hepatik.

Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali,

varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat

dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal (Price & Wilson,

2005).

1. Manifestasi kegagalan hepatoselular

Menurunnya ekskresi bilirubin menyebabkan hiperbilirubin dalam tubuh, sehingga

menyebabkan ikterus dan jaundice. Ikterus intermiten merupakan gambaran khas sirosis

biliaris dan terjadi jika timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu (kolangitis) (Price &

Wilson, 2005).

Peningkatan rasio estradiol/testosteron menyebabkan timbulnya angioma spidernevi yaitu

suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena kecil sering ditemukan di bahu, muka, dan

lengan atas. Perubahan metabolisme estrogen juga menimbulkan eritema palmaris, warna

merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Ginekomastia berupa proliferasi

benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan

androstenedion (Sudoyo, 2007).

Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah perdarahan, anemia, leukopenia, dan

trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan gusi, hidung, menstruasi berat dan

mudah memar. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya faktor pembekuan darah.

Anemia, leukopenia, trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak

hanya membesar tetapi juga aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga

menimbulkan anemia dengan defisiensi folat, vitamin B12 dan besi.

Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit protein.

Hal ini dapat dikaji melalui shifting dullness atau gelombang cairan. Faktor utama terjadinya

asites ialah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi portal) dan

penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia (Price & Wilson, 2005). Edema

terjadi ketika konsentrasi albumin plasma menurun. Produksi aldosteron yang berlebihan

akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium (Smeltzer, Bare, Hinkle, &

Cheever, 2010).

Manifestasi hipertensi portal Akibat dari hati yang sirotik, darah dari organ-organ digestif

dalam vena porta yang dibawa ke hati tidak dapat melintas sehingga aliran darah tersebut

akan kembali ke sistem portal yaitu dalam limpa dan traktus gastrointestinal. Adanya

peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati akan menyebabkan hipertensi portal

(Smeltzer & Bare, 2002). Hipertensi portal didefiniskan sebagai peningkatan tekanan vena

porta yang menetap di atas nilai normal yaitu 6-12 cmH2O (Price & Wilson, 2005).

Pembebanan berlebihan pada sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna

menghindari obstruksi hepatik (varises).

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan

pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan

(shunting) darah dari pembuluh darah portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang

lebih rendah (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Saluran kolateral penting yang

timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah

melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus).

Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi

ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Sistem vena rektal

membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat

menyebabkan berkembangnya hemoroid interna (Price & Wilson, 2005).

E. Patofisiologi

Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis pascanekrotik, dan

sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis, alkohol

menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati yang

akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang

fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi.

Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat

kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati

yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris

disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan obstruksi

duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi

arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati.

Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam hepar karena

darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran darah balik vena portal

dan tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk

pembuluh darah kolateral portal (esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi portal

meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan

berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati

menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di

dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat menyebabkan edema.

Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin (hiperbilirubin) menimbulkan

ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik, penurunan metabolisme glukosa

meingkatkan glukosa dalam darah (hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak

pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis

albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan sintesis plasma

protein terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan

konversi ammonia sehingga ureum dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan

ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema

palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat

diemulsikan dan tidak dapat diserap usus halus yang akan meningkatkan peristaltik.

Defisiensi vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan

produksi sel darah merah.

F. Komplikasi

1. Varises Esofagus

Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada

esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi

vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis

lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa

hematemesis (muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang

hitam) (Price & Wilson, 2005).

2. Peritonitis bacterial spontan

Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga abdomen yang

disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen juga mengandung sejumlah

cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada

penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara

normal. Maka timbullah infeksi dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti

infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul

demam dan nyeri abdomen (Sudoyo, 2007).

3. Sindrom hepatorenal

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan

filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa

oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal

(Sudoyo, 2007).

4. Ensefalopati hepatikum

Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus.

Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat penyakit pada sel hati. NH3

diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan dapat

mengganggu metabolisme otak (Price & Wilson, 2005).

5. Karsinoma hepatoselular

Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati merupakan salah

satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala yang ditemui adalah rasa lemah,

tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada massa dan

nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna

seperti teh dan melena.

G. Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatis

1. Pengkajian

a. Aktivitas : rasa cepat lelah, kelemahan, kehabisan tenaga karena asupan makanan

kurang dan juga ketidakseimbangan elektrolit tubuh, letargi, penurunan masa

otot/tonus

b. Sirkulasi : riwayat gagal ginjal kronik, CHF, distensi vena abdomen,

hipertensi/hipotensi, disritmia jantung

c. Eliminasi : flatus, melena (feses berwarna hitam), urin pekat berwarna seperti teh,

oliguria akibat retensi natrium dan air, distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising

usus.

d. Nutrisi : anoreksia, mual, muntah, berat badan menurun, asupan alkohol, malnutrisi.

e. Cairan dan elektrolit : defisit volume cairan, muntah, perdarahan, kulit kering, turgor

kulit buruk, kelebihan volume cairan akibat retensi natrium dan air (asites dan

edema).

f. Neurosensori : sadar, gelisah, disorientasi, letargi, stupor, koma, perubahan mental,

berbicara perlahan.

g. Kenyamanan : rasa kurang enak pada abdomen, gatal-gatal pada seluruh tubuh

(pruritus), rasa nyeri pada daerah hepar, ikterik, nyeri tekan pada daerah hepar

(kuadran kanan atas) atau pembesaran hepar, dilatasi vena-vena periumbilikus (kaput

medusae)

h. Pernafasan : dispnea, takipnea, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas karena

asites

i. Keamanan : pruritus, deman, jaundice, ekimosis, peteki, spider angioma, palmar

eritema.

j. Seksualitas : gangguan menstruasi, atrofi testis, ginekomastia,

k. hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, impotensi, infertil.

l. Penyuluhan/pembelajaran : riwayat kontak dengan zat toksik, pajanan dengan obat-

obatan yang berpotensial menyebabkan hepatoksik, kebiasaan mengkonsumsi

alkohol, pola sekarang dan masa lampau (durasi dan jumlah)

2. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan Keterangan

Biopsi hati Mendeteksi infiltrat, fibrosis kerusakan

jaringan hati.

Billirubin serum Meningkat karena gangguan seluler

ketidakmampuan hati mengkonjugasi atau

obstruksi billier.

Bilirubin terkonjugasi Meningkat pada penyakit hepatoselular dan

obstruksi bilier

Bilirubin tak terkonjugasi Meningkat pada penyakit hepatoselular dan

hemolisis eritrosit

Urobilinogen urin Menurun pada obstruksi bilier dan meningkat

pada penyakit hepatoselular

Urobilinogen fekal Tidak ada sterkobilin pada obstruksi bilier dan

meningkat pada hemolisis eritrosit

Albumin serum Menurun karena penurunan sintesis

Globulin (Ig A dan IgG) Meningkat, peningkatan sintesis

Natrium serum Menurun, ketidakmampuan ekskresi air bebas

pada asites

SGOT dan SGPT Meningkat karena kerusakan seluler dan

mengeluarkan enzim.

Alkali fosfatase Meningkat karena penurunan ekskresi

GGT (Gamma-glutamil transpeptidase) Meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik.

Nitrogen urea darah (BUN) Menurun pada penyakit hepatoselular berat

dengan obstruksi sirkulasi portal

Kadar ammonia darah Meningkat pada penyakit hepatoselular berat

dengan obstruksi sirkulasi portal

Darah lengkap

Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena

perdarahan, kerusakan SDM dan anemia

terlihat dengan hipersplenisme dan defesiensi

besi, leukopenia mungkin ada sebagai akibat

hipersplenisme.

Masa protombin/ PT APPT Memanjang (penurunan sintesis protombin)

Esofagoskopi Dapat menunjukan varises esofagus

Pemeriksaan Keterangan

Ultrasonografi (USG) Memeriksa sudut hati, permukaan hati, ukuran,

homogenitas adanya massa. Dapat melihat

asites, splenomegali, trombosis vena porta dan

pelebaran vena porta serta skrining adanya

karsinoma hati.

Angiografi Untuk melihat sirkulasi portal, mendeteksi

tumor/kista

Sumber: Doengoes (2000)

3. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang umum terjadi pada pasien sirosis hepatis, sebagai berikut:

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru akibat asites,

penurunan energi/kelelahan

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya perubahan mekanisme regular:

menurunnya protein plasma, malnutrisi

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

inadekuat diet, ketidakmampuan dalam proses pencernaan, mual, muntah, asites,

fungsi abnormal usus.

d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada hepar

e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan adanya perubahan dalam faktor

pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin, fibrinogen, faktor VII,IX,X,

gangguan metabolisme Vit.K dan pelepasan tromboplatin)

4. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang terjadi pada

pasien sirosis hepatis.

Mandiri

Optimalkan ventilasi dengan memposisikan semifowler/sesuai toleransi klien

Mengubah posisi klien secara teraut untuk meningkatkan ekspansi dan oksigenasi

pada semua bagian paru.

