Upload
rosita-handayani
View
1.127
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia, tanaman sirih telah banyak digunakan sejak abad 18an. Sirih
dimanfaatkan untuk dikunyah daunnya atau yang dalam kebudayaan Jawa dikenal
dengan istilah nginang dan dipercaya dapat digunakan untuk merawat kesehatan
gigi. Pada pengunyahan campuran daun sirih, biji pinang (Areca catechu) dan
kapur akan merubah arekolin menjadi arekaidin sehingga dapat menyebabkan
terjadinya stimulasi syaraf pusat. Masyarakat awam hanya tahu bahwa makan
sirih akan bermanfaat bagi kesehatan gigi. Padahal khasiat makan sirih jauh lebih
banyak lagi. Khasiat daun sirih antara lain antibiotik, antiseptik dan stimulan.
Secara tradisional, masyarakat memanfaatkan daun sirih untuk obat batuk, obat
kumur, mengobati gusi dan hidung berdarah, menghilangkan bau badan dan untuk
ibu-ibu yang ingin berhenti menyusui anaknya, daun sirih bisa mengurangi
produksi air susu. Tanin dalan biji pinang atau gambir yang digunakan untuk
makan sirih, berkhasiat memperkuat selaput rongga mulut dan tenggorokan.
Sementara kapurnya akan menetralkan rongga mulut dan perut.
Di Asia, ekstrak daun sirih diketahui mempunyai aktivitas antioksidan.
Tanaman lokal yang mempunyai aktivitas ini berasal dari spesies P.betle yang
dievaluasi manfaatnya dengan uji in vitro seperti : pengujian menggunakan DPPH
radical scavengung activity, superoxide radical scavenging activity dalam
riboflavin/NBT system, hydroxy radical scavenging activity dan hambatan
peroksida lemak yang diinduksi dengan FeSO4 dalam kuning telur. Sirih(Piper
betle L.). Seperti halnya dengan antibiotika, daun sirih juga mempunyai daya
antibakteri. Kemampuan tersebut karena adanya berbagai zat yang terkandung
didalamnya. Daun sirih mengandung 4,2 % minyak atsiri yang sebagian besar
terdiri dari Chavicol paraallyphenol turunan dari Chavica betel. Isomer Euganol
allypyrocatechine, Cineol methil euganol dan Caryophyllen, kavikol, kavibekol,
estragol, terpinen (Sastroamidjojo, 1997).
Karvakol bersifat sebagai desinfektan dan antijamur sehingga bisa digunakan
sebagai antiseptik, euganol dan methyl-euganol dapat digunakan untuk
mengurangi sakit gigi (Syukur dan Hernani, 1997). Selain itu didalam daun sirih
2
juga terdapat flavanoid, saponin, dan tannin. Menurut Mursito (2002) saponin dan
tannin bersifat sebagai antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai
bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan
melawan infeksi pada luka. Flavanoid selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga
berfungsi sebagai anti inflamasi. Kartasapoetra (1992) menyatakan daun sirih
antara lain mengandung kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari fenol
yang mempunyai daya antibakteri lima kali lipat dari fenol biasa terhadap
Staphylococcus aureus.
Daya hambat terhadap pertumbuhan Staphyllococcus aureus dan Entamoeba
coli minyak atsiri yang diperoleh dengan metode ekstraksi lebih kuat dari pada
minyak atsiri yang diperoleh secara destilasi. Sediaan pasta gigi dengan
konsentrasi 0,5 % mempunyai daya antiseptik terhadap Streptococcus alpha(Siti
Sundari,1990). Minyak atsiri daun pada pengenceran 1:10.000 dapat mematikan
Paramoecium caudatum dalam jangka waktu 5 menit; sedangkan pada
pengenceran 1:4000 dapat menghambat pertumbuhan Vibrio cholerae.
Pengenceran 1:3000 dan 1:2000 dapat menghambat berturut-turut Salmonella
typhosum, Shigella flexneri dan Escherichia coli, Micrococcus pyogenes var.
Aureus (Backer, 1968). Krotepoksida mempunyai potensi sitotoksik. Senyawa
fenolik bungan Piper betle dapat berefek pada sekresi katekolamin(Hwang,1996)
Selama ini di masyarakat dikenal ada empat varietas tanaman sirih. Pertama
sirih hijau yang banyak tumbuh di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan NTT.
Daunnya berwarna hijau tua dengan kandungan minyak asiri cukup tinggi apabila
tumbuh di lokasi terbuka. Bentuk daun sirih hijau agak bulat. Pada kondisi yang
ekstrim kering, sirih hijau akan menghasilkan buah. Sirih hijau inilah yang juga
banyak dibudidayakan di Taiwan dan Thailand. Kedua sirih kuning dengan daun
berwarna hijau kekuningan. Apabila tumbuh di lokasi terbuka, pucuk daun sirih
hijau akan benar-benar berwarna kuning cerah. Bentuk daun sirih kuning lebih
ramping dengan ujung yang lebih runcing. Sirih kuning lebih sulit berbuah dan
banyak dibudidayakan di Sumatera dan Jawa Barat. Ketiga sirih kaki merpati
yang berdaun kuning dengan tulang daun berwarna merah. Sirih kaki merpati
dibudidayakan sebagai tanaman hias. Keempat sirih hitam yang cukup langka dan
3
dikoleksi masyarakat untuk bahan obat/jamu. Dari empat varietas sirih tadi, yang
pembudidayaannya cukup luas hanyalah sirih hijau.
Meskipun mampu menghasilkan buah/biji, namun budidaya sirih selalu
dilakukan dengan benih yang berasal dari setek batang. Batang sirih sendiri ada
dua macam. Pertama batang yang menghasilkan akar panjat (akar lekat). Batang
ini biasanya menjalar di tanah atau memanjat di tebing/batang tumbuhan lain.
Batang ini juga menghasilkan daun yang kandungan minyak asirinya sangat
rendah. Kedua batang yang tidak memiliki akar panjat. Batang ini akan
menghasilkan cabang, ranting, daun dan bunga serta buah. Daun dari batang inilah
yang layak panen karena mengandung minyak asiri cukup tinggi. Untuk produksi
benih, yang digunakan adalah batang dengan akar panjat. Meskipun batang yang
tidak berakar panjat juga bisa disetek, hasilnya tidak mungkin digunakan untuk
benih. Sirih relatif sangat mudah diperbanyak. Stek yang berasal dari batang yang
berakar panjat, bisa langsung ditanam di lokasi. Namun untuk budidaya dalam
skala luas, sebaiknya benih terlebih dulu disemai dalam keranjang bambu,
polybag kecil, kantung plastik bening maupun wadah lain. Baru setelah benih
tumbuh cukup subur dipindah ke lokasi penanaman.
Di Indonesia, belum ada kebun sirih dalam skala yang cukup luas. Untuk
keperluan industri sekalipun, daun sirih masih dikumpulkan oleh para tengkulak
dari tanaman penduduk yang hanya merupakan tumbuhan di pekarangan rumah
atau batas kebun. Apabila tidak diberi irigasi teknis, maka panen daun sirih hanya
bisa dilakukan selama musim penghujan. Kandungan minyak asiri daun yang
dipanen pada musim penghujan, justru sangat rendah. Sementara pada musim
kemarau produksi daun akan rendah, padahal kandungan minyak asirinya justru
tinggi. Itulah sebabnya budidaya sirih secara komersial harus disertai dengan
pengairan teknis.
4
BAB II
KLASIFIKASI DAN TATA NAMA 2.1.Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Urticales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L
Sinonim : Cnavica auriculata Miq.; C. betle Miq. (Sumber : warintek.go.id)
Nama betel dari bahasa Portugis - betle, berasal sebelumnya dari bahasa
Malayalam di negeri Malabar yang disebut vettila. Dalam bahasa Hindi lebih
dikenali pan atau paan dan dalam bahasa Sunskrit pula disebut sebagai tambula.
Dalam bahasa Sinhala Sri Lanka disebut bulat. Sedangkan dalam Bahasa Thai
pula disebut sebagai plu.
2.2.Tata nama
Sumatera : furu kuwe, puro kuro (Enggano), ranub (Aceh), blo, sereh
(Gayo),blo (Alas), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba), burangir
(Angkola,Mandailing), ifan, tafou (Simalungun), afo, lahina (Nias), cabai
(Mentawai), ibun, serasa, seweh (Lubu), sireh, sirieh, sirih, suruh (Palembang,
Minanagkabau), canbai (Lampung). Jawa : seureuh (Sunda), sedah, suruh (Jawa),
sere (Madura).Bali : base, sedahNusatenggara : nahi (Bima), kuta (Sumba), mota
(Flores), orengi (Ende), taa (Sikka), malu (Solor), mokeh (Alor).Kalimantan :
uwit (Dayak), buyu (Bulungan), uduh sifat (Kenya), sirih(Sampit), uruesipa
(Seputan). Sulawesi : ganjang, gapura (Bugis), baulu (Bare), buya, dondili (Buol),
bolu (Parigi), komba (Selayar), lalama, sangi (Talaud) Maluku : ani-ani (Hok),
papek, raunge, rambika (Alfuru), nein (Bonfia), kakinuam (Waru), kamu (Pirau,
Sapalewa), amu (Rumakai, Elpaputi, Ambon, Ulias), garmo (Buru), bido
(Macan).Irian : reman (Wendebi), manaw (Makimi), namuera (Saberi), etouwon
(Armahi), nai wadok (Saarmi), mera (Sewan), mirtan (Berik), afo (Sentani), wangi
(Sawa), freedor (Awija), dedami (Marind). Nama Asing : ju jiang (Cina)
5
BAB III
MORFOLOGI, HABITAT, DAN PENYEBARAN TANAMAN
3.1.Morfologi Tanaman
Sirih merupakan tanaman yang tumbuh merambat dan bersandar pada batang
pohon lain, tingginya dapat mencapai 5 – 15 m.
Batang : berkayu lunak, berbentuk bulat, beruas-ruas, beralur-alur,
berwarna merah coklat
Daun : merupakan daun tunggal, tumbuh berseling. Pangkal daun
berbentuk jantung atau agak bundar asimetris, ujung daun runcing, tepi dan
permukaan daun rata, pertulangan menyirip. Warna daun bervariasi, dari kuning,
hijau sampai hijau tua. Daun sirih berbau aromatis.
Gambar 3.1. Batang dan daun sirih. Sumber : http://www.tradewindsfruit.com/betel_leaf.htm
Bunga : tersusun dalam bentuk bulir, merunduk, panjang 5 – 15 cm,
sendiri sendiri di ujung cabang dan di ketiak daun.
Buah : buni, bulat, berdaging, berwarna kuning hijau, menyambung
manjadi bulat panjang.
Gambar 3.2 : Buah sirih. Sumber : http://dedet-produksi.blogspot.com/2010/11/perbanyakan-
tanaman-sirih-dengan-stek.html
Biji : berbentuk bulat.
Tanaman sirih dibedakan atas beberapa jaenis berdasarkan bentuk daun,
aroma dan rasa. Jenis
rasanya kurang tajam), sirih banda (berdaun besar, berwarna hijau tua dengan
warna kuning di beberapa bagian, dan rasa dan bau lebih kuat), sirih cengke (daun
kecil, lebih kuning dan rasanya seperti cengkeh), sirih
dan digunakan sebagai campuran berbagai obat), dan sirih kuning. Jenis sirih yang
dikunyah dengan pinang biasanya berwarna hijau muda dan rasadnya kurang
pedas.
Akar : Tunggang, buiat, coklat
ujungnya, yang sering terlihat adalah akar sekunder yang
merupakan akar yang muncul sebagai akibat dari penjalaran batang
di bawah tanah
Sumber :
3.2.Habitus dan Penyebaran
3.2.1 Habitat dan tempat penyebaran
Sirih ditemukan dibagian timur pantai Afrika, disekitar pulau Zanzibar,
daerah sekitar sungai indus ke timur menelusuri sungai Yang Tse Kiang,
kepulauan Bonin, kepulauan Fiji dan kepulauan Indonesia. Sirih tersebar di
Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa tumbuh liar di hutan jati
atau hutan hujan sampai ketinggian 300m diat
memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan tanah yang kaya akan humus,
subur dan pengairan yang baik.
gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang
berbentuk bulat.