Menganjurkan klien untuk tirah baring guna mengurangi kebutuhan hati dan

meningkatkan suplai darah ke hati

Mengukur intake dan output cairan dan monitor balance cairan

Menimbang berat badan dan mengukur lingkar perut setiap hari. Respons diuretic bisa

dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg.hari tanpa adanya edema kaki atau 1

kg/hari dengan adanya edema kaki

Menganjurkan klien untuk makan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering

Menganjurkan klien untuk melakukan perawatan mulut secara teratur

Meninggikan area edema, mengubah posisi, meminimalkan tekanan dan friksi untuk

mencegah dekubitus

Monitor tanda perdarahan

Pengurangan resiko cedera pada klien dengan memasang siderail di samping tempat

tidur

Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan kompres hangat untuk mengurangi

nyeri.

Kolaborasi dengan Dokter

Melakukan tindakan torasentesis untuk mengeluarkan cairan dari rongga toraks

Pemberian obat diuretik. spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Bila

pemberian sprinolakton tidak adekuat disa dikobinasikan dengan furosemid dosis 20-

40 mg/hari.

Parasentesis dilakukan jika asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6

liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

Postparasintesis diberikan albumin IV (6-8 gr/L dari cairan yang dikeluarkan)

Transfunsi albumin plasma jika hipoalbuminemia

Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu untuk pengeluaran ammonia.

Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia,

Varises esofagus; sebelum dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta

(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau

okteorid.

Skleroterapi; penyuntikan bahan sklerotik (ethanolamine dan sodium tetradecyl

sulfate) langsung ke varises melalui endoskopi

Ligasi varises esofagus; dengan alat khusus untuk mengisap permukaan varises lalu

mengikatnya dengan tali (rubber band)

TIPPS (Transjugular Intrahepatik Postsistemik Stent Shunt); membuat pintas vena

hepatica-vena porta disertai pelebaran vena.

Peritonitis bacterial spontan; diberikan antibiotika seperti cefotaxime intravena,

amoksilin, atau aminoglikosida

Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.

Kolaborasi dengan Ahli Gizi

Pemberian diet yang mengandung protein 1 g/KgBB dan kalori 2000-3000 kkal/hari

Diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.

Pada klien dengan ensefalopati hepatikum, diberikan diet protein dikurangi sampai

0,5 gr/kgBB per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

5. Evaluasi keperawatan

Setelah dilakukan intervensi keperawatan, hasil yang diharapkan:

a. Tidak ada peningkatan cairan dalam rongga toraks, bunyi napas normal, pola napas efektif

b. Keseimbangan intake dan output cairan, edema dan ukuran lingkar abdomen berkurang

c. Asupan makanan adekuat, peningkatan nafsu makan, tidak ada mual dan muntah

d. Nyeri yang dirasakan klien berkurang/hilang

e. Tidak ada tanda perdarahan

6. Discharge planning (perencanaan pulang)

Perawat memberikan edukasi kepada pasien sirosis hepatis, sebagai berikut (California

Correctional Health Care Services [CCHCS], 2012):

- Menganjurkan pasien makan makanan rendah garam dan rendah lemak,

- Olahraga secara teratur,

- Menghindari atau berhenti mengkonsumsi alkohol,

- Minum obat secara teratur sesuai dengan resep yang diberikan,

- Menghindari valsava maneuver seperti; mengejan dan mengangkat barang berat,

- Menggunakan sikat gigi yang halus untuk mencegah perdarahan gusi,

- Menciptakan lingkungan yang aman di rumah,

- Memberikan informasi terkait kondisi yang mengharuskan pasien dibawa ke pelayanan

kesehatan, yaitu muntah darah, urin sedikit, gangguan berpikir, BAB hitam, peningkatan

berat badan lebih dari 2,5 kg, penurunan berat badan yang tidak disengaja lebih dari 5 kg.

Referensi

California Correctional Health Care Services (CCHCS). (Jan 2012). Cirrhosis: Patient

education.11Juli2013.http://www.cphcs.ca.gov/docs/patienteducation/ESLD

%20Patient%20Education%206-15-12.pdf.

Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofiologis. (Nike budhi, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Jakarta : EGC.

Gulanick, M., & Mylers, J. L.(2011). Nursing care plans; diagnoses, interventions, and

outcomes. 8th ed. St.Louis, Missouri: Saunders Elsevier.

Ignatavicius, D., & Workman, M. L. (2012). Medical surgical nursing: patientcentered

collaborative care. St.Louis, Missouri: Saunders Elsevier.

Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis penyakit

Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.

(Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC.

Runyon, B.A. (June 2009). Management of adult patients with ascites due to cirrhosis: an

update. June 24, 2013.

Sacher, R. A., & McPherson, R.A. (2004). Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.

(Brahm & Dewi: Penerjemah). Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner and Suddarth’s

textbook of medical-surgical nursing. (12th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer

Health / Lippincott Williams & Wilkins.

Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Departemen ilmu penyakit

dalam FKUI