Tanaman sirih dibedakan atas beberapa jaenis berdasarkan bentuk daun,
aroma dan rasa. Jenis-jenis tersebut adalah sirih jawa (berdaun hijau tua dan
rasanya kurang tajam), sirih banda (berdaun besar, berwarna hijau tua dengan
warna kuning di beberapa bagian, dan rasa dan bau lebih kuat), sirih cengke (daun
kecil, lebih kuning dan rasanya seperti cengkeh), sirih hitam (rasanya sangat kuat
dan digunakan sebagai campuran berbagai obat), dan sirih kuning. Jenis sirih yang
dikunyah dengan pinang biasanya berwarna hijau muda dan rasadnya kurang
Tunggang, buiat, coklat kekuningan. Akar utama sulit
ujungnya, yang sering terlihat adalah akar sekunder yang
merupakan akar yang muncul sebagai akibat dari penjalaran batang
di bawah tanah
Gambar 3.3 : Batang dan akar sekunder sirih.
Sumber : http://www.tradewindsfruit.com/betel_root.htm
Habitus dan Penyebaran
Habitat dan tempat penyebaran
temukan dibagian timur pantai Afrika, disekitar pulau Zanzibar,
sungai indus ke timur menelusuri sungai Yang Tse Kiang,
kepulauan Bonin, kepulauan Fiji dan kepulauan Indonesia. Sirih tersebar di
Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa tumbuh liar di hutan jati
atau hutan hujan sampai ketinggian 300m diatas permukaan laut. Unutk
memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan tanah yang kaya akan humus,
subur dan pengairan yang baik. Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah
gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang
6
Tanaman sirih dibedakan atas beberapa jaenis berdasarkan bentuk daun,
adalah sirih jawa (berdaun hijau tua dan
rasanya kurang tajam), sirih banda (berdaun besar, berwarna hijau tua dengan
warna kuning di beberapa bagian, dan rasa dan bau lebih kuat), sirih cengke (daun
hitam (rasanya sangat kuat
dan digunakan sebagai campuran berbagai obat), dan sirih kuning. Jenis sirih yang
dikunyah dengan pinang biasanya berwarna hijau muda dan rasadnya kurang
. Akar utama sulit ditemukan
ujungnya, yang sering terlihat adalah akar sekunder yang
merupakan akar yang muncul sebagai akibat dari penjalaran batang
http://www.tradewindsfruit.com/betel_root.htm
temukan dibagian timur pantai Afrika, disekitar pulau Zanzibar,
sungai indus ke timur menelusuri sungai Yang Tse Kiang,
kepulauan Bonin, kepulauan Fiji dan kepulauan Indonesia. Sirih tersebar di
Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa tumbuh liar di hutan jati
as permukaan laut. Unutk
memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan tanah yang kaya akan humus,
Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah
gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang
7
mencukupi. Daun Sirih (Piper Betle) sejak lama dikenal oleh nenek moyang kita
sebagai daun multi khasiat. Selain untuk ramuan tradisional, daun sirih paling
banyak dipakai untuk nyirih atau nginang (Jawa). Daun sirih dicampur dengan
pinang (jambe) dan kapur dikunyah. Biasanya kelengkapan untuk 'nginang'
tersebut adalah daun sirih, kapur sirih, pinang, gambir, dan kapulaga. Kebiasaan
nyirih ini ternyata bisa memperkuat gigi dan menjauhkan mulut dari berbagai
macam penyakit mulut semisal sariwan, gusi pecah dan sakit radang tenggorokan
Terkandung Minyak atsiri dalam daun sirih yakni fenol betel dan kavikol
menimbulkan aroma yang harum. Dua bahan ini bisa berfungsi sebagai antiseptis
alami karena mengandung komponen fenol alami. Rasa sirih itu sendiri
disebabkan oleh kandungan fenol dan bahan-bahan terpene yang
menyebabkannya pedas. Bahan-bahan yang terdapat dalam daun sirih ialah
kalsium nitrat, sedikit gula dan tannin
3.2.2 Syarat Tumbuh
Tanaman sirih dapat tumbuh baik di daerah dengan iklim sedang sampai
basah. Sirih dapat ditemui mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi
dengan ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Tanaman sirih menyukai
tempat tempat yang mendapat cahaya matahari penuh. Sirih dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah dengan struktur sedang. Sebaiknya sirih ditanam pada tanah
yang subur, berhumus, kaya akan hara dan gembur.
8
BAB IV
IDENTIFIKASI SIMPLISIA
4.1.Makroskopik
Serbuk : Warna cokelat tua, berbau khas sirih.
Rajangan : Batang kering beruas, berbau khas sirih, sering dijumpai akar
sekunder pada ruas batang.
4.2. Mikroskopik
4.2.1. Penampang melintang batang
Gambar 4.2.1 : Penampang melintang batang
Keterangan gambar : 1. Rambut penutup, 2. Epidermis, 3. Korteks(Parenkim), 4.
Sklerenkim, 5. Pembuluh vaskuler perifer, 6. Kambium vaskuler, 7. Perisikel, 8.
Hipodermis(Kolenkim), 9. Floem, 10. Xilem, 11. Stele, 12. Jaringan dasar dan
parenkim, 13. Kambium
Pada penampang secara melintang terlihat jelas epidermis yang terdiri dari
selapis sel berbentuk sel yang agak panjang. Rambut penutup ditemukan berupa
13
9
sel tunggal. Bagian sklerenkim berwarna lebih gelap daripada sel-sel
disekelilingnya, terdiri dari 2-4 lapis sel yang melingkar mengelilingi pembuluh
vaskuler. Hipodermis terdiri dari sel-sel berukuran kecil yang berkelompok,
berwarna lebih gelap dan letaknya berdekatan dengan epidermis. Floem dapat
dibedakan jelas dari xylem karena dibatasi oleh kambium
4.2.2. Penampang Membujur
Gambar 4.2.2 : Penampang membujur batang sirih
Keterangan : 1. Epidermis, 2. Korteks, 3. Endodermis, 4. Berkas
pembuluh penebalan jala. 5. Berkas pembuluh penebalan spiral, 6. Pusat(Stele)
dengan penebalan jala
Pada pengamatan mikroskopis tampak terdapat epidermis berupa selapis
sel berbentuk persegi panjang dengan ujung yang tumpul. Pada bagian yang lebih
dalam terdapat 2-3 lapis korteks dan diikuti oleh endodermis yang terlihat seperti
serat. Fragmen pembuluh terlihat jelas berupa penebalan berbentuk jala dan
spiral. Pada pusat(stele) terdapat penebalan berbentuk jala tanpa spiral.
10
4.2.3. Pengamatan Serbuk
Gambar 4.2.3 : Mikroskopis serbuk sirih
Keterangan : 1. Kelenjar minyak berwarna cokelat tua, 2. Fragmen
pembuluh dengan penebalan jala, 3. Fragmen pembuluh dengan penebalan spiral,
4. Parenkim, 5. Epidermis, 6. Sel gabus
Pengamatan serbuk secara mikroskopis memperlihatkan adanya kelenjar
minyak berwarna cokelat tua dalam jumlah banyak. Fragmen-fragmen pembuluh
terlihat jelas dengan penebalan bentuk spiral dan jala. Sel epidermis terdiri dari
selapis sel, namun sulit dibedakan dari bagian korteks, terdapat sel gabus dengan
lapisan-lapisan tipis berserat halus.
11
BAB V
KANDUNGAN KIMIA, CARA ISOLASI, DAN PENGGUNAAN SECARA
TRADISIONAL, SERTA BERDASARKAN PENELITIAN
5.1 Kandungan Kimia
Tabel 5.1. Kandungan kimia pada Sirih
No Kandungan Kimia Persentase
1 minyak atsiri 1% - 4,2 %, 2 hidrosikavikol 3 kavikol 7,2 – 16,7% 4 kavibetol 2,7 – 6,2% 5 allypyrokatekol 0 – 9,6% 6 karvakrol 2,2 – 5,6% 7 eugenol 26,8 –-42,5% 8 eugenol methyl ether 4,2 – 15,8% 9 p-cymene 1,2 – 2,5% 10 cineole 2,4 – 4,8% 11 caryophyllene 3,0 – 9,8% 12 cadinene 2,4 -15,8% 13 estragol 14 terpenena, seskuiterpena, tripterpenoid , fenil
propane, terpinil asetat, kadinen
15 tannin 16 diastase 0,8 – 1,8%, 17 metileugenol 18 pirokatekin 19 1,8-sineol, 20 b-sitosterol 21 gula, pati
Andarwulan (1995) telah menyelidiki karakteristik antioksidan daun sirih,
terutama pemisahan komponen dalam oleoresin daun sirih dengan kromatografi
lapis tipis. Peneliti tersebut menemukan bahwa ekstrak oleoresin daun sirih
kuning mempunyai aktivitas antioksidan, dimana daun sirih yang diekstrak
dengan heksan kemudian dengan etanol menunjukkan aktivitas antioksidan relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan BHA dan daun sirih yang diekstrak metanol
serta daun sirih yang diekstrak dengan heksan kemudian dengan metanol
12
Gambar 5.1 : Struktur kimia senyawa yang terkandung dalam sirih
5.2 Cara ekstraksi
Ekstrak daun sirih adalah ekstrak yang dibuat dari daun tumbuhan Piper
betle L, suku Piperaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 9% dan
flavonoid tidak kurang dari 0, 3%.
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan etanol 95%.
Satu bagian serbuk kering daun sirih dimasukkan ke dalam maserator, ditambah
10 bagian etanol 95%, direndam selama 6 jam sambil sesekali diaduk, kemudian
didiamkan selama 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali dengan
jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan
dengan penguap vakum hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang
diperoleh ditimbang dan dicatat. Rendemen tidak kurang dari 10,2 %. Cara ini
digunakan terutama untuk mengekstraksi antioksidan. Pada cara ini ekstraksi
antioksidan dilakukan dengan etanol karena etanol merupakan pelarut organik
yang bersifat polar sehingga diharapkan komponen antioksidan fenolik terekstrak
sebanyak mungkin. Dari penelitian Susanto (1995) diketahui bahwa fraksi polar
dari ekstrak antioksidan daun sirih mempunyai aktivitas antioksidan serta total
fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi nonpolarnya
13
5.3 Isolasi senyawa
Daun/batang sirih yang sudah dipotong-potong sebanyak ±10 kg, dimasukkan
ke dalam dandang yang telah diisi air. Alat destilasi uap kemudian dirangkai
dengan merangkaikan pendingin (kondensor). Dandang kemudian dipanaskan dan
dijaga agar tidak menggunakan temperatur yang tinggi. Air dialirkan ke
kondensor dan dijaga agar air terus mengalir. Temperatur kondensor dijaga tetap
dingin dengan menambahkan es, sehingga minyak yang menguap semuanya
terembunkan dan tidak lepasm ke udara. Destilat yang diperoleh merupakan
campuran minyak dengan air yang selanjutnya dipisahkan dalam corong pisah.
Untuk pemisahan sempurna, destilat ditambahkan natrium klorida (NaCl) agar
minyak yang teremulsi terpisah. Fase air ditampung dengan erlenmeyer, untuk
dipisahkan lagi karena kemungkinan masih mengandung sedikit minyak yang
teremulasi. Fase air ini ditambahkan lagi dengan NaCl kemudian dipisahkan
dalam corong pisah. Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang sampai semua
minyak terpisahkan. Fase minyak yang diperoleh kemungkinan masih bercampur
dengan sedikit air, kemudian ditambahkan kalsium klorida anhidrat dan
didekantasi. Sebanyak 10 mL minyak astiri yang diperoleh kemudian dituangkan
ke dalam corong pisah, ditambahkan 15 mL n-heksana dan dipartisi dengan 15
mL metanol-air (7:3) secara bertahap, kemudian dikocok. Campuran didiamkan
beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan cairan yang terpisah. Lapisan
kemudian dipisahkan dan ditampung. Fraksi yang diperoleh adalah fraksi n-
heksana dan fraksi metanol. Fraksi metanol kemudian dipartisi lagi dengan 15 mL
kloroform secara bertahap dan dikocok, maka terbentuk dua lapisan cairan yang
terpisah. Lapisan kemudian dipisahkan sehingga’diperoleh dua fraksi yaitu fraksi
metanol dan fraksi kloroform. Ketiga fraksi yang diperoleh kemudian dipekatkan
dengan menggunakan rotary vacuum evaporator. Minyak yang diperoleh
kemudian digunakan untuk uji antiradikal bebas dan dianalisis senyawanya
dengan GC-MS.
14
Gambar 5.2.2 : Skema ekstraksi untuk isolasi. Ilustrasi oleh : Rosita Handayani
Destilat
Daun/Batang±10 kg
Fase Minyak Fase Air
Fase Minyak
Fase Air
Minyak atsiri
Fraksi n-heksana
Fraksi metanol
Fraksi metanol
Fraksi Kloroform
Potong-potong, masukkan dandang destilasi Lakukan destilasi uap
Pisahkan campuran minyal-air dengan corong pisah Tambahkan NaCl
Tambahkan NaCl, pisahkan dengan corong pisah, lakukan berulang-ulang hingga minyak-air terpisah Digabung Tambahkan dnegan CaCl2
anhidrat Dekantasi
Tuang pada corong pisah. Tambah 15 ml n-heksana Partisi dengan metanol-air(7:3) secara bertahap. Kocok
Partisi dengan 15 ml kloroform, kocok
Pekatkan dengan rotary vacum evaporator
Ektstrak untuk uji anti radikal dengan GC-MS
15
Cara Isolasi
Bahan
• Sampel (Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih
segar atau batang sebanyak 10,00 kg. Sampel dibersihkan dan dipotong
kecil-kecil, kemudian didestilasi uap, sehingga diperoleh destilat 13,0 mL)
� kalsium klorida anhidrat, natrium klorida, nheksana,
� kloroform, metanol, akuades, dan
� DPPH.
Alat
� seperangkat alat destilasi
� uap, corong pisah, erlenmeyer, neraca analitik,
� gelas ukur, botol tempat minyak atsiri,
� aluminium foil, rotary vacuum evaporator,
� spektrofotometer ultraviolet-tampak, dan
� seperangkat alat GC-MS.
Langkah kerja
1. Batang/daun sirih direbus sampai terdapat uap dari hasil rebusan tersebut
(didestilasi)
Gambar 5.2.3 : Alat destilasi uap.
Sumber : http://kimiamagic.blogspot.com/2010/02/destilasi.html
16
2. Uap hasil destilasi dialirkan ke kondensor.
3. Suhu kondensor dijaga agar tetap dingin dengan menambahkan es agar
minyak yang menguap dapat diembunkan
4. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air yang
selanjutnya dipisahkan dalam corong pisah.
5. Untuk pemisahan sempurna, destilat ditambahkan natrium klorida (NaCl)
agar minyak yang teremulsi terpisah.
6. Fase air ditampung dengan Elenmeyer, untuk dipisahkan lagi karena
kemungkinan masih mengandung sedikit minyak yang teremulasi.
7. Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang sampai semua minyak
terpisahkan.
8. Fase minyak yang diperoleh kemungkinan masih bercampur dengan
sedikit air, kemudian ditambahkan kalsium klorida anhidrat dan
didekantasi.
9. Minyak astiri yang ditambahkan n-heksana dan dipartisi dengan 15 mL
metanol-air (7:3) secara bertahap, kemudian dikocok.
10. Fase minyak yang diperoleh kemungkinan masih bercampur dengan
sedikit air, kemudian ditambahkan kalsium klorida anhidrat dan
didekantasi.
11. Minyak astiri yang ditambahkan n-heksana dan dipartisi dengan 15 mL
metanol-air (7:3) secara bertahap, kemudian dikocok.
12. Ketiga fraksi dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator.
13. Minyak yang diperoleh kemudian dianalisis kandungan senyawanya
dengan alat GC MS
17
Gambar 5.2.4 : Gambar kromatogram senyawa pada ekstrak sirih menggunakan alat GC-MS
Kromatogram di atas menunjukkan 27 puncak yang terdeteksi. Masing-
masing puncak kemudian dianalisis dalam spektrometer massa. Hasil analisis
minyak atsiri daun sirih dengan GC-MS sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa kandungan minyak atsiri daun sirih adalah beberapa turunan
senyawa fenol (Heyne, 1987; Moeljatno, 2003). Spektrum massa masing-masing
puncak setelah dicocokkan dengan database merujuk senyawasenyawa seperti
pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hasil analisis senyawa pada sirih menggunakan GC-MS
Puncak Waktu retensi (menit) Senyawa yang diduga Puncak 1 5,00 Bisiklo[3.1.0]-2-metil-5-(1-metiletil) Puncak 2 5,21 Alpha pinen Puncak 3 5,62 Kampen Puncak 4 6,24 Bisiklo[3.1.0]-hek-2-sen-4-metil-1-(1-metiletil) Puncak 5 6,65 Beta pinen Puncak 6 7,02 3-heksen-1-ol-asetat Puncak 7 7,30 Bisiklo [4.1.0] hep-2-ten, 3,7,7,-trimetil Puncak 8 7,49 1-metil-2-(1-metiletil) benzena Puncak 9 7,61 Beta pellandren Puncak 10 7,67 Eukaliptol Puncak 11 8,28 1,4-sikloheksadiena- 1-metil-4-(1-metiletil) Puncak 12 8,92 Sikloheksena-1-metil-4-(1-metiletileden) Puncak 13 9,13 Bisiklo[4.1.0]-hep-3-ten-3,7,7-trimetil Puncak 14 10,67 4-metil-1-(1-metiletil)-3-sikloheksen-1-ol Puncak 15 11,02 P-alil-anisol Puncak 16 11,89 4-(2-propenil) fenol Puncak 17 13,34 Fenol 4-(2-propenil) asetat Puncak 18 13,75 2-metoksi-4-(1-propenil) fenol Puncak 19 13,86 Alpha kuben
18
Puncak 20 14,26 1-etenil-1-metil-2,4-bis(1-metiletenil) sikloheksana Puncak 21 14,49 Kariofilen Puncak 22 14,95 Alpha kariofilen Puncak 23 15,21 1,2,3,4,4a,5,6,8a-oktahidro-7-metil-4-metilen-1-(1-etietil)naftalen Puncak 24 15,30 1-metil-5-metilen-8-(1-metietil) 1,6-siklodekadiena Puncak 25 15,38 Dekahidro-4a-metil-1-metilen-7-(1-metiletenil)naftalen Puncak 26 15,49 Dekahidro-4a-metil-1-metilen-7-(1-metiletiliden)naftalen Puncak 27 15,77 3-alil-6-metoksifenil aseta
5.4 Penggunaan tradisional
Sirih sering dipakai untuk tujuan pengobatan pada hidung berdarah (mimisen-
Jawa), mulut berbau, mata sakit, radang tenggorokan(Koensoemardiyah, 1992).
Daun dikunyah bersama kapur (injet-Jawa) bersama biji pinang untuk penguat
gigi dan stimulansia; Campuran tersebut berasa pedas, adsringent; menyebabkan
air ludah berwarna merah dan gigi menjadi berwarna hitam(Duke, 1985) Banyak
digunakan untuk pengobatan penyakit asma, rheumatic arthritis, rhumatalgia,
luka-luka.
Cara pemakaian di masyarakat
Mengobati batuk
Daun sirih 6 lembar, daun jintan 10 lembar, buah kapulogo 6 buah, kayu manis 2
jari, gula enau 3 jari, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan air
bersih 3 gelas, sehingga hanya tinggal kurang lebih ¾ nya, sesudah dingin
disaring lalu diminum ( 3 x sehari masing-masing ¾ gelas). Selain bagian daun,
bagian batang yang masih muda juga dapat digunakan
Mengobati kapala pusing
Daun sirih beserta batangnya 10 lembar, daun incok 20 lembar, daun lidah buaya
½ pelepah, kulit mesoyi 2 jari, ganti 2 jari, jintan-putih 1 sendok teh, dicuci dan
ditumbuk halus-halus, diramas dengan cuka 3 sendok makan, untuk menggosok
punggung, tengkuk, leher, dahi dan pelipis (1-2 x sehari sebanyak yang
diperlukan)
Mengobati asma
Daun sirih 8 lembar, daun akar -gamat 12 lembar, biji buah putat 20 buah, lada
putih 30 butir, dicuci lalu ditumbuk halus-halus, diramas dengan minyak kayu
putih 3 sendok teh, untuk melumas dada dan leher (1 - 2 x sehari sebanyak yang
diperlukan kalau serangan penyakitnya datang).
19
Menghilangkan bau badan
Rebus 5 lembar daun sirih segar dengan 2 gelas air, hingga tinggal 1 gelas.
Minum siang hari.
Mimisan atau keluar darah dari hidung
Selembar daun sirih muda, cuci, tekuk dua, gulung, masukkan ke hidung yang
berdarah, sampai darah berhenti mengalir. Usahakan agar penderita tetap duduk
tegak, agar darah tidak megnalir ke belakang rongga hidung.
Koreng atau gatal-gatal
20 lembar daun seirih yang tua, rebus dengan 3-4 gelas air, gunakan air rebusan
daun sirih yang hangat untuk mencuci bagian yang terkena koreng atau gatal.
Obat sariawan
1-2 lembar daun sirih dibersihkan, lalu kunyah hingga lumat, biarkan sebentar di
mulut, tempat terkena sariawan..
Mengurangi jerawat
Basuh wajah dengan air rebusan daun sirih.
Menguatkan gigi agar tidak mudah tanggal
Kunyah daun sirih dengan pinang dan kapur.
5.5 Penggunaan berdasarkan penelitian
5.5.1 Sebagai obat antimalaria
Hasil penelitian keamanan dan khasiat preklinik dengan menggunakan ramuan
buah sirih, mayana, madu dan telur dalam bentuk tradisional yang berasal dari
Sulawesi Utara, adalah, ramuan buah sirih, mayana, madu dan telur (perbandingan
30%:5%:30%:30%) berdasarkan uji toksisitas akut oral sampai dengan pemberian
6,328 ml/200 g bb tidak menunjukkan efek toksik. Pemberian ramuan tersebut
secara berulang selama 3 bulan dengan dosis terbesar 6,25 ml/200 bg bb. tidak
menunjukkan gejala toksik. Hasil uji khasiat antimalaria dengan dosis 0,562 ml/30
g bb dapat menekan perkembangan P. berghei dalam darah mencit. Ramuan juga
dapat menurunkan suhu tikus sampai dengan 2° C pada pemberian dosis 3,75 ml
!~OO g bb. Kandungan kimia buah si rih adalah steroid, tanin, terpenoid,
flavonoid dan turunan kinon dengan zat identitas arecolin. Selain data penelitian :
yang telah dilakukan data penelitian yang lain menyebutkan bahwa sirih
20
mempunyai kandungan kimia arecoline pada seluruh bagian tanaman dan
berkhasiat sebagai antibakteri(Prayogo, Suwondo, Sundari, 1992).
5.5.2 Anti kanker
Daun/batang muda sirih dipilih, dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dengan
diangin-anginkan pada suhu kamar agar senyawa yang terkandung tidak rusak.
Kemudian 180 gram daun sirih kering dimasukkan ke dalam 3 labu Erlenmeyer,
masing-masing labu 60 gram. Kemudian direndam dengan etanol 96 % masing-
masing 600 ml, maserasi selama 48 jam. Setelah itu, cairan dalam labu
Erlenmeyer disaring menggunakan kain flannel dan diuapkan dengan diangin-
anginkan sampai kering. Setelah kering, 500 mg ekstrak pekat dilarutkan dalam
10 ml air laut sehingga kadarnya 50.000 µg/ml (larutan A). Dari larutan A ini
dibuat:
- Larutan B: 1 ml larutan A ditambah 9 ml air laut, sehingga kadarnya 5000
µg/ml.
- Larutan C: 1 ml larutan B ditambah 9 ml air laut, sehingga kadarnya 500 µg/ml.
- Larutan D: 1 ml larutan C ditambah 9 ml air laut, sehingga kadarnya 50 µg/ml.
Pada hari pertama penelitian, dilakukan pemilihan dan penetasan terhadap telur
Artemia salina Leach. Penetasan dilakukan dengan cara merendam telur tersebut
dalam wadah berisi air laut secukupnya. Telur diletakkan di bagian yang gelap,
sedangkan bagian lain diterangi dengan sinar lampu. Setelah 24 jam perendaman,
telur menetas dan larva udang bergerak ke bagian yang terang. Kondisi ini
dibiarkan sampai larva udang berumur 48 jam. Larva udang yang telah berumur
48 jam dimasukkan ke dalam seri tabung uji (flakon) yang berisi ekstrak etanol
daun sirih yang telah disiapkan (larutan A, B, C, D dan kontrol) masing-masing
sebanyak 10 ekor. Masing-masing tabung uji ditambahkan 1 tetes ragi (3 mg
dalam 5 ml air laut) sebagai makanan udang. Volume tabung uji dicukupkan
dengan air laut hingga 5 ml. Semua tabung uji diletakkan di bawah penerangan
selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva udang yang mati.
Tabel 5.5.2. Uji toksisitas ekstrak etanol daun sirih (Piper betle) terhadap
larva Artemia salina
21
Data dari tabel 5.3.2 menunjukkan bahwa derajat lethalitas berbanding lurus
dengan konsentrasi ekstrak yang diberikan. Mortalitas maksimal terlihat
padakonsentrasi 10.000 µg/ml sedangkan mortalitas minimal terlihat pada
konsentrasi 10 µg/ml. Pemberian ekstrak etanol daun sirih bersifat sitotoksik
terhadap larva Artemia salina Leach yang ditunjukkan dengan harga LC 50 <1000
µg/ml, sehingga membuktikan adanya aktivitas antikanker dari ekstrak etanol
daun sirih menurut metode Brine Shrimp Lethality Test (BLT). (Arya, 2008.
“Skrining Awal Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle Linn) sebagai Antikanker
dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BLT)”)
5.5.3. Sebagai obat keputihan dengan melawan Candida albican
Hasil penelitian Sundari dan Winarno (1996) menunjukkan bahwa daun sirih
merupakan salah satu bahan alami yang mengandung 13 zat yang dapat
mengobati keputihan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
sirih (Piper Betle L.) yang berwarna hijau tua, isolat kamir Candida albicans,
Sabauroud’s cair, aquades, alkohol, dan Larutan NaCl 0,9%.
Persiapan Ekstrak Daun Sirih
Daun sirih 100 gram digerus, kemudian ditambahkan 100 ml aquades, lalu
disaring dan disentrifuge selama 20 menit kemudian diambil supernatannya.
Selanjutnya dibuat larutan uji dengan konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40%, 20%.
Pembuatan Suspensi Candida albicans
Khamir stok C albicans di peroleh dari laboratoriun kesehatan Bandar Lampung
di inkubasi selama 24 jam pada agar miring, dibuat suspensi dengan akuades steril
dan dihitung jumlah selnya tiap ml suspensi. Kemudian dilakukan pengenceran
untuk memperoleh suspensi yang mengandung 105 sel/ml.
Uji Dilusi Tabung
22
Enam tabung reaksi (a, b, c, d, e, f) di isi dengan 2ml media sabaoround cair + 0,5
ml suspensi khamir C.albicans sebanyak 105 sel/ml. Masing-masing tabung diberi
larutan uji 2,5 ml dengan konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, kontrol dan
dilakukan ulangan sebanyak 4 kali. Kemudian di inkubasi pada suhu 370C selama
24 jam. Kemudian setelah diinkubasi selama 24 jam dilakukan penyaringan
dengan kertas saring lalu residu yang di dapat dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 103 – 1050C. Selanjutnya kertas saring ditimbang. Selisih berat kertas
saring awal dan akhir dinyatakan sebagai berat kering sel. Dari data ke dua uji di
atas dianalisis dengan uji BNT pada taraf 1 % .
Gambar 5.5.3 : Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak sirih terhadap jumlah sel
Candida albicans.
Dari hasil penelitian yang tampak pada tabel dapat terlihat jumlah sel dipengaruhi
oleh ekstrak daun sirih. Bahkan ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 20%
sekalipun sudah dapat memberikan pengaruh terhadap pertambahan jumlah sel
Candida albican. Hal ini dapat diketahui dengan cara membandingkan jumlah sel
akhir pada kontrol, dimana ekstrak dengan konsentrasi 20% dapat mengurangi
populasi sebanyak 1.648.000 namun konsentrasi efektif untuk mendapatkan efek
maksimal adalah 80% dan 100%.(Nurul,Aditya, 2010 “ Uji Fungistatik Ekstrak
Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap Candida Albicans)
23
5.5.4. Efek biotransformasi dan sitotoksik, dimiliki oleh hydroxychavicol (HC;
1-alil-3,4-dihydroxybenzene), merupakan komponen katekolik dalam daun sirih
dan perantara utama metabolit safrol pada tikus dan manusia, dipelajari dalam
hepatosit tikus terisolasi yang baru. Pemaparan dari hepatosit kepada HC
disebabkan tidak konsentrasi saja (0,25-1,0 mM) - dan waktu (0-3 jam)-
tergantung kematian sel disertai oleh hilangnya ATP seluler, kolam nukleotida
adenin, mengurangi glutation, dan tiol protein, tetapi juga akumulasi disulfida
glutathione dan malondialdehid, menunjukkan peroksidasi lipid. (Yoshio,
Toshinari, Suzuki, Kazuo, Hidemi, Akio, 2009. “Biotransformation and cytotoxic
effects of hydroxychavicol, an intermediate of safrole metabolism, in isolated rat
hepatocytes”)
5.5.5. Antihiperlipidemia
Efek pemberian ekstrak sirih telah diselidiki pada tikus Wistar yang otaknya
diinduksi oleh etanol. Tikus yang dipengaruhi etanol menunjukkan peningkatan
tingkat lipid, peroksidasi lipid, dan gangguan dalam pertahanan antioksidan.
Setelah induksi percobaan toksisitas (yaitu, periode awal 30 hari), Ekstrak sirih
cair secara bersamaan diberikan dalam tiga dosis berbeda (100, 200, dan 300 mg
kg-1) selama 30 hari bersama dengan dosis harian alkohol. Pemberian ekstrak
P.betle secara bersamaan mengakibatkan penurunan yang signifikan dari tingkat
lipid (asam lemak bebas, kolesterol, dan fosfolipid) dan penanda peroksidasi lipid
seperti zat asam reaktif thiobarbituric dan hidroperoksida. Selanjutnya efek
antioksidan, efek mengurangi glutation, efek seperti vitamin C dan vitamin E,
superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase, juga meningkat pada
pemberian ekstrak secara bersamaan. Dosis yang lebih tinggi dari ekstrak (300
mg/kg) lebih efektif.(R. Saravanan,2003.”Effect of Piper betle Leaf Extract on
Alcoholic Toxicity in the Rat Brain”.Journal of Medicinal Food) dan .(
Pushpavalli G, Veeramani C, Pugalendi KV.,2009 “Effect of Piper betle on
plasma antioxidant status and lipid profile against D-galactosamine-induced
hepatitis in rats”)
24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan
a. Sirih dengan nama latin Piper betle L. termasuk tumbuhan merambat dari
familia Piperaceae
b. Ciri makroskopis dapat diketahui dari bentuk daun seperti hati dengan ujung
runcing dan baunya yang khas. Secara mikroskopis, identifikasi dilakukan
dengan melihat penampang melintang batang yang menunjukkan penampang
seperti dikotil pada umumnya, memiliki berkas pembuluh bertipe kolateral
tertutup dimana antara xylem dan floem dibatasi dengan keberadaan kambium,
pada serbuk ditemukan kelenjar minyak berwarna cokelat tua berjumlah
banyak
c. Senyawa yang dimiliki oleh daun sirih ditemukan pada setiap bagian tanaman
lain, termasuk batang, namun dalam kadar yang berbeda.
d. Sirih mengandung senyawa : Karvakrol, Kavibetol, Pirokatekin, Kavikol,
Estragol, 1,8 Sineol, Kadinen, Saponin, Terpenoid dan senyawa-senyawa
minor lain
e. Senyawa yang terkandung dalam sirih mempunyai kegunaan sebagai :
antibakteri, antioksidan, anti inflamasi, anti malaria, anti hiperlipidemia,
astringent, stimulansia, mengobati mimisan, dan manfaat-manfaat lain yang
belum diteliti lebih lanjut.
6.2.Saran
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat sirih untuk
mengobati penyakit-penyakit tertentu yang selama ini masih terbatas pada
penggunaan tradisional
b. Perlu dikembangkan metode untuk mengektraksi sirih, baik metode baru
maupun metode hasil kombinasi dari metode-metode yang sebelumnya
telah ada untuk mendapatkan ekstrak senyawa dalam sirih dalam jumlah
yang lebih banyak
25
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan dan Nuri. 2000. Phenolic synthesis in selected root cultures, and
seeds. Food Science Study Program. Post Graduated Program. Bogor
Agricultural University, Bogor. 70 hal.
Backer, C.A., And Bakhuizen, R.C.B., 1968, Flora of Java, Vol II & III,
P.Noordhoff, Groningen.
Duke, JA; 1985, CRC Handbook of Medicinal Herbs. CRC Press, Inc., Boca
Raton, Florida, p.378-380.
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, (terjemahan) jilid II, Yayasan
Sarana Wanajaya, Jakarta, p. 622-627.
Hwang, Lucy Sun; Wang Chin Kun; Sheu, Ming Yen; Kao Lung Sen, 1996,
"Phenolic compunds of Piper betel flower as flavoring and neuronal activity
modulating agents, ACS Symp.Ser., V.506, N-phenolic Compd. Food their
Eff. Health I, p.200-213.
Ingram, L. O. 1981. Mechanism of lysis of E. coli by ethanol and other chaotropic
agents. Journal of Bacteriology. 146 (1): 331-335.
Koensoemardiyah; 1992," Modifikasi penyulingan minyak atsiri berbagai macam
daun sirih, efektivitas antibakteri dan susunan kimianya", Laporan
Penelitian DPP-UGM No. UGM/5887/M/09/01: Yogyakarta
Mardisiswojo. S, Mangunsudarso R.H., 1965, Tjabe Pujang Warisan Nenek
Mojang, cetakan I, penerbit Prapantja., Jakarta., P.45
Pelczar, M. J. and R. D. Reid. 1979. Microbiology. M. C. Graw Hill Book Co.
New York.
Prayogo, B. Pelayanan Sirih untuk Pelayanan Kesehatan Primer. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. I. No.I., 1992
Pushpavalli G, Veeramani C, Pugalendi KV.,2009, Effect of Piper betle on plasma
antioxidant status and lipid profile against D-galactosamine-induced
hepatitis in rats
Rostiana, O., S. M. Rosita, dan D. Sitepu. 1991. Keanekaragaman genotipa sirih
(Piper betle Linn) asal dan penyebaran. Warta Tumbuhan Obat Indonesia I
(1) : 16-18.
26
R. Saravanan,2003.”Effect of Piper betle Leaf Extract on Alcoholic Toxicity in
the Rat Brain”.Journal of Medicinal Food
Saeed, Sheikh A., Farnaz, Samina., Simjee, Rukhsana; Malik Abdul., 1996,
"Triterpenes and -sitosterol from Piper betel; Isolation, antiplateled and
antiinflamatory effects" Journ. Biochem. Soc, Trans, Vol 21, No.4, p.462 S
Sastrahidayat I.R; Soemarno D.S.MS; 1986, Budidaya Tanaman Tropika, Penerbit
Usaha Nasional, Surabaya. P.118
Schneider, G; 1985, Parmazeutische Biologie 2. Aufl. BI-Wissenschafts-verlag
Mannheim. P.405
Siti Sundari, Koensoemardijah, Nusratini; 1990, "Pemanfaatan minyak daun sirih
dalam sediaan pasta gigi, daya antiseptika dan stabilitas pastanya"., DPPM
Laporan Penelitian UGM, No.263/P4M/DPPM/BDXXV 1989. Yogyakarta.
Sundari, D dan Winarno, W. 1996. Komponen Penyusun Jamu Keputihan. Cermin
Dunia Kedokteran No. 108. Jakarta.
Sundari,S., Koenseomarduah, Nusratini. Minyak Atsiri Daun sirih dalam Pasta
Gigi : Stabilitas Fisis clan Daya Antibakteri. Wa11a Tumbuhan Obat
Indonesia. Vol. I. No.I ., 1992
Suwondo, S., dkk. Aktivitas Antibakteri Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap
Bakteri Gingivatis dan Bakteri Pembentuk Plak atau Karies Gigi
(Streptococcus mutans). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. I. No.I.,
1992
Yin, M.L., Liu J., Chen Z.L., Long K., Zeng H.W., 1991, "Some new PAF
Antagonistic Neolignans from Piper betel"., Planta Med, Vol 57, Suppl. 2.
A.66.
Yoshio, Toshinari, Suzuki, Kazuo, Hidemi, Akio, 2009. “Biotransformation and
cytotoxic effects of hydroxychavicol, an intermediate of safrole metabolism,
in isolated rat hepatocytes